• Tidak ada hasil yang ditemukan

RISALAH RAPAT PANITIA KERJA RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "RISALAH RAPAT PANITIA KERJA RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

RISALAH RAPAT PANITIA KERJA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG

PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

JENIS RAPAT : PANJA XIII TANGGAL: 21 JUNI 2011

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

(2)

RISALAH RAPAT PANITIA KERJA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG

PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

(3)

Masa Persidangan Tahun Sidang Sifat

Jenis Rapat Hari / Tanggal Waktu Tempat Ketua Rapat Sekretaris Rapat Acara Hadir

: : : : : : : : : : :

IV 2010-2011 Terbuka

Panja dengan Dirjen Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia RI

Selasa, 28 Juni 2011

Pukul 09.20 WIB s.d. 20.15 WIB Hotel Santika Jakarta

DR. H. DEDING ISHAK, S.H., M.H.

ENDANG SURYASTUTI, S.H., M.Si.

Membahas Materi Panja

A. Pimpinan Panja RUU tentang Pembentukan Peraturan PerUndang-Undangan :

1. SUTJIPTO, S.H., M.Kn.

2. Dr. H. DEDING ISHAK, S.H., M.H.

3. H. RAHADI ZAKARIA, S.Ip., M.H.

B. Anggota Panja RUU tentang PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN : Fraksi Partai Demokrat:

4. IGNATIUS MULYONO 5. H. HARRY WITJAKSONO 6. GEDE PASEK SUARDI`KA, S.H.

Fraksi Partai Golongan Karya:

7. NURUL ARIFIN, S.IP., M.Si.

8. Drs. TAUFIQ HIDAYAT, M.Si.

Fraksi Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia:

9. ARIF WIBOWO

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera:

10. BUKHORI YUSUF. Lc., M.A.

Fraksi Partai Amanat Nasional:

11. Drs. RUSLI RIDWAN, M.Si.

Fraksi Partai Persatuan Pembangunan:

12. H. MUHAMMAD ARWANI THOMAFI Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa : -

Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya:

13. RINDOKO DAHONO WINGIT, S.H., M.Hum Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat:

14. H. SYARIFUDDIN SUDDING, S.H., M.H C. Undangan

- Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia RI beserta jajaran

(4)

JALANNYA RAPAT:

KETUA RAPAT:

Skors lagi untuk 10 menit Pak.

(RAPAT DISKORS)

Catatan dari sekretariat, jadi sudah hadir 11 Anggota dari 19 dan sudah dihadiri oleh lebih dari 5 Fraksi ya, 6 Fraksi jadi sudah bisa kita lanjutkan. Skors rapat Panja saya cabut dan kita lanjutkan Rapat Panja.

(SKORS DICABUT PUKUL 16.30 WIB) Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Bapak-Bapak, Ibu dan Pak Dirjen,

Semalam, kemarin kita telah bersepakat untuk menyelesaikan beberapa turunan dari apa yang telah kita sepakati khususnya menyangkut implikasi tentang Prolegnas, terima kasih Pak Harry.

Prolegnas dan Prolegda. Ini Bapak-Bapak dan Ibu sudah menerima rancangan RUU, kemudian penjelasan termasuk yang 1 lembar ya, itu rumusan penjelasan Pasal 12 dengan 3 alternatif. Kalau Bapak dan Ibu serta Pak Dirjen sepakat, pertama saya ingin memperoleh informasi, bukan laporan dari Tim Ketua Timus dan Timsin menyangkut beberapa hal yang kemarin kita amanatkan untuk bisa diselesaikan dan dilaporkan pada Rapat Panja ini menyangkut Prolegda lanjutan dari Prolegnas yang menurut catatan kami ini masuk pada Prolegnas Pasal 23, saya ingin bacakan atau langsung Pak Rahadi ya? Bukan, yang khusus atau langsung ya, baik.

Baik, Pasal 23 ya. Dalam Prolegnas dimuat daftar komulatif terbuka yang terdiri dari:

a. Pengesahan perjanjian internasional tertentu b. Akibat Putusan Mahkamah Konstitusi c. Anggaran Pendapatan Belanja Negara

d. Pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah provinsi dan kabupaten/kota dan e. Penetapan/pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang.

Jadi ini sudah disesuaikan penempatannya Pak Mul, ya bisa disetujui Pak ya, yang Pasal 23.

(RAPAT:SETUJU) Pemerintah setuju Pak? Sudah.

Kemudian Prolegda ini Pasal 38. Nah ini, yang turunannya ini mohon dicermati oleh Bapak dan Ibu serta Pak Dirjen, Pasal 38.

Ayat (1) Dalam Prolegda Provinsi dapat dimuat daftar komulatif terbuka yang terdiri dari : a. Akibat Putusan MA dan

b. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Provinsi

(2), DPRD Provinsi atau Gubernur dalam keadaan tertentu dapat mengajukan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi diluar Prolegda Provinsi.

a. Untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik atau bencana alam b. Akibat kerjasama dengan pihak lain dan

c. Keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi atas suatu Rancangan Peraturan Daerah yang dapat disetujui bersama oleh alat kelengkapan DPRD Provinsi yang khusus menangani bidang legislasi dan biro hukum.

Itu rumusannya, kami persilakan pemerintah barangkali Pak Dirjen.

DIRJEN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI:

Baik, mungkin ini hanya kalau dapat rumusannya saja, seperti Pasal 38 itu DPRD Provinsi atau Gubernur dalam keadaan tertentu, kalau dari aspek bahasa apa tidak kita dahulukan, dalam keadaan tertentu yang didahulukan. Dalam keadaan tertentu, DPRD Provinsi atau Gubernur dapat mengajukan

(5)

Rancangan Peraturan Daerah Provinsi diluar Prolegda Provinsi. Jadi kondisinya yang kita sebutkan dulu.

F-PD (IGNATIUS MULYONO):

Ya, itu hanya taste bahasa ya, kalau menurut saya itu di, lebih pas, jadi usulnya yang ini dalam keadaan tertentu dulu. Dari pemerintah kan? Ya, ini kan taste bahasa, dalam keadaan tertentu DPRD Provinsi atau Gubernur dapat, itu juga boleh, enggak masalah.

KETUA RAPAT:

Oke, tapi karena menunjuk peristiwanya kemudian juga konkordan pada Prolegnas juga begitu, dalam keadaan tertentu DPR dan pemerintah,

DIRJEN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI:

Ya, berimplikasi di Pasal 23 ayat (2) juga. Mendahulukan kondisinya.

KETUA RAPAT:

Ini sudah kita setujui ini Pak.

DIRJEN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI:

Ya, cara penulisannya saja ini.

KETUA RAPAT:

Penulisan saja ya?

DIRJEN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI:

Ya, jadi didahulukan kondisinya.

KETUA RAPAT:

Dalam keadaan tertentu bisa disepakati? Jadi, Pasal 23 ayat (2) menyesuaikan mengikuti Pasal 38, jadi dengan mendahulukan peristiwanya, keadaannya. Begitu Pak ya? Boleh, setuju Pak?

Langsung saja?

(RAPAT:SETUJU)

Ya, baik, oke punya kata Pak Mul. Gimana Pak Mul saja kita, yang penting jelas.

Pasal 41, ini turunan kebawah ini. Ini Pak Rahadi, tolong dicermati Pak Rahadi. Jadi disimak ini Pasal 41 halaman 17 Pak. Ini jadi kita jangan lihat halaman tapi Pasal.

Pasal 41, Dalam Prolegda Kabupaten/Kota dapat dimuat daftar komulatif terbuka mengenai pembentukan pemekaran dan penggabungan kecamatan atau nama lainnya atau pembentukan pemekaran dan penggabungan desa atau nama lainnya.

Silakan Bapak-Bapak atau ke pemerintah dulu.

DIRJEN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI:

Ya, ini memang kalau Pasal 40-nya sudah mutatis mutandis dengan penyusunan Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 32 sampai Pasal 38, kemudian hal mengenai konkordan dengan di Prolegnas mengenai pembentukan pemekaran dan penggabungan provinsi atau kabupaten kota, untuk Prolegda Kabupaten Kota itu dapat dimuat daftar komulatif terbuka pembentukan pemekaran dan penggabungan kecamatan atau nama lainnya atau pembentukan

(6)

pemekaran dan penggabungan desa atau nama lainnya. Ya, saya kira setuju Pak, ya.

KETUA TIMSIN (RAHADI ZAKARIA/F-PDIP):

Ya, kalau untuk desa, bisa dengan atau nama lainnya, karena ada Nagari, ada Banjar, ada lainnya, tapi kalau untuk kecamatan saya kira satu saja Pak, kecamatan? Di Papua, distrik oke sorry ya.

Oke, hampir lupa, baru pulang dari sana ternyata.

F-PD (IGNATIUS MULYONO):

Pak,

Ya, saya hanya mengusulkan satu kata saja, di 41 ini, Dalam Prolegda Kabupaten Kota dapat dimuat daftar komulatif terbuka mengenai pembentukan pemekaran dan penggabungan kecamatan atau nama lainnya, atau pembentukan pemekaran dan penggabungan desa atau nama lainnya. Kalau ini penyampaiannya demikian, kita hanya mendapat kesempatan salah satu, padahal didalam Prolegda itu juga memuat untuk pembentukan pemekaran kecamatan dan pembentukan pemekaran desa. Kalau menurut saya, saya usulkan tambah kata dan. Jadi, atau nama lainnya, penggabungan kecamatan atau nama lainnya dan atau pembentukan pemekaran atau disana. Jadi tambah kata dan sebelum atau. Dan atau, ya. Jadi bisa salah satu, bisa dua-duanya.

KETUA RAPAT:

Dalam Prolegda Kabupaten/Kota dapat dimuat daftar komulatif terbuka mengenai pembentukan, pemekaran dan penggabungan Kecamatan atau nama lainnya dan atau pembentukan, pemekaran dan penggabungan Desa atau nama lainnya. Ya?

Ahli Bahasa? Disana. Ada Ahli Bahasa? Tapi disini diwakili oleh Guru Besar Bahasa, Pak Rahadi dengan Pak Soen, sudah betul katanya. Pak Harry, jadi sudah memang sudah dicek. Baik, kalau begitu kita setujui, Pak Dirjen ya, setuju Pasal 41 dengan rumusan terakhir ditambah redaksi kata dari usul Pak Mulyono.

(RAPAT:SETUJU

Selesai Pak, tinggal 2. Penjelasan Pasal 12 ini yang kemarin Pak Bukhori begitu setidaknya, tapi mungkin ada penjelasan nanti dari Pak Soenman barangkali.

F-PD (IGNATIUS MULYONO):

Kami kira ada Kyainya, kami kira bisa meng-cover Pak Bukhori lah.

KETUA RAPAT:

Ya, baik. Jadi ini bisa dilihat di caption Pasal Penjelasan Pasal 12 dan sudah diterima oleh Bapak dan Ibu termasuk Pak Dirjen ini, jadi yang hasil rumusan terakhir konsultasi begitu.

Saya bacakan.

Yang dimaksud dengan menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya adalah penetapan Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan perintah undang-undang atau untuk menjalankan undang-undang sepanjang diperlukan dan tidak boleh menyimpang dari materi yang diatur dalam undang-undang yang bersangkutan.

Ya, silakan Pak Soenman.

KETUA TIMUS (H. T.B. SOENMANDJAJA S./F-PKS):

Pak Ketua,

Terima kasih.

(7)

Ibu Bapak Anggota dan pemerintah serta hadirin yang terhormat,

Apabila tadi malam saya menyimak pandangan dari yang terhormat Pak Bukhori Yusuf, memang masih bertahan pada alternatif 1, tapi juga ada tawaran apabila alternatif 3 itu kalimatnya, katanya itu Pak Dirjen, bukan dan tidak menyimpang, tapi dengan tidak, begitu. Jadi begitu usulnya, dan tidak boleh menyimpang itu dengan tidak, begitu. Jadi dia mengalir konsistensi. Kalau dan itu seakan-akan ada merangkai ke substansi lain. Demikian Ketua, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Saya bacakan.

Yang dimaksud dengan menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya adalah penetapan Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan perintah undang-undang atau untuk menjalankan undang-undang sepanjang diperlukan dengan tidak menyimpang dari materi yang diatur dalam undang-undang yang bersangkutan. Jelas Pak? Yang kita kehendaki kemarin itu sebetulnya itu dan Pak Menteri juga kesana sebetulnya. Jadi saya rasa ini bisa disetujui.

Pemerintah?

Kalau kita sudah setuju ini, dengan tidak Pak.

DIRJEN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI:

Kata dan itu menjadi dengan tidak, ya?

KETUA RAPAT:

Ya, sama maksudnya. Baik, lebih yakin oke?

DIRJEN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI:

Ya, setuju.

KETUA RAPAT:

(RAPAT:SETUJU)

Alhamdulillahi, selesai, kalau sudah kyainya turun, beres sudah. Apa yang kita perjelas ini, satu lagi, masalah,

F-PD (IGNATIUS MULYONO):

Lanjut, sudah jelas, lanjut.

KETUA RAPAT:

Ketentuan penutup ini. Ketentuan penutup dari informasi atau laporan Tim Pengkaji, Tim Ahli dan Tim ini ada contoh beberapa contoh sebetulnya. Tadi juga saya sudah konsultasi kepada Pak Ketua Badan Legislasi begitu, Pak Mulyono, kemudian juga disini bisa disampaikan ada beberapa contoh Undang-undang Republik Indonesia No.14 tahun 2008 tentang Keterbukaan informasi publik. Ini ketentuan penutupnya ya.

KETUA TIMUS (H. T.B. SOENMANDJAJA S./F-PKS):

Baris paling bawah Pak. Dibaca utuh dulu yang kalimat barusan, Pak. Pasal 101, Pak. Itu baris alinea 1 baris, ya itu pada menjelang anak kalimat Pak didalam kurung itu, Pak.

(8)

KETUA RAPAT:

Baik, saya bacakan Pasal 101, Pada saat undang-undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-undang No.10/2004 tentang Pembentukan peraturan perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 No.53, Tambahan Lembaran Negara No.4389) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan. Nah, draft DPR dan belum diganti berdasarkan ketentuan dalam undang-undang ini, sementara pemerintah mengajukan kata atau. Jadi tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan ketentuan dalam undang-undang ini. Ada lagi rumusan dengan memberhentikan sampai sepanjang tidak bertentangan titik saja. Itu juga ada contoh dalam undang-undang yang lain. Jadi, ini memang ini bisa diinikan. Jadi ada 3 alternatif begitu, pertama, draft DPR ini dan belum diganti, jadi satu nafas, tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan ketentuan undang-undang ini, pemerintah memberikan ruang opsi apabila ini bisa dilaksanakan, begitu, atau, atau sama sekali atau dan itu diganti.

Silakan Pak Soenman.

KETUA TIMUS (H. T.B. SOENMANDJAJA S./F-PKS):

Terima kasih Pak Ketua.

Sesungguhnya rumusan Pasal 101 ini, itu bermula dari DIM 360 Pasal 78. Apabila kita melihat draft RUU DPR , ternyata pemerintah sama sekali tidak memberikan tanggapan dan tidak juga ada usul perubahan, dikatakan disini DIM pemerintah adalah tetap, tanggapan pemerintah tetap, usulan perubahan tetap, sehingga hasil keputusan rapat pada tanggal 23 Februari di forum Rapat Kerja dikatakan disetujui tetap sesuai dengan naskah RUU demikian. Ya, dan.

KETUA RAPAT:

Forum Panja ini mengikuti Rapat Kerja. Terhadap substansi yang sudah disepakati dalam Rapat Kerja sebetulnya sudah selesai begitu. Saya diingatkan oleh Pak Soenman begitu, jadi dan.

Silakan Pak Harry.

F-PD (H. HARRY WITJAKSONO):

Walaupun dalam pembahasan detil mengenai tiga alternatif ini saya tidak mengikuti mendalam, tapi saya menangkap dari kesimpulan yang ada, menurut pendapat kami ya, Pak ya, melalui Pimpinan, tiga alternatif apapun yang akan diambil nanti ini tidak akan menghindari konflik of law di court . Sebab ini soal penafsiran kan. Saya sebagai lawyer, Pak Soenmandjaja sebagai lawyer, Pak Soen menganggap ini tidak bertentangan, saya anggap bertentangan, kita bawa ke Pengadilan. Artinya, kita tidak usah khawatir ini akan terjadi demikian, maksudnya pengadilan di pengadilan negeri bukan Mahkamah Konstitusi ya.

Mahkamah Konstitusi itu kan yudisial review. Dalam arti, kita sebagai, mungkin teman-teman sebagian besar tidak akan mengalami, kami yang di praktisi lawyer ini akan mengalami ini dan satu-satunya jalan adalah melalui conflict of court di pengadilan. Jadi, kalau kami menganggap ini tidak bertentangan, sementara lawan kami mengganggap bertentangan, dia bawa kesana. Enggak, ini sekedar informasi, enggak apa-apa. Selama memang belum ada alternatif yang terbaik yang bisa dilakukan ya, inilah yang terbaik.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Pak Harry ini menyampaikan ini, semacam pengayaan informasi di lapangan. Ya, jadi keputusan Rapat Kerja dan, pemerintah memasukkan atau terakhir ini ya. Nah, Rapat Kerja ini diatas Panja ya, begitu.

F-PG (NURUL ARIFIN, S.Ip., M.Si):

Ya, terima kasih Ketua.

Maaf, kalau saya tidak memakai acuan Panja dan sebagainya, tapi secara logika yang saya pakai

(9)

saat ini, kalau menaruh, put kata atau disini, buat saya ini bias, Pak. Justru yang Bapak bilang disini, dinyatkaan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan, ketika mengunakan kata atau justru Bismilahirahmanirrahim bertentangan Pak. Kalau menurut saya seperti itu.

KETUA RAPAT:

Baik, jadi itu memperkuat. Jadi itu memang pemikiran teman-teman di Baleg saya rasa disana begitu. Kemudian ke Rapat Kerja begitu, dipersilakan dan pemerintah pada saat itu tidak setuju.

Silakan dari pemerintah.

DIRJEN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI:

Ya, terima kasih.

Ya, memang pada waktu di Rapat Kerja di Panja, serta di DIM ada hal-hal yang nampaknya kurang cermat, tapi setelah kita bahas ada hal-hal yang perlu kita cermati dan untuk itu memang pemerintah melihat untuk Pasal 101 itu ini 2 persyaratan. Jadi, pada saatu undang-undang ini berlaku, semua peraturan perundangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-undang No. 10 Tahun 2004 dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau peraturan pelaksanaan itu belum diganti berdasarkan ketentuan dalam undang-undang ini. Artinya ini yang belum diganti berdasarkan peraturan perundangan ini tetap berlaku karena ini untuk menjaga kekosongan hukum, pelayanan publik, kemudian mereka yang sudah melakukan proses sesuai yang diatur dalam peraturan perundangan sebelumnya. Nah ini kita harus jaga hal-hal seperti itu. Oleh sebab itu, disini yang tepat adalah atau, begitu ya. Ya, terima kasih. Saya kira ini dalam praktek akan banyak sekali hal-hal seperti ini, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Silakan yang lainnya.

Tapi saya juga ingin menyampaikan, ini ada contoh, Pak. Jadi kalau tadi kan versi kebutuhan dari perspektif pemain lapangan pemerintah, gitu, tetapi kita sebagai pembuat undang-undang ingin memberikan koridor itu koridor yang mengacu pada perspektif bahwa hukum ini mesti dipatuhilah kira.

Jadi sepanjang tidak bertentangan. Jadi tidak ada opsi lain begitu, atau itu, sehingga dan satu nafas.

Kemudian, ada contoh Pak, Undang-undang Republik Indonesia tahun 2010 tentang Keprotokolan yang telah diundangkan, sudah berjalan.Ini Pasal 38 itu pada saat dan sebagainya, bla, bla, bla, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini. Ya? Kemudian keterbukaan informasi publik sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan undang- undang ini. Tegas, jadi tidak ada ataunya disini. Semuanya dan ini, sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam undang-undang ini. Ini nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Jadi kalau netral, berhenti pada undang-undang ini, tetapi kalau ingin ada penegasan tentu menggunakan dan sesuai dengan draft dari DPR, begitu Pak Dirjen.

Silakan Pak Mul.

F-PD (IGNATIUS MULYONO):

Pak Ketua,

Terima kasih Pak Ketua.

Barangkali kita harus mengambil suatu pilihan yang barangkali yang lebih bisa menampung seluruh kehendak yang kita inginkan. Kalau kita terbatas hanya menggunakan kata sepanjang tidak bertentangan berdasarkan ketentuan dalam undang-undang ini, ini sebetulnya sudah memberikan tampungan apakah disitu itu ada undang-undang yang sekarang ini atau peraturan perundang- undangan yang dibutuhkan disini itu, kalau menurut saya masih bisa dipakai, itu dengan kata sepanjang tidak bertentangan, itu memang undang-undang yang lama itu masih tetap berlaku, tapi kalau lagi kita inginkan dengan belum diganti ini kami kira kalau belum diganti ini sebetulnya contohnya, kalau belum diganti tapi dia bertentangan juga hapus juga, sudah terkandung daripada sepanjang tidak bertentangan itu harus dihapus, enggak bisa dipakai. Kalau kita menggunakan belum diganti, seakan-akan itu juga bisa dipakai klosul, tapi kalau bertentangan ya, hapus juga. Maka kalau menurut saya, lebih bagus sudah satu saja, sepanjang tidak bertentangan berdasarkan ketentuan dalam undang-undang ini titik.

(10)

Itu sudah cukup. Yang belum diganti, yang macam-macam itu sudah terakomodir oleh yang tadi, tidak bertentangan tadi.

Terima kasih.

F-P GERINDRA (RINDOKO DAHONO WINGIT, S.H., M.Hum.):

Ketua,

Mohon ijin Ketua.

Terima kasih Ketua.

Saya selalu menggarisbawahi Suhu saya, Pak Mul di masalah atau atau dan ini kan sebenarnya masalah semester 1 dalam legal drafting, alternatif atau komulatif, tapi kami sependapat untuk mempertegas Pasal 101 ini dengan menghilangkan belum diganti, karena tidak semua undang-undang lalu mencantumkan undang-undang ini tidak bertentangan dan atau pemahaman belum diganti tidak selalu dituangkan dalam undang-undang dan ini kadang juga tidak lazim karena ganti mengganti undang-undang ini sudah dengan sendirinya, ada mekanisme didalam Lembaran Negara dan lain sebagainya. Jadi ada ketentuan adegium kalau undang-undang itu sudah diundangkan maka atau diganti, maka masyarakat atau khalayak ramai ini dianggap tahu tanpa diberitahu, jadi tidak ada alasan bagi masyarakat untuk tidak tahu suatu undang-undang ada atau tidak ada. Jadi kembali lagi, kami menggarisbawahi untuk Pasal 101 ini kami lebih mantap kalau bahasanya dinyatakan masih tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan berdasarkan ketentuan dalam undang-undang ini.

Terima kasih Ketua.

KETUA RAPAT:

Juga bisa melaksanakan nanti.

Ya, dan ini sudah ada presedennya, Pak.

F-PD (H. HARRY WITJAKSONO):

Pimpinan,

Enggak mau ditanyakan kepada Ahli Bahasa lagi? Cukup? Nanti terjadi konflik di pengadilan juga akan dipanggil ahli bahasa. Lebih baik didepan saya tanya.

DIRJEN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI:

Di Undang-undang Imigrasi yang baru juga memakai kata atau. Kemudian juga di Undang- undang Cagar Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup kita memuat juga atau. Ini terkait dengan peraturan pelaksanaannya, Pak, jadi bukan perundang-undangan sendiri, tetapi peraturan pelaksanaan itu belum diganti itu dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan peraturan ketentuan dalam undang-undang ini. Ya, peraturan pelaksanaannya.

KETUA TIMUS (H. T.B. SOENMANDJAJA S./F-PKS):

Pak Ketua, Mohon ijin.

Terima kasih.

Saya kira ini penting ya, kita coba agak sedikit masuk gitu kepada Undang-undang yang sudah disahkan yang menggunakan kosakata atau frasa yang kita diskusikan pada sore hari ini. Kalau kami cenderung dapat kiranya tim kita Pak Dirjen, itu melihat undang-undang yang terakhir itu, yang paling akhir itu yang mana diantara undang-undang yang ada ini. Apakah dia itu atau, dan, dan atau, dan sebagainya ya mohon maaf ini. Karena itu mohon dilihat undang-undang penerbitannya tanggal berapa diundangkannya, tanggal dan bulan tahun berapa. Nah itu saya kira produk terakhir itu bagi kami acuan yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan RUU ini. Demikian Ketua, terima kasih. Jadi, tidak usah dibandingkan maksud saya, lihat yang paling akhir saja. Terima kasih.

(11)

KETUA RAPAT:

Sepengetahuan kami Imigrasi ya.

DIRJEN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI:

Imigrasi, Undang-undang No.6 Tahun 2011, kalau saya enggak salah tanggal 5 Mei 2011 ya.

KETUA RAPAT:

2011 ya. Itu bunyinya bagaimana?

DIRJEN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI:

Pada saat undang-undang ini mulai berlaku, peraturan pelaksanaan dari Undang-undang No.9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 No.33 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No.3474 dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan undang-undang ini. Ini terakhir nomor, Undang-undang No.6 Tahun 2011.

KETUA RAPAT:

Ya, sebelum ini, Pak Bukhori dipersilakan.

F-PKS (KH. BUKHORI,LC. MA) : Terima kasih Pimpinan.

Saya kira ketentuan Pasal 101 ini kita erop dulu ya, kita buka. Ada 2, kalau kita menggunakan atau itu ada 2 unsur, 2 substansi. Substansi pertama adalah bahwa pada saat undang-undang ini mulai berlaku, itu semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksana dari undang-undang 10/2004 itu masih dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan, ini satu.

Yang kedua, pada saat undang-undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksana dari Undang-undang No.10/2004 masih dinyatakan tetap berlaku sejauh belum diganti, nah, atau sepanjang belum ada penggantian, belum diganti. Nah yang pertama clear saya kira. Yang kedua adalah bagaimana kalau misalnya, yang belum, peraturan perundang-undangan yang belum diganti tersebut bertentangan dengan undang-undang yang eksis sekarang ini.

F-PD (IGNATIUS MULYONO):

Ya, kan sudah jelas tidak berlaku.

F-PKS (KH. BUKHORI,LC. MA) : Kenapa Pak?

F-PD (IGNATIUS MULYONO):

Itu kan sudah termakan oleh kata-kata sepanjang tidak bertentangan. Kalau itu bertentangan, sudah otomatis mati itu.

F-PKS (KH. BUKHORI,LC. MA) :

Kalau kita mempertahankan Pasal yang ada ini, maka itu akan menimbulkan multitafsir sekurang-kurangnya. Nah, jadi tafsir yang pertama bahwa peraturan perundang-undangan yang

(12)

mengatur atau yang berlaku untuk Undang-undang 10/2004 yang tetap berlaku tadi, ketika bertentangan itu bisa dinyatakan tetap berlaku dan tafsir kedua tidak berlaku. Sehingga bahwa Pasal 101 dengan menggunakan kata-kata atau ini, Pak Mulyono menurut kami, itu justru menimbulkan ketidakpastian hukum, sedangkan didalam kita membuat aturan perundang-undangan itu kata kuncinya harus ada kepastian. Jadi ini saya kira harus didudukkan. Jadi dua erop itu menjadi penting, karena itu alternatif, ya erop itu kan dibuka itu ya. Jadi, Pak Dirjen mohon dipertimbangkan , ini dari sudut pandang kami. Nah, kalau kemudian tadi misalnya dalih kita adalah Undang-undang Keimigrasian, itu saya kira bisa saja memang tingkat kecermatan pada saat itu karena saya sendiri waktu itu juga termasuk Panja Keimigrasian. Memang tidak ada satu perdebatan pada Pasal-Pasal tersebut dan tidak ada pencermatan yang sedemikian rupa. Jadi kalau misalnya, bisa saja didalam undang-undang yang lain, kemudian bisa terkoreksi maknanya, pengertiannya ketika kemudian paling akhir ini kemudian bisa melakukan suatu koreksi dan saya kira kalau itu terjadi, maknanya tidak bertabrakan, tetapi sah-sah saja, demikian yang bisa saya sampaikan.

Terima kasih Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

Pak Rahadi dulu.

KETUA TIMSIN (RAHADI ZAKARIA/F-PDIP):

Jadi begini Pak, ini menarik sekali tentang sepanjang ini. Baik, Bapak dan Ibu sekalian, saya sebenarnya ingin bicara seperti Pak Bukhori jadi memang, kalau dan itu adalah merupakan satu kesatuan, kalau atau itu konotasinya adalah pilihan, misalnya saya dan Pak Deding, sudah satu kesatuan ini, tidak bisa dipisahkan lagi. Tidak bisa bermain, tapi saya atau Pak Deding, ada pilihan. Itu ada pilihan. Jadi, ini supaya denotatif saya kira dan sama-sama mengatasi reichvakum kekosongan hukum, saya kira didenotatifkan saja, jadi bahwa tidak dengan istilah atau, tapi dengan dan. Kalau itu malah banyak menimbulkan penafsiran nanti undang-undang yang, atau peraturan yang sebetulnya sudah mati dan tidak berlaku, ini bisa hidup kembali karena ada atau-nya ini. Itu, jadi kalau menurut saya lebih denotatif Pak, mohon maaf Pak Mul, Pak Jenderal, oh Pak Mul atau ya? Oh hapus, ya hapus.

F-PD (IGNATIUS MULYONO):

Kalau kami enggak ada dan atau, diganti hapus Pak.

KETUA TIMSIN (RAHADI ZAKARIA/F-PDIP):

Ya, kalau menggunakan sebuah kata preposisi atau kata sambung yang memiliki makna yang satu kesatuan, kalau menggunakan preposisi ya, pilihannya menurut hemat saya, yang paling denotatif ya dan, kalau atau itu berarti masih ada pilihan. Nah, pilihan itu saya kira bisa menjadi baik dan juga tidak bisa menjadi baik dan tentunya pada hari ini saya mengapresiasi apa yang dikatakan oleh Pak Bukhori sebagai Pansus atau Panja Imigrasi yang telah melakukan, yang telah sedikit melewati ketidakcermatannya tadi.

Jadi terkoreksilah ini saya kira ini nanti bisa diajukan ke Mahkamah Konstitusi juga itu.

F-PKS (KH. BUKHORI,LC. MA) : Pak,

Itu ada risalah, dicatat loh Pak, hati-hati Pak.

KETUA TIMSIN (RAHADI ZAKARIA/F-PDIP):

Ya, ya. Ya, ini kan pengakuan Bapak tadi. Jadi itu pengakuan Bapak saya kira ya. Saya memberi apresiasi gitu. Jadi, kenapa? Makanya itu undang-undang penting, jangan sampai salah, jangan sampai ini menjadi suatu rujukan, sampai ini menjadi suatu contoh, jangan sampai ini menjadi suatu referensi yang tentunya akan menimbulkan persoalan-persoalan di kemudian hari. Saya kira itu, Pak. Kalau menurut

(13)

hemat saya, setelah saya menimbang-nimbang dari, saya mengikuti perdebatan ini Pak tadi Pak, dari jarak jauh, mengikuti perdebatan, dapat informasi dari jarak jauh, saya mencoba membuka-buka referensi dan sebagainya, nampaknya saya memutuskan pada saat sekarang ini bicara, saya lebih cocok, lebih sreg bukan soal rasa bahasa Pak, itu mengandung suatu penafsiran dan, kalau mau menggunakan preposisi itu, kata sambung itu.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Selanjutnya Pak Harry, kemudian nanti Pak Rindoko.

F-PD (H. HARRY WITJAKSONO):

Maksud saya penting begini Pak Pimpinan, undang-undang ini adalah kalau seandainya sudah jadi, payung atau roh daripada sistem perundang-undangan yang berlaku ini. Saya ini representasi dari Praktisi Hukum. Jadi, banyak konflik-konflik....berangkat dari ketidaktegasan. Saya tadi lihat Pak Mul cukup tegas, nanti kalau bertentangan dengan ini berarti tidak berlaku. Kan jelas. Pada law-nya ini sudah enggak ngapa-ngapain sudah, ah sudah, tandatangan. Nah, tapi kalau ada kalimat masih dibuka dan atau segala macam, saya mewakili Praktisi Hukum akan timbul. Enggak, saya terlepas dari ini akan disetujui oleh kuorum, silakan,enggak apa-apa, cuma saya memberikan gambaran, sayangnya pada waktu itu kita ketika RDPU dengan Persatuan Advokat Indonesia misalnya atau dengan Kadin atau apapun, namun demikian di ujung ini saya hanya mengingatkan, mari kita sama-sama berpikir secara jernih supaya undang-undang ini jangan jadi, benar tadi yang sudah disampaikan Pak Dirjen, ini kan hanya menyangkut peraturan perundang-undangan Pak ya, sorry, Peraturan Pemerintah, ya Pak ya. Pak Dirjen, tadi kan mengatakan ini bisa timbul konflik di...peraturan pelaksanaannya. Justru disitu Pak nanti Pak, konflik di pengadilan itu akan terjadi sekitar peraturan pelaksanaan, Pak. mohon maaf, jadi ini bukan menonjolkan diri, tapi artinya ini pengalaman, experience, sharing, jadi dengan ini kan penuh kebaikan. Kalau memang mau ditunda supaya jernih, kita tunda, tapi kalau enggak, silakan, saya hanya menggambarkan terjadi kemungkinan semacam itu. Dari kalimat Pak Mul itu lebih militer memang..., tapi kecil kemungkinan terjadi suatu konflik.

Terima kasih Pak.

F-PD (IGNATIUS MULYONO):

Lanjut Pak. Saya mencoba untuk sekali lagi menyampaikan, bahwa yang kita bicarakan ini masalah peraturan pelaksanaan. Peraturan pelaksanaan itu, Undang-undang No.10/2004 itu masih tetap berlaku, manakala tidak bertentangan dengan undang-undang ini. Ini mutlak ini. Jadi, kalau sekarang ada tambahan kata-kata atau dan belum diganti, saya akan mulai satu kata, atau belum diganti. Yang belum diganti itu adalah peraturan pelaksanaan itu. Kalau belum diganti, tapi ternyata dia bertentangan ya sebetulnya sudah termakan dengan tidak bertentangan. Sepanjang tidak bertentangan, berarti itu akan hapus demi hukum. Jadi enggak usah ada kata-kata belum diganti, kalau itu dia bertentangan ya, hapus. Belum diganti, kalau dia bertentangan enggak usah dikatakan gitu, sudah dinyatakan didepan, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan , itu berlaku demi hukum. Jadi enggak perlu ada kata-kata atau itu enggak perlu.

Sekarang dan. Dan belum diganti. Apa maksud kata dan belum diganti? Yang kata maksud dan belum diganti itu adalah peraturan pelaksanaan itu. Belum diganti sesuai undang-undang ini, tapi kalau belum diganti itu bertentangan, ya hapus demi hukum. Kalau belum diganti itu, masih tidak bertentangan dengan undang-undang ini, ya tetap berlaku. Jadi, sebetulnya tambahan atau dan belum diganti tidak ada maknanya. Lebih bagus dihapus. Itu menimbulkan malah kurang bagus. Sudahlah dengan kata-kata, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan berdasarkan ketentuan dalam undang-undang ini, cukup begitu. Itu sudah cukup. Jadi soal mau diganti, dan atau diganti, atau belum diganti, enggak ada maknanya. Itu sudah saya sampaikan. Mudah-mudahan bisa ketangkap ini.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Pak Rindoko, setelah Pak Rindoko, Pak Soenman.

(14)

F-P GERINDRA (RINDOKO DAHONO WINGIT, S.H., M.Hum.):

Terima kasih Pimpinan.

Sekali lagi kami menggarisbawahi bahwa sebenarnya kata dan dan kata atau ini kan mencerminkan dalam bahasa hukumnya, tapi ini tidak sesederhana Bahasa Indonesia. Ini sering dipakai dalam legal drafting bahasa-bahasa hukum ya. Kalau atau itu lebih mencerminkan alternatif, a atau b itu atau, kalau dan itu komulatif kedua-duanya. Kalau kita baca Pasal 101 sebenarnya seperti yang disampaikan Pak Mul tadi, saya sependapat bahwa sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan ketentuan undang-undang ini, ini sebenarnya tidak perlu dibedakan. Kedua-duanya bisa saja memperkuat. Kalau misalnya tidak bertentangan, tapi sudah diganti ya tidak ada artinya, atau kalau itu bertentangan tapi sudah diganti juga enggak ada artinya. Jadi, ada beberapa hal yang terkait kata-kata dan atau ini menurut kami, kembali lagi mempertegas pernyataan kami sebelumnya tidak perlu ada kata atau dan kata dan.

Terima kasih Ketua.

KETUA RAPAT:

Silakan Pak Soenman.

Pemerintah?

DIRJEN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI:

Kami melihatnya memang ini penting untuk tidak terjadinya kekosongan hukum, sehingga kata atau belum diganti berdasarkan ketentuan undang-undang ini masih diperlukan. Mungkin dari, Tenaga Ahli kami, Ibu Ariningsih.

TENAGA AHLI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN (ARININGSIH):

Terima kasih Pak Dirjen.

Bapak-Ibu Anggota Panja yang saya hormati,

Kami hanya ingin sedikit memberikan suatu gambaran mengapa rumusan Pasal 101 itu diperlukan. Pasal 101 diperlukan ini seperti tadi disampaikan Bapak Dirjen adalah untuk menghindari adanya suatu kevakuman hukum. Karena kalau ada suatu undang-undang dilakukan pencabutan atau perubahan, itu tidak otomatis peraturan pelaksanaannya itu menjadi tidak berlaku karena ini juga untuk menjaga tadi seperti saya sampaikan adalah jangan ada kevakuman hukum. Pasal 101 itu memang disini ada 2 pilihan. Jadi tidak merupakan suatu komulatif dan disini yang kita perlakukan yang bersifat komulatif tadi adalah peraturan pelaksanaannya dari undang-undang yang bersangkutan. Yang pertama, supaya tidak ada kevakuman hukum tadi. peraturan pelaksanaannya itu masih tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan, kalau tidak bertentangan itu masih berlaku. itu satu pilihan. Yang kedua, itu belum diganti berdasarkan ketentuan undang-undang yang baru. Artinya, misalnya disini ada suatu ketentuan yang tidak sama persis dengan aturan yang baru, itu masih tetap diberlakukan supaya pelayanan-pelayanan hukum yang terjadi yang berdasarkan peraturan yang lama itu tidak menjadi stuck disitu, jadi tetap juga diberlakukan sepanjang itu belum diganti. Jadi memang ini dua hal yang tidak bisa kita jadikan satu dengan komulatif dan, karena ini memang 2 pilihan. Jadi pertama, itu tidak berlaku kalau memang bertentangan, berarti tidak berlaku. Kedua, kalau itu belum diganti berdasarkan yang baru, berarti kemungkinan ada ketentuan-ketentuan yang tidak sama persis dengan ketentuan yang didalam peraturan perundang- undangan yang baru. Kalau ini kita perlakukan dan berlaku, berarti kalau ada ketentuan yang tadinya diatur dalam peraturan pelaksanaan itu menjadi stuck tidak ada dasar hukumnya untuk melakukan suatu tindakan. Jadi ini supaya ada suatu tindakan yang sah sebagai suatu ketentuan tindakan hukum, maka disini diberi dasar hukumnya. Apa dasar hukumnya? Karena memang peraturannya itu belum diganti. Ada kemungkinan persyaratannya antara peraturan yang lama dengan peraturan yang baru itu berbeda, ini untuk menghindari tadi adanya suatu kevakuman hukum. Jadi sangat diperlukan sekali. Kalau ini dan, itu enggak ada pilihan lain, ya memang otomatis itu kalau itu bertentangan untuk diganti, berarti itu, tapi ini memang 2 pilihan Pak dan ini sangat berbahaya sekali kalau kita hilangkan terutama yang terkait dengan peraturan pelaksanaan yang mengatur terkait dengan pelayanan publik. Nanti akan terhenti begitu saja,

(15)

padahal yang tujuannya adalah bagaimana kevakuman hukum itu bisa kita hindari.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Ya, sebentar. Silakan Pak, tadi Pak Soenman juga ini, silakan Pak Mul dulu, kemudian Pak Soenman, Pak Rahadi.

F-PD (IGNATIUS MULYONO):

Pak Ketua,

Justru setelah mendapatkan penjelasan yang disampaikan oleh Ibu menimbulkan suatu hal yang barangkali kami sendiri harus memikirkan, karena terus makna sepanjang tidak bertentangan tidak ada artinya. Karena apa? Ibu masih mewadahi, yang berbeda pun tetap boleh berlaku, sepanjang belum diganti. Nah ini yang, bahwa kita menginginkan bahwa yang satu tadi, bahwa bisa berlaku sepanjang tidak bertentangan. Itu satu. Yang kedua Ibu , sepanjang belum diganti itu masih bisa juga diberlakukan. Lah kita memberikan suatu pertimbangan, kalau itu dipakai yang demikian, berarti yang bertentangan pun sebetulnya masih berlaku sepanjang belum diganti. Nah itu yang sebenarnya kita hindarkan, Ibu. Kalau yang, Ibu memberikan istilah tidak bertentangan berbeda tadi kan Ibu memberikan kata berbeda. Berbeda itu dalam katagori disini kamipun juga kami anggap itu bertentangan. Jadi, kalau itu yang dipakai sebetulnya dua kutub yang bertentangan, dua-duanya kita masukkan. Satu, kita memberlakukan sepanjang tidak bertentangan, dan yang kedua, bisa tetap berlaku sepanjang belum diganti. Lah kalau sepanjang belum diganti itu bertentangan, ya tetap saja harus berlaku, ini yang kontradiktif. Jadi kita tidak bisa mewadahi kata-kata bahwa meskipun berbeda karena supaya tidak ada kevakuman hukum, itu diberlakukan. Lah inilah yang jadinya kita jadi masalah baru lagi. Kita mengatur, tapi membiarkan suatu yang bertentangan berjalan terus. Nah ini yang tidak kena kalau menurut saya, jadi kita harus memilih memang kita memberikan tempat ya sepanjang tidak bertentangan, kalau belum diganti ya enggak apa-apa sepanjang tidak bertentangan Ibu, tapi kalau Ibu tadi mewadahi nanti yang berbeda, nah itu kan namanya bertentangan juga. Jadi kalau saya itu punya risiko tinggi sekali itu nanti, malah itu bisa diambil kesempatan oleh semua pihak bahwa aturan, bahwa tetap berlaku sepanjang belum diganti, itu akan dimanfaatkan itu. Ini saya, kami mempertimbangkan kesana. Jadi rasanya ini perlu kita dalami lebih baik lagi, meskipun sederhana, tapi memiliki potensi bahaya cukup besar.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Tadi sebelum Pak Harry, Pak Soenman, Pak Bukhori ya.

F-PKS (KH. BUKHORI,LC. MA):

Terima kasih Pimpinan.

Sebenarnya mirip seperti apa yang disampaikan yang terhormat Pak Ignatius Mulyono, hanya saya ingin tambahkan, Ibu tadi nampaknya tidak menjawab 2 problematika yang dihadapi ketika kita masih mempertahankan kalimat atau. Problem yang pertama, ketidakpastian hukum, karena itu bisa menimbulkan sekurang-kurangnya multitafsir, kemudian yang kedua, buruknya adalah membiarkan yang menyimpang terus tetap berlaku. saya ingin mengilustrasikan, kalau hal yang menyimpang tersebut itu sekedar misalnya syarat untuk orang bisa mendapatkan SIM misalnya, sederhana, misalnya didalam peraturan yang lama itu mensyaratkan untuk mendapatkan SIM yang penting dia lulus dalam tes nyetirnya, tanpa dibatasi umur dan seterusnya, sehingga yang lama begitu misalnya, sementara yang baru sudah mensyaratkan satu tambah syarat, yaitu umur 17 tahun.Lah ini kan, lah kalau itu berlaku sesuatu yang besar misalnya, terkait dengan masalah pertambangan, kekayaan negara, kekayaan alam, kalau hal- hal yang seperti itu kemudian tidak segera berhenti kan menjadi problem, yang dirugikan bangsa sendiri,rakyat sendiri. Ini gambaran implikasi ketika kemudian sesuatu peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-undang 10 yang dinyatakan belum diganti itu, tetapi

(16)

dia tidak sesuai dengan undang-undang ini, ini misal saja, saya tidak mendapatkan sesuatu yang konkrit berkenaan dengan Pasal-Pasal ini, tetapi betapa menurut saya bahayanya membiarkan sesuatu yang bertentangan terus berjalan itu jauh lebih berbahaya ketimbang kita menghentikan sesuatu yang bertentangan mengakibatkan berhentinya suatu aktifitas. Karena kalau kemudian yang tersebut itu menahan untuk tidak berbuat, tidak adanya atau mengakibatkan tertahannya suatu perbuatan, tertundanya suatu aktifitas, kalau didalam pelayanan publik akhirnya tertunda, tetapi kalau misalnya dengan adanya atau tadi, menimbulkan implikasi-implikasi yang sangat luas, nah oleh karena itu saya masih tetap memandang bahwa memasukkan kalimat atau pada Pasal 101 sebagaimana yang dibaca berkali-kali itu, justru menimbulkan ketidakpastian hukum dan cenderung menimbulkan suatu bahaya kedepan, karena itu usulan konkrit saya, saya justru lebih setuju apa yang disampaikan Pak Mul tadi yaitu dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan undang-undang ini, atau berdasarkan ketentuan undang-undang ini. Ya, dan dan atau dan anak kalimatnya juga dihilangkan.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Pak Bukhori.

Jadi sebetulnya teman-teman dari mulai Pak Mulyono semua sepakat bahwa sebetulnya kenapa kita membuat undang-undang ini, tentu ada maksud dan tujuan. Jadi selain tadi mengisi...suatu kepastian, tetapi juga ketaatan dan kemanfaatan begitu kan. Tentu ini ada rambu-rambunya termasuk apa yang diilustrasikan sebagai suatu masalah dengan membuka ruang dengan kata atau itu. Jadi bukan sekedar reich mater, tetapi dulmater-nya ini gimana tujuannya. Ya, jadi yang mater-mater begitu.

Nah, sehingga menurut saya ini dengan rumusan baru, dengan menghilangkan kata dan atau dan seterusnya ini, ini lebih netral begitu dan kalau tadi problemnya seperti yang disampaikan Ibu ini di tingkat pelaksanaan, tapi kan ada semangat, Ibu, sebetulnya, mestinya dibalik logikanya, bahwa semua peraturan pelaksanaan ini harus menyesuaikan dengan undang-undang ini, begitu kan. Jadi ada upaya begitu. Dan kalau memang masih ada peraturan pelaksanaan ini, bisa dijalankan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan ini, itu sudah terkunci disitu. Baik, silakan, ada tambahan sebelum kita putuskan.

F-PD (H. HARRY WITJAKSONO):

Sebelum diputuskan, saya tadi tertarik dengan kalimat Ibu, kalau ini enggak dimasukkan, akan terjadi pelayanan publik yang terhenti. Apa ini maksudnya, tadi Ibu menggarisbawahi bahwa ini sangat bahaya sekali. Justru kalau saya logika hukum saya, apabila tidak bertentangan, maka dia tidak berlaku selesai sudah. Tadi, apa Ibu tadi mengatakan kan, akan menjadi suatu bahaya yang. Saya ingin begini, logika hukum yang sederhana saja, kalau sepanjang tidak bertentangan berarti clear, selesai kan. Saya pikir begini, saya hanya berpikir undang-undang ini agak berbeda dengan undang-undang lain, Undang- undang Imigrasi kek, Undang-undang Pencucian Uang kek, dalam arti gini, ini payung nanti kan, ini akan menjadi panutan dari semua undang-undang yang kita buat. Ini sebenarnya jangan main-main ini. Ini berarti Pimpinan Pansus ini prestisius sekali ini kalau bisa menyelesaikan ini. Maksud saya, Pimpinan Pansus dan Pansus semua kalau bisa menyelesaikan undang-undang ini dengan baik dan jernih dan aplikatif, tapi kalau nanti undang-undang ini dalam pelaksanaannya kembali seperti yang lama, enggak ada hal yang baru. Nanti para ahli hukum akan membicarakan ini loh, suatu saat Pak Deding, Pak Zakaria, Pak Soenmandjaja sebagai Pimpinan akan diwawancara di publik, bagaimana suasana pembicaraan pada waktu itu. Saya sendiri sudah lambat menerima ini kenyataan ini ketika Undang-undang Pencucian Uang dilahirkan, kurang lebih sebulan setelah itu undangan bertubi-tubi. Kita enggak bisa kosong, Pak. Kita harus objektif Pak, kita menceritakan konflik publiknya, kita harus ...politiknya, kita enggak bisa ngomong sebagai PKS, sebagai Demokrat, kita ngomong sebagai Pimpinan. Nah, maksud saya, mari Pak Pimpinan dan juga pemerintah sama-sama berpikir solutifnya gimana sih, kalau tadi yang Ibu anggap bahaya, bisa enggak Ibu gambarkan contoh bahaya itu apa misalnya, sehingga itu menjadi bahaya yang sangat dramatis, apa itu. Jadi saya mau menggambarkan, saya mau mengajak kita semua, termasuk diri saya, bahwa undang-undang ini sangat prestisius, penting dan sangat mulia, kalau mau dibilang, karena ini kan menjadi rujukan semua undang-undang. Mau bikin undang-undang apa nanti habis ini? Mau undang- undang, mau bikin undang-undang tentang hal yang baru, merujuk kesini, semua. Jadi nanti itu akan sering disebut undang-undang ini. Maksud saya Ibu, dan para Pimpinan dan pemerintah, mari kita sama-sama mencari solusi, kira-kira kalau dianggap bahaya, bahaya sampai dimana, sehingga kita bisa memecahkan,

(17)

kalau itu belum terlalu bahaya masih bisa kita pecahkan. Tadi saya tertarik dengan Pak Deding bilang, itu kan masih bisa dicari jalan keluar. Kalau saya lebih sependapat dengan Pimpinan, tapi kalau kita masih mau diskusi lebih mendalam, ayo kita diskusi, kalau perlu ditunda saja undang-undang ini jangan besok, daripada kita salah, nah makanya Pak Ciptonya enggak ada, Pak Ciptonya enggak muncul sekarang.

Terima kasih.

Saya hanya mengajak sama-sama Pak, mari kita sama-sama, tidak ada bermaksud berpretensi satu sama lain. Kita cari undang-undang yang sangat aplikatif dan tadi apa dulmater.

F-P GERINDRA (RINDOKO DAHONO WINGIT, S.H., M.Hum.):

Ketua,

Sebelum diputuskan, Ketua.

Terima kasih.

Memang sebenarnya sejak lama kami memang berkeinginan untuk misalnya didalam Pansus- Pansus seperti ini utamanya di Badan Legislasi mendatangkan salah satu pakar yang sudah teruji yaitu Prof. Benarji Darta, Pak. Jadi beliau ini yang paham tentang bahasa hukum bagaimana ada funbrooking dalam bukunya tentang hukum normatif itu selalu membahas masalah bahasa dan kata-kata didalam hukum. Supaya kita tidak keliru misalnya, dalam waktu yang akan datang, bukan saya mempromosikan, tapi yang di Indonesia diakui ya beliau, Prof. Benarji dengan Prof. dari Airlangga, Philipus John, tapi disertasi Prof. Ben ini lebih anu pada sini. Jadi, kami mungkin agak merinci sedikit Pimpinan, bahwa, KETUA RAPAT:

Bisa disampaikan pendapat Profesornya Bapak?

F-P GERINDRA (RINDOKO DAHONO WINGIT, S.H., M.Hum.):

Jadi kebetulan sebenarnya, kalau kami melihat dalam Pasal 101 ini, kata dan dan kata atau ini sudah disampaikan oleh beberapa pembicara sebelumnya itu mengandung pemahaman tentang alternatif dan komulatif, itu yang pertama. Kemudian ada beberapa kemungkinan yang bisa terjadi pada kata dan dan atau, yang pertama misalnya, A. Peraturan perundang-undangan itu berlaku apabila, satu, tidak bertentangan, dan dua, belum diganti. Ini logika hukumnya saja. Kemudian kedua, dinyatakan tidak berlaku yang pertama, apabila bertentangan dan kedua sudah diganti, berarti tidak berlaku, tapi ada 3 kemungkinan lagi dibawahnya yang pertama, dianggap tidak berlaku apabila bertentangan dan belum diganti, yang pertama, dan kedua tidak bertentangan, tetapi sudah diganti dan yang ketiga bertentangan tapi belum diganti, itu ketiga-tiganya tidak berlaku. Jadi sebenarnya bahasa-bahasa seperti ini juga harus dipahami oleh legal drafter misalnya, sekali waktu mendatangkanlah di Badan Legislasi Prof. Benarji Darta ini bagaimana bisa memberikan pencerahan kepada kita supaya tidak terjebak lagi kepada permasalahan-permasalahan yang ada dalam tata bahasa, khususnya bahasa hukum, karena ini sudah diakui tidak hanya di Indonesia saja, tapi secara internasional bukunya Prof.

funbrooking ini, kemudian Prof. Benarji Darta membuat disertasi lagi yang memperkuat tentang hukum normatif seperti ini khususnya dalam memperjelas bahasa-bahasa hukum.

Terima kasih Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Dr. Rindoko.

Silakan Ibu Nurul tadi.

F-PG (NURUL ARIFIN, S.Ip., M.Si):

Terima kasih Ketua.

Saya cuma tergelitik dengan penjelasan Ibu tadi. Justru penjelasan Ibu itu menimbulkan satu pertanyaan, Ibu. Saya justru ingin dijelaskan sesuatu yang tersembunyi itu, yang kita tidak tahu, tapi Ibu tahu bahwa itu akan berbahaya, seperti tadi Pak Harry, my lovely friend, yang Ibu bilang akan berbahaya karena jika tidak ada peraturan dalam public service itu loh Ibu. Jadi itu kan justru menimbulkan pertanyaan

(18)

disini, ada apa sih sebetulnya yang kita enggak tahu gitu.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Pak Rahadi, sebelum Ibu dan Pak Dirjen memberikan respons.

KETUA TIMSIN (RAHADI ZAKARIA/F-PDIP):

Menyambung dengan Ibu Nurul atau Teh Nurul, karena orang Sunda panggilnya Teh Nurul. Ya, jadi gini Ibu, tadi Ibu menyampaikan kalau ini tidak ada, itu akan terjadi recht vakum dalam pelayanan publik.

Saya ingin minta contoh, salah satu contoh yang kalau ini menyangkut pelayanan publik kalau ini, atau ini ditinggalkan, dihilangkan akan terjadi recht vakum. Saya juga ingin memberikan contoh, misalnya ada undang-undang yang memang sengaja ini untuk mengurangi kerugian negara misalnya masalah kehutanan dan lain sebagainya, muncul undang-undang itu, yang tidak boleh melakukan penebangan semena-mena antara lain. Kemudian ada PP masih memberi peluang. Wong PP-nya masih ini, masih bisa dijalankan kok, walaupun undang-undangnya seperti itu, walaupun itu bertentangan misalnya, ya Ibu ya, tapi ada sisi-sisi lain yang bisa dikatakan untuk, dikatakan tidak bertentangan. Nah ini saya ingin minta satu contoh kasus yang Ibu paparkan tadi, itu akan bisa mengganggu dalam unsur-unsur undang-undang atau PP yang berkaitan dengan pelayanan publik, tapi saya kira kalau umpamanya bertentangan juga ya sudah tidak bisa lagi untuk dilaksanakan. Sebagai contoh Ibu, ini contoh konkrit, di kita dulu tinggal di Perumahan Komplek DPRD Cimahi, Anggota DPRD. Itu sebelum keluar Undang-undang 32/2004 yang mensyaratkan bahwa Anggota DPRD Provinsi harus tinggal berdomisili di Ibukota Provinsi. Nah, kita tinggal diluar Ibukota, di Cimahi, dengan Pak Deding, bertetangga dengan Pak Deding dulu ini. Ini enggak boleh Pak, enggak boleh di itu, tapi pemerintah mencoba mencari peluang. Nah ini anehnya Ibu, pemerintah mencari peluang, boleh tinggal disitu, walaupun undang-undangnya mengatakan seperti itu, tapi Peraturan Pemerintahnya masih memungkinkan Bapak untuk tinggal disitu, tapi kita tetap berjuang, bahwa yang namanya undang-undang itu tidak berlaku surut. Undang-undang 10 ini menyilakan, atau memperbolehkan tinggal disitu. Akhirnya berkat teman-teman masih terus, akhirnya kita keluar dari komplek perumahan itu yang dibiayai cukup banyak ya, cukup besar dengan Pak Nuryana ya, tetap keluar kita enggak tinggal disana lagi Pak. SSekarang enggak ada lagi dan itu dijadikan aset Pemda. Itu jadi kira-kira Ibu. Memang ada upaya-upaya yang untuk menyiasati undang-undang dengan perundang-undangan agar pemerintah tidak terlalu banyak mengeluarkan biaya, tetapi satu pihak sebenarnya ada kerugian yang ditimbulkan oleh perundangan yang dikatakan misalnya untuk pelayanan publik dan sebagainya seperti contoh kasusnya seperti itu Bu. Jadi saya ingin minta, ini saya menemukan fakta seperti itu, apakah itu di Undang-undang Kehutanan, apakah itu di undang-undang ini, ada kasus-kasus seperti itu yang disiasati Peraturan Pemerintah, itu seakan-akan, oh ini tidak bertentangan kok, PP-nya masih dimungkinkan digunakan sebelum ada Peraturan Pemerintah yang muncul. Kira-kira saya ingin minta contoh kasus itu Bu, saya sudah memaparkan kasus ini untuk bandingan untuk mengambil suatu kesimpulan.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Jadi sebelum Ibu nanti merespons apa yang Ibu Nurul dan Pak Rahadi, jadi ini sudah pukul 17 lebih 45 menit, jadi barangkali ini putaran terakhir setelah penjelasan hanya ada 2 opsi begitu. Pertama, kembali kepada Rapat Kerja, karena Rapat Kerja sudah memutuskan draft DPR yaitu dan, komulatif, atau netral sebagaimana aspirasi yang berkembang terakhir ini yaitu sampai titik tidak bertentangan dengan ketentuan yang berdasarkan dalam undang-undang ini begitu.

Terima kasih.

TENAGA AHLI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN (ARININGSIH):

Terima kasih atas ijin yang diberikan Pak Dirjen.

Tentunya yang perlu kita pahami bahwa didalam pembuatan suatu peraturan perundang- undangan itu tidak terlepas dari politik hukum. Politik hukum siapa, politik hukum si pembentuk. Yang pertama itu, yang kedua, sebenarnya kita didalam membuat suatu peraturan, khususnya didalam Undang- undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ini, seperti tadi kami sampaikan, tidak ada

(19)

sama sekali hal yang disembunyikan, Ibu Nurul, tidak ada suatu hal yang disembunyikan, apalagi saya tidak punya kepentingan terhadap usaha-usaha yang terkait dengan pelayanan publik, tidak punya interest sama sekali kesitu. Jadi, tidak ada satu hal yang disembunyikan. Hanya saja, yang perlu kita pahami rumusan didalam Pasal 101 ini sebenarnya seperti tadi dikemukakan oleh Bapak Anggota Dewan yang terhormat juga, adalah untuk menjaga jangan sampai ada suatu kevakuman hukum, atau suatu recht vakum tadi. Artinya kita disini, peraturan pelaksanaan yang dibuat itu tentunya adalah untuk mengatur hal- hal yang ada didalam undang-undang bagaimana ini bisa dijalankan sebagaimana mestinya seperti fungsi daripada Peraturan Pemerintah misalnya. Jangan ada suatu hal-hal yang sudah diatur didalam undang- undang kemudian peraturan pelaksanaannya tidak ada, sehingga menjadi suatu hal yang terhenti disini.

Peraturan pelaksanaan yang di, atau didalam Pasal 101 ini adalah peraturan pelaksanaan yang sudah ada, kalau toh ada undang-undang yang baru, tentunya tidak serta merta ada peraturan pelaksanaannya, berarti kita bagaimana untuk status dari peraturan-peraturan yang lama ini yang bagaimana yang tadinya untuk melaksanakan suatu hal yang sama, seperti halnya disini didalam Undang-undang yang kita buat ini dulu pernah didalam Undang-undang No.10/2004 itu ada 3 Peraturan Presiden pada waktu itu yang mengatur mengenai masalah tata cara Prolegnas ya Pak ya, mengenai tata cara penyusunan RUU dan tata cara pengundangan. Kemudian didalam undang-undang ini ada sedikit perubahan, seperti siapa antara lain yang menyebarluaskan dan seterusnya. Artinya terjadi perbedaan yang diatur didalam Undang- undang No.10 dengan undang-undang disini, terjadi perbedaan begitu. Nah kalau ini kemudian dinyatakan kemudian sama sekali juga menjadi tidak berlaku, karena itu dianggap bertentangan, kemudian bagaimana ini pelaksanaan terhenti begitu saja. Jadi apakah ini kita biarkan terhenti begitu saja, ah nunggu peraturannya yang baru belum ada, kan tentunya harus dicarikan jalan keluar agar hal-hal yang dulu diamanahkan oleh undang-undang yang lama tidak berhenti begitu saja, ada jalan keluarnya. Jadi sekali lagi, sebetulnya tidak ada suatu hal yang disembunyikan. Disini hanya untuk mengatasi bagaimana supaya tidak ada suatu kevakuman terjadinya perubahan daripada suatu peraturan. Jadi kemudian salah satu contoh tadi, yang saya kemukakan ada perbedaan yang diatur didalam Undang-undang No.10 dengan Undang-undang yang akan kita keluarkan disini. Jadi kembali lagi sekarang kepada politik hukum dari pembentuk perundang-undangan yang sekarang itu maunya akan memberikan suatu jalan kepada kevakuman hukum atau memberikan suatu penegasan seperti yang diatur sekarang. Itu tergantung kepada politik hukum pembentuk sekarang. Oleh karena itu, kami juga tidak bisa mengatakan,oh ini harus begini, harus begini, karena yang punya kewenangan adalah Bapak-Ibu sekalian, yang punya kewenangan untuk membentuk itu. Nah kalau politik hukumnya akan memberikan suatu jalan jangan sampai terjadi suatu kevakuman hukumnya, bagaimana kita memikirkan untuk itu supaya seperti hal-hal yang diatur tadi tidak terhenti begitu saja dengan adanya perbedaan pengaturan. Saya kira itu yang bisa kami jelaskan. Mungkin Pak Syafrullah sebagai ini mungkin bisa menambahkan apa yang saya sampaikan.

Terima kasih.

DIRJEN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI:

Ijin sedikit Pak, karena didalam praktek yang akan kami hadapi ini karena dengan undang-undang yang baru ini, kemudian peraturan pelaksanaan Undang-undang 10/2004 dulu ada 3 Peraturan Presiden ini tidak lagi simulasi, tapi prakteknya akan terjadi ini.

Silakan Pak Direktur Perundangan.

DIREKTUR PERUNDANG-UNDANGAN (SAMSUL):

Terima kasih Pak Dirjen, Bapak-Bapak, Ibu Anggota Panja yang kami hormati.

Saya ambil salah satu contoh sederhana bagaimana perbedaan antara Undang-undang 10/2004 dengan Rancangan Undang-Undang P3 yang baru,yaitu mengenai masalah pengundangan. Kalau yang lama, peraturan perundang-undangan yang diundangkan dalam Lembaran Negara itu adalah Undang- undang Perpu, Peraturan Pemerintah, lalu Peraturan Presiden. Peraturan Presiden untuk yang lama itu yang diundangkan hanya mengenai pengesahan perjanjian antara Negara Republik Indonesia dan negara lain atau badan internasional dan pernyataan keadaan bahaya jika itu dinyatakan dengan Peraturan Presiden. Sedangkan didalam undang-undang yang baru tidak ada lagi itu, asalkan dia Peraturan Presiden

(20)

maka harus diundangkan. Ini kan berarti tata kerja yang ada pada Sekab begitu undang-undang ini berlaku, itu harus dirubah dan besok begitu ini berlaku kalau andaikata ada Peraturan Presiden, mereka harus mengundangkan. Nah, ini menurut hemat kami akan sedikit terjadi kesukaran pada Sekneg atau Sekab maksud saya jika andaikata undang-undang ini harus segera berlaku. Saya ambil contoh Pak, ketika ada perintah dari Undang-undang 10/2004 bahwa pengundangan itu beralih dari Sekneg kepada Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang hukum, itu Undang-undang tahun 2004, efektifnya baru tahun 2007, Pak. Jadi ada masa perantaraan yang mesti harus kita pikirkan, padahal di undang- undang tidak ada ketentuan yang memberikan tenggang waktu seperti itu. Nah, oleh karena itu yang lama itu masih karena belum diganti dengan yang baru, maka masih tetap tidak dapat kita salahkan Sekneg yang belum menjalankan perintah dari Undang-undang 10/2004. Menurut saya, disinilah salah satu contoh yang kami lihat bahwa belum diganti itu memang penting, karena kalau tidak, nanti Ibu Ning tadi sudah katakan, akan terjadi kesulitan yang dialami oleh pemerintah.

Contoh kedua, mengenai tadi Ibu Ning katakan penyebarluasan. Sekarang ini, pemerintah kan melakukan sosialisasi terhadap berbagai undang-undang yang sudah ada. Menurut undang-undang yang baru nanti itu harus bersama dengan DPR. Nah ini kan akan membawa nanti konsekuensi pemerintah harus membuat lagi rencana bagaimana sosialisasi diadakan bersama dengan DPR. Kalau enggak, nanti perbuatan pemerintah sendiri melakukan sosialisasi terhadap undang-undang itu nanti bisa bertentangan dengan Undang-undang P3. Jadi, itulah menurut hemat kami karena peraturan pelaksanaan dari masalah pengundangan berdasarkan Undang-undang 10/2004 itu ada pada Peraturan Presiden, ada pada Peraturan Menteri, maka sambil menunggu ini semuanya diganti, maka itu harus tetap dijalankan sebagaimana biasa, kalau enggak nanti, semua perbuatan itu dianggap bertentangan dengan Undang- undang P3 yang baru. Nah ini mungkin maknanya yang disebut tadi belum diganti itu. Itu Pak, barangkali sedikit penjelasan yang kami lihat dari apa yang mungkin terjadi dengan berlaku enggak usah undang- undang lain, tapi Undang-undang 10 sendiri nanti konsekuensinya bagi kami itu akan sangat banyak.

Saya ambil lagi contoh Pak, yang akan besar nanti sebuah konsekuensi yang harus kita pikirkan dari segi beban Kementerian Hukum dan HAM, bahwa nanti penerjemahan peraturan perundang- undangan dari bahasa asing itu menjadi tanggung jawab dari Menteri Hukum dan HAM, sedangkan kita pada saat undang-undang ini berlaku, belum bisa seketika begitu, belum lagi nanti pengawasan terhadap berbagai penerbitan undang-undang yang menjadi bagian dari tugas yang dibebankan oleh Undang- undang P3 kepada Menteri Hukum dan HAM. Jadi, hal-hal yang semacam itu menurut kami memang mestinya harus tetap berlaku sebelum diganti berbagai peraturan yang sudah ada.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Ya, terima kasih Pak Dirjen, Ibu dan Pak Direktur ya.

Silakan Pak Mul, kemudian nanti Pak Soenman.

F-PD (IGNATIUS MULYONO):

Ketua,

Mengikuti penjelasan ini kami kira semakin jelas. Semakin jelasnya itu apa, memuat kata belum diganti itu memiliki dua konsekuensi yang cukup mengkhawatirkan. Satu, kita tidak ada batasan kapan akan diganti, dan kalau itu bertentangan itu bahwa sepanjang masa kalau tidak diganti tetap berlaku, padahal kita sudah menuliskan diatas, sepanjang tidak bertentangan. Jadi kan tidak ada artinya tulisan kata-kata sepanjang tidak bertentangan ditetapkan berlaku terus menerus karena belum diganti. Karena juga tidak ada ketentuan kapan rencananya belum diganti itu menjadi diganti, satu. Yang kedua, saya melihat bahwa apa yang dicontohkan sebetulnya belum memberikan suatu gambaran tingkat tidak bertentangan itu, makna kata tidak bertentangan itu, tadi contohnya belum nampak. Contohnya kalau yang bertentangan itu umpama saja, produk-produk yang memang betul-betul yang sekarang kita atur itu dan yang masih berjalan itu betul-betul tumburan itu, bertentangan itu tumburan, kalau yang dicontohkan tadi, yang kemarin itu berjalannya kayak begini mestinya berjalan sekarang dilengkapi kayak begini, itu belum kata bertentangan itu, bertentangan itu. Jadi, contohnya tadi itu, itu dijalankan juga belum masih dalam kategori tidak bertentangan. Kalau bertentangan itu, kita jalan dari timur, Bapak

(21)

jalan dari barat, tumburan di tengah itu bertentangan. Jadi, saya minta masalah kata tidak bertentangan itu juga didalami dengan seksama maksud saya gitu, sehingga contohnya itu bisa betul-betul bisa clear gitulah. Ini yang saya harapkan dan kalau memang itu kita menempatkan kata bertentangan, tidak bertentangan itu menjadi satu tolak ukur, maka sebetulnya kata belum diganti dan sebagainya itu hilang maknanya. Apakah mau kata atau, atau kata dan itu sebenarnya maknanya enggak ada lagi, karena semua yang memang dibolehkan jalan sebelum diganti, kalau enggak bertentangan, jalan saja. Tetapi manakala yang belum diganti itu bertentangan, ya sejak saat itu enggak boleh dipakai. Lah bagaimana cara mengatasinya? Nah ini yang sekarang jangan sampai terjadi kekosongan hukum itu, bukan berarti yang bertentangan itu dibolehkan terus, itu kan berarti kan menambah permasalahan itu Pak. Ini sesuatu pengkeliruan yang dibiarkan terus menerus kan akhirnya itu kurang tepatnya juga disitu. Jadi, kalau kami masukkan yang belum diganti itu tetap dimasukkan, itu mempunyai implikasi yang luas sekali Pak. Ini kalau menurut hemat kami justru kurang memberikan kepastian hukumlah.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Pak Mulyono.

Silakan Pak Soenmandjaja.

KETUA TIMUS (H. T.B. SOENMANDJAJA S./F-PKS):

Terima kasih Ketua.

Jadi yang pertama, mengingatkan soal waktu ini ya, disamping memang Maghrib juga pukul 18.

Yang kedua, ini memang soal arah politik hukum kita seperti yang Ibu sampaikan tadi. Dengan tetap menghormati pengalaman, praktek ya, yang selama ini terselenggara di pemerintahan, mungkin kita bisa berusaha mencoba satu pendekatan-pendekatan lain, Ibu dan Bapak sekalian. Jadi kalau misalnya kita terfokus pada rancangan Pasal 101, memang ada kekhawatiran seakan-akan ini pemerintah harus serta merta mengganti segala aturan pelaksanaannya, tetapi kalau kita masuk misalnya, lanjut ke rancangan Pasal 103, dikatakan disana bahwa peraturan pelaksanaan dari undang-undang ini, harus ditetapkan paling lama 1 tahun terhitung sejak undang-undang ini diundangkan. Dengan demikian, kekhawatiran- kekhawatiran tidak mesti terjadi semestinya. Karena ada kemungkinan peraturan pelaksanaan yang ada itu memang berlawanan, bertentangan atau memang masih bisa dipergunakan karena sesuai atau perlu diadakan yang baru. Nah 3 hal ini saya kira terbuka peluangnya pada rancangan Pasal 103 itu. Dengan demikian, kami coba konsisten Ibu dan Bapak sekalian, mengingatkan kepada Putusan Rapat Kerja kita.

Jadi kalau misalnya kita tidak bisa menyelesaikan, Pak Dirjen dalam forum ini, kami kira mari kita buat alternatif, karena yang pertama putusan Rapat Kerja tidak bisa dibatalkan oleh putusan Panja, itu yang pertama. Yang kedua, kalau pemerintah mempunyai alternatif baru dan kemudian Panja juga sepakat untuk merumuskan alternatif itu dan sepakat untuk dibawa ke forum berikutnya, yakni ke Rapat Kerja di Pansus nanti, saya kira itu memungkinkan, disitulah nanti kita kembali membuka lembaran-lembaran argumentasi yang sudah kita sampaikan. Pertama, forumnya dia berwenang memang untuk itu, forum Rapat Kerja atau Pansus dan yang kedua, juga memang, enggak Pak, saya kira tidak usah diundur Panja ini, kalau memang kalau memang sepakat, dibawa saja ke Pansus dengan alternatif, begitu, demikian dan kami juga masih melihat, Pak Ketua, mohon maaf saya punya catatan-catatan dalam rancangan penjelasan ini. Demikian. Saya bukan berarti tidak yakin pada apa yang sudah kita kerjakan, tapi memang ada saja kelihatannya oleh kita beberapa catatan yang berkenaan dengan rancangan penjelasan. Karena itu, kami sekali lagi berharap, mari kita selesaikan, tapi jangan terburu-buru. Undang-undang 10 itu masih efektif berlaku, masih bisa digunakan dan Belanda masih jauh, Pak. Masih jauh, Jepang jauh juga. Saya Bogor yang dekat saja enggak bisa pulang-pulang Pak, Bogor dekat itu, tadi malam tidur di ruang kerja.

Jadi begini, jadi maksud saya begini, kita bawa saja Pak ke forum berikutnya, ke Rapat Kerja atau Pansus nanti dengan alternatif ya, dan yang kedua, kami juga agak ekstrim Pak Ketua Panja, mohon maaf, untuk setiap Anggota mau baca itu penjelasan, baca itu lampiran, jangan terima jadi, gitu. Bukan soal honor atau apa ini, ini soal tanggung jawab, soal bernegara. Jadi kalau kita belum baca ini, kita tanya sekarang Anggota, siapa Anggota Pansus yang belum baca? Suruh baca, itu. Jangan ada persetujuan malam nanti, suruh baca dulu, baru dia paraf bahwa dia sudah baca semuanya, kalau belum jangan. Ini kita bernegara, ini kok jadi kayak main kampungan begitu. Saya kira ini mohon diperhatikan begitu. Saya kira ini catatan dari kami.

(22)

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

Jadi Ketua Timus dan Timsin ini, Timsin gabungan ini, betul pertama memang ini penting ya. Jadi kita sepakat, ini semua sepakat, Pimpinan, Anggota, Pak Dirjen dan Bapak Ibu semua, bahwa ini penting sekali. Ini kalau dulu ada istilah umbrella law,gitu ya , payung hukum ini betul-betul ini, jadi induknya ya.

Jadi, karena ini belum putus, Pak Dirjen, jadi kalau kemarin itu menyisakan satu poin ya menyangkut penjelasan Pasal 12 yang sudah dikoreksi dan ditambah dimaknai Pak Bukhori ini dan kita sepakati, nah sekarang menyisakan justru Pasal 101. Karena memang keputusannya keputusan Rapat Kerja, Pak. Nah, Keputusan Rapat Kerja, tentu kalau ada perubahan harus di tingkat Rapat Kerja, di tingkat Pansus nanti.

Jadi itu ya,sebentar sebelum pemerintah merespons, Pak, silakan ada. Sudah lewat waktu.

KETUA TIMSIN (RAHADI ZAKARIA/F-PDIP):

Terima kasih.

Beberapa kali peristiwa yang saya, KETUA RAPAT:

Kita perpanjang dulu ya, perpanjang 10 menit ya?

(RAPAT:SETUJU) KETUA TIMUS (RAHADI ZAKARIA/F-PDIP):

Dalam beberapa kali peristiwa, sepanjang kita membahas Pasal atau materi-materi yang cukup alot dan dari pihak pemerintah yang dalam hal ini Pak Dirjen itu tidak selalu bergeming, bergeming tidak pernah bergeser, luar biasa ini Pak Dirjen saya. Tentunya seperti yang sudah-sudah, seperti yang sudah- sudah, mulai dari Perpu, mulai dari Pasal kemarin, mulai ini, Pak Dirjen luar biasa, seperti batu karang susah untuk diterjang, wah saya luar biasa apresiasinya, tetapi manakala nanti kita bertemu dengan Bapak Menteri, lobby dengan Bapak Menteri, itu batu karang luluh kembali, dan jadilah kompromi-kompromi itu.

Saya kira itu, menurut saran saya dibawa ke Rapat Kerja, terus nanti kita perlu mencoba berbicara dengan Pak Menteri lagi, saya kira selesai, clear saya kira nanti. Ya, sebentar lagi, kan Pak Menteri datang nanti, 19.30 WIB. Jadi, tinggal 1 item ini saja saya kira.

Terima kasih.

F-PD (IGNATIUS MULYONO):

Ketua,

Begini Pak Dirjen, menurut saya ya, masak kita semua ini yang sudah sangat banyak mendapatkan pandangan-pandangan cara berpikir Pak Menteri dan enggak bisa nangkap-nangkap kan, ini mestinya, terus Pak Menteri itu selalu saja kalau pulang dari sini, apa gitu saja harus nunggu saya? Apa ini enggak bisa kita putuskan, ini hanya gitu saja, ya kan? Hanya saja, Pak, Bapak tolonglah ini dipahami betul, bahwa makna kata-kata sepanjang tidak bertentangan itu maknanya sangat-sangat luas sekali Pak.

Bapaklah yang akan menilai ini peraturan pelaksanaan ini bertentangan apa tidak. Yang menentukan kan Bapak, bukan kita disini. Jadi, untuk mengganti kata-kata Bapak belum diganti apa, itu sebetulnya beradanya di tangan Bapak dengan kata-kata sepanjang tidak bertentangan itu. Jadi enggak usah disitu dituliskan disitu menimbulkan multitafsir, itu dihapus saja. Ini jauh lebih memberikan satu tempat yang lebih luas, kepada Bapak untuk memberikan penilaian sesuatu ini, ini bertentangan apa tidak. Jadi, supaya Bapak tidak terbentur dengan kata-kata yang kalau Bapak masukkan atau, atau dan belum diganti itu menimbulkan interpretasi yang kurang bagus dan tadi kalau saya tangkap secara hati-hati itu,sebenarnya pemerintah itu sudah menyerahkan kepada DPR sebagai kebijakan politik dan memang yang menentukan

(23)

pembentukan undang-undang adalah DPR, bukan kita mengabaikan dari pandangan pemerintah.

Pandangan pemerintah itu memang harus kita pertimbangkan dengan secara baik-baik, tapi kalau sudah menyerahkan begitu, jangan dibikin balik sana lagi gitu loh. Ini saya jadi, kapan rampungnya ini bolak-balik ini. Ini kan tidak main voli, bolak-balikkan gitu kan. Rasanya ini bisa kita tentukan sekaranglah, itu saja.

KETUA RAPAT:

Jadi, jangan sampai merengut gitu, Pak Dirjennya nanti. Baik, jadi tadi kan sebetulnya dikembalikan kepada kami ya, dalam konteks politik hukum. Politik hukum kita adalah penegasan, ketaatan, kepastian, tujuan kejelasan tertib regulasi begitu, semangat untuk selalu menyesuaikan dengan undang-undang baru, kan begitu Pak, bahkan sebelumnya dalam Rapat Kerja itu dan tapi moderat sebetulnya, betul kata Pak Mul tadi, dengan menghilangkan dan atau seterusnya itu, tapi dikunci tidak bertentangan ini sebetulnya makna tidak bertentangan itu eksekutif yang ininya, begitu. Jadi jangan terlalu khawatir sebetulnya, jadi pelaksanaan tidak terkendala sebetulnya Pak. Makanya saya lebih netral disitu.

Nah, karena ini kita sudah sepakati, tentu ini kesepakatan Panja untuk dibawa nanti diputuskan tetap di Rapat Kerja begitu ya, karena ini keputusan Rapat Kerja. Ya, baik.

KETUA PANSUS (SUTJIPTO, S.H., M.Kn./F-PD):

Ya, terima kasih Pak Ketua Panja, para Anggota Panja dan Pak Dirjen bersama jajarannya. Mohon maaf saya terlambat, tadi ada penugasan, ada gelar perkara di BPHN jadi sesuai dengan tugas DPP. Saya kira apa yang disampaikan Pak Mul tadi sudah sangat dalamlah. Jadi, saya berharap memang kalau bisa Panja kita ini bersih, meskipun bisa saja dimungkinkan gitu loh. Oleh karena itu, saya hanya menghimbau saja karena semua argumentasi saya kira sudah cukup banyak disampaikan kawan-kawan begitu, tapi andaikata, ini mudah-mudahan tidak, andaikata memang Pak Dirjen belum berani mengambil, belum berani maksudnya, bukan tidak berani, belum berani mengambil keputusan, saya usul sebelum masuk Rapat Kerja, kita lobby saja gitu, kalau memang Pak Dirjen belum berani mengambil keputusan sesuai dengan keinginan dari DPR, tetapi saya berharap sekali lagi ini bisa selesailah di Panja ini. Demikian disampaikan, Ketua, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Silakan Pak Dirjen, oh sebelum Pak Dirjen, Pak Harry ada.

F-PD (H. HARRY WITJAKSONO):

Terima kasih Ketua.

Kunci Pak, kunci Pak, sedikit. Jadi, saya juga sama menangkap dari apa didengar oleh Pak Mul tadi, kalimat dari Ibu yang dianggap juga representasi dari pemerintah, kalau memang ini demikian halnya ini menjadi keputusan politik, kami serahkan kepada DPR dan kedua, saya mendengarkan penjelasan dari Bapak yang mewakili dari pemerintah tadi, kendala-kendala itu saya lihat kendala teknis tentang pembuatan peraturan. Jadi, artinya itu ada puluhan, atau bahkan berapa ratus peraturan pelaksanaan yang akan mengalami perbaikan. Ini undang-undang ini kan enggak berlaku surut. Nah ini, ini kami lihat keberatan atau kendala yang akan Bapak hadapi sebenarnya tidak terlalu Pak, menurut kami Pak, karena ini tidak berlaku surut, betul kan Bapak, tidak berlaku surut undang-undang ini dan dua hal ini saya garisbawahi sebenarnya sudah tidak perlu lobby, kan mereka sudah menyerahkan ini, kan Bapak-Bapak yang akan memberikan putusan politik sebagai wakil rakyat, kami akan melaksanakan. Selesai sudah.

Sekarang tinggal tergantung Pimpinan, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Silakan Pak Dirjen.

Saya minta persetujuan, kalau kita sudah setuju,

DIRJEN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI:

Baik, terima kasih.

Referensi

Dokumen terkait

Kalau kami, Pak, ya rasanya kalau yang diberikan di ayat (2)-nya ini, itu sebetulnya sudah tidak merupakan suatu, ini sudah normatif ini, pasti menindaklanjuti putusan

Terima kasih, Pimpinan. Pak Dirjen Perhubungan Laut yang saya hormati. Tadi saya juga sekaligus terima kasih dengan Bu Novi ya terus menyuarakan Tanjung Carat, hanya tadi beliau

53 F-PAN, Drs. Rusli Ridwan, M.Si, Risalah Rapat Panitia Khusus Rancangan Undang- undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Jenis Rapat Raker IV Tanggal 2 Maret

11 Pataniari Siahaan, Politik Hukum Pembentukan Undang- Undang Pasca Amandemen UUD 1945,Jakarta;Konpress,2012,hlm.45.. risalah pembentukan peraturan perundang-undangan

(2) Pengajuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk pengajuan Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan

Jadi di sini kan kita lihat konsistensi juga antara usulan dari rancangan undang-undang dari Presiden, dari DPD, maupun dari DPR, artinya kalau logika yang disampaikan tadi

6 Lihat Pasal 1 angka (2), Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan

Pasal 12 Ayat (2), yang kemarin sore juga kita bicarakan, kita kaitkan dengan Pasal 14 Ayat (2), yaitu yang mengandung usulan mengenai tambahan kata-kata yang