1
POLA KUMAN DAN RESISTENSINYA PADA PASIEN
SEPSIS DEWASA TERHADAP ANTIBIOTIK
DI RSUD Dr. MOEWARDI TAHUN 2014
NASKAH PUBLIKASI
Oleh:
ANDIKA DWI MAHENDRA
K100110021
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SURAKARTA
1 POLA KUMAN DAN RESISTENSINYA PADA PASIEN SEPSIS DEWASA
TERHADAP ANTIBIOTIK DI RSUD Dr. MOEWARDI TAHUN 2014
THE PATTERNS OF GERM AND ITS RESISTANCE ON ADULT SEPSIS PATIENT AT Dr. MOEWARDI REGIONAL GENERAL HOSPITAL
IN 2014
Andika Dwi Mahendra*, M. Kuswandi**, dan Ika Trisharyanti D. K.*
*
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Kartasura, Surakarta 57102
**
Fakultas Farmasi, Universitas GadjahMada, Sekip Utara, Yogyakarta 55551
ABSTRAK
Kejadian sepsis yang berkaitan dengan morbiditas dan mortalitas, meningkat secara global. Sepsis terjadi karena infeksi berat. Sepsis memiliki potensi yang mengancam jiwa dengan adanya komplikasi disfungsi organ, syok septik, dan kematian. Perubahan pola resistensi selalu berubah pada periode tertentu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki pola kuman dan resistensinya pada pasien sepsis dewasa di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi. Isolat kuman diambil dari darah pasien sepsis dewasa di RSUD Dr. Moewardi. 7 Isolat kuman diambil dari darah pasien sepsis dewasa (September-Oktober 2014) serta 46 isolat kuman dari data sekunder (Januari-Maret 2014) di RSUD Dr. Moewardi. Isolasi dilakukan berdasarkan standar Laboratorium Mikrobiologi RSUD Dr. Moewardi. 7 isolat kuman di uji kepekaannya menggunakan difusi cakram antibiotik pada Mueller-Hinton serta digabungkan dengan 46 data sekunder. Pola kuman pada pasien sepsis dewasa di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014 yaitu Staphylococcus haemolyticus (15,09%), Staphylococcus hominis (15,09%), Escherichia coli (13,21%), dan Acinetobacter baumannii (11,32%). Pola resistensi kuman pada infeksi sepsis dewasa dengan tingkat resistensi lebih dari 50% terjadi pada Staphylococcus haemolyticus (ciprofloksasin, eritromisin, levofloksasin, moksifloksasin, dan gentamisin), Escherichia coli (gentamisin, ciprofloksasin, dan levofloksasin), dan Acinetobacter baumannii (gentamisin, ciprofloksasin, levofloksasin, dan seftazidim)
Kata kunci: Sepsis, resistensi, antibiotik, pola kumani ABSTRACT
Sepsis incidence which related with morbidity and mortality, is globally increasing. Sepsis occurs because of severe infections. Sepsis has life-threatening potential with organ disfungction complication, septic shock, and death. Alteration of resistance patterns always change at certain period. The aim of the study is to investigate the germ pattern and its resistance from adult sepsis patient at Dr. Moewardi Regional General Hospital. Isolated germ from adult sepsis patient’s blood at Dr. Moewardi Regional General Hospital. 7 isolates germs are taken from blood of adult sepsis patient (September - October 2014) and the 46 isolates germs of secondary data (January - March 2014) at Dr. Moewardi Regional General Hospital.
Isolation performed based on standard Laboratory Microbiology of Dr. Moewardi Regional General Hospital. 7 isolates germs are tested by using diffusion disc antibiotic on Mueller Hinton and coupled by 46 secondary data. The germ pattern from adult sepsis patients were Staphylococcus haemolyticus (15,09%), Staphylococcus hominis (15,09%), Escherichia coli (13,21%), and Acinetobacter baumannii (11,32%). Resistance pattern of germ on adult sepsis with level of resistance more than 50% as Staphylococcus haemolyticus (ciprofloxacin, erythromycin, levofloxacin, moxifloxacin, and gentamicin), Escherichia coli (gentamicin, ciprofloxacin, and levofloxacin), and Acinetobacter baumannii (gentamicin, ciprofloxacin, levofloxacin, and ceftazidime)
PENDAHULUAN
Infeksi dapat terjadi karena agen infeksi seperti kuman, jamur, virus, protozoa, dan
cacing parasit (WHO, 2001). Bakteremia merupakan kondisi terdapatnya kuman yang
hidup pada aliran darah (Daniela, 2010). Bakteremia merupakan hal yang menentukan
terjadinya sepsis. Sepsis merupakan hasil dari infeksi kuman yang parah. Selain itu, sepsis
dapat berlanjut menjadi sepsis shock dengan tanda disfungsi ginjal atau hati yang disertai
dengan hipotensi (Cunha, 2008).
Sepsis dapat terjadi karena adanya infeksi kuman. Kuman penyebab sepsis dapat
berasal dari infeksi pada paru-paru, saluran kencing, kulit, sistem saraf pusat, dan infeksi
pada bagian perut termasuk saluran empedu dan Community acquired methicillin-resistant
Staphylococcus aureus (Cunha, 2008 dan SWAB, 2010). Pasien yang menderita sepsis
akan mengalami beberapa komplikasi seperti komplikasi organ. Pasien infeksi sepsis
dengan kegagalan fungsi organ memiliki kemungkinan meninggal lebih besar. Kematian
pasien sepsis tanpa kegagalan fungsi organ diperkirakan sekitar 15% dan meningkat
menjadi 70% jika pasien mengalami 3 atau lebih kegagalan fungsi organ. Komplikasi
organ meliputi paru-paru, ginjal, dan jantung (Artero et al., 2012).
Salah satu tahap dalam first line penatalaksanaan sepsis adalah terapi antibiotik
secara empirik (Morrell et al., 2009). Namun, perkembangan resistensi kuman yang sangat
pesat terlihat dengan ditemukan kuman yang resisten terhadap antibiotik pada tahun 1979
sampai 2011. Beberapa kuman yang telah resisten terhadap antibiotik seperti gentamicin-R
Enterococcus, vancomycin-R Enterococcus, levofloxacin-R Pneumococcus, imipenem-R
Enterobacteriaceae, vancomicin-R Staphylococcus, ceftriaxone-R Nesseria gonorrhoeae,
dan ceftaroline-R Staphylococcus (CDC, 2013). Penelitian tentang resistensi Escherichia
coli terhadap antibiotik menunjukkan bahwa 21 isolat kuman (0,6%) resisten terhadap
ampisillin, kloramfenikol, gentamisin, siprofloksasin, sefotaksim, dan
trimetoprim/sulfametoksazol (Duerink et al., 2007). Lewis et al. (1999) melaporkan bahwa
terjadi resistensi terhadap antibiotik seftriakson dan imipenem pada kuman Acinetobacter
spp. (28,6% dan 10%), Pseudomonas aeruginosa (46,7% dan 3,8%), dan Enterobacter spp.
(16% dan 0%). Penelitian yang dilakukan di ruang ICU RS fatmawati, Indonesia
didapatkan hasil bahwa terjadi resistensi terhadap antibiotik meropenem, gentamisin, dan
levofloksasin pada kuman Pseudomonas aeruginosa (25%; 39,1%; 42,2%),
Staphylococcus epidermidis (32,4%; 0%; 50%), dan Escherichia coli (7,7%; 38,5%;
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian non-eksperimental
Alat
Alat-alat gelas (Pyrex), inkubator (Memmert), autoklaf (All American), mikropipet
(Scorex), oven (Memmert), dan vitex (Vitex 2 compact).
Bahan
7 Isolat kuman diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi RSUD Dr. Moewardi,
Media Mueller Hinton, media BHI (Brain Heart Infusion), larutan NaCl 0,9%, cakram
antibiotik ampisilin, gentamisin, levofloksasin, vankomisin, metronidazol, meropenem,
rifampisin, dan seftriakson dengan diameter setiap cakram antibiotik 7 mm.
Jalannya penelitian
Tujuh isolat kuman didapat dari pasien sepsis (data primer) yang telah diberikan
antibiotik empirik oleh klinisi kesehatan RSUD Dr. Moewardi dari bulan
September-Oktober 2014, kemudian ditumbuhkan di media NA (Nutrient Agar). Sebanyak 46 data
sekunder pasien sepsis dewasa (Januari-Maret 2014) digunakan sebagai data pendukung.
Uji kepekaan 7 isolat kuman dilakukan dengan difusi cakram antibiotik kemudian diukur
zona hambat pada masing-masing antibiotik dan dibandingkan dengan standar zona
hambat CLSI (Clinical and Laboratory Standart Institute).
Isolat kuman dari media NA diambil menggunakan ose steril dan dimasukkan ke
dalam media BHI kemudian di-shaker selama 2 jam. Larutan BHI yang telah di-shaker
kemudian diambil sebanyak 200 µL dan diencerkan menggunakan NaCl 0,9% hingga
setara dengan standar kekeruhan Mc Farland (1,5 x 108 CFU/mL). Suspensi kuman diambil
sebanyak 100 µL kemudian ditumbuhkan dan diratakan di media Mueller Hinton serta
cakram antibiotik diletakan pada media Mueller Hinton. Media diinkubasi pada suhu 37⁰C
selama 16-18 jam kemudian diukur zona hambat yang dihasilkan oleh masing-masing disk
antikuman.
Analisis data
Analisis hasil resistensi kuman terhadap antibiotik dilihat dengan mengukur zona
hambat pada masing-masing antibiotik kemudian dibandingkan dengan standar CLSI
terhadap antibiotik (ampisilin, gentamisin, levofloksasin, vankomisin, metronidazol,
meropenem, rifampisin, dan ceftriakson), serta digabungkan dengan data sekunder yaitu
Berdasarkan hasil yang diperoleh maka dapat digolongkan tingkat kepekaan kuman pada
sepsis dewasa termasuk sensitif (S) atau resisten (R) terhadap antibiotik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolat Kuman
Penelitian ini dilakukan untuk menentukan pola kuman dan pola resistensi kuman pada
sepsis dewasa terhadap beberapa antibiotik di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014.
Distribusi Pasien Terdiagnosa Sepsis Menurut Usia dan Jenis Kelamin
Data distribusi pasien sepsis berdasarkan usia dan jenis kelamin dari data sekunder
Laboratorium Mikrobiologi RSUD Dr. Moewardi, dapat dilihat pada tabel 3 sebagai
berikut:
Tabel 3. Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin dan usia di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014
Jumlah Persentase (%) Jenis Kelamin
Laki –Laki 27 58,70
Wanita 19 41,30
Jumlah 46 100,00
Umur (tahun)
20-30 3 6,52
31-40 8 17,40
41-49 6 13,04
>49 29 63,04
Jumlah 46 100,00
Berdasarkan hasil analisis tabel 3 terlihat bahwa sepsis lebih sering terjadi pada pasien
dengan umur lebih dari 49 tahun. Hal ini dapat dijelaskan bahwa macam-macam penyakit
infeksi seperti influenza, pneumonia, septikemia termasuk kedalam 10 penyebab kematian
pada individu yang lebih tua. Hal ini terjadi karena adanya penurunan sistem imun
sehingga meningkatkan terjadinya infeksi (Hawkley & Cacioppo, 2004). Angka kejadian
sepsis lebih besar terjadi pada laki-laki daripada wanita. Hal ini terkait dengan perbedaan
respon imun yang terjadi pada pria dan wanita. Wanita memiliki respon imun yang lebih
baik daripada pria karena kadar hormon estrogen yang lebih tinggi. Hormon estrogen
berperan dalam meningkatkan respon imun adaptif. Faktor lain yang mempengaruhi
rendahnya kejadian sepsis pada wanita adalah jumlah TNF (Tumor Necrosis Factor) yang
lebih tinggi pada wanita daripada pria (Berkowitz et al., 2007). TNF berperan sebagai
Distribusi kuman patogen dari isolat pasien sepsis dewasa
Hasil isolasi kuman di RSUD Dr. Moewadi tahun 2014 didapatkan sebanyak 53 isolat
kuman. Sebanyak 7 isolat kuman dari pasien sepsis dewasa (September-Oktober 2014)
dilakukan uji resistensi terhadap antibiotik dengan metode antibiotic disk diffusion,
kemudian digabungkan dengan 46 data sekunder uji kuman pada pasien sepsis
(Januari-Maret 2014) dari Laboratorium Mikrobiologi RSUD Dr. Moewardi. Isolat tersebut
termasuk ke dalam kuman Gram negatif dan Gram positif. Kuman Staphylococcus hominis
dan Staphylococcus haemolyticus memiliki persentase yang paling tinggi dibandingkan
isolat kuman yang lain dengan persentase 15,09% dan 15,09%.
Tabel 4. Hasil isolasi kuman pada pasien sepsis dewasa di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014
Staphylococcus hominis 8 8 15,09
Staphylococcus haemolyticus 1 7 8 15,09
Staphylococcus aureus 5 5 9,43
Staphylococcus epidermidis 1 4 5 9,43
Staphylococcus capitis
Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa kuman pada pasien sepsis sebagian besar
adalah kuman Gram positif. Tiga kuman teratas yang paling sering ditemukan pada pasien
sepsis di RSUD Dr. Moewardi yaitu Staphylococcus hominis (15,09%), Staphylococcus
haemolyticus (15,09%), dan Escherichia coli (13,21%). Perbedaan lingkungan Rumah
Sakit akan mempengaruhi hasil pola kuman pada pasien sepsis dewasa. Hasil pola kuman
di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung, tiga kuman yang sering ditemukan pada pasien
sepsis dewasa yaitu Klebsiella pneumoniae (8,14%), Escherichia coli (4,65%), dan
Staphylococcus hominis (4,65%) (Chairunnisa, 2012), sedangkan tiga kuman yang paling
sering ditemukan pada pasien sepsis di salah satu Rumah Sakit swasta di Bandung adalah
(Sandiana, 2012). Penelitian Abe et al. (2010) melaporkan bahwa sebanyak 259 pasien
sepsis terdapat 64,9% isolat Gram positif dan 27% isolat Gram negatif. Persentase Gram
positif yang lebih tinggi pada pasien sepsis juga terjadi di RSUD Dr. Moewardi bahwa
54,71% Gram positif dan 45,29% Gram negatif. Pasien dengan bakteremia Gram negatif
memiliki jumlah IL-6 dan CRP (C-Reactive Protein) lebih tinggi daripada Gram positif,
sehingga hal ini menyebabkan terjadinya perbedaan mekanisme PAMPs (
Pathogen-Associated Molecular Patterns) pada kuman Gram negatif dan Gram positif (Abe et al.,
2010). IL-6 merupakan sitokin yang memiliki peran untuk mengatur dan meningkatkan
respon imun terhadap infeksi dan tumor (Xing, 1998).
Pola Resistensi Kuman
Pola Resistensi 7 Isolat Kuman Pasien Sepsis Dewasa
Pengambilan sampel darah pada pasien sepsis dewasa diambil setelah pasien
mendapatkan terapi antibiotik empirik. Pemberian antibiotik sebelum atau sesudah
pengambilan sampel darah akan mempengaruhi pada hasil pola kuman. Pasien yang telah
mendapatkan terapi antibiotik maka kuman penyebab sepsis dalam tubuh akan mengalami
penurunan karena adanya antibiotik. Namun, hal ini dapat diminimalisir dengan adanya zat
yang dapat menetralisir antibiotik pada media pertumbuhan untuk sampel darah, sehingga
kuman penyebab sepsis masih dapat tumbuh.
Tujuh isolat kuman terdiri dari kuman Gram positif dan Gram negatif seperti
Staphylococcus haemolyticus, Staphylococcus epidermidis, Acinetobacter baumannii,
Pseudomonas aeruginosa, dan 3 isolat kuman Escherechia coli. Tujuh isolat tersebut
kemudian diuji resistensinya terhadap 8 antibiotik (ampisilin, gentamisin, levofloksasin,
vankomisin, metronidazol, meropenem, rifampisin, dan ceftriakson) dengan metode
antibiotic disk diffuison. Hasil uji dapat dilihat pada tabel 5 dan tabel 6. Pada pengujian
kuman Gram negatif, kuman Staphylococcus haemolyticus menunjukkan resistensi
terhadap kedelapan antibiotik yang diujikan.
Tabel 5. Hasil uji kepekaan isolat kuman Gram positif dari spesimen darah pasien sepsis dewasa di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014
Kuman
Keterangan: 1: antibiotik pada pedoman RSUD Dr. Moewardi untuk pasien sepsis; 2: antibiotik pada peresepan untuk pasien sepsis; ZH: zona hambat (mm); * = irradikal; S: sensitif; R: resisten; -: tidak ada zona hambat;
MEM: meropenem; RD: rifampisin; CRO: seftriakson.
Pada pengujian kepekaan antibiotik terhadap kuman Gram negatif menunjukkan
bahwa seluruh isolat kuman resisten terhadap ampisilin dan metronidazol, tetapi masih
sentitif terhadap meropenem. Acinetobacter baumannii menunjukkan resistensinya
terhadap beberapa antibiotik seperti ampisilin, vankomisin, metronidazol, rifampisin, dan
seftriakson. Resistensi juga terlihat pada Pseudomonas aeruginosa terhadap antibiotik
ampisilin, vankomisin, metronidazol, dan rifampisin. Namun, kuman Acinetobacter
baumannii dan Pseudomonas aeruginosa masih sensitif terhadap gentamisin,
levofloksasin, dan meropenem, serta Pseudomonas aeruginosa sensitif terhadap
seftriakson.
Tabel 6. Hasil uji kepekaan isolat kuman gram negatif dari spesimen darah pasien sepsis dewasa di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014
Keterangan: 1: antibiotik pada pedoman RSUD Dr. Moewardi untuk pasien sepsis; 2: antibiotik pada peresepan untuk pasien sepsis; ZH: zona hambat (mm); * = irradikal; S: sensitif; R: resisten; -: tidak ada zona hambat;
AMP: ampisilin; CN: gentamisin; LEV: levofloksasin; VA: vankomisin; MTZ: metronidazol; MEM: meropenem; RD: rifampisin; CRO: seftriakson.
Gambar 1. Hasil uji kepekaan dengan metode disk diffusion pada Acinetobacter baumannii
Keterangan: 1: seftriakson; 2: meropenem; 3: gentamisin; 4: metronidazol; 5: rifampisin; 6: levofloksasin; 7: ampisillin; 8: vankomisin.
Tujuh isolat kuman pasien sepsis dewasa 3 diantaranya adalah Escherichia coli. Tiga
isolat kuman Escherichia coli tersebut resisten terhadap antibiotik ampisilin, gentamisin,
metronidazol, dan seftriakson. Namun, Escherichia coli sensitif terhadap meropenem. Dua
Kuman
(kode kuman) Antibiotik
dari tiga isolat Escherichia coli menunjukkan resistensinya terhadap levofloksasin dan
vankomisin. Berbeda pada antibiotik meropenem, tiga isolat Escherichia coli sensitif
terhadap meropenem. Namun, pada zona hambat antibiotik meropenem terjadi perbedaan
zona hambat yaitu 30 mm dan 22,6 mm (tabel 6). Penurunan sensitifitas terhadap
meropenem terjadi karena Escherichia coli menghasilkan enzim metallo β laktamase.
Escherichia coli yang memiliki enzim metallo β laktamase akan lebih resisten 64 kali
terhadap meropenem. Hal ini terbukti dengan peningkatan MIC meropenem pada
Escherichia coli dengan enzim metallo β laktamase (128 µg/mL) dibandingkan tanpa
enzim metallo β laktamase (2 µg/mL) (Moloughney et al., 2005).
Pola Resistensi Kuman Gram Positif
Sebanyak 29 isolat kuman didapatkan dari pasien sepsis dengan 2 isolat kuman dari
data primer dan 27 isolat kuman dari data sekunder (tabel 7). Isolat kuman yang didapat
dari pasien sepsis dewasa seperti Staphylococcus haemolyticus, Staphylococcus
epidermidis, Staphylococcus hominis, dan Staphylococcus aureus diuji kepekaannya
terhadap beberapa antibiotik. Hasil uji kepekaan kuman Gram positif dapat dilihat pada
tabel 7 sebagai berikut:
Tabel 7. Hasil uji kepekaan isolat kuman Gram positif dari spesimen darah pasien sepsis dewasa di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014
Kuman Hasil uji
Persentase resistensi terhadap antibiotik (%)
CIP* LEV* CN* VA* MXF** LZD** E*** TGC***
Staphylococcus hominis
R 25,00 25,00 0,00 0,00 0,00 0,00 42,86 0,00
S 75,00 75,00 100,00 100,00 100,00 100,00 57,14 100,00
Staphylococcus haemolyticus
R 71,43 71,43 66,67 16,67 57,14 0,00 71,43 0,00
S 28,57 28,57 33,33 83,33 42,86 100,00 28,57 100,00
Staphylococcus
Keterangan: *: antibiotik pada pedoman RSUD Dr. Moewardi untuk pasien sepsis; **: rekomendasi antibiotik untuk pasien sepsis (Dipiro, 2007); ***: rekomendasi antibiotik Laboratorium Mikrobiologi RSUD Dr. Moewardi; R: resisten; S: sensitif; CIP: ciprofloksasin; LEV: levofloksasin; CN: gentamisin; VA: vankomisin;
MXF: moksifloksasin; LZD: linezolid; E: eritromisin; TGC: tigesiklin.
Staphylococcus epidermidis merupakan salah satu kuman normal yang berada pada
kulit atau mukosa. Namun, kuman ini juga biasa menjadi penyebab septikemia terutama
pada pasien yang mengalami gangguan sistem imun tubuh. Staphylococcus epidermidis
merupakan kuman yang memiliki kemampuan untuk membentuk biofilm (Ziebuhr et al.,
1999). Pembentukan biofilm oleh kuman akan menyebabkan terjadinya resistensi terhadap
sampai ke targetnya dan menurunkan efikasi dari antibiotik tersebut (Otto, 2008).
Penelitian Ziebuhr et al. (1999) melaporkan bahwa kuman Staphylocoocus epidermidis
yang diisolasi dari darah memiliki hasil positif membentuk biofilm (Zheng & Stewart,
2002).
Gambar 2. Pola resistensi isolat kuman Gram positif pada pasien sepsis dewasa di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014
Keterangan: *: antibiotik pada pedoman RSUD Dr. Moewardi untuk pasien sepsis; **: rekomendasi antibiotik untuk pasien sepsis (Dipiro, 2007); ***: rekomendasi antibiotik dari Laboratorium Mikrobiologi RSUD Dr. Moewardi; CIP: ciprofloksasin; E: eritromisin; LEV: levofloksasin; MXF: moksifloksasin; CN: gentamisin; VA: vankomisin;
TGC: tigesiklin; LZD: linezolid.
Staphylococcus aureus merupakan salah satu kuman penyebab sepsis (SWAB, 2010).
Resistensi Staphylococcus aureus terhadap gentamisin terjadi karena adanya modifikasi
gentamisin oleh asetiltreansferase atau fosfotransferase. Selain itu, mekanisme resistensi
pada quinolon terjadi karena penurunan afinitas antibiotik quinolon terhadap enzim DNA
(topoisomerase IV atau girase) (Lowy, 2003). Penelitian Gatermann et al. (2007)
melaporkan bahwa Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus haemolyticus, dan
Staphylococcus hominis merupakan 3 kuman teratas yang resisten terhadap eritromisin
dengan persentase sebesar 62,5%, 89,8%, dan 51,4%. Resistensi juga terjadi pada isolat
kuman Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus haemolyticus, dan Staphylococcus
hominis sebesar 100%, 71,43%, dan 42,86% terhadap eritromisin (gambar 2).
Staphylococcus hominis dan Staphylococcus haemolyticus merupakan kuman CNS
(Coagulase-Negative Staphylococci) (John & Harvin, 2007). Mekanisme resistensi pada
mengandung gen resisten dari Staphylococci pada saat proses konjugasi (Huebner &
Goldmann, 1999).
Berdasarkan hasil uji kepekaan kuman terhadap antibiotik didapatkan hasil bahwa
terdapat beberapa kuman yang resisten terhadap antibiotik terutama antibiotik pada
rekomendasi terapi di RSUD Dr. Moewardi untuk pasien sepsis. Hasil pengujian kepekaan
pada Staphylococcus aureus dan Staphylococcus haemolyticus menunjukkan adanya
resistensi terhadap gentamisin serta Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus
haemolyticus terhadap antibiotik vankomisin. Namun, pada Staphylococcus hominis tidak
terjadi resistensi terhadap antibiotik yang digunakan sebagai rekomendasi terapi sepsis
seperti gentamisin dan vankomisin sehingga masih dapat digunakan sebagai terapi pada
pasien sepsis. Pada keempat kuman yang diisolasi dari pasien sepsis tidak menunjukkan
resistensinya terhadap antibiotik linezolid dan tigesiklin. Kuman Staphylococcus aureus,
Staphylococcus hominis, dan Staphylococcus epidermidis memiliki tingkat resistensi yang
rendah terhadap moksifloksasin. Dipiro et al. (2008) menyebutkan bahwa moksifloksasin
dan linezolid dapat digunakan sebagai antibiotik empirik untuk pasien sepsis. Oleh karena
itu, perlu dilakukan peninjauan ulang pada rekomendasi antibiotik untuk pasien sepsis.
Pola Resistensi Kuman Gram Negatif
Sebanyak 24 isolat kuman Gram negatif didapatkan dari pasien sepsis dewasa dengan 5
isolat kuman dari data primer dan 19 isolat kuman dari data sekunder. 24 isolat kuman
tersebut kemudian diuji kepekaannya terhadap beberapa antibiotik (tabel 8). Escherichia
coli adalah salah satu flora normal yang berada di usus. Namun, Escherichia coli
ditemukan pada isolat kuman pada pasien sepsis. Escherichia coli merupakan kuman
dengan jumlah tertinggi pada kuman Gram negatif. Selain Escherichia coli didapatkan juga
isolat kuman seperti Acinetobacter baumannii, Klebsiella pneumoniae, Achromobacter
xylosoxidant dan Pseudomonas aeruginosa pada pasien sepsis. Mekanisme resistensi pada
Gram-negatif basil terhadap sebagian besar antibiotik terjadi melalui 4 mekanisme
resistensi seperti memproduksi enzim untuk merusak antibiotik, mutasi target antibiotik,
dan efflux pump. Namun, mekanisme yang sering terjadi pada kuman Gram negatif yaitu
melalui enzim beta laktamase. Pada Enterobacteriaceae mekanisme resistensi terjadi
karena adanya sintesis beta laktamase yang akan merusak antibiotik dengan cara
menghidrolisis. Mekanisme resistensi selanjutnya dengan mutasi pada DNA gyrase dan
DNA topoisomerase IV, sehingga akan mengurangi ikatan antara antibiotik quinolon
dengan DNA gyrase atau DNA topoisomerase IV. Mekanisme resistensi yang lain dengan
aminoglycoside acetyltransferase, aminoglycoside O-nucleotidultransferase, dan
aminoglicoside O-phosphotransferase (Kocsis & Szabó, 2013).
Tabel 8. Hasil uji kepekaan isolat kuman Gram negatif dari spesimen darah pasien sepsis dewasa di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014
Kuman Hasil Uji
Persentase resistensi terhadap antibiotik (%)
CN* CIP* LEV* TGC* CEZ* AK**
SULB-S 16,67 33,33 33,33 100,00 0,00 80,00 100,00 83,33
Escherichia coli R 57,14 100,00 71,43 50,00 50,00 25,00 0,00 0,00 S 42,86 0,00 28,57 50,00 50,00 75,00 100,00 100,00
Pseudomonas
Keterangan: *:antibiotik pada pedoman RSUD Dr. Moewardi untuk pasien sepsis; **:rekomendasi antibiotik untuk pasien sepsis (Southwick, 2007); ***: rekomendasi antibiotik Laboratorium Mikrobiologi RSUD Dr. Moewardi untuk pasien sepsis; ****: rekomendasi antibiotik untuk pasien sepsis (Dipiro, 2007); R: Resisten; S: Sensitif;
-: tidak dilakukan; CN: gentamisin; CIP: ciprofloksasin; LEV: levofloksasin; TGC: tigesiklin; CEZ: seftazidim; AK: amikasin; Sulb-cef: sulbaktam-cefoperazon; MEM: meropenem.
Mekanisme resistensi pada Pseudomonas aeruginosa terhadap semua kelas
antibiotik secara umum terjadi dengan penurunan permeabilitas membran sel serta
terjadinya efflux pumps (Lambert, 2002). Resistensi pada Pseudomonas aeruginosa dapat
terjadi pada penggunaan antibiotik golongan penisillin, sefalosporin, dan karbapenem yang
dimungkinkan menginduksi sintesis enzim beta laktamase (Hancock & Speert, 2000).
Mekanisme resistensi pada Acinetobacter spp secara umum dibagi menjadi 3 kategori yaitu
inaktivasi antibiotik oleh enzim, penghambatan antibiotik untuk mencapai target, serta
mutasi target antibiotik. Pada mekanisme inaktivasi antibiotik, Acinetobacter memiliki
enzim beta laktamase sehingga terjadi resistensi terhadap penisillin, sefalosporin, dan
karbapenem. Beberapa strain Acinetobacter dapat mensintesis metallo β laktamase yang
dapat menghidrolisis antibiotik spektrum luas termasuk karbapenem. Mekanisme resistensi
Acinetobacter baumannii yang lain melalui mekanisme efflux pump atau
Gambar 3. Pola resistensi isolat kuman Gram negatif pada sepsis dewasa di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014
Keterangan: *:antibiotik pada pedoman RSUD Dr. Moewardi untuk pasien sepsis; **:rekomendasi antibiotik untuk pasien sepsis (Southwick, 2007); ***: rekomendasi antibiotik Laboratorium Mikrobiologi RSUD Dr. Moewardi untuk pasien sepsis; ****: rekomendasi antibiotik untuk pasien sepsis (Dipiro, 2007); CN: Gentamisin;
CIP: Ciprofloksasin; LEV:Levofloksasin; TGC:Tigesiklin; CEZ: Seftazidim; AK: Amikasin; Sulb-cef: Sulbaktam-cefoperazon; MEM: Meropenem.
Berdasarkan hasil pengujian kepekaan kuman terhadap antibiotik, terdapat kuman
yang resisten terhadap antibiotik. Antibiotik ini merupakan antibiotik yang digunakan
sebagai rekomendasi terapi pada pasien sepsis di RSUD Dr. Moewardi seperti
levofloksasin, siprofloksasin, dan gentamisin. Klebsiella pneumoniae, Acinetobacter
baumannii, dan Escherichia coli telah menunjukkan resistensinya terhadap levofloksasin,
siprofloksasin, gentamisin, dan amikasin. Pada pengujian kepekaan kuman terhadap
meropenem menunjukan hasil bahwa meropenem masih poten terhadap kuman penyebab
sepsis. Terapi antibiotik empirik untuk pasien sepsis dapat digunakan antibiotik seperti
meropenem (Dipiro et. al., 2008 dan Southwick, 2007). Southwick (2007) menyebutkan
bahwa antibiotik inisial seperti kombinasi ampisilin dan amikasin dapat diberikan kepada
pasien segera setelah didiagnosis sepsis.Oleh karena itu, perlu dilakukan peninjauan ulang
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa
1. Pola kuman pada pasien sepsis dewasa di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014 yaitu
Staphylococcus haemolyticus (15,09%), Staphylococcus hominis (15,09%),
Escherichia coli (13,21%), dan Acinetobacter baumannii (11,32%).
2. Pola resistensi kuman pada pasien sepsis dewasa dengan tingkat resistensi lebih dari
50% terjadi pada Staphylococcus haemolyticus (ciprofloksasin, eritromisin,
levofloksasin, moksifloksasin, dan gentamisin), Escherichia coli (gentamisin,
ciprofloksasin, dan levofloksasin), Acinetobacter baumannii (gentamisin,
ciprofloksasin, levofloksasin, dan seftazidim).
Saran
Berdasarkan hasil pola kuman dan resistensi kuman pada pasien sepsis dewasa, perlu
dilakukan peninjauan ulang terhadap pemilihan antibiotik untuk pasien sepsis serta
pengujian kepekaan kuman terhadap antibiotik sebelum memulai terapi menggunakan
antibiotik pada pasien sepsis. Antibiotik seperti tigesiklin, meropenem, dan linezolid masih
poten terhadap kuman pada pasien sepsis. Antibiotik yang kurang poten terhadap kuman
pada pasien sepsis mungkin dapat diganti dengan antibiotik yang lebih poten yang
direkomendasikan untuk sepsis dari pedoman lain seperti Dipiro et al. (2008) dan
Southwick (2007).
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih saya tujukan kepada Allah SWT, pembimbing, staf
Laboratorium Mikrobiologi RSUD Dr. Moewardi, serta staf Fakultas Farmasi UMS.
DAFTAR PUSTAKA
Abe, R., Oda, S., Sadahiro, T., Nakamura, M., Hirayama, Y., Tateishi, Y., et al., 2010, Gram-negative bacteremia induces greater magnitude of inflammatory response than Gram-positive bacteremia, Critical Care, 14, 1-7
Artero, A., Zaragoza, R., & Nogueira, J.M., 2012, Epidemiology of Severe Sepsis and Septic Shock R. Fernandez, Croatia: In Tech
CDC, 2013, Antibiotic Resistance Threats in the United States 2013, US, US Department of Health and Human Services
Chairunnisa S. Dian, 2012, Pola Penggunaan Antibiotik dan Pola Kuman pada Pasien Sepsis Rawat Inap RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Padjajaran
Cunha, B.A., 2008, Sepsis and septic shock: selection of empiric antimicrobial therapy. Critical care clinics, 24 (2), 313–334
Daniela, M. L., 2010, PAEDIATRIC SEPSIS diagnosis, ethiology, evolution, Thesis, Faculty of General Medicine, University of Medicine and Pharmacy Craiova
Dipiro et al., 2008, Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, Seventh Edition, 1949, New York, McGraw-Hill
Duerink, D. O., Lestari, Endang S., Hadi, U., Nagelkerke, Nico J. D., Verbrugh, Henri A., Keuter, M., et al., 2007, Determinants of carriage of resistant Escherichia coli in the Indonesian population inside and outside hospitals, Journal of Antimicrobial Chemotherapy, 60, 377–384
Gatermann, S.G., Koschinski, T. & Friedrich, S., 2007, Distribution and expression of
macrolide resistance genes in coagulase-negative staphylococci, Clinical
Microbiology and Infection, 13, 777–781
Hancock, R.E.W., & Speert, D.P., 2000, Antibiotic resistance in Pseudomonas aeruginosa: mechanisms and impact on treatment, Drug Resistance Updates, 3, 247–255
Hawkley, L.C., & Cacioppo, J.T., 2004, Stress and the aging immune system, Brain, Behavior, and Immunity, 18 (2), 114–119
Huebner, J. & Goldmann, D. A., 1999, Coagulase-negative staphylococci: role as pathogens, Annual review of medicine, 50, 223–236
Ibrahim, N.L., 2014, TNF : A signaling pathway related to the activation of NF- κB, UK Journal of Pharmaceutical and Biosciences, 2 (3), 21–24
John, J. F. & Harvin, A. M., 2007, History and evolution of antibiotic resistance in coagulase-negative staphylococci : Susceptibility profiles of new anti-staphylococcal agents, Therapeutics and Clinical Risk Management, 3 (14), 1143–1152
Kocsis, B. & Szabó, D., 2013, Antibiotic resistance mechanisms in Enterobacteriaceae. In: A. Méndez-Vilas (ed.) Microbial pathogens and strategies for combating them: science, technology and education. Spain, Formatex
Lewis, M.T., Biedenbach, D.J. & Jones, R.N., 1999, In Vitro Evaluation of Cefepime and Other Broad-Spectrum beta-Lactams Against Bacteria from Indonesian Medical Centers The Indonesia Antimicrobial Resistance Study, diagn microbiol infect dis , 8893 (99), 285–290
Lowy, F.D., 2003, Antimicrobial resistance: the example of Staphylococcus aureus, Journal of Clinical Investigation, 111 (9), 1265–1273
Maragakis, L.L., & Perl, T.M., 2008, Acinetobacter baumannii: epidemiology, antimicrobial resistance, and treatment options, Clinical Infectious Diseases, 46 (8), 1254–1263
Moloughney, J. G., Thomas, J. D., & Toney, J. H., 2005, Novel IMP-1 metallo-β -lactamase inhibitors can reverse meropenem resistance in Escherichia coli expressing IMP-1, FEMS Microbiology Letters, 243, 65–71
Morrell, M. R., Micek, S. T., & Kollef, M. H., 2009, The management of severe sepsis and septic shock, Infectious disease clinics of North America, 23 (3), 485–501
Otto, M., 2008, Staphylococcal Biofilm, Curr Top Microbiol Immunol, 322, 207–228
Radji, M., Fauziah, S., & Aribinuko, N., 2011, Antibiotic sensitivity pattern of bacterial pathogens in the intensive care unit of Fatmawati Hospital, Indonesia, Asian Pacific journal of tropical biomedicine, 1 (1), 39–42
Sandiana, Ajeng T., 2012, Pola Penggunaan Antibiotik dan Pola Kuman pada Pasien Sepsis di Salah Satu Rumah Sakit Swasta di Kota Bandung, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Padjajaran
Southwick, Frederick S., 2007, Infectious Disease A Clinical Shourt Course, Second Edition, 63, USA, McGraw-Hill
SWAB, 2010, SWAB guidelines for Antibacterial Antibacterial therapy of adult patients with Sepsis, 1-86, Netherland, Stichting Werkgroep Antibioticabeled
WHO, 2001, Infections and infectious diseases A manual for nurses and midwives in the WHO European Region, 13, Europe, World Health Organization
Xing, Z., Gauldie, J., Cox, G., Baumann, H., Jordana, M., Lei, X. F., et al., 1998, IL-6 is an antiinflammatory cytokine required for controlling local or systemic acute inflammatory responses, The Journal of clinical investigation, 101(2), 311–320
Zheng, Z., & Stewart, P.S., 2002, Penetration of Rifampin through Staphylococcus epidermidis Biofilms, Antimicrobial Agents and Chemotherapy, 46 (3), 900–903