• Tidak ada hasil yang ditemukan

Meninjau Perkembangan Kebijakan Pungutan Ekspor Produk Sawit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Meninjau Perkembangan Kebijakan Pungutan Ekspor Produk Sawit"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Meninjau Perkembangan Kebijakan Pungutan Ekspor Produk Sawit

Nadya Ahda*)

S

ebagai salah satu upaya

menghadapi kelangkaan minyak goreng di Indonesia pada awal tahun 2022, pemerintah, melalui Kementerian Keuangan, memutuskan untuk menaikkan tarif pungutan ekspor (PE) crude palm oil (CPO) dan turunannya. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.

23/PMK.05/2022 Tentang Perubahan Ketiga atas PMK No. 57/PMK.05/2020 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum (BLU) Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) pada Kementerian Keuangan yang mulai berlaku sejak 18 Maret 2022. Keputusan untuk menaikkan tarif PE produk sawit ini salah satunya bertujuan sebagai disinsentif bagi ekspor industri sawit sehingga meningkatkan penyaluran produk sawit dalam negeri. Artikel ini akan meninjau bagaimana kebijakan perubahan PE sawit selama ini terhadap ekspor sawit.

Perkembangan Kebijakan PE Produk Sawit dan Ekspor Produk Sawit Merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 35 Tahun 2005 tentang Pungutan Ekspor Atas Barang Ekspor Tertentu, PE adalah pungutan yang diberlakukan atas barang ekspor

tertentu, dengan tujuan antara lain untuk Abstrak

Pemberlakuan PMK No. 23/PMK.05/2022 sejak 18 Maret 2022 mengimplikasikan adanya kenaikan tarif pungutan ekspor (PE) bagi produk sawit. Kenaikan tarif PE produk sawit bertujuan sebagai disinsentif ekspor dalam menghadapi kelangkaan minyak goreng di Indonesia yang masih terjadi hingga saat ini. Selama beberapa tahun terakhir, berbagai perubahan kebijakan pungutan ekspor sawit telah coba diberlakukan dan dampaknya terhadap ekspor sawit pun bervariasi. Oleh karena itu, pemerintah perlu mempertimbangkan, mensimulasi, dan meramalkan faktor-faktor lain yang memengaruhi ekspor sawit, serta memperhitungkan dan mensimulasi pengaturan komponen- komponen pungutan ekspor (PE) yang lebih detail.

*) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian, Setjen DPR RI. e-mail: hdnadya@gmail.com

memenuhi kebutuhan dalam negeri, menjaga kelestarian sumber daya alam (SDA), mengantisipasi kenaikan harga di pasar internasional, serta menjaga kestabilan harga di pasar domestik. PE juga termasuk salah satu PNBP yang dinilai memiliki fungsi utama sebagai disinsentif ekspor sekaligus insentif hilirisasi dalam negeri (Kementerian Perdagangan, 2020). Terkait dengan komoditas perkebunan, PE juga

merupakan amanat dari Undang-Undang No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan (UU Perkebunan), dimana disebutkan bahwa salah satu pembiayaan usaha perkebunan dilaksanakan oleh pelaku usaha perkebunan (Pasal 93 ayat (3)).

Amanat UU ini kemudian diatur secara lebih detail melalui PP No. 24 Tahun 2015 yang secara spesifik mengatur PE komoditas perkebunan. Untuk komoditas sawit sendiri, PE kemudian dihimpun oleh BPDPKS sebagai Badan Layanan Umum (BLU).

Adapun besaran tarif PE produk sawit pertama kali diatur pada PMK No.

114/PMK.05/2015, yang kemudian mengalami beberapa kali perubahan kebijakan pada beberapa tahun terakhir hingga pengaturan terakhir pada

PMK No. 23/PMK.05/2022. Matriks perkembangan kebijakan PE produk sawit dirangkum pada Tabel 1.

(2)

Mulai diberlakukan pada Juni 2015, PMK 114/2015 mengatur PE untuk berbagai produk sawit, CPO, dan turunannya (Tabel 1). Namun hanya berselang 1 bulan kemudian, PMK ini diubah dengan PMK 133/2015, dimana PE pada saat itu juga mulai diberlakukan pada produk campuran yang berasal dari CPO dan turunannya. Setelah pemberlakuan PMK 114/2015 dan PMK 133/2015, nilai FOB rata-rata ekspor HS15 dan HS38 sepanjang Juni 2015-Januari 2016 menurun masing-masing sebesar 5,64 persen dan 4,83 persen dibandingkan periode Januari-Mei 20151. Meskipun demikian, volume ekspor HS15 dan HS38 justru meningkat masing-masing sebesar 10,05 persen dan 14,40 persen pada periode yang sama.

Kemudian pada Februari 2016, PMK 30/2016 memberlakukan penurunan PE untuk produk cangkang kernel sawit menjadi USD3/ton selama Maret 2016-Februari 2017, kemudian USD5/

ton selama Maret 2017-Februari 2018, dan kembali USD10/ton mulai Maret 2018. Perlu diketahui bahwa pada tahun 2015, ekspor cangkang kernel sawit adalah sebesar 1,05 juta ton2. Sejak penurunan PE, pada tahun 2016, ekspor cangkang kernel sawit meningkat menjadi 1,32 juta ton. Meskipun pada tahun 2017 dan 2018 PE produk ini meningkat kembali menjadi USD5 dan USD10/ton, namun ekspornya tetap meningkat pada 1,76 juta ton dan 2 juta ton3. Hal ini dapat menjadi indikasi awal bahwa penurunan PE dapat berpotensi

Tabel 1. Matriks Perkembangan Kebijakan PE Produk Sawit

*) Seluruh data ekspor produk sawit diolah dari BPS, berbagai tahun Sumber: Kementerian Keuangan, berbagai tahun

1 Data HS15: lemak dan minyak hewan/nabati dan HS38: aneka produk kimia (termasuk di dalamnya asam lemak sawit dan biodiesel sebagai produk turunan sawit) dijadikan proksi karena 19 dari 24 produk sawit yang dikenakan PE dalam PMK berada pada pos tarif 15 dan 38.

2 Diproksi dengan data ekspor kode HS 1404.90.90: produk nabati lainnya, sebagaimana pos tarif dalam PMK.

3 Menggunakan data ekspor kode HS 1404.90.91: cangkang kernel sawit.

(3)

memicu kenaikan ekspor, ceteris paribus.

Kemudian, pada Juli 2018, PMK 81/2018 diberlakukan, namun hanya ada perubahan pada pos tarif pada masing-masing produk yang disebabkan dirilisnya Buku Tarif Kepabeanan

Indonesia Tahun 2017 (Kementerian Perdagangan, 2020). Selanjutnya pada Desember 2018, perubahan besar terimplikasikan melalui PMK 152/2018, dimana diberlakukannya threshold lapisan harga. Artinya, terdapat tingkatan PE untuk setiap pengelompokkan harga produk sawit. Untuk produk CPO, pada PMK 81/2018 sebelumnya, diberlakukan tarif PE tunggal USD50/ton. Namun pada PMK 152/2018, apabila harga CPO: (1) di bawah USD570/ton, maka bebas PE; (2) USD570-619/ton, maka PE USD25/ton; dan (3) di atas USD619/

ton, maka PE USD50/ton. Pengaturan ini salah satunya dimaksudkan untuk meringankan beban industri CPO pada masa itu karena harga CPO yang

menurun tajam (CNBC Indonesia, 2019).

Dengan adanya threshold demikian, maka dengan kata lain terdapat penurunan tarif PE, khususnya pada CPO dengan harga rendah. Meskipun demikian, namun ekspor CPO pada periode pemberlakuan PMK 152/2018 belum dapat terdongkrak serta tetap turun sekitar 5,06 persen dari segi volume dan 15,18 persen dari segi nilai FOB. Hal ini kemungkinan besar dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti rendahnya harga CPO pada masa itu serta kebijakan larangan impor CPO dari Uni Eropa.

Kemudian pada Maret 2019, melalui PMK 23/2019, PE atas semua produk sawit pada seluruh tingkatan harga ditangguhkan (USD0/ton) yang berlaku hingga 31 Mei 2019. Hal ini pun

disebabkan karena fluktuasi harga komoditas yang masih cenderung menurun. Pada periode Maret- Mei 2019, volume ekspor CPO pun masih terus turun pada level 15,29

persen dibandingkan rata-rata 3 bulan sebelumnya. Sebaliknya, pembebasan PE mampu meningkatkan volume ekspor asam lemak sawit dan biodiesel (HS38) sebagai produk turunan sebesar 28,30 persen dibandingkan rata-rata 3 bulan sebelumnya. Senada dengan PMK 23/2019, PMK 136/2019 juga meniadakan PE pada periode Oktober- Desember 2019 yang juga masih disebabkan karena faktor harga. Pada periode penangguhan PE jilid 2 tersebut, rata-rata volume ekspor CPO mampu naik 13,39 persen dibandingkan dengan Juni-September 2019.

Setelah industri sawit menikmati relaksasi ekspor di hampir sepanjang tahun 2019, melalui PMK 57/2020, pemerintah menghapus threshold harga dan meningkatkan tarif PE masing- masing produk sebesar USD5/ton mulai Juni 2020. Meskipun PE semakin besar, namun volume ekspor HS15 dan HS38 tetap naik masing-masing 18,85 persen dan 13,57 persen selama periode pemberlakuan dibandingkan semester pertama 2020 yang disebabkan salah satunya karena normalisasi harga komoditas4. Menjelang akhir tahun 2020, threshold PE kembali diberlakukan melalui PMK 191/2020 dengan lapisan harga yang lebih banyak, yaitu 15 lapisan, mengindikasikan pemberlakuan tarif yang progresif. Hal ini dilatarbelakangi oleh tren harga CPO yang semakin positif pada masa itu. Apabila dibandingkan dengan tarif tunggal yang diberlakukan PMK 57/2020, misalnya USD55/ton untuk CPO, mekanisme tarif pada PMK ini relatif sangat progresif, dimana tarif terendah untuk lapisan harga terendah ialah USD55/ton dan tarif tertingginya mencapai USD255/ton. Selama periode pemberlakuan PMK ini, volume ekspor CPO relatif turun 8,49 persen, namun nilai FOB-nya naik 24,14 persen apabila dibandingkan dengan periode PMK sebelumnya. Kemudian, PMK terakhir sebelum pemberlakuan PMK 23/2022, yaitu PMK 76/2021, mengurangi jumlah

4 Hal ini juga dibuktikan dengan nilai FOB yang juga naik.

(4)

threshold dengan tarif maksimal yang lebih rendah, mengindikasikan tarif progresif pada CPO dan turunannya yang lebih ringan. Pada periode pemberlakuan PMK 76/2021 hingga Januari 2022, volume dan nilai FOB ekspor CPO meningkat 5 persen dan 31,73 persen apabila dibandingkan dengan periode PMK sebelumnya.

Kemudian pengaturan terakhir, PMK 23/2022 mengatur bahwa threshold diperbanyak hingga 17 lapisan harga, dengan tarif tertinggi mencapai USD375/

ton untuk harga CPO di atas USD1500/

ton. Tarif ini bahkan lebih tinggi dibandingkan PMK 191/2020 dimana tarif tertinggi mencapai USD255/ton ketika harga CPO di atas USD995/ton, mengindikasikan pemberlakuan tarif yang jauh lebih progresif. Berkaca dari dampak PMK 191/2020 terhadap volume ekspor, pengenaan PMK 23/2022 pun dinilai berpotensi menurunkan ekspor CPO, sehingga diharapkan mampu meningkatkan serapan dalam negeri sebagaimana tujuan pemerintah terhadap PMK ini.

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik. 2021. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Ekspor Menurut Kelompok Komoditi dan Negara Desember 2013-2021.

Badan Pusat Statistik. 2022. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Ekspor Menurut Komoditi HS Januari 2015-Januari 2022.

CNBC Indonesia. 2019. Tenang, Bea Keluar Ekspor CPO Februari Masih 0%. Diakses melalui https://www.cnbcindonesia.com/

market/20190128085348-17-52585/

tenang-bea-keluar-ekspor-cpo-februari- masih-0 pada 31 Maret 2022.

Kementerian Perdagangan. 2020.

Analisis Dampak Pungutan Ekspor Terhadap Kinerja Ekspor Sawit dan Produk Turunannya. Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri. Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan.

Maygitasari, Tyanma, Edy Yulianto, dan Mukhammad Kholid Mawardi. 2015.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Crude Palm Oil (CPO) Indonesia. Jurnal Administrasi Bisnis Vol. 25. No. 2.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 114/PMK.05/2015 Tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Pada Kementerian Keuangan.

Rekomendasi

Berdasarkan tinjauan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya, PE dapat menjadi instrumen yang digunakan untuk mengendalikan ekspor sawit, namun dampak dan efektivitasnya juga banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal yang dampaknya dinilai cukup kuat, misalnya pergerakan harga komoditas, faktor permintaan dari negara lain, serta pasar mancanegara yang sudah eksisting dan kuat dari produk sawit Indonesia. Selain itu, terdapat faktor-faktor lain yang juga harus diperhatikan, misalnya tingkat produksi domestik dan kurs (Maygirtasari, et al., 2015), serta harga minyak mentah dunia (Radifan, 2014).

Tidak hanya itu, perlu juga menjadi catatan bahwa dampak PE terhadap ekspor berbagai jenis produk sawit (sawit, CPO, maupun produk turunan

dan produk hilir) tentu berbeda. Dalam penyusunan kebijakan pengendalian ekspor komoditas, pemerintah perlu mempertimbangkan, menyimulasikan, dan meramalkan (forecasting) dampak faktor-faktor lain, terutama faktor eksternal, untuk menilai efektivitas PE terhadap ekspor. Selain itu, pertimbangan dan simulasi dari pengaturan detail PE, baik besaran tarif, jenis tarif, maupun threshold juga harus selalu diperhatikan.

(5)

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 133/PMK.05/2015 Tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Pada Kementerian Keuangan.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 136/PMK.05/2019 Tentang Perubahan Ketiga Atas

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/

PMK.05/2018 Tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Pada Kementerian Keuangan.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 152/PMK.05/2018 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/

PMK.05/2018 Tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Pada Kementerian Keuangan.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 191/PMK.05/2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/

PMK.05/2020 Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Pada Kementerian Keuangan.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 23/PMK.05/2019 Tentang Perubahan Kedua Atas

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/

PMK.05/2018 Tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Pada Kementerian Keuangan.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 23/PMK.05/2022 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/PMK.05/2020 Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Pada Kementerian Keuangan.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 30/PMK.05/2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 133/

PMK.05/2015 Tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Pada Kementerian Keuangan.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 57/PMK.05/2020 Tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Pada Kementerian Keuangan.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 76/PMK.05/2021 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/PMK.05/2020 Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Pada Kementerian Keuangan.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 81/PMK.05/2018 Tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Pada Kementerian Keuangan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2015 Tentang Penghimpunan Dana Perkebunan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2005 Tentang Pungutan Ekspor Atas Barang Ekspor Tertentu.

Radifan, Fakhrus. 2014. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor Crude Palm Oil Indonesia dalam Perdagangan Internasional. Economics Development Analysis Journal. Vol. 3. No. 2.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam rangka mencapai performasi pegawai pemerintah yang diharapkan, BKPSDM Kabupaten Kuningan sesuai dengan Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor

Untuk menghindari kesalahan penafsiran mengenai variabel penelitian maka berikut ini dijelaskan definisi operasional dari variabel output adalah: Hasil belajar IPA

Secara keseluruhan diperoleh skor 358 dan nilai skor rata-rata adalah 3,6 yang dikategorikan setuju rumah masyarakat dijadikan tempat menginap wisatawan; secara

Di dalam revolusi, perubahan yang terjadi dapat direncanakan at`u tanpa direncanakan terlebih dahulu dandapat dijalankan tanpa kekerasan atau melalui kekerasan.Sedangkan

- Dinas Pertanian selalu memberikan UPTD yaitu sebagai tim pengawas di Kecamatan Rawang Panca Arga, dimana UPTD berfungsi sebagai sarana pelaporan dari tim

Skripsi yang berjudul Respon Calon Jemaah Haji Yang Batal Berangkat Karena Pandemi Covid-19 di Banjarmasin ditulis oleh Muhammad Rasidi telah diujikan dalam

Dari uraian di atas, penulis tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana berdirinya Bank BJB Syariah Kantor Cabang Pembantu padalarang dan menganalisis

Dispersi atmosfer kondisi kontur untuk daerah rural didominasi oleh dispersi ke arah sejajar dengan lepasan (arah x), sehingga dispersi yang terjadi tanpa