• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas Air Bawah Tanah di Wilayah Kuta Selatan, Kabupaten Badung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kualitas Air Bawah Tanah di Wilayah Kuta Selatan, Kabupaten Badung."

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1 musim hujan (Januari 2015) dan kemarau ( Juli 2015). Penelitian ini dilakukan pada 3 lokasi yaitu Air Tanah Kuta, Legian dan Nusa Dua, dengan metode melampaui baku mutu air kelas 1 sesuai Kepmen LH No.82 Tahun 2001. Setatus mutu air dapat ditetapkan bahwa air tanah Nusa Dua, dan Legian termasuk tercemar berat, sedangkan air tanah Kuta, termasuk tercemar sedang. Hasil Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa secara umum kualitas air tanah pada 3 wilayah pesisir di Kabupaten Badung (Kuta, Legian dan Nusa dua) kurang layak dimanfaatkan sebagai bahan baku air minum.

Kata kunci : Air tanah, limbah, kualitas air, status mutu air

ABSTRACT

(2)

2 PENDAHULUAN

Kecamatan Kuta Selatan salah satu dari 6 Kecamatan di kabupaten Badung

dengan kepadatan penduduk tertinggi yaitu 1846,86 jiwa/km2. Sebagian besar

penduduk Kuta Selatan cenderung meningkat sepanjang tahun. Aktivitasnya

cukup beragam baik di bidang industri, jasa, niaga, pariwisata dan sebagainya.

Kepadatan penduduk yang terus meningkat sementara luas wilayah tetap, maka

akan cenderung memberikan dampak yang besar terhadap perubahan kualitas

lingkungan khususnya lingkungan perairan, baik air tanah, air permukaan maupun

perairan laut.

Peningkatan jumlah penduduk serta kemajuan teknologi secara pesat terutama

di bidang industri dan pariwisata yang menuntut kebutuhan air yang semakin

meningkat pula. Adapun sumber air yang dipergunakan oleh penduduk untuk

keperluan sehari-hari (mandi, cuci, kakus) dan keperluan industri bersumber dari

air tanah dan air PDAM, dengan rincian yaitu 38,0 % berasal dari air tanah dalam

(dari sumur bor dengan kedalaman > 20 m ), 33,31 % air tanah dangkal (sumur

gali, dengan kedalaman 5-20 m) dan 28,79 % air PDAM (Budiana, 1997).

Menurut penelitian Sedana (1994) kebutuhan air untuk kawasan Nusa Dua dan

Kuta sebanyak 300 l/dt untuk tahun 1995 dan untuk tahun 2000 diestimasi

meningkat menjadi 500 l/dt. Sedangkan ketersediaan air dari PDAM hanya

mampu mensuplai 272 l/dt, sehingga kekurangan lagi 228 l/dt akan dipenuhi dari

air tanah dalam yang disedot melalui sumur bor.

Tanah-tanah daerah wisata seperti Nusa Dua, Kuta, Legian dan daerah-daerah

Bali Selatan umumnya tersusun atas satuan batuan yang bersifat porous dan tidak

(3)

3

intrusi, baik intrusi air laut maupun peresapan air limbah yang berasal dari

limbah-limbah garmen, hotel, rumah tangga, pasar, yang terbuang secara tidak

terkontrol melalui air permukaan (sungai, selokan) serta dari leachate (lindi)hasil pembusukan sampah organik yang terbuang ke saluran air (Sunu, 2004).

Air tanah dangkal pada sumur gali yang bertekstur tanah porous akan

berpeluang lebih besar untuk mengadopsi polutan. Polutan-polutan tersebut

disamping berasal dari perembesan air bawah tanah, sebagian besar berasal dari

rembesan air permukaan (air hujan) yang mengalami infiltrasi dan perkolasi dan

akhirnya terakumulasi dengan air sumur (Sundra, 1997). Daerah- daerah padat

penduduk (kumuh) juga memberikan kontribusi lebih besar untuk menimbulkan

pencemaran air tanah, khususnya air tanah dangkal akibat kurang tersedianya

lahan untuk pembuatan septic tank, mengakibatkan polutan akan mengalir bersama-sama air hujan masuk ke badan-badan perairan.

Terakumulasinya polutan-polutan ke air tanah baik secara langsung maupun

tak langsung akan menurunkan kualitas air tanah baik secara fisik, kimia maupun

mikrobiologi. Sementara itu, secara alami air tanah memiliki daya dukung

(carying capacity) untuk memurnikansendiri (self furification), terutama air tanah dalam yaitu melalui filtrasi pori tanah maupun akar-akar tanaman. Akan tetapi

jika polutan dalam volume banyak atau dosis tinggi seperti limbah B-3 (bahan

berbahaya beracun) maka akan melampaui daya dukung yang dimiliki perairan

tersebut. Jika penurunan kualitas air melampaui ambang batas (baku mutu) yang

ditetapkan sesuai dengan peruntukkannya, maka air tersebut dikatakan tercemar.

Pencemaran air tanah dapat diantisipasi dengan melakukan pemantauan

(4)

4

tanah tersebut sudah tercemar atau belum. Kalau air sudah tercemar maka upaya

selanjutnya perlu mengetahui sumber, lokasi dan upaya penanggulangan

pencemaran tersebut. Untuk menanggulangi pencemaran air harus didukung oleh

data dari hasil-hasil penelitian yang dapat dipercaya dan akurat terutama

mengenai data kualitas air tersebut. Mendapatkan data fisik, kimia maupun

mikrobiologi air secara akurat, maka perlu dilakukan penelitian mengenai kualitas

air tanah baik secara langsung di lapangan (in-situ) dan cara laboratorium (ex-situ).

BAHAN DAN METODE 1. Lokasi dan waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan terhadap air bawah tanah dangkal dan dalam dari tiga

Kelurahan di kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung yaitu; Kuta, Legian

dan Nusa Dua pada Bulan Januari dan Juli 2015, yang mewakili musim hujan

dan kemarau. Metode penentuan stasiun pengambilan sampel dilakukan dengan

cara purposive sampling yaitu dengan memperhatikan dan mempertimbangkan berbagai kondisi serta keadaan daerah penelitian. Kondisi yang dominan pada

lokasi penelitian adalah yang diduga dapat memberikan kontribusi terhadap

kualitas air tanah. Dengan cara tersebut dapat ditentukan tiga stasiun pengambilan

sampel air bawah tanah (ABT) dangkal yang mewakili tiga kelurahan di

Kecamaan Kuta yaitu (1) Air tanah Nusa Dua (ATND), (2) Air tanah Kuta

(5)

5 2. Cara Pengambilan Sampel dan Pengumpulan Data

Pengambilan sampel dilakukan dalam 2 periode musim yaitu pada musim

hujan( Januari 2015) dan musim kemarau ( Juni 2015) dan total sampel yang

diambil sebanyak 6. Sampel air diambil dari sumur gali dilakukan dengan

menggunakan timba, dan sebelum timba dinaikkan terlebih dahulu dilakukan

pengadukan air sumur supaya terjadi percampuran secara merata, sedangkan

untuk air tanah dalam diambil secara langsung melalui pompa bor yang ada.

Sampel air yang telah terambil masing-masing dimasukkan dalam jerigen (untuk

analisis sifat kimia), botol steril ( analisis mikrobia) dan botol gelap (analisis DO

dan BOD). Sebagai data sekunder maka dikumpulkan pula data tentang

pemanfaatan air bawah tanah serta data sosial ekonomi masyarakat yang

memanfaatkan air tanah untuk keperluan sehari-hari. Disamping itupula dilakukan

pengumpulkan data iklim berupa curah hujan, suhu, kelembaban dan sebagainya,

yang akan berpengaruh terhadap debit air tanah serta pengaruhnya terhadap

perubahan kualitas fisik maupun kimia air tersebut.

Sampel air kemudian dianlisis secara insitu terhadap parameter kualitas air

yang sifatnya cepat berubah, antara lain pH, suhu, salinitas, kecerahan, bau, rasa,

dan warna, dengan alat-alat yang telah disediakan (Dahuri, 1993). Sedangkan

parameter kualitas air yang bisa diawetkan langsung dimasukkan kedalam jerigen,

botol gelap dan botol steril kemudian segera dibawa ke Laboratorium Analitik

Universitas Udayana untuk analisis sifat fisik dan kimia, dan ke Laboratorium

Mikrobiologi Fakultas MIPA Universitas Udayana Denpasar untuk di analisis

sifat mikrobiologinya (Rand, et al, 1975). Parameter pengukuran secara in situ dan

(6)

6

Tabel 1: Parameter Kualitas air Yang diukur, Metode Analisis dan Peralatan

No Parameter Satuan Metode analisis Peralatan

A FISIKA

1 Suhu oC Pemuaian air raksa Termometer

2 Kekeruhan ppm Turbidimetrik Turbidimeter

3 TDS ppm Gravimeterik Timbangan analitik

B KIMIA

4 pH - Potensiometrik pH-Meter

5 Salinitas Conductimetrik Salinometer

6 Clorida (Cl) ppm Titrimetrik Buret

7 Sulfida (H2S) ppm Titrimetrik Buret

8 Amonia (NH3) ppm Spektrofotometrik Spektrofotometer

9 Nitrit (NO2) ppm Spektrofotometrik Spektrofotometer

10 Kesadahan ppm Spektrofotometrik Spektrofotometer

11 Fosfat (PO4) ppm Spektrofotometrik Spektrofotometer

12 DO ppm Potensiometrik DO-Meter

13 BOD5 ppm Titrimetrik Buret

14 COD ppm Titrimetrik Buret

15 Detergen ppm Spektrofotometrik Spektrofotometer

16 Minyak & Lemak

ppm Spektrofotometrik Spektrofotometer

17 Besi (Fe) ppm Spektrofotometrik Spektrofotometer

18 Timbal (Pb) ppm Spektrofotometrik Spektrofotometer C BAKTERI

baku air minum) yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan

Pengendalian Pencemaran Air. Ketetapan ini semua mengacu pada kadar

maksimum kualitas air yang diperbolehkan. Sedangkan status mutu perairan

ditetapkan dengan Metode Storet berdasarkan Keputusan Menteri Negara

(7)

7

Air. Metode ini adalah membandingkan antara data kualitas air dengan baku mutu

air yang disesuaikan dengan peruntukkannya. Status mutu airnya ditentukan dari

jumlah skor dari setiap parameter yang diamati. Parameter yang tidak melebihi

bakumutu diberi skor 0. Penentuan sistem nilai untuk parameter yang melebihi

bakumutu dengan metode ini seperti tersaji pada Tabel 2. Semua skor dari seluruh

parameter yang dianalisis dijumlahkan. Berdasarkan jumlah tersebut maka

US-EPA 1993 (Environmental Protection Agency) menetapkan 4 kriteria tentang

mutu / tingkat pencemaran air, dengan ketetapan seperti tercantum pada Tabel 3.

Tabel 2. Penentuan Sistem Nilai Untuk Menentukan Status Mutu air Jumlah

Parameter

Nilai dari Hasil Pengukuran

Parameter

< 10

Fisika Kimia Biologi

Maksimum - 1 - 2 - 3

Minimum - 1 - 2 - 3

Rata-Rata - 3 - 6 - 9

> 10 Maksimum - 2 - 4 - 6

Minimum - 2 - 4 - 6

Rata-Rata - 6 - 12 - 18

Tabel 3. Klasifikasi Mutu/Tingkat Pencemaran Air

Skor Klas/Mutu Air Tingkat Pencemaran

0 Kelas A : Baik sekali Tidak tercemar/memenuhi Baku Mutu -1 s/d -10 Kelas B : Baik Tercemar ringan

(8)

8 Gambar 1. Peta Lokasi Pengambilan Sampel Air ABT

(Nusa Dua, Kuta, dan Legian)

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil

Hasil analisis kualitas air bawah tanah pada musim hujan dan kemarau seperti

tercantum pada Tabel 4 dan 5. Sedangkan tingkat klasifikasi/mutu perairan air

bawah tanah untuk musim hujan dan kemarau tercantum pada Tabel 6

(9)

9

6 Klorida (Cl) ppm 53,25 145,55 113,6 600

7 Sulfida (H2S) ppm ttd ttd ttd 0,002

15 Deterjen ppm ttd ttd ttd 0,2

16 Minyak& lemak ppm ttd ttd 0,0003 1,0

17 Besi (Fe) ppm 0,113 0,076 0,052 0,3

18 Timbal (Pb) ppm 0,013 0,010 0,007 0,03

C

19 Fecal coli (E.coli) MPN/100 ml 3 3 11 100

20 Coliform MPN/100 ml 1100* 120 0 1.000

Tabel 5. Hasil Analisis Air Bawah Tanah (ABT) atau Air Sumur Musim Kemarau

No Parameter Satuan

6 Klorida (Cl) ppm 17,75 102,95 138,5 600

(10)

10

15 Deterjen ppm ttd ttd ttd 0,2

16 Minyak& lemak ppm ttd ttd ttd 1,0

17 Besi (Fe) ppm 0,103 0,050 0,045 0,3

(11)

11

17 Besi (Fe) ppm 0,3 0 0 0

18 Timbal (Pb) ppm 0,03 0 0 0

C BAKTERI

19 Fecal coli (E.coli) MPN/100ml 100 0 0 0

20 Coliform MPN/100ml 1.000 -3 0 0

Jumlah -39 -28 -32

CB CS CB

Keterangan :

CB : Tercemar Berat CS : Tercemar Sedang

2. Pembahasan

Dari parameter kualitas air yang melampaui baku mutu untuk kedua musim

tersebut ternyata ada 4 parameter yang sama melampaui baku mutu untuk kedua

musim tersebut yaitu; TDS, Posfat, BOD5 dan COD. Dari 4 parameter yang sama

tersebut dapat dinyatakan hanya 2 parameter yaitu BOD5 dan COD yang

betul-betul melampaui baku mutu untuk kedua musim dan ke-3 stasiun yang diteliti.

Tingginya kandungan BOD pada ke 3 stasiun penelitian ( Nusa Dua, Kuta,

dan Legian ) pada musim hujan ( 5,74 – 7,59 mg/l) maupun pada musim kemarau

( 5,45 –7,49 mg/l) karena lokasi-lokasi tersebut sarat dengan aktivitas bidang

perikanan, restoran, usaha rumah tangga yang semuanya sangat berpotensi

menimbulkan limbah organik.. Limbah organik ini akan mudah terakumulasi ke

dalam air sumur karena topografi tanah yang datar dan tanah-tanah bersifat

porous (tekstur berpasir). Disamping limbah cair yang berasal dari aktivitas

tersebut ,limbah organik juga berasal dari sampah-sampah berupa dedaunan.

Adapun limbah cair maupun padat yang merupakan substrat utama hidupnya

berbagai mikrobia sehingga aktivitas penguraian (dekomposisi) akan semakin

aktif, apabila ditunjang oleh faktor iklim (suhu, kelembaban dan curah hujan)

yang cukup tinggi sehingga mempercepat proses penguraian limbah dan sampah

(12)

12

langsung terhadap menurunnya oksigen terlarut (DO ) di perairan tersebut serta

akan berdampak langsung terhadap peningkatan kandungan COD (Saeni, 1991).

Tingginya kandungan COD air bawah tanah pada 3 stasiun penelitian ( Nusa

Dua, Kuta dan Legian ) pada musim hujan (17,98 – 23,98 mg/l) maupun musim

kemarau (20,14 – 24,68 mg/L) adalah dipengaruhi oleh degradasi bahan organik

maupun anorganik yang berasal dari aktivitas, rumah tangga, restaurant yang

tidak terolah dengan baik. Tingginya kandungan COD pada air tanah sangat

dipengaruhi oleh tingginya BOD. Akan tetapi kandungan COD selalu lebih tinggi

dari BOD karena selain sumbernya dari bahan organik juga berasal dari bahan

anorganik hasil degradasi mikrobia yang terakumulasi dengan air tanah (Sunu,

2004). Akibat kandungan COD yang berlebihan pada air tanah akan sama halnya

dengan kandungan BOD yaitu berpengaruh terhadap menurunnya kandungan

oksigen terlarut (DO) sehingga akan berpengaruh terhadap menurunnya kualitas

air tanah ( Peavy, 1986).

Ditinjau dari kondisi air tanah pada 3 stasiun penelitian ternyata air tanah Nusa

Dua pada musim hujan menunjukkan kualitas paling buruk di bandingkan 2

stasiun penelitian lainnya ( Kuta dan Legian) yaitu telah melampaui 5 parameter

penting ( TDS, PO4, BOD5, COD dan Coliform). Rendahnya kualitas air tanah

atau air sumur di kawasan Nusa Dua karena drainase yang kurang baik dan

topografi datar sehingga aliran air pada musim hujan langsung terjadi infiltrasi

masuk ke sumur penduduk. Faktor lain yang berpotensi menimbulkan penurunan

kualitas air tanah akibat padatnya penduduk yang sarat dengan aktivitas

(perikanan, rumah makan, pedagang dan sebagainya) yang banyak memproduksi

(13)

13

akan mengalir bersama air hujan meresap ke air tanah. Demikian pula untuk status

mutu air bawah tanah untuk Nusa Dua (-39) dan Legian (- 32) tergolong tercemar

berat (Tabel 6)

Kualitas air tanah pada 3 stasiun penelitian di musim kemarau ternyata air

tanah Tanjung Benoa dan air tanah Legian termasuk kategori kualitas air yang

rendah. Hal ini terbukti dari 20 parameter yang di analisis yaitu 4 parameter yaitu

TDS, nitrit, BOD5 dan COD) dan kualitas air tanah Legian (TDS, fosfat, BOD

dan COD) melampaui baku mutu air kelas 1 dari PPRI No.82 Tahun 2001.

Kondisi ini didukung pula dari hasil analisis status mutu air tanah pada musim

hujan dan kemarau kedua lokasi ini (Nusa Dua dan Legian ) tergolong tercemar

berat (Tabel 6) . Sedangkan untuk air tanah Kuta masih tergolong tercemar

sedang . Dengan demikian kualitas air tanah di wilayah Kecamatan Kuta selatan

Kabupaten Badung yang lokasinya sarat dengan berbagai aktivitas terutama

kegiatan pariwisata menunjukkan mutu air bawah tanah kurang layak sebagai

bahan baku air minum.

SIMPULAN

Dari hasil analisis kualitas air bawah tanah pada 3 stasiun penelitian ( Nusa

Dua, Kuta, dan Legian pada musim hujan dan kemarau dapat disimpulkan :

1. Hasil analisis terhadap 20 parameter ternyata kualitas air bawah tanah Nusa

Dua, Kuta dan Legian pada musim hujan dan kemarau ada 4 parameter yaitu

padatan total tersuspensi (TDS), Fosfat , BOD5, dan COD melampaui baku

(14)

14

2. Staus mutu air bawah tanah untuk wilayah Nusa Dua dan Legian masuk dalam

katagori tercemar berat, sedangkan air tanah Kuta tergolong tercemar sedang.

3. Air bawah tanah Nusa Dua dan Kuta tergolong tidak layak sebagai bahan baku

air minum, dan untuk air tanah Kuta masih layak sebagai bahan baku air

minum dengan ketentuan harus melalui pengolahan (dimasak) terlebih dahulu.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih kami sampaikan kepada Pemerintah Kecamatan Kuta khususnya

dan Kabupaten Badung umumnya yang akan memanfaatkan data ini sebagai data

dasar untuk pengelolaan air bawah tanah di wilayah pesisir, dan terimakasih

kepada Laboratorium Analitik Universitas Udayana, di Bukit Jimbaran, yang

banyak memfasilitasi penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Budiana, I N. 1997. Analisis Kualitas Air Sumur Dalam di Wilayah Kelurahan Kuta, Kabupaten Badung. Jurusan Biologi, Fak. MIPA-UNUD, Denpasar.

Dahuri, R., N.S. Putra, Zairion dan Sulistiono. 1993. Metode dan Teknik Analisis Biota Perairan.

Fardiaz. 1992 . Polusi Air dan Udara. Depdikbud Ditjen Perguruan Tinggi PAU Pangan dan Gizi IPB Bogor

Menteri Negara Lingkungan Hidup. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003. Tentang Pedoman Status Mutu air

Peavy H.S, D.R. Rowe and G.Tchobanoglous. 1986. Environmental Engineering. Mc.Graw Hill Book Co. Singapore...

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001.Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran air Kementrian Lingkungan Hidup. Jakarta.

Rand. M.C. A. E. Greenberg and M.J. taras. 1975. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater. American Public Health Asociation, Washington DC.

(15)

15

Sedana, W. 1994. Penelitian Kajian Potensi Air Tanah Tak Tertekan Untuk Kebutuhan Air Bersih dan Industri di Kuta Bali. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Sundra, I K. 1977. Pengaruh Pengelolaan Sampah Terhadap Kualitas Air Sumur Gali di Sekitar TPA Sampah Suwung, Denpasar Bali.

Sunu, 2004 Melindungi Lingkungan Dengan Menerapkan ISO 14001.Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Gambar

Tabel 1:  Parameter Kualitas air Yang diukur, Metode Analisis dan Peralatan
Gambar 1. Peta Lokasi Pengambilan Sampel Air ABT                      (Nusa Dua, Kuta, dan Legian)
Tabel 5. Hasil Analisis Air Bawah Tanah (ABT) atau Air Sumur Musim Kemarau
Tabel 6. Tingkat/Mutu ABT Pada Musim Hujan dan Kemarau 2006 Berdasarkan Metode Storet

Referensi

Dokumen terkait

Proses pemesinan yang dilakukan pada mesin bubut berbeda dengan proses yang dilakukan pada mesin freis, dimana pada proses bubut benda kerja dipegang oleh pencekam (Cuck)

Menilai sumber daya perusahaan yang menghasilkan penawaran terhadap produk atau jasa yang dimana pada tahap ini perusahaan harus menggunakan pengalaman dan

Kriminologi adalah kumpulan ilmu pengetahuan tentang kejahatan yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan dan pengertian tentang gejala kejahatan dengan jalan mempelajari

Sekat dibuat dari bahan FRP dengan ketebalan yang memenuhi dan diperkuat dengan profile fibreglass yang dipasang secara vertikal dan horizontal, Sekat merupakan

Sentralisasi adalah sistem pengelolaan arsip yang dilakukan secara terpusat dalam suatu organisasi, dengan kata lain penyimpanan arsip dipusatkan di suatu unit kerja

bahwa pada saat latihan (senam) kebutuhan energi meningkat sehingga otot menjadi lebih aktif dan peka lalu membuat reseptor insulin menjadi lebih aktif dan

Pada 10 Maret, seusai pertemuan dengan Presiden Soekarno di Istana Merdeka, misalnya, para pimpinan parpol mengeluarkan pernyataan yang tidak bisa membenarkan cara yang