(Studi Kasus di Kecamatan Magersari Kota Mojoker to)
SKRIPSI
Diajukan Oleh :
ALLUISIUS HERU HARTANTO 0813010121/FE/EA
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL " VETERAN" J AWA TIMUR
(Studi Kasus di Kecamatan Magersari Kota Mojoker to) Disusun Oleh:
ALLUISIUS HERU HARTANTO 0813010121/FE/AK
telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur pada tanggal 31 Juli 2013
Pembimbing: Tim Penguji:
Pembimbing Utama Ketua
DRS. EC. Muslimin, MM DRS. EC. Saiful Anwar, MSi Sekr etaris
DRS. EC. Muslimin, MM Anggota
DRS. EC. Sjafii, MM, AK Mengetahui
Dekan Fakultas Ekonomi
Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur
BUMI DAN BANGUNAN
(Studi Kasus di Kecamatan Magersari Kota Mojoker to) yang diajukan
ALLUISIUS HERU HARTANTO 0813010121/FE/AK
disetujui untuk Ujian Lisan oleh
Pembimbing Utama
DRS. EC. MUSLIMIN, M.SI Tanggal :……… NIP. 196207121992031001
Wakil Dekan I Fakultas Ekonomi
KEBERHASILAN PENERIMAAN PAJ AK BUMI DAN BANGUNAN (Studi Kasus di Kecamatan Magersari Kota Mojoker to)
yang diajukan
ALLUISIUS HERU HARTANTO 0813010121/FE/AK
telah diseminarkan dan disetujui untuk menyusun skripsi oleh
Pembimbing Utama
DRS. EC. MUSLIMIN, M.SI Tanggal :……… NIP. 196207121992031001
Mengetahui
Ketua Program Studi Akuntansi
KEBERHASILAN PENERIMAAN PAJ AK BUMI DAN BANGUNAN (Studi Kasus di Kecamatan Magersari Kota Mojoker to)
yang diajukan
ALLUISIUS HERU HARTANTO 0813010121/FE/AK
telah disetujui untuk diseminarkan oleh
Pembimbing Utama
DRS. EC. MUSLIMIN, M.SI Tanggal :……… NIP. 196207121992031001
Mengetahui
Ketua Program Studi Akuntansi
Puji syukur penyususn panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat kepada penulis sehingga skripsi yang berjudul ” PENGARUH PEMAHAMAN WAJ IB PAJ AK, KESADARAN WAJ IB
PAJ AK Dan KEPATUHAN WAJ IB PAJ AK TERHADAP
KEBERHASILAN PENERIMAAN PAJ AK BUMI Dan BANGUNAN ” ini terselesaikan. Penyusun skripsi ini ditulis guna memenuhi persyaratan tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional ” Veteran” Jawa Timur.
Penyususn menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa adanya bantuan dari semua pihak yang terkait. Maka pada kesempatan ini penyususn mengucapkan teroma kasih yang sebsar-besarnya Kepada :
1. Bapak Prof. Teguh Soedarto, MP. selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin N, MM selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Drs. Ec. R.A. Suwaidi, MS. selaku Wakil Dekan I Fakultas Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
bimbingan dan pengarahan selama penulisan skripsi ini.
6. Dosen-dosen program studi akuntansi yang telah banyak memberikan ilmu dan pengetahuan dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Seluruh pegawai Instansi DPPKA, Kecamatan Magersari dan
Bankesbangpol Kota Mojokerto.
8. Ibu ku dan alm. Bapak serta saudara-saudara ku yang telah memberikan doa serta dorongannya baik moril maupun materi. 9. Buat semua teman-teman kos ku yang selalu memberi ku semangat
dan selalu menghiburku.
10.Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Akhirnya, penulis menyadari bukan hal yang tidak mungkin apabila skripsi jauh dari sempurna, dan dengan rendah hati bersedia menerima segala saran yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya penulis.
Surabaya, 29 Mei 2013
(Studi Kasus di Kecamatan Magersari Kota Mojoker to) sebagaimana tertulis dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1994. Pajak Bumi Dan Bangunan sebagai pajak obyektif, yaitu pajak negara yang sebagian besar penerimaanya merupakan pendapatan daerah yang antara lain digunakan untuk penyedia fasilitas yang juga dinikmati oleh pemerintah pusat maupun daerah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris pengaruh pemahaman wajib pajak, kesadaran wajib pajak, dan kepatuhan wajib pajak terhadap keberhasilan penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan di Kecamatan Magersari Kota Mojokerto.
Populasi yang di gunakan dalam penelitian ini adalah wajib pajak di Kecamatan Magersari Kota Mojokerto yang berjumlah 22811 wajib pajak. Teknik penentuan ukuran sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode Simple Random Sampling sebanyak 100 responden wajib pajak Pajak Bumi Dan Bangunan dengan menggunakan rumus Slovin.
Teknik analisi yang digunakan adalah Regresi Linier Berganda dengan uji hipotesis uji kecocokan model (Uji F) dan uji t. Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa variabel Pemahaman Wajib Pajak, Kesadaran Wajib Pajak, dan Kepatuhan Wajib Pajak berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan.
Halaman
HALAMAN PENGESAHAAN UJ IAN LISAN
HALAMAN PENGESAHAAN MENYUSUN SKRIPSI
HALAMAN PENGESAHAAN PROPOSAL
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
ABSTRAKSI
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah... 8
1.3. Tujuan Penelitian ... 8
1.4. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJ AUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu ... 10
2.1.2. Perbedaan dan Persamaan Penelitian yang dilakukan Sekarang Dengan Penelitian Terdahulu ... 15
2.2. Landasan Teori ... 16
2.2.1. Sumber Penerimaan Daerah... 16
2.2.5. Pajak Bumi Dan Bangunan ... 28
2.2.5.1. Sejarah ... 28
2.2.5.2. Ketentuan Umum ... 30
2.2.5.3. Objek Pajak ... 31
2.2.5.4. Subjek Pajak ... 32
2.2.5.5. Tarif Pajak ... 34
2.2.5.6. Dasar Pengenaan dan Cara Mengitung Pajak ... 34
2.2.5.7. Tahun Pajak, Saat dan Tempat Yang Menentukan Pajak Terutang ... 35
2.2.6. Pemahaman Akan Undang-Undang Perpajakan... 35
2.2.7. Kesadaran Wajib Pajak Membayar Pajak ... 37
2.2.8. Kepatuhan Wajib Pajak ... 38
2.2.9. Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak Tentang UU Dan Peraturan Perpajakan Terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan ... 39
2.2.10. Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak bumi Dan Bangunan ... 41
2.2.11. Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak Terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan... 42
2.3. Diagram Kerangka Pikir ... 43
3.1.1. Definisi Operasional ... 45
3.1.2. Pengukuran Variabel ... 48
3.2. Sampel, Dan Teknik Penarikan Sampel ... 51
3.2.1. Populasi ... 51
3.2.2. Sampel ... 52
3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 53
3.3.1. Jenis Dan Sumber Data ... 53
3.3.2. Metode Pengumpulan Data ... 53
3.4. Uji Kualitas Data ... 54
3.4.1. Uji Validitas ... 54
3.4.2. Uji Realibilitas ... 55
3.4.3. Uji Normalitas ... 55
3.4.4. Uji Asumsi Klasik ... 56
3.5. Teknik Analisis ... 58
3.6. Uji Hipotesis ... 58
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Objek Penelitian ... 61
4.1.1. Sejarah Singkat Objek Penelitian ... 61
4.1.2. Kondisi Geografis Keamatan Magersari ... 61
4.1.3. Strktur Organisasi ... 61
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 70
4.2.4. Variabel Kepatuhan Wajib Pajak (X3) ... 76
4.2.5. Variabel Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (Y) ... 79
4.3. Uji Kualitas Data ... 82
4.3.1. Uji Validitas ... 82
4.3.2. Uji Realibilitas ... 84
4.4. Uji Normalitas ... 85
4.5. Uji Aumsi Klasik ... 85
4.5.1. Uji Multikolonieritas ... 86
4.5.2. Uji Heteroskedastisitas ... 86
4.6. Analisis Regresi Linier Berganda ... 87
4.6.1. Persamaan Regresi Linier Berganda ... 87
4.6.2. Uji F (Uji KecocolamModel) ... 89
4.6.3. Uji t ... 90
4.7. Pembahasan Hasil Penelitian ... 92
4.7.1. Implikasi Peneltian ... 92
4.8.2. Perbedaan Dengan Penelitian Terdahulu ... 94
4.8.3. Keterbatasan Penelitian ... 95
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 96
Gambar 2.3. Diagram Kerangka Pikir ... 44
Gambar 4.1. Struktur Organisasi Kecamatan Magersari ... 62
Gambar 4.2. Grafik Karakteristik Responden ... 70
Gambar 4.2. Distribusi Frekuensi X1.1 ... 71
Gambar 4.3. Distribusi Frekuensi X1.2 ... 72
Gambar 4.4. Distribusi Frekuensi X1.3 ... 72
Gambar 4.5. Distribusi Frekuensi X1.4 ... 73
Gambar 4.6. Distribusi Frekuensi X2.1 ... 74
Gambar 4.7. Distribusi Frekuensi X2.2 ... 75
Gambar 4.8. Distribusi Frekuensi X2.3 ... 75
Gambar 4.9. Distribusi Frekuensi X2.4... 76
Gambar 4.10. Distribusi Frekuensi X3.1 ... 77
Gambar 4.11. Distribusi Frekuensi X3.2 ... 78
Gambar 4.12. Distribusi Frekuensi X3.3 ... 78
Gambar 4.13. Distribusi Frekuensi Y1... 79
Gambar 4.14. Distribusi Frekuensi Y2... 80
Gambar 4.15. Distribusi Frekuensi Y3... 80
Table 1.1. Data Penerimaan PBB di Kecamatan Magersari ... 6
Table 2.1. Perbedaan Dan Persamaan Peneliti Yang Dilakukan Sekarang Dengan Penelitian Terdahulu ... 15
Tabel 4.1. Hasil Uji Validitas Variabel Pemahaman Wajib Pajak (X1) ... 82
Tabel 4.2. Hasil Uji Validitas Variabel Kesadaran Wajib Pajak (X2) ... 83
Tabel 4.3. Hasil Uji Validitas Variabel Kepatuhan Wajib Pajak (X3) ... 83
Tabel 4.4. Hasil Uji Validitas Variabel Keberhasilan Penerimaan PBB (Y) ... 83
Tabel 4.5. Hasil Uji Reliabilitas ... 84
Table 4.6. Hasil Uji Normalitas ... 85
Table 4.7. Hasil Uji Multikolonieritas ... 86
Tabel 4.8. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 87
Table 4.9. Persamaan Regresi Linier Berganda ... 87
Table 4.10. Hasil Uji F ... 89
Table 4.11. Nilai Adj-R2 ... 90
Table 4.12. Hasil Uji t ... 91
Lampiran 1. Kuisioner
Lampiran 2. Rekapitulasi Jawaban Responden
Lampiran 3. Distribusi Frekuensi Identitas Responden
Lampiran 4. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden
Lampiran 5. Uji Validitas
Lampiran 6. Uji Realibilitas
Lampiran 7. Uji Normalitas
Lampiran 8. Uji Asumsi Klasik
1.1Latar Belakang Masalah
Visi dan misi pembangunan ekonomi daerah adalah meningkatkan kemandirian
perekonomian daerah dengan arah, tujuan dan sasarannya untuk dapat meningkatkan
kesejahteraan hidup seluruh lapisan masyrakat secara berkesinambungan, adil dan
merata. Guna menunjang tujuan dan sasaran tersebut, salah satu landasan pondasi
utamanya adalah dengan membudi-dayakan penggalian potensi kekayaan daerah
secara maksimal dan produktif sehingga bermuara sebagai nilai potensi penghasilan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang bermanfaat sebagai sumber pembiayaan
pembangunan daerah yang dapat diandalkan secara efektif.
Pemerintah daerah perlu menciptakan kondisi yang dapat memberikan iklim
sehat, kondusif dan saling menguntungkan sehingga mampu menggerakan niat dan
minat para pengusaha dan para investor untuk berperan aktif melakukan kegiatan
investasi diberbagai peluang dan sektor ekonomi yang ada. Dampak positif dari
langkah tersebut adalah antara lain prospek peluang kesempatan kerja terbuka lebar
sehinnga berperan mengurangi tingkat pengangguran, mampu meningkatkan
pendapatan baik bagi pemerintah daerah sendiri maupun masyarakatnya, dan
sekaligus mampu meningkatkan nilai tambah bagi pembangunan dan pertumbuhan
menggerakan kehidupan sektor riil, mulai dari sektor perdagangan, industry,
transportasi, perumahaan, restoran, perhotelan sampai pada tingkat infrastrukturnya.
Sejalan dengan arah tujuan tersebut serta agar dapat meminimalkan
kesenjangan kesejahteraan hidup antar lapisan atas, menengah dan bawah, maka
pemerintah daerah harus senantiasa giat melakukan berbagai upaya untuk dapat
meningkatkan pertumbuhan perekonomian daerah, anatar lain dengan memberikan
peluang kepada para pegusaha, baik dalam lingkungan Usaha Kecil dan Menengah
(UKM) maupun kepada para investor untuk saling bahu-membahu ikut berkiprah
membangun tingkat pertumbuhan ekonomi daerah yang sehat dan berdaya-guna.
Dengan tumbuhnya tingkat perekonomian daerah yang ditunjang dengan
peningkatan kegiatan kehidupan sektor riil dan infrastruktur tersebut, tentunnya hal
ini akan berdampak pada tingkat nilai produktifitas usaha yang pada akhirnya
bermuara pada penerimaan dan pendapatan daerah, khususnya di sektor perpajakan
dan kesejahteraan masyarakat luas.
Pajak adalah iuran wajib yang diberikan oleh rakyat (masyarakat/penduduk)
kepada pemerintah. Pajak atau iuran wajib tersebut merupakan salah satu unsur
penerimaan atau pendapatan negara / pemerintah uang secara strategis diperhiungkan
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun dalam Anggaran
Pendapatan Belanja dan Daerah (APBD). Dengan kondisi demikian maka dapat
disimpulkan bahwa pajak adalah salah satu sumber penerimaan dan pendapatan
negara / pemerintah yang sangat berperan dalam memberikan konstribusi penunjang
Sejarah pemungutan pajak telah ada sejak jaman nenek moyang yang dikenal
dengan upeti, yaitu pemberian hasil bumi kepada raja, hal ini yang kemudiam
melatarbelakangi adannya pemungutan pajak. Pada mulannya pajak belum
merupakan suatu pungutan, tetapi hanya merupakan pemberian suka rela oleh rakyat
untuk raja dalam memelihara kepentingan negara, seperti menjaga keamanan negara,
menyediakan jalan umum, membayar gaji pegawai dan sebagainnya. (Gardina dan
Haryanto, 2006 : 10).
Pajak Bumi dan Bangunan atau PBB juga memberikan peranan penting dalam
sumber pembiayaan daerah, Pemerintah berusaha keras untuk meningkatkan
kesadaran masyrakat dalam membayar pajak, oleh karena itu pemerintah berusaha
meningkatkan peranan sumber penerimaan negara terutama berasal dari non migas
dan penerimaan ini sebagian akan ditingkatkan melalui penerimaan dari sektor pajak.
Pajak sebagai iuran wajib pajak yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintahnya,
selain pajak pendapatan dan pajak penghasilan maka, (Gardinia, 2006 : 10-11).
Pajak telah mengalami masa-masa sulit dan gemilang di negara kita, yang
indikasinya terlihat dari peresentase penerimaan pajak dalam APBN dan APBD,
untuk menyesuaikan pajak dengan iklim perkembangan yang dialami oleh negara
kita, pemerintah telah melakukan reformasi terhadap perpajakan, baik atas pajak
pusat / nasional maupun pajak daerah. Reformasi pajak diupayakan untuk
meningkatkan kepatuhan wajib pajak untuk membayar pajak, disamping itu juga
sebagai reposisi pajak sebagai sumber penerimaan, baik itu pemerintah pusat (APBN)
Pada Official Sistem, petugas pajak berkewajiban menentukan berapa besar
sesngguhnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak (WP), sedangkan pada Self
Assesment Sistem, Wajib Pajak berkewajiban memperhitungkan, membayar dan
melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang, walaupun berbeda, kedua sistem
penetapan pajak tersebut dalam pratiknya tetap memerlukan pengawasan dari
pemerintah dalam bentuk pemeriksaan untuk menguji kepatuahn Wajib Pajak dalam
melaksanakan kewajiban Perpajakannya, (Sofyan, 2003 :30).
Ditinjau dari fungsinya, pajak dibedakan menjadi dua yaitu fungsi
budgetair(sumber pemerintah Negara) dan fungsi regulerend (mengatur). Fungsi
budgetair, artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk
membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan, sedangkan fungsi
regulerend, artinya pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur dan melaksankan
kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, dan mencapai tujuan-tujuan
tertentu dalam bidang keuangan. (Siti Resmi, 2007 : 3).
Tujuan pemerintah dalam melakukan perubahaan kebijakan di bidang
perpajakan tentunya guna meningkatkan pemasukan kas negara dan menunjang
peningkatan pertumbuhan perekonomian. Kebijakan tersebut (peraturan
perundang-undangan perpajakan) seharusnya mengatur sistem perpajakan secara menyeluruh
yang sejalan dengan perkembangan perekonomian saat ini dan di masa yang akan
datang. Pemerintah dalam menjalankan fungsi pajak (budgetair dan regulerend) salah
satunya tentu saja membutuhkan sistem penetapan pajak yang efesien, fleksibel dan
eksternal (dengan peradilan pajak) dalam menunjang kebijakan negara (fiscal Policy),
(Sofyan, 2003 : 29).
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan property di Indonesia
sebagaimana tertulis dalam Undang-Undang nomor 12 tahun 2004. Pajak bumi dan
Bangunan sebagai obyektif, yaitu pajak negara yang sebagian besar penerimaannya
merupakan pendapatan daerah antara lain dipergunakan untuk penyediaan yang juga
dinikmati oleh pemerintah pusat maupun pemerinta daerah, oleh sebab itu, wajar bila
pemerintah pusat juga ikut membiayai penyediaan fasilitas tersebut melalui
pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan, (Suhardito dan Subidyo, 1999 : 3).
Meskipun Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) memiliki nilai rupiah relatif kecil
bila dibandingkan dengan pajak lain yang tersentralisir di pusat, namun di sisi lain
PBB memiliki dampak yang lebih luas, satu dan yang lain karena penerimaan PBB di
kembalikan untuk keperluan pembangunan di daerah yang bersangkutan. Pajak Bumi
dan Bangunan memiliki jumlah Wajib Pajak yang terbesar bila dibandingkan dengan
pajak-pajak lainnya, disamping itu, Pajak Bumi dan Bangunan merupakan
satu-satunya pajak properti di Indonesia yang kecenderungannya dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan atau kenaikan.
Berikut pada bagian ini dapat dipaparkan “fluktuasi ketetapan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) dan Realisasi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)” di
Tabel 1.1
Pokok Ketetapan PBB dan Realisasi Penerimaan PBB Kecamatan Magersari
Kota Mojokerto
No Tahun Pokok Ketetapan PBB (Rp)
Sumber : Kantor DPPKA Kota Mojoker to
Dari data tabel 1 diatas terlihat jelas bahwa realisasi penerimaan PBB selalu
dibawah Pokok Ketetapan PBB. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan secara
keseluruhan bahwa :
1. Rata-rata realisasi penerimaan PBB (yang tertagih) di Kecamatan Magersari Kota
Mojokerto baru mencapai 81,79%, sedangkan 18,21% lainnya tidak tertagihkan.
2. Presentase realisasi penerimaan PBB di Kecamatan Magersari Kota Mojokerto
nampak flukuatif dan tidak konstan dari tahun ke tahun, realisasi tertinggi adalah
86,69% dan yang terendah 76,87%
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa realisasi penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) di Kecamatan Magersari Kota Mojokerto belum optimal (belum
mencapai 100%), penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang belum optimal
meskipun telah dilakukan reformasi perpajakan, hal ini kemungkinan disebabkan
karena keaneragaman tingkat pendidikan di dalam masyarakat. Semaikn tinggi
pendidikan yang ditempuh oleh Wajib Pajak ,maka semakin baik pemahaman
mengenai ketentuan pajak yaitu PBB begitu juga sebaliknya.
Dengan semakin pahamnya wajib pajak atas ketentuan maupun peraturan
perpajakan yang berlaku, maka wajib pajak akan lebih sadar dalam memenuhi
kewajiban untuk membayar pajak yaitu PBB. Selain pemahaman dan kesadaran yang
dimiliki wajib pajak mengenai perpajakan, kepatuhan wajib pajak juga harus
diperhatikan oleh segenap instansi yaitu kantor DPPKA Kota Mojokerto dalam
pembayaran atau pelunasan membayar pajak.
Sebagai mana di paparkan diatas, maka perlu diperhatikan pemahaman Wajib
Pajak, kesadaran Wajib Pajak, serta Kepatuhan Wajib Pajak yang berpengaruh
terhadap realisasi penerimaan PBB, dalam penelitian ini akan melihat pengaruh dari
pemahaman Wajib Pajak, kesadaran Wajib Pajak, serta kepatuhan Wajib Pajak
terhadap keberhasilan penerimaan PBB.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka akan dilakukan
penelitian dengan judul “PENGARUH PEMAHAMAN WAJ IB PAJ AK,
KESADARAN WAJ IB PAJ AK, Dan KEPATUHAN WAJ IB PAJ AK
TERHADAP KEBERHASILAN PENERIMAAN PAJ AK BUMI Dan
BANGUNAN (PBB). (STUDI KASUS DI KECAMATAN MAGERSARI KOTA
1.2Per umusan masalah
Berdasarkan penelitian diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini
adalah apakah Pemahaman Wajib Pajak, Kesadaran Wajib Pajak, dan Kepatuhan
Wajib Pajak berpengaruh terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan di Kecamatan Magersari Kota Mojokerto.
1.3Tujuan Penelitian
Penelitian dilakukan untuk menguji secara empiris Pengaruh Pemahaman
Wajib Pajak, Kesadaran Wajib Pajak, dan Kepatuhan Wajib Pajak Berpengaruh
Terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kecamatan
Magersari Kota Mojokerto.
1.4Manfaa t Penelitian
Manfaat penelitian antara lain dapat memberikan masukan bagi beberapa pihak,
antara lain sebagai berikut :
a. Bagi Kantor Dinas Pendapatan, Pengelolaan, Keuangan dan Aset
Dapat memberikan tambahan informasi tentang indikator-indikator yang
mempengaruhi keberhasilan Pajak Bumi dan Bangunan. Khususnya adalah
bagaimana pemahaman Wajib Pajak, kesadaran Wajib Pajak, serta kepatuhan
Wajib Pajak.
b. Bagi Universitas
Penelitian ini bermanfaat untuk tambahan referensi perkuliahan serta sebagai
c. Bagi Peneliti
Sebagai sarana untuk menerapkan dan mengaplikasikan teori-teori yang telah
diperoleh selama masa studi dan untuk memperoleh pengalaman dalam
pengamatan di lapangan.
2.1 Penelitian Ter dahulu
Dalam penelitian terdahulu, telah dilakukan penelitian hipotesis terhadap
faktor-faktor sebagai berikut :
1. Sur yadi (2006)
a. Judul
Model Hubungan Kausal Kesadaran, Pelayanan, Kepatuhan Wajib Pajak
dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Penerimaan Pajak.
b. Perumusan Masalah
1. Apakah ada pengaruh positif signifikan kesadaran Wajib Pajak terhadap
kinerja penerimaan Pajak ?
2. Apakah ada pengaruh positif signifikan pelayanan perpajakan terhadap
kinerja penerimaan pajak ?
3. Apakah ada pengaruh positif signifikan kepatuhan Wajib Pajak terhadap
kinerja penerimaan Pajak ?
c. Hipotesis
1. Diduga ada pengaruh positif signifikan kesadaran Wajib Pajak terhadap
kinerja penerimaan Pajak.
2. Diduga ada pengaruh positif signifikan pelayanan perpajakan terhadap
3. Diduga ada pengaruh positif signifikan kepatuhan Wajib Pajak terhadap
kinerja penerimaan Pajak.
d. Kesimpulan
1. Berdasarkan penelitian ini ternyata kesadaran Wajib Pajak yang diukur
dari presepsi Wajib Pajak, pengetahuan perpajakan, karakteristik Wajib
Pajak dan penyuluhan Wajib Pajak tidak berpengaruh signifikan
terhadap kinerja penerimaan pajak.
2. Berdasarkan penelitian ini ternyata pelayanan perpajakan yang diukur
dari ketentuan perpajakan, kualitas SDM dan sistem informasi
perpajakan tidak berpengaruh signifikan terhadap terhadap kinerja
penerimaan pajak.
3. Berdasarkan penelitian ini ternyata kepatuhan Wajib Pajak yang diukur
dari pemeriksaan pajak, penegakan hukum dan kompensasi pajak
berpengaruh signifikan terhadap kinerja penerimaan pajak.
2. Siti Musya rofah dan Adi Pur mono (2008)
a. Judul
Pengaruh Kesadaran Dan Presepsi Tentang Sanksi, Dan Hasrat Membayar
Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
b. Perumusan Masalah
1. Apakah kesadaran Wajib Pajak berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib
2. Apakah presepsi Wajib Pajak tentang sanksi bepengaruh terhadap
kepatuhan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajaknnya ?
3. Apakah hasrat membayar pajak berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib
Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajaknnya ?
c. Hipotesis
1. Kesadaran Wajib Pajak berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak
dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya.
2. Apakah presepsi Wajib Pajak tentang sanksi bepengaruh terhadap
kepatuhan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajaknnya.
3. Apakah hasrat membayar pajak berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib
Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajaknnya.
d. Kesimpulan
1. Kesadaran Wajib Pajak berpengaruh postif terhadap kepatuhan Wajib
Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya.
2. Presepsi Wajib Pajak tentang sanksi bepengaruh positif terhadap
kepatuhan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajaknnya.
3. hasrat membayar pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib
Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajaknnya.
3. Hadi Sasana (2005)
a. Judul
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Bumi Dan
b. Perumusan Masalah
1.Apakah Produk Domestik Regional Bruto per kapita, jumlah pajak,
inflasi, jumlah luas lahan berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Bumi
Dan Bangunan ?
2.Apakah krisis moneter berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Bumi
Dan Bangunan ?
c. Hipotesis
1.Diduga Produk Domestik Regional Bruto per kapita, jumlah pajak,
inflasi, jumlah luas lahan berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Bumi
Dan Bangunan.
2.Diduga krisis moneter berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Bumi
Dan Bangunan.
d. Kesimpulan
1.Variabel Produk Domestik Regional Bruto per kapita, jumlah pajak,
inflasi, jumlah luas lahan berpengaruh positif terhadap variabel
penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan. Kondisi ini dapat dipahami
karena dengan semakin tinggi nilai variabel-variabel tersebut, berarti
semaik tinggi pula penerimaan pajak dan berpengaruh positif dalam
meningkatkan penerimaan pajak.
2.Variabel krisis moneter berpengaruh negatif terhadap variabel
moneter, pendapatan per kapita masyarakat menurun sehingga
menurunkan kemampuan masyarakat dalam membayar Pajak Bumi Dan
Bangunan.
4. Wisnu War dhana Agus Ker tapati (2008)
a. Judul
Beberapa Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Tingkat Keberhasilan
Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan. (Studi kasus di Kelurahan Rungkut
Menanggal Kecamatan Gununganyar-Surabaya Timur)
b. Perumusan Masalah
Apakah tingkat kesadaran Wajib Pajak, tingkat pemahaman Wajib Pajak
dan tingkat kemampuan Wajib Pajak berpengaruh terhadap keberhasilan
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan.
c. Hipotesis
Diduga tingkat kesadaran Wajib Pajak, tingkat pemahaman Wajib Pajak
dan tingkat kemampuan Wajib Pajak berpengaruh terhadap keberhasilan
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan.
d. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada Bab sebelumnya dapat
diambil kesimpulan bahwa kesadaran Wajib Pajak, pemahaman Wajib
Pajak, dan kemampuan Wajib Pajak berpengaruh terhadap keberhasilan
2.1.2 Per bedaan dan Per samaan Penelitian Yang Dilakukan Sekar ang Dengan
Penelitian Yang ter dahulu
NO NAMA
PENELITI
J UDUL VARIABEL HASLI ANALISIS
4 Wisnu
2.2.1 Sumber Pener imaan Daer ah
Penyelenggara tugas Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi dibiayai
atas Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Penyelenggara tugas Pemerintah
Pusat yang dilaksanakan oleh perangkat daerah provinsi dalam rangka pelaksanaan
Dekonsentrasi dibiayai atas beban Anggaran Pendapatan belanja Negara(APBN).
Desa dalam rangka tugas Pembantuan dibiayai atas beban Anggaran Pendapatan
Belanja Negara (APBN). (Bratakusumah, 2001:172)
Sumber-sumber penerimaan pelaksanaan desentralisasi (Bratakusuma,
2001:172) adalah :
1. Pendapatan Asli Daerah, yaitu
Yang dimaksud dengan penerimaan yang diperoleh daerah dari
sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Dana perimbangan terdiri dari :
a.Dana bagi hasil
Adalah dana daerah bagian dari Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan serta penerimaan Sumber Daya Alam.
b. Dana alokasi khusus.
3. Pinjaman daerah.
4. Jenis Penerimaan yang termasuk hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya
yang dipisahkan.
Perimbangan dana sebagaimana tersebut diatas, pengelolaanya teridiri atas :
a. Bagian daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) penerimaan dari
sumber daya alam.
b. Dana alokasi umum dan dana alokasi khusus
Bagian daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan sektor pedesaan,
perkotaan dan perkebunan serta Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan, diterima
langsung oleh daerah penghasil.
Bagian daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan
serta kehutanan dan penerimaan dari sumber daya alam, diterima oleh daerah
penghasil dan daerah lainnya untuk pemerataan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. (Bratakusuma, 2001 : 173)
Pemerintah daerah dapat melakukan peminjaman dari sumber dalam negeri atau
sumber luar negeri untuk membiayai kegiatan pemerintahaan dengan persetujuan
DPRD. Pinjaman luar negeri diberitahukan kepada pemerintah pusat dan
dilaksanakan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah.
Ketentuan-ketentuan mengenai pinjaman yang bersumber dari pemerintah pusat seperti jenis,
jangka waktu pinjaman masa tenggang, tingkat bunga, cara perhitungan dan cara
pembayaran bunga, pengadministrasian dan penyaluran dan peminjaman, ditetapkan
oleh menteri keuanagan. (Bratakusuma, 2001 : 191)
Pajak dan retribusi daerah ditetapkan dengan undang-undang, penentuan tarif
daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pungutan retribusi di Indonesia
didasarkan pada UU No 34 Tahun 2000 tentang pajak daerah dan retribusi Daerah.
Untuk cara pemungutannya, retribusi tidak dapat di borongkan dan retribusi dapat
dipungut dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah atau dokumen yang
dipersamakan. (Waluyo dan Ilyas, 2002 : 9)
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), perubahan APBD. Dan
perhitungan APBD ditetapkan dengan peraturan daerah, dan merupakan dokumen
daerah. APBD ditetapkan dengan peraturan peraturan daerah paling lambat satu bulan
setelah Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) ditetapkan. Perubahan APBD
ditetapkan dengan peraturan daerah selambat-lambatnya tiga bulan sebelum
berakhirnya tahun anggaran. Perhitungan APBD ditetapkan paling lambat tiga bulan
setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan. Anggaran pengeluaran dalam
APBD tidak boleh melebihi anggaran penerima. (Bratakusuma, 2001 : 2005)
2.2.2. Pajak
Ditinjau dari sejarahnya, masalah pajak sudah ada sejak zaman dahulu,
walaupun pada saat itu belum dinamakan “pajak”, namun masih bersifat pemberian
yang sukarela dari rakyat kepada rajanya. Perkembangan selanjutnya pemberian
tersebut menjadi upeti yang sifat pemberiannya dipaksakan dalam artian pemberian
tersebut bersifat “wajib” dan ditetapkan secara sepihak oleh negara.
Menurut Suandy (2005 : 7-8) penegertian pajak dari beberapa pakar, yang
1. Prof Edwin R.A Seligman dalam Essays In Tasation( New York 1925), berbunyi :
“tax is compulksery contribution from the person, to the government to defray the
expense incures in the common interest of all, without reference to special benefit
conferred”.
Banyak terdengar keberatan atas kalimat “without refrence” karena
bagaimanapun juga uang-uang pajak tersebut digunakan untuk produksi barang
dan jasa, jadi benefit diberikan kepada masyarakat, hanya tidak mudah
ditunjukannya, apalagi secara Der Oranzan Geval.
2. Philip E. Taylor dalam bukunya The Economics Of Public Finance, 1984,
mengganti “without reference” menjadi “with little reference”.
3. Definisi Prof Dr. M.J. smeets dalam bukunya De Economische Betekrus Der
Belastingen, 1954, adalah :
Belazting zijn aan de ocerheid (volgens normen) verschulidge, afdwingbare
pretaties, zonder dar hiertegenover, in het individuele geval, aanwijsbare tegen
presaties stab;: zij strekken tot decking vun publieke uitgaven”.
“Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma
umum, dan dapat dipaksakan, tanpa adakalnya kontraprestasi yang dapat
ditunjukan dalam hal individual: maksudnya adalah untuk membiayai
pengeluaran pemerintah.
4. Dr Soeparman Soemamidjaja dalam desertasinya yang diuraikan oleh munawir
(1992 :1), menyadur pengertian pajak menurut Soemitro, yaitu : “Pajak adalah
dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung
dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar kepentingan umum”.
Adapun definisi pajak yang diberikan oleh Dr Soeparman Soemamidjaja dalam
desertasinya yang berjudul “Pajak Berdasarkan Asas Gotong Royong”, adalah :
Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang yang dipungut oleh
penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi
barang-barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”.
5. Dari definisi yang diberikan oleh Soemitro (dalam buku Munawir, 1992 :1) diatas
dapat disimpulkan unsur-unsur tentang pajak adalah :
a. Iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan); dalam arti
bahwa yang berhak melakukan pemungutan pajak adalah negara dan
dengan alasan apapun, swasta atau pertekelir tidak boleh memungut pajak.
b. Berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan); dalam arti bahwa
walaupun negara mempunyai hak untuk memungut pajak namun
pelaksanannya harus memperoleh pesetujuan dari rakyat yaitu melalui
undang-undang.
c. Tanpa jasa timbal (prestasi) dari Negara yang langsung ditunjuk, dalam
arti bahwa jasa timbal atau kontraprestasi yang diberikan negara kepada
rakyat tidak dapat dihubungkan secara langsung dengan besarnya pajak.
d. Untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang bersifat umum; dalam arti
bahwa pengeluaran-pengeluaran pemerintah tersebut mempunyai manfaat
Dari empat unsur tersebut yang paling menonjol adalah, pertama unsur
“paksaan”. Yang dapat diartikan bahwa bila utang pajak tidak dibayar, maka
penagihan dapat dengan menggunakan kekerasan seperti dengan surat paksa dan sita
maupun penyanderaan terhadap Wajib Pajak. Unsur kedua adalah “tidak ada jasa
balik dari pemerintah yang langsung dapat ditunjuk.
2.2.3 Dasar Teor i Pemungutan Pa jak
Pemahaman akan teori pemungutan pajak berikut ini diharapkan membawa
suatu kesadaran akan pentingnya pemungutan pajak bukan lagi menjadi beban
semata, tetapi menjadi suatu kewajiban yang menyenangkan dalam hidup
bermasyarakat, (Waluyo dan Ilyas, 2002 : 3-4),menjelaskan bahwa teori-teori
pemungutan pajak yang dimaksud yaitu :
1. Teori Asuransi
Perjanjian asuransi diperlukan pembayaran premi. Premi tersebut dimaksudkan
sebagai pembayaran atas usaha melindungi orang dari segala kepentingannya,
misalnya keselamatan atau keamanan harta bendanya. Teori asuransi ini
menyamakan pembayaran premi dengan pembayaran pajak, walaupun
kenyataannya menyatakan hal tersebut dengan premi tidaklah tepat.
2. Teori Kepentingan
Teori kepentingan ini memperhatikan beban pajak yang harus dipungut dari
pada tugas pemerintah termasuk perlindungan jiwa dan hartanya, oleh karena itu,
pengeluaran negara untuk melindunginya dibebankan pada masyarakat
3. Teori Daya Pikul
Teori ini mengandung maksud bahwa dasar keadilan pemungutan pajak terletak
dalam jasa-jasa yang diberikan oleh negara kepada masyarakat berupa
perlindungan jiwa dan harta bendanya, oleh karena itu, untuk kepentingan
perlindungan, maka masyarakat akan membayar pajak menurut daya pikul
seseorang.
4. Teori Bakti
Teori bakti ini disebut juga teori kewajiban pajak mutlak. Teori ini berdasarkan
pada pendapatan bahwa negara mempunyai hak mutlak untuk memungut pajak.
Di lain pihak, masyarakat menyadari bahwa pembayaran pajak sebagai suatu
kewajiban untuk membuktikan tanda baktinya terhadap negara, dengan demikian
dasar hukum pajak terletak pada hubungan masyarakat dengan negara.
5. Teori Asas Daya Beli
Teori berdasarkan pada pendapatan bahwa penyelenggaraan kepentingan
masyarakat dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak yang bukan
kepentingan individu atau negara sehingga lebih menitikberatkan pada fungsi
mengatur.
Pencapaian tujuan pemungutan pajak perlu dipegang tegas asas-asas
pemungutan dalam memilih alternative pemungutannya, dengan demikian, terdapat
yaitu pemahaman antar perlakuan pajak tertentu. Asas-asas pemungutan pajak
sebagaimana dikemukakan oleh Adam Smith dalam buku “ An Inquiri into the Nature
and Cause of the Wealth of Nation” menyatakan bahwa pemungutan pajak
hendaknya didasarkan sebagai berikut (Walluyo Dan Ilyas, 2002 : 12) :
1. Asas Equality
Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu dikenakan kepada orang
pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak atau ability to
pay dan sesuai dengan manfaat diterima.
2. Asas Certainly
Penetapan pajak itu tidak di tentukan sewenang-wenang. Oleh karena itu, Wajib
Pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti pajak yang terutang, kapan harus
dibayar, serta batas waktu pembayaran.
3. Asas Convenience
Kapan wajib pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan saat-saat
yang tidak menyulitkan Wajib Pajak memperoleh penghasilan. Sistem
pemungutan ini disebut Payas You Earn.
4. Asas Economy
Secara ekonomi biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi
Wajib Pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban yang dipikul
Menurut Richard A. Musgrave dan Peggy B. Musgrave dalam buku Public
Finance in Theory and Pratice terdapat dua macam asas keadilan dalam pemungutan
pajak yaitu (Walluyo dan Ilyas, 2002 : 12-13) :
1. Benefit Principle
Dalam system perpajakan yang adil, setiap Wajib Pajak harus membayar sesuai
dengan manfaat yang dinikmatinya dari pemerintah. Pendekatan ini disebut
Revenue and Expenditure Aproach.
2. Ability Principle
Dalam pendekatan ini disarankan agat pajak dibebankan kepada Wajib Pajak atas
dasar kemampuan membayar.
Masalah keadilan dalam pemungutan pajak, dibedakan secara lain dalam
(Walluyo dan Ilyas, 2002 : 13) :
1. Keadilan Horizontal
Pemungutan pajak adil secara horizontal apabila beban pajaknya sama atas semua
Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan yang sama dengan jumlah tanggungan
yang sama tanpa membedakan jenis penghasut atau sumber pengasilan.
2. Keadilan Vertikal
Keadilan dapat dirumuskan (Horizontal dan Vertikal) bahwa pemungutan pajak
adil apabila orang dalam kondisi ekonomis yang sama dikenakan pajak yang
Sebagai perwujudan adanaya reformasi (Muhammad Rusjdi, 2007) dibidang
perpajakan diantaranya kebijakan perpajakan yang baru dikeluarkan oleh pemerintah,
antara lain :
1. UU Nomor 12 Tahun 1994 tentang perubahan atas UU Nomor 12 Tahun 1985
tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2000 tentang penetapan besarnya Nilai
Jual Kena Pajak untuk perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan.
3. Keputusan menteri Keuangan Nomor1007/KMK04/1985 tentang pelimpahan
wewenang penagihan Pajak Bumi dan Bangunan Kepada Kepala Gubernur
Daerah Tingkat I dan /atau Bupati / Walikota Madya Kepala Daerah Tingkat II.
4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 523/KMK04/1998 tentang penentuan
klasifikasi dan besarnya Nilai Jual Obyek Pajak sebgai dasar pengenaan Pajak
Bumi dan Bangunan.
5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1006/KK04/1985 tentang tata cara
penagihan Pajak Bumi dan Bangunan dan penunjukan pejabat yang berwenang
mengerluarkan surat paksa.
2.2.4 Teor i Per ilaku Wajib Pajak
Sikap adalah bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap
suatu obyek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan
tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada obyek tersebut. Sikap
lingkungannya, walaupun banyak faktor lain yang mempengaruhi perilaku, seperti
stimulus, latarbelakang individu, motivasi dan status kepribadian.Secara timbal balik,
faktor lingkungan juga mempengaruhi sikap dan perliaku. Dalam Theory of Planned
Behavior (TPB). Perilaku yang ditampilkan oleh individu timbul karena adannya niat
untuk berperilaku. Sedangkan munculnya niat berperilaku ditentukan oleh tiga faktor
penentu, yaitu :
1. Behavioral Beliefs, yaitu keyakinan individu akan hasil dari suatu perilaku dan
evaluasi atas hasil tersebut (beliefs strength and outcome evaluation).
2. Normative Beliefs, yaitu keyakinan tentang harapan normatif orang lain dan
motivasi untuk memenuhi harapan tersebut (normative beliefs and motivation to
comply)
3. Control beliefs, yaitu keyakinan tentang keberadaan tentang hal-hal yang
mendukung atau menghambat perilaku yang akan ditampilkan (control beliefs)
dan presepsinya tentang seberapa kuat hal-hal yang mendukung atau menghambat
perilakunya tersebut.
Hambatan yang mungkin timbul padal saat perilaku ditampilkan dapat berasal
dari diri sendiri maupun dari lingkungan. Secara berurutan behavioral beliefs
menghasilkan sikap terhadap perilaku positif dan negatif, normative beliefs
menghasilkan tekanan sosial yang dipresepsikan (perceived social pressure) atau
norma subyektif (subjecyive norm) dan control beliefs menimbulkan perceived
behavioral control atau kontrol keperilakuan yang dipresepsikan (Ajzen, 2002 : 2).
memanfaatkan Theory of Planned Behavior (TPB) untuk menjelaskan kepatuhan
Wajib Pajak.
Temuan Bobek Dan Hatfield (2003), dan Hanno dan Violete (1996) adalah,
sikap terhadap ketidakpatuhan pajak berpengaruh secara signifikan terhadap niat
ketidakpatuhan pajak. Sedangkan Blanthome (2000), tidak bisa membuktikan
pengaruh sikap terhadap ketidakpatuhan terhadap niat karena model pengukuran
sikap yang digunakan tidak valid.
2.2.5 Pa jak Bumi dan Bangunan
2.2.5.1 Sejarah
Menurut Pudyatmoko (2002, : 31-33), pengenaan pajak terhadap tanah atau
sesuatu yang berhubungan dengan tanah sudah ada sejak zaman kolonial. Seperti
Contingenten dan Verplichthe Laverantieen yang lebih dikenal dengan nama tanam
paksa, yang seperti diketahui menimbulkan perang Jawa pada tahun 1825-1830.
Kemudian oleh Gubernur Jendral Raffles, pajak atas tanah tersebut disebut Landrent
yang arti sebenarnya adalah sewa tanah.
Setelah penjajahan Inggris berakhir maka kemudian Indonesia dijajah kembali
oleh Belanda, pajak tersebut kemudian diganti nama menjadi Landrente dengan
system atau cara pengenaan yang sama. Untuk penertiban pemungutannya, menurut
Munawir (1985 :297), maka pemerintah Belanda mengadakan pemetasan desa untuk
Landrente dikeluarkan tahun 1907 yang kemudian diubah dan ditambah dengan
Ordonansi Landrente tahun 1939.
Pada masa penjajahan Jepang namanya diganti dengan pajak tanah, dan setelah
Indonesia merdeka namanya diubah menjadi pajak bumi. Kemudian istilah pajak
bumi ini diubah menjadi pajak hasil bumi. Yang dikenakakan pajak tidak lagi nilai
tanah, melainkan hasil yang keluar dari tanah, sehingga timbul frustasi, karena hasil
yang keluar dari tanah merupakan obyek dari pajak penghasilan, pada saat itu
namanya pajak peralihan. Oleh karena itu pajak hasil ini kemudian dihapuskan pada
tahun 1952 sampai dengan tahun 1959. Rupanya pemertintah menginsafi
kekeliruannya, sehingga sejak tahun 1959 dipungut lagi pajak hasil bumi atas nilai
tanah, bukan atas hasil yang keluar dari tanah atau bangunan, dengan mendasar pada
Undang-Undang Nomor 11 Prp Tahun 1959, yang dengan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1961 telah ditetapkan menjadi undang-undang. Undang-undang ini semula
hanya mengatur pemungutan pajak atas tanah adat tanah yang dimiliki atau dikuasai
oleh orang-orang Indonesia asli., tidak termasuk tanah hak barat tersebut diatur dalam
Ordonansi/Undang-Undang Veponding Indonesia pada tahun 1923 dan ordanansi
Verponding tahun 1928. Tetapi kemudian tahun 1960 dikeluarkan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 yang mengemukakan bahwa hukum atas tanah berlaku atas
semua tanah di Indonesia. Hal ini dipertegas lagi dengan Keputusan Presidium
Kabinet tanggal 10 Februari Tahun 1967 Nomor : 87/Kep/U/67. Undang-undang
Nomor 11Prp Tahun 1959 yang menjadi landasan pajak hasil bumi oleh karenannya
bumi, termasuk tanah-tanah yang termasuk dalam ordonansi Verponding Indonesia
Tahun 1923 dan Verponding 1928.
Dengan pemberian ekonomi dan desentralisasi kepada pemerintah daerah, pajak
hasil bumi kemudian diubah namanya menjadi IPEDA (Iuran Pembangunan Daerah)
berdasrakan Surat Keputusan Menteri Iuran Negara Nomor 11 PM PPU 1-1-3
Tanggal 29 November Tahun 1965 yang berlaku mulai 1 November 1965. Pada saat
yang bersamaan juga terdapat pajak lain yang berkaitan dengan tanah dan bangunan,
seperti misalnya Inlands Verponding. Hal tersebut terjadi karena sekalipun IPEDA
dimaksudkan untuk menghapus pajak-pajak itu akan tetapi belum ada UU yang
menghapuskan Verponding, Inlands Verponding dan pajak hasil bumi. Disamping itu
masing-masing daerah dapat mengubah peraturan IPEDA. Oleh karena itu terjadi
pengaturan yang tidak seragam, serta tumpang tindih. Berangkat dari kondisi yang
demikian itulah maka dikeluarkan undang-undang Pajak Bumi dan Bangunan, yakni
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 1986.
2.2.5.2Ketentuan Umum
Pasal 1 (Undang-undang Perpajakan, 2005 : 251)
1. Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya.
2. Bangunan adalah kontribusi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara
tetap pada tanah dan atau perairan.
3. Nilai jual obyek pajak adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi
jual beli, Nilai Jual Obyek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga
dengan obyek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual
Obyek Pajak Pengganti.
4. Surat pemertitahuan obyek pajak adalah surat yang digunakan oleh Wajib
Pajak untuk melaporkan data obyek pajak menurut ketentuan
undang-undang ini.
5. Surat pemeberitahuan pajak terutang adalah surat yang digunakan oleh
Direktorat Jendral Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak terutang
kepada Wajib Pajak.
2.2.5.3 Obyek Pajak
Pasal 2 (Undang-undang Perpajakan, 2005 : 252)
1. Yang menjadi obyek pajak adalah bumi dan atau bangunan.
2. Klasifikasi obyek pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
Menteri Keuangan.
Pasal 3 (Undang-Undang Perpajakan, 2005 : 253)
1. Obyek pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah
obyek pajak yang :
a. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang
ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang
b. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis
dengan itu.
c. Merupakan hutang lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman
nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah
negara yang belum dibebani suatu hak.
d. Digunakan oleh perwakilan diplomatic, konsulat berdasarkan asas
perlakuan timbale-bal k.
e. Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasioanl yang
ditentukn oleh Menteri Keuangan.
2. Obyek pajak yang digunakan oleh Negara untuk penyelenggaraan
pemerintahan, penentuan pengenaan pajaknya diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
3. Besarnya Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan sebesar
8.000.000,00 (delapan juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak.
4. Penyesuian besarnya Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
2.2.5.4 Subyek Pajak
Pasal 4 (Undang-undang Perpajakan, 2005 : 255)
1. Yang menjadi subyek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata
dan atau memiliki, menguasai, dan atau memperoleh manfaat atas
bangunan.
2. Subyek pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang dikenakan
kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak menurut undang-undang
ini.
3. Dalam hal ini suatu obyek pajak belum jelas diketahui Wajib Pajaknya,
Direktur Jendral Pajak dapat menetapkan subyek pajak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) sebagai Wajib Pajak.
4. Subjek pajak yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat
memberikan keterangan secara tertulis kepada Direktur Jendral Pajak
bahwa ia bukan Wajib Pajak terhadap obyek pajak dimaksud.
5. Bila keterangan yang diajukan oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud
dalam ayat (4) disetujui, maka Direktur Jendral pajak membatalkan
penetapan sebagai Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
dalam jangka waktu satu bulan sejak diterimanya surat keterangan
dimaksud.
6. Bila keterangan yang diajukan itu tidak disetujui, maka Jendral Pajak
mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai
alasan-alasannya.
Apabila setelah jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimannya
tidak memberikan keputusan, maka keterangan yang diajukan itu dianggap
disetujui.
2.5.5.5 Tar if Pajak
Pasal 5 (Undang-undang Perpajakan, 2005 : 257)
Tarif pajak yang dikenakan atas obyek pajak adalah 0,5% (lima persepuluh
persen).
2.5.5.6 Dasar Pengenaan dan Cara Menghitung Pajak
Pasal 6 (Undang-undang Perpajakan, 2005 : 257)
1. Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Jual Obyek Pajak.
2. Besarnya Nilai Jual Obyek Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah
tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan daerahnya.
3. Dasar penghitungan pajak adalah Nilai Jual Kena Pajak yang ditetapkan
serendah-rendahnya 20% (dua puluh persen) dan setinggi-tingginya 100%
(seartus persen) dari Nilai Jual Obyek Pajak.
4. Besarnya presentase Nilai Jual Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3) ditetapkan dengan peraturan pemerintah dengan memperhatikan
kondisi ekonomi nasional.
Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengkalikan tarif pajak
dengan Nilai Jual Kena Pajak.
2.5.5.7 Tahun Pajak, Saat, dan Tempat yang Menentukan Pajak Ter hutang
Pasal 8 (Undang-undang Perpajakan, 2005 : 259)
1. Tahun pajak adalah jangka waktu satu tahun takwin. Jangka waktu satu
tahun takwin adalah dari 1 Januari sampai 31 Desember.
2. Saat yang menentukan pajak yang terutang adalah menurut keadaan obyek
pajak pada tanggal 1 Januari.
3. Tempat pajak yang terutang :
a. Untuk daerah Jakarta, di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
b. Untuk daerah lainya, di wilayah Kabupaten Daerah Tingat II atau
Kotamadya Daerah Tingkat II.
2.2.6 Pemahaman akan Undang-Undang Per pajakan
Pemahaman Wajib Pajak terhadap undang-undang dan peraturan perpajakan
Pajak Bumi dan Bangunan berfungsi penting, karena ini merupakan elemen kognitif
dan sikap Wajib Pajak terhadap undang-undang dan peraturan perpajakan Pajak Bumi
dan Bangunan, dan sikap Wajib Pajak mempengaruhi perilaku Wajib Pajak, dan
akhirnya perilaku perpajakan mempengaruhi keberhasilan perpajakan. (Suhardito dan
Perlawanan terhadap pajak adalah hambatan-hambatan yang ada atau terjadi
dalam upaya pemungutan pajak hambatan tersebut dapat dikelompokan menjadi :
(Suandy, 2005 : 16-17) :
1. Perlawanan Pasif
Perlawanan secara pasif ini berkaitan erat dengan keadaan sosial ekonomi
masyarakat di negara yang bersangkutan.
2. Perlawanan Aktif
Perlawanan secara aktif ini merupakan serangkaian usaha yang dilakukan oleh
Wajib Pajak untuk tidak membayar pajak atau mengurangi jumlah pajak yang
seharusnya dibayar.
Perlawanan secara aktif dapat dapat dibagi menjadi :
1. Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)
Merupakan usaha pengurangan secara legal yang dilakukan dengan cara
memanfaatkan ketentuan-ketentuan di bidang perpajakan secara optimal.
2. Penggelapan Pajak (Tax Evation)
Merupakan pengurangan pajak yang dilakukan dengan melanggar peraturan
perpajakan seperti memberikan data-data palsu atau menyembunyikan data.
Upaya masyarakat dalam menghindarkan pajak merupakan suatu hal yang alami
mengingat pajak merupakan suatu pungutan paksaan dan suatu yang dipaksakan akan
menimbulkan reaksi negatif yang dapat berupa perlawanan terhadap pembayaran
untuk mengurangi bahkan menghilangkan sama sekali kondisi yang dapat membuat
sebagian masyarakat sadar mau dan mampu membayar pajak.
2.2.7 Kesadaran Wajib Pajak Membayar Pa jak
Penerimaan pajak merupakan sumber dana yang penting bagi pembiayaan
pembangunan oleh karena itu, diperlukan usaha untuk melakukan intensifikasi
pemungutanya. Keberhasilan upaya ini akan ditentukan oleh dua hal yang saling
berkaitan, yaitu kesadaran masyarakat untuk membayar pajak dalam melakukan
tugasnya dilapangan.
Kesadaran masyarakat untuk membayar pajak, terutaman tergantung pada
tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat. Semakin tinggi kesadaran
masyarakat, akan semakin mudah bagi pemerintah untuk menyadarkan mereka.
Bahwa di dunia ini tak satupun dapat diperoleh tanpa membayar, atau tanpa
mengorbankan sesuatu. Oleh karena itu pemerintah harus menyadarkan masyarakat
mengenai hubungan antara manfaat dan biaya dari setiap aktivitas pemerintah.
Guna menumbuhkan toleransi masyarakat dalam menggugah kesadaran tentang
arti pentingnya pajak bagi pemerintah untuk pembiayaan pembangunan, perlu
dilakukan sosialisasi dan pendidikan di lapisan masyarakat, upaya ini dapat ditempuh
antara lain dengan memberikan bimbingan dan penyuluhan secara intensif sehingga
dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak. Kesadaran
langsung antara pembayar pajak dengan manfaat yang diterima, sehingga mereka
pun terdorong untuk patuh membayar pajak.
Usaha untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam membayar pajak lebih
mudah dilakukan pada jenis pajak yang secara langsung dirasakan manfaatnya,
misalnya Pajak Bumi dan Bangunan untuk pembangunan infrastruktur daerah. Untuk
jenis pajak yang tidak berhubungan secara langsung antar pembayaran dan manfaat,
memang akan lebih sulit untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat.
(Mangkoesoebroto, 1994 : 137)
2.2.8 Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut (Kiryanto, 1999 :7) kepatuhan berarti tunduk atau patuh pada ajaran
atau aturan. Jadi dalam hubungannya dengan Wajib Pajak yang patuh, maka
pengertian kepatuhan Wajib Pajak merupakan suatu ketaatan untuk melakukan
ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan perpajakan yang diwajibkan atau diharuskan
untuk dilaksanakan.
Para praktisi pajak berpendapat bahwa minimnya tingkat kepatuhan Wajib
Pajak ini dapat dikarenakan oleh kurangnya pengetahuan pajak yang dimiliki oleh
Wajib Pajak, cara pertugas pajak memberikan pelayanan, dan beratnya kriteria Wajib
Pajak. Selain itu ada faktor kesengajaan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan
pemikiran bahwa mereka dapat melakukan negoisasi dengan aparat untuk
Untuk memotivasi Wajib Pajak guna memenuhi kewajibanya serta
meningkatkan jumlah Wajib Pajak patuh, pemerintah memberikan beberapa kriteria
yang harus dipenuhi untuk dapat menjadi Wajib Pajak patuh. Dasar hukum penerapan
kriteria Wajib Pajak patuh ini adalah Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2000 j.o
KMK Nomor 235/ KMK03/2003 tentang penentuan Wajib Pajak patuh. (Gardina dan
Haryanto, 2006 : 12)
Kriteria-kriteria Wajib Pajak yang telah ditetapkan adalah sebagai berikut :
1. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan tahunan (SPT-tahunan)
dalam dua tahun terakhir.
2. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan masa (SPT-masa) untuk
pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai dalam tahun terakhir.
3. Tidak mempunyai tunggakan pajak, kecuali mendapat ijin untuk diangsur
termasuk surat tagihan pajak (SPT) untuk dua tahun terakhir.
4. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana dibidang
perpajakan dalam waktu sepuluh tahun terakhir.
2.2.9 Pengar uh Pemahaman Wajib Pajak Tentang Undang-undang dan Per atur an
Per pajakan Ter hadap Keber hasilan Pener imaan Pajak Bumi dan Bangunan
Landasan pengaruh pemahaman wajib pajak. Terhadap penerimaan pajak bumi
dan bangunan (PBB) dengan mengacu pada teori kepentingan. Teori ini dalam
ajarannya yang semula hanya memperhatikan pembagian beban pajak yang harus
kepentingan orang masing-masing dalam tugas-tugas pemerintah, termasuk
perlindungan atas jiwa orang-orang itu beserta harta bendanya. Oleh karena itu,
sudah sewajarnyalah jika biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Negara dibebankan
kepada mereka. (Resmi, 2004 : 5).
Pendapat fallan (1999 : 173-184) mengkaji pada aspek pentingnya pengetahuan
perpajakan dalam mempengaruhi sifat wajib pajak dengan membedakan antara
laki-laki dan perempuan. Oleh karenanya sikap wajib pajak terhadap Badan Perpajakan
akan dipengaruhi oleh pengetahuan wajib pajak mengenai perpajakan. Dengzn
meningkatnya pengetahuan perpajakan baik formal maupun non formal akan
berdampak positif terhadap kesadaran wajib pajak (Suryadi, 2006 : 108).
Pemerintah telah melakukan sosialisasi perpajakan baik melalui
spanduk-spanduk, seminar, penyuluhan, media massa dan elektronik. Tujuannya adalah agar
wajib pajak lebih medah mengerti mengenai perpajakan, lebih cepat mendapat
informasi perpajakan (gardina dan Haryanto, 2006 : 19).
Pelaksanaan sosialisasi perpajakan juga dimaksudkan untuk lebih
memberdayakan wajib pajak supaya lebih memahami Undang-undang dan peraturan
perpajakan yang berlaku dan mudah dimengerti oleh wajib pajak akan
2.2.10 Pengar uh Kesadar an Per pajakan Wajib Pajak Ter hadap Keber hasilan
Pener imaan Pajak Bumi dan Bangunan
Mengacu pada teori kewajiban pajak mutlak atau teori bakti maka teori ini
berlainan dengan teori asuransi, teori kepentingan dan teori gaya pikul yang tidak
mengutamakan kepentingan negara diatas kepentingan warganya. Teori ini
mendasarkan pada paham Organische Staatsleer, artinya tingkat kesadaran Wajib
Pajak terhadap keberhasilan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan tidak berdiri
sendiri sebagai individu tapi juga dipengaruhi adanya faktor persekutuan. Tingkat
kesadaran Wajib Pajak lebih dipengaruhi karena faktor keinsyafan untuk
membuktikan tanda baktinya terhadap kepentingan negara diatas kepentingan
individunya.
Kesadaran perpajakan adalah suatu sikap terhadap fungsi pajak, berupa
konselasi komponen kognitif, afektif dan konatif, yang berinteraksi dalam
memahami, merasakan dan berperilaku terhadap makna dan fungsi pajak. Kesadaran
perpajakan berkonsekuensi logis untuk para Wajib Pajak agar mereka rela
memberikan kontribusi dana untuk pelaksanaan fungsi perpajakan, dengan cara
membayar kewajiban pajaknya secara tepat waktu dan tepat jumlah. (Suhardito dan
sudibyo, 1999 : 5)
Menurut (Azwar, 2007: 24-27) komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang
mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap. Komponen afektif
komponen konatif menunjukan perilaku, kecenderungan beperilaku yang ada dalam
diri seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapinya.
Pajak Bumi dan bangunan walaupun nilai rupiahnya relatif kecil dibandingkan
dengan pajak pusat lain, tetapi mempunyai dampak yang lebih luas sebab hasil
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan dikembalikan untuk pembangunan daerah
yang bersangkutan, oleh karena itu pemerintah diharapkan dapat menciptakan
presepsi positif terhadap Wajib Pajak, sehingga dapat meningkatkan kesadaran dan
tanggung jawab Wajib Pajak untuk membayar Pajak Bumi dan Bangunan. (Shardito
dan Sudibyo, 1999 : 3-4)
2.2.11 Pengar uh Kepatuhan Wajib Pajak Ter hadap Keber hasilan Pener imaan
Pajak Bumi dan Bangunan.
Sejak reformasi perpajakan pada Tahun 1923 yang berakhir tahun 1994 dengan
diubahnya Undang-undang Perpajakan tersebut menjadi UU Nomor 9 tahun 1994,
UU Nomor 10 tahun 1994, UU Nomor 11nTahun 1994, dan UU Nomor 12 Tahun
1994, maka system pemungutan pajak di Indonesia adalah “Self Assessment System”.
Menurut (Waluyo, 2002 : 16) Self Assessment System adalah system pemungutan
pajak yang memeberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak
untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya
pajak yang harus dibayar.
Peran Self assessment System fungsi dan peranan Wajib Pajak ditingkatkan.
kewajiban di bidang perpajakan berada pada Wajib pajak itu sendiri. Wajib Pajak
diberi kepercayaan untuk menghitung. Membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang
sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. (Damayati, 2004 :110)
Wajib Pajak patuh berarti Wajib Pajak tersebut telah sadar pajak yaitu,
memahami akan hak dan kewajiban perpajakan serta melaksanakan hak dan
kewajiban perpajakan dengan benar. (Gardina dan haryanto, 2006 :12)
Jadi semakin tinggi tingkat kebenaran menghitung dan memperhitungkan,
ketepatan menyetor, serta mengisi dan memasukan Surat Pemberithuan (SPT) Wajib
Pajak, maka diharapkan semakin tinggi tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam
melaksanakan dan memnuhi kewajiban pajaknya. (Kiryanto, 1999 : 8)
2.3 Diagr am Ker angka Pikir
Berdasarkan teori yang dijelaskan sebelumnya dapat dibuat suatu alur kerangka
Gambar 2.3. Diagr am Kerangka Pikir :
2.4 Hipotesis
Menurut (J Supranto, MA, 1994 : 168) hipotesis merupakan proporsi atau
anggapan yang mungkin benar dan sering di pakai untuk dasar penelitian lebih lanjut.
Maka hipotesis yang akan diajukan ada alternatif untuk diterima atau ditolak.
Berdasarkan kerangka pikir di atas maka hipotesis yang diajukan adalah :
Bahwa Pemahaman Wajib Pajak, Kesadaran Wajib Pajak, dan Kepatuhan Wajib
Pajak Berpengaruh Terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di
Kecamatan Magersari Kota Mojokerto.
Uji Statistik Regresi Linier Berganda Pemahaman Wajib Pajak atas
PBB (X1)
Kesadaran Wajib Pajak atas PBB (X2)
Kepatuhan Wajib Pajak atas PBB (X3)
Keberhasilan
3.1 Definisi Operasional dan Pengukur an Var iabel
3.1.1 Definisi Operasional
Menurut (Nazir, 1998 : 52) definisi operasional adalah suatu definisi yang
diberikan pada satu variabel atau konstrak dengan cara memberikan suatu operasional
yang diperlukan untuk mengukur konstrak atau variabel tersebut. Berdasarkan
perumusan masalah yang diajukan pada BAB I dan hipotesis BAB II, maka variabel
dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu variabel bebas (X) dan variabel
terikat (Y).
Definisi opersional ini, hal yang perlu didefinisikan dan diamati adalah
keberhasilan penerimaan Pajak bumi dan Bangunan di Kecamatan Magersari Kota
Mojokerto, dalam penerlitian ini yang menjadi variabel bebas (X) adalah pemahaman
Wajib Pajak atas Pajak Bumi dan Bangunan (X1), kesadaran Wajib Pajak (X2), dan
kepatuhan Wajib Pajak (X3), sedangkan yang menjadi variabel terikatnya (Y) adalah
keberhasilan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan.
A. Independent Variabel (Variabel bebas) terdiri dari :
1. Pemahaman Wajib Pajak atas Pajak bumi dan Bangunan (X1)
a. Pemahaman Wajib Pajak adalah tingkat pemahaman Wajib Pajak terhadap