• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA KUMAN DAN RESISTENSINYA PADA PASIEN SEPSIS DEWASA TERHADAP ANTIBIOTIK Pola Kuman Dan Resistensinya Pada Pasien Sepsis Dewasa Terhadap Antibiotik Di RSUD Dr. Moewardi Tahun 2014.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "POLA KUMAN DAN RESISTENSINYA PADA PASIEN SEPSIS DEWASA TERHADAP ANTIBIOTIK Pola Kuman Dan Resistensinya Pada Pasien Sepsis Dewasa Terhadap Antibiotik Di RSUD Dr. Moewardi Tahun 2014."

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

POLA KUMAN DAN RESISTENSINYA PADA PASIEN

SEPSIS DEWASA TERHADAP ANTIBIOTIK

DI RSUD Dr. MOEWARDI TAHUN 2014

 

 

 

NASKAH PUBLIKASI

Oleh:

ANDIKA DWI MAHENDRA

K100110021

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

SURAKARTA

(2)
(3)

POLA KUMAN DAN RESISTENSINYA PADA PASIEN SEPSIS DEWASA

TERHADAP ANTIBIOTIK DI RSUD Dr. MOEWARDI TAHUN 2014

THE PATTERNS OF GERM AND ITS RESISTANCE ON ADULT SEPSIS PATIENT AT Dr. MOEWARDI REGIONAL GENERAL HOSPITAL

IN 2014

Andika Dwi Mahendra*, M. Kuswandi**, dan Ika Trisharyanti D. K.*

*

Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Kartasura, Surakarta 57102

**

Fakultas Farmasi, Universitas GadjahMada, Sekip Utara, Yogyakarta 55551

ABSTRAK  

Kejadian sepsis yang berkaitan dengan morbiditas dan mortalitas, meningkat secara global. Sepsis terjadi karena infeksi berat. Sepsis memiliki potensi yang mengancam jiwa dengan adanya komplikasi disfungsi organ, syok septik, dan kematian. Perubahan pola resistensi selalu berubah pada periode tertentu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki pola kuman dan resistensinya pada pasien sepsis dewasa di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi. Isolat kuman diambil dari darah pasien sepsis dewasa di RSUD Dr. Moewardi. 7 Isolat kuman diambil dari darah pasien sepsis dewasa (September-Oktober 2014) serta 46 isolat kuman dari data sekunder (Januari-Maret 2014) di RSUD Dr. Moewardi. Isolasi dilakukan berdasarkan standar Laboratorium Mikrobiologi RSUD Dr. Moewardi. 7 isolat kuman di uji kepekaannya menggunakan difusi cakram antibiotik pada Mueller-Hinton serta digabungkan dengan 46 data sekunder. Pola kuman pada pasien sepsis dewasa di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014 yaitu Staphylococcus haemolyticus (15,09%), Staphylococcus hominis (15,09%), Escherichia coli (13,21%), dan Acinetobacter baumannii (11,32%). Pola resistensi kuman pada infeksi sepsis dewasa dengan tingkat resistensi lebih dari 50% terjadi pada Staphylococcus haemolyticus (ciprofloksasin, eritromisin, levofloksasin, moksifloksasin, dan gentamisin), Escherichia coli (gentamisin, ciprofloksasin, dan levofloksasin), dan Acinetobacter baumannii (gentamisin, ciprofloksasin, levofloksasin, dan seftazidim)

Kata kunci: Sepsis, resistensi, antibiotik, pola kumani ABSTRACT

Sepsis incidence which related with morbidity and mortality, is globally increasing. Sepsis occurs because of severe infections. Sepsis has life-threatening potential with organ disfungction complication, septic shock, and death. Alteration of resistance patterns always change at certain period. The aim of the study is to investigate the germ pattern and its resistance from adult sepsis patient at Dr. Moewardi Regional General Hospital. Isolated germ from adult sepsis patient’s blood at Dr. Moewardi Regional General Hospital. 7 isolates germs are taken from blood of adult sepsis patient (September - October 2014) and the 46 isolates germs of secondary data (January - March 2014) at Dr. Moewardi Regional General Hospital.

Isolation performed based on standard Laboratory Microbiology of Dr. Moewardi Regional General Hospital. 7 isolates germs are tested by using diffusion disc antibiotic on Mueller Hinton and coupled by 46 secondary data. The germ pattern from adult sepsis patients were Staphylococcus haemolyticus (15,09%), Staphylococcus hominis (15,09%), Escherichia coli (13,21%), and Acinetobacter baumannii (11,32%). Resistance pattern of germ on adult sepsis with level of resistance more than 50% as Staphylococcus haemolyticus (ciprofloxacin, erythromycin, levofloxacin, moxifloxacin, and gentamicin), Escherichia coli (gentamicin, ciprofloxacin, and levofloxacin), and Acinetobacter baumannii (gentamicin, ciprofloxacin, levofloxacin, and ceftazidime)

(4)

PENDAHULUAN

Infeksi dapat terjadi karena agen infeksi seperti kuman, jamur, virus, protozoa, dan

cacing parasit (WHO, 2001). Bakteremia merupakan kondisi terdapatnya kuman yang

hidup pada aliran darah (Daniela, 2010). Bakteremia merupakan hal yang menentukan

terjadinya sepsis. Sepsis merupakan hasil dari infeksi kuman yang parah. Selain itu, sepsis

dapat berlanjut menjadi sepsis shock dengan tanda disfungsi ginjal atau hati yang disertai

dengan hipotensi (Cunha, 2008).

Sepsis dapat terjadi karena adanya infeksi kuman. Kuman penyebab sepsis dapat

berasal dari infeksi pada paru-paru, saluran kencing, kulit, sistem saraf pusat, dan infeksi

pada bagian perut termasuk saluran empedu dan Community acquired methicillin-resistant

Staphylococcus aureus (Cunha, 2008 dan SWAB, 2010). Pasien yang menderita sepsis

akan mengalami beberapa komplikasi seperti komplikasi organ. Pasien infeksi sepsis

dengan kegagalan fungsi organ memiliki kemungkinan meninggal lebih besar. Kematian

pasien sepsis tanpa kegagalan fungsi organ diperkirakan sekitar 15% dan meningkat

menjadi 70% jika pasien mengalami 3 atau lebih kegagalan fungsi organ. Komplikasi

organ meliputi paru-paru, ginjal, dan jantung (Artero et al., 2012).

Salah satu tahap dalam first line penatalaksanaan sepsis adalah terapi antibiotik

secara empirik (Morrell et al., 2009). Namun, perkembangan resistensi kuman yang sangat

pesat terlihat dengan ditemukan kuman yang resisten terhadap antibiotik pada tahun 1979

sampai 2011. Beberapa kuman yang telah resisten terhadap antibiotik seperti gentamicin-R

Enterococcus, vancomycin-R Enterococcus, levofloxacin-R Pneumococcus, imipenem-R

Enterobacteriaceae, vancomicin-R Staphylococcus, ceftriaxone-R Nesseria gonorrhoeae,

dan ceftaroline-R Staphylococcus (CDC, 2013). Penelitian tentang resistensi Escherichia

coli terhadap antibiotik menunjukkan bahwa 21 isolat kuman (0,6%) resisten terhadap

ampisillin, kloramfenikol, gentamisin, siprofloksasin, sefotaksim, dan

trimetoprim/sulfametoksazol (Duerink et al., 2007). Lewis et al. (1999) melaporkan bahwa

terjadi resistensi terhadap antibiotik seftriakson dan imipenem pada kuman Acinetobacter

spp. (28,6% dan 10%), Pseudomonas aeruginosa (46,7% dan 3,8%), dan Enterobacter spp.

(16% dan 0%). Penelitian yang dilakukan di ruang ICU RS fatmawati, Indonesia

didapatkan hasil bahwa terjadi resistensi terhadap antibiotik meropenem, gentamisin, dan

levofloksasin pada kuman Pseudomonas aeruginosa (25%; 39,1%; 42,2%),

Staphylococcus epidermidis (32,4%; 0%; 50%), dan Escherichia coli (7,7%; 38,5%;

(5)

  METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian non-eksperimental

Alat

Alat-alat gelas (Pyrex), inkubator (Memmert), autoklaf (All American), mikropipet

(Scorex), oven (Memmert), dan vitex (Vitex 2 compact).

Bahan

7 Isolat kuman diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi RSUD Dr. Moewardi,

Media Mueller Hinton, media BHI (Brain Heart Infusion), larutan NaCl 0,9%, cakram

antibiotik ampisilin, gentamisin, levofloksasin, vankomisin, metronidazol, meropenem,

rifampisin, dan seftriakson dengan diameter setiap cakram antibiotik 7 mm.

Jalannya penelitian

Tujuh isolat kuman didapat dari pasien sepsis (data primer) yang telah diberikan

antibiotik empirik oleh klinisi kesehatan RSUD Dr. Moewardi dari bulan

September-Oktober 2014, kemudian ditumbuhkan di media NA (Nutrient Agar). Sebanyak 46 data

sekunder pasien sepsis dewasa (Januari-Maret 2014) digunakan sebagai data pendukung.

Uji kepekaan 7 isolat kuman dilakukan dengan difusi cakram antibiotik kemudian diukur

zona hambat pada masing-masing antibiotik dan dibandingkan dengan standar zona

hambat CLSI (Clinical and Laboratory Standart Institute).

Isolat kuman dari media NA diambil menggunakan ose steril dan dimasukkan ke

dalam media BHI kemudian di-shaker selama 2 jam. Larutan BHI yang telah di-shaker

kemudian diambil sebanyak 200 µL dan diencerkan menggunakan NaCl 0,9% hingga

setara dengan standar kekeruhan Mc Farland (1,5 x 108 CFU/mL). Suspensi kuman diambil

sebanyak 100 µL kemudian ditumbuhkan dan diratakan di media Mueller Hinton serta

cakram antibiotik diletakan pada media Mueller Hinton. Media diinkubasi pada suhu 37⁰C

selama 16-18 jam kemudian diukur zona hambat yang dihasilkan oleh masing-masing disk

antikuman.

Analisis data

Analisis hasil resistensi kuman terhadap antibiotik dilihat dengan mengukur zona

hambat pada masing-masing antibiotik kemudian dibandingkan dengan standar CLSI

terhadap antibiotik (ampisilin, gentamisin, levofloksasin, vankomisin, metronidazol,

meropenem, rifampisin, dan ceftriakson), serta digabungkan dengan data sekunder yaitu

(6)

Berdasarkan hasil yang diperoleh maka dapat digolongkan tingkat kepekaan kuman pada

sepsis dewasa termasuk sensitif (S) atau resisten (R) terhadap antibiotik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolat Kuman

Penelitian ini dilakukan untuk menentukan pola kuman dan pola resistensi kuman pada

sepsis dewasa terhadap beberapa antibiotik di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014.

Distribusi Pasien Terdiagnosa Sepsis Menurut Usia dan Jenis Kelamin

Data distribusi pasien sepsis berdasarkan usia dan jenis kelamin dari data sekunder

Laboratorium Mikrobiologi RSUD Dr. Moewardi, dapat dilihat pada tabel 3 sebagai

berikut:

Tabel 3. Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin dan usia di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014

Jumlah Persentase (%) Jenis Kelamin

Laki –Laki 27 58,70

Wanita 19 41,30

Jumlah 46 100,00

Umur (tahun)

20-30 3 6,52

31-40 8 17,40

41-49 6 13,04

>49 29 63,04

Jumlah 46 100,00

Berdasarkan hasil analisis tabel 3 terlihat bahwa sepsis lebih sering terjadi pada pasien

dengan umur lebih dari 49 tahun. Hal ini dapat dijelaskan bahwa macam-macam penyakit

infeksi seperti influenza, pneumonia, septikemia termasuk kedalam 10 penyebab kematian

pada individu yang lebih tua. Hal ini terjadi karena adanya penurunan sistem imun

sehingga meningkatkan terjadinya infeksi (Hawkley & Cacioppo, 2004). Angka kejadian

sepsis lebih besar terjadi pada laki-laki daripada wanita. Hal ini terkait dengan perbedaan

respon imun yang terjadi pada pria dan wanita. Wanita memiliki respon imun yang lebih

baik daripada pria karena kadar hormon estrogen yang lebih tinggi. Hormon estrogen

berperan dalam meningkatkan respon imun adaptif. Faktor lain yang mempengaruhi

rendahnya kejadian sepsis pada wanita adalah jumlah TNF (Tumor Necrosis Factor) yang

lebih tinggi pada wanita daripada pria (Berkowitz et al., 2007). TNF berperan sebagai

(7)

  Distribusi kuman patogen dari isolat pasien sepsis dewasa

Hasil isolasi kuman di RSUD Dr. Moewadi tahun 2014 didapatkan sebanyak 53 isolat

kuman. Sebanyak 7 isolat kuman dari pasien sepsis dewasa (September-Oktober 2014)

dilakukan uji resistensi terhadap antibiotik dengan metode antibiotic disk diffusion,

kemudian digabungkan dengan 46 data sekunder uji kuman pada pasien sepsis

(Januari-Maret 2014) dari Laboratorium Mikrobiologi RSUD Dr. Moewardi. Isolat tersebut

termasuk ke dalam kuman Gram negatif dan Gram positif. Kuman Staphylococcus hominis

dan Staphylococcus haemolyticus memiliki persentase yang paling tinggi dibandingkan

isolat kuman yang lain dengan persentase 15,09% dan 15,09%.

Tabel 4. Hasil isolasi kuman pada pasien sepsis dewasa di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014

Staphylococcus hominis 8 8 15,09

Staphylococcus haemolyticus 1 7 8 15,09

Staphylococcus aureus 5 5 9,43

Staphylococcus epidermidis 1 4 5 9,43

Staphylococcus capitis

Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa kuman pada pasien sepsis sebagian besar

adalah kuman Gram positif. Tiga kuman teratas yang paling sering ditemukan pada pasien

sepsis di RSUD Dr. Moewardi yaitu Staphylococcus hominis (15,09%), Staphylococcus

haemolyticus (15,09%), dan Escherichia coli (13,21%). Perbedaan lingkungan Rumah

Sakit akan mempengaruhi hasil pola kuman pada pasien sepsis dewasa. Hasil pola kuman

di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung, tiga kuman yang sering ditemukan pada pasien

sepsis dewasa yaitu Klebsiella pneumoniae (8,14%), Escherichia coli (4,65%), dan

Staphylococcus hominis (4,65%) (Chairunnisa, 2012), sedangkan tiga kuman yang paling

sering ditemukan pada pasien sepsis di salah satu Rumah Sakit swasta di Bandung adalah

(8)

(Sandiana, 2012). Penelitian Abe et al. (2010) melaporkan bahwa sebanyak 259 pasien

sepsis terdapat 64,9% isolat Gram positif dan 27% isolat Gram negatif. Persentase Gram

positif yang lebih tinggi pada pasien sepsis juga terjadi di RSUD Dr. Moewardi bahwa

54,71% Gram positif dan 45,29% Gram negatif. Pasien dengan bakteremia Gram negatif

memiliki jumlah IL-6 dan CRP (C-Reactive Protein) lebih tinggi daripada Gram positif,

sehingga hal ini menyebabkan terjadinya perbedaan mekanisme PAMPs (

Pathogen-Associated Molecular Patterns) pada kuman Gram negatif dan Gram positif (Abe et al.,

2010). IL-6 merupakan sitokin yang memiliki peran untuk mengatur dan meningkatkan

respon imun terhadap infeksi dan tumor (Xing, 1998).

Pola Resistensi Kuman

Pola Resistensi 7 Isolat Kuman Pasien Sepsis Dewasa

Pengambilan sampel darah pada pasien sepsis dewasa diambil setelah pasien

mendapatkan terapi antibiotik empirik. Pemberian antibiotik sebelum atau sesudah

pengambilan sampel darah akan mempengaruhi pada hasil pola kuman. Pasien yang telah

mendapatkan terapi antibiotik maka kuman penyebab sepsis dalam tubuh akan mengalami

penurunan karena adanya antibiotik. Namun, hal ini dapat diminimalisir dengan adanya zat

yang dapat menetralisir antibiotik pada media pertumbuhan untuk sampel darah, sehingga

kuman penyebab sepsis masih dapat tumbuh.

Tujuh isolat kuman terdiri dari kuman Gram positif dan Gram negatif seperti

Staphylococcus haemolyticus, Staphylococcus epidermidis, Acinetobacter baumannii,

Pseudomonas aeruginosa, dan 3 isolat kuman Escherechia coli. Tujuh isolat tersebut

kemudian diuji resistensinya terhadap 8 antibiotik (ampisilin, gentamisin, levofloksasin,

vankomisin, metronidazol, meropenem, rifampisin, dan ceftriakson) dengan metode

antibiotic disk diffuison. Hasil uji dapat dilihat pada tabel 5 dan tabel 6. Pada pengujian

kuman Gram negatif, kuman Staphylococcus haemolyticus menunjukkan resistensi

terhadap kedelapan antibiotik yang diujikan.

Tabel 5. Hasil uji kepekaan isolat kuman Gram positif dari spesimen darah pasien sepsis dewasa di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014

Kuman

Keterangan: 1: antibiotik pada pedoman RSUD Dr. Moewardi untuk pasien sepsis; 2: antibiotik pada peresepan untuk pasien sepsis; ZH: zona hambat (mm); * = irradikal; S: sensitif; R: resisten; -: tidak ada zona hambat;

(9)

 

MEM: meropenem; RD: rifampisin; CRO: seftriakson.

Pada pengujian kepekaan antibiotik terhadap kuman Gram negatif menunjukkan

bahwa seluruh isolat kuman resisten terhadap ampisilin dan metronidazol, tetapi masih

sentitif terhadap meropenem. Acinetobacter baumannii menunjukkan resistensinya

terhadap beberapa antibiotik seperti ampisilin, vankomisin, metronidazol, rifampisin, dan

seftriakson. Resistensi juga terlihat pada Pseudomonas aeruginosa terhadap antibiotik

ampisilin, vankomisin, metronidazol, dan rifampisin. Namun, kuman Acinetobacter

baumannii dan Pseudomonas aeruginosa masih sensitif terhadap gentamisin,

levofloksasin, dan meropenem, serta Pseudomonas aeruginosa sensitif terhadap

seftriakson.

Tabel 6. Hasil uji kepekaan isolat kuman gram negatif dari spesimen darah pasien sepsis dewasa di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014

Keterangan: 1: antibiotik pada pedoman RSUD Dr. Moewardi untuk pasien sepsis; 2: antibiotik pada peresepan untuk pasien sepsis; ZH: zona hambat (mm); * = irradikal; S: sensitif; R: resisten; -: tidak ada zona hambat;

AMP: ampisilin; CN: gentamisin; LEV: levofloksasin; VA: vankomisin; MTZ: metronidazol; MEM: meropenem; RD: rifampisin; CRO: seftriakson.

Gambar 1. Hasil uji kepekaan dengan metode disk diffusion pada Acinetobacter baumannii

Keterangan: 1: seftriakson; 2: meropenem; 3: gentamisin; 4: metronidazol; 5: rifampisin; 6: levofloksasin; 7: ampisillin; 8: vankomisin.

Tujuh isolat kuman pasien sepsis dewasa 3 diantaranya adalah Escherichia coli. Tiga

isolat kuman Escherichia coli tersebut resisten terhadap antibiotik ampisilin, gentamisin,

metronidazol, dan seftriakson. Namun, Escherichia coli sensitif terhadap meropenem. Dua

Kuman

(kode kuman) Antibiotik

(10)

dari tiga isolat Escherichia coli menunjukkan resistensinya terhadap levofloksasin dan

vankomisin. Berbeda pada antibiotik meropenem, tiga isolat Escherichia coli sensitif

terhadap meropenem. Namun, pada zona hambat antibiotik meropenem terjadi perbedaan

zona hambat yaitu 30 mm dan 22,6 mm (tabel 6). Penurunan sensitifitas terhadap

meropenem terjadi karena Escherichia coli menghasilkan enzim metallo β laktamase.

Escherichia coli yang memiliki enzim metallo β laktamase akan lebih resisten 64 kali

terhadap meropenem. Hal ini terbukti dengan peningkatan MIC meropenem pada

Escherichia coli dengan enzim metallo β laktamase (128 µg/mL) dibandingkan tanpa

enzim metallo β laktamase (2 µg/mL) (Moloughney et al., 2005).

Pola Resistensi Kuman Gram Positif

Sebanyak 29 isolat kuman didapatkan dari pasien sepsis dengan 2 isolat kuman dari

data primer dan 27 isolat kuman dari data sekunder (tabel 7). Isolat kuman yang didapat

dari pasien sepsis dewasa seperti Staphylococcus haemolyticus, Staphylococcus

epidermidis, Staphylococcus hominis, dan Staphylococcus aureus diuji kepekaannya

terhadap beberapa antibiotik. Hasil uji kepekaan kuman Gram positif dapat dilihat pada

tabel 7 sebagai berikut:

Tabel 7. Hasil uji kepekaan isolat kuman Gram positif dari spesimen darah pasien sepsis dewasa di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014

Kuman Hasil uji

Persentase resistensi terhadap antibiotik (%)

CIP* LEV* CN* VA* MXF** LZD** E*** TGC***

Staphylococcus hominis

R 25,00 25,00 0,00 0,00 0,00 0,00 42,86 0,00

S 75,00 75,00 100,00 100,00 100,00 100,00 57,14 100,00

Staphylococcus haemolyticus

R 71,43 71,43 66,67 16,67 57,14 0,00 71,43 0,00

S 28,57 28,57 33,33 83,33 42,86 100,00 28,57 100,00

Staphylococcus

Keterangan: *: antibiotik pada pedoman RSUD Dr. Moewardi untuk pasien sepsis; **: rekomendasi antibiotik untuk pasien sepsis (Dipiro, 2007); ***: rekomendasi antibiotik Laboratorium Mikrobiologi RSUD Dr. Moewardi; R: resisten; S: sensitif; CIP: ciprofloksasin; LEV: levofloksasin; CN: gentamisin; VA: vankomisin;

MXF: moksifloksasin; LZD: linezolid; E: eritromisin; TGC: tigesiklin.

Staphylococcus epidermidis merupakan salah satu kuman normal yang berada pada

kulit atau mukosa. Namun, kuman ini juga biasa menjadi penyebab septikemia terutama

pada pasien yang mengalami gangguan sistem imun tubuh. Staphylococcus epidermidis

merupakan kuman yang memiliki kemampuan untuk membentuk biofilm (Ziebuhr et al.,

1999). Pembentukan biofilm oleh kuman akan menyebabkan terjadinya resistensi terhadap

(11)

 

sampai ke targetnya dan menurunkan efikasi dari antibiotik tersebut (Otto, 2008).

Penelitian Ziebuhr et al. (1999) melaporkan bahwa kuman Staphylocoocus epidermidis

yang diisolasi dari darah memiliki hasil positif membentuk biofilm (Zheng & Stewart,

2002).

Gambar 2. Pola resistensi isolat kuman Gram positif pada pasien sepsis dewasa di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014

Keterangan: *: antibiotik pada pedoman RSUD Dr. Moewardi untuk pasien sepsis; **: rekomendasi antibiotik untuk pasien sepsis (Dipiro, 2007); ***: rekomendasi antibiotik dari Laboratorium Mikrobiologi RSUD Dr. Moewardi; CIP: ciprofloksasin; E: eritromisin; LEV: levofloksasin; MXF: moksifloksasin; CN: gentamisin; VA: vankomisin;

TGC: tigesiklin; LZD: linezolid.

Staphylococcus aureus merupakan salah satu kuman penyebab sepsis (SWAB, 2010).

Resistensi Staphylococcus aureus terhadap gentamisin terjadi karena adanya modifikasi

gentamisin oleh asetiltreansferase atau fosfotransferase. Selain itu, mekanisme resistensi

pada quinolon terjadi karena penurunan afinitas antibiotik quinolon terhadap enzim DNA

(topoisomerase IV atau girase) (Lowy, 2003). Penelitian Gatermann et al. (2007)

melaporkan bahwa Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus haemolyticus, dan

Staphylococcus hominis merupakan 3 kuman teratas yang resisten terhadap eritromisin

dengan persentase sebesar 62,5%, 89,8%, dan 51,4%. Resistensi juga terjadi pada isolat

kuman Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus haemolyticus, dan Staphylococcus

hominis sebesar 100%, 71,43%, dan 42,86% terhadap eritromisin (gambar 2).

Staphylococcus hominis dan Staphylococcus haemolyticus merupakan kuman CNS

(Coagulase-Negative Staphylococci) (John & Harvin, 2007). Mekanisme resistensi pada

(12)

mengandung gen resisten dari Staphylococci pada saat proses konjugasi (Huebner &

Goldmann, 1999).

Berdasarkan hasil uji kepekaan kuman terhadap antibiotik didapatkan hasil bahwa

terdapat beberapa kuman yang resisten terhadap antibiotik terutama antibiotik pada

rekomendasi terapi di RSUD Dr. Moewardi untuk pasien sepsis. Hasil pengujian kepekaan

pada Staphylococcus aureus dan Staphylococcus haemolyticus menunjukkan adanya

resistensi terhadap gentamisin serta Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus

haemolyticus terhadap antibiotik vankomisin. Namun, pada Staphylococcus hominis tidak

terjadi resistensi terhadap antibiotik yang digunakan sebagai rekomendasi terapi sepsis

seperti gentamisin dan vankomisin sehingga masih dapat digunakan sebagai terapi pada

pasien sepsis. Pada keempat kuman yang diisolasi dari pasien sepsis tidak menunjukkan

resistensinya terhadap antibiotik linezolid dan tigesiklin. Kuman Staphylococcus aureus,

Staphylococcus hominis, dan Staphylococcus epidermidis memiliki tingkat resistensi yang

rendah terhadap moksifloksasin. Dipiro et al. (2008) menyebutkan bahwa moksifloksasin

dan linezolid dapat digunakan sebagai antibiotik empirik untuk pasien sepsis. Oleh karena

itu, perlu dilakukan peninjauan ulang pada rekomendasi antibiotik untuk pasien sepsis.

Pola Resistensi Kuman Gram Negatif

Sebanyak 24 isolat kuman Gram negatif didapatkan dari pasien sepsis dewasa dengan 5

isolat kuman dari data primer dan 19 isolat kuman dari data sekunder. 24 isolat kuman

tersebut kemudian diuji kepekaannya terhadap beberapa antibiotik (tabel 8). Escherichia

coli adalah salah satu flora normal yang berada di usus. Namun, Escherichia coli

ditemukan pada isolat kuman pada pasien sepsis. Escherichia coli merupakan kuman

dengan jumlah tertinggi pada kuman Gram negatif. Selain Escherichia coli didapatkan juga

isolat kuman seperti Acinetobacter baumannii, Klebsiella pneumoniae, Achromobacter

xylosoxidant dan Pseudomonas aeruginosa pada pasien sepsis. Mekanisme resistensi pada

Gram-negatif basil terhadap sebagian besar antibiotik terjadi melalui 4 mekanisme

resistensi seperti memproduksi enzim untuk merusak antibiotik, mutasi target antibiotik,

dan efflux pump. Namun, mekanisme yang sering terjadi pada kuman Gram negatif yaitu

melalui enzim beta laktamase. Pada Enterobacteriaceae mekanisme resistensi terjadi

karena adanya sintesis beta laktamase yang akan merusak antibiotik dengan cara

menghidrolisis. Mekanisme resistensi selanjutnya dengan mutasi pada DNA gyrase dan

DNA topoisomerase IV, sehingga akan mengurangi ikatan antara antibiotik quinolon

dengan DNA gyrase atau DNA topoisomerase IV. Mekanisme resistensi yang lain dengan

(13)

 

aminoglycoside acetyltransferase, aminoglycoside O-nucleotidultransferase, dan

aminoglicoside O-phosphotransferase (Kocsis & Szabó, 2013).

Tabel 8. Hasil uji kepekaan isolat kuman Gram negatif dari spesimen darah pasien sepsis dewasa di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014

Kuman Hasil Uji

Persentase resistensi terhadap antibiotik (%)

CN* CIP* LEV* TGC* CEZ* AK**

SULB-S 16,67 33,33 33,33 100,00 0,00 80,00 100,00 83,33

Escherichia coli R 57,14 100,00 71,43 50,00 50,00 25,00 0,00 0,00 S 42,86 0,00 28,57 50,00 50,00 75,00 100,00 100,00

Pseudomonas

Keterangan: *:antibiotik pada pedoman RSUD Dr. Moewardi untuk pasien sepsis; **:rekomendasi antibiotik untuk pasien sepsis (Southwick, 2007); ***: rekomendasi antibiotik Laboratorium Mikrobiologi RSUD Dr. Moewardi untuk pasien sepsis; ****: rekomendasi antibiotik untuk pasien sepsis (Dipiro, 2007); R: Resisten; S: Sensitif;

-: tidak dilakukan; CN: gentamisin; CIP: ciprofloksasin; LEV: levofloksasin; TGC: tigesiklin; CEZ: seftazidim; AK: amikasin; Sulb-cef: sulbaktam-cefoperazon; MEM: meropenem.

Mekanisme resistensi pada Pseudomonas aeruginosa terhadap semua kelas

antibiotik secara umum terjadi dengan penurunan permeabilitas membran sel serta

terjadinya efflux pumps (Lambert, 2002). Resistensi pada Pseudomonas aeruginosa dapat

terjadi pada penggunaan antibiotik golongan penisillin, sefalosporin, dan karbapenem yang

dimungkinkan menginduksi sintesis enzim beta laktamase (Hancock & Speert, 2000).

Mekanisme resistensi pada Acinetobacter spp secara umum dibagi menjadi 3 kategori yaitu

inaktivasi antibiotik oleh enzim, penghambatan antibiotik untuk mencapai target, serta

mutasi target antibiotik. Pada mekanisme inaktivasi antibiotik, Acinetobacter memiliki

enzim beta laktamase sehingga terjadi resistensi terhadap penisillin, sefalosporin, dan

karbapenem. Beberapa strain Acinetobacter dapat mensintesis metallo β laktamase yang

dapat menghidrolisis antibiotik spektrum luas termasuk karbapenem. Mekanisme resistensi

Acinetobacter baumannii yang lain melalui mekanisme efflux pump atau

(14)

Gambar 3. Pola resistensi isolat kuman Gram negatif pada sepsis dewasa di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014

Keterangan: *:antibiotik pada pedoman RSUD Dr. Moewardi untuk pasien sepsis; **:rekomendasi antibiotik untuk pasien sepsis (Southwick, 2007); ***: rekomendasi antibiotik Laboratorium Mikrobiologi RSUD Dr. Moewardi untuk pasien sepsis; ****: rekomendasi antibiotik untuk pasien sepsis (Dipiro, 2007); CN: Gentamisin;

CIP: Ciprofloksasin; LEV:Levofloksasin; TGC:Tigesiklin; CEZ: Seftazidim; AK: Amikasin; Sulb-cef: Sulbaktam-cefoperazon; MEM: Meropenem.

Berdasarkan hasil pengujian kepekaan kuman terhadap antibiotik, terdapat kuman

yang resisten terhadap antibiotik. Antibiotik ini merupakan antibiotik yang digunakan

sebagai rekomendasi terapi pada pasien sepsis di RSUD Dr. Moewardi seperti

levofloksasin, siprofloksasin, dan gentamisin. Klebsiella pneumoniae, Acinetobacter

baumannii, dan Escherichia coli telah menunjukkan resistensinya terhadap levofloksasin,

siprofloksasin, gentamisin, dan amikasin. Pada pengujian kepekaan kuman terhadap

meropenem menunjukan hasil bahwa meropenem masih poten terhadap kuman penyebab

sepsis. Terapi antibiotik empirik untuk pasien sepsis dapat digunakan antibiotik seperti

meropenem (Dipiro et. al., 2008 dan Southwick, 2007). Southwick (2007) menyebutkan

bahwa antibiotik inisial seperti kombinasi ampisilin dan amikasin dapat diberikan kepada

pasien segera setelah didiagnosis sepsis.Oleh karena itu, perlu dilakukan peninjauan ulang

(15)

  KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa

1. Pola kuman pada pasien sepsis dewasa di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014 yaitu

Staphylococcus haemolyticus (15,09%), Staphylococcus hominis (15,09%),

Escherichia coli (13,21%), dan Acinetobacter baumannii (11,32%).

2. Pola resistensi kuman pada pasien sepsis dewasa dengan tingkat resistensi lebih dari

50% terjadi pada Staphylococcus haemolyticus (ciprofloksasin, eritromisin,

levofloksasin, moksifloksasin, dan gentamisin), Escherichia coli (gentamisin,

ciprofloksasin, dan levofloksasin), Acinetobacter baumannii (gentamisin,

ciprofloksasin, levofloksasin, dan seftazidim).

Saran

Berdasarkan hasil pola kuman dan resistensi kuman pada pasien sepsis dewasa, perlu

dilakukan peninjauan ulang terhadap pemilihan antibiotik untuk pasien sepsis serta

pengujian kepekaan kuman terhadap antibiotik sebelum memulai terapi menggunakan

antibiotik pada pasien sepsis. Antibiotik seperti tigesiklin, meropenem, dan linezolid masih

poten terhadap kuman pada pasien sepsis. Antibiotik yang kurang poten terhadap kuman

pada pasien sepsis mungkin dapat diganti dengan antibiotik yang lebih poten yang

direkomendasikan untuk sepsis dari pedoman lain seperti Dipiro et al. (2008) dan

Southwick (2007).

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih saya tujukan kepada Allah SWT, pembimbing, staf

Laboratorium Mikrobiologi RSUD Dr. Moewardi, serta staf Fakultas Farmasi UMS.

DAFTAR PUSTAKA

Abe, R., Oda, S., Sadahiro, T., Nakamura, M., Hirayama, Y., Tateishi, Y., et al., 2010, Gram-negative bacteremia induces greater magnitude of inflammatory response than Gram-positive bacteremia, Critical Care, 14, 1-7

Artero, A., Zaragoza, R., & Nogueira, J.M., 2012, Epidemiology of Severe Sepsis and Septic Shock R. Fernandez, Croatia: In Tech

(16)

CDC, 2013, Antibiotic Resistance Threats in the United States 2013, US, US Department of Health and Human Services

Chairunnisa S. Dian, 2012, Pola Penggunaan Antibiotik dan Pola Kuman pada Pasien Sepsis Rawat Inap RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Padjajaran

Cunha, B.A., 2008, Sepsis and septic shock: selection of empiric antimicrobial therapy. Critical care clinics, 24 (2), 313–334

Daniela, M. L., 2010, PAEDIATRIC SEPSIS diagnosis, ethiology, evolution, Thesis, Faculty of General Medicine, University of Medicine and Pharmacy Craiova

Dipiro et al., 2008, Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, Seventh Edition, 1949, New York, McGraw-Hill

Duerink, D. O., Lestari, Endang S., Hadi, U., Nagelkerke, Nico J. D., Verbrugh, Henri A., Keuter, M., et al., 2007, Determinants of carriage of resistant Escherichia coli in the Indonesian population inside and outside hospitals, Journal of Antimicrobial Chemotherapy, 60, 377–384

Gatermann, S.G., Koschinski, T. & Friedrich, S., 2007, Distribution and expression of

macrolide resistance genes in coagulase-negative staphylococci, Clinical

Microbiology and Infection, 13, 777–781

Hancock, R.E.W., & Speert, D.P., 2000, Antibiotic resistance in Pseudomonas aeruginosa: mechanisms and impact on treatment, Drug Resistance Updates, 3, 247–255

Hawkley, L.C., & Cacioppo, J.T., 2004, Stress and the aging immune system, Brain, Behavior, and Immunity, 18 (2), 114–119

Huebner, J. & Goldmann, D. A., 1999, Coagulase-negative staphylococci: role as pathogens, Annual review of medicine, 50, 223–236

Ibrahim, N.L., 2014, TNF : A signaling pathway related to the activation of NF- κB, UK Journal of Pharmaceutical and Biosciences, 2 (3), 21–24

John, J. F. & Harvin, A. M., 2007, History and evolution of antibiotic resistance in coagulase-negative staphylococci : Susceptibility profiles of new anti-staphylococcal agents, Therapeutics and Clinical Risk Management, 3 (14), 1143–1152

Kocsis, B. & Szabó, D., 2013, Antibiotic resistance mechanisms in Enterobacteriaceae. In: A. Méndez-Vilas (ed.) Microbial pathogens and strategies for combating them: science, technology and education. Spain, Formatex

(17)

 

Lewis, M.T., Biedenbach, D.J. & Jones, R.N., 1999, In Vitro Evaluation of Cefepime and Other Broad-Spectrum beta-Lactams Against Bacteria from Indonesian Medical Centers The Indonesia Antimicrobial Resistance Study, diagn microbiol infect dis , 8893 (99), 285–290

Lowy, F.D., 2003, Antimicrobial resistance: the example of Staphylococcus aureus, Journal of Clinical Investigation, 111 (9), 1265–1273

Maragakis, L.L., & Perl, T.M., 2008, Acinetobacter baumannii: epidemiology, antimicrobial resistance, and treatment options, Clinical Infectious Diseases, 46 (8), 1254–1263

Moloughney, J. G., Thomas, J. D., & Toney, J. H., 2005, Novel IMP-1 metallo-β -lactamase inhibitors can reverse meropenem resistance in Escherichia coli expressing IMP-1, FEMS Microbiology Letters, 243, 65–71

Morrell, M. R., Micek, S. T., & Kollef, M. H., 2009, The management of severe sepsis and septic shock, Infectious disease clinics of North America, 23 (3), 485–501

Otto, M., 2008, Staphylococcal Biofilm, Curr Top Microbiol Immunol, 322, 207–228

Radji, M., Fauziah, S., & Aribinuko, N., 2011, Antibiotic sensitivity pattern of bacterial pathogens in the intensive care unit of Fatmawati Hospital, Indonesia, Asian Pacific journal of tropical biomedicine, 1 (1), 39–42

Sandiana, Ajeng T., 2012, Pola Penggunaan Antibiotik dan Pola Kuman pada Pasien Sepsis di Salah Satu Rumah Sakit Swasta di Kota Bandung, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Padjajaran

Southwick, Frederick S., 2007, Infectious Disease A Clinical Shourt Course, Second Edition, 63, USA, McGraw-Hill

SWAB, 2010, SWAB guidelines for Antibacterial Antibacterial therapy of adult patients with Sepsis, 1-86, Netherland, Stichting Werkgroep Antibioticabeled

WHO, 2001, Infections and infectious diseases A manual for nurses and midwives in the WHO European Region, 13, Europe, World Health Organization

Xing, Z., Gauldie, J., Cox, G., Baumann, H., Jordana, M., Lei, X. F., et al., 1998, IL-6 is an antiinflammatory cytokine required for controlling local or systemic acute inflammatory responses, The Journal of clinical investigation, 101(2), 311–320

Zheng, Z., & Stewart, P.S., 2002, Penetration of Rifampin through Staphylococcus epidermidis Biofilms, Antimicrobial Agents and Chemotherapy, 46 (3), 900–903

Gambar

Tabel  3. Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin dan usia  di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014
Tabel 4. Hasil isolasi kuman pada pasien sepsis dewasa di RSUD Dr. Moewardi    tahun 2014
Tabel 6. Hasil uji kepekaan isolat kuman gram negatif dari spesimen darah pasien sepsis dewasa di RSUD Dr
Tabel 7. Hasil uji kepekaan isolat kuman Gram positif dari spesimen darah pasien sepsis dewasa di RSUD Dr
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian mengenai parameter biologi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa perlakuan padat penebaran 35, 40, 45 dan 50 ekor/liter terhadap kinerja

[r]

Disajikan kondisi/konteks tertentu terkait dengan teks tertulis fungsional pendek berbentuk advertisement, dapat ditentukan dan diciptakan dengan tepat sesuai konteks

proyek Pemeliharaan Berkala Jalan Dalam Kota Kabupaten Wonogiri, untuk.. mengetahui kelayakan waktu dan biaya pelaksanaan

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yakni suatu penelitian yang bertujuan untuk memperoleh gambaran selengkap- lengkapnya tentang pembinaan karier kepangkatan dan

Perbedaan respirasi aerob dan anaerob Respirasi aerob Respirasi anaerob Melibatkan mitokondria Tidak melibatkan mitokondria Mengalami dekarboksilasi oksidatif Tidak mengalami

Berdasarkan latar belakang di atas bahwa pembelajaran membaca perlu diajarkan dengan metode yang menarik supaya dapat difahami dan menambah kemampuan bahasa anak, maka penulis

Untuk mengembangkan industri kayu rakyat di daerah Cianjur perlu dilakukan suatu penelitian mengenai keragaan usaha industri pengolahan kayu rakyat di Kabupaten Cianjur,