xiii
NASIONALISME SISWA SMA BOPKRI 2 YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2015/2016
Paulinus Yanto Universitas Sanata Dharma
2016
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Perbedaan sikap nasionalisme antara siswa yang memiliki minat belajar sejarah tinggi dan rendah. (2) Perbedaan sikap nasionalisme antara siswa yang memiliki prestasi belajar sejarah tinggi dan rendah. (3) Interaksi antara minat dan prestasi belajar sejarah terhadap sikap nasionalisme siswa.
Metode penelitian ini adalah ex post facto. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2015/2016 yang berjumlah 104 orang. Sampel yang digunakan sebanyak 80 orang. Pengambilan sampel menggunakan Random Sampling. Data tentang minat belajar sejarah dan sikap nasionalisme dikumpulkan melalui kuesioner, sedangkan data prestasi belajar sejarah diperoleh melalui dokumentasi yaitu nilai ulangan akhir semester ganjil. Teknik analisis data menggunakan analisis varians dua jalan sama sel (Anava 2x2).
xiv
THE INFLUENCE OF INTEREST AND ACHIEVEMENT IN STUDYING HISTORY TOWARDS OF THE NATIONALISM ATTITUDE OF STUDENTS IN BOPKRI 2
SENIOR HIGH SCHOOL YOGYAKARTA 2015/2016 ACADEMIC YEAR
Paulinus Yanto Sanata Dharma University
2016
This research aims to recognize: (1) The difference of nationalism attitude between students who have higher and lower interests in studying history. (2) The difference of nationalism attitude between students who have higher and lower achievements in studying history. (3) The interaction between interest and achievement in studying history towards students’ nationalism attitude.
This research applied ex-post facto method. The population were 80 students from BOPKRI 2 Senior High School grade eleventh. In gaining the data, the researcher used random sampling. In order to obtain the data of interest in learning history and nationalism attitude, the researcher used questioner. The researcher examined the history learning achievement data from the documentation of students’ final exam. The research analyzed the data by using two way variant analysis with same sells (Anava 2x2)
PENGARUH MINAT DAN PRESTASI BELAJAR SEJARAH TERHADAP
SIKAP NASIONALISME SISWA SMA BOPKRI 2 YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN 2015/2016
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat j
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh :
Paulinus Yanto
NIM : 121314013
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
i
PENGARUH MINAT DAN PRESTASI BELAJAR SEJARAH TERHADAP
SIKAP NASIONALISME SISWA SMA BOPKRI 2 YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN 2015/2016
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh:
Paulinus Yanto
NIM : 121314013
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
PERSEMBAHAN
Dengan puji syukur kepada Yuhan Yang Maha Esa, Kupersembahkan penelitian
ini kepada :
1. Bapak saya, Paulus Rongkak, yang selalu memperhatikan dan memotivasi
saya untuk selalu berusaha menyelesaikan tugas akhir ini, serta ibu tercinta
yang selalu memberikan doa dan dukungan.
2. Adik saya, Veronika Yulli yang selalu memberikan doa, dukungan dan
semangat.
3. Bapak Ibu dosen Prodi Pendidikan Sejarah khususnya Ibu Dra. Th. Sumini,
M.Pd yang selalu mengajar dan mengarahkan saya selama menyelesaikan
studi di Universitas Sanata Dharma.
v MOTTO
Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberikan kekuatan
kepadaku.
viii ABSTRAK
PENGARUH MINAT DAN PRESTASI BELAJAR SEJARAH TERHADAP SIKAP NASIONALISME SISWA SMA BOPKRI 2 YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN 2015/2016
Paulinus Yanto Universitas Sanata Dharma
2016
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Perbedaan sikap nasionalisme antara siswa yang memiliki minat belajar sejarah tinggi dan rendah. (2) Perbedaan sikap nasionalisme antara siswa yang memiliki prestasi belajar sejarah tinggi dan rendah. (3) Interaksi antara minat dan prestasi belajar sejarah terhadap sikap nasionalisme siswa.
Metode penelitian ini adalah ex post facto. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2015/2016 yang berjumlah 104 orang. Sampel yang digunakan sebanyak 80 orang. Pengambilan sampel menggunakan Random Sampling. Data tentang minat belajar sejarah dan sikap nasionalisme dikumpulkan melalui kuesioner, sedangkan data prestasi belajar sejarah diperoleh melalui dokumentasi yaitu nilai ulangan akhir semester ganjil. Teknik analisis data menggunakan analisis varians dua jalan sama sel (Anava 2x2).
ix ABSTRACT
THE INFLUENCE OF INTEREST AND ACHIEVEMENT IN STUDYING HISTORY TOWARDS OF THE NATIONALISM ATTITUDE OF STUDENTS IN BOPKRI 2 SENIOR HIGH SCHOOL YOGYAKARTA
2015/2016 ACADEMIC YEAR
Paulinus Yanto Sanata Dharma University
2016
This research aims to recognize: (1) The difference of nationalism attitude between students who have higher and lower interests in studying history. (2) The difference of nationalism attitude between students who have higher and lower achievements in studying history. (3) The interaction between interest and achievement in studying history towards students’ nationalism attitude.
This research applied ex-post facto method. The population were 80 students from BOPKRI 2 Senior High School grade eleventh. In gaining the data, the researcher used random sampling. In order to obtain the data of interest in learning history and nationalism attitude, the researcher used questioner. The researcher examined the history learning achievement data from the documentation of students’ final exam. The research analyzed the data by using two way variant analysis with same sells (Anava 2x2)
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan berkat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “PENGARUH MINAT DAN PRESTASI BELAJAR
SEJARAH TERHADAP SIKAP NASIONALISME SISWA SMA BOPKRI 2
YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2015/2016”.
Penulisan skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana (S1) di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahun Sosial.
3. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Dra. Th. Sumini, M.Pd selaku dosen pembimbing I yang dengan sabar membimbing, membantu, mengarahkan serta memberikan dorongan dan semangat sampai selesai.
5. Bapak Hendra Kurniawan, M.Pd. selaku dosen pembimbing II yang dengan sabar membimbing dan memberikan dorongan kepada penulis.
6. Ibu Sri Sulastri, M.Pd. selaku Kepala Sekolah SMA BOPKRI 2 Yogyakarta yang telah berkenan memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
7. Seluruh dosen dan pihak sekretariat Program Studi Pendidikan Sejarah yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama penulis menyelesaiakan studi di Universitas Sanata Dharma.
xi
9. Teman-teman Prodi Pendidikan Sejarah khususnya angkatan 2012. 10.Siswa-siswa SMA BOPKRI 2 Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun bagi skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.
Yogyakarta, 18 Juli 2016
xii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... vxi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Batasan Masalah... 7
C. Rumusan Masalah ... 8
D. Tujuan Penelitian ... 9
E. Manfaat Penelitian ... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10
A. Kajian Teori ... 10
1. Minat Belajar Sejarah ... 10
2. Prestasi Belajar Sejarah ... 15
3. Sikap Nasionalisme ... 31
B. Kerangka Berpikir ... 37
C. Hipotesis ... 40
xiii
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 44
B. Populasi Penelitian ... 44
C. Definisi Operasional Variabel ... 45
D. Teknik Pengumpulan Data ... 46
E. Desain Penelitian ... 50
F. Analisis Data ... 52
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 58
A. Deskripsi Data ... 58
1. Data Sikap Nasionalisme Siswa dengan Minat Tinggi dan Prestasi Tinggi ... 58
2. Data Sikap Nasionalisme Siswa dengan Minat Tinggi dan Prestasi Rendah ... 59
3. Data Sikap Nasionalisme Siswa dengan Minat Rendah dan Prestasi Tinggi ... 60
4. Data Sikap Nasionalisme Siswa dengan Minat Rendah dan Prestasi Rendah ... 61
B. Uji Persyaratan Analisis ... 62
1. Uji Normalitas ... 62
2. Uji Homogenitas ... 64
3. Uji Hipotesis ... 65
4. Uji Joli ... 67
C. Pembahasan ... 68
1. Pengaruh Minat Belajar Terhadap Sikap Nasionalisme ... 68
2. Pengaruh Prestasi Belajar Sejarah Terhadap Sikap Nasionalisme ... 70
3. Interaksi Antara Minat dan Prestasi Belajar Siswa Terhadap Sikap nasionalisme siswa ... 72
BAB V PENUTUP ... 74
A. Kesimpulan ... 74
B. Implikasi ... 75
C. Saran ... 77
xiv
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1 Butir Kuesioner Minat Belajar yang Valid ... 49 2. Tabel 2 Butir Kuesioner Sikap Nasionalisme yang Vaid... 50 3. Tabel 3 Anava 2X2 ... 52 4. Tabel 4 Hasil Uji Normalitas dari Variabel Minat Belajar Sejarah Tinggi
dan Prestasi Belajar Sejarah Tinggi ... 62 5. Tabel 5 Hasil Uji Normalitas dari Variabel Minat Belajar Sejarah Tinggi
dan Prestasi Belajar Sejarah Rendah ... 63 6. Tabel 6 Uji Normalitas dari Variabel Minat Belajar Sejarah Rendah dan
Prestasi Belajar Sejarah Tinggi ... 63 7. Tabel 7 Uji Normalitas dari Variabel Minat Belajar Sejarah Rendah dan
Prestasi Belajar Sejarah Rendah... 63 8. Tabel 8 Hasil Uji Homogenitas Varian ... 65 9. Tabel 9 Rangkuman Analisis Varian Data Pengaruh Minat Belajar dan
Prestasi Belajar Terhadap Sikap Nasionalisme Siswa ... 65 10.Tabel 10 Uji Joli Antar Sel Minat Belajar Tinggi dan Prestasi Belajar
xv
DAFTAR GAMBAR
I. Gambar Skema Kerangka Berpikir ... 43 II. Histogram Sikap Nasionalisme Berdasarkan Minat Tinggi dan Prestasi
Belajar Tinggi... 58 III. Histogram Sikap Nasionalisme Berdasarkan Minat Tinggi dan Prestasi
Belajar Rendah ... 59 IV. Histogram Sikap Nasionalisme Berdasarkan Minat Rendah dan Prestasi
Belajar Tinggi... 60 V. Histogram Sikap Nasionalisme Berdasarkan Minat Rendah dan Prestasi
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Jadwal Penelitian ... 82
2. Kisi-kisi Kuesioner Minat Belajar dan Sikap Nasionalisme ... 83
3. Kuesioner Minat Belajar ... 86
4. Kuesioner Sikap Nasionalisme ... 89
5. Data Mentah ... 93
6. Validitas Variabel Minat ... 96
7. Tabel Signifikansi Minat Belajar ... 97
8. Tabel Reliabilitas Minat Belajar ... 99
9. Rumus Reliabilitas Minat Belajar ... 101
10.Validitas Sikap Nasionalisme ... 102
11.Tabel Signifikansi Sikap Nasionalisme ... 103
12.Tabel Reliabilitas Sikap Nasionalisme... 105
13.Rumus Reliabilitas Sikap Nasionalisme ... 107
14.Klasifikasi Tinggi Rendah... 108
15.Mencari Mean, Median, Modus dan Standar Deviasi ... 109
16.Uji Normalitas ... 110
17.Uji Homogenitas ... 116
18.Analisis Data ... 120
19.Uji Joli ... 125
20.Perhitaungan Sampel ... 126
21.Surat Izin Penelitian Pemerintah Kota Yogyakarta ... 127
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut Undang-Undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional No. 20
Tahun 2013 Bab I Pasal 1, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memilih kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Berdasarkan pengertian di atas, maka fungsi penting pendidikan ialah
pembelajaran tentang kehidupan manusia dalam beragam fungsi dan
kebutuhan. Pendidikan juga bertujuan untuk membentuk kepribadian dan
kemampuan. Untuk mencapai tujuan tersebut pendidikan dapat melalui
keluarga, sekolah dan masyarakat.
Pengajaran sejarah di sekolah mempunyai fungsi khusus sebagai
berikut ; 1) membantu mengembangkan pada siswa cinta terhadap tanah air
dan pengertian tentang adat istiadat serta cara-cara hidupnya.1 2) Mempunyai
fungsi intrinsik dan ekstrinsik. Fungsi intrinsik pembelajaran meliputi sejarah
sebagai ilmu, sejarah sebagai mengetahui masa lampau, sejarah sebagai
pernyataan pendapat dan sejarah sebagai profesi sedangkan fungsi ekstrinsik
yaitu sejarah dapat digunakan sebagai liberal education (pendidikan budaya).
1 C.P Hill, Saran-saran tentang Mengajarkan Sejarah (terjemahan Hasan Wirasustina), Jakarta:
Selain itu secara umum sejarah mempunyai tujuan pendidikan yaitu 1)
sebagai pendidikan moral, penalaran, politik, kebijakan, perubahan, masa
depan, keindahan dan ilmu bantu.2 2) untuk menanamkan pemahaman tentang
adanya perkembangan masyarakat masa lampau hingga masa kini,
menumbuhkan rasa cinta bangsa dan tanah air.
Berdasarkan tujuan pelajaran sejarah tersebut, sebagai seorang guru
dituntut untuk menumbuhkan minat belajar siswa agar siswa dapat tertarik
dengan pelajaran sejarah. Guru dalam usahanya menumbuhkan minat belajar
siswa selain menjalin kerja sama perlu membuat pembuat pembelajaran
sejarah di kelas lebih menarik perhatian siswa agar tidak berkesan
membosankan agar tujuan pendidikan sejarah bisa mencapai keberhasilan.
Keterpaduan pendidikan keluarga, sekolah, dan masyarakat sangat
menentukan keberhasilan dalam dunia pendidikan. Sekolah merupakan
lembaga pendidikan formal yang sangat penting untuk membina generasi
muda. Hal ini terbukti dari tujuan sekolah yaitu bahwa pendidikan sekolah
bukan hanya bertujuan untuk meningkatkan kemampuan akademik,
keterampilan, dan kreativitas tetapi juga bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan siswa dalam bidang-bidang lain sesuai dengan fungsi dan tujuan
lembaga pendidikan tersebut
Untuk mengetahui tercapai atau tidaknya tujuan pendidikan, guru
memerlukan penilaian. Penilaian ini merupakan rangkaian dalam proses
belajar mengajar di sekolah yang terwujud dalam prestasi belajarnya. Prestasi
belajar itu disusun dalam suatu laporan yang berisi kecakapan dan
kemampuan siswa dalam berbagai bidang studi yang diwujudkan dalam
bentuk nilai atau angka.
Keberhasilan anak didik dalam menempuh pendidikan dipengaruhi
oleh berbagai macam faktor, salah satunya adalah minat. Minat yang tinggi
akan membantu anak didik untuk mendapatkan proses belajar yang baik.
Minat merupakan pendorongnya munculnya motivasi seseorang untuk
melakukan sesuatu tanpa adanya pengaruh dari pihak lain. Minat tidak dibawa
sejak lahir, melainkan memerlukan proses belajar untuk menumbuhkan
minat.3 Karena minat mempunyai arti penting dalam keberhasilan belajar. Arti
penting minat dalam belajar sebagai berikut:
1. Minat melahirkan perhatian yang serta merta. 2. Minat memudahkan terciptanya konsentrasi. 3. Minat mencegah perhatian dari luar.
4. Minat memperkuat melekatkan bahan pelajaran dalam ingatan. 5. Minat memperkecil kebosanan studi dalam diri sendiri.4
Sekolah merupakan pendidikan formal yang memiliki peran penting
untuk membina generasi muda. Hal ini dapat dilihat dari tujuan pendidikan
sekolah yaitu bahwa pendidikan sekolah tidak hanya bertujuan meningkatkan
kecerdasan, keterampilan dan kreativitas, tetapi juga bertujuan untuk
meningkatkan keterampilan siswa dalam bidang-bidang lainnya.
Tujuan pendidikan sekolah di Indonesia dapat dilihat dari tujuan Pendidikan Nasional Indonesia menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 yaitu “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
3 Slameto, Belajar dan Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: PT Bina Karya, 1988, hal 180 4 The Liang Gie, Cara Belajar yang Efisien, Jilid 1, Yogyakarta: Pusat Belajar Ilmu Berguna,
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Dengan demikian apabila pendidikan dianggap sebagai sarana untuk
mewujudkan cita-cita nasional, maka sejarah berperan penting untuk
mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan tersebut. Pendidikan sejarah
menjadi penting karena di dalamnya termuat proses pewarisan nilai yaitu,
nilai-nilai yang berkembang pada generasi sebelumnya kepada generasi
berikutnya. Melalui pendidikan manusia mendapatkan unsur-unsur peradaban
masa lampau dan memungkinkannya untuk mengambil peranan dalam
peradaban masa kini maupun untuk membentuk peradaban di masa yang akan
datang.5 Untuk itu perlu adanya kesadaran sejarah pada generasi muda yang
ditanamkan melalui pembelajaran sejarah sebagai pewarisan nilai-nilai masa
lampau.
Untuk mewariskan nilai-nilai masa lampau kepada generasi muda
perlu ditanamkan kesadaran sejarah pada diri siswa. Untuk menanamkan
kesadaran sejarah peran guru sejarah sangat dibutuhkan, terutama pada saat
proses pelajaran sejarah. Pembelajaran yang menarik akan menimbulkan
minat belajar yang tinggi pada diri siswa sehingga siswa merasa tertarik untuk
mempelajari sejarah. Melalui kesadaran sejarah sikap nasionalisme dapat
ditanamkan pada diri siswa. Kesadaran sejarah mencangkup pengalaman di
masa lampau rasa senasib dalam penjajahan. Perasaan senasib menjadi dasar
5 I Gede Widja, Dasar-dasar Pengembangan Strategi Serta Metode Pengajaran Sejarah, Jakarta:
untuk membangun persatuan menumbuhkan rasa citai tanah air. Tanpa adanya
kesadaran sejarah tidak akan ada rasa kebersamaan dan kesadaran untuk
menciptakan persatuan untuk membangkitkan semangat nasionalisme.
Pengajaran sejarah di sekolah bertujuan untuk menumbuhkan sikap
nasionalisme kepada siswa. Pengajaran sejarah merupakan dasar bagi
pendidikan dalam rangka membangun bangsa, terutama untuk membangkitkan
kesadaran, bahwa siswa adalah bagian dari bangsa.6 Pengajaran sejarah juga
melatih para siswa untuk lebih kritis memahami permasalahan dalam
membedakan antara kebenaran dan propaganda.
Dahulu makna nasionalisme adalah perjuangan melawan penjajah
untuk mendapatkan kemerdekaan sedangkan hakikat nasionalisme saat ini
ialah mengisi pembangunan dengan perbuatan positif. Namun nasionalisme
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di era globalisasi ini memiliki daya
tarik karena sekarang kobaran semangat nasionalisme generasi muda mulai
luntur. Misalnya kurang menghargai keberagaman, berkurangnya rasa
kesetiakawanan, tidak menaati peraturan, tidak mencintai produk dalam
negeri, mengabaikan kepentingan umum, ketertiban dan keamanan, serta tidak
menjunjung tinggi bendera merah putih. Lunturnya nasionalisme bangsa dapat
menjadi ancaman terhadap terkikisnya nilai-nilai patriontisme yang menjadi
landasan kecintaan terhadap tanah air.
Pada saat ini bangsa Indonesia menghadapi berbagai masalah yang
berkaitan dengan nasionalisme seperti; 1) ancaman globalisasi, 2) transformasi
6 Marwati Djoened Poesponegara, Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia (1), Jakarta:
bangsa Indonesia, 3) ancaman identitas bangsa termasuk gerakan disintegrasi,
4) mental-mental tamak, feodal, tahayul, korup, tidak disiplin, tidak percaya
diri, lari dari tanggung jawab, dan 5) terus melemahnya kesadaran sejarah.
Tantangan bagi nasionalisme lahir seiring dengan semakin modernnya
kehidupan manusia. Persebaran globalisasi yang pesat merupakan penyebab
utama kemerosotan rasa nasionalisme. Sikap nasionalisme di kalangan siswa
SMA saat ini menimbulkan berbagai masalah di kalangan siswa yaitu tidak
mengikuti upacara, tidak hafal lagu Indonesia raya, tidak hafal Pancasila, tidak
mengibarkan bendera merah putih dan tidak saling menghormati perbedaan
antar sesama.
Selain itu, ada anggapan di kalangan masyarakat yang mengatakan
semangat kebangsaan atau nasionalisme siswa di sekolah telah menurun atau
pudar. Siswa sering melanggar peraturan dan tata tertib sekolah, siswa tidak
menghayati ketika menyanyikan lagu Indonesia Raya, siswa tidak serius
ketika memberi hormat pada bendera merah putih, datang ke sekolah tidak
tepat waktu, kurang peduli dengan lingkungan sekolah, tidak serius dalam
berdoa ketika upacara bendera, dan siswa kurang mengenang jasa para
pahlawan seperti tidak menghadiri upacara peringatan hari pahlawan, tidak
serius menyanyikan lagu Gugur Bunga untuk mengenang jasa pahlawan dan
lainnya.
Namun demikian perlu disadari bahwa bentuk nasionalisme saat ini
berbeda dengan yang nasionalisme masa lalu. Nasionalisme pada masa lalu
sedangkan nasionalisme pada saat ini mengisi pembangunan dengan cara
belajar sungguh-sungguh agar berprestasi di sekolah. Maka upaya yang dapat
dilakukan untuk menumbuhkan semangat nasionalisme generasi muda salah
satunya melalui pendidikan.
Melalui pendidikan khususnya pelajaran sejarah mendorong
munculnya kesadaran sejarah yang diharapkan siswa mampu mendapatkan
prestasi yang baik dalam bidang kognitif, afektif maupun psikomotorik dan
memotivasi generasi muda memiliki sikap nasionalisme. Guru sejarah dalam
pendidikan dan pembelajaran sebaiknya mampu menerapkan nilai-nilai yang
terkandung dalam peristiwa sejarah. Nilai-nilai sejarah yang kiranya dapat
diambil dan ditanamkan pada generasi muda mampu menjadikan generasi
muda yang mempunyai rasa tanggung jawab, patriotisme, berkarakter dan rasa
nasionalisme tinggi terhadap bangsa Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas ditemukan banyak masalah yang berkaitan
dengan sikap nasionalisme. Maka penulis tertarik untuk melihat sejauh mana
pengaruh minat dan prestasi belajar sejarah terhadap sikap nasionalisme. Adapun judul dalam penelitian ini ialsah “Pengaruh Minat dan Prestasi Belajar
Sejarah Terhadap Sikap Nasionalisme Siswa SMA BOPKRI 2 Yogyakarta
Tahun Ajaran 2015/2016”.
B. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas
Dilihat dari beberapa aspek banyak faktor yang berhubungan dengan sikap
nasionalisme siswa seperti; ancaman globalisasi, transformasi bangsa
Indonesia, ancaman identitas bangsa termasuk gerakan disintegrasi,
mental-mental tamak, feodal, tahayul, korup, tidak disiplin, tidak percaya diri, lari
dari tanggung jawab, melemahnya kesadaran sejarah, prestasi, kemampuan,
bakat, kondisi fisik, minat, intelegensi, daya krestifitas, keceptan belajar, cara
belajar dan lain-lain.
Dalam penelitian ini masalah yang dibahas dibatasi pada pengaruh
minat dan prestasi belajar sejarah terhadap sikap nasionalisme siswa SMA
BOPKRI 2 Yogyakarta.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang dapat dirumuskan
sebagai berikut :
1. Apakah ada perbedaan sikap nasionalisme antara siswa yang memiliki
minat belajar sejarah tinggi dan siswa yang memiliki minat belajar sejarah
rendah ?
2. Apakah ada perbedaan sikap nasionalisme antara siswa yang memiliki
prestasi belajar sejarah tinggi dan siswa yang memiliki prestasi belajar
sejarah rendah ?
3. Apakah ada interaksi antara minat dan prestasi belajar sejarah terhadap
D. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini tujuan yang hendak dicapai adalah untuk
menguji:
1. Ada atau tidak adanya perbedaan sikap nasionalisme antara siswa yang
memiliki minat belajar sejarah yang tinggi dan siswa yang memiliki minat
belajar sejarah yang rendah.
2. Ada atau tidak adanya perbedaan sikap nasionalisme antara siswa yang
prestasi belajar sejarah yang tinggi dengan siswa yang memiliki prestasi
belajar sejarah yang rendah.
3. Ada atau tidak adanya interaksi antara minat dan prestasi belajar sejarah
dalam mempengaruhi sikap nasionalisme siswa.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Dapat memberi suatu gambaran mengenai pengaruh minat dan prestasi
belajar sejarah siswa terhadap sikap nasionalisme.
2. Bagi Universitas Sanata Dharma khususnya Program Pendidikan Sejarah.
Penelitian ini dapat menambah bahan bacaan dan referensi pustaka yang
bermanfaat bagi mahasiswa, khususnya tentang pengaruh minat dan
3. Bagi Sekolah
Penelitian ini berguna untuk memberi gambaran kepada guru untuk
menumbuhkan minat belajar sejarah siswa dan meningkatkan prestasi
belajar sejarah siswa agar sikap nasionalisme siswa semakin tinggi.
4. Bagi Peneliti
Dapat menambah wawasan dan informasi baru mengenai pengaruh minat
dan prestasi belajar sejarah terhadap sikap nasionalisme dan dapat menjadi
bekal peneliti nantinya untuk menumbuhkan minat belajar sejarah siswa
dan meningkatkan prestasi belajar siswa. Selain itu dapat menjadikan
pedoman bagi peneliti untuk melakukan penulisan karya ilmiah
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
Setiap mata pelajaran yang terdapat pada kurikulum memiliki sasaran
dan tujuan masing-masing. Sasaran dan tujuan berguna untuk mengetahui apa
yang harus diketahui, dilakukan oleh siswa. Sasaran dan tujuan pengajaran
sejarah harus mengacu pada tujuan pendidikan yang lebih luas.7 Guru harus
memiliki sasaran dan tujuan yang jelas ketika mengajar karena setiap jenajng
pendidikan mempunyai sasaran pembelajaran sejarah yang berbeda. Secara
umum sasaran pembelajaran sejarah untuk mengembangkan pemahaman
tentang diri sendiri, memberikan gambaran yang tepat tentang konsep ruang,
waktu dan masyarakat, mengajarkan tolerasi, menanamkan sikap intelektual,
mengajarkan prinsip-prinsip moral, menanamkan orientasi ke masa depan,
memberikan pelatihan mental, mengembakan keterampilan-keterampilan
berguna dan memperkokoh rasa nasionalisme.
Sejarah merupakan salah satu ilmu-ilmu sosial. Tujuan utama
pendidikan ilmu-ilmu sosial adalah meperkenalkan kepada anak-anak masa
lampau dan masa sekarang mereka, serta lingkungan geografisnya dan
lingkungan sosial mereka.8 Pembelajran sejarah untuk mengembangkan
kemampuan anak-anak agar dapat menghargai warisan budaya masa lampau.
Selain itu diharapkan siswa mampu mendapatkan pengetahun mengenai fakta,
memahami fakta dan peristiwa penting, mempunyai pemikiran yang kritis,
mempunyai keterampilan praktis, dan menjadikan siswa berperilaku sosial
yang sehat seperti memiliki rasa patriotism, menghargai keberagaman, dan
mampu bekerja sama dengan sesama.
Sejarah perlu diajarkan untuk menanakan nilai-nilai masa lampau
kepada generasi muda. Sejarah sangat bernilai sebagai suatu pelajaran dengan
banyak cara. Ada banyak hasil penting yang menjadi tanggung jawab setiap
kegiatan pembelajarna sejarah. Nilai-nilai pembelajaran sejarah dapat
dikelompokkan menjadi nilai keilmuan, nilai informasi, nilai etnis, nilai
budaya, nilai politik, nilai nasionalisme, nilai internasional dan nilai kerja.9
1. Minat Belajar Sejarah
Minat merupakan suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat
ciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginan sendiri.
Oleh karena itu, sesuatu yang dilihat seseorang sudah tentu akan
membangkitkan minat sejauh sesuatu yang dilihat itu mempunyai hubungan
dengan kepentingan sendiri. Minat timbul tidak secara tiba-tiba melainkan
timbul akibat dari partisipasi, pengalaman, kebiasaan pada waktu belajar atau
bekerja.10 Menurut Syaiful Bahri Djamarah minat merupakan kecenderungan
yang menetap untuk memperhatikan aktivitas itu secara konsisten dengan rasa
senang.11 Slameto juga mengatakan bahwa minat merupakan suatu rasa lebih
9 S. K. Kochhar, Op. Cit, Hal 63
suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang
menyuruh.12
Ketika seseorang memiliki minat belajar, pada saat itulah perhatiannya
tidak lagi dipaksakan dan akan beralih secara spontan. Semakin besar minat
seseorang akan semakin besar spontanitas perhatiannya. Belajar dalam jangka
panjang tidak mungkin berlangsung tanpa adanya perhatian spontan, padahal
belajar tekun cukup lama menjadi prasyarat untuk menguasai pelajaran dan
memperdalam pemahaman.13
Minat juga diartikan sebagai suatu sikap atau perasaan yang positif
terhadap suatu aktivitas orang, pengalaman, atau benda. Secara umum minat
diartikan sebagai suatu keadaan mental yang menghasilkan respons terarah
kepada situasi atau objek tertentu yang menyenangkan dan memberi kepuasan
kepada seseorang. Dengan demikian minat dapat menimbulkan sikap yang
merupakan suatu kesiapan berbuat bila ada stimulus khusus sesuai dengan
keadaan tersebut.14
Minat belajar sejarah adalah rasa senang dan tertaik untuk mempelajari
sejarah serta memiliki perhatian yang tinggi terhadap pelajaran sejarah yang
dapat membantu seseorang mudah untuk memahami pelajaran sejarah. Dari
pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa anak didik yang berminat
terhadap pelajaran sejarah akan mengikuti pembelajaran sejarah secara
konsisten dengan rasa senang dikarenakan hal tersebut datang dari dalam diri
12 Slameto, Belajar dan Fakto-Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010,
hal 180
13 The Liang Gie, Cara Belajar yang efisien, Jilid 1, Yogyakarta: Pusat Belajar Ilmu Berguna,
2002, hal 29
anak didik itu sendiri yang didasarkan rasa suka dan tidak adanya paksaan dari
pihak luar. Anak didik yang berminat akan mempelajari dengan
sungguh-sungguh, karena ada daya tarik baginya. Dengan kata lain minat belajar
sejarah adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada pembelajaran
sejarah tanpa ada yang memaksa.
Minat tidak dibawa sejak lahir melainkan didapat melalui proses
pengalaman belajar.15 Dengan demikian perlu adanya usaha untuk
menumbuhkan dan meningkatkan minat. Misalkan dalam pelajaran sejarah,
perlu menggunakan media-media pembelajaran yang menarik seperi film, foto
dan gambar maka anak didik akan tertarik untuk mengikut proses
pembelajaran. Minat belajar memiliki dua aspek yaitu:16
1. Aspek Kognitif
Berdasarkan konsep yang dikembangkan anak mengenai bidang yang
berkaitan dengan minat. Konsep yang membangun aspek kognitif minat
didasarkan atas pengalaman pribadi dan apa yang dipelajari di rumah,
sekolah, masyarakat dan media massa.
2. Aspek Afektif
Konsep yang membangun aspek afektif minat dinyatakan dalam sikap
terhadap kegiatan yang ditimbulkan minat. Aspek afektif juga
dikembangkan dari pengalaman pribadi, dari sikap orang lain yang penting
seperti orang tua, guru, teman-teman sebaya terhadap kegiatan yang
berkaitan dengan minat.
15Slameto, op. cit, hal. 180
Berdasarkan uraian tersebut, maka minat terhadap mata pelajaran Sejarah
yang dimiliki seseorang bukan bawaan sejarah lahir, tetapi dipelajari melalui
penilaian kognitif dan afektif seseorang yang dinyatakan dalam sikap. Dengan
kata lain, jika proses penilaian kognitif dan afektif seseorang terhadap objek minat
adalah positif maka akan menghasilkan sikap yang positif dan dapat
menumbulkan minat. Minat juga memiliki faktor-faktor yang mempengaruhinya
yakni:
1. Faktor Internal Individu
Faktor yang mempengaruhi minat yang muncul dari dalam diri individu
sendiri antara lain.
1) Cita-cita
Setiap orang memiliki cita-cita dalam hidupnya, termasuk anak
didik. Cita-cita juga mempengaruhi minat belajar anak didik. Cita-cita
sering senantiasa diperjuangkan, bahkan tidak jarang seseorang
mendapatkan rintangan, namun tetap berusaha untuk mencapainya.
2) Hobi
Hobi merupakan hal yang menyenangkan untuk dilakukan, dengan
demikian kesenangan tersebut menyebabkan timbulnya minat. Sebagai
contoh seseorang memiliki hobi mempelajari sejarah maka secara spontan
timbul minat untuk menekuni ilmu sejarah. Dengan demikian hobi tidak
bisa dipisahkan dari faktor minat.
Keberhasilan seseorang dalam belajar memiliki pengaruh yang
kuat terhadap minat. Sebab dengan prestasi yang tinggi akan
menumbuhkan minat yang semakin kuat untuk terus menekuni bidang
yang dipelajari. Begitu juga sebaliknya, prestasi yang rendah dapat
membuat rasa kecewa sehingga akan mengurangi minat seseorang untuk
menekuni bidangnya.
4) Konsep Diri
Kepercayaan diri memberikan pengaruh yang kuat terhadap minat.
Seseorang yang yakin bahwa dapat mendapatkan prestasi yang tinggi akan
menimbulkan minat yang tinggi pula untuk belajar, sebab seseorang
tersebut sudah meletakkan keyakinan bisa mendapatkan prestasi yang
tinggi.
2. Faktor Eksternal Individu
Faktor yang mempengaruhi minat yang muncuk dari luar diri individu, antara
lain:
1) Pengaruh Orang tua
Orang tua mempengaruhi sikap dan minat anak. Motivasi dari
orang tua memberikan pengaruh besar dalam menumbuhkan minat anak
baik terhadap bidang akademik maupun non akademik.
2) Teman Sebaya
Melalui pergaulan seseorang akan dapat terpengaruh arah minatnya
oleh teman sebayanya. Pengaruh teman sebaya ini sangat besar karena
aktifitas. Minat yang sama dengan teman sebaya akan membantu semua
anak dalam penerimaan sosial.
3) Guru
Hubungan yang baik antara anak didik dan guru akan menumbuhkan
minat yang baik dalam diri siswa untuk mengikuti proses pembelajaran
dengan perasaan senang.
Perasaan senang akan menimbulkan minat, dengan demikian untuk
meningkatkan minat belajar siswa dapat dilakukan melalui berbagai cara :
1. Membina hubungan akrab dengan siswa, namun tidak bertingkah seperti anak remaja.
2. Menyajikan bahan pelajaran yang tidak terlalu sulit, namun tidak terlalu mudah.
3. Menggunakan alat-alat pelajaran yang menunjang proses belajar.
4. Bervariasi dalam cara mengajarnya, namun tidak berganti-ganti metode sehingga siswa menjadi bingung.17
5. Bankitkan suatu kebutuhan (kebutuhan untuk menghargai keindahan, untuk mendapat pengahargaan, dan sebagainya).
6. Hubungkan dengan pengalaman lampau.
7. Beri kesempatan untuk mendapat hasil baik. Untuk itu bahan pelajaran disesuaikan dengan kesanggupan individu.18
8. Menerangkan materi dengan sudut pandang yang unik, sehingga anak didik terpacu rasa ingin tahunya.
9. Menggunakan alat peraga dengan tujuan anak didik mempunyai modal pengetahuan yang lebih terbayang.
10.Memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bercerita serta belajar mengungkapkan pendapat secara lebih terstruktur.19
17 W.S. Winkel, Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar, Jakarta: Gramedia, 1983, hal. 31 18 S. Nasution, Didaktik Asas-Asas Mengajar, Bandung: Jemmars, 1982, hal. 85
19 I.J. Ekomadyo, Prinsip Komunikasi Efektif Untuk Meningkatkan Minat Belajar Anak, Bandung:
2. Prestasi Belajar Sejarah
2.1.Belajar
Manusia sebagai makhluk individu selalu berada dalam situasi
perubahan. Perubahan-perubahan yang terjadi pada manusia dipengaruhi oleh
beberapa faktor kematangan yaitu, latihan dan beajar.20 Pekembangan yang
terjadi disebabkan karena kematangan. Sedangkan latihan dan belajar
menyebabkan perkembangan individu yang bersangkutan melakukan suatu
latihan atau belajar untuk memperoleh perubahan. Perkembangan yang
disebabkan karena kematangna biasanya menunjuk pada perkembangan yang
bersifat fisik, sedangkan perubahan yang disebabkan karena latihan dan
belajar jauh lebih dalam menyangkut fungsi kejiwaan, keseluruha pribadi.
Proses belajar adalah usaha untuk mengubah tingkah laku pada diri
individu yang sedang belajar.21 Berdasarkan perubahan hasil belajar, proses
belajar dapat dibedakan dalam dua arti yaitu proses belajar dalam arti sempit
dan proses belajar dalam arti luas. Proses belajar dalam arti sempit menunjuk
pada bentuk belajar tertentu, seperti informasi verbal, belajar kemahiran
intelektual, belajar pengaturan kegiatan kognitif, belajar keterampilan motorik
dan belajar sikap. Proses belajar dalam arti luas mengarah pada proses belajar
yang melibatkan aktivitas mental dan psikis yang berlangsung dalam interaksi
aktif antara individu dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam
pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Perubahan dalam belajar ini
20 Rochman Natawidjaja, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
1985, hal 80
mencangkup perubahan pengetahuan, kecakapan dan tingkah laku.
Perubahan-perubahan yang terjadi ini bersifat relatif konstan/tetap.22
Ditinjau dari segi psikologi, Slameto mengatakan bahwa belajar
adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil
pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.23
Sedangkan menurut Sardiman belajar adalah usaha mengubah tingkah laku
pada diri siswa. Jadi kegiatan belajar akan membawa suatu perubahan pada
diri individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya berkaitan dengan
penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan,
keterampilan dan sikap.
Dalam kegiatan belajar, siswa dituntut untuk mengerahkan segala
aspek yang ada pada dirinya, baik fisik maupun psikis. Belajar akan berhasil
dengan baik apabila pada dirinya sendiri ada keinginan untuk belajar.24
Menurut Winkel, belajar adalah kemampuan untuk melakukan sesuatu yang
sebelumnya tidak mampu untuk dilakukan atau diartikan sebagai proses
perubahan dari yang belum mampu menjadi mampu, kemampuan ini bersifat
konstan/tetap. Adanya perubahan dari seseorang inilah yang menandakan
seseorang telah belajar.25
Selain pengertian belajar yang telah diuraikan di atas, Sumadi
Suyabrata merinci pengertian belajar sebagai berikut :
22 W.S, Winkel, Psikologi Pengajaran, Jakarta: Gramedia, 1987, hal 200-201
23 Slameto, Belajar dan faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: Bima Aksara, 1988, hal 59 24 AM, Sadirman op. Cit. Hal 39
1. Belajar merupakan suatu aktivitas yang membawa perubahan.
2. Perubahan sebagai hasil dari kegiatan belajar adalah didapatkannya
kecakapan batu dalam waktu yang relatif lama.
3. Perubahan yang dialami karena usaha yang sengaja.26
Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa belajar merupakan
kegiatan itensional yang bertujuan untuk memperoleh perubahan tingkah laku
dan kecakapan yang relatif menetap, lebih maju dan efesien. Kegiatan belajar
merupakan kegiatan yang disadari atau disengaja untuk mencapai tujuan
tertentu. Suatu kegiatan belajar akan berhasil dengan baik jika individu yang
belajar tahu apa yang dipelajarinya.
Perkembangan dunia pendidikan saat ini seharusnya membuat guru
mampu mengusahakan siswanya untuk giat dalam belajar. Dengan giat
belajar maka hasil belajar akan diperoleh siswa menunjukkan peningkatan.
Oleh sebab itu Sumadi Suryabrata menyarankan agar guru sebagai pendidik
dapat mengembangkan kebiasaan siswa dalam belajar. Cara-cara tersebut
dapat ditempuh melalui, 1) penyusunan rencana studi, 2) penyusunan jadwal
belajar, 3) penggunakan waktu belajar, 4) teknik belajar yang baik. Keempat
hal itu diperlukan siswa dalam melakukan kegiatan belajar, karena dalam
usaha untuk kegiatan belajar sangat memerlukan perencanaan dan
pelaksanaan waktu yang tepat agar dapat berhasil dalam pendidikannya.27
Tujuan belajar akan tercapai dengan baik apabila didukung oleh
terciptanya lingkungan belajar yang menguntungkan bagi terjadinya proses
belajar. Hal ini berkaitan pula dengan proses mengajar yang dilakukan oleh
guru.
Secara umum belajar dapat dipahami sebagai hasil pengalaman dan
interaksi dalam lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Belajar juga
merupakan kegaitan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat
mendasar dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Hal ini
berarti bahwa berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan itu
tergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika berada di
sekolah atau keluarga dan leingkungannya dan tergantung pula bagaimana
proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik.
Pada dasarnya belajar meliputi tiga alur yaitu 1) belajar bukalah
kegiatan yang hanya berlangsung di dalam kelas saja, tetapi berlangsung
dalam kehidupan sehari-hari, 2) belajar tidak hanya melibatkan yang benar
saja, akan tetapi juga merlibatkan sesuatu yang salah pula, 3) berlajar tidaklah
harus bersifat disengaja atau secara sadar tetapi sebaliknya. Dari kegiatan
tersebut maka pada dasarnya belajar merupakan suatu perubahan dalam diri
seseorang yang terjadi karena pengalaman.28
Salah satu wujud seseorang telah belajar adalah ditandai dengan
adanya perubahan dalam sikap, tingkah laku dan kemauan. Seseorang akan
cenderung berperilaku tertentu guna memperoleh apa yang diingikan. Dengan
kata lain, seseorang akan mengulangi tindakan tertentu bila tindakan itu
berakibat positif bagi perkembangan dirinya. oleh karena itu, pemahaman
28 Dimyati Mahmud, Psikologi Pendidikan suatu Pendekatan Terapan, Yogyakarta; BPFE, 1990,
yang benar menganai arti dan segala aspek, bentuk dan minefestasinya snagat
diperlukan oleh pendidik khususnya guru.
Proses belajar di sekolah dapat digambarkan sebagai rangkaian
fase-fase yang harus dilalui siswa. Fase-fase-fase tersebut meliputi fase-fase motivasi,
konsentrasi, mengelola, menyimpan, menggali prestasi dan umpan balik.29
Kaitannya dengan pendidikan sejarah, pendidikan di sekolah dipandang
sebagai unsur integrasi dari kebudayaa suatu negara, dengan fungsi
meneruskan lambang-lambang bersama serta memberi bimbingan ke arah
kehidupan dalam sistem sosialnya. Apabila dalam masa kolonial sistem
pendidikan bersifat elitis, dalam negara merdeka fungsi pendidikan adalah
untuk melatih anak-anak konformitas dalam kehidupan kenegaraan, memberi
pengetahuan, keterampilan nilai-nilai sikap yang telah distandarisasi menurut
ukuran-ukuran tertentu, sehingga mendorong perkembangan individu sebagai
warga masyarakat yang baik.30
2.2.Sejarah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia sejarah dapat diartikan
sebagai:
1. Kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau.
2. Pengetahuan atau uraian tentang peristiwa-peristiwa atau
kejadian-kejadian.
29 W.S Winkel op. Cit. 208-211
30 Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, Jakarta: Gramedia,
3. Kesusasteraan lama yang bersifat asal usul.31
Secara etimologis, kata sejarah berasal dari bahasa arab syajarotun
yang berarti pohon. Kata ini kemudian berkembang artinya menjadi akar,
keturunan, silsilah, keturunan, asal-asul, yang kemudian diambil alih oleh
bahasa Melayu menjadi Syajarah dan kemudian menjadi bahasa Indonesia
sejarah.32 Sedangkan dalam bahasa Inggris, sejarah sama dengan kata History
berasal dari kata istoria dari bahasa Yunani yang berarti ilmu.33
Menurut Kuntowijoyo, sejarah adalam rekonstruksi masa lalu dan
yang dimaksud rekonstruksi adalah apa saja yang sudah dipikirkan,
dikatakan, dikerjakan, dirasakan dan dialami oleh seseorang.34
Sedangkan pengertian sejarah sebagai ilmu adalah suatu suatu studi
keilmuan tentang segala sesuatu yang telah dialami oleh manusia di waktu
yang lampau dan yang telah meninggalkan jejaknya di waktu sekarang,
dimana tekanan perhatian diletakkan pada aspek peristiwanya itu sendiri,
dalam hal ini urutan perkembangannya yang kemudian disusun dalam suatu
cerita sejarah.35
Menurut Sartono Kartodirdjo, pengertian sejarah dibagi menjadi dua
hal yaitu, sejarah secara subjektif dan sejarah secara objektif. Pengertian
sejarah secara subjektif yaitu sejarah sebagai cerita, gambaran sejarah, karena
31Anton Mulyono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan-PN. Balai Pustaka, 1990, hal 794
32 I.G Widja, pengantar Ilmu Sejarah, dalam Perspektif Pendidikan, Semarang: Satya Wacana,
1988, hal 6
33 Louis Gottschlak, Mengerti Sejarah, (terj. Nugroho Notosusanto), Jakarta: Yayasan Penertbit
Universitas Indonesia, 1975 hal 27
dalam pengertian demikian sejarah merupakan hasil suatu konstruksi sejarah
yang disusun oleh penulis sebagai suatu urutan cerita yang terdapat unsur
pribadi dari penulis dalam tulisannya. Sedangkan pengertian sejarah secara
objektif adalah menunjuk pada peristiwa atau kejadian itu sendiri yaitu proses
dan aktulisasinya, sehingga tidak akan dapat dipengaruhi oleh siapapun.36
Pendidikan sebagai usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang
menjunjung tinggi budaya dan semangat nasionalisme maka sejarah memiliki
peranan yang sangat penting untuk mencapai tujuan tersebut.
Berdasarkan pengertian tersebut, belajar sejarah adalah proses usaha
yang dilakukan oleh individu maupun kelompok untuk memperoleh
perubahan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Selain itu, belajar sejarah
memberikan kecakapan untuk anak didik dalam hidup bermasyarakat dan
bernegara. Untuk menjadi masyarakat dan warga negara yang baik, maka
anak didik harus mampu memahami masa lampau masyarakat dan negara
dimana ia hidup agar anak didik bisa memahami kultur dalam masyarakat.
Maka sejarah berperan besar untuk usaha memenuhinya. Hal ini sesuai
dengan tujuan sejarah yaitu dengan pengetahuan sejarah, masyarakat dapat
menempatkan diri diri dalam waktu dan memahami diri sendiri untuk dapat
berkembang secara optimal.
Belajar sejarah, selain dapat mengambil nilai-nilai dari masa lampau
juga dapat memberikan inspirasi dan semangat untuk mewujudkan identitas
sebagai suatu bangsa. Kegunaan ini sejalan dengan semangat nasionalisme.
Sejarah dapat digunakan sebagai inspirasi bagi perjuangan bangsa Indonesia
untuk membentuk negara Indonesia yang merdeka. Selain itu sejarah juga
sebagai guru yang baik, dengan melihat pengalaman masa lalu maka dapat
merencanakan sesuatu dengan lebih baik demi masa depan yang lebih baik.
Sejarah sangat berkaitan erat dengan pendidikan untuk menumbuhkan
semangat patriotisme di kalangan warga negara. Louis Gattschalk menuliskan
bahwa pengajaran sejarah dapat dipergunakan untuk melatih warga negara
yang setia, jika memang kisah tanah airnya dapat menumbuhkan rasa bangga
pada diri kaum patriot atau kisah itu dapat diubah dan disesuaikan sehingga
akan kelihatan lebih mulia.37
Cara mempelajari sejarah tidak dapat hanya menghafal peristiwa
sejarah, tetapi juga berusaha untuk memahami dan mengambil nilai-nilai
positif dari setiap peristiwa sejarah. Belajar sejarah harus dipahami dalam
segala aspek, arti, nilai-nilai, dan tujuan dari peristiwa. Agar belajar sejarah
tidak membosankan maka, dalam belajar sejarah perlu adanya pemikiran/
kemampuan yang analisis.38
Tujuan pengajaran sejarah dapat dibedakan menjadi beberapa aspek
yaitu:
1. Aspek Pengetahuan
Menguasai pengetahuan tentang aktivitas-aktivitas manusia di waktu yang lampau baik dalam aspek ekstenal maupun internal.
Menguasai pengetahuan tentang fakta-fakta khusus dari peristiwa masa lampau sesuai dengan waktu, tempat dan kondisi pada waktu terjadinya peristiwa tersebut.
37 Louis Gattschalk, op. Cit. hal 1
38 I.G, Widja, Dasar-dasar pengembangan Strategi serta Metode Pengajaran Sejarah, Jakarta:
Menumbuhkan pengertian tentang hubungan antara fakta yang satu dengan fakta lainnya yang berkaitan secara intrinsik.
Menumbuhkan pengertian tentang arti dan hubungan peristiwa masa lampau bagi situasi masa kini dalam perspektifnya dengan situasi yang akan datang.
2. Aspek Pengembangan Sikap
Penumbuhan kesadaran sejarah pada siswa terutama dalam artian agar mereka mampu berpikir dan bertindak.
Menumbuhkan sikap menghargai kepentingan/kegunaan pengalaman masa lampau bagi kehidupan masa kini suatu bangsa.
Menumbuhkan sikap menghargai berbagai aspek kehidupan masa kini dari masyarakat dimana mereka hidup dan penumbuhan kesadaran akan perubahan-perubahan yang telah dan sedang berlangsung disuatu bangsa yang diharapkan menuju pada kehidupan yang lebih baik diwaktu yang akan datang.
3. Aspek Keterampilan
Pelajaran sejarah di sekolah diharapkan dapat menekankan pengembangan kemampuan dasar dikalangan murid berupa kemampuan penyusunan sejarah, yang meliputi ketarampilan mencari/mengumpulkan jejak-jejak sejarah, melaksanakan analisis kritis terhadap bukti-bukti sejarah, keterampilan menginterpretasikan serta merangkaikan fakta-fakta.
Keterampilan mengajukan argumentasi dalam mendiskusikan masalah-masalah kesejarahan dan keterampilan menelaah buku-buku sejarah terutama menyangkut sejarah bangsanya.39
Sedangkan fungsi khusus dari pengajaran sejarah di sekolah adalah
membantu mengembangkan cinta tanah air pada anak didik, memberikan
pengertian tentang adat istiadat dan tata cara hidupnya, bagaimana sistem
pemerintahannya terbentuk, dan perubahan-perubahan yang terjadi dalam
kehidupan sosial ekonominya.40 Dengan demikian pengajaran sejarah dapat
membantu anak didik memahami identitas dan jati diri bangsanya. Anak
39 I Gde Widja, Dasar-dasar Pengembangan Strategi serta Metode Pengajaran Sejarah, Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989, hal27-29
40 C.P Hill, Saran-saran Tentang Pengajaran Sejarah, (terj. Hasan Wirasutisna), Jakarta:
didik mampu memahami kisah masa lampau bangsanya serta
perubahan-perubahan yang terjadi pada bangsa dan negaranya. Pemahaman yang
demikian akan membantu siswa terbebas dari sikap-sikap anti patriotisme.
Esensi pengajaran sejarah adalah untuk menumbuhkan kesadaran sejarah itu
sendiri. Dengan pengetahuan sejarah manusia dapat merencanakan masa
depan yang lebih baik bahkan dapat memperkirakan apa yang akan terjadi
pada masa yang akan datang.
Pelajaran sejarah juga mempunyai fungsi sosio-kultural dan
membangkitkan kesadaran sejarah. Berdasarkan kesadaran sejarah yang
dibentuk suatu kesadaran nasional. Hal ini membangkitkan inspirasi pada
generasi muda untuk mengabdi pada negara dengan penuh dedikasi dan
kesediaan berkorban.41 Individu yang tidak akan menanyakan kepada negara
apa yang telah negara berikan kepada dirinya, tetapi akan menanyakan
kepada dirinya, apa yang telah ia berikan kepada negara ini.
Selain memberikan kesadaran sejarah, pengajaran sejarah berperan
penting dalam menanamkan sikap cinta tanah air kepada anak didik.
Kesadaran sejarah dapat membimbing manusia untuk semakin mamahami
bahwa setiap individu merupakan bagian dari masyarakat atau bangsa dan
negara. Selain mengetahui masa lampau bangsa dan negaranya, kesadaran
sejarah memberikan motivasi, inspirasi dan kecintaan tersendiri terhadap
bangsa dan negara. Dapat dikatakan, nasionalisme tidak akan pernah muncul
tanpa adanya kesadaran sejarah.
2.3.Prestasi Belajar Sejarah
Prestasi belajar sejarah juga dipengaruhi oleh keadaan awal siswa itu
sendiri. Setiap siswa mempunyai kemampuan sendiri-sendiri untuk menerima
dan memahami materi pelajaran sejarah. Keadaan awal siswa merupakan
keseluruhan kenyataan kepribadian siswa, institusional yang semuanya itu
erat kaitannya dengan tujuan intruksional. Keadaan awal inilah yang dapat
mempengaruhi kelangsungan proses pembelajaran di kelas.42
Prestasi belajar digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan
siswa yang diperoleh selama proses belajar. Prestasi belajar merupakan hasil
perubahan kemampuan siswa, yang meliputi kemampuan kognitif, afektif dan
psikomotorik.43 Selain itu prestasi belajar diartikan sebagai suatu proses
transformasi terhadap masukan atau input yang berupa materi pelajaran.44
Prestasi belajar selalu berhubungan erat dengan evaluasi atau
penilaian. Penilaian proses belajar adalah usaha guru untuk memberikan
penilaian terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukan di dalam
lembaga pendidikan. Sedangkan prestasi belajar adalah hasil dari penguasaan
pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, yang
ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.
Dalam pelaksanaannya diwujudkan dalam bentuk simbol untuk menyatakan
nilai. Nilai tersebut dalam bentuk angka maupun huruf, tergantung guru yang
bersangkutan. Kaitannya dengan tujuan pelajaran sejarah dalam Kurikulum
2013 adalah mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan
42Winkel, op. Cit, hal 82.
43 Sunaryo, Evaluasi Hasil Belajar, Jakarta: Depdikbud, 1983, hal 10-13
hidup sebagai pribadi dan warganegara yang produktif, kreatif, inovatif, dan
efektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
bernegara dan peradapan dunia.45
Dalam penilaian terdapat aturan-aturan tertentu sebagai pedoman.
Menurut Suharsimi dalam penilaian hendaknya unsur pertimbangan atau
kebijaksanaan gutu tentang usaha dan tingkah laku anak didik tidak ikut
berbicara pada nilai.46 Nana Sudjana mengatakan penilaian merupakan suatu
tindakan untuk melihat sejauh mana tujuan-tujuan intruksional telah dicapai
atau dikuasai siswa dalam bentuk hasil-hasil belajar yang diperlihatkan
setelah mereka menempuh pengalaman belajar.47 Jadi, nilai merupakan
gambaran tentang prestasi secara kognitif tanpa dipengaruhi oleh aspek
afektif dan psikomorik.
Penilaian terhadap siswa dilakukan secara terbuka dan objektif.
Terbuka dalam arti bahwa sebelum pelaksanaan penilaian, guru terlebih
dahulu memberi penjelasan kepada siswa tentang aspek yang akan dinilai dan
dapat menerima koreksi nilai dari siswa. Disamping itu guru harus memberi
penjelasan kepada siswa tentang sistem penilaian yang digunakan. Sistem
penilaian dibedakan menjadi dua yaitu, penilaian acuan normatif (PAN) dan
peniaian acuran patokan (PAP).48 Penilaian acuan norma yaitu penilaian yang
dilakukan dengan mengacu pada rata-rata kelompok. Sedangkan penilaian
45 Hasan, S.H, Informasi Kurikulum 2013, Bandung, Universitas Pendidikan Indonesia, 2013, hal
16
46 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bina Aksara, 1986, hal 269 47 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990,
hal 13
acuan patokan yaitu penilaian yang mengacu pada tujuan intruksional yang
harus dikuasai. Penilaian bersifat objektif maksudnya bahwa memberikan
nilai berdasarkan pada kemampuan siswa.
Prestasi belajar siswa dapat diketahui dari hasil evaluasi belajarnya.
Evaluasi adalah usaha penilaian terhadap suatu hal, bisa dari segi tujuan yang
ingin dicapai, gagasan, cara kerja, metode pemecahan dan lain-lain.49
Sedangkan menurut Winkel, evaluasi adalah penentuan sampai berapa jauh
sesuatu berharga, bermutu atau bernilai.50 Jadi evaluasi merupakan kegiatan
yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana hasil yang didapat ditinjau
dari tujuan gagasan dan proses/cara kerja.
Evaluasi terkait erat dengan kegiatan pembelajaran. Tanpa usaha
evaluasi, keberhasilan suatu proses pembelajaran sulit untuk diketahui
hasilnya. Kaitan evaluasi dengan proses pembelajaran berguna untuk
mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang telah
diajarkan dan untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan intruksional suatu
mata pelajaran. Adapun bentuk evaluasi yang sering digunakan adalah bentuk
test. Test adalah alat ukur yang diberikan kepada individu untuk mendapat
jawaban-jawaban seperti yang diharapkan baik secara tertulis, lisan atau
perbuatan.51
Menurut Muhibbidin tujuan evaluasi yaitu :
1. Untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu kurun waktu proses belajar tertentu, dengan evaluasi ini guru dapat
49 Ibid, hal 28
50 W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran, Jakarta: PT. Gramedia, 1987, hal 313
51 Nana Sudjana dan Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Bandung: Sinar Baru, 1989,
mengetahui kemampuan perubahan tingkah laku siswa sebagai hasil proses pembelajaran.
2. Untuk mengetahui posisi atau kedudukan seorang siswa dalam kelompok kelasnya.
3. Untuk mengetahui tingkat usaha siswa yang dilakukan siswa dalam belajar.
4. Untuk mengetahui hingga sejauh mana siswa telah mendayagunakan kapasitas kognitifnya (kemampuan kecerdasan yang dimilikinya) untuk keperluan belajar.
5. Untuk mengetahui tingkat daya guna dan hasil guna metode mengajar yang telah digunakan guru dalam proses belajar mengajar.52
Keberhasilan siswa dalam belajar dalam diketahui dari hasil prestasi
belajarnya. Prestasi merupakan tolak ukur belajar problematika yang
tergantung dari apa yang telah dipelajari oleh setiap siswa.53 Prestasi belajar
sejarah dimaksudkan adalah tolak ukur penguasaan siswa terhadap materi
pelajaran sejarah yang disampaikan guru disekolah.
Untuk mengetahui tinggi rendahnya tingkat penguasaan siswa
terhadap materi pelajaran sejarah diperlukan test atau evaluasi untuk
mendapatkan hasil belajar sejauh mana siswa mampu menguasai materi yang
telah dipelajari. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa antara materi
pelajaran, test hasil belajar, dan prestasi belajar mempunyai keterkaitan
dengan fungsinya.
Prestasi belajar sejarah adalah suatu hasil yang diperoleh siswa akibat
adanya belajar sejarah. Prestasi belajar sejarah yang dicapai siswa
dipengaruhi oleh kondisi dan kemampuan belajar siswa. Siswa yang rajin,
tekun dan disiplin dalam belajar akan mendapatkan hasil belajar sejarah yang
tinggi. Sedangkan siswa yang malas akan mendapatkan hasil belajar sejarah
52 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosdakarya,
1995, hal 23
yang rendah. Walaupun demikian, sebagai seorang guru harus benar-benar
memahami kemampuan setiap siswa, karena setiap siswa itu mempunyai
kemampuan yang berbeda-beda. Terkait dengan tujuan pencapaian pelajaran
sejarah bahwa siswa dengan prestasi belajar sejarah yang tinggi mempunyai
kemampuan memahami pelajaran sejarah baik dan mampu menumbuhkan
rasa kebangsaan dan cinta tanah air dan berusaha mengembangkan serta
memperluas wawasan agar bangga sebagai warga negara Indonesia.
Agar prestasi belajar sejarah siswa mencapai hasil yang baik, maka
perlu ditanamkan kepada siswa bahwa pelajaran sejarah adalah pelajaran
yang menarik. Apabila siswa mulai tertarik dengan pelajaran sejarah maka
siswa tersebut cenderung berhasil meraih prestasi yang tinggi. Untuk
menarik perhatian siswa terhadap mata pelajaran sejarah maka guru harus
memiliki metode dan strategi yang baik dalam mengajarkan mata pelajaran
sejarah.
Selama ini sebagian besar siswa mempunyai anggapan bahwa belajar
sejarah itu membosankan. Siswa menganggap bahwa pelajaran sejarah
hanyalah mempelajari masa lampau saja, padahal perkembangan masa kini
berorientasi pada masa lalu. Sebagian besar siswa tidak melihat bahwa
perkembangan sekarang ini adalah hasil dari belajar masa lampau.
Pengembangan diri seseorang merupakan salah satu cara membuat diri kita
bangga sebagai warga negara Indonesia. Paradigma yang dibangun bahwa
belajar sejarah membosankan sangat merugikan pencapaian prestasi belajar
merupakan mata pelajaran yang sangat bermanfaat bagi siswa. Salah satu
manfaat dari pelajaran sejarah adalah memperbaiki kesalahan-kesalahan pada
masa lampau agar dimasa sekarang dan dimasa yang akan datang kesalahan
serta kekurangan di masa lampau tidak terulang lagi bahkan menjadi lebih
sempurna. Melalui sejarah kita dapat memetik nilai-nilai masa lalu dan
mempergunakannya dalam kehidupan masa kini dan masa yang akan datang.
Oleh karena itu tanpa sejarah orang tidak akan mampu membangun ide-ide
tentang konsekuensi-konsekuensi dari yang dilakukannya.54
Prestasi belajar sejarah merupakan indikator kualitas dan kuantitas
pengetahuan yang dikuasi oleh anak didik. Hasil evaluasi dapat dipakai untuk
meninjau kembali hasil pembelajaran sesuai dengan tujuan intruksional yang
telah ditentukan. Apabila hasil yang diperoleh belum memuaskan maka tidak
sesuai dengan tujuan intruksional yang telah ditentukan.
Dalam proses pembelajaran sejarah menghasilkan perubahan pada
siswa yang berupa kemampuan-kemampuan yang diperoleh siswa, sesuai
dengan tujuan pengajaran. Kemampuan yang diperoleh siswa tersebut, karena
adanya hasil usaha belajar, tetapi masih dalam bentuk kemampuan internal.
Dalam kemampuan internal ini dinyatakan dalam bentuk prestasi. Prestasi
yang dicapai siswa akan dapat memberikan petunjuk hasil usaha belajar
sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Dimana prestasi yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah hasil belajar yang telah dicapai siswa melalui test
bidang studi sejarah semester I yang dinyatakan dalam bentuk angka/nilai.
3. Sikap Nasionalisme
3.1.Sikap
Menurut Rokeach sikap merupakan predisposing untuk merespon,
untuk berperilaku.55 Ini berarti sikap berkaitan erat dengan perilaku atau
tindakan. SMenurut Anton Mulyono sikap adalah perbuatan yang berdasar
pada pendirian atau pendapat/keyakinan senagai kecenderungan untuk
bertindak.56 Sikap adalah gejala internal yang berdemensi afektif yang berupa
kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relatif tetap
terhadap orang atau barang baik secara positif maupun negatif.57 Sikap
merupakan kemampuan internal yang berperan dalam mengambil tindakan,
lebih-lebih bila terbuka berbagai kemungkinan untuk bertindak. Orang yang
memiliki sikap jelas mampu untuk memilih secara tegas diantara beberapa
kemungkinan.
Sedangkan menurut Ngalim Purwanto, sikap adalah suatu cara
bereaksi terhadap suatu perangsang atau suatu kecenderungan untuk bereaksi
dengan cara tertentu terhadap situasi yang dihadapi.58
Dalam sikap mengandung komponen-komponen atau aspek-aspek
yang saling menunjang yaitu aspek kognitif, afektif dan konatif. Komponen
kognitif berupa apa yang dipercayai atau kepercayaan seseorang mengenai
objek sikap, komponen afektif merupakan komponen perasaan yang
menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap sesuatu objek
55Bimo Walgito, Psikologi Sosial Suatu Pengantar, Yogyakarta: ANDI, 2003, hal 110
56 Anton Mulyono, op. cit, hal 838 57 Muhibbin Syah, op. cit, hal 135
sikap dan komponen konatif menunjukkan bagaimana perilaku atau
kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang yang berkaitan
dengan objek sikap yang dihadapinya.59
Dari bermacam-macam pendapat tersebut dapat ditarik suatu pendapat
bahwa sikap merupakan organisasi pendapat, ke