• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Audit internal adalah suatu kegiatan assurance dan konsultasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Audit internal adalah suatu kegiatan assurance dan konsultasi"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep, Konstruk Variabel Penelitian 2.1.1 Audit Internal

Audit internal adalah suatu kegiatan assurance dan konsultasi (consulting) yang independen dan objektif yang dirancang untuk menambah nilai dan meningkatkan operasi suatu organisasi. Kegiatan-kegiatan ini membantu organisasi dalam mencapai tujuan-tujuannya dengan cara mengevaluasi dan memperbaiki efektivitas proses manajemen risiko, pengendalian, dan tata kelola (governance) organisasi melalui pendekatan yang teratur dan sistematik.

Kegiatan assurance ini meliputi kegiatan penilaian semua bukti oleh auditor internal secara objektif sebagai dasar pemberian opini yang independen mengenai suatu proses, sistem dan lain sebagainya. Sedangkan konsultasi itu sendiri adalah kegiatan pemberian saran yang dilakukan berdasarkan adanya permintaan khusus dari klien.

Pengertian audit internal menurut The Institute of Internal Auditors (IIA) di tahun 2002 adalah :

“Internal auditing is an independent, objective assurance and consulting activity designed to add value and improve an organization's operations. It helps an organization accomplish its objectives by bringing a systematic, disciplined approach to evaluate and improve the effectiveness of risk management, control, and governance processes”.

(2)

(Audit internal merupakan jaminan, independen, objektif dan aktivitas konsultasi yang dirancang untuk menambah nilai dan meningkatkan operasi organisasi. Ini membantu organisasi mencapai tujuannya dengan membawa pendekatan yang sistematis dan disiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas proses manajemen risiko, pengendalian, dan tata kelola).

2.1.2 Kompetensi

Pengertian kompetensi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal.

Pengertian kompetensi menurut Robert A. Roe (2008) adalah :

“Competence is defined as the ability to adequately perform a task, duty or role. Competence integrates knowledge, skills, personal values and attitudes. Competence builds on knowledge and skills and is acquired through work experience and learning by doing”.

(Kompetensi didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan tugas secara memadai, tugas atau peran. Kompetensi mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai pribadi dan sikap. Kompetensi didasarkan pada pengetahuan dan keterampilan dan diperoleh melalui pengalaman kerja dan belajar dengan melakukan).

Konsep kompetensi telah lama menjadi kajian, bahkan telah menjadi bahan perdebatan dalam berbagai jurnal, majalah, dan buku teks. Namun, konsep kompetensi mulai populer pada tahun 1990-an bahkan tahun 2000-an khususnya di Indonesia.

Pengertian kompetensi yang terdapat dalam kamus Bank Indonesia menyatakan bahwa kompetensi merupakan sekumpulan pengetahuan, keterampilan, serta perilaku yang menentukan berhasil tidaknya seseorang dalam melakukan pekerjaannya.

(3)

Undang-undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menyebutkan bahwa kompetensi kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.

Pengertian lain dari kompetensi adalah sebuah pernyataan terhadap apa yang seseorang harus lakukan ditempat kerja untuk menunjukkan pengetahuan, keterampilan dan sikap seseorang sesuai dengan standar yang dipersyaratkan.

Menurut L. Spencer dan M. Spencer (1993), ada lima tipe karakteristik kompetensi, yaitu:

1. Motif-motif, adalah sesuatu dimana seseorang secara konsisten berpikir sehingga ia melakukan tindakan. Spencer (1993) menambahkan bahwa motives adalah drive, direct and select behavior toward certain actions or goals and away from others.

Misalnya seseorang yang memiliki motivasi berprestasi secara konsisten mengembangkan tujuan – tujuan yang memberi suatu tantangan pada dirinya sendiri dan bertanggung jawab penuh untuk mencapai tujuan tersebut serta mengharapkan semacam feedback untuk memperbaiki dirinya.

2. Ciri-ciri, adalah watak yang membuat orang untuk berperilaku atau bagaimana seseorang merespon sesuatu dengan cara tertentu.

Sebagai contoh seperti percaya diri, kontrol diri, ketabahan atau daya tahan.

(4)

3. Konsep diri, adalah sikap dan nilai – nilai yang dimiliki seseorang.

Sikap dan nilai diukur melalui tes kepada responden untuk mengetahui nilai yang dimiliki seseorang dan apa yang menarik bagi seseorang untuk melakukan sesuatu.

4. Pengetahuan, adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang tertentu. Pengetahuan merupakan kompetensi yang kompleks. Tes pengetahuan mengukur kemampuan peserta untuk memilih jawaban yang paling benar tetapi tidak bias melihat apakah sesorang dapat melakukan pekerjaan berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya.

5. Keterampilan, adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu baik secara fisik maupun mental. Dengan mengetahui tingkat kompetensi maka perencanaan sumber daya manusia akan lebih baik hasilnya.

Secara garis besar, kompetensi menjelaskan apa yang dilakukan karyawan di tempat kerja dalam berbagai tingkatan dan memperinci standar masing-masing tingkatan, mengidentifikasi karakteristik pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan individual untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab secara efektif sehingga mencapai standar kualitas professional dalam bekerja.

Kompetensi menurut L. Spencer and M. Spencer (1993) dapat dibagi atas dua kategori, yaitu threshold dan differentiating, menurut kriteria yang digunakan untuk memprediksi kinerja suatu pekerjaan. Threshold

(5)

competencies adalah karakteristik utama, yang biasanya berupa pengetahuan atau keahlian dasar seperti kemampuan untuk membaca yang harus dimiliki seseorang agar dapat melaksanakan pekerjaannya. Tetapi kategori ini tidak untuk menentukan apakah seseorang tersebut berkinerja tinggi atau tidak.

Sedangkan differentiating competencies adalah faktor-faktor yang membedakan individu yang berkinerja tinggi dan rendah.

Dengan kompetensi yang tinggi yang dimiliki oleh sumber daya manusia dalam suatu organisasi atau perusahaan tentu hal ini akan menentukan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki yang pada akhirnya akan menentukan kualitas kompetitif perusahaan itu sendiri.

Kompetensi auditor internal adalah kemampuan, pengetahuan, dan disiplin ilmu yang diperlukan untuk melaksanakan pemeriksaan secara tepat dan pantas (Tugiman, 1997). Kompetensi auditor internal dapat tercapai apabila dalam melaksanakan pemeriksaan, auditor internal memiliki keahlian, menerapkan kecermatan professional, serta meningkatkan kemampuan teknisnya melalui pendidikan yang berkelanjutan.

Kompetensi diperlukan agar auditor internal mengetahui tipe dan banyaknya bukti audit yang harus dikumpulkan untuk mencapai kesimpulan yang tepat setelah bukti-bukti audit tersebut selesai diuji.

Ini berarti h asil pemeriksaan ditentukan oleh kompetensi yang dimiliki oleh auditor internal. Selain harus memiliki kompetensi, seorang auditor pun harus memiliki sikap mental yang independen (Arens et al, 2003).

(6)

Bukan hanya kompetensi, auditor internal juga dituntut untuk memiliki kapasitas Intellectual Knowledge yang memadai agar dapat berinteraksi baik dengan auditee. Bukan hanya mengandalkan hasil studi atau pelatihan formal yang auditor internal tempuh, tetapi auditor internal harus bersedia menjelajah dirinya (self learning) untuk setiap informasi diluar serta pengalaman didalam institusi bisnis, baik yang bersifat teknikal maupun manajerial dan juga seluruh bidang yang ditekuni auditee. Dari hal-hal tersebutlah maka auditor akan menggunakan keahliannya dalam memberikan rekomendasi atau saran atas permasalahan yang ada.

Auditor internal harus mencerminkan keahlian dan ketelitian professional, seperti yang dikemukakan Tugiman (2006), adalah sebagai berikut :

“Kemampuan profesional merupakan tanggung jawab bagian audit internal dan setiap audit internal. Pimpinan audit internal dalam setiap pemeriksaan haruslah menugaskan orang-orang secara bersama atau keseluruhan memiliki pengetahuan, kemampuan dari berbagai disiplin ilmu yang diperlukan untuk melaksanakan pemeriksaan secara tepat dan pantas”.

2.1.3 Independensi

Independensi secara umum dapat diartikan sebagai keadaan yang dimana kita atau individu tidak terikat dengan pihak manapun, artinya keberadaan kita adalah mandiri, tidak mengusung kepentingan pihak maupun golongan tertentu.

Independensi menurut Mulyadi (2002) dapat diartikan sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain.

(7)

Pernyataan standar umum kedua Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) dalam Effendy (2010) adalah : “Dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan pemeriksa harus bebas dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi, ekstrem dan organisasi yang dapat mempengaruhi independensinya”. Dengan pernyataan standar umum kedua ini, organisasi pemeriksa dan para pemeriksanya bertanggung jawab untuk dapat mempertahankan independensinya sedemikian rupa, sehingga pendapat, simpulan, pertimbangan atau rekomendasi dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tidak memihak dan dipandang tidak memihak oleh pihak manapun.

Independensi dalam pengauditan adalah penggunaan cara pandang yang tidak bias dalam pelaksanaan pengujian audit evaluasi hasil pengujian tersebut dan pelaporan hasil temuan audit (Arens et al, 2000).

Jika adanya independensi dalam diri auditor, maka adanya kejujuran yang tinggi dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif yang tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya.

Pengertian independensi auditor internal menurut Tugiman (2006) adalah suatu kemandirian yang dapat memberikan penilaian yang tidak memihak dan tanpa prasangka, yang sangat diperlukan atau penting bagi pemeriksaan sebagaimana mestinya.

Agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, maka auditor internal tidak bertanggung jawab dalam fungsi eksekutif maupun operasi. Auditor

(8)

internal dapat memberikan penilaian yang jujur, tidak memihak dan tanpa prasangka. Auditor internal harus mempunyai wewenang dalam mengkaji dan menilai setiap bagian dalam perusahaan sehingga dalam melakukan kegiatannya, auditor internal dapat bertindak objektif dan seefisien mungkin.

Oleh karena itu, sebaiknya auditor internal tidak mempunyai wewenang langsung atas setiap bagian yang akan diaudit sehingga dapat mempertahankan independensinya dalam organisasi. Tugiman (2006) menyatakan bahwa “Para auditor internal dianggap mandiri apabila dapat melaksanakan pekerjaannya secara bebas dan objektif. Kemandirian para pemeriksa internal dapat memberikan penilaian yang tidak memihak dan tanpa prasangka, hal mana sangat diperlukan atau penting bagi pemeriksaan sebagaimana mestinya. Hal ini dapat diperoleh melalui status organisasi dan sikap objektivitas para auditor internal”.

Independensi menurut The Institute of Internal Auditors (IIA) di tahun 2002 adalah “Seorang auditor dikatakan independen apabila secara status organisasi memiliki keleluasaan dalam menyelesaikan tanggung jawab pemeriksaan yang diberikan dan memiliki sikap objektifitas, dalam arti bahwa internal audit memiliki sikap mental, jujur dan sungguh-sungguh yakin akan hasil pekerjaannya serta tidak akan membuat penilaian yang kualitasnya merupakan hasil kesepakatan atau diragukan”. Status yang dikehendaki adalah bahwa kegiatan audit internal harus bertanggung jawab kepada pimpinan yang memiliki wewenang yang cukup untuk menjamin jangkauan atas temuan dan perbaikan melalui saran-saran”.

(9)

Namun dalam kenyatannya, auditor seringkali menemui kesulitan dalam mempertahankan sikap independen. Keadaan yang seringkali mengganggu independen auditor salah satunya adalah karena auditor internal mendapatkan penghasilan dari organisasi dimana dia bekerja, hal ini berarti auditor internal sangat bergantung kepada organisasinya sebagai pemberi kerja. Disini auditor internal menghadapi “ketergantungan” hasil kerja dan karirnya dengan hasil auditnya. Auditor internal sebagai pekerja di dalam organisasi yang diauditnya akan menghadapi dilema ketika harus melaporkan temuan-temuan yang mungkin mempengaruhi atau tidak menguntungkan kinerja dan karirnya. Independensi auditor internal akan dipengaruhi oleh pertimbangan sejauh mana hasil pemeriksaan akan berdampak terhadap kelangsungan kerjanya sebagai karyawan atau pekerja. Independensi auditor internal akan terjaga jika mendapatkan status organisasi yang terhindar dari tekanan manajemen serta senantiasa menjaga sikap objektivitas setiap menjalankan tugasnya.

2.1.4 Kualitas Hasil Pemeriksaan

Menurut American Society for Quality Control dalam Lupiyoadi (2008), kualitas adalah keseluruhan ciri-ciri dan karakteristik-karakteristik dari suatu barang atau jasa, dalam hal kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah ditentukan atau bersifat laten.

Menurut De Angelo (1981) dalam Kusharyanti (2003) kualitas audit itu sendiri didefinisikan sebagai probabilitas bahwa auditor akan baik dan benar

(10)

menemukan laporan kesalahan material, keliru, atau kelalaian dalam laporan materi keuangan klien.

Dalam sudut pandang audit internal, kualitas audit disebut juga dengan kualitas hasil pemeriksaan yang dapat didefinisikan sebagai suatu pelaporan dari kegiatan pemeriksaan yang menggambarkan kondisi yang sebenarnya serta mengungkapkan segala bentuk tindakan baik, tindakan menyimpang, maupun tindakan yang semestinya.

Seorang auditor dituntut untuk dapat menghasilkan kualitas pekerjaan tinggi, karena auditor mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap pihak- pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan suatu perusahaan termasuk masyarakat.

Untuk dapat memenuhi kualitas pemeriksaan yang baik, maka auditor dalam menjalankan profesinya sebagai pemeriksa harus berpedoman pada kode etik profesi yang berlaku di Indonesia.

Kode etik profesi auditor internal terdapat pada Standar Perilaku Auditor Internal (2005), yaitu :

1. Auditor internal harus menunjukan kejujuran, objektivitas dan kesungguhan dalam melaksanakan tugas dan memenuhi tanggung jawab profesinya.

2. Auditor internal harus menunjukan loyalitas terhadap organisasinya atau terhadap pihak yang dilayani. Namun demikian, auditor internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang menyimpang atau melanggar hukum.

(11)

3. Auditor internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam tindakan atau kegiatan yang dapat mendiskreditkan profesi audit internal atau mendiskreditkan organisasinya.

4. Auditor internal harus menahan diri dari kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan konflik dengan kepentingan organisasinya atau kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan prasangka, yang meragukan kemampuannya untuk dapat melaksanakan tugas dan memenuhi tanggung jawab profesinya secara objektif.

5. Auditor internal tidak boleh menerima imbalan dalam bentuk apapun dari karyawan, klien, pelanggan, pemasok, ataupun mitra bisnis organisasinya, sehingga dapat mempengaruhi pertimbangan profesionalnya.

6. Auditor internal hanya melakukan jasa-jasa yang dapat diselesaikan dengan menggunakan kompetensi profesional yang dimilikinya.

7. Auditor internal harus mengusahakan berbagai upaya agar senantiasa memenuhi standar profesi audit internal.

8. Auditor internal harus bersikap hati-hati dan bijaksana dalam menggunakan informasi yang diperoleh dalam pelaksanaan tugasnya. Auditor internal tidak boleh menggunakan informasi rahasia (i) untuk mendapatkan keuntungan pribadi, (ii) secara melanggar hukum, atau (iii) yang dapat menimbulkan kerugian terhadap organisasinya.

(12)

9. Dalam melaporkan hasil pekerjaannya, auditor internal harus mengungkapkan semua fakta-fakta penting yang diketahuinya, yaitu fakta-fakta yang jika tidak diungkap dapat (i) mendistorsi kinerja kegiatan yang direview, atau (ii) menutupi adanya praktik- praktik yang melanggar hukum.

10. Auditor internal harus senantiasa meningkatkan keahlian serta efektivitas dan kualitas pelaksanaan tugasnya. Auditor internal wajib mengikuti pendidikan profesional berkelanjutan.

Hal serupa juga disebutkan sebelumnya oleh Khomsiyah dan Indriantoro (1998) yaitu setiap audit harus mempertahankan integritas dan objektivitas dalam melaksanakan tugasnya dengan bertindak jujur, tegas, tanpa pretense sehingga dia dapat bertindak adil, tanpa dipengaruhi atau permintaan pihak tertentu untuk memenuhi kepentingan pribadinya.

2.1.5 Penelitian Terdahulu

1. Penelitian Mengenai Kompetensi

Menurut Gibbins (1984) dalam Hernandito (2002) pengalaman menciptakan standar pengetahuan, terdiri atas suatu sistem dari pengetahuan yang sistematis dan abstrak. Pengetahuan ini tersimpan dalam memori jangka panjang dan dibentuk dari lingkungan pengetahuan langsung masa lalu. Teori ini menjelaskan bahwa melalui pengalaman, auditor bisa memperoleh pengetahuan dan mengembangkan struktur pengetahuannya. Auditor yang

(13)

berpengalaman akan memiliki banyak pengetahuan dan struktur memori yang lebih baik dibanding auditor yang belum berpengalaman.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Murtanto (1998) dalam Mayangsari (2003) menunjukan bahwa komponen kompetensi untuk auditor di Indonesia terdiri atas :

1) Komponen pengetahuan. Komponen ini meliputi pengetahuan terhadap fakta-fakta, prosedur-prosedur dan pengalaman.

2) Ciri-ciri psikologis, seperti kemampuan berkomunikasi, kreativitas, kemampuan bekerjasama dengan orang lain.

Libby (1991) dalam Hernandito (2002) mengatakan bahwa seorang auditor menjadi ahli terutama diperoleh melalui pelatihan dan pengalaman. Seorang auditor lebih berpengalaman akan memiliki skema lebih baik dalam mengidentifikasi kekeliruan-kekeliruan daripada auditor yang kurang berpengalaman. Sehingga pengungkapan informasi tidak lazim oleh auditor yang berpengalaman juga lebih baik dibandingkan pengungkapan oleh auditor yang kurang berpengalaman.

2. Penelitian Mengenai Independensi

Mayangsari (2003) yang melakukan penelitian tentang hubungan antara independensi dengan pendapat audit menyimpulkan bahwa auditor yang independen memberikan pendapat lebih tepat dibandingkan auditor yang tidak independen.

Tsui dan Gui (1996) dalam Harhinto (2004) melakukan penelitian tentang perilaku auditor pada situasi konflik audit. Penelitian ini

(14)

mempelajari karakteristik auditor yang berhubungan dengan kemampuan auditor untuk mengatasi tekanan dari manajemen pada situasi konflik. Hasil penelitian ini menunjukan penalaran etika memoderasi hubungan antara locus of control dengan kemampuan auditor untuk mengatasi tekanan dari manajemen pada situasi klien dan auditor.

3. Penelitian Mengenai Kualitas Hasil Pemeriksaan

Tri Yusnita (2009) melakukan penelitian untuk mengetahui adanya pengaruh dari kompetensi dan independensi auditor internal terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Hasil penelitian tersebut menunjukan adanya pengaruh positif kompetensi dan independensi auditor internal terhadap kualitas hasil pemeriksaan baik secara simultan maupun parsial.

2.2 Kerangka Pemikiran

Pengertian audit internal yang sesuai dengan International Standards for the Professional Practice of Internal Auditing (SPPIA) adalah suatu kegiatan assurance dan konsultasi (consulting) yang independen dan objektif yang dirancang untuk menambah nilai dan meningkatkan operasi suatu organisasi.

Kegiatan-kegiatan tersebut membantu organisasi yang bersangkutan mencapai tujuan-tujuannya dengan mengevaluasi dan memperbaiki efektivitas proses manajemen risiko, pengendalian dan tata kelola (governance) melalui pendekatan yang teratur dan sistematik.

(15)

“Assurance services are independent professional services that improve the quality of information for decision makers” (Arens et al, 2004).

(Layanan assurance adalah layanan profesional independen yang meningkatkan kualitas informasi bagi para pengambil keputusan).

Kegiatan assurance ini meliputi kegiatan penilaian bukti-bukti oleh seorang auditor internal secara objektif sebagai dasar pemberian opini atau kesimpulan yang independen mengenai suatu proses, sistem dan sebagainya. Sedangkan kegiatan konsultasi pada dasarnya adalah kegiatan pemberian saran dan biasanya dilakukan berdasarkan permintaan khusus dari klien.

Menurut Cornell University, University Audit Office “Internal auditing is an independent, objective assurance and consulting activity designed to add value and improve an organization's operations. It helps an organization accomplish its objectives by bringing a systematic, disciplined approach to evaluate and improve the effectiveness of risk management, control, and governance processes” (audit internal merupakan independen, obyektif dan aktivitas konsultasi yang dirancang untuk menambah nilai dan meningkatkan operasi organisasi. Ini membantu organisasi mencapai tujuannya dengan membawa pendekatan yang sistematis dan disiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses tata kelola).

Fungsi pemeriksaan intern dapat dilakukan oleh auditor internal, mengingat auditor internal lebih mengenal dan menguasai situasi dan kondisi dari perusahaan tersebut. Manajemen puncak mengandalkan pemeriksaan intern sebagai alat penyaji hasil analisis yang objektif, penilaian-penilaian,

(16)

rekomendasi-rekomendasi, saran dan informasi dalam pengendalian serta pelaksanaan kegiatan organisasi (Arens et al, 2003).

Kualitas hasil pemeriksaan berhubungan dengan jumlah respon yang benar yang diberikan seseorang dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan yang dibandingkan dengan standar hasil atau kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya (Tan, 1999).

Menurut Eko (2012) “Accountability from the auditor in finishing the audit work also affects the audit quality. Cloyd (1997) examined the interaction between the accountability and expertise to determine the quality in finishing the audit works. This research shows that accountability consists of three dimensions, i.e., motivation, dedication to the profession, and social obligation, that could improve the quality of audit works for subject who has a high expertise”.

(Akuntabilitas dari auditor dalam menyelesaikan pekerjaan audit juga mempengaruhi kualitas audit. Cloyd (1997) meneliti interaksi antara akuntabilitas dan keahlian untuk menentukan kualitas dalam menyelesaikan hasil audit.

Penelitian ini menunjukkan bahwa akuntabilitas terdiri dari tiga dimensi, yaitu, motivasi, dedikasi terhadap profesi, dan kewajiban sosial, yang dapat meningkatkan kualitas audit bekerja untuk subjek yang memiliki tinggi keahlian).

“De Angelo (1981) defines the audit quality as the probability, in which, an auditor can find and report the existence of violation in the client accounting system. This research will relate the ability to find the violation in the client accounting system with the auditor experience because it can support technical competences need. On the other side, it is also to report the violation in the client accounting system because the auditor has independence and accountability”.

(17)

(De Angelo (1981) mendefinisikan kualitas audit sebagai probabilitas, di mana, auditor dapat menemukan dan melaporkan adanya pelanggaran dalam sistem akuntansi klien. Penelitian ini akan menghubungkan kemampuan untuk menemukan pelanggaran dalam sistem akuntansi klien dengan pengalaman auditor karena dapat mendukung kompetensi teknis butuhkan. Di sisi lain, hal ini juga untuk melaporkan pelanggaran dalam sistem akuntansi klien karena auditor memiliki independensi dan akuntabilitas).

Hasil pemeriksaan dapat berupa berbagai temuan, kesimpulan, pendapat dan rekomendasi (Tugiman, 1997). Temuan audit adalah hal-hal yang berkaitan dengan pernyataan tentang fakta. Temuan audit dihasilkan dari proses perbandingan antara apa yang seharusnya terdapat dengan apa yang ternyata terdapat. Dari hasil perbandingan tersebut auditor internal memiliki dasar untuk menyusun kesimpulan dan memberikan rekomendasi atas temuan yang diperoleh.

Kesimpulan merupakan hasil penilaian menyeluruh yang dilakukan oleh auditor internal yang didasarkan pada temuan-temuan audit yang diperoleh. Sedangkan rekomendasi menggambarkan tindakan yang mungkin dipertimbangkan manajemen untuk memperbaiki kondisi-kondisi yang salah.

Dalam organisasi, auditor internal organisasi harus berkompetensi dan berindependensi dalam melaksanakan tugasnya. Ini dimaksudkan agar hasil dari kinerja auditor internal dapat dipertanggungjawabkan dengan jelas dan menjadi bahan pertimbangan yang kuat bagi manajemen organisasi atau manajemen puncak dalam mengambil keputusan bagi organisasinya.

Tujuan standar kompetensi auditor adalah untuk memastikan auditor

(18)

memperoleh dan mempertahankan kemampuan tertentu yang dibutuhkan untuk dapat melaksanakan tugas sebagai auditor yang kompeten, professional, efektif dan efisien. Standar kompetensi auditor berfungsi sebagai dasar dalam pengangkatan, penyusunan atau pengembangan program pendidikan, pelatihan dan pengembangan professionalime auditor, penetapan pola sertifikasi auditor, pengembangan karier, penilaian kinerja, pemindahan dan pemberhentian PNS dari dan dalam jabatan fungsional auditor serta sebagai dasar penetapan remunerasi auditor.

Auditor yang berkualitas tinggi diharapkan mampu memberi tingkat kredibilitas yang lebih tinggi bagi para pemakai laporan audit. Tidak hanya kompeten, auditor juga harus independen dalam pengauditan. Jika auditor tidak mampu menolak tekanan dari klien, seperti tekanan personal, emosional ataupun keuangan, maka independensi auditor telah berkurang dan dapat mempengaruhi kualitas audit. Salah satu faktor yang mempengaruhi independensi audit tersebut adalah lamanya hubungan auditor dengan klien (Indah, 2010).

Auditor internal harus memiliki sikap independensi dalam melakukan audit dan mengungkapkan pandangan serta pemikiran sesuai dengan profesinya dan standar audit yang berlaku. Independensi tersebut sangat penting agar produk yang dihasilkan memiliki manfaat yang optimal bagi seluruh stakeholder. Dalam hubungan ini auditor harus independen dari kegiatan yang diperiksa. Independensi merupakan bagian dari kode etik profesi auditor internal terhadap profesinya dan terhadap masyarakat secara luas.

“Experience is an expertise got by someone after a long time period of works.

The use of experience as an independent variable is based on assumption that

(19)

repeated works in a long time period will improve the quality of works”

(Suyono, 2012).

(Pengalaman adalah keahlian yang didapatkan seseorang setelah jangka waktu yang lama karya. Penggunaan pengalaman sebagai variabel independen didasarkan pada asumsi bahwa diulang bekerja dalam jangka waktu yang lama akan meningkatkan kualitas karya).

Independen dan objektivitas adalah dua hal yang tidak terpisahkan dalam internal audit. Independensi yang menjadikan auditor internal dapat bersikap objektif. Demikian pula sebaliknya, sikap objektif mencerminkan independensi auditor internal. Auditor internal harus memiliki independensi dalam melakukan audit dan mengungkapkan pandangan serta pemikiran sesuai dengan profesinya dan standar audit yang berlaku. Independensi tersebut sangat penting agar produk yang dihasilkan memiliki manfaat yang optimal bagi seluruh stakeholder. Dalam hubungan ini auditor harus independen dari kegiatan yang diperiksa. Independensi merupakan bagian dari kode etik profesi auditor internal terhadap profesinya dan terhadap masyarakat secara luas

Beberapa penelitian sebelumnya menemukan bahwa kompetensi dan independensi berpengaruh baik secara simultan maupun secara parsial terhadap kualitas hasil pemeriksaan, salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Rita Tri Yusnita pada tahun 2009 dengan objek yang diteliti adalah kompetensi, independensi, dan kualitas hasil pemeriksaan auditor internal. Sedangkan yang menjadi subjek penelitian adalah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang ada di kota Tasikmalaya.

(20)

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis yang diajukan adalah bahwa kompetensi dan independensi auditor intern, baik secara simultan maupun parsial, berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil audit.

Dari uraian kerangka pemikiran dan pengembangan hipotesis, maka untuk menggambarkkan pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen dikemukakan suatu kerangka pemikiran teoristis, yaitu mengenai pengaruh kompetensi dan independensi terhadap kualitas audit dapat dilihat pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Paradigma Penelitian

Kompetensi

Kualitas Hasil Pemeriksaan

Independensi

2.3 Hipotesis Penelitian

Pemeriksaan yang dilakukan diharapkan akan memberikan nilai tambah bagi perusahaan, oleh karena itu kualitas hasil pemeriksaan akan sangat berpengaruh terhadap keputusan yang akan diambil oleh manajemen. Kompetensi dan independensi auditor internal menjadi faktor yang diharapkan akan menjadikan hasil pemeriksaan menjadi berkualitas, berdasarkan uraian tersebut, hipotesis dari penelitian ini adalah :

(21)

H1 : Kompetensi dan independensi auditor internal berpengaruh positif terhadap kualitas hasil pemeriksaan.

H2 : Kompetensi auditor internal berpengaruh positif terhadap kualitas hasil pemeriksaan.

H3 : Independensi auditor internal berpengaruh positif terhadap kualitas hasil pemeriksaan.

Gambar

Gambar 2.1 Paradigma Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini, pelat lantai dimodelkan dengan syarat batas partial fixity pada sisi-sisinya dengan variasi geometri pada ketebalan pelat lantai dan penambahan pengaku

239. Lili Hidayati, “Kurikulum 2013 dan Arah Baru Pendidikan Agama Islam,” Insania 19, no.. 240 Bagi sekolah umum, maka mata pelajaran agama hanya disebut sebagai mata

Pada penelitian ini, faktor faktor yang mempengaruhi kadar LDL serum ditiadakan dengan pengadaan kelompok kontrol yang disamakan aktivitas, dan pola makannya

Tanah adalah suatu benda berbentuk tiga dimensi, tersusun dari masa padat, cair dan gas yang terdapat di permukaan bumi, berasal dari hasil pelapukan batuan dan atau dekomposisi bahan

3) faktor koreksi agregat adalah nilai kandungan udara agregat yang ditunjukan pada waktu pengujian agregat bahan campuran beton segar;.. 4) agregat kasar adalah agregat

–– Arus atau tegangan yang terbentuk karena Arus atau tegangan yang terbentuk karena adanya energi yang masuk atau keluar dari adanya energi yang masuk atau keluar dari

membuat remaja putri menerapkan perilaku yang tidak tepat dalam mencapai tubuh ideal dengan melakukan diet yang terlalu ketat, sehingga akan berdampak negatif pada status

Hasil akhir yang dihasilkan dari penelitian ini adalah kitchen set modular dengan sistem knockdown yang dapat ditempatkan pada seluruh luasan dapur pada