• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR SOSIAL EKONOMI YANG MEMPENGARUHI ANGKA KEMATIAN BAYI DAN HARAPAN HIDUP DI INDONESIA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS FAKTOR SOSIAL EKONOMI YANG MEMPENGARUHI ANGKA KEMATIAN BAYI DAN HARAPAN HIDUP DI INDONESIA."

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR SOSIAL EKONOMI YANG MEMPENGARUHI ANGKA KEMATIAN BAYI DAN HARAPAN HIDUP

DI INDONESIA respresented by Infant Mortality Rate and Life Expectancy. Social Economic factor consist of district government’s health budget (APBD), female’s means years of schooling, household expenditure, percentage of household with access to clean water, percentage of people with access to health facilities. The data sources were cross section data from the social economic survey (Susenas) 2002.

The result showed that all of social economic variable have negative correlation with the Infant Mortality Rate and positive corrrelation with Life Expectancy. Percentage of people with access to health facilities couldn’t determine its affect to health status, but the other variables showed significantly result in regression models. Female’s means years of schooling was the variable which contributed most largerly to health status, following by household expenditure, district government’s health budget (APBD), and the least contribute given by percentage of household with access to clean water.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

(2)

perseribu bayi lahir hidup di DKI Jakarta sampai yang tertinggi 78 perseribu bayi lahir hidup di Propinsi Nusa Tenggara Barat. Disamping itu intensitas penurunannya juga bervariasi menurut propinsi, sebagai akibat dari bervariasinya kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat.

Derajat kesehatan sangat dipengaruhi oleh angka kesakitan dan status gizi, yang pada akhirnya berpengaruh pada bobot kualitas manusia. Bukti empiris memperlihatkan bahwa angka kesakitan dan kekurangan kalori dan protein (KKP) berkorelasi positif dengan angka kematian bayi (Preston dan Chen, 1984 dalam Elfindri, 2001:137). Dengan semakin tingginya insiden kesakitan dan semakin banyaknya bayi yang menderita KKP akan semakin tinggi angka kematian bayi. Hubungan ini memberikan implikasi penting kepada perekonomian agregatif, karena angka kematian bayi yang tinggi merupakan biaya alternatif dalam perekonomian. Berdasarkan perhitungan, masa kehamilan serta masa melahirkan merupakan forgone

earning bagi wanita untuk menghasilkan barang dan jasa. Terjadinya kematian bayi

berarti forgone earning melalui hilangnya seluruh biaya yang dikeluarkan selama kehamilan dan melahirkan.

(3)

berkorelasi negatif dengan usia harapan hidup masyarakat, ini memberi isyarat bahwa usia potensial untuk menghasilkan barang dan jasa secara makro akan hilang sebagai konsekwensi berkurangnya input kesehatan dan gizi pada masa pra sekolah (Elfindri, 2001 :138).

Pemberlakuan Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan Undang-Undang No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, memberikan kewenangan yang lebih besar kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, serta makin berkurangnya peranan pemerintah pusat dalam penentuan kebijakan di masing-masing daerah. Beragamnya sumber daya alam yang ada pada masing-masing daerah mengakibatkan terjadinya keragaman dalam jumlah dan sumber pembiayaan yang tersedia pada Pemerintah Kabupaten/Kota. Ini memberi implikasi terjadinya makin beragamnya kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menata daerahnya masing-masing termasuk disini menentukan sektor-sektor yang menjadi perhatian Pemerintah Kabupaten/Kota. Termasuk dalam hal ini adalah perhatian terhadap sektor kesehatan, yang tidak hanya dipengaruhi oleh kemampuan keuangan daerah tetapi juga dipengaruhi oleh arah kebijakan masing-masing pemerintah Kabupaten Kota .

1.2. Perumusan Masalah

(4)

kematian ibu melahirkan lebih tinggi di daerah perdesaan, di kawasan timur Indonesia, serta pada penduduk dengan tingkat pendidikan rendah. Persentase anak balita yang berstatus gizi kurang dan buruk di daerah perdesaan lebih tinggi dibandingkan daerah perkotaan.

Banyak faktor yang menyebabkan timbulnya berbagai masalah kesehatan dan kurang memuaskannya kinerja pembangunan kesehatan. Anggaran untuk pembangunan kesehatan di Indonesia masih sangat kecil, yaitu hanya sekitar dua persen dari anggaran tahunan pembangunan nasional. Akibatnya banyak program pembangunan kesehatan yang penting untuk diselenggarakan terpaksa ditunda atau dilaksanakan secara kurang memadai.

Mengingat pentingnya fungsi kesehatan dalam pembangunan ekonomi, kiranya perlu dilakukan suatu tinjauan kembali terhadap alokasi sumberdaya keuangan, baik yang berasal dari pemerintah maupun yang berasal dari masyarakat termasuk swasta. Untuk itu penanganan masalah kesehatan harus ditangani bersama-sama oleh pemerintah dengan partisipasi aktif dari seluruh masyarakat sehingga kendala pembiayaan yang saat ini ini merupakan kendala yang cukup serius akan dapat diatasi dengan lebih tepat.

(5)

1. Faktor sosial ekonomi apa sajakah yang mempengaruhi angka kematian bayi dan angka harapan hidup?.

2. Apakah faktor sosial ekonomi tersebut mempunyai pengaruh yang sama antara daerah Kabupaten dan daerah Kota?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang diuraikan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengkaji pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap angka kematian bayi dan angka harapan hidup.

2. Menganalisis apakah faktor sosial ekonomi tersebut mempunyai pengaruh yang sama antara daerah kota dengan daerah kabupaten.

1.4. Manfaat Penelitian

(6)

II. METODOLOGI PENELITIAN

2.1. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian tentang analisis faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi derajat kesehatan ini, menggunakan data pada tingkat Kabupaten/Kota di Indonesia, dengan pengecualian Kabupaten/Kota yang baru dimekarkan, daerah konflik seperti di Nanggro Aceh Darussalam dan Maluku, serta daerah yang relatif masih terbelakang seperti Papua. Derajat kesehatan diwakili oleh dua indikator kesehatan yaitu angka kematian bayi dan angka harapan hidup.

2.1. Jenis Dan Sumber Data

(7)

merupakan hasil publikasi BPS. Khusus untuk data APBD kesehatan perkapita yang diambil adalah data pada tahun 2001, dengan asumsi bahwa status kesehatan tahun 2002 dipengaruhi oleh pengeluaran pemerintah untuk kesehatan tahun sebelumnya.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN.

Berkaitan dengan tujuan penelitian, maka pada bagian ini akan dibahas tentang pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap derajat kesehatan penduduk. Pembahasan didahului dengan melihat hubungan satu-satu antara variabel sosial ekonomi dengan derajat kesehatan, dengan menggunakan korelasi Pearson. Setelah itu pembahasan dilanjutkan dengan melihat model regresi antara faktor sosial ekonomi dengan derajat kesehatan.

3.1. Analisis Korelasi Bivariat

(8)

analisis korelasi bivariat untuk indikator angka kematian bayi dan angka harapan hidup.

3.1.1.Uji Korelasi Untuk Variabel Angka Kematian Bayi

Berdasarkan hasil Uji Korelasi untuk kabupaten/kota didapatkan bahwa koefisien korelasi Pearson yang dihasilkan seluruhnya bernilai negatif dan signifikan pada α = 1% kecuali untuk variabel X1 (APBD sektor kesehatan per kapita) yang

signifikan pada α = 5%. Ini dapat diartikan bahwa terdapat hubungan yang berbanding terbalik antara angka kematian bayi dengan faktor sosial ekonomi, atau dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa peningkatan kondisi sosial ekonomi akan menurunkan angka kematian bayi.

Koefisien korelasi terbesar untuk kabupaten/kota dimiliki oleh variabel rata-rata lama sekolah perempuan (X3), diikuti oleh pengeluaran rumah tangga perkapita

(X2), persentase penduduk dengan akses pelayanan kesehatan (X5), persentase

penduduk dengan akses air bersih (X4) dan yang terkecil adalah APBD kesehatan

perkapita (X1). Karena semua variabel bebas mempunyai korelasi yang signifikan

terhadap variabel terikat, maka keseluruhan variabel bebas akan dimasukkan dalam pembentukan model regresi.

Jika dipilah lebih lanjut antara kota dan kabupaten; terlihat bahwa untuk kabupaten, nilai signifikansi yang dihasilkan hampir identik dengan koefisien korelasi secara umum (kabupaten/kota), koefisien korelasi terbesar tetap dimiliki oleh rata-rata lama sekolah perempuan (X3). Untuk kota walaupun semua koefisien korelasinya

(9)

Kesehatan perkapita (X1) dan persentase penduduk dengan air bersih (X4). Sehingga

khusus untuk kota, kedua variabel tersebut tidak akan diikutsertakan dalam pembentukan model regresi.

3.1.2.Uji Korelasi Untuk Variabel Angka Harapan Hidup

Untuk variabel angka harapan hidup didapatkan hasil uji korelasi yang hampir mirip dengan variabel angka kematian bayi dalam hal signifikansi hubungannya, tetapi berbeda pada tanda koefisien regresinya; kalau pada variabel angka kematian bayi semua koefisien korelasinya bernilai negatif, maka pada variabel angka harapan hidup koefisien korelasinya bernilai positif. Hal ini dapat diartikan bahwa kenaikan nilai variabel sosial ekonomi akan meningkatkan angka harapan hidup.

Koefisien korelasi terbesar tetap dimiliki variabel oleh rata-rata lama sekolah perempuan (X3), diikuti oleh pengeluaran rumah tangga perkapita (X2), persentase

penduduk dengan akses pelayanan kesehatan (X5), persentase penduduk dengan akses

air bersih (X4) dan yang terkecil adalah APBD kesehatan (X1).

Variabel rata-rata lama sekolah perempuan (X3) mempunyai koefisien

(10)

regeresi. Untuk kota, hanya tiga variabel bebas yang akan dimasukkan dalam model regresi, yaitu variabel yang mempunyai koefisien korelasi yang signifikan (X2 , X3

dan X5 ).

3.2. Pembentukan Model Regresi

Sebagai lanjutan dari analisis korelasi Pearson, maka dilakukan analisis regeresi berganda. Jika pada analisis korelasi Pearson yang dilihat adalah hubungan satu-satu antara variabel sosial ekonomi, maka pada analisis regresi yang akan dilihat adalah hubungan beberapa variabel sosial ekonomi secara bersama-sama terhadap derajat kesehatan.

Pembentukan model regresi dimulai dengan dengan memasukkan variabel eksogen yang memiliki koefisien korelasi yang signifikan kedalam model. Berikut ini akan dibahas secara lebih terinci pembentukan model regresi untuk dua variabel terikat, yaitu angka kematian bayi dan angka harapan hidup. Selanjutnya supaya interpretasi terhadap model menjadi benar, maka dilakukan pengujian multikolinearitas terhadap model.

3.2.1.Pembentukan Model Regresi Untuk Indikator Angka Kematian Bayi Karena dari hasil uji korelasi semua variabel mempunyai koefisien korelasi yang signifikan, maka untuk kota/kabupaten serta kabupaten saja, semua variabel bebas (X1, X2, X3, X4 dan X5) dimasukkan dalam model. Pengolahan data dilakukan

(11)

metode ini bertujuan untuk memilih variabel yang benar-benar berpengaruh saja yang dimasukkan dalam model regresi. Model regresi yang dihasilkan dengan metode

stepwise dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel .Koefisien Regresi Antara Angka Kematian Bayi (Y1) Dengan Variabel Sosial

Ekonomi (X1 - X5) Menggunakan Metode Stepwise.

Angka Kematian Bayi Kabupaten/Kota Kabupaten Kota

Pengeluaran RT per Kapita (X2) -0.172

(-3.333)**

-0.186 (-3.107)**

-Rata2 Lama Sekolah Perempuan (X3) -3.128

(12)

kercayaan α = 0.01, begitu juga dengan uji F. Seluruh koefisien regresi bernilai negatif, yang dapat ditafsirkan bahwa angka kematian bayi akan berkurang seiring dengan meningkatnya lama sekolah perempuan, pengeluaran rumah tanga perkapita, anggaran pemerintah perkapita dan persentase penduduk yang dapat akses air bersih. Nilai koefisien determinasi sebesar 0,33 menggambarkan bahwa variabel bebas secara bersama-sama dapat menerangkan variabel terikat sebesar 33%, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor selain dari pengaruh variabel bebas. Konstanta bernilai positif sebesar 174,024 memberikan arti bahwa jika semua variabel bebas lainnya bernilai nol, maka angka kematian bayi adalah sebesar 174 perseribu kelahiran hidup.

Variabel X3 (rata-rata lama sekolah perempuan) merupakan variabel yang

paling besar pengaruhnya terhadap angka kematian bayi, dimana dengan peningkatan rata-rata lama sekolah perempuan selama 1 tahun, akan menurunkan angka kematian bayi sebesar 3,128. Pengaruh pengeluaran keluarga perkapita (X2) ternyata lebih

besar dari APBD kesehatan perkapita (X1), dimana dengan kenaikan pengeluaran

(13)

Walaupun mempunyai koefisien korelasi yang cukup besar, variabel persentase penduduk yang mempunyai akses air terhadap pelayanan kesehatan (X5)

tidak memperlihatkan signifikansi terhadap angka kematian bayi. Hal ini mengindikasikan terjadinya masalah multikolinearitas, ini dapat terjadi karena kuatnya korelasi antara variabel ini dengan variabel bebas lainnya seperti dengan varibel rata-rata pendidikan perempuan (X3), variabel pengeluaran rumah tanggga

perkapita (X2) dan dengan variabel persentase yang dapat akses air bersih (X4).

Korelasi antara variabel persentase penduduk yang punya akses pelayanan kesehatan ini dengan variabel bebas tersebut diatas, justru lebih besar daripada korelasinya dengan variabel terikat angka kematian bayi .

Model persamaan regresi angka kematian bayi untuk kabupaten dilihat dari variabel bebasnya yang signifikan, boleh dikatakan mirip dengan model persamaan regresi yang berlaku umum untuk kabupaten/kota. Faktor lama sekolah perempuan (X3) tetap punya pengaruh yang paling besar terhadap angka kematian bayi. Yang

membedakannya adalah bahwa variabel air bersih (X4) punya pengaruh terbesar

kedua setelah pengaruh variabel X3 , sedangkan untuk model regresi yang umum

(kabupaten/kota), variabel X4 merupakan variabel yang mempunyai pengaruh terkecil.

(14)

Sedangkan hasil pembentukan model regresi untuk kota terlihat bahwa hanya variabel lama sekolah perempuan (X3) yang menunjukkan signifikansi

terhadap angka kematian bayi. Banyaknya variabel yang tidak signifikan pada pembentukan model regresi di kota diduga karena keadaan sosial ekonomi di kota, seperti pendapatan rumah tangga, ketersediaan air bersih dan fasilitas kesehatan sudah cukup baik, sehingga dalam penelitian ini, secara statistik, hanya faktor pendidikan perempuan yang mempengaruhi angka kematian bayi di kota.

3.2.2.Pembentukan Model Regresi Untuk Indikator Angka Harapan Hidup Sama seperti pembentukan model regresi untuk angka kematian bayi (Y1),

untuk variabel terikat angka harapan hidup (Y2), pada tahap awal dilakukan dengan

metoda enter dilanjutkan dengan metode stepwise seperti yang terlihat pada tabel berikut.

Dari tabel terlihat bahwa semua koefisien regresi bernilai positif, yang dapat diterjemahkan bahwa angka harapan hidup akan meningkat dengan meningkatnya nilai variabel sosial ekonomi.

(15)

penduduk Indonesia. Nilai koefisien determinasi sebesar 0.327 menggambarkan bahwa seluruh variabel bebas secara bersama dapat menerangkan 32,7% variabel terikat (angka harapan hidup).

Tabel Koefisien Regresi Antara Angka Harapan Hidup (Y2) Dengan Variabel Sosial

Ekonomi (X1 - X5) Menggunakan Metode Stepwise.

Angka Kematian Bayi Kabupaten/Kota Kabupaten Kota

Pengeluaran RT per Kapita (X2) 0.041

(3.198)**

0.044 (2.961)**

-Rata2 Lama Sekolah Perempuan (X3) 0.795

(16)

dan yang terkecil pengaruhnya adalah persentase penduduk yang dapat akses air bersih (X4).

Untuk kabupaten, keadaannya sedikit berbeda dengan kabupaten/kota, dimana walaupun pengaruh terbesar tetap adalah rata-rata lama sekolah perempuan (X3), tetapi variabel terbesar kedua yang mempengaruhi angka harapan hidup di

kabupaten adalah persentase penduduk yang dapat akses air bersih (X4). Disamping

itu konstanta yang dihasilkan sedikit lebih rendah yaitu 30,264 ; yang dapat diartikan secara statistik adalah jika semua varibel lainnya bernilai nol, maka angka harapan hidup di kabupaten adalah sebesar 30,264 tahun.

Pembentukan model regresi untuk kota hanya memasukkan tiga variabel yaitu variabel yang mempunyai koefisien korelasi yang signifikan. Dari hasil pembentukan model regresi ternyata dari tiga variabel yang dimasukkan hanya satu variabel yang memiliki koefisien regresi yang signifikan, yaitu rata-rata lama sekolah perempuan (X4)

.

3.3. Temuan Empiris

(17)

dilakukan regresi terpisah antara kota dengan kabupaten. Tidak signifikannya variabel ini terjadi karena terkait multikolinearitas, ketika dilakukan uji multikolinearitas dengan pendekatan korelasi parsial terhadap model regresi dengan memasukkan kelima variabel bebas (X1 – X5), ternyata didapatkan bahwa koefisien determinasi

untuk kedua variabel terikat (R2t

1 dan R2t2) nilainya lebih kecil dari koefisien

determinasi sesama variabel bebas (R2 15 ),

Model regresi untuk indikator angka kematian bayi mempunyai koefisien regresi yang bernilai negatif, artinya kenaikan nilai variabel sosial ekonomi akan menurunkan angka kematian bayi. Sedangkan model regresi untuk indikator angka harapan hidup hampir identik dengan indikator angka kematian bayi, dimana yang berbeda cuma tanda dari koefisien regresinya. Jika pada variabel angka kematian bayi semua kenaikan nilai variabel bebas mengakibat turunnya angka kematian bayi, maka pada variabel angka harapan hidup kenaikan nilai ini mengakibatkan naiknya angka harapan hidup.

(18)

Berikut ini akan dibahas satu persatu variabel bebas yang dibicarakan dalam penelitian ini, mulai dari yang memberikan hasil tidak signifikan terhadap model sampai kepada variabel bebas yang memperlihatkan signifikansi terhadap model. 3.3.1. Akses Penduduk Terhadap Pelayanan Kesehatan

Untuk kedua variabel terikat ini (angka kematian bayi dan angka harapan hidup) dari lima variabel sosial ekonomi yang dimasukkan dalam model regresi, hanya variabel persentase penduduk yang dapat akses pelayanan kesehatan (X5) yang

memberikan hasil yang tidak signifikan , sehingga harus dikeluarkan dari model. Tidak signifikannya variabel X5 ini bukan berarti bahwa pelayanan kesehatan tidak

diperlukan dalam upaya peningkatan derajat kesehatan penduduk, tetapi ini dapat terjadi karena karena ada indikasi terjadinya masalah multikolinearitas dalam model regresi, yang disebabkan oleh kuatnya korelasi antara variabel ini dengan variabel bebas lainnya, korelasi ini bahkan lebih kuat daripada hubungannya dengan variabel terikat.

(19)

bayi dan seberapa banyak peningkatan usia harapan hidup tidak dapat diestimasi, karena variabel ini tidak dapat dimasukkan dalam model regresi.

3.3.2. APBD Untuk Sektor Kesehatan

Walaupun sebagian besar APBD untuk sektor kesehatan pada umumnya digunakan untuk pembayaran gaji pegawai kesehatan di daerah (tenaga medis atau non medis), variabel ini memberikan hasil yang signifikan terhadap derajat kesehatan penduduk. Ini tercermin dari koefisien regresi yang dihasilkannya, dimana setiap kenaikan APBD kesehatan/kapita sebesar Rp.1.000 diperkirakan dapat mengurangi angka kematian bayi sebesar.0,088 perseribu kelahiran dan menaikkan angka harapan hidup sebesar 0.022 tahun.

Semakin besarnya nilai APBD sektor kesehatan perkapita pada suatu daerah dapat dihubungkan dengan relatif lebih banyaknya tenaga kesehatan yang ada pada daerah tersebut. Jumlah tenaga kesehatan yang memadai pada suatu daerah akan memberikan kontribusi yang positif terhadap derajat kesehatan penduduk.

(20)

ketergantungan terhadap pelayanan kesehatan milik pemerintah masih cukup tinggi, karena tingkat perekonomian masyarakat yang masih rendah dan juga karena sarana kesehatan milik swasta masih sangat terbatas.

3.3.3. Pengeluaran Rumah Tangga Perkapita

Pengeluaran rumah tangga perkapita merupakan proksi dari pendapatan rumah tangga perkapita. Disini terlihat bahwa dengan semakin meningkatnya pendapatan terdapat kecenderungan penurunan angka kematian bayi dan peningkatan usia harapan hidup. Ini dapat dipahami bahwa dengan semakin meningkatnya pendapatan biasanya juga diikuti dengan peningkatan daya beli dan konsumsi; termasuk konsumsi terhadap makanan yang bergizi serta peningkatan kemampuan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih berkualitas. Dengan meningkatnya kualitas dan kuantiatas makanan dalam suatu keluarga dapat diperkirakan semakin baik kualitas gizi dalam keluarga tersebut.

Dari koefisien regresi yang dihasilkannya diinterpretasikan bahwa setiap peningkatan Rp.1.000,- pengeluaran rumah tangga perkapita diperkirakan dapat menurunkan angka kematian bayi sebesar 0,172 perseribu kelahiran hidup dan memperpanjang angka harapan hidup 0,041 tahun.

3.3.4.Pendidikan Ibu

(21)

kematian bayi. Dalam kesemua model persamaan regresi yang sudah dikemukakan diatas hal ini terulang kembali, dimana lama sekolah perempuan merupakan variabel bebas yang paling besar pengaruhnya terhadap angka kematian bayi dan angka harapan hidup baik dalam persamaan regresi secara umum, maupun pada persamaan regresi untuk kota dan untuk kabupaten.

Dari koefisien regresi yang dihasilkan, untuk kabupaten/kota, dapat ditafsirkan bahwa dengan bertambahnya rata-rata lama sekolah perempuan sebesar satu tahun diperkirakan dapat menurunkan angka kematian bayi sebesar 3,13 perseribu kelahiran, dan memperpanjang usia harapan hidup sebesar 0,78 tahun.

3.3.4.Akses Penduduk Terhadap Air Bersih

Salah satu aspek lingkungan yang sangat mempengaruhi kondisi kesehatan adalah tersedianya air bersih. Seperti yang telah diketahui banyak sekali terjadinya penularan penyakit yang disebabkan oleh pemakaian air yang tidak hiegenis. Air merupakan salah satu media penularan untuk penyakit-penyakit infeksi seperti diare, typhus, dan berbagai penyakit kulit.

Dari koefisien regresi yang dihasilkannya, dapat diperkirakan bahwa kenaikan sebesar 1 persen penduduk yang mempunyai akses air bersih akan menurunkan angka kematian bayi sebesar 0,15 perseribu kelahiran dan memperpanjang usia harapan hidup sebesar 0.036 tahun.

(22)

statistik memberikan hasil yang signifikan terhadap derajat kesehatan, sedangkan untuk kota variabel ini tidak memberikan hasil yang signifikan. Hal ini bisa terjadi karena dari uraian deskriptif yang memperlihat bahwa permasalahan penyediaan air bersih lebih banyak dijumpai di kabupaten, sedangkan untuk kota sarana ini sudah lebih memadai.

IV. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

1. Faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi angka kematian bayi dan angka harapan hidup adalah APBD sektor kesehatan, pengeluaran rumah tangga, pendidikan perempuan dan persentase penduduk yang dapat akses air bersih. Variabel persentase penduduk yang dapat akses pelayanan kesehatan memberikan hasil yang tidak signifikan dalam pembentukan model regresi, tetapi dari uji korelasi Pearson variabel persentase penduduk yang dapat akses pelayanan kesehatan berkorelasi negatif dengan angka kematian bayi dan berkorelasi positif dengan angka harapan hidup, tetapi seberapa besar pengaruhnya tidak dapat dapat ditentukan, karena variabel ini menyebabkan terjadinya multikolinearitas, sehingga tidak dapat dimasukkan ke dalam model regresi.

(23)

sektor kesehatan perkapita dan yang terakhir adalah variabel persentase penduduk yang dapat akses air bersih.

3. Bila dipilah lebih lanjut antara kota dengan kabupaten; maka untuk memperbaiki derajat kesehatan di kota, faktor sosial ekonomi yang perlu jadi perhatian adalah lama sekolah perempuan; sedangkan untuk kabupaten disamping faktor diatas juga perlu ditingkatkan penyediaan air bersih, peningkatan pendapatan rumah tangga, dan peningkatan anggaran pemerintah untuk sektor kesehatan.

4.2. Implikasi Kebijakan

(24)

keberhasilan pembangunan kesehatan melalui peningkatan pendidikan/pengetahuan perempuan dapat terlaksana.

Pendapatan keluarga perkapita berpengaruh terhadap derajat kesehatan. Disamping melakukan segala upaya untuk meningkatkan pendapatan rakyat, khusus untuk golongan masyarakat miskin ,kebijakan pemerintah untuk memberikan jaminan pemeliharaan kesehatan berupa asuransi kesehatan seperti yang sudah dimiliki pegawai negeri selama ini, merupakan solusi yang tepat untuk meningkatkan derajat kesehatan penduduk miskin. Kebijakan ini sebaiknya juga dibarengi dengan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan khususnya untuk masyarakat miskin, serta dengan penegakan aturan, sehingga dapat meminimalisir terjadinya kebocoran dalam penggunaan dana dan penyalahgunaan fasilitas ini.

Anggaran pemerintah daerah (APBD) mempunyai hubungan yang erat dengan derajat kesehatan penduduk. Oleh sebab itu untuk daerah-daerah yang derajat kesehatan penduduknya relatif masih rendah, perlu mengalokasikan dana yang lebih besar dalam upaya peningkatan derajat kesehatan penduduknya. Bagi daerah dengan derajat kesehatan yang rendah dan APBD-nya terbatas, diperlukan intervensi pemerintah pusat untuk memberikan tambahan dana dari APBN untuk pembangunan bidang kesehatan di daerah tersebut.

(25)

mempunyai hubungan yang erat dengan peningkatan derajat kesehatan penduduk di kabupaten. Sedangkan untuk kota, mungkin hanya diperlukan untuk kota-kota tertentu saja yang memiliki sarana air bersih yang masih belum memadai.

(26)

Gambar

Tabel .Koefisien Regresi Antara Angka Kematian Bayi  (Y1) Dengan Variabel Sosial
Tabel  Koefisien Regresi Antara Angka Harapan Hidup  (Y2) Dengan Variabel Sosial

Referensi

Dokumen terkait

47913 47919 Perdagangan Eceran Melalui Media Untuk Berbagai Macam Barang Lainnya 47920 Perdagangan Eceran Atas Dasar Balas Jasa (Fee) Atau Kontrak 47991 Perdagangan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh penggunaan komposit tepung kentang dengan prosentase yang berbeda 100%, 90%, dan 80% terhadap

sig pada tabel sebesar 0,000 lebih kecil dari pada 0,005 menunjukan bahwa variabel Masa Kerja (x1), Pelatihan (x2), Motivasi (X3) berpengaruh secara simultan terhadap variabel

Infeksi penyakit ini pada manusia umumnya berkaitan dengan pekerjaan, seperti pekerja pada rumah potong hewan, pada peternakan .Manusia dapat terinfeksi kuman Brucella akibat

6.000 apabila perusahaan tidak dapat memenuhi permintaannya sendiri akan tetapi biaya tersebut tidak terjadi sehingga total biaya subkontrak pada pola produksi yang

Melalui model pembelajaran Problem-based Learning dan Project-based Learning pendekatan STEAM (Science, Technology, Engineering, Art, and Mathematic) yang diintegrasikan

Dalam hal ini menganalisis pasal yang terdapat di undang-undang kepailitan mengenai ketentuan penangguhan eksekusi kreditor separatis terhadap benda jaminan debitur baik

Grafik rerata frekuensi perilaku seksual dismounting pejantan ayam Burgo dalam 1 hari selama penelitian Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa rerata frekuensi tertinggi