xv
PERPAJAKAN, PERSEPSI TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PERSEPSI KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
(Studi Kasus di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta)
Happy Kurniasari NIM : 122114071 Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2016
Wajib Pajak terdaftar mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, namun penambahan jumlah Wajib Pajak terdaftar tersebut tidak diimbangi dengan kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak.Hal ini dapat dilihat pada jumlah Wajib Pajak terdaftar Wajib SPT tahun 2015 yang mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2014.Masalah kepatuhan tersebut menjadi kendala dalam pemaksimalan penerimaan pajak. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan persepsi Self Assessment System, persepsi Sosialisasi Perpajakan, persepsi Tingkat Pendidikan dengan persepsi Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta.
Jenis penelitian ini adalah penelitian studi kasus.Teknik pengambilan sampel menggunakanConvenience Sampling.Teknik pengumpulan data dilakukan dengan membagikan kuesioner kepada Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Surakarta. Teknik analisis data adalah korelasi Spearman Rank.
Hasil uji korelasi Spearman Rankmenunjukkanbahwa ada hubungan yang positif persepsi
Self Assessment System, persepsi Sosialisasi Perpajakan, persepsi Tingkat Pendidikan dengan
xvi
THE SELF ASSESSMENT SYSTEM, PERCEPTIONS OF SOCIALIZATION TAXATION, LEVEL OF EDUCATION PERCEPTION WITH THE
PERCEPTION INDIVIDUALTAXPAYER COMPLIANCE A Case Study at the Office of Pratama Tax Services, Surakarta
Happy Kurniasari Student Number : 122114071
Sanata Dharma University Yogyakarta
2016
Registered taxpayers continue to experience increased from year to year, but the increase of the number of registered taxpayers was not offset by taxpayer compliance in paying taxes. This can be seen in the number of registered taxpayers obligated to SPT 2015 which experience a decrease when compared to the year 2014. The compliance problems become obstacles in maximizing tax revenues. This research aims to know the relationship of perception of the Self Assessment System, perception of socialization taxation, level of education perception with the perception individual Taxpayer Compliance in the Office of Pratama Tax Services Surakarta.
This type of research is a case study. Sampling technique is Convenience Sampling. The data collection was done by distributing the questionnaire to the private Taxpayer KPP Pratama Surakarta. Data analysis technique is Spearman Rank correlations.
HUBUNGANPERSEPSISELF ASSESSMENT SYSTEM,PERSEPSI SOSIALISASI PERPAJAKAN, PERSEPSI TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PERSEPSI KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
Studi Kasus di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi DENGAN PERSEPSI KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
Studi Kasus di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi DENGAN PERSEPSI KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
Studi Kasus di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta
SKRIPSI
i
HUBUNGAN PERSEPSI SELF ASSESSMENT SYSTEM, PERSEPSI SOSIALISASI PERPAJAKAN, PERSEPSI TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PERSEPSI KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
Studi Kasus di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Oleh :
Happy Kurniasari NIM : 122114071
PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
LEMBAR PERSEMBAHAN
“Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya”
Yesaya 40: 29
Kupersembahkan untuk:
Tuhan Yesus Kristus Papaku Bambang Irianto dan Mamaku Bernadetha Murtini
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terimakasih ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
skripsi ini. Penulis skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi
Univeritas Sanata Dharma.
Dalam proses penyelesaian skripsi ini penulis mendapat bantuan, bimbingan
dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih yang tak terhingga kepada:
1. Drs. J. Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D., selaku Rektor Univeritas Sanata Dharma
yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan mengembangkan
kepribadian di Universitas Sanata Dharma kepada penulis.
2. M.Trisnawati R., S.E., M,SI., Ak., QIA selaku Pembimbing Skripsi yang
telah sabar membimbing dan memberikan masukan-masukan yang
bermanfaat dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Dra. YFM. Gien Agustinawansari, M.M., Akt., selaku dosen yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Dr. Titus Odong Kusumajati, M.A., selaku Dosen Pembimbing Akademik
yang selalu membimbing dan memberikan motivasi dalam menyelesaikan
studi.
5. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak Jawa Tengah II dan Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Surakarta yang telah memberikan izin untuk
viii
6. Papa dan mama beserta keluarga besar yang selalu memperhatikan, memberi
masukan, memberi semangat dan doa sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
7. Benediktus Bima Kencana Wiraubhaya, yang selalu memberi semangat,
senyuman, doa dan bersedia menemani perjalanan hidup berproses bersama
sampai saat ini.
8. Tesa, Karin, Arisna, dan Shindy sahabat seperjuangan yang banyak
membantu, menemani, dan memberi dukungan.
9. Teman-teman seperjuangan MPAT Kelas E, Akuntansi 2012 yang sudah
berdinamika bersama selama perkuliahan.
10. Seluruh Responden, atas waktu yang diberikan untuk mengisi kuesioner ini.
Penelitian ini tidak akan berhasil tanpa bantuan para Responden.
x DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... v
HALAMAN LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi
HALAMAN KATA PENGANTAR ... vii
HALAMAN DAFTAR ISI ... x
HALAMAN DAFTAR TABEL ... xii
HALAMAN DAFTAR GAMBAR ... xiii
HALAMAN DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
ABSTRAK ... xv
1. Pengertian Sosialisasi Perpajakan ... 15
2. Indikator Sosialisasi Perpajakan ... 16
xi
A. Gambaran KPP Pratama Surakarta ... 42
BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 53
A. Deskripsi Karakteristik Responden ... 53
B. Deskripsi Variabel Penelitian ... 57
C. Pengujian Instumen Penelitian ... 61
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Statistik Kepatuhan Wajib Pajak ... 2
Tabel 3.1 Skala Likert ... 35
Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Penelitian ... 37
Tabel 3.3 Nilai (score) Jawaban ... 38
Tabel 3.4 Batasan Skor Reliabilitas Alpa Cronbach ... 40
Tabel 3.5 Sifat Hubungan Korelasi Berdasarkan Nilai r... 41
Tabel 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 54
Tabel 5.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 54
Tabel 5.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 55
Tabel 5.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 55
Tabel 5.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan perbulan... 56
Tabel 5.6 Deskriptif Statistika... 57
Tabel 5.7 Kategori Skor Jawaban Persepsi Self Assessment System ... 57
Tabel 5.8 Kategori Skor Jawaban Persepsi Sosialisasi Perpajakan ... 59
Tabel 5.9 Kategori Skor Jawaban Persepsi Tingkat Pendidikan... 60
Tabel 5.10 Kategori Skor Jawaban Persepsi Kepatuhan Wajib Pajak ... 61
Tabel 5.11 Hasil Uji Validitas Variabel Persepsi Self Assessment System ... 62
Tabel 5.12 Hasil Uji Validitas Variabel Persepsi Sosialisasi Perpajakan ... 62
Tabel 5.13 Hasil Uji Validitas Variabel Persepsi Tingkat Pendidikan ... 63
Tabel 5.14 Hasil Uji Validitas Variabel Persepsi Kepatuhan Wajib Pajak ... 63
Tabel 5.15 Hasil Uji Reliabilitas Persepsi Self Assessment System ... 64
Tabel 5.16 Hasil Uji Reliabilitas Persepsi Sosialisasi Perpajakan ... 64
Tabel 5.17 Hasil Uji Reliabilitas Persepsi Tingkat Pendidikan ... 65
Tabel 5.18 Hasil Uji Reliabilitas Persepsi Kepatuhan Wajib Pajak... 65
Tabel 5.19 Uji Korelasi Spearman Persepsi Self Assessment System dengan Persepsi Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi ... 66
Tabel 5.20 Uji Korelasi Spearman Persepsi Sosialisasi Perpajakan dengan Persepsi Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi ... 67
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Desain Penelitian ... 24
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 Surat Ijin Penelitian ... 83
LAMPIRAN 2 Kuesioner ... 84
LAMPIRAN 3 Tabulasi ... 93
LAMPIRAN 4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 103
LAMPIRAN 5 Hasil Uji Korelasi ... 109
LAMPIRAN 6 Hasil Pengolahan Data Responden ... 110
LAMPIRAN 7 Hasil Pengolahan Variabel ... 112
xv ABSTRAK
HUBUNGAN PERSEPSI SELF ASSESSMENT SYSTEM, PERSEPSI SOSIALISASI PERPAJAKAN, PERSEPSI TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PERSEPSI KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
(Studi Kasus di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta)
Happy Kurniasari NIM : 122114071 Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2016
Wajib Pajak terdaftar mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, namun penambahan jumlah Wajib Pajak terdaftar tersebut tidak diimbangi dengan kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak. Hal ini dapat dilihat pada jumlah Wajib Pajak terdaftar Wajib SPT tahun 2015 yang mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2014. Masalah kepatuhan tersebut menjadi kendala dalam pemaksimalan penerimaan pajak. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan persepsi Self Assessment System, persepsi Sosialisasi Perpajakan, persepsi Tingkat Pendidikan dengan persepsi Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta.
Jenis penelitian ini adalah penelitian studi kasus. Teknik pengambilan sampel menggunakan Convenience Sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan membagikan kuesioner kepada Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Surakarta. Teknik analisis data adalah korelasi Spearman Rank.
xvi ABSTRACK
RELATIONSHIP OF PERCEPTION OF
THE SELF ASSESSMENT SYSTEM, PERCEPTIONS OF SOCIALIZATION TAXATION, LEVEL OF EDUCATION
PERCEPTION WITH THE PERCEPTION INDIVIDUAL TAXPAYER COMPLIANCE
A Case Study at the Office of Pratama Tax Services, Surakarta
Happy Kurniasari Student Number : 122114071
Sanata Dharma University Yogyakarta
2016
Registered taxpayers continue to experience increased from year to year, but the increase of the number of registered taxpayers was not offset by taxpayer compliance in paying taxes. This can be seen in the number of registered taxpayers obligated to SPT 2015 which experience a decrease when compared to the year 2014. The compliance problems become obstacles in maximizing tax revenues. This research aims to know the relationship of perception of the Self Assessment System, perception of socialization taxation, level of education perception with the perception individual Taxpayer Compliance in the Office of Pratama Tax Services Surakarta.
This type of research is a case study. Sampling technique is Convenience Sampling. The data collection was done by distributing the questionnaire to the private Taxpayer KPP Pratama Surakarta. Data analysis technique is Spearman Rank correlations.
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sumber penerimaan negara yang digunakan untuk membiayai
pengeluaran pemerintah dan pembangunan nasional salah satunya adalah
pajak. Penerimaan pajak secara tidak langsung bertujuan untuk
meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Pajak
merupakan aspek penting bagi kelangsungan hidup Negara Indonesia.
Sistem perpajakan selalu mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai
perkembangan masyarakat dan negara, baik dalam bidang kenegaraan
maupun dalam bidang sosial dan ekonomi. Pemungutan pajak merupakan
suatu bentuk kewajiban warga negara selaku Wajib Pajak serta peran aktif
untuk membiayai berbagai keperluan negara yaitu berupa pembangunan
nasional yang pelaksanaannya diatur dalam undang-undang dan peraturan
untuk tujuan kesejahteraan bangsa dan negara.
Perubahan sistem pemungutan pajak dari Official Assessment
System menjadi Self Assessment System, merupakan salah satu sistem
pemerintah yang melibatkan masyarakat atau Wajib Pajak untuk
meningkatkan kemandirian dan kejujuran dalam menghitung dan
menetapkan pajak. Self Assessment System yang dianut undang-undang
perpajakan Indonesia memberikan kepercayaan penuh terhadap Wajib
perpajakannya, atau dengan kata lain bahwa Wajib Pajak diberi
kepercayaan penuh untuk melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya.
Pelaksanaan Self Assessment System dalam Wajib Pajak tidak
terlaksana sesuai yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya
kepatuhan dan kesadaran Wajib Pajak, terlihat dari tingkat penyampaian
SPT Tahunan. Berdasarkan data di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Surakarta menunjukkan rendahnya tingkat kepatuhan Wajib Pajak.
Tabel 1.1
Statistik Kepatuhan Wajib Pajak
2012 2013 2014 2015
WP Terdaftar 80.545 85.085 93.861 100.079 WP Terdaftar Wajib SPT 64.023 63.705 63.400 59.955 Realisasi SPT Tahunan 36.909 41.245 42.860 42.756 Sumber : Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat realisasi SPT Tahunan
pajak di KPP Pratama Surakarta mengalami penurunan dari tahun ke tahun
sebesar 42.756 pada tahun 2015. Hal tersebut menyatakan bahwa tingkat
kepatuhan Wajib Pajak dalam melaporkan SPT tahunan masih rendah dan
jauh dari target yang diinginkan.
Beberapa hal yang memicu rendahnya tingkat kepatuhan
penyampaian SPT Tahunan Wajib Pajak di KPP Pratama Surakarta salah
satunya adalah sosialisasi perpajakan. Kurangnya sosialisasi perpajakan
melaporkan SPT. Selain kurangnya sosialisasi perpajakan, hal lain yang
dapat memicu rendahnya tingkat penyampaian SPT Tahunan adalah
tingkat pendidikan. Wajib Pajak yang berpendidikan tinggi diharapkan
bisa lebih mengerti dan lebih paham tentang pentingnya kesadaran dalam
membayar pajak sebagai salah satu kewajiban dibandingkan dengan Wajib
Pajak yang berpendidikan rendah. Apabila tingkat pendidikan Wajib Pajak
tinggi maka sudah sewajarnya tingkat kepatuhan untuk melaporkan SPT
Tahunan juga tinggi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka
permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana hubungan persepsi Self Assessment System dengan persepsi
kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi?
2. Bagaimana hubungan persepsi Sosialisasi Perpajakan dengan persepsi
kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi?
3. Bagaimana hubungan persepsi Tingkat Pendidikan dengan persepsi
kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini
adalah :
1. Untuk mengetahui hubungan persepsi Self Assessment System dengan
2. Untuk mengetahui hubungan persepsi Sosialisasi Perpajakan dengan
persepsi kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi.
3. Untuk mengetahui hubungan persepsi Tingkat Pendidikan dengan
persepsi kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi.
D. Manfaat Penelitiaan
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat pada pihak-pihak yang
terkait dalam hal penyelesaian penelitian dan penulisan ini yaitu antara
lain :
1. Penulis
Penelitian diharapkan mampu memberikan jawaban atas banyaknya
pertanyaan terkait dengan penulisan skripsi juga sebagai media untuk
menambah wawasan dalam bidang perpajakan yang diminati penulis.
2. Universitas Sanata Dharma
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu rekan-rekan
mahasiswa lain yang ingin lebih menggali bidang perpajakan, juga
sebagai tambahan pengetahuan dan wawasan, selain itu juga dapat
menjadi referensi yang dapat digunakan untuk mendukung penelitian
sejenis pada waktu yang akan datang.
3. Kantor Pelayanan Pajak
Hasil penelitian diharapkan dapat berguna untuk menyumbangkan
pemikiran dan sarana-sarana terhadap kualitas pelayanan yang telah
dilakukan sehingga menimbulkan kepatuhan Wajib Pajak untuk
E. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan
Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II Landasan Teori
Bab ini berisi tentang teori pendukung, dan perumusan
hipotesis.
Bab III Metode Penelitian
Bab ini berisi tentang jenis penelitian, tempat dan waktu
penelitian, subjek dan objek penelitian, teknik pengambilan
sampel, teknik pengumpulan data, variabel penelitian,
teknik pengujian instrumen, teknik analisis data dan uji
hipotesis.
Bab IV Gambaran Umum
Bab ini berisi tentang penjelasan mengenai sejarah, visi dan
misi, serta struktur organisasi.
Bab V Analisis Data dan Pembahasan
Bab ini berisi tentang deskripsi data, analisis data, dan
pembahasannya.
Bab IV Penutup
Bab ini berisi tentang simpulan, keterbatasan penelitian,
6 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pajak
1. Pengertian Pajak
Menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), “pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.“
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro (2011:1), “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang berlangsung dapat ditunjukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”
Berdasarkan pengertian pajak di atas terdapat beberapa hal pokok
yang dapat disimpulkan, yaitu :
a. Berdasarkan Undang-undang
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang
serta aturan pelaksanaannya.
b. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara
langsung dapat ditujuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat
ditunjukan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
c. Iuran dari rakyat kepada negara
Yang berhak memungut pajak hanya negara. Iuran tersebut berupa
d. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni
pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
2. Fungsi Pajak
The Four R adalah istilah populer yang mengacu pada fungsi pajak
yang dipungut oleh negara, yaitu (Purwono, 2010: 8-10):
a. Penerimaan (Revenue)
Fungsi penerimaan atau dikenal pula dengan istilah Fungsi
Anggaran (Budgetir) adalah fungsi utama dari pemungutan pajak.
Partisipasi dominan pajak sebagai penyokong pembiayaan
penyelenggaraan pemerintah yang meliputi belanja rutin
pemerintah, belanja pembangunan, belanja untuk keperluan
legislasi dan yudikasi, serta pembiayaan lainnya.
b. Pemerataan (Redistribution)
Pajak yang dipungut oleh negara selanjutnya akan dikembalikan
kepada masyarakat dalam bentuk penyediaan fasilitas publik di
seluruh wilayah negara.
c. Pengaturan Harga (Repricing)
Fungsi ini sama pengertiannya dengan Fungsi Regulerent
(mengatur) yang lebih sering digunakan dalam literatur perpajakan.
Pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur atau mencapai tujuan
tertentu dibidang ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan, dan
d. Legalitas Pemerintah (Representation)
Slogan revolusioner di Inggris yang menyerukan “no taxation
without representation”, mengimplikasikan bahwa pemerintah
membebani pajak atas warga negara, dan warga negara meminta
akuntabilitas dari pemerintah sebagai bagian dari kesepakatan
(pengenaan pajak tidak diputuskan secara sepihak oleh penguasa
tetapi merupakan kesepakatan bersama dengan rakyat melalui
perwakilannya diparlemen).
3. Syarat Pemungutan
Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau
perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai
berikut (Purwono, 2010: 14) :
a. Syarat Keadilan
Pemungutan pajak dilaksanakan secara adil baik dalam peraturan
maupun realisasi pelaksanaannya.
b. Syarat Yuridis
Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-undang yang
ditujukan untuk menjamin adanya hukum yang menyatakan
keadilan yang tegas, baik untuk negara maupun untuk warganya.
c. Syarat Ekonomis
Pemungutan pajak tidak boleh menghambat ekonomi rakyat,
artinya pajak tidak boleh dipungut apabila justru menimbulkan
d. Syarat Finansial
Pemungutan pajak dilaksanakan dengan pedoman bahwa biaya
pemungutan tidak boleh melebihi hasil pemungutannya.
e. Syarat Sederhana
Sistem pemungutan pajak harus di rancang sesederhana mungkin
untuk memudahkan pelaksanaan hak dan kewajiban Wajib Pajak.
4. Sistem Pemungutan Pajak
a) Official Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak terutang
oleh Wajib Pajak.
b) Self Assessment System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
Wajib Pajak untuk menentukan atau menghitung sendiri beban
pajak terutang.
c) With Holding System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang
bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
B. Wajib Pajak
1. Pengertian Wajib Pajak
UU No. 16 tahun 2000 pasal 1 ayat 1 tentang KUP disebutkan bahwa
“Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan , meliputi pembayar
pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak
dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan perpajakan”.
2. Wajib Pajak Patuh
Menurut Abimanyu, yang dikutip oleh Gardina (2006) Wajib Pajak
patuh berarti Wajib Pajak tersebut telah sadar yaitu memahami akan
hak dan kewajiban pajaknya serta melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakkan dengan benar.
3. Hak dan Kewajiban Wajib pajak
A. Kewajiban Wajib Pajak
a. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP.
b. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.
c. Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar.
d. Mengisi dengan benar SPT (SPT diambil sendiri), dan
memasukkan ke Kantor Pelayanan Pajak dalam batas waktu
yang telah ditentukan.
e. Menyelenggarakan pembukuan/pencatatan.
1) Memperlihatkan dan meminjam buku atau catatan,
dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain
yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh,
kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek
yang terutang pajak.
2) Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau
ruangan yang dipandang perlu dan memberikan bantuan
guna kelancaran pemeriksaan.
g. Apabila dalam waktu mengungkapkan pembukuan,
pencatatan, atau dokumen serta keterangan yang diminta,
Wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk
merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan itu
ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan.
B. Hak-hak Wajib Pajak
a. Mengajukan surat keterangan keberatan dan surat banding.
b. Menerima tanda bukti pemasukan SPT.
c. Melakukan pembetulan SPT yang telah dimasukkan.
d. Mengajukan permohonan penundaan penyampaiaan SPT.
e. Mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran
pembayaran pajak.
f. Mengajukan permohonan perhitungan pajak yang
dikenakan dalam surat ketetapan pajak.
h. Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan
sanksi, serta pembetulan surat ketetapan pajak yang salah.
i. Memberikan kuasa kepada orang untuk melaksanakan
kewajiban pajaknya.
j. Meminta bukti pemotongan atau pemungutan pajak.
k. Mengajukan keberatan dan banding.
C. Pajak Penghasilan
1. Pengertian Pajak Penghasilan
Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak
atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam satu tahun
pajak (Casavera, 2009: 78).
2. Subjek Pajak Penghasilan
a. Orang Pribadi dan Warisan yang belum terbagi sebagai satu
kesatuan menggantikan yang berhak.
b. Badan terdiri dari PT, CV, perseroan lainnya, BUMN/BUMD
dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana
pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,
organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga dan
bentuk badan lainnya.
3. Objek Pajak
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan. Penghasilan yaitu
setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia ataupun dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah
kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan bentuk
apapun.
D. Self Assessment System
Sistem merupakan seperangkat unsur yang secara teratur berkaitan
sehingga membentuk suatu totalitas. Selanjutnya dalam mengefektifkan
pemungutan pajak secara maksimal dibutuhkan sistem yang tepat, dimana
dalam sistem ini diharapkan jumlah penerimaan pajak meningkat.
Menurut Dania (2009: 1)“Self Assesmentt System adalah sistem
pemungutan pajak memberikan wewenang, kepercayaan, tangguang jawab
kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan
melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar”.
Sistem pemungutan ini baru dikenalkan pada saat terjadinya
reformasi perpajakan yaitu sejak tanggal 1 Januari 1984 sebagai pengganti
sistem official assesment yang berlaku sebelumnya (Purwono, 2010: 12).
Dianutnya Self Assessment System diharapkan membawa misi dan
konsekuensi adanya perubahan sikap kesadaran warga masyarakat untuk
pengawasan maka semakin besar tingkat kepatuhan sukarela (valuntari
compiance) semakin kecil pula kebutuhan untuk mengawasinya.
Tata cara pemungutakan pajak dengan Self Assessment System
akan berhasil dengan baik apabila masyarakat mempunyai pengetahuan
dan disiplin pajak yang tinggi, dimana ciri-ciri Self Assessment System
adalah kepastian hukum, sederhana perhitungannya, mudah
pelaksanaanya, lebih adil dan merata, dan perhitungan pajak dilakukan
oleh Wajib Pajak.
Menurut Rimsky K. Judisseno selanjutnya dikutip oleh Rahayu
(2010: 102), menjelaskan bahwa:
Self Assessment System diberlakukan untuk memberikan
kepercayaan yang sebesar-besarnya bagi masyarakat guna meningkatkan kesadaran dan peran masyarakat dalam menyetorkan pajaknya. Konsekuensinya, masyarakat harus benar-benar mengetahui tata cara perhitungan pajak dan segala sesuatu yang berhubungan dengan peraturan pemenuhan perpajakan.
Dengan demikian, berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan
pajak banyak tergantung pada Wajib Pajak sendiri (peranan dominan ada
pada Wajib Pajak). Ciri-ciri Self Assessment System menurut Mardiasmo
(2011: 7) :
1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
Wajib Pajak sendiri;
2. Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan
melaporkan sendiri pajak yang terutang;
E. Sosialisasi Perpajakan
1. Pengertian Sosialisasi Perpajakan
Kegiatan Sosialisasi Perpajakan diatur dalam Peraturan
Direktorat Jenderal Pajak No: Per-03/PJ/2013 tentang Pedoman
Penyuluhan Perpajakan. Istilah Sosialisasi tidak digunakan dalam
peraturan tersebut, istilah yang digunakan adalah istilah yang
mempunyai arti sama yaitu penyuluhan. Dalam peraturan tersebut
disebutkan mengenai pengertian Penyuluhan Perpajakan yaitu
“Penyuluhan Perpajakan adalah suatu upaya dan proses memberikan
informasi perpajakan kepada masyarakat, dunia, dan lembaga
pemerintahan maupun non-pemerintahan” [Pasal 1 ayat (1)].
Beberapa ahli juga menyebutkan pengertian sosialisasi yaitu:
Menurut Mustafa (2005: 10), sosialisasi adalah satu konsep
umum dimaknakan sebagai proses dimana kita belajar melalui
interaksi dengan orang lain, tentang cara berfikir, merasakan dan
bertindak dimana kesemuanya itu merupakan hal-hal yang sangat
penting dalam menghasilkan partisipasi sosial yang efektif.
Menurut Basalamah (2004: 196), sosisalisasi adalah suatu
proses dimana orang-orang mempelajari sistem nilai, norma dan pola
perilaku yang diharapkan oleh kelompok suatu bentuk transformasi
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
sosialisasi perpajakan merupakan suatu upaya dari Dirjen Pajak untuk
memberikan informasi, pemahaman dan pembinaan kepada
masyarakat pada umunya dan Wajib Pajak pada khususnya mengenai
segala sesuatu yang berhubungan dengan peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku.
2. Indikator Sosialisai Perpajakan
Indikator sosialisasi oleh Dirjen Pajak adalah kegiatan sadar
dan peduli pajak serta memodifikasi program pengembangan
pelayanan perpajakan yaitu:
1. Penyuluhan
Bentuk sosisalisasi yang diselenggarakan oleh Dirjen Pajak melalui
berbagai media, baik media elektronik maupun media massa
lainnya bahkan terkadang sampai mengadakan penyuluhan secara
langsung ke tempat (daerah) tertentu yang dianggap potensial
pajaknya tinggi dan membutuhkan informasi yang lengkap dan
terjamin kebenarannya.
2. Diskusi dengan Wajib Pajak dan tokoh masyarakat
Salah satu bentuk sosialisasi yang dilakukan oleh Dirjen Pajak
yang lebih menekankan pada komunikasi dua arah baik dari segi
petugas pajak maupun masyarakat khususnya Wajib Pajak yang
sekitarnya sehingga diharapkan mampu memberikan penjelasan
yang lebih baik terhadap masyarakat sekitarnya.
3. Informasi langsung dari petugas ke Wajib Pajak
Bentuk penyampaian informasi yang diperoleh secara langsung
oleh Wajib Pajak dari petugas yang bersangkutan (fiskus)
mengenai perpajakan.
4. Pemasangan billboard
Pemasangan billboard dan atau spanduk dipinggir jalan atau di
tempat-tempat lainnya yang strategis dan mudah dilihat oleh
masyarakat. Berisi pesan singkat, bisa berupa pertanyaan, kutipan
perkataan maupun slogan yang mudah dimengerti dan menarik
sehingga mampu menyampaikan tujuannya dengan baik.
5. Website Dirjen Pajak
Media sosialisasi (dalam menyampaikan informasi) yang dapat
diakses internet setiap saat dengan cepat dan mudah serta informasi
yang diberikanpun sangat lengkap, akurat, terjamin kebenarannya
dan up to date.
F. Tingkat Pendidikan
Pendidikan Wajib Pajak merupakan dasar pengetahuan Wajib
Pajak dalam merespon segala informasi tentang hakekat dan makna
pembayaran pajak bagi kepentingan pembangunan nasional. Pada
sendiri berarti membimbing pertumbuhan dan perkembangan anak-anak
dengan sengaja agar menjadi seseorang yang dewasa, bertingkah laku baik
dan berbudi pekerti yang luhur sehingga timbul kesadarannya guna
berbakti kepada orang tua, bangsa dan tanah air (Riyono, 2011). Melalui
pendidikan terbentuklah kepribadian seseorang, boleh dikatakan hampir
seluruh kelakuan individu dipengaruhi oleh orang lain, karena pada
hakekatnya kelakuan manusia hampir semua bersifat sosial.
Menurut Rustiyaningsih, 2011 dalam Ernawati, 2014
Tingkat pendidikan masyarakat yang semakin tinggi akan menyebabkan masyarakat lebih mudah memahami ketentuan dan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku. Tingkat pendidikan yang rendah juga akan berpeluang Wajib Pajak enggan melaksanakan kewajiban perpajakan karena kurangnya pemahaman mereka terhadap sistem perpajakan yang diterapkan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa melalui pendidikan
dimungkinkan seseorang itu akan lebih bertanggung jawab, lebih mengerti,
lebih banyak menyerap pengetahuan, keterampilan, kecakapan,
pengalaman, serta lebih sadar akan hak dan kewajibannya baik sebagai
warga negara maupun sebagai warga masyarakat. Pendidikan juga
dipandang sebagai jalan untuk mencapai kedudukan yang lebih baik di
dalam masyarakat, makin tinggi tingkat pendidikan yang diperoleh maka
makin besar harapan untuk mencapai tujuan tersebut (Johanes, 2011 dalam
Ernawati, 2014).
Apabila dikaitkan dengan pembayaran pajak maka sudah
sewajarnyalah jika tingkat pendidikan masyarakat tinggi, kesadaran untuk
berpendidikan lebih rendah. Bagi mereka yang berpendidikan tinggi
tentunya lebih mengerti dan lebih paham tentang pentingnya membayar
pajak sebagai salah satu kewajiban sebagai warga negara (Johanes, 2011
dalam Ernawati, 2014).
G. Kepatuhan Wajib Pajak
1. Pengertian Kepatuhan Pajak
Menurut Kamus Umum bahasa Indonesia (2008: 1013), istilah
kepatuhan berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan. Dalam
perpajakan dapat memberi pengertian bahwa kepatuhan perpajakan
merupakan ketaatan, tunduk dan patuh serta melaksanakan ketentuan
perpajakan. Jadi, Wajib Pajak yang patuh adalah Wajib Pajak yang
taat dan memenuhi serta melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang - undangan perpajakan.
Menurut Gunardi (2005: 4) pengertian kepatuhan pajak (tax
compliance) adalah “bahwa Wajib Pajak mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai dengan aturan - aturan yang
berlaku tanpa perlu diadakannya pemeriksaan, investigasi seksama,
peringatan, ataupun ancaman dan penerapan sanksi baik hukum
maupun administrasi”.
2. Kriteria Wajib Pajak Patuh
Menurut Undang-Undang No 16 Tahun 2000 mengenai
tentang penentuan Wajib Pajak patuh, kriteria Wajib Pajak Patuh
adalah :
a. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan,
meliputi:
1) Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan tepat waktu
dalam 3 (tiga) tahun terkahir.
2) Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa yang terlambat
dalam tahun terakhir untuk Masa Pajak Januari sampai
November tidak lebih dari 3 (tiga) Masa Pajak untuk setiap
jenis pajak dan tidak berturut-turut.
3) Seluruh Surat Pemberitahuan Masa dalam tahun terakhir
untuk Masa Pajak Januari sampai November telah
disampaikan.
4) Surat Pemberitahuan Masa yang terlambat telah
disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian
Surat Pemberitahuan Masa Pajak berikutnya.
b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak,
kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur
atau menunda pembayaran pajak. Tidak mempunyai tunggakan
pajak yang dimaksud adalah keadaan Wajib Pajak pada tanggal 31
b. Laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga
pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa
Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut.
f. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
ukuran hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.
Dengan demikian Wajib Pajak yang tidak dapat memenuhi kriteria
tersebut dapat digolongkan menjadi Wajib Pajak tidak patuh (Handayani,
2009 dalam Miladia, 2010).
H. Persepsi
Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2008: 1061) persepsi adalah :
1. Tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu; serapan.
2. Proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui pancainderanya.
Menurut Slameto (2010: 109) menyatakn bahwa :
Persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi kedalam otam manusia. Melalui persepsi manusia terus-menerus mengadakan hubungan dengan lingkungannya. Hubungan ini dilakukan lewat inderanya yaitu indera penglihat, pendengar, peraba, perasa dan pencium.
Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses
penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu
melalui alat indera atau juga disebut sensoris stimulus merupakan salah satu
berperan dalam persepsi dapat dikemukakan adanya beberapa factor
menurut Walgito (2010: 101) yaitu:
1. Objek yang dipersepsi
Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor.
Stimulus dapat datang dari individu yang mempersepsi, tetapi juga
dapat datang dari dalam diri individu yang bersangkutan yang langsung
mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor. Namun,
sebagian terbesar stimulus datang dari luar individu.
2. Alat indera, syaraf, dan pusat susunan syaraf
Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus. Di
samping itu juga harus ada syarat sensoris sebagai alat untuk
meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf,
yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Sebagai alat untuk mengadakan
responden diperlukan syaraf motoris.
3. Perhatian
Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi diperlukan adanya
perhatian, yaitu langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam rangka
mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi
dari seluruh aktivitas individu yang ditunjukkan kepada sesuatu atau
I. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian tentang Self Assessment System telah
dilakukan oleh peneliti. Sumpena (2015) melakukan penelitian mengenai
pengaruh pelaksanaan Self Assessment System dan Pengetahuan Pajak
terhadap kepatuhan Wajib Pajak survey di Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Bandung Karees. Hasil penelitian menunjukkan secara parsial Self
Assessment System dan pengetahuan pajak berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Bandung Karees.
Diani, Astuti, dan Heru (2014) melakukan penelitian tentang
pengaruh sosialisasi, motivasi, dan pemahaman Wajib Pajak terhadap
kepatuhan Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Malang Utara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial sosialisasi terhadap
kepatuhan Wajib Pajak sangat berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib
Pajak, khususnya pada PKP di KPP Pratama Malang Utara.
Ernawati (2014) melakukan penelitian tentang pengaruh tingkat
pendidikan, pendapatan, dan kualitas pelayanan fiskus terhadap kepatuhan
Wajib Pajak. Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat pendidikan,
tingkat pendapatan, dan kualitas pelayanan fiskus secara simultan
J. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan kerangka pemikiran sebagai berikut :
Gambar 2.1 Desain Penelitian
= memiliki hubungan Persepsi Self Assessment
System
Persepsi Sosialisasi Perpajakan
Persepsi Tingkat Pendidikan
Persepsi Kepatuhan Wajib Pajak
25 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini studi kasus yaitu salah satu teknik pengumpulan
data yang dibutuhkan dengan cara menarik sampel dari unit sampel
tertentu yang berhubungan dan dipelajari secara lebih mendalam
(Wiyono, 2011: 135). Jenis penelitian yang dilakukan adalah studi kasus di
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian ini dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Surakarta yang terletak di Jalan Kyai H. Agus Salim No1, Laweyan,
Kota Surakarta, Jawa Tengah.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2016 sampai dengan
C. Subjek dan Objek Penelitian
1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar
di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta.
2. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah persepsi Self Assessment System, persepsi
Sosialisasi Perpajakan, persepsi Tingkat Pendidikan dengan persepsi
Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi.
D. Penetapan Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi merupakan keseluruhan objek atau subjek yang berada pada
suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan
masalah penelitian (Nanang, 2010: 75). Populasi dalam penelitian ini
adalah 100.079 Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Surakarta.
2. Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang miliki ciri-ciri atau
keadaan tertentu yang akan diteliti dan dianggap bias mewakili
keseluruhan populasi (Nanang, 2010: 75). Sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah 100 Wajib Pajak Orang Pribadi yang
E. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
convenience sampling. Menurut Siregar (2010: 148) convenience sampling
yaitu merupakan teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan saja,
anggota populasi yang ditemui peneliti dan bersedia menjadi responden
untuk dijadikan sampel atau peneliti memilih orang-orang yang terdekat
saja. Peneliti akan mengambil sebanyak 100 responden sebagai sampel
percobaan. Hasil tersebut didapatkan oleh peneliti dengan menggunakan
rumus Slovin.
Keterangan :
n : Jumlah Sampel N : Jumlah Populasi
e : Batas Toleransi Kesalahan (error tolerance) = 10%
F. Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.
1. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subyek
penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau alat
pengambil data secara langsung pada subyek sebagai sumber
informasi untuk data yang dicari (Wiyono, 2011: 131). Kuesioner
di KPP Pratama Surakarta. Kuisioner terdiri dari dua bagian,
pertama memuat pertanyaan tentang data diri responden dan kedua
berisi pertanyaan penelitian yang berhubungan dengan
variabel-variabel penelitian. Kuisioner yang dibagikan berisi identitas
responden dan pertanyaan yang bersifat tertutup.
2. Data sekunder adalah jenis data yang diperoleh dan digali melalui
hasil pengolahan pihak kedua baik berupa data kualitatif maupun
data kuantitatif (Wiyono, 2011: 133). Selain itu ada data yang
diperoleh melalui data dokumen, kepustakaan dan sumber tertulis
lainnya berupa literatur dan peraturan yang memiliki hubungan
dengan pokok bahasan yang diteliti.
G. Variabel Penelitian
1. Variabel Independen
Variabel Bebas (Independent variable) yaitu variabel yang
mempengaruhi variabel lain atau menghasilkan akibat pada variabel
yang lain, yang pada umumnya berada dalam urutan tata waktu yang
terjadi lebih dulu (Nanang, 2014: 61). Variabel bebas dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut persepsi Self Assessment System (X1),
persepsi Sosialisasi Perpajakan (X2), dan persepsi Tingkat Pendidikan
(X3) yang dinyatakan dalam skor total hasil pengukuran pernyataan
responden mengenai ketiga variabel bebas tersebut yang akan
a. Persepsi Self Assessment System (X1)
Menurut Dania (2009: 1)“Self Assesmnet System adalah
sistem pemungutan pajak memberikan wewenang, kepercayaan,
tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung,
memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya
pajak yang harus dibayar”. Indikator dari Self Assessment System
meliputi:
1. Mendaftar sendiri ke Kantor Pelayanan Pajak
Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri
ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan
dan Pengamat Potensi Perpajakan (KP4) yang wilayahnya
meliputi tempat tinggal atau kedudukan Wajib Pajak.
2. Menghitung sendiri oleh Wajib Pajak
Wajib Pajak menghitung sendiri pajak terutangnya.
Menghitung pajak penghasilan adalah menghitung besarnya
pajak terutang yang dilakukan pada setiap akhir tahun pajak,
dengan cara mengkalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan
pajaknya. Sedangkan memperhitungkan adalah mengurangi
pajak yang terutang dengan jumlah pajak yang dilunasi dalam
tahun berjalan yang dikenal sebagai kredit pajak.
3. Menyetor atau membayar pajak sendiri oleh Wajib Pajak
Wajib Pajak dapat melakukan pembayaran sendiri dengan
swasta maupun bank pemerintah dan kantor pos dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).
4. Melapor sendiri oleh Wajib Pajak
Surat Pemberitahuan (SPT) mempunyai fungsi sebagai suatu
sarana bagi Wajib Pajak dalam melporkan dan
mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak
sebenarnya yang terutang. Surat Pemberitahuan berfungsi
untuk pembayaran atau pelunasan pajak baik yang dilakukan
Wajib Pajak sendiri maupun melalui mekanisme pemotongan
dan pemungutan yang dilkukan oleh pihak ketiga.
b. Persepsi Sosialisasi Perpajakan (X2)
Menurut Mustafa (2005: 10), sosialisasi adalah satu
konsep umum diartikan sebagai proses untuk belajar melalui
interaksi dengan orang lain, tentang cara berfikir, merasakan dan
bertindak dimana kesemuanya itu merupakan hal-hal yang sangat
penting dalam menghasilkan partisipasi sosial yang efektif.
Indikator sosialisasi oleh Direktorat Jendral Pajak adalah
kegiatan sadar dan peduli pajak serta memodifikasi program
pengembangan pelayanan perpajakan yaitu:
1. Penyuluhan
Bentuk sosisalisasi yang diselenggarakan oleh Dirjen Pajak
melalui berbagai media, baik media elektronik maupun media
penyuluhan secara langsung ke tempat (daerah) tertentu yang
dianggap potensial pajaknya tinggi dan membutuhkan
informasi yang lengkap dan terjamin kebenarannya.
2. Diskusi dengan Wajib Pajak dan tokoh masyarakat
Salah satu bentuk sosialisasi yang dilakukan oleh Dirjen
Pajak yang lebih menekankan pada komunikasi dua arah baik
dari segi petugas pajak maupun masyarakat khususnya Wajib
Pajak yang dianggap memiliki pengaruh atau dipandang oleh
masyarakat sekitarnya sehingga diharapkan mampu
memberikan penjelasan yang lebih baik terhadap masyarakat
sekitarnya.
3. Informasi langsung dari petugas ke Wajib Pajak
Bentuk penyampaian informasi yang diperoleh secara
langsung oleh Wajib Pajak dari petugas yang bersangkutan
(fiskus) mengenai perpajakan.
4. Pemasangan billboard
Pemasangan billboard dan atau spanduk dipinggir jalan atau
di tempat-tempat lainnya yang strategis dan mudah dilihat
oleh masyarakat. Berisi pesan singkat, bisa berupa
pertanyaan, kutipan perkataan maupun slogan yang mudah
dimengerti dan menarik sehingga mampu menyampaikan
5. Website Dirjen Pajak
Media sosialisasi (dalam menyampaikan informasi) yang
dapat diakses internet setiap saat dengan cepat dan mudah
serta informasi yang diberikanpun sangat lengkap, akurat,
terjamin kebenarannya dan up to date.
c. Persepsi Tingkat Pendidikan (X3)
Menurut Rustiyaningsih, 2011 dalam Ernawati, 2014
Tingkat pendidikan masyarakat yang semakin tinggi akan menyebabkan masyarakat lebih mudah memahami ketentuan dan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku. Tingkat pendidikan yang rendah juga akan berpeluang Wajib Pajak enggan melaksanakan kewajiban perpajakan karena kurangnya pemahaman mereka terhadap sistem perpajakan yang diterapkan.
Adapun indikator yang digunakan dalam mengukur variabel
tingkat pendidikan adalah:
1. Pemahaman Wajib Pajak.
Wajib Pajak memahami ketentuan dan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan.
2. Kemampuan dalam mengisi SPT.
Kemampuan dalam pengisian SPT oleh Wajib Pajak dapat
menentukan seberapa paham dan mengerti Wajib Pajak akan
pengetahuan dan menyadari akan hak dan kewajiban sebagai
3. Pemahaman pengertian penyelundupan pajak.
Pemahaman mengenai penyelundupan di maksudkan untuk
mengetahui seberapa paham Wajib Pajak tentang peraturan
dan ketentuan perundang-undangan perpajakan.
4. Minimnya tingkat pengetahuan Wajib Pajak.
Wajib Pajak yang memiliki pendidikan rendah berpeluang
enggan melaksanakan kewajiban perpajakan karena
kurangnya pemahaman mereka terhadap sistem perpajakan
yang diterapkan.
5. Tingginya tingkat pendidikan Wajib Pajak.
Wajib Pajak yang memiliki tingkat pendidikan tinggi
dianggap sudah mengerti akan tanggungjawab, hak dan
kewajiban sebagai warga negara yang baik terutama dalam
tanggungjawaban sebagai Wajib Pajak.
2. Variabel Dependen
Variabel Terikat (dependent variable), yaitu variabel yang diakibatkan
atau dipengaruhi oleh variabel bebas (Nanang, 2014: 61). Variabel
dalam penelitian ini yaitu Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (Y).
Adapun indikator yang digunakan dalam mengukur persepsi
1. Tepat Waktu Penyampaian SPT
Penyampaian SPT oleh Wajib Pajak harus sesuai dengan
ketentuan dan tata cara perpajakan yaitu menyampaikan SPT
dengan tepat waktu.
2. Kebenaran Perhitungan Pajak
Wajib Pajak yang memahami dan mengerti akan
tanggungjawab sebagai Wajib Pajak akan melakukan
perhitungan dengan jujur dan tanpa kecurangan.
3. Tepat Waktu Membayar Pajak
Wajib Pajak membayar sendiri pajak terutangnya sesuai
dengan ketentuan dan tata cara perpajakan.
4. Tidak Memiliki Tunggakan Pajak
Wajib Pajak dikatakan patuh apabila tidak memiliki
tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan
pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda
pembayaran pajak.
5. Tidak Melanggar Peraturan Perpajakan
Wajib Pajak dapat dinyatakan patuh jika tidak melanggar
peraturan yang telah berlaku dan mentaati setiap peraturan
6. Hasil Audit Laporan Keuangan
Laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga
pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar
Tanpa Pengecualian selama 3 tahun berturut-turut.
3. Pengukuran Variabel
Pengukuran Variabel dengan menggunakan skala Likert yaitu
metode yang mengukur sikap dengan menyatakan setuju atau ke tidak
setujuannya terhadap subyek, obyek atau kejadian tertentu
(Indiriantoro dan Supomo, 1999: 104). Adapun nilai kuantitatif yang
dikomposisikan digunakan dengan menggunakan skala Likert.
Responden diminta menyatakan tingkat kesetujuan atau
ketidaksetujuan. Variabel persepsi Self Assessment System, persepsi
Sosialisasi Perpajakan, persepsi Tingkat Pendidikan dan persepsi
Kepatuhan Wajib Pajak menggunakan pengukuran dengan
memberikan skala pada masing-masing poin jawaban sebagai berikut:
Tabel 3.1 Skala Likert
Keterangan Nilai
Sangat Setuju (SS) 5
Setuju (S) 4
Netral (N) 3
Tidak Setuju (TS) 2 Sangat Tidak Setuju (STS) 1
Hasil presentase dari variabel X dan Y dapat menunjukkan tinggi
atau tidaknya Self Assessment System, sosialisasi perpajakan, tingkat
Untuk dapat menilai hasil persentase variabel tersebut, maka diperlukan
batas-batas skor untuk masing-masing kategori.
Menurut Anzwar (2009: 109) perhitungan dilakukan dengan tahap sebagai
berikut :
Kategori tinggi : X ≥ Mi + Sdi
Kategori sedang : Mi –Sdi ≤ X ˂ Mi + Sdi
Kategori rendah : X ˂ Mi – Sdi
Keterangan:
X = Skor Total Variabel Mi = Mean Ideal
Sdi = Standar Deviasi Ideal
H. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini adalah suatu alat yang digunakan
mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Secara spesifik
semua fenomena ini disebut variabel penelitian (Sugiyono, 2007: 146).
Instrumen-instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
instrumen kuesioner untuk variabel persepsi Self Assessment System,
persepsi Sosialisasi Perpajakan, persepsi Tingkat Pendidikan, dan persepsi
Tabel 3.2
2. Diskusi dengan Wajib Pajak dan
tokoh masyarakat 3 3. Informasi Langsung dari petugas
ke Wajib Pajak 4
4. Pemasangan billboard 5
5. Website Dirjen Pajak 6 4. Minimnya tingkat pengetahuan
Wajib Pajak 4
5. Tingginya tingkat pendidikan
Wajib Pajak 5
Kepatuhan Wajib Pajak
1. Tepat Waktu Penyampaian SPT 1 2. Kebenaran Perhitungan Pajak 2 3. Tepat Waktu Membayar Pajak 3 4. Tidak Memiliki Tunggakan Pajak 4 5. Tidak Melanggar Peraturan
Perpajakan 5
6. Hasil Audit Laporan Keuangan 6 Sumber : Data diolah
I. Teknik Pengolahan Data
Terdapat tiga langkah dalam pengolahan data penelitian ini, seperti
yang telah dijelaskan oleh Siregar (2010: 206) sebagai berikut:
a. Editing
Editing adalah proses pengecekan atau pemeriksaan data yang
telah berhasil dikumpulkan dari lapangan, karena ada kemungkinan
data yang telah masuk tidak memenuhi syarat atau tidak
dibutuhkan.
b. Coding
Coding adalah kegiatan pemberian kode terutama pada tiap-tiap
data yang termasuk kategori yang sama. Coding yang dilakukan
adalah pemberian nilai (score) pada setiap jawaban yang terhimpun
Tabel 3.3 Nilai (score) Jawaban
Keterangan Nilai
Sangat Setuju (SS) 5
Setuju (S) 4
Netral (N) 3
Tidak Setuju (TS) 2 Sangat Tidak Setuju (STS) 1
c. Tabulating
Tabulasi adalah proses penempatan data ke dalam bentuk tabel
yang telah diberi kode sesuai dengan kebutuhan analisis.
J. Teknik Pengujian Instrumen
1) Uji Validitas
Uji validitas adalah menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur mampu
mengukur apa yang ingin diukur (Siregar, 2012: 46). Pengujian
pertanyaan dengan total nilai setiap variabel. Korelasi setiap item
pertanyaan dengan nilai total setiap variabel dilakukan dengan teknik
korelasi yaitu Person Product moment dengan taraf signifikansi 5%.
Menurut Siregar (2013: 47) mengatakan bahwa suatu instrument
dikatakan valid apabila:
a. Jika koefisien korelasi product moment melebihi 0,3 (Soegiyono,
1999).
b. Jika koefisien korelasi product moment > r-tabel (α ; n-2), n=
jumlah sampel
c. Nilai Sig. ≤ α .
2) Uji Reliabilitas
Reliabilitas menunjukkan pada adanya konsistensi dan stabilitas nilai
hasil skala pengukuran tertentu. Untuk mengukur reliabilitas
digunakan Cronbach Alpha. Metode Cronbach Alpha digunakan
untuk menghitung reabilitas suatu test yang tidak mempunyai pilihan
„benar‟ atau „salah‟ maupun „ya‟ atau „tidak‟, melainkan digunakan
untuk menghitung reabilitas suatu tes yang mengukur sikap atau
perilaku (Siregar, 2013). Skala pengukuran dikatakan mempunyai
reliabilitas jika angka Cronbach Alpha positif dan ≥ 0,6 (Sarwono,
Tabel 3.4
Batasan Skor Reliabilitas Alpha Cronbach
Skor Reliabilitas
<0,50 Rendah 0,50 – 0,60 Cukup 0,70 – 0,80 Tinggi Sumber : Jogiyanto (2008: 52)
K. Teknik Analisis Data
1. Deskripsi Karakteristik Responden
Analisis deskriptif responden digunakan untuk memisahkan atau
mengelompokkan responden agar diperoleh gambaran mengenai jenis
kelamin, usia, pendidikan terakhir, jenis pekerjaan, dan pendapatan
per bulan.
2. Deskripsi Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti telah menentukan banyaknya variasi
untuk dipelajari dan dicari informasinya serta ditarik kesimpulannya.
Variabel penelitian dalam penelitian ini adalah persepsi Self
Assessment System, persepsi sosialisasi perpajakan, persepsi tingkat
pendidikan dan persepsi kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi.
3. Uji Korelasi Peringkat Spearman (Rank-Spearman)
Teknik analisis data yang digunakan untuk menyelesaikan rumusan
masalah adalah analisis asosiatif. Menurut Siregar (2010: 213)
“analisis asosiatif merupakan bentuk analisis data penelitian untuk
menguji ada tidaknya hubungan keberadaan variabel dari dua
menggunakan tingkat pengukuran data ordinal, maka menurut
Somantri dan Ali (2006: 217) uji statistik pada analisis asosiatif yang
tepat untuk penelitian ini adalah Spearman Rank Correlation.
Spearman Rank Correlation adalah suatu perhitungan yang
digunakan untuk menunjukkan ada hubungan antar variabel, dan
untuk melihat derajat keeratan kedua variabel yang dicari
hubungannya. Angka korelasi berkisar antara 0 sampai dengan ± 1
(artinya paling tinggi ± 1 dan paling rendah 0). Peneliti menggunakan
alat bantu SPSS untuk melakukan uji korelasi peringkat Spearman
Rank Correlation tersebut.
Koefisien korelasi menunjukkan kekuatan hubungan liniear dan
arah hubungan dua variabel. Jika koefisien korelasi positif, maka
kedua variabel mempunyai hubungan searah. Artinya jika variabel X
tinggi, maka nilai variabel Y akan tinggi. Sebaliknya, jika koefisien
negatif, maka kedua variabel mempunyai hubungan terbalik. Artinya
jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan rendah (dan
sebaliknya).
Tabel 3.5
Sifat Hubungan Korelasi Berdasarkan Nilai r
Interval r Sifat Hubungan 0,000 – 0,199 Sangat lemah 0,200 – 0,399 Lemah 0,400 – 0,599 Cukup kuat
0,600 – 0,799 Mendekati sempurna 0,800 – 1,000 Sempurna
42 BAB IV
GAMBARAN UMUM
A. Gambaran Umum KPP Pratama Surakarta
1. Sejarah Berdirinya Kantor Pelayana Pajak (KPP) Pratama Surakarta
KPP Pratama Surakarta sudah ada sejak lama dengan berbagai
nama dan istilah. Sebelumnya tahun 1966, KPP Pratama Surakarta
berstatus sebagai Kantor Dinas Luar Tingkat I (KDL Tk. I) Surakarta
dibawah wewenang wilayah kerja dari Kantor Inspeksi Keuangan (KIK)
Yogyakarta. Tahun 1966 karena semakin banyak jumlah Wajib Pajak dan
jumlah penerimaan pajak, KDL Tk. I Surakarta ditingkatkan menjadi
Kantor Inspeksi Keuangan (KIK) Surakarta yang membawahi diantara
KDL Tk. I Klaten dan pada akhir tahun 1966 KIK Surakarta berganti
istilah menjadi KIK Surakarta A.
Tanggal 1 April 1989 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor:
276/KMK.01/1989 tentang organisasi dan tata kerja DJP, KPP Surakarta
dipecah menjadi:
a. Kantor Pelayanan Pajak Surakarta Tipe B dengan wilayah kerja
meliputi Kotamadya Surakarta, Kabupaten Karanganyar dan
Kabupaten Surakarta.
b. Kantor Pelayanan Pajak Klaten dengan wilayah meliputi Kota
Administrasi Klaten, Kota Boyolali, Kabupaten Sukoharjo dan
c. Unit Pemeriksa dan Penyidikan Pajak (UPP) Surakarta Tipe B,
dengan wilayah kerja se-eks-Karesidenan Surakarta (wilayah kerja
Kantor Inspeksi Pajak Surakarta).
Berdasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 94/KMK.01/1994 tanggal 29 Maret 1994 tentang
Oraganisasi dan Tata Kerja Direktorat Jendral Pajak (DJP), wilayah kerja
KPP Surakarta meliputi Kotamadya Surakarta, Kabupaten Karangayar,
Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Klaten serta Kantor Pelayanan Pajak
(Kapenpa) Sragen yang berkedudukan di Sragen.
Pembentukan KPP Pratama, merupakan bagian dari program
reformasi birokrasi perpajakan yang sifatnya komprehensif dan telah
berjalan sejak tahun 2002 yang ditandai dengan terbentuknya Kanwil dan
KPPWP Besar. Pmebentukan KPP Pratama lanjutan dilandasi oleh
terbitnya SE-19/PJ/2007 tanggal 13 April 2007 tentang Persiapan
Penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern pada Kantor Wilayah
Direktorat Jendral Pajak (Kanwil DJP).
Sehubungan dengan reorganisasi di lingkungan DJP, KPP
Surakarta telah berubah menjadi KPP Pratama Suurakarta. KPP Pratama
Surakarta dibentuk berdasarkan Keputusan Direktur Jendral Pajak
Kep-141/PJ/2007 yang ditetapkan pada tanggal 3 Oktober 2007 tentang
Penerapan Organisasi, Tata Kerja, dan Saat Mulai Beroperasinya Kantor
Wilayah (Kanwil) DJP Jawa Tengah II dan Kantor Pelayanan,
Tengah I, Kanwil DJP Jawa Tengah II, Kanwil DJP Daerah Istimewa
Yogyakarta. KPP Pratama Surakarta mulai beroperasi tanggal 30 Oktober
2007 dan sampai saat in wilayah KPP Pratama Surakarta sudah meliputi 5
(lima) kecamatan, yaitu Laweyan, Jebres, Serengan, Pasar Kliwon, dan
Banjarsari.
Pembentukan KPP Pratama diseluruh Indonesia berlangsung dalam
periode tahun 2007-2008. Perubahan yang dilakukan meliputi struktur
organisasi, proses bisnis, teknologi dan komunikasi, sarana dan prasarana,
serta manajemen sumber daya manusia. Perbaikan dalam sturktur DJP
terefleksi pada karakter kantor modern antara lain adanya Account
Represntative untuk pelayanan kepada Wajib Pajak, penerapan Kode Etik
Pegawai yang di awasi oleh Komite Kode Etik Pegawai, dan system
penggajian yang lebih baik.
KPP Pratama merupakan penggabungan 3 (tiga) jenis unit kantor
yang berbeda, yakni Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karikpa),
Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB), dan Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) dengan masing-masing seksi ke dalam seksi-seksi
yang baru sebagai berikut:
a. Waskon (Pengawasan dan Konsultasi)
Berdasarkan wilayah di Kota Surakarta, maka seksi waskon di KPP
Pratama Surakarta ini dibagi menjadi 4 (empat), dengan pembagian
wilayah sebagai berikut Waskon I untuk wilayah Kecamatan Laweyan,
wilayah Kecamatan Serengan dan Pasar Kliwon, dan Waskon IV untuk
wilayah Kecamatan Banjarsari.
b. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI)
c. Seksi Pelayanan
d. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan
e. Seksi Pemerikasaan
f. Seksi Penagihan
g. Sub Bagian Umum
2. Lokasi KPP Pratama Surakarta
KPP Pratama Surakarta berlokasi di Jalan Kyai Haji Agus Salim No.1
Surakarta 57417, Telepon (0271) 717522/718400/720821, Faksimili
(0271) 728436, Homepage DJP : www.pajak.go.id. 3. Fasilitas KPP Pratama Surakarta
KPP Pratama Surakarta dilengkapi dengan:
a. Aula yang terletak berdektan dengan taman berseri KPP Pratama
Surakarta.
b. Poli klinik yang dibuka setiap hari Senin dan Kamis, yang dilayani
oleh 1 (satu) orang dokter.
c. Lapangan tenis outdoor dihalaman belakang kantor.
d. Ruangan rapat khusus yang digunkana untuk pertemuan-pertemuan
khusus.