• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh minat dan prestasi belajar sejarah terhadap sikap nasionalisme siswa SMA Bopkri 2 Yogyakarta tahun ajaran 2015/2016.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh minat dan prestasi belajar sejarah terhadap sikap nasionalisme siswa SMA Bopkri 2 Yogyakarta tahun ajaran 2015/2016."

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

xiii

NASIONALISME SISWA SMA BOPKRI 2 YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2015/2016

Paulinus Yanto Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Perbedaan sikap nasionalisme antara siswa yang memiliki minat belajar sejarah tinggi dan rendah. (2) Perbedaan sikap nasionalisme antara siswa yang memiliki prestasi belajar sejarah tinggi dan rendah. (3) Interaksi antara minat dan prestasi belajar sejarah terhadap sikap nasionalisme siswa.

Metode penelitian ini adalah ex post facto. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2015/2016 yang berjumlah 104 orang. Sampel yang digunakan sebanyak 80 orang. Pengambilan sampel menggunakan Random Sampling. Data tentang minat belajar sejarah dan sikap nasionalisme dikumpulkan melalui kuesioner, sedangkan data prestasi belajar sejarah diperoleh melalui dokumentasi yaitu nilai ulangan akhir semester ganjil. Teknik analisis data menggunakan analisis varians dua jalan sama sel (Anava 2x2).

(2)

xiv

THE INFLUENCE OF INTEREST AND ACHIEVEMENT IN STUDYING HISTORY TOWARDS OF THE NATIONALISM ATTITUDE OF STUDENTS IN BOPKRI 2

SENIOR HIGH SCHOOL YOGYAKARTA 2015/2016 ACADEMIC YEAR

Paulinus Yanto Sanata Dharma University

2016

This research aims to recognize: (1) The difference of nationalism attitude between students who have higher and lower interests in studying history. (2) The difference of nationalism attitude between students who have higher and lower achievements in studying history. (3) The interaction between interest and achievement in studying history towards students’ nationalism attitude.

This research applied ex-post facto method. The population were 80 students from BOPKRI 2 Senior High School grade eleventh. In gaining the data, the researcher used random sampling. In order to obtain the data of interest in learning history and nationalism attitude, the researcher used questioner. The researcher examined the history learning achievement data from the documentation of students’ final exam. The research analyzed the data by using two way variant analysis with same sells (Anava 2x2)

(3)

PENGARUH MINAT DAN PRESTASI BELAJAR SEJARAH TERHADAP

SIKAP NASIONALISME SISWA SMA BOPKRI 2 YOGYAKARTA

TAHUN AJARAN 2015/2016

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat j

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh :

Paulinus Yanto

NIM : 121314013

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)

i

PENGARUH MINAT DAN PRESTASI BELAJAR SEJARAH TERHADAP

SIKAP NASIONALISME SISWA SMA BOPKRI 2 YOGYAKARTA

TAHUN AJARAN 2015/2016

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh:

Paulinus Yanto

NIM : 121314013

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)

iv

PERSEMBAHAN

Dengan puji syukur kepada Yuhan Yang Maha Esa, Kupersembahkan penelitian

ini kepada :

1. Bapak saya, Paulus Rongkak, yang selalu memperhatikan dan memotivasi

saya untuk selalu berusaha menyelesaikan tugas akhir ini, serta ibu tercinta

yang selalu memberikan doa dan dukungan.

2. Adik saya, Veronika Yulli yang selalu memberikan doa, dukungan dan

semangat.

3. Bapak Ibu dosen Prodi Pendidikan Sejarah khususnya Ibu Dra. Th. Sumini,

M.Pd yang selalu mengajar dan mengarahkan saya selama menyelesaikan

studi di Universitas Sanata Dharma.

(8)

v MOTTO

Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberikan kekuatan

kepadaku.

(9)
(10)
(11)

viii ABSTRAK

PENGARUH MINAT DAN PRESTASI BELAJAR SEJARAH TERHADAP SIKAP NASIONALISME SISWA SMA BOPKRI 2 YOGYAKARTA

TAHUN AJARAN 2015/2016

Paulinus Yanto Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Perbedaan sikap nasionalisme antara siswa yang memiliki minat belajar sejarah tinggi dan rendah. (2) Perbedaan sikap nasionalisme antara siswa yang memiliki prestasi belajar sejarah tinggi dan rendah. (3) Interaksi antara minat dan prestasi belajar sejarah terhadap sikap nasionalisme siswa.

Metode penelitian ini adalah ex post facto. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2015/2016 yang berjumlah 104 orang. Sampel yang digunakan sebanyak 80 orang. Pengambilan sampel menggunakan Random Sampling. Data tentang minat belajar sejarah dan sikap nasionalisme dikumpulkan melalui kuesioner, sedangkan data prestasi belajar sejarah diperoleh melalui dokumentasi yaitu nilai ulangan akhir semester ganjil. Teknik analisis data menggunakan analisis varians dua jalan sama sel (Anava 2x2).

(12)

ix ABSTRACT

THE INFLUENCE OF INTEREST AND ACHIEVEMENT IN STUDYING HISTORY TOWARDS OF THE NATIONALISM ATTITUDE OF STUDENTS IN BOPKRI 2 SENIOR HIGH SCHOOL YOGYAKARTA

2015/2016 ACADEMIC YEAR

Paulinus Yanto Sanata Dharma University

2016

This research aims to recognize: (1) The difference of nationalism attitude between students who have higher and lower interests in studying history. (2) The difference of nationalism attitude between students who have higher and lower achievements in studying history. (3) The interaction between interest and achievement in studying history towards students’ nationalism attitude.

This research applied ex-post facto method. The population were 80 students from BOPKRI 2 Senior High School grade eleventh. In gaining the data, the researcher used random sampling. In order to obtain the data of interest in learning history and nationalism attitude, the researcher used questioner. The researcher examined the history learning achievement data from the documentation of students’ final exam. The research analyzed the data by using two way variant analysis with same sells (Anava 2x2)

(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan berkat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi dengan judul PENGARUH MINAT DAN PRESTASI BELAJAR

SEJARAH TERHADAP SIKAP NASIONALISME SISWA SMA BOPKRI 2

YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2015/2016”.

Penulisan skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana (S1) di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahun Sosial.

3. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Dra. Th. Sumini, M.Pd selaku dosen pembimbing I yang dengan sabar membimbing, membantu, mengarahkan serta memberikan dorongan dan semangat sampai selesai.

5. Bapak Hendra Kurniawan, M.Pd. selaku dosen pembimbing II yang dengan sabar membimbing dan memberikan dorongan kepada penulis.

6. Ibu Sri Sulastri, M.Pd. selaku Kepala Sekolah SMA BOPKRI 2 Yogyakarta yang telah berkenan memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

7. Seluruh dosen dan pihak sekretariat Program Studi Pendidikan Sejarah yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama penulis menyelesaiakan studi di Universitas Sanata Dharma.

(14)

xi

9. Teman-teman Prodi Pendidikan Sejarah khususnya angkatan 2012. 10.Siswa-siswa SMA BOPKRI 2 Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun bagi skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Yogyakarta, 18 Juli 2016

(15)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... vxi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah... 7

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 9

E. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10

A. Kajian Teori ... 10

1. Minat Belajar Sejarah ... 10

2. Prestasi Belajar Sejarah ... 15

3. Sikap Nasionalisme ... 31

B. Kerangka Berpikir ... 37

C. Hipotesis ... 40

(16)

xiii

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 44

B. Populasi Penelitian ... 44

C. Definisi Operasional Variabel ... 45

D. Teknik Pengumpulan Data ... 46

E. Desain Penelitian ... 50

F. Analisis Data ... 52

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 58

A. Deskripsi Data ... 58

1. Data Sikap Nasionalisme Siswa dengan Minat Tinggi dan Prestasi Tinggi ... 58

2. Data Sikap Nasionalisme Siswa dengan Minat Tinggi dan Prestasi Rendah ... 59

3. Data Sikap Nasionalisme Siswa dengan Minat Rendah dan Prestasi Tinggi ... 60

4. Data Sikap Nasionalisme Siswa dengan Minat Rendah dan Prestasi Rendah ... 61

B. Uji Persyaratan Analisis ... 62

1. Uji Normalitas ... 62

2. Uji Homogenitas ... 64

3. Uji Hipotesis ... 65

4. Uji Joli ... 67

C. Pembahasan ... 68

1. Pengaruh Minat Belajar Terhadap Sikap Nasionalisme ... 68

2. Pengaruh Prestasi Belajar Sejarah Terhadap Sikap Nasionalisme ... 70

3. Interaksi Antara Minat dan Prestasi Belajar Siswa Terhadap Sikap nasionalisme siswa ... 72

BAB V PENUTUP ... 74

A. Kesimpulan ... 74

B. Implikasi ... 75

C. Saran ... 77

(17)

xiv

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1 Butir Kuesioner Minat Belajar yang Valid ... 49 2. Tabel 2 Butir Kuesioner Sikap Nasionalisme yang Vaid... 50 3. Tabel 3 Anava 2X2 ... 52 4. Tabel 4 Hasil Uji Normalitas dari Variabel Minat Belajar Sejarah Tinggi

dan Prestasi Belajar Sejarah Tinggi ... 62 5. Tabel 5 Hasil Uji Normalitas dari Variabel Minat Belajar Sejarah Tinggi

dan Prestasi Belajar Sejarah Rendah ... 63 6. Tabel 6 Uji Normalitas dari Variabel Minat Belajar Sejarah Rendah dan

Prestasi Belajar Sejarah Tinggi ... 63 7. Tabel 7 Uji Normalitas dari Variabel Minat Belajar Sejarah Rendah dan

Prestasi Belajar Sejarah Rendah... 63 8. Tabel 8 Hasil Uji Homogenitas Varian ... 65 9. Tabel 9 Rangkuman Analisis Varian Data Pengaruh Minat Belajar dan

Prestasi Belajar Terhadap Sikap Nasionalisme Siswa ... 65 10.Tabel 10 Uji Joli Antar Sel Minat Belajar Tinggi dan Prestasi Belajar

(18)

xv

DAFTAR GAMBAR

I. Gambar Skema Kerangka Berpikir ... 43 II. Histogram Sikap Nasionalisme Berdasarkan Minat Tinggi dan Prestasi

Belajar Tinggi... 58 III. Histogram Sikap Nasionalisme Berdasarkan Minat Tinggi dan Prestasi

Belajar Rendah ... 59 IV. Histogram Sikap Nasionalisme Berdasarkan Minat Rendah dan Prestasi

Belajar Tinggi... 60 V. Histogram Sikap Nasionalisme Berdasarkan Minat Rendah dan Prestasi

(19)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

1. Jadwal Penelitian ... 82

2. Kisi-kisi Kuesioner Minat Belajar dan Sikap Nasionalisme ... 83

3. Kuesioner Minat Belajar ... 86

4. Kuesioner Sikap Nasionalisme ... 89

5. Data Mentah ... 93

6. Validitas Variabel Minat ... 96

7. Tabel Signifikansi Minat Belajar ... 97

8. Tabel Reliabilitas Minat Belajar ... 99

9. Rumus Reliabilitas Minat Belajar ... 101

10.Validitas Sikap Nasionalisme ... 102

11.Tabel Signifikansi Sikap Nasionalisme ... 103

12.Tabel Reliabilitas Sikap Nasionalisme... 105

13.Rumus Reliabilitas Sikap Nasionalisme ... 107

14.Klasifikasi Tinggi Rendah... 108

15.Mencari Mean, Median, Modus dan Standar Deviasi ... 109

16.Uji Normalitas ... 110

17.Uji Homogenitas ... 116

18.Analisis Data ... 120

19.Uji Joli ... 125

20.Perhitaungan Sampel ... 126

21.Surat Izin Penelitian Pemerintah Kota Yogyakarta ... 127

(20)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut Undang-Undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional No. 20

Tahun 2013 Bab I Pasal 1, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik

secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memilih kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Berdasarkan pengertian di atas, maka fungsi penting pendidikan ialah

pembelajaran tentang kehidupan manusia dalam beragam fungsi dan

kebutuhan. Pendidikan juga bertujuan untuk membentuk kepribadian dan

kemampuan. Untuk mencapai tujuan tersebut pendidikan dapat melalui

keluarga, sekolah dan masyarakat.

Pengajaran sejarah di sekolah mempunyai fungsi khusus sebagai

berikut ; 1) membantu mengembangkan pada siswa cinta terhadap tanah air

dan pengertian tentang adat istiadat serta cara-cara hidupnya.1 2) Mempunyai

fungsi intrinsik dan ekstrinsik. Fungsi intrinsik pembelajaran meliputi sejarah

sebagai ilmu, sejarah sebagai mengetahui masa lampau, sejarah sebagai

pernyataan pendapat dan sejarah sebagai profesi sedangkan fungsi ekstrinsik

yaitu sejarah dapat digunakan sebagai liberal education (pendidikan budaya).

1 C.P Hill, Saran-saran tentang Mengajarkan Sejarah (terjemahan Hasan Wirasustina), Jakarta:

(21)

Selain itu secara umum sejarah mempunyai tujuan pendidikan yaitu 1)

sebagai pendidikan moral, penalaran, politik, kebijakan, perubahan, masa

depan, keindahan dan ilmu bantu.2 2) untuk menanamkan pemahaman tentang

adanya perkembangan masyarakat masa lampau hingga masa kini,

menumbuhkan rasa cinta bangsa dan tanah air.

Berdasarkan tujuan pelajaran sejarah tersebut, sebagai seorang guru

dituntut untuk menumbuhkan minat belajar siswa agar siswa dapat tertarik

dengan pelajaran sejarah. Guru dalam usahanya menumbuhkan minat belajar

siswa selain menjalin kerja sama perlu membuat pembuat pembelajaran

sejarah di kelas lebih menarik perhatian siswa agar tidak berkesan

membosankan agar tujuan pendidikan sejarah bisa mencapai keberhasilan.

Keterpaduan pendidikan keluarga, sekolah, dan masyarakat sangat

menentukan keberhasilan dalam dunia pendidikan. Sekolah merupakan

lembaga pendidikan formal yang sangat penting untuk membina generasi

muda. Hal ini terbukti dari tujuan sekolah yaitu bahwa pendidikan sekolah

bukan hanya bertujuan untuk meningkatkan kemampuan akademik,

keterampilan, dan kreativitas tetapi juga bertujuan untuk meningkatkan

kemampuan siswa dalam bidang-bidang lain sesuai dengan fungsi dan tujuan

lembaga pendidikan tersebut

Untuk mengetahui tercapai atau tidaknya tujuan pendidikan, guru

memerlukan penilaian. Penilaian ini merupakan rangkaian dalam proses

belajar mengajar di sekolah yang terwujud dalam prestasi belajarnya. Prestasi

(22)

belajar itu disusun dalam suatu laporan yang berisi kecakapan dan

kemampuan siswa dalam berbagai bidang studi yang diwujudkan dalam

bentuk nilai atau angka.

Keberhasilan anak didik dalam menempuh pendidikan dipengaruhi

oleh berbagai macam faktor, salah satunya adalah minat. Minat yang tinggi

akan membantu anak didik untuk mendapatkan proses belajar yang baik.

Minat merupakan pendorongnya munculnya motivasi seseorang untuk

melakukan sesuatu tanpa adanya pengaruh dari pihak lain. Minat tidak dibawa

sejak lahir, melainkan memerlukan proses belajar untuk menumbuhkan

minat.3 Karena minat mempunyai arti penting dalam keberhasilan belajar. Arti

penting minat dalam belajar sebagai berikut:

1. Minat melahirkan perhatian yang serta merta. 2. Minat memudahkan terciptanya konsentrasi. 3. Minat mencegah perhatian dari luar.

4. Minat memperkuat melekatkan bahan pelajaran dalam ingatan. 5. Minat memperkecil kebosanan studi dalam diri sendiri.4

Sekolah merupakan pendidikan formal yang memiliki peran penting

untuk membina generasi muda. Hal ini dapat dilihat dari tujuan pendidikan

sekolah yaitu bahwa pendidikan sekolah tidak hanya bertujuan meningkatkan

kecerdasan, keterampilan dan kreativitas, tetapi juga bertujuan untuk

meningkatkan keterampilan siswa dalam bidang-bidang lainnya.

Tujuan pendidikan sekolah di Indonesia dapat dilihat dari tujuan Pendidikan Nasional Indonesia menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 yaitu “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan

3 Slameto, Belajar dan Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: PT Bina Karya, 1988, hal 180 4 The Liang Gie, Cara Belajar yang Efisien, Jilid 1, Yogyakarta: Pusat Belajar Ilmu Berguna,

(23)

untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Dengan demikian apabila pendidikan dianggap sebagai sarana untuk

mewujudkan cita-cita nasional, maka sejarah berperan penting untuk

mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan tersebut. Pendidikan sejarah

menjadi penting karena di dalamnya termuat proses pewarisan nilai yaitu,

nilai-nilai yang berkembang pada generasi sebelumnya kepada generasi

berikutnya. Melalui pendidikan manusia mendapatkan unsur-unsur peradaban

masa lampau dan memungkinkannya untuk mengambil peranan dalam

peradaban masa kini maupun untuk membentuk peradaban di masa yang akan

datang.5 Untuk itu perlu adanya kesadaran sejarah pada generasi muda yang

ditanamkan melalui pembelajaran sejarah sebagai pewarisan nilai-nilai masa

lampau.

Untuk mewariskan nilai-nilai masa lampau kepada generasi muda

perlu ditanamkan kesadaran sejarah pada diri siswa. Untuk menanamkan

kesadaran sejarah peran guru sejarah sangat dibutuhkan, terutama pada saat

proses pelajaran sejarah. Pembelajaran yang menarik akan menimbulkan

minat belajar yang tinggi pada diri siswa sehingga siswa merasa tertarik untuk

mempelajari sejarah. Melalui kesadaran sejarah sikap nasionalisme dapat

ditanamkan pada diri siswa. Kesadaran sejarah mencangkup pengalaman di

masa lampau rasa senasib dalam penjajahan. Perasaan senasib menjadi dasar

5 I Gede Widja, Dasar-dasar Pengembangan Strategi Serta Metode Pengajaran Sejarah, Jakarta:

(24)

untuk membangun persatuan menumbuhkan rasa citai tanah air. Tanpa adanya

kesadaran sejarah tidak akan ada rasa kebersamaan dan kesadaran untuk

menciptakan persatuan untuk membangkitkan semangat nasionalisme.

Pengajaran sejarah di sekolah bertujuan untuk menumbuhkan sikap

nasionalisme kepada siswa. Pengajaran sejarah merupakan dasar bagi

pendidikan dalam rangka membangun bangsa, terutama untuk membangkitkan

kesadaran, bahwa siswa adalah bagian dari bangsa.6 Pengajaran sejarah juga

melatih para siswa untuk lebih kritis memahami permasalahan dalam

membedakan antara kebenaran dan propaganda.

Dahulu makna nasionalisme adalah perjuangan melawan penjajah

untuk mendapatkan kemerdekaan sedangkan hakikat nasionalisme saat ini

ialah mengisi pembangunan dengan perbuatan positif. Namun nasionalisme

dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di era globalisasi ini memiliki daya

tarik karena sekarang kobaran semangat nasionalisme generasi muda mulai

luntur. Misalnya kurang menghargai keberagaman, berkurangnya rasa

kesetiakawanan, tidak menaati peraturan, tidak mencintai produk dalam

negeri, mengabaikan kepentingan umum, ketertiban dan keamanan, serta tidak

menjunjung tinggi bendera merah putih. Lunturnya nasionalisme bangsa dapat

menjadi ancaman terhadap terkikisnya nilai-nilai patriontisme yang menjadi

landasan kecintaan terhadap tanah air.

Pada saat ini bangsa Indonesia menghadapi berbagai masalah yang

berkaitan dengan nasionalisme seperti; 1) ancaman globalisasi, 2) transformasi

6 Marwati Djoened Poesponegara, Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia (1), Jakarta:

(25)

bangsa Indonesia, 3) ancaman identitas bangsa termasuk gerakan disintegrasi,

4) mental-mental tamak, feodal, tahayul, korup, tidak disiplin, tidak percaya

diri, lari dari tanggung jawab, dan 5) terus melemahnya kesadaran sejarah.

Tantangan bagi nasionalisme lahir seiring dengan semakin modernnya

kehidupan manusia. Persebaran globalisasi yang pesat merupakan penyebab

utama kemerosotan rasa nasionalisme. Sikap nasionalisme di kalangan siswa

SMA saat ini menimbulkan berbagai masalah di kalangan siswa yaitu tidak

mengikuti upacara, tidak hafal lagu Indonesia raya, tidak hafal Pancasila, tidak

mengibarkan bendera merah putih dan tidak saling menghormati perbedaan

antar sesama.

Selain itu, ada anggapan di kalangan masyarakat yang mengatakan

semangat kebangsaan atau nasionalisme siswa di sekolah telah menurun atau

pudar. Siswa sering melanggar peraturan dan tata tertib sekolah, siswa tidak

menghayati ketika menyanyikan lagu Indonesia Raya, siswa tidak serius

ketika memberi hormat pada bendera merah putih, datang ke sekolah tidak

tepat waktu, kurang peduli dengan lingkungan sekolah, tidak serius dalam

berdoa ketika upacara bendera, dan siswa kurang mengenang jasa para

pahlawan seperti tidak menghadiri upacara peringatan hari pahlawan, tidak

serius menyanyikan lagu Gugur Bunga untuk mengenang jasa pahlawan dan

lainnya.

Namun demikian perlu disadari bahwa bentuk nasionalisme saat ini

berbeda dengan yang nasionalisme masa lalu. Nasionalisme pada masa lalu

(26)

sedangkan nasionalisme pada saat ini mengisi pembangunan dengan cara

belajar sungguh-sungguh agar berprestasi di sekolah. Maka upaya yang dapat

dilakukan untuk menumbuhkan semangat nasionalisme generasi muda salah

satunya melalui pendidikan.

Melalui pendidikan khususnya pelajaran sejarah mendorong

munculnya kesadaran sejarah yang diharapkan siswa mampu mendapatkan

prestasi yang baik dalam bidang kognitif, afektif maupun psikomotorik dan

memotivasi generasi muda memiliki sikap nasionalisme. Guru sejarah dalam

pendidikan dan pembelajaran sebaiknya mampu menerapkan nilai-nilai yang

terkandung dalam peristiwa sejarah. Nilai-nilai sejarah yang kiranya dapat

diambil dan ditanamkan pada generasi muda mampu menjadikan generasi

muda yang mempunyai rasa tanggung jawab, patriotisme, berkarakter dan rasa

nasionalisme tinggi terhadap bangsa Indonesia.

Berdasarkan uraian di atas ditemukan banyak masalah yang berkaitan

dengan sikap nasionalisme. Maka penulis tertarik untuk melihat sejauh mana

pengaruh minat dan prestasi belajar sejarah terhadap sikap nasionalisme. Adapun judul dalam penelitian ini ialsah “Pengaruh Minat dan Prestasi Belajar

Sejarah Terhadap Sikap Nasionalisme Siswa SMA BOPKRI 2 Yogyakarta

Tahun Ajaran 2015/2016”.

B. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas

(27)

Dilihat dari beberapa aspek banyak faktor yang berhubungan dengan sikap

nasionalisme siswa seperti; ancaman globalisasi, transformasi bangsa

Indonesia, ancaman identitas bangsa termasuk gerakan disintegrasi,

mental-mental tamak, feodal, tahayul, korup, tidak disiplin, tidak percaya diri, lari

dari tanggung jawab, melemahnya kesadaran sejarah, prestasi, kemampuan,

bakat, kondisi fisik, minat, intelegensi, daya krestifitas, keceptan belajar, cara

belajar dan lain-lain.

Dalam penelitian ini masalah yang dibahas dibatasi pada pengaruh

minat dan prestasi belajar sejarah terhadap sikap nasionalisme siswa SMA

BOPKRI 2 Yogyakarta.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang dapat dirumuskan

sebagai berikut :

1. Apakah ada perbedaan sikap nasionalisme antara siswa yang memiliki

minat belajar sejarah tinggi dan siswa yang memiliki minat belajar sejarah

rendah ?

2. Apakah ada perbedaan sikap nasionalisme antara siswa yang memiliki

prestasi belajar sejarah tinggi dan siswa yang memiliki prestasi belajar

sejarah rendah ?

3. Apakah ada interaksi antara minat dan prestasi belajar sejarah terhadap

(28)

D. Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini tujuan yang hendak dicapai adalah untuk

menguji:

1. Ada atau tidak adanya perbedaan sikap nasionalisme antara siswa yang

memiliki minat belajar sejarah yang tinggi dan siswa yang memiliki minat

belajar sejarah yang rendah.

2. Ada atau tidak adanya perbedaan sikap nasionalisme antara siswa yang

prestasi belajar sejarah yang tinggi dengan siswa yang memiliki prestasi

belajar sejarah yang rendah.

3. Ada atau tidak adanya interaksi antara minat dan prestasi belajar sejarah

dalam mempengaruhi sikap nasionalisme siswa.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Dapat memberi suatu gambaran mengenai pengaruh minat dan prestasi

belajar sejarah siswa terhadap sikap nasionalisme.

2. Bagi Universitas Sanata Dharma khususnya Program Pendidikan Sejarah.

Penelitian ini dapat menambah bahan bacaan dan referensi pustaka yang

bermanfaat bagi mahasiswa, khususnya tentang pengaruh minat dan

(29)

3. Bagi Sekolah

Penelitian ini berguna untuk memberi gambaran kepada guru untuk

menumbuhkan minat belajar sejarah siswa dan meningkatkan prestasi

belajar sejarah siswa agar sikap nasionalisme siswa semakin tinggi.

4. Bagi Peneliti

Dapat menambah wawasan dan informasi baru mengenai pengaruh minat

dan prestasi belajar sejarah terhadap sikap nasionalisme dan dapat menjadi

bekal peneliti nantinya untuk menumbuhkan minat belajar sejarah siswa

dan meningkatkan prestasi belajar siswa. Selain itu dapat menjadikan

pedoman bagi peneliti untuk melakukan penulisan karya ilmiah

(30)

11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

Setiap mata pelajaran yang terdapat pada kurikulum memiliki sasaran

dan tujuan masing-masing. Sasaran dan tujuan berguna untuk mengetahui apa

yang harus diketahui, dilakukan oleh siswa. Sasaran dan tujuan pengajaran

sejarah harus mengacu pada tujuan pendidikan yang lebih luas.7 Guru harus

memiliki sasaran dan tujuan yang jelas ketika mengajar karena setiap jenajng

pendidikan mempunyai sasaran pembelajaran sejarah yang berbeda. Secara

umum sasaran pembelajaran sejarah untuk mengembangkan pemahaman

tentang diri sendiri, memberikan gambaran yang tepat tentang konsep ruang,

waktu dan masyarakat, mengajarkan tolerasi, menanamkan sikap intelektual,

mengajarkan prinsip-prinsip moral, menanamkan orientasi ke masa depan,

memberikan pelatihan mental, mengembakan keterampilan-keterampilan

berguna dan memperkokoh rasa nasionalisme.

Sejarah merupakan salah satu ilmu-ilmu sosial. Tujuan utama

pendidikan ilmu-ilmu sosial adalah meperkenalkan kepada anak-anak masa

lampau dan masa sekarang mereka, serta lingkungan geografisnya dan

lingkungan sosial mereka.8 Pembelajran sejarah untuk mengembangkan

kemampuan anak-anak agar dapat menghargai warisan budaya masa lampau.

Selain itu diharapkan siswa mampu mendapatkan pengetahun mengenai fakta,

(31)

memahami fakta dan peristiwa penting, mempunyai pemikiran yang kritis,

mempunyai keterampilan praktis, dan menjadikan siswa berperilaku sosial

yang sehat seperti memiliki rasa patriotism, menghargai keberagaman, dan

mampu bekerja sama dengan sesama.

Sejarah perlu diajarkan untuk menanakan nilai-nilai masa lampau

kepada generasi muda. Sejarah sangat bernilai sebagai suatu pelajaran dengan

banyak cara. Ada banyak hasil penting yang menjadi tanggung jawab setiap

kegiatan pembelajarna sejarah. Nilai-nilai pembelajaran sejarah dapat

dikelompokkan menjadi nilai keilmuan, nilai informasi, nilai etnis, nilai

budaya, nilai politik, nilai nasionalisme, nilai internasional dan nilai kerja.9

1. Minat Belajar Sejarah

Minat merupakan suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat

ciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginan sendiri.

Oleh karena itu, sesuatu yang dilihat seseorang sudah tentu akan

membangkitkan minat sejauh sesuatu yang dilihat itu mempunyai hubungan

dengan kepentingan sendiri. Minat timbul tidak secara tiba-tiba melainkan

timbul akibat dari partisipasi, pengalaman, kebiasaan pada waktu belajar atau

bekerja.10 Menurut Syaiful Bahri Djamarah minat merupakan kecenderungan

yang menetap untuk memperhatikan aktivitas itu secara konsisten dengan rasa

senang.11 Slameto juga mengatakan bahwa minat merupakan suatu rasa lebih

9 S. K. Kochhar, Op. Cit, Hal 63

(32)

suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang

menyuruh.12

Ketika seseorang memiliki minat belajar, pada saat itulah perhatiannya

tidak lagi dipaksakan dan akan beralih secara spontan. Semakin besar minat

seseorang akan semakin besar spontanitas perhatiannya. Belajar dalam jangka

panjang tidak mungkin berlangsung tanpa adanya perhatian spontan, padahal

belajar tekun cukup lama menjadi prasyarat untuk menguasai pelajaran dan

memperdalam pemahaman.13

Minat juga diartikan sebagai suatu sikap atau perasaan yang positif

terhadap suatu aktivitas orang, pengalaman, atau benda. Secara umum minat

diartikan sebagai suatu keadaan mental yang menghasilkan respons terarah

kepada situasi atau objek tertentu yang menyenangkan dan memberi kepuasan

kepada seseorang. Dengan demikian minat dapat menimbulkan sikap yang

merupakan suatu kesiapan berbuat bila ada stimulus khusus sesuai dengan

keadaan tersebut.14

Minat belajar sejarah adalah rasa senang dan tertaik untuk mempelajari

sejarah serta memiliki perhatian yang tinggi terhadap pelajaran sejarah yang

dapat membantu seseorang mudah untuk memahami pelajaran sejarah. Dari

pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa anak didik yang berminat

terhadap pelajaran sejarah akan mengikuti pembelajaran sejarah secara

konsisten dengan rasa senang dikarenakan hal tersebut datang dari dalam diri

12 Slameto, Belajar dan Fakto-Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010,

hal 180

13 The Liang Gie, Cara Belajar yang efisien, Jilid 1, Yogyakarta: Pusat Belajar Ilmu Berguna,

2002, hal 29

(33)

anak didik itu sendiri yang didasarkan rasa suka dan tidak adanya paksaan dari

pihak luar. Anak didik yang berminat akan mempelajari dengan

sungguh-sungguh, karena ada daya tarik baginya. Dengan kata lain minat belajar

sejarah adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada pembelajaran

sejarah tanpa ada yang memaksa.

Minat tidak dibawa sejak lahir melainkan didapat melalui proses

pengalaman belajar.15 Dengan demikian perlu adanya usaha untuk

menumbuhkan dan meningkatkan minat. Misalkan dalam pelajaran sejarah,

perlu menggunakan media-media pembelajaran yang menarik seperi film, foto

dan gambar maka anak didik akan tertarik untuk mengikut proses

pembelajaran. Minat belajar memiliki dua aspek yaitu:16

1. Aspek Kognitif

Berdasarkan konsep yang dikembangkan anak mengenai bidang yang

berkaitan dengan minat. Konsep yang membangun aspek kognitif minat

didasarkan atas pengalaman pribadi dan apa yang dipelajari di rumah,

sekolah, masyarakat dan media massa.

2. Aspek Afektif

Konsep yang membangun aspek afektif minat dinyatakan dalam sikap

terhadap kegiatan yang ditimbulkan minat. Aspek afektif juga

dikembangkan dari pengalaman pribadi, dari sikap orang lain yang penting

seperti orang tua, guru, teman-teman sebaya terhadap kegiatan yang

berkaitan dengan minat.

15Slameto, op. cit, hal. 180

(34)

Berdasarkan uraian tersebut, maka minat terhadap mata pelajaran Sejarah

yang dimiliki seseorang bukan bawaan sejarah lahir, tetapi dipelajari melalui

penilaian kognitif dan afektif seseorang yang dinyatakan dalam sikap. Dengan

kata lain, jika proses penilaian kognitif dan afektif seseorang terhadap objek minat

adalah positif maka akan menghasilkan sikap yang positif dan dapat

menumbulkan minat. Minat juga memiliki faktor-faktor yang mempengaruhinya

yakni:

1. Faktor Internal Individu

Faktor yang mempengaruhi minat yang muncul dari dalam diri individu

sendiri antara lain.

1) Cita-cita

Setiap orang memiliki cita-cita dalam hidupnya, termasuk anak

didik. Cita-cita juga mempengaruhi minat belajar anak didik. Cita-cita

sering senantiasa diperjuangkan, bahkan tidak jarang seseorang

mendapatkan rintangan, namun tetap berusaha untuk mencapainya.

2) Hobi

Hobi merupakan hal yang menyenangkan untuk dilakukan, dengan

demikian kesenangan tersebut menyebabkan timbulnya minat. Sebagai

contoh seseorang memiliki hobi mempelajari sejarah maka secara spontan

timbul minat untuk menekuni ilmu sejarah. Dengan demikian hobi tidak

bisa dipisahkan dari faktor minat.

(35)

Keberhasilan seseorang dalam belajar memiliki pengaruh yang

kuat terhadap minat. Sebab dengan prestasi yang tinggi akan

menumbuhkan minat yang semakin kuat untuk terus menekuni bidang

yang dipelajari. Begitu juga sebaliknya, prestasi yang rendah dapat

membuat rasa kecewa sehingga akan mengurangi minat seseorang untuk

menekuni bidangnya.

4) Konsep Diri

Kepercayaan diri memberikan pengaruh yang kuat terhadap minat.

Seseorang yang yakin bahwa dapat mendapatkan prestasi yang tinggi akan

menimbulkan minat yang tinggi pula untuk belajar, sebab seseorang

tersebut sudah meletakkan keyakinan bisa mendapatkan prestasi yang

tinggi.

2. Faktor Eksternal Individu

Faktor yang mempengaruhi minat yang muncuk dari luar diri individu, antara

lain:

1) Pengaruh Orang tua

Orang tua mempengaruhi sikap dan minat anak. Motivasi dari

orang tua memberikan pengaruh besar dalam menumbuhkan minat anak

baik terhadap bidang akademik maupun non akademik.

2) Teman Sebaya

Melalui pergaulan seseorang akan dapat terpengaruh arah minatnya

oleh teman sebayanya. Pengaruh teman sebaya ini sangat besar karena

(36)

aktifitas. Minat yang sama dengan teman sebaya akan membantu semua

anak dalam penerimaan sosial.

3) Guru

Hubungan yang baik antara anak didik dan guru akan menumbuhkan

minat yang baik dalam diri siswa untuk mengikuti proses pembelajaran

dengan perasaan senang.

Perasaan senang akan menimbulkan minat, dengan demikian untuk

meningkatkan minat belajar siswa dapat dilakukan melalui berbagai cara :

1. Membina hubungan akrab dengan siswa, namun tidak bertingkah seperti anak remaja.

2. Menyajikan bahan pelajaran yang tidak terlalu sulit, namun tidak terlalu mudah.

3. Menggunakan alat-alat pelajaran yang menunjang proses belajar.

4. Bervariasi dalam cara mengajarnya, namun tidak berganti-ganti metode sehingga siswa menjadi bingung.17

5. Bankitkan suatu kebutuhan (kebutuhan untuk menghargai keindahan, untuk mendapat pengahargaan, dan sebagainya).

6. Hubungkan dengan pengalaman lampau.

7. Beri kesempatan untuk mendapat hasil baik. Untuk itu bahan pelajaran disesuaikan dengan kesanggupan individu.18

8. Menerangkan materi dengan sudut pandang yang unik, sehingga anak didik terpacu rasa ingin tahunya.

9. Menggunakan alat peraga dengan tujuan anak didik mempunyai modal pengetahuan yang lebih terbayang.

10.Memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bercerita serta belajar mengungkapkan pendapat secara lebih terstruktur.19

17 W.S. Winkel, Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar, Jakarta: Gramedia, 1983, hal. 31 18 S. Nasution, Didaktik Asas-Asas Mengajar, Bandung: Jemmars, 1982, hal. 85

19 I.J. Ekomadyo, Prinsip Komunikasi Efektif Untuk Meningkatkan Minat Belajar Anak, Bandung:

(37)

2. Prestasi Belajar Sejarah

2.1.Belajar

Manusia sebagai makhluk individu selalu berada dalam situasi

perubahan. Perubahan-perubahan yang terjadi pada manusia dipengaruhi oleh

beberapa faktor kematangan yaitu, latihan dan beajar.20 Pekembangan yang

terjadi disebabkan karena kematangan. Sedangkan latihan dan belajar

menyebabkan perkembangan individu yang bersangkutan melakukan suatu

latihan atau belajar untuk memperoleh perubahan. Perkembangan yang

disebabkan karena kematangna biasanya menunjuk pada perkembangan yang

bersifat fisik, sedangkan perubahan yang disebabkan karena latihan dan

belajar jauh lebih dalam menyangkut fungsi kejiwaan, keseluruha pribadi.

Proses belajar adalah usaha untuk mengubah tingkah laku pada diri

individu yang sedang belajar.21 Berdasarkan perubahan hasil belajar, proses

belajar dapat dibedakan dalam dua arti yaitu proses belajar dalam arti sempit

dan proses belajar dalam arti luas. Proses belajar dalam arti sempit menunjuk

pada bentuk belajar tertentu, seperti informasi verbal, belajar kemahiran

intelektual, belajar pengaturan kegiatan kognitif, belajar keterampilan motorik

dan belajar sikap. Proses belajar dalam arti luas mengarah pada proses belajar

yang melibatkan aktivitas mental dan psikis yang berlangsung dalam interaksi

aktif antara individu dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam

pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Perubahan dalam belajar ini

20 Rochman Natawidjaja, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,

1985, hal 80

(38)

mencangkup perubahan pengetahuan, kecakapan dan tingkah laku.

Perubahan-perubahan yang terjadi ini bersifat relatif konstan/tetap.22

Ditinjau dari segi psikologi, Slameto mengatakan bahwa belajar

adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh

suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil

pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.23

Sedangkan menurut Sardiman belajar adalah usaha mengubah tingkah laku

pada diri siswa. Jadi kegiatan belajar akan membawa suatu perubahan pada

diri individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya berkaitan dengan

penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan,

keterampilan dan sikap.

Dalam kegiatan belajar, siswa dituntut untuk mengerahkan segala

aspek yang ada pada dirinya, baik fisik maupun psikis. Belajar akan berhasil

dengan baik apabila pada dirinya sendiri ada keinginan untuk belajar.24

Menurut Winkel, belajar adalah kemampuan untuk melakukan sesuatu yang

sebelumnya tidak mampu untuk dilakukan atau diartikan sebagai proses

perubahan dari yang belum mampu menjadi mampu, kemampuan ini bersifat

konstan/tetap. Adanya perubahan dari seseorang inilah yang menandakan

seseorang telah belajar.25

Selain pengertian belajar yang telah diuraikan di atas, Sumadi

Suyabrata merinci pengertian belajar sebagai berikut :

22 W.S, Winkel, Psikologi Pengajaran, Jakarta: Gramedia, 1987, hal 200-201

23 Slameto, Belajar dan faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: Bima Aksara, 1988, hal 59 24 AM, Sadirman op. Cit. Hal 39

(39)

1. Belajar merupakan suatu aktivitas yang membawa perubahan.

2. Perubahan sebagai hasil dari kegiatan belajar adalah didapatkannya

kecakapan batu dalam waktu yang relatif lama.

3. Perubahan yang dialami karena usaha yang sengaja.26

Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa belajar merupakan

kegiatan itensional yang bertujuan untuk memperoleh perubahan tingkah laku

dan kecakapan yang relatif menetap, lebih maju dan efesien. Kegiatan belajar

merupakan kegiatan yang disadari atau disengaja untuk mencapai tujuan

tertentu. Suatu kegiatan belajar akan berhasil dengan baik jika individu yang

belajar tahu apa yang dipelajarinya.

Perkembangan dunia pendidikan saat ini seharusnya membuat guru

mampu mengusahakan siswanya untuk giat dalam belajar. Dengan giat

belajar maka hasil belajar akan diperoleh siswa menunjukkan peningkatan.

Oleh sebab itu Sumadi Suryabrata menyarankan agar guru sebagai pendidik

dapat mengembangkan kebiasaan siswa dalam belajar. Cara-cara tersebut

dapat ditempuh melalui, 1) penyusunan rencana studi, 2) penyusunan jadwal

belajar, 3) penggunakan waktu belajar, 4) teknik belajar yang baik. Keempat

hal itu diperlukan siswa dalam melakukan kegiatan belajar, karena dalam

usaha untuk kegiatan belajar sangat memerlukan perencanaan dan

pelaksanaan waktu yang tepat agar dapat berhasil dalam pendidikannya.27

Tujuan belajar akan tercapai dengan baik apabila didukung oleh

terciptanya lingkungan belajar yang menguntungkan bagi terjadinya proses

(40)

belajar. Hal ini berkaitan pula dengan proses mengajar yang dilakukan oleh

guru.

Secara umum belajar dapat dipahami sebagai hasil pengalaman dan

interaksi dalam lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Belajar juga

merupakan kegaitan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat

mendasar dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Hal ini

berarti bahwa berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan itu

tergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika berada di

sekolah atau keluarga dan leingkungannya dan tergantung pula bagaimana

proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik.

Pada dasarnya belajar meliputi tiga alur yaitu 1) belajar bukalah

kegiatan yang hanya berlangsung di dalam kelas saja, tetapi berlangsung

dalam kehidupan sehari-hari, 2) belajar tidak hanya melibatkan yang benar

saja, akan tetapi juga merlibatkan sesuatu yang salah pula, 3) berlajar tidaklah

harus bersifat disengaja atau secara sadar tetapi sebaliknya. Dari kegiatan

tersebut maka pada dasarnya belajar merupakan suatu perubahan dalam diri

seseorang yang terjadi karena pengalaman.28

Salah satu wujud seseorang telah belajar adalah ditandai dengan

adanya perubahan dalam sikap, tingkah laku dan kemauan. Seseorang akan

cenderung berperilaku tertentu guna memperoleh apa yang diingikan. Dengan

kata lain, seseorang akan mengulangi tindakan tertentu bila tindakan itu

berakibat positif bagi perkembangan dirinya. oleh karena itu, pemahaman

28 Dimyati Mahmud, Psikologi Pendidikan suatu Pendekatan Terapan, Yogyakarta; BPFE, 1990,

(41)

yang benar menganai arti dan segala aspek, bentuk dan minefestasinya snagat

diperlukan oleh pendidik khususnya guru.

Proses belajar di sekolah dapat digambarkan sebagai rangkaian

fase-fase yang harus dilalui siswa. Fase-fase-fase tersebut meliputi fase-fase motivasi,

konsentrasi, mengelola, menyimpan, menggali prestasi dan umpan balik.29

Kaitannya dengan pendidikan sejarah, pendidikan di sekolah dipandang

sebagai unsur integrasi dari kebudayaa suatu negara, dengan fungsi

meneruskan lambang-lambang bersama serta memberi bimbingan ke arah

kehidupan dalam sistem sosialnya. Apabila dalam masa kolonial sistem

pendidikan bersifat elitis, dalam negara merdeka fungsi pendidikan adalah

untuk melatih anak-anak konformitas dalam kehidupan kenegaraan, memberi

pengetahuan, keterampilan nilai-nilai sikap yang telah distandarisasi menurut

ukuran-ukuran tertentu, sehingga mendorong perkembangan individu sebagai

warga masyarakat yang baik.30

2.2.Sejarah

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia sejarah dapat diartikan

sebagai:

1. Kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau.

2. Pengetahuan atau uraian tentang peristiwa-peristiwa atau

kejadian-kejadian.

29 W.S Winkel op. Cit. 208-211

30 Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, Jakarta: Gramedia,

(42)

3. Kesusasteraan lama yang bersifat asal usul.31

Secara etimologis, kata sejarah berasal dari bahasa arab syajarotun

yang berarti pohon. Kata ini kemudian berkembang artinya menjadi akar,

keturunan, silsilah, keturunan, asal-asul, yang kemudian diambil alih oleh

bahasa Melayu menjadi Syajarah dan kemudian menjadi bahasa Indonesia

sejarah.32 Sedangkan dalam bahasa Inggris, sejarah sama dengan kata History

berasal dari kata istoria dari bahasa Yunani yang berarti ilmu.33

Menurut Kuntowijoyo, sejarah adalam rekonstruksi masa lalu dan

yang dimaksud rekonstruksi adalah apa saja yang sudah dipikirkan,

dikatakan, dikerjakan, dirasakan dan dialami oleh seseorang.34

Sedangkan pengertian sejarah sebagai ilmu adalah suatu suatu studi

keilmuan tentang segala sesuatu yang telah dialami oleh manusia di waktu

yang lampau dan yang telah meninggalkan jejaknya di waktu sekarang,

dimana tekanan perhatian diletakkan pada aspek peristiwanya itu sendiri,

dalam hal ini urutan perkembangannya yang kemudian disusun dalam suatu

cerita sejarah.35

Menurut Sartono Kartodirdjo, pengertian sejarah dibagi menjadi dua

hal yaitu, sejarah secara subjektif dan sejarah secara objektif. Pengertian

sejarah secara subjektif yaitu sejarah sebagai cerita, gambaran sejarah, karena

31Anton Mulyono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan-PN. Balai Pustaka, 1990, hal 794

32 I.G Widja, pengantar Ilmu Sejarah, dalam Perspektif Pendidikan, Semarang: Satya Wacana,

1988, hal 6

33 Louis Gottschlak, Mengerti Sejarah, (terj. Nugroho Notosusanto), Jakarta: Yayasan Penertbit

Universitas Indonesia, 1975 hal 27

(43)

dalam pengertian demikian sejarah merupakan hasil suatu konstruksi sejarah

yang disusun oleh penulis sebagai suatu urutan cerita yang terdapat unsur

pribadi dari penulis dalam tulisannya. Sedangkan pengertian sejarah secara

objektif adalah menunjuk pada peristiwa atau kejadian itu sendiri yaitu proses

dan aktulisasinya, sehingga tidak akan dapat dipengaruhi oleh siapapun.36

Pendidikan sebagai usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang

menjunjung tinggi budaya dan semangat nasionalisme maka sejarah memiliki

peranan yang sangat penting untuk mencapai tujuan tersebut.

Berdasarkan pengertian tersebut, belajar sejarah adalah proses usaha

yang dilakukan oleh individu maupun kelompok untuk memperoleh

perubahan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Selain itu, belajar sejarah

memberikan kecakapan untuk anak didik dalam hidup bermasyarakat dan

bernegara. Untuk menjadi masyarakat dan warga negara yang baik, maka

anak didik harus mampu memahami masa lampau masyarakat dan negara

dimana ia hidup agar anak didik bisa memahami kultur dalam masyarakat.

Maka sejarah berperan besar untuk usaha memenuhinya. Hal ini sesuai

dengan tujuan sejarah yaitu dengan pengetahuan sejarah, masyarakat dapat

menempatkan diri diri dalam waktu dan memahami diri sendiri untuk dapat

berkembang secara optimal.

Belajar sejarah, selain dapat mengambil nilai-nilai dari masa lampau

juga dapat memberikan inspirasi dan semangat untuk mewujudkan identitas

sebagai suatu bangsa. Kegunaan ini sejalan dengan semangat nasionalisme.

(44)

Sejarah dapat digunakan sebagai inspirasi bagi perjuangan bangsa Indonesia

untuk membentuk negara Indonesia yang merdeka. Selain itu sejarah juga

sebagai guru yang baik, dengan melihat pengalaman masa lalu maka dapat

merencanakan sesuatu dengan lebih baik demi masa depan yang lebih baik.

Sejarah sangat berkaitan erat dengan pendidikan untuk menumbuhkan

semangat patriotisme di kalangan warga negara. Louis Gattschalk menuliskan

bahwa pengajaran sejarah dapat dipergunakan untuk melatih warga negara

yang setia, jika memang kisah tanah airnya dapat menumbuhkan rasa bangga

pada diri kaum patriot atau kisah itu dapat diubah dan disesuaikan sehingga

akan kelihatan lebih mulia.37

Cara mempelajari sejarah tidak dapat hanya menghafal peristiwa

sejarah, tetapi juga berusaha untuk memahami dan mengambil nilai-nilai

positif dari setiap peristiwa sejarah. Belajar sejarah harus dipahami dalam

segala aspek, arti, nilai-nilai, dan tujuan dari peristiwa. Agar belajar sejarah

tidak membosankan maka, dalam belajar sejarah perlu adanya pemikiran/

kemampuan yang analisis.38

Tujuan pengajaran sejarah dapat dibedakan menjadi beberapa aspek

yaitu:

1. Aspek Pengetahuan

 Menguasai pengetahuan tentang aktivitas-aktivitas manusia di waktu yang lampau baik dalam aspek ekstenal maupun internal.

 Menguasai pengetahuan tentang fakta-fakta khusus dari peristiwa masa lampau sesuai dengan waktu, tempat dan kondisi pada waktu terjadinya peristiwa tersebut.

37 Louis Gattschalk, op. Cit. hal 1

38 I.G, Widja, Dasar-dasar pengembangan Strategi serta Metode Pengajaran Sejarah, Jakarta:

(45)

 Menumbuhkan pengertian tentang hubungan antara fakta yang satu dengan fakta lainnya yang berkaitan secara intrinsik.

 Menumbuhkan pengertian tentang arti dan hubungan peristiwa masa lampau bagi situasi masa kini dalam perspektifnya dengan situasi yang akan datang.

2. Aspek Pengembangan Sikap

 Penumbuhan kesadaran sejarah pada siswa terutama dalam artian agar mereka mampu berpikir dan bertindak.

 Menumbuhkan sikap menghargai kepentingan/kegunaan pengalaman masa lampau bagi kehidupan masa kini suatu bangsa.

 Menumbuhkan sikap menghargai berbagai aspek kehidupan masa kini dari masyarakat dimana mereka hidup dan penumbuhan kesadaran akan perubahan-perubahan yang telah dan sedang berlangsung disuatu bangsa yang diharapkan menuju pada kehidupan yang lebih baik diwaktu yang akan datang.

3. Aspek Keterampilan

 Pelajaran sejarah di sekolah diharapkan dapat menekankan pengembangan kemampuan dasar dikalangan murid berupa kemampuan penyusunan sejarah, yang meliputi ketarampilan mencari/mengumpulkan jejak-jejak sejarah, melaksanakan analisis kritis terhadap bukti-bukti sejarah, keterampilan menginterpretasikan serta merangkaikan fakta-fakta.

 Keterampilan mengajukan argumentasi dalam mendiskusikan masalah-masalah kesejarahan dan keterampilan menelaah buku-buku sejarah terutama menyangkut sejarah bangsanya.39

Sedangkan fungsi khusus dari pengajaran sejarah di sekolah adalah

membantu mengembangkan cinta tanah air pada anak didik, memberikan

pengertian tentang adat istiadat dan tata cara hidupnya, bagaimana sistem

pemerintahannya terbentuk, dan perubahan-perubahan yang terjadi dalam

kehidupan sosial ekonominya.40 Dengan demikian pengajaran sejarah dapat

membantu anak didik memahami identitas dan jati diri bangsanya. Anak

39 I Gde Widja, Dasar-dasar Pengembangan Strategi serta Metode Pengajaran Sejarah, Jakarta:

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989, hal27-29

40 C.P Hill, Saran-saran Tentang Pengajaran Sejarah, (terj. Hasan Wirasutisna), Jakarta:

(46)

didik mampu memahami kisah masa lampau bangsanya serta

perubahan-perubahan yang terjadi pada bangsa dan negaranya. Pemahaman yang

demikian akan membantu siswa terbebas dari sikap-sikap anti patriotisme.

Esensi pengajaran sejarah adalah untuk menumbuhkan kesadaran sejarah itu

sendiri. Dengan pengetahuan sejarah manusia dapat merencanakan masa

depan yang lebih baik bahkan dapat memperkirakan apa yang akan terjadi

pada masa yang akan datang.

Pelajaran sejarah juga mempunyai fungsi sosio-kultural dan

membangkitkan kesadaran sejarah. Berdasarkan kesadaran sejarah yang

dibentuk suatu kesadaran nasional. Hal ini membangkitkan inspirasi pada

generasi muda untuk mengabdi pada negara dengan penuh dedikasi dan

kesediaan berkorban.41 Individu yang tidak akan menanyakan kepada negara

apa yang telah negara berikan kepada dirinya, tetapi akan menanyakan

kepada dirinya, apa yang telah ia berikan kepada negara ini.

Selain memberikan kesadaran sejarah, pengajaran sejarah berperan

penting dalam menanamkan sikap cinta tanah air kepada anak didik.

Kesadaran sejarah dapat membimbing manusia untuk semakin mamahami

bahwa setiap individu merupakan bagian dari masyarakat atau bangsa dan

negara. Selain mengetahui masa lampau bangsa dan negaranya, kesadaran

sejarah memberikan motivasi, inspirasi dan kecintaan tersendiri terhadap

bangsa dan negara. Dapat dikatakan, nasionalisme tidak akan pernah muncul

tanpa adanya kesadaran sejarah.

(47)

2.3.Prestasi Belajar Sejarah

Prestasi belajar sejarah juga dipengaruhi oleh keadaan awal siswa itu

sendiri. Setiap siswa mempunyai kemampuan sendiri-sendiri untuk menerima

dan memahami materi pelajaran sejarah. Keadaan awal siswa merupakan

keseluruhan kenyataan kepribadian siswa, institusional yang semuanya itu

erat kaitannya dengan tujuan intruksional. Keadaan awal inilah yang dapat

mempengaruhi kelangsungan proses pembelajaran di kelas.42

Prestasi belajar digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan

siswa yang diperoleh selama proses belajar. Prestasi belajar merupakan hasil

perubahan kemampuan siswa, yang meliputi kemampuan kognitif, afektif dan

psikomotorik.43 Selain itu prestasi belajar diartikan sebagai suatu proses

transformasi terhadap masukan atau input yang berupa materi pelajaran.44

Prestasi belajar selalu berhubungan erat dengan evaluasi atau

penilaian. Penilaian proses belajar adalah usaha guru untuk memberikan

penilaian terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukan di dalam

lembaga pendidikan. Sedangkan prestasi belajar adalah hasil dari penguasaan

pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, yang

ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.

Dalam pelaksanaannya diwujudkan dalam bentuk simbol untuk menyatakan

nilai. Nilai tersebut dalam bentuk angka maupun huruf, tergantung guru yang

bersangkutan. Kaitannya dengan tujuan pelajaran sejarah dalam Kurikulum

2013 adalah mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan

42Winkel, op. Cit, hal 82.

43 Sunaryo, Evaluasi Hasil Belajar, Jakarta: Depdikbud, 1983, hal 10-13

(48)

hidup sebagai pribadi dan warganegara yang produktif, kreatif, inovatif, dan

efektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa,

bernegara dan peradapan dunia.45

Dalam penilaian terdapat aturan-aturan tertentu sebagai pedoman.

Menurut Suharsimi dalam penilaian hendaknya unsur pertimbangan atau

kebijaksanaan gutu tentang usaha dan tingkah laku anak didik tidak ikut

berbicara pada nilai.46 Nana Sudjana mengatakan penilaian merupakan suatu

tindakan untuk melihat sejauh mana tujuan-tujuan intruksional telah dicapai

atau dikuasai siswa dalam bentuk hasil-hasil belajar yang diperlihatkan

setelah mereka menempuh pengalaman belajar.47 Jadi, nilai merupakan

gambaran tentang prestasi secara kognitif tanpa dipengaruhi oleh aspek

afektif dan psikomorik.

Penilaian terhadap siswa dilakukan secara terbuka dan objektif.

Terbuka dalam arti bahwa sebelum pelaksanaan penilaian, guru terlebih

dahulu memberi penjelasan kepada siswa tentang aspek yang akan dinilai dan

dapat menerima koreksi nilai dari siswa. Disamping itu guru harus memberi

penjelasan kepada siswa tentang sistem penilaian yang digunakan. Sistem

penilaian dibedakan menjadi dua yaitu, penilaian acuan normatif (PAN) dan

peniaian acuran patokan (PAP).48 Penilaian acuan norma yaitu penilaian yang

dilakukan dengan mengacu pada rata-rata kelompok. Sedangkan penilaian

45 Hasan, S.H, Informasi Kurikulum 2013, Bandung, Universitas Pendidikan Indonesia, 2013, hal

16

46 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bina Aksara, 1986, hal 269 47 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990,

hal 13

(49)

acuan patokan yaitu penilaian yang mengacu pada tujuan intruksional yang

harus dikuasai. Penilaian bersifat objektif maksudnya bahwa memberikan

nilai berdasarkan pada kemampuan siswa.

Prestasi belajar siswa dapat diketahui dari hasil evaluasi belajarnya.

Evaluasi adalah usaha penilaian terhadap suatu hal, bisa dari segi tujuan yang

ingin dicapai, gagasan, cara kerja, metode pemecahan dan lain-lain.49

Sedangkan menurut Winkel, evaluasi adalah penentuan sampai berapa jauh

sesuatu berharga, bermutu atau bernilai.50 Jadi evaluasi merupakan kegiatan

yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana hasil yang didapat ditinjau

dari tujuan gagasan dan proses/cara kerja.

Evaluasi terkait erat dengan kegiatan pembelajaran. Tanpa usaha

evaluasi, keberhasilan suatu proses pembelajaran sulit untuk diketahui

hasilnya. Kaitan evaluasi dengan proses pembelajaran berguna untuk

mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang telah

diajarkan dan untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan intruksional suatu

mata pelajaran. Adapun bentuk evaluasi yang sering digunakan adalah bentuk

test. Test adalah alat ukur yang diberikan kepada individu untuk mendapat

jawaban-jawaban seperti yang diharapkan baik secara tertulis, lisan atau

perbuatan.51

Menurut Muhibbidin tujuan evaluasi yaitu :

1. Untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu kurun waktu proses belajar tertentu, dengan evaluasi ini guru dapat

49 Ibid, hal 28

50 W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran, Jakarta: PT. Gramedia, 1987, hal 313

51 Nana Sudjana dan Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Bandung: Sinar Baru, 1989,

(50)

mengetahui kemampuan perubahan tingkah laku siswa sebagai hasil proses pembelajaran.

2. Untuk mengetahui posisi atau kedudukan seorang siswa dalam kelompok kelasnya.

3. Untuk mengetahui tingkat usaha siswa yang dilakukan siswa dalam belajar.

4. Untuk mengetahui hingga sejauh mana siswa telah mendayagunakan kapasitas kognitifnya (kemampuan kecerdasan yang dimilikinya) untuk keperluan belajar.

5. Untuk mengetahui tingkat daya guna dan hasil guna metode mengajar yang telah digunakan guru dalam proses belajar mengajar.52

Keberhasilan siswa dalam belajar dalam diketahui dari hasil prestasi

belajarnya. Prestasi merupakan tolak ukur belajar problematika yang

tergantung dari apa yang telah dipelajari oleh setiap siswa.53 Prestasi belajar

sejarah dimaksudkan adalah tolak ukur penguasaan siswa terhadap materi

pelajaran sejarah yang disampaikan guru disekolah.

Untuk mengetahui tinggi rendahnya tingkat penguasaan siswa

terhadap materi pelajaran sejarah diperlukan test atau evaluasi untuk

mendapatkan hasil belajar sejauh mana siswa mampu menguasai materi yang

telah dipelajari. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa antara materi

pelajaran, test hasil belajar, dan prestasi belajar mempunyai keterkaitan

dengan fungsinya.

Prestasi belajar sejarah adalah suatu hasil yang diperoleh siswa akibat

adanya belajar sejarah. Prestasi belajar sejarah yang dicapai siswa

dipengaruhi oleh kondisi dan kemampuan belajar siswa. Siswa yang rajin,

tekun dan disiplin dalam belajar akan mendapatkan hasil belajar sejarah yang

tinggi. Sedangkan siswa yang malas akan mendapatkan hasil belajar sejarah

52 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosdakarya,

1995, hal 23

(51)

yang rendah. Walaupun demikian, sebagai seorang guru harus benar-benar

memahami kemampuan setiap siswa, karena setiap siswa itu mempunyai

kemampuan yang berbeda-beda. Terkait dengan tujuan pencapaian pelajaran

sejarah bahwa siswa dengan prestasi belajar sejarah yang tinggi mempunyai

kemampuan memahami pelajaran sejarah baik dan mampu menumbuhkan

rasa kebangsaan dan cinta tanah air dan berusaha mengembangkan serta

memperluas wawasan agar bangga sebagai warga negara Indonesia.

Agar prestasi belajar sejarah siswa mencapai hasil yang baik, maka

perlu ditanamkan kepada siswa bahwa pelajaran sejarah adalah pelajaran

yang menarik. Apabila siswa mulai tertarik dengan pelajaran sejarah maka

siswa tersebut cenderung berhasil meraih prestasi yang tinggi. Untuk

menarik perhatian siswa terhadap mata pelajaran sejarah maka guru harus

memiliki metode dan strategi yang baik dalam mengajarkan mata pelajaran

sejarah.

Selama ini sebagian besar siswa mempunyai anggapan bahwa belajar

sejarah itu membosankan. Siswa menganggap bahwa pelajaran sejarah

hanyalah mempelajari masa lampau saja, padahal perkembangan masa kini

berorientasi pada masa lalu. Sebagian besar siswa tidak melihat bahwa

perkembangan sekarang ini adalah hasil dari belajar masa lampau.

Pengembangan diri seseorang merupakan salah satu cara membuat diri kita

bangga sebagai warga negara Indonesia. Paradigma yang dibangun bahwa

belajar sejarah membosankan sangat merugikan pencapaian prestasi belajar

(52)

merupakan mata pelajaran yang sangat bermanfaat bagi siswa. Salah satu

manfaat dari pelajaran sejarah adalah memperbaiki kesalahan-kesalahan pada

masa lampau agar dimasa sekarang dan dimasa yang akan datang kesalahan

serta kekurangan di masa lampau tidak terulang lagi bahkan menjadi lebih

sempurna. Melalui sejarah kita dapat memetik nilai-nilai masa lalu dan

mempergunakannya dalam kehidupan masa kini dan masa yang akan datang.

Oleh karena itu tanpa sejarah orang tidak akan mampu membangun ide-ide

tentang konsekuensi-konsekuensi dari yang dilakukannya.54

Prestasi belajar sejarah merupakan indikator kualitas dan kuantitas

pengetahuan yang dikuasi oleh anak didik. Hasil evaluasi dapat dipakai untuk

meninjau kembali hasil pembelajaran sesuai dengan tujuan intruksional yang

telah ditentukan. Apabila hasil yang diperoleh belum memuaskan maka tidak

sesuai dengan tujuan intruksional yang telah ditentukan.

Dalam proses pembelajaran sejarah menghasilkan perubahan pada

siswa yang berupa kemampuan-kemampuan yang diperoleh siswa, sesuai

dengan tujuan pengajaran. Kemampuan yang diperoleh siswa tersebut, karena

adanya hasil usaha belajar, tetapi masih dalam bentuk kemampuan internal.

Dalam kemampuan internal ini dinyatakan dalam bentuk prestasi. Prestasi

yang dicapai siswa akan dapat memberikan petunjuk hasil usaha belajar

sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Dimana prestasi yang dimaksud

dalam penelitian ini adalah hasil belajar yang telah dicapai siswa melalui test

bidang studi sejarah semester I yang dinyatakan dalam bentuk angka/nilai.

(53)

3. Sikap Nasionalisme

3.1.Sikap

Menurut Rokeach sikap merupakan predisposing untuk merespon,

untuk berperilaku.55 Ini berarti sikap berkaitan erat dengan perilaku atau

tindakan. SMenurut Anton Mulyono sikap adalah perbuatan yang berdasar

pada pendirian atau pendapat/keyakinan senagai kecenderungan untuk

bertindak.56 Sikap adalah gejala internal yang berdemensi afektif yang berupa

kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relatif tetap

terhadap orang atau barang baik secara positif maupun negatif.57 Sikap

merupakan kemampuan internal yang berperan dalam mengambil tindakan,

lebih-lebih bila terbuka berbagai kemungkinan untuk bertindak. Orang yang

memiliki sikap jelas mampu untuk memilih secara tegas diantara beberapa

kemungkinan.

Sedangkan menurut Ngalim Purwanto, sikap adalah suatu cara

bereaksi terhadap suatu perangsang atau suatu kecenderungan untuk bereaksi

dengan cara tertentu terhadap situasi yang dihadapi.58

Dalam sikap mengandung komponen-komponen atau aspek-aspek

yang saling menunjang yaitu aspek kognitif, afektif dan konatif. Komponen

kognitif berupa apa yang dipercayai atau kepercayaan seseorang mengenai

objek sikap, komponen afektif merupakan komponen perasaan yang

menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap sesuatu objek

55Bimo Walgito, Psikologi Sosial Suatu Pengantar, Yogyakarta: ANDI, 2003, hal 110

56 Anton Mulyono, op. cit, hal 838 57 Muhibbin Syah, op. cit, hal 135

(54)

sikap dan komponen konatif menunjukkan bagaimana perilaku atau

kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang yang berkaitan

dengan objek sikap yang dihadapinya.59

Dari bermacam-macam pendapat tersebut dapat ditarik suatu pendapat

bahwa sikap merupakan organisasi pendapat, ke

Gambar

Gambar Skema Kerangka Berpikir ...........................................................
Gambar I: Skema Kerangka Berpikir
Tabel 1 Butir Kuesioner Minat Belajar Sejarah yang Valid
Tabel 2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tanaman jelarut ialah tanaman rimpang yang merupakan salah satu bahan pangan lokal yang berpotensi sebagai sumber pangan alternatif dan perlu dikembangkan untuk

- EXIBITION MURAL “kritis “ di GKS “Gedung Kesenian Surakarta “ - Pameran Mimpi Akhir Tahun “autis gadget” ” di Galeri Seni Rupa FSSR Surakarta.. -

Pembeli bisa menggunakan salinan dari memorandum debit tersebut sebagai dasar untuk mencatat retur atau potongan, atau menunggu persetujuan dari penjualan

Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Lama C,ddk di Nepal pada tahun 2005 dari 440 pasien anak usia dibawah 11 tahun dengan diare ditemukan hasil positif terinfestasi

Hasil dari studi ini adalah persepsi dari mahasiswa terhadap pelanggaran etika komunikasi dalam tayangan reality show Katakan Putus yaitu menurut mahasiswa, dalam

!""93%.. Pemerinta+ ber+arap melalui kegiatan PIK Remaja akan membantu mengatasi permasala+an remaja 1ang sangat kompleks% )erbagai data menunjukkan ba+4a penerapan

Dari analisis X terhadap Y1 juga dapat diketahui besarnya pengaruh pendidikan kewirausahaan terhadap motivasi berwirausaha dengan melihat R2 sebesar 0,053, yang

Informasi aspek keamanan terkini terkait pro- duk obat golongan fluoroquinolone yang diperoleh dari US FDA menyebutkan bahwa terdapat peningkatan risiko efek samping tendonitis dan