• Tidak ada hasil yang ditemukan

BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN INDUSTRI MINYAK KELAPA SAWIT.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN INDUSTRI MINYAK KELAPA SAWIT."

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN INDUSTRI

MINYAK KELAPA SAWIT

O l e h :

TRIANA SETYA ANGGRAENI

0952010010

J URUSAN TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J ATIM

SURABAYA

(2)

MINYAK KELAPA SAWIT

untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh Gelar Sarjana Teknik ( S-1)

J URUSAN TEKNIK LINGKUNGAN

O l e h :

TRIANA SETYA ANGGRAENI

0952010010

FAKULTAS TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN

(3)

BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN INDUSTRI

MINYAK KELAPA SAWIT

O l e h :

TRIANA SETYA ANGGRAENI

0952010010

Telah diperiksa dan disetujui

Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil & Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Mengetahui Menyetujui

Ketua Jurusan

Dr. Ir. Munawar.,MT NIP. 19600401 198803 1 001

Pembimbing

Ir. Tuhu Agung R.,MT

NIP. 19620501 198803 1 00 1

Tugas Perencanaan ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan Untuk memperoleh gelar sarjana (S1), tanggal :

Dekan Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan

(4)

hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Tugas Perencanaan dengan baik.

Tugas Perencanaan ini merupakan salah satu persyaratan bagi setiap mahasiswa Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur untuk mendapatkan gelar sarjana.

Selama menyelesaikan tugas ini, kami telah banyak memperoleh bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmatnya tugas ini dapat terselesaikan dengan lancar.

2. Orang tua dan keluarga tercinta yang memberikan dukungan baik secara

moral maupun material.

3. Ibu Ir. Naniek Ratni JAR, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil dan

Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. 4. Bapak DR. Ir. Munawar, MT, selaku Ketua Program Studi Teknik

(5)

6. Ir. Yayok Suryo P., MS dan Firra Rossariawari, MT selaku dosen mata kuliah PBPAB.

7. Ibu bebep Bu yuli dan Bu Ikhwanis yang udah ngasih nasehat dan semangat.

8. Mas Adi, Ciko, Nunik, Nove, Aina Ali Holahola, Dc Arshinma Holahola dan semua teman-teman TL 2009 yang sudah banyak bantu.. Makasi reeekk sukses buat kita semua ..

Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan tugas perencanaan, untuk itu saran dan kritik yang membangun akan penyusun terima dengan senang hati. Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih dan mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila didalam penyusunan laporan ini terdapat kata-kata yang kurang berkenan atau kurang dipahami.

Surabaya, Juli 2013

(6)

DAFTAR ISI...iii

DAFTAR GAMBAR...vii

DAFTAR TABEL...ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang...1

1.2. Maksud dan Tujuan ...2

1.3. Ruang Lingkup……….…...3

BAB II TINJ AUAN PUSTAKA 2.1 Sifat dan Karakteristik Limbah Indusri Kelapa Sawit...4

2.1.1. Sifat Fisik…………...4

2.1.2. Sifat Kimia…………...5

2.1.3. Sifat Biologis………...6

2.2 Parameter Pengolahan Air Limbah Industri Kelapa Sawit...6

2.3 Tinjauan Tentang Industri Kelapa Sawit... ..7

(7)

2.5.1.1. Screening...14

2.5.1.2. Bak Penampung dan Pemompaan...20

2.5.2. Primary Treatment...22

2.5.2.1. Flotasi...22

2.5.2.2. Netralisasi...26

2.5.2.3. Bak Pengendap I...29

2.5.3. Secondary Treatment...33

2.5.3.1. Pengolahan Lumpur Aktif...33

2.5.3.2. Pengolahan Dengan Kolam Aerobik…...38

2.5.3.3. Pengolahan Anaerobik…...41

2.5.4. Pengolahan Lumpur...47

2.5.4.1. Sludge Thickener…………...48

2.5.4.2. Sludge Digester……..……...49

2.5.4.3. Sludge Drying Bed….……...49

(8)

3.1. Data Karakeristik Limbah…………...54

3.2. Sandart Baku Mutu...54

3.3. Diagram Alir Pengolahan Limbah...55

BAB IV NERACA MASSA dan SPESIFIKASI BANGUNAN 4.1. Neraca Massa ...59

4.1.1. Karakteristik Limbah Industri Minyak Kelapa Sawit…...59

4.1.2. Sandart Baku Mutu Industri Minyak Kelapa Sawit…...59

4.1.3. Neraca Massa Per Bangunan………...…...60

4.2. Spesifikasi Bangunan ...65

4.2.1. Saluran Pembawa Menuju Screen...65

4.2.2. Screen...66

4.2.3. Bak Penampung...66

4.2.4. Flotasi...66

4.2.5. Netralisasi...67

(9)

5.1.Kesimpulan...72

5.2. Saran...72

DAFTAR PUSTAKA...x

LAMPIRAN

GAMBAR

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri minyak kelapa sawit adalah industri hulu yang sangat penting.

Industri kosmetik, industri makanan, industri sabun dan cat merupakan

industri-industri yang menggunakan bahan dasar minyak kelapa sawit. Menurut perkiraan

kurang lebih dari 90% dari produksi minyak sawit dunia digunakan untuk bahan

pangan. Kondisi ini akan memacu perkembangan Industri pengolahan kelapa

sawit, baik kebutuhan dalam negeri maupun untuk diekspor.

Seiring dengan meningkatnya peran industri minyak kelapa sawit dalam

perkembangan agroindustri di Indonesia, meningkat juga masalah pencemaran

yang ditimbulkannya. Pencemaran yang ditimbulkan oleh industri minyak kelapa

sawit dapat menurunkan kuallitas lingkungan perairan yang secara tidak langsung

akan berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Hal ini disebabkan air

limbah industri minyak kelapa sawit mengandung bahan organik yang tinggi

seperti BOD, COD, minyak serta padatan tersuspensi dan terlarut lainnya.

Apabila padatan ini langsung dibuang ke badan air maka sebagian dari

padatan tersebut akan mengendap, terurai secara perlahan yang akan

mengkonsumsi oksigen terlarut, mengeluarkan bau yang tajam, merusak daerah

pembiakan ikan, mematikan biota air di sepanjang alirannya serta kemungkinan

(11)

yang dapat mempengaruhi kehidupan biota didalam air terutama akan kebutuhan

oksigen.

Oleh karena itu perlu adanya “ Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Buangan” untuk industri minyak kelapa sawit sebagai salah satu cara pengolahan limbah cair yang dapat mendegradasi kandungan bahan organik yang terkandung dalam air limbah tersebut agar tidak mencemari lingkungan saat dibuang ke badan air, sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Kalimantan Timur No. 26 Tahun 2002 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Industri dan/atau Kegiatan Minyak Kelapa Sawit.

I.2 Maksud Dan Tujuan

Maksud dari tugas perencanaan bangunan pengolahan air buangan Industri Minyak Kelapa Sawit ini yaitu agar mahasiswa mengetahui serta memahami bagaimana cara penentuan bangunan pengolahan air buangan yang sebenarnya dan penerapannya di lapangan.

Sedangkan tujuan perencanaan bangunan pengolahan air buangan ini adalah :

- Mencegah tercemarnya badan air, sehingga air tersebut dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya.

(12)

I.3 Ruang Lingkup

Ruang lingkup tugas Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Buangan industri minyak kelapa sawit ini meliputi :

- Data karakteristik dan standart baku mutu limbah industri - Diagram alir bangunan pengolahan limbah

(13)

BAB II

TI NJ AUAN PUSTAKA

2.1 Sifat dan Kar akter istik Limbah Industr i Minyak Kela pa Sawit

Komposisi air limbah sebagai bahan buangan sangat mempengaruhi sifat dan

karakteristik air limbah. Pengetahuan tentang sifat dan karakteristik air limbah sangat

membantu dalam penentuan teknik dan pelaksanaan pengolahan air limbah. Sifat dan

karakteristik air limbah yang membedakan atas 3 ( tiga ) kelompok dapat dijelaskan,

sebagai berikut :

2.1.1 Sifat Fisik

Setiap air limbah memiliki sifat fisik yang berbeda sesuai dengan komposisi

air limbah sebagai bahan buangan. Sifat fisik yang terkandung di dalam air limbah

meliputi :

- Kandungan Zat Padat

Umumnya air limbah mengandung bahan terendap yang cukup tinggi apabila

diukur dari padatan terlarut dan padatan tersuspensi.

- Bau

Air limbah yang mengalami proses degradasi akan menghasilkan bau. Hal ini

disebabkan karena adanya zat organik terurai secara tak sempurna dalam air

limbah. Senyawa-senyawa yang menghasilkan bau antara lain : NH3 dan

(14)

- Warna

Zat terlarut dalam air limbah dapat menimbulkan warna air limbah menjadi

berwarna abu-abu dan berubah menjadi hitam setelah mengalami

dekomposisi. Selanjutnya air limbah akan jernih kembali bila telah normal

kembali.

- Temperature

Proses kegiatan sumber limbah padat menyebabkan air buangan menjadi

hangat, sehingga air limbah umumnya memiliki suhu yang lebih tinggi

dibanding dengan suhu air bersih.

2.1.2 Sifat Kimia

Berdasarkan bahan yang terkandung didalamnya, sifat kimia air limbah

digolongkan menjadi:

- Senyawa organik

Air limbah umumnya mengandung senyawa organic 40% total padatan yang

tersusun dari unsur – unsur seperti : C, H, O, N, P dan S yang bentuknya

berupa senyawa protein, karbohidrat, lemak, detergen dan pestisida.

- Senyawa Anorganik

Keberadaan komponen – komponen anorganik dalam air limbah perlu

mendapat perhatian dalam menempatkan kualitas air limbah sebagai air bahan

buangan, karena keberadaan bahan – bahan organik ini tidak menutup

kemungkinan terkandung racun yang menambah beban dan potensi bahaya air

(15)

2.1.3 Sifat Biologis

Keberadaan mikroorganisme dalam air limbah dapat membantu proses

pengolahan sendiri ( self purification ). Namun bila mikroorganisme dalam air limbah

tidak sesuai dengan ketentuan yang ada, justru menimbulkan gangguan terhadap

lingkungan, maka mikroorganisme dikelompokkan menjadi 2 (dua) golongan yaitu :

- Mikroorganisme pathogen, seperti : bakteri coli, virus hepatitis, salmonella

dan lain - lainnya

- Mikroorganisme non pathogen, seperti : protista dan algae

2.2 Parameter Pengola han Air Limbah Industr i Kelapa Sawit

Sesuai dengan sifat dan bahan air limbah, dapat diketahui

parameter-parameter antara lain :

- Biological Oxigen Demand (BOD)

Merupakan parameter yang menunjukan banyaknya oksigen yang digunakan

untuk menguraikan senyawa organik yang terlarut dan tersuspensi dalam air

oleh aktifitas mikroba.

(MetCalf & Eddy, “Wastewater Engineering Treatment & Reuse”, 4th edition, hal: 81)

- Chemical Oxygen Demand (COD)

Adalah nilai kebutuhan oksigen dalam ppm atau miligram/liter (mg/lt) yang

dibutuhkan dalam kondisi khusus untuk menguraikan benda organik secara

kimiawi.

(16)

- pH (Derajat Keasaman)

Merupakan istilah untuk menyatakan intensitas keadaan asam atau basa sutau

larutan.

(MetCalf & Eddy, “Wastewater Engineering Treatment & Reuse”, 4th edition, hal: 57)

- TSS (Total Suspended Solid)

Suatu endapan yang dapat disaring (filtrable residu) dan dapat membentuk

suatu sludge blanket yang terdiri dari bahan-bahan organik.

MetCalf & Eddy, “Wastewater Engineering Treatment & Reuse”, 4th edition, hal: 43)

- NH3 - N

Amoniak ini disebut juga nitrogen amoniak, yang dihasilkan dari pembusukan

secara bakterial zat-zat organik dalam limbah.

( U.N. Mahida )

- Minyak dan Lemak

Minyak dan lemak membentuk ester dan alkohol atau gliserol dengan asam

gemuk. Minyak tanah dan minyak pelumas adalah derivat atau turunan dari

minyak residu dan batubara yang berisikan karbon dan hidrogen. Minyak

tersebut dapat sampai ke saluran air limbah berasal dari mesin-mesin

produksi.

2.3 Tinjauan Tenta ng Industr i Kelapa Sawit

Proses produksi minyak sawit kasar dari tandan buah segar kelapa sawit

(17)

dan pengepresan buah, purifikasi dan klarifikasi. Tandan buah segar yang masuk ke

dalam pabrik ditimbang terlebih dahulu kemudian dibawa menuju lantai penerimaan

buah. Tandan buah segar mengalami proses perebusan menggunakan uap basah.

Selanjutnya buah mengalami proses perontokan buah pada tandan dengan

menggunakan thresher. Buah yang telah rontok mengalami proses pelumatan yang

bertujuan untuk memudahkan proses pengepresan, sehingga minyak dengan mudah

dapat dipisahkan dari daging buah. Kemudian buah memasuki tahapan proses

pengepresan yang bertujuan untuk mengeluarkan minyak kelapa sawit secara

mekanis. Pengepresan pada buah akan membebaskan minyak dari serat dan biji.

Minyak hasil pengepresan selanjutnya mengalami proses pemurnian yang berfungsi

untuk memisahkan minyak dari sludge dan air. Pemurnian dilakukan dengan metode

gravitasi dan mekanik. Pada stasiun ini dihasilkan produk minyak sawit jernih

(Indrasti dan Fauzi, 2009).

Limbah pada pabrik kelapa sawit terdiri dari limbah padat, cair dan gas.

Menurut Naibaho (1998), limbah padat yang dihasilkan oleh pabrik pengolah kelapa

sawit ialah tandan kosong, serat dan tempurung. Limbah cair yang dihasilkan pabrik

pengolah kelapa sawit ialah air kondensat, air cucian pabrik, air hidrocyclone atau

claybath. Jumlah air buangan tergantung pada sistem pengolahan, kapasitas olah dan

keadaan peralatan klarifikasi. Limbah Cair Kelapa Sawit dihasilkan dari 3 tahap

(18)

- Proses Sterilisasi (pengukusan) untuk mempermudah perontokan buah dari

tandannya, mengurangi kadar air dan untuk inaktifasi enzim lipase dan

oksidase.

- Proses ekstraksi minyak untuk memisahkan minyak daging buah dari bagian

lainnya.

- Proses pemurnian (klarifikasi) untuk membersihkan minyak dari kotoran lain.

(Buku Panduan Teknologi Pengendalian Dampak Lingkungan Industri

Minyak Kelapa Sawit Di Indonesia, 2001)

Perkembangan Industri Minyak Kelapa Sawit saat ini telah memberikan

sumbangan besar terhadap perekonomian Indonesia. Namun di lain pihak, hal

tersebut memberikan dampak terhadap lingkungan akibat buangan industri dalam

pengembangan industri, berupa buangan air limbah ke permukaan badan air seperti

sungai. Industri Minyak Kelapa Sawit merupakan salah satu contoh industri yang

berbahaya karena menghasilkan sejumlah limbah, baik berupa padatan maupun cairan

yang keduanya menimbulkan dampak pencemaran bagi lingkungan. Limbah cair atau

bahan pencemar yang dihasilkan Industri Minyak Kelapa Sawit antara lain Chemical

Oxygen Demand (COD) dan Biological Oxygen Demands (BOD), TSS, Amoniak,

Minyak dan Lemak,

Biological Oxygen Demand (BOD) atau kebutuhan oksigen biologis, adalah

jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam lingkungan air untuk

memecah (mendegradasi) bahan buangan organik yang ada di dalam lingkungan air

(19)

untuk mengetahui kualitas perairan karena semakin tinggi kadar Biological Oxygen

Demands (BOD) di suatu perairan maka tingkat kualitas perairan tersebut semakin

jelek. Standart baku mutu BOD yang diperbolehkan di buang ke lingkungan adalah

100 mg/lt. ( SK Gubernur Kalimantan Timur No. 26 Tahun 2002 ).

Chemical Oxygen Demand (COD) adalah kebutuhan oksigen dalam proses

oksidasi secara kimia. Nilai COD akan selalu lebih besar daripada BOD karena

kebanyakan senyawa lebih mudah teroksidasi secara kimia daripada secara biologis

(Sakti A. Siregar, 2005). Standart baku mutu yang mengatur kandungan COD yang

diperbolehan dibuang ke lingkungan adalah 350 mg/lt. (SK Gubernur Kalimantan

Timur No. 26 Tahun 2002 )

Total Suspended Solid (TSS) merupakan suatu endapan yang dapat disaring

(filtrable residu) dan dapat membentuk suatu sludge blanket yang terdiri-dari

bahan-bahan organik. TSS jika dibuang ke badan air akan meningkatkan kekeruhan dalam

air dan jika berada didasar perairan akan mengganggu proses perkembangbiakan

hewan-hewan air. Standart baku mutu kadar padatan yang tersuspensi (TSS) yang

diperbolehkan dibuang ke lingkungan adalah 250 mg/lt. (SK Gubernur Kalimantan

Timur No. 26 Tahun 2002)

Minyak dan lemak merupakan komponen yang tidak dapat larut dalam air,

oleh karena itu jika air tercemar minyak dan lemak maka minyak dan lemak tersebut

akan mengapung di atas permukaan air dan dapat mengganggu biota air yang hidup

(20)

diperbolehkan dibuang ke lingkungan adalah 25 mg/lt. (SK Gubernur Kalimantan

Timur No. 26 Tahun 2002)

pH merupakan istilah untuk menyatakan intensitas keadaan asam atau basa

suatu larutan. Standart baku mutu pH adalah 6.0 - 9.0. (SK Gubernur No. 26 Tahun

2002). pH adalah derajat keasaman digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman

atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Yang dimaksudkan "keasaman" di

sini adalah konsentrasi ion hidrogen (H+) dalam pelarut air.

Nilai pH berkisar dari 0 hingga 14. Suatu larutan dikatakan netral apabila

memiliki nilai pH = 7. Nilai pH > 7 menunjukkan larutan memiliki sifat basa,

sedangkan nilai pH < 7 menunjukan keasaman.

Nama pH berasal dari potential of hydrogen. Secara matematis, pH

didefinisikan dengan pH = − log10[H + ].

Umumnya indikator sederhana yang digunakan adalah kertas lakmus yang

berubah menjadi merah bila keasamannya tinggi dan biru bila bebasaan tinggi.

Selain menggunakan kertas lakmus, indikator asam basa dapat diukur dengan pH

meter yang bekerja berdasarkan prinsip elektrolit/konduktivitas suatu larutan.

(www.wikipedia.org.id)

Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya senyawa ini

didapati berupa gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau amonia). Walaupun

amonia memiliki sumbangan penting bagi keberadaan nutrisi di bumi, amonia sendiri

(21)

Standart baku mutu yang mengatur besar kadar N-Total yang diperbolehkan dibuang

ke lingkungan adalah 50 mg/lt. (SK Gubernur Kalimantan Timur No. 26 Tahun 2002)

2.4 Pr oses Pengolahan Limba h Cair Kelapa Sawit

Limbah Cair yang dihasilkan dari proses pengolahan tandan buah segar kelapa

sawit menjadi Crude Palm Oil dan Palm Kernel Oil langsung dialirkan ketempat

pengolahan limbah. Teknik pengolahan limbah cair yang biasanya diterapkan adalah :

- Kolam pengumpul (fatfit)

Kolam ini berguna untuk menampung cairan-cairan yang masih mengandung

minyak yang berasal dari air kondensat dan stasiun klarifikasi.

- Deoling Pond

Kemudian dimasukan dalam unit Deoling Ponds untuk diambil minyaknya

hingga 0,4% dan diturunkan suhunya dari 70-80 0C hingga 40-45 0C melalui menara atau bak pendingin. Adanya deoling pond ini memaksimalkan jumlah

minyak yang dapat diambil kembali. Kolam ini memiliki kedalaman 1.5 m

dan masa penahanan minyak pada kolam ini selama 2 jam.

- Netralisasi

Limbah yang masih asam tidak sesuai untuk pertumbuhan mikroba, oleh

sebab itu perlu penambahan bahan kimia atau cairan alkali. Pemakaian bahan

penetral didasarkan pada keasaman limbah dan kadar minyak yang

(22)

memakai sludge yang berasal dari kolam fakultatif yang telah mempunyai pH

netral.

- Kolam Pembiakan Bakteri

Kolam pembiakan bakteri dibuat untuk membiakkan bakteri pada awal

pengoperasian pengendalian limbah. Kolam pembiakan bakteri memiliki

kondisi yang disesuaikan agar bakteri dapat tumbuh dengan baik. Kondisi

yang optimum untuk kolam ini adalah pH 7.0, suhu 30-40 0C untuk bakteri

mesophyl, kedalaman kolam 5-6 m dan ukuran kolam diupayakan dapat

menampung air limbah 2 hari olah atau setara 400 m3 untuk Industri Kelapa Sawit kapasitas 30 ton TBS/jam.

- Kolam Anaerobik

Limbah yang telah netral dialirkan ke dalam kolam anaerobik untuk diproses.

Proses perombakan limbah dapat berjalan lancar jika kontak antara limbah

dengan bakteri yang berasal dari kolam pembiakan lebih baik. Waktu tinggal

limbah pada kolam ini selama 60 hari.

- Kolam Fakultatif

Limbah yang telah netral dialirkan ke dalam kolam anaerobik untuk diproses.

Proses perombakan limbah dapat berjalan lancar jika kontak antara limbah

dengan bakteri yang berasal dari kolam pembiakan lebih baik. Waktu tinggal

limbah pada kolam ini selama 60 hari.

- Kolam aerasi dibuat untuk pemberian oksigen yang dilakukan secara difusi

(23)

dibuat dengan kedalaman 3 m dan ditempatkan alat yang dapat meningkatkan

jumlah oksigen terlarut dalam air serta dilengkapi dengan dua unit alat aerator.

- Kolam Aerobik

Limbah yang masuk ke kolam mengandung oksigen terlarut. Penahanan

limbah dalam kolam ini selama 15 hari dan dapat menurunkan beban

pencemar limbah dari BOD 600-800 ppm menjadi 75-125 ppm. Kolam ini

adalah kolam terakhir dan air limbah telah dapat dialirkan ke sungai.

2.5 Bangunan Pengola han Air Bua nga n

Bangunan Pengolahan Air Buangan mempunyai kelompok tingkat

pengolahan, pengolahan air buangan dibedakan atas:

2.5.1 Pr e Tr eatment (Pengola han Pendahuluan)

Proses pengolahan ini merupakan proses pada awal pengolahan dan bersifat

pengolahan fisik. Proses pengolahan yang dilakukan untuk membersihkan dan

menghilangkan sampah terapung dari pasir agar mempercepat proses pengolahan

selanjutnya. Unit proses pengolahannya meliputi :

2.5.1.1Scr eening

Screening biasanya terdiri-dari batang pararel, kawat atau grating, perforated

plate dan umumnya memiliki bukaan yang berbentuk bulat atau persegi empat.

Secara umum peralatan screen terbagi menjadi dua tipe yaitu screen kasar dan screen

halus. Dan cara pembersihannya ada dua cara yaitu secara manual dan mekanis.

(24)

Prinsip yang digunakan bahan padat kasar dihilangkan dengan sederet bahan

baja yang diletakan dan dipasang melintang arah aliran. Kecepatan arah aliran harus

lebih dari 0.3 m/dt sehingga bahan padatan yang tertahan di depan saringan tidak

terjepit. Jarak antar batang biasanya 20-40 mm dan bentuk penampang batang

tersebut empat persegi panjang berukuran 10 mm x 50 mm. Untuk bar screen yang

dibersihkan secara manual, biasanya saringan dimiringkan dengan kemiringan 60o terhadap horisontal.

Screen berfungsi untuk :

- Menyaring benda padat dan kasar yang ikut terbawa atau hanyut dalam air

buangan supaya benda-benda tersebut tidak mengganggu aliran dalam saluran

dan tidak mengganggu proses pengolahan air buangan.

- Mencegah timbulnya kerusakan dan penyumbatan dalam saluran pembawa.

- Melindungi peralatan seperti pompa, valve, dan peralatan lainnya.

Wire mesh

(25)

Tabel 2.1 Pembagian Screen

Bagian-bagian Ma nua l Mekanikal

Ukuran kisi

(Sumber : tabel 5-2. Metcalf and Eddy WWET, and Reuse 4th edition, 2004)

Tabel 2.2 Faktor bentuk

J enis Bor β Bentuk

- Segi empat sisi runcing 2,42

- Segi empat sisi bulat runcing 1,83

- Segi empat sisi bulat 1,67

- Bulat 1,79

(Sumber : Metcalf and Eddy, 1979 hal 186)

Rumus yang digunakan :

1. Jumlah kisi ( n )

Ws = ( n + 1 ) r + ( n . w )

(26)

- Ws = Lebar saluran (m)

- r = Jarak antar kisi (m)

- w = Tebal batang kisi (m)

- n = Jumlah kisi

2. Lebar bukaan screen ( Wc )

Wc = Ws – n x w

Dengan :

- Wc = Lebar bukaan screen (m)

- Ws = Lebar saluran (m)

- w = Tebal batang kisi (m)

- n = Jumlah kisi

3. Panjang kisi (p)

p =

α

(27)

Dengan :

- p = Panjang kisi (m)

- y = Tinggi saluran (m)

- α = Kemiringan saluran

4. Jarak kemiringan kisi ( x )

x =

α

sin

y

Dengan :

- x = Jarak kemiringan kisi (m)

- y = Tinggi saluran (m)

- α = Kemiringan saluran

5. Cek v

v =

h x Wc

(28)

Dengan :

- v = Kecepatan melalui kisi (m/dt)

- Wc = Lebar bukaan screen (m)

- h= y = Tinggi saluran (m)

6. Tekanan kecepatan aliran ( hv )

(29)

Saluran Screw

Pipa inlet

2.5.1.2Bak Penampung dan Pemompaan

Bak Penampung merupakan unit penyeimbang, sehingga debit dan kualitas

limbah yang masuk ke instalasi dalam keadaan konstan. Pemompaan digunakan

untuk mengalirkan limbah ke unit pengolahan selanjutnya.

Gambar 2.2. Sumur Pengumpul dan Pompa

Tabel 2.3. Macam – Macam Karakteristik Pompa

KlasifikasiUta ma Type Pompa Kegunaan Pompa

Kinetik Centrifugal - Air limbah sebelum diolah

- Penggunaan lumpur kedua - Pembuangan effluent

Peripheral - Limbah logam, pasir lumpur, air limbah kasar

Rotor - Minyak, pembuangan gas permasalahan

zat-zat kimia pengaliran lambat untuk air

- Instalasi pengolahan air limbah skala kecil

(30)

Rumus yang digunakan :

2. Volume Bak Penampung (V)

(31)

p = Panjang bak (m)

- l = Lebar bak (m)

- h = Tinggi bak (m)

2.5.2 Pr imary Tr eatment (Pengolaha n Per tama )

Pada proses ini terjadi proses fisik dan kimia. Pada proses ini umumnya

mampu mereduksi BOD dan antara 30 – 40 % dan mereduksi TSS 50 – 65%. (Syed

R.Qasim, hal.52)

2.5.2.1Flotasi

Flotasi adalah satuan operasi untuk memisahkan fasa cair atau fasa padat dari

fasa cair (Rich,1974). Prinsip pemisahan berdasarkan perbedaan density material

dengan cairan. Bila density partikel lebih kecil dari cairannya maka partikel akan

terflotasi secara spontan. Partikel padat atau cairan yang densitynya lebih besar dari

cairannya dipisahkan dengan bantuan gelembung udara. Gelembung udara dihasilkan

dengan cara mendispersikan udara kedalam cairan. Gelembung yang terbentuk akan

naik dan dalam perjalanan keatas akan berkontak dengan partikel padat

kemudian melekat akibat gaya adhesi dan membentuk gumpalan (Montgomery,

1985).

Gumpalan udara dan partikel padat mempunyai density yang rendah sehingga

gumpalan akan mengambang ke permukaan cairan seperti minyak, lemak dan

(32)

pengapungan. Partikel-partikel yang ringan tersebut dapat dipisahkan secara

sempurna dan dalam waktu yang lebih pendek (Metcalf & Eddy, 1979).

Mekanisme kontak gelembung gas dan partikel (Vrablik, 1959; Rich, 1974) :

- Pengapungan

Gelembung gas akan naik ke atas dan tertangkap oleh struktur material

flokulen. Ikatan yang terjadi anatara gelembung gas dan partikel hanyalah

penangkapan secara fisik.

- Penyerapan

Mekanisme ini terjadi karena penyerapan gelembung gas kedalam struktur

flokulen padat tersuspensi sehingga membentuk flokulen baru.

- Pelekatan

Pelekatan terjadi karena adanya gaya tarik antara molekuler yang

dipergunakan pada suatu permukaan antara dua fasa dan mengakibatkan

tegangan permukaan.

Ada empat metoda flotasi (Gaudin, 1957; Rich, 1974; Degremont, 1979), yaitu :

- Spontaneous Flotation.

Flotasi spontan akan terjadi bila massa jenis dari partikel lebih kecil dari

massa jenis air. Cara ini biasa dipergunakan untuk pemisahan minyak dari

(33)

- Dispersed Air Flotation (AF).

Pada system dispersed air flotation, gelembung udara terbentuk karena adanya

tekanan udara yang masuk kecairan melalui diffuser atau impeller berputar.

Ukuran gelembung udara yang dihasilkan biasanya begitu besar (1000

micron).

- Vacuum Flotasi (VF).

Melibatkan pelarutan udara di dalam air buangan pada tekanan 1 atm,

kemudian divacuumkan dengan tekanan yang lebih rendah maka akan

menurunkan kelarutan udara dalam air, udara akan keluar dari larutan dalam

bentuk gelembung yang halus.

- Dissolved Air Flotation.

Pada system (DAF), udara dilarutkan didalam cairan di bawah tekanan

beberapa atmosfir sampai jenuh, kemudian dilepaskan ke tekanan atmosfir.

Akibat terjadinya perubahan tekanan maka udara yang terlarut akan lepas

kembali dalam bentuk gelembung yang sangat halus (30 – 120 mikron).

Ukuran gelembung udara sangat menentukan dalam proses flotasi, makin

besar ukuran gelembung udara, kecepatan naiknya juga makin besar, sehingga kontak

antara gelembung udara dengan partikel tidak berjalan dengan baik. Dengan demikian

proses flotasi menjadi tidak efektif. Aplikasi dari sistem Dissolved Air Flotation di

Industri menurut Baum dan Hurst, 1953 adalah:

- Pemisahan partikel tersuspensi sebagai pengganti sedimentasi.

(34)

- Pengolahan tingkat pertama, untuk meringankan beban system filtrasi.

- Pemisahan minyak dan lemak, memberikan efisiensi pemisahan yang tinggi

untuk emulsi dan fraksi yang terdispersi.

- Pengolahan tingkat pertama dari operasi pengolahan lumpur aktif.

Gambar 2.4. Dissolved air flotation unit

(35)

2.5.2.2Netr alisasi

Air buangan industri dapat bersifat asam atau basa/alkali, hal ini

membutuhkan netralisasi terlebih dahulu. Untuk proses biologi pH yang diharuskan

antara 6.5 - 8.5 agar aktivitas biologi menjadi optimum. Sebenarnya pada proses

biologis tersebut kemungkinan akan terjadi netralisasi sendiri karena adanya produk

CO2 yang terjadi akibat pembakaran dengan zat asam oleh kandungan buffer.

Larutan dikatakan asam bila : H+ > H- dan pH < 7 Larutan dikatakan netral bila : H+ = H- dan pH = 7 Larutan dikatakan basa bila : H+ < H- dan pH > 7

Ada beberapa cara menetralisasi kelebihan asam dan basa dalam limbah cair, seperti :

- Pencampuran limbah.

- Melewatkan limbah asam melalui tumpukan batu kapur.

- Pencampuran limbah asam dengan Slurry kapur.

- Penambahan sejumlah NaOH, Na2CO3 atau NH4OH ke limbah asam.

- Penambahan asam kuat (H2SO4,HCl) dalam limbah basa.

- Penambahan CO2 bertekanan dalam limbah basa.

(36)

Effluen

Pengaduk pH sensor

Inffluen

Pipa Injeksi

Gambar 2.5. Netralisasi

Rumus yang digunakan :

1. Volume Bak (V)

V = Q x td

Dengan:

Q = Debit aliran (m3/dtk) V = Volume (m3)

td = Waktu detensi (detik) =20 – 60 detik

2. Dimensi Bak Impeller

Volume = ¼ x τ x d2 x h Dengan:

- τ = 3,14 h

- V = Volume (m3) 50% x Di

(37)

- h = Tinggi penampang aliran (m)

= 1,25 x d

3. Energi yang dibutuhkan :

P = G2 x µ x V

(Persamaan 8.9 Reynold, 1996)

Dengan :

- P = Power (N/s-m2) - G = Gradien kecepatan(/s)

- µ = 270C = 0,8551 x 10-3 (Appendix C Reynold,1996)

- V = Volume (m3)

4. Diameter paddle impeller (Di)

Di = Diameter bak koagulan x (50-80%)

Diameter paddle impeller = 50 – 80% diameter tangki

- Lebar baffle = 0,1 x diameter bak

- Jarak impeller dari dasar = 50% x Di

Dengan :

- Jarak impeller dari dasar = 30 – 50% diameter

(38)

2.5.2.3Bak Pengendap I

Effisiensi removal dari bak pengendap pertama ini tergantung dari kedalaman

bak dan dipengaruhi oleh luas permukaan serta waktu detensi. Berfungsi untuk

memisahkan padatan tersuspensi dan terlarut dari cairan dengan menggunakan sistem

gravitasi dengan syarat kecepatan horizontal partikel tidak boleh lebih besar dari

kecepatan pengendapan. Skimmer yang ada pada bak pengendap I digunakan untuk

tempat pelimpah lemak dan minyak yang mengambang.

Gambar 2.6. Bak Pengendap Rektanguler

Rumus yang digunakan :

1. Setling Zone

Untuk proses pengendapan atau pemisahan partikel dari buangan.

a) Kecepatan pengendapan partikel, mengikuti hukum Stokes.

(

)

2

. 1 .

18 v dρ

Ss g

(39)

Dengan :

- Vs = Kecepatan pengendapan partikel (cm/det)

- g = Percepatan gravitasi (cm/det2)

Dimana bila Vsc > Vh maka tidak terjadi penggerusan.

c) Check terjadinya aliran pendek, ditentukan oleh Froude Number

(NFr)

- Vh = Kecepatan horizontal (cm/det)

- R = Jari-jari hidrolis

(40)

d) Check terjadinya aliran turbulensi ditentukan oleh Reynold Number.

v R Vh

Nre= .

Bila Nre < 2000 untuk mencegah terjadinya aliran turbulensi.

2. Inlet Zone

Untuk memperluas aliran dari effluen ke settling zone.

Bila dipergunakan multiple openning :

(

2. .

)

12

Zone ini dibatasi oleh beban pelimpah yang merupakan banyaknya air

yang melimpah perpanjang perperiode waktu.

a) Penentuan panjang weir :

(41)

b) Tinggi diatas air weir :

Untuk menampung material terendap dalam bentuk lumpur. Ruang

(42)

2.5.3 Secondary Tr eatment (Pengola han Sekunder )

Pengolahan sekunder akan memisahkan koloidal dan komponen organik

terlarut dengan proses biologis. Proses pengolahan biologis ini dilakukan secara

aerobik maupun anaerobik dengan efisiensi reduksi BOD antara 60 - 90 % serta 40 -

90 % TSS. (sumber : Syed R.Qasim, Wastewater Treatment Plants Planning, Design,

and Operation, hal.52).

2.5.3.1Pengolaha n lumpur aktif (a ktiva ted sludge)

Untuk mengubah buangan organik, menjadi bentuk anorganik yang lebih

stabil dimana bahan organik yang lebih terlarut yang tersisa setelah prasedimentasi

dimetabolisme oleh mikroorganisme menjadi CO2 dan H2O, sedang fraksi terbesar

diubah menjadi bentuk anorganik yang dapat dipisahkan dari air buangan oleh

sedimentasi. Adapun proses didalam activated sludge, yaitu :

a. Kovensional

Pada sistem konvensional terdiri dari tanki aerasi, secondary clarifier dan

recycle sludge. Selama berlangsungnya proses terjadi absorsi, flokulasi dan oksidasi

bahan organik.

(43)

b. Non kovensional

1) Step aerasi

- Merupakan type plug flow dengan perbandingan F/M atau subtrat dan

mikroorganisme menurun menuju autlet.

- Inlet air buangan masuk melalui 3 - 4 titik ditanki aerasi dengan

masuk untuk menetralkan rasio subtrat dan mikroorganisme dan

mengurangi tingginya kebutuhan oksigen ditik yang paling awal.

- Keuntungannya mempunyai waktu detensi yang lebih pendek

2) Tapered Aerasi

Hampir sama dengan step aerasi, tetapi injeksi udara ditik awal lebih

tinggi. Udara

influent

Sludge return Sludge Waste

Secondary clarifier

(44)

3) Contact Stabilisasi

Pada sistem ini terdapat 2 tanki yaitu :

- Contact tank yang berfungsi untuk mengabsorb bahan organik untuk

memproses lumpur aktif.

- Reaeration tank yang berfungsi untuk mengoksidasi bahan organik

yang mengasorb ( proses stabilasi ). Udara

influent

Sludge return Sludge

Waste Secondary

clarifier

reaktor

Gambar 2.10. Tapered Aeration

Udara influent

Secondary clarifier contact tank

reaktor

(45)

4) Pure Oxygen

Oksigen murni diinjeksikan ke tanki aerasi dan diresirkulasi.

Keuntungannya adalah mempunyai perbandingan subtrat dan

mikroorganisme serta volumetric loading tinggi dan td pendek.

5) High Rate Aeration

Kondisi ini tercapai dengan meninggikan harga rasio resirkulasi, atau

debit air yang dikembalikan dibesarkan 1 - 5 kali. Dengan cara ini maka

akan diperoleh jumlah mikroorganisme yang lebih besar.

O2 murni resirkulasi O2

reaktor

sludge return sludge waste

secondary

(46)

6) Extended Aeration

Pada sistem ini reaktor mempunyai umur lumpur dan time detention (td)

lebih lama, sehingga lumpur yang dibuang atau dihasilkan akan lebih

sedikit.

7) Oxidation Dicth

Bentuk oksidation ditch adalah oval dengan aerasi secara mekanis,

kecepatan aliran 0,25 - 0,35 m/s.

(47)

2.5.3.2Pengolaha n dengan Kolam Aer obik

a. Aerobik Lagoon

Aerobik lagoon adalah salah satu bentuk pengolahan biologis yang

sederhana. Kolam stabilisasi secara biologis akan membutuhkan area yang

luas dengan kedalaman yang dangkal. Dengan kolam semacam ini maka

kondisi aerobik akan terpelihara dengan adanya alga dan bakteri.

Kolam stabilisasi secara aerobik mengandung bakteri dan algae dalam

kondisi aerobik disepanjang kedalaman. Ada dua tipe pengolahan aerobik

lagoon, yaitu tipe high rate yaitu dengan memaksimalkan produksi algae,

pada kedalaman lagoon sekitar 15 – 45 cm.

Tipe yang kedua biasanya disebut sebagai oksidation atau stabilisation

lagoon, dengan cara memaksimalkan konsentrasi oksigen yang dihasilkan,

kedalaman lagoon sampai 1,5m. Untuk mencapai hasil terbaik, lagoon diaduk

secara periodik dengan pompa atau surface aeration.

Prinsip pengolahan ini adalah, bahan organik yang terlarut dalam air

dioksidasi oleh bakteri aerobik dan fakultatif dengan menggunakan oksigen

yang dihasilkan oleh algae yang tumbuh disekitar permukaan air. Proses

reaksi fotosintesis dan reaksi yang dilakukan algae dapat ditulis sebagai

berikut::

Photosintesis:

(48)

Sel Baru Algae

Respirasi

CH2O + O2→ CO2 + 2H2O

b. Aerated Lagoon

Aerated lagoon merupakan pengembangan dari aerobik lagoon yaitu

dengan memasang surface aerator untuk mengatasi bau dan beban organik

yang tinggi.

Pada proses aerated lagoon pada prinsipnya sama dengan extended

aeration pada proses lumpur aktif, poerbedaannya terletak pada kedalaman air

yang dangkal dan oksigen diperoleh dari surface aerator atau diffuser aerator.

Dalam aerated lagoon semua zat padat dipertahankan dalam keadaan

tersuspensi. Pada sistem ini tanpa dilakukan dan biasanya diikuti dengan

kolam pengendapan yang besar.

Aerated Lagoon

Kolom Pengendapan Air Baku

(49)

c. Kolam Fakultatif

Kolam fakultatif merupakan kolam dengan kedalaman 1 – 2,5 meter.

Pada kolam ini kedalaman air terbagi menjadi tiga zona yaitu zona aerobik di

bagian atas, zona fakultatif di bagian tengah, dan zona anaerobik di bagian

bawah atau dasar kolam. Proses penurunan BOD atau organik COD terjadi

karena adanya aktivitas reaksi simbiosis antara algae dan bakteri.

Algae yang menempati bagian atas akan melakukan fotosintesis pada

siang hari, sebagai hasilnya produksi oksigen yang cukup tinggi terjadi pada

siang hari. Oksigen terlarut yang dihasilkan akan dimanfaatkan oleh bakteri

aerob untuk proses penguraian zat organik dalam air buangan (sebagai BOD).

Pada bagian ini terjadi proses biologi secara aerobik (full aerobic), dan pada

bagian ini juga dimungkinkan terjadinya proses nitrifikasi. CO2 yang

dihasilkan oleh bakteri akan digunakan oleh algae sebagai sumber karbon

pada proses fotosintesis.

Pada lapisan kedua jumlah oksigen relatif lebih sedikit. Hal ini

disebabkan berkurangnya algae atau cahaya matahari yang masuk ke lapisan

ini. Kondisi yang ada adalah antara aerobik dan anaerobik. Pada siang hari

mendekati aerobik dan pada malam hari cenderung anaerobik sehingga

disebut sebagai kondisi fakultatif. Bakteri yang berperan dinamakan bakteri

fakultatif.

Pada lapisan di atas dasar kolam terjadi proses anaerobik atau tanpa

(50)

yang mati akan mengendap di dasar kolam. Pada kondisi demikian terjadi

dekomposisi zat organik secara anaerobik dan dihasilkan gas-gas CO2, NH3,

H2S, dan CH4. Proses denitrifikasi juga dimungkinkan terjadi di zona ini.

Gambar 2.17. Kolam Fakultatif

2.5.3.3Pengolahan Anaerobik

a. Fixed Bed Reaktor

Prinsip operasi dari fixed bed reactor adalh air limbah yang dapat menuju

keatas (up flow) ataupun kebawah (down flow ) melalui suatu kolam yang

terisi media pendukung . Permulaan media tersebut berfungsi untuk

menempel mikroba dan menangkap flok yang tidak bisa menempel. Mikroba

yng menempel bertanggung jawab dalam proses stabilisasi air limbah .Pada

saat awal prose perlu seeding dengan merendam media filter di dalam

sptictank. Suatu saat biofilm akan menempel sehingga terjadi clogging oleh

karena itu perlu di lakukan penggelontoran. Apabila carbon bed sudah jenuh

(51)

Merupakan reaktor dengan media pasir yang dialiri air limbah dengan

debit tertentu. Pada reaktor ini banyak biomassa menempel pada media yang

berukuran kecil sebagai biofilm. Biomassa yang menyelimuti partikel media

berada pada kondisi terekspansi [bergerak melayang- layang atau terfluidasi

(52)

dicapai dengan mengatur besarnya tingkat resirkulasi. Ukuran dan densitas

dari media merupakan penentu dari kestabilan sistem operasi dan ekonomis

tidaknya reator. Dalam reaktor ini tidak ada injeksi oksigen sehingga reaktor

dalam keadaan tertutup.

Fluidized Bed

Recycle Pump

Influen t

Sand Trap Effluent Gas

Gambar 2.19. Fluidized Bed Reactor

c. Anaerobik lagoon

Pada anaerobik lagoon kedalaman air dapat mencapai 6 meter.

Kondisi anaerobik dapat dicapai dengan memberikan beban organik yang

(53)

permukaan air kolam berguna untuk mencegah masuknya oksigen dari

atmosfer. Pada kondisi ini bahan organik akan mengalami stabilisasi yang

merupakan hasil kerja bakteri anaerobik thermophilik dengan proses

digestion.

Proses pengolahan yang terjadi analog dengan single stage anaerobic

digestion dimana asam organik dibentuk oleh bakteri dengan memecah

organik komplek. Selanjutnya asam yang terbentuk diubah menjadi gas

methane, gas karbon dioksida, sel dan produk lain yang stabil.

Air baku yang diolah bercampur di bagian bawah, hal ini dicapai

dengan cara melakukan pemasangan pipa inlet di bagian dasar kolam menuju

ke tengah kolam. Pipa inlet dalam keadaan terbenam pada kolam. Bahan yang

mudah mengapung seperti minyak, lemak dan zat padat yang ringan akan

berada di bagian permukaan air dan biasanya menutupi seluruh permukaan

air. Dengan demikian panas yang dihasilkan di seluruh kedalaman kolam

dapat dipertahankan. Pada tipe ini tidak diperlukan pemanasan, equalisasi,

mixing, maupun sirkulasi lumpur. Keutamaan dari pengolahan jenis adalah

mempunyai kemampuan mengolah dengan beban yang tinggi serta tahan

terhadap perubahan debit dan kualitas air limbah (shock loading). Untuk

mencegah terjadinya perembesan air limbah pada dinding dan dasar kolam

(54)

Gambar 2.20. Anaerobik Lagoon

d. Upflow Anaerobik Sludge Blanket (UASB)

Pada prinsipnya reaktor UASB terdiri dari lumpur padat yang

berbentuk butiran. Lumpur atau sludge tersebut ditempatkan dalam suatu

reaktor yang didesain dengan aliran ke atas. Air limbah mengalir melalui

dasar bak secara merata dan mengalir secara vertikal, sedangkan butiran

sludge akan tetap berada atau tertahan dalam reaktor.

Karakteristik pengendapan butiran sludge dan karakteristik air limbah

akan menentukan kecepatan upflow yang harus dipelihara dalam reaktor.

Biasanya kecepatan aliran ke atas berada pada rentang 0,5 – 0,3 m/jam. Untuk

mencapai formasi sludge blanket yang memuaskan, pada saat kondisi hidrolik

puncak (debit puncak) kecepatan dapat mencapai antara 2 – 6 m/jam.

Gas yang terperangkap dalam butiran sludge sering mendorong sludge

tersebut ke bagian atas reaktor, yang disebabkan oleh berkurangnya densitas

butiran. Untuk itu diperlukan pemisahan butiran sludge di luar reaktor dan

kemudian dikembalikan lagi ke dalam reaktor. Hal ini dapat dilakukan

(55)

reaktor. Gas yang terbentuk dapat ditampung dalam separator tersebut dan

sludge dikembalikan lagi ke reaktor.

Masalah yang dihadapi pada UASB terutama adalah sludge yang

bergerak naik yang disebabkan oleh turunnya densitas sludge. Disamping itu

juga turunnya aktivitas spesifik butiran. Beragamnya densitas sludge

memberikan ketidak seragaman sludge blanket sehingga sebagai akibatnya

sludge akan ikut keluar reaktor

Tingginya konsentrasi suspended solid dan fatty mineral dalam air

limbah juga merupakan masalah operasi yang serius. Suspended solid dapat

menyebabkan penyumbatan (clogging) atau channeling. Adsorbsi suspended

solid pada sludge juga akan mempengaruhi proses dan air limbah yang

mengandung protein atau lemak menyebabkan pembentukan busa.

Keuntungan :

- Kebutuhan energi rendah

- Kebutuhan lahan sedikit

- Biogas berguna

- Kebutuhan nutrien sedikit

- Sludge mudah diolah/dikeringkan

- Tidak mengeluarkan bau dan kebisingan

(56)

Gambar 2.21. Upflow Anaerobik Sludge Blanke

2.5.4 Pengolaha n Lumpur

Dari pengolahan air limbah maka hasilnya adalah berupa lumpur yang perlu

diadakan pengolahan secara khusus agar lumpur tersebut tidak mencemari lingkungan

dan dapat dimanfaatkan kembali untuk keperluan kehidupan. Sludge dalam disposal

sludge memiliki masalah yang lebih kompleks. Hal ini disebabkan karena :

- Sludge sebagian besar dikomposisi dari bahan-bahan yang responsibel untuk

menimbulkan bau.

- Bagian sludge yang dihasilkan dari pengolahan biologis dikomposisi dari

bahan organik.

(57)

Tujuan utama dari pengolahan lumpur adalah :

- Mereduksi kadar lumpur

- Memanfaatkan lumpur sebagai bahan yang berguna seperti pupuk dan sebagai

penguruk lahan yang sudah aman.

2.5.4.1Sludge Thickener

Sludge thickener adalah suatu bak yang berfungsi untuk menaikkan

kandungan solid dari lumpur dengan cara mengurangi porsi fraksi cair (air), sehingga

lumpur dapat dipisahkan dari air dan ketebalannya menjadi berkurang atau dapat

dikatakan sebagai pemekatan lumpur. Tipe thickener yang digunakan adalah gravity

thickener dan lumpur berasal dari bak pengendap I dan pengendap II. Pada sistem

gravity thickener ini, lumpur diendapkan di dasar bak sludge thickener.

Gambar 2.22. Sludge Thickener

(58)

2.5.4.2Sludge Digester

Sludge digester berfungsi untuk menstabilkan sludge yang dihasilkan dari

proses lumpur aktif dengan mengkomposisi organik material yang bersifat lebih stabil

berupa anorganik material sehingga lebih aman untuk dibuang.

(Sumber: Metcalf and Eddy, Waste Water Engineering Treatment Disposal and Reuse, hal 401)

2.5.4.3Sludge Dr ying Bed

Sludge drying bed merupakan suatu bak yang dipakai untuk mengeringkan

lumpur hasil pengolahan dari thickener. Bak ini berbentuk persegi panjang yang

terdiri dari lapisan pasir dan kerikil serta pipa drain untuk mengalirkan air dari

lumpur yang dikeringkan. Waktu pengeringan paling cepat 10 hari dengan bantuan

sinar matahari.

(59)

Gambar 2.24. Sludge Drying Bed

2.6 Ka pasitas Remova l Tiap Ba ngunan

(60)

2.7 Pr ofil Hidr olis

a. Kehilangan tekanan pada bangunan pengolahan

Untuk membuat profil hidrolis perlu perhitungan kehilangan tekanan pada

bangunan. Kehilangan tekanan akan mempengaruhi ketinggian muka air di dalam

bangunan pengolahan (saluran terbuka).

1)Kehilangan tekanan pada saluran terbuka

Rumus yang digunakan : 1 2/3 1/2

2)Kehilangan tekanan pada bak

Rumus yang digunakan :

g

. 2

v2

3)Kehilangan tekanan pada pintu

He :

4)Kehilangan tekanan pada weir, sekat, ambang dan sebagainya harus di hitung

(61)

b. Kehilangan tekanan pada perpipaan dan aksesoris

Kehilangan tekanan pada saluran terbuka berbeda dengan cara menghitung saluran

tertutup.

1)Kehilangan tekanan pada perpipaan.

Cara yang mudah dengan monogram “Hazen William” Q atau v diketahui

maka s didapat dari monogram.

Rumus yang digunakan : L x s

2) Kehilangan tekanan pada aksesoris

Cara yang mudah adalah dengan mengekivalen aksesoris tersebut dengan

panjang pipa, di sini juga digunakan monogram untuk mencari panjang

ekivalen sekaligus s.

3) Kehilangan tekanan pada pompa

Bisa dihitung dengan rumus, grafik karakteristik pompa serta dipengaruhi

oleh banyak faktorseperti jenis pompa, cara pemasangan dan sebagainya.

4) Kehilangan tekanan pada alat pengukur flok

Cara perhitungannya juga dengan bantuan monogram.

c. Tinggi muka air

Kesalahan dalam perhitungan tinggi muka air dapat terjadi kesalahan dalam

menentukan elevasi ( ketinggian ) bangunan pengolahan, dalam pelaksanaan

pembangunan sehingga akan dapat mempengaruhi pada proses pengolahan.

Kehilangan tekanan bangunan (saluran terbuka dan tertutup) tinggi terjunan yang

(62)

Perhitungan dapat dilakukan dengan cara :

- Menentukan tinggi muka air bangunan pengolahan yang paling akhir.

- Tambahkan kehilangan tekanan antara clear well dengan bagunan sebelumnya

pada ketinggian muka air di clear well.

- Didapat tinggi muka air bangunan sebelum clear well demikian seterusnya

sampai bangunan yang pertama sesudah intake.

- Jika tinggi muka air bangunan sesudah intake ini lebih tinggi dari tinggi muka

(63)

BAB III

DATA PERENCANAAN

3.1. Data Karakteristik Limbah

Sumber air buangan dari industri minyak kelapa sawit ini mempunyai debit (Q) = 12000 m³/ hari. Sedangkan data kualitas air buangan yang dikeluarkan oleh industri tercantum pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Parameter air buangan Industri Minyak Kelapa Sawit yang harus diolah :

No. Parameter Kadar ( mg / liter )

1 BOD 21200

2 COD 31000

3 TSS 30000

4 Minyak dan Lemak 2000

5 Ph 4

6 NH3-N 41

Sumber : Ditjen PPHP, Departement Pertanian (2006)

3.2. Standar t Baku Mutu

(64)

Tabel 3.2. Baku Mutu Limbah Cair

No. Parameter Kadar ( mg / liter )

1 BOD 100

2 COD 350

3 TSS 250

4 Minyak dan Lemak 25

5 pH 6-9

6 NH3-N 50

Sumber : SK Gubernur Kalimantan Timur no.26 tahun 2002

3.3. Diagram Alir Pengolahan Limbah

(65)

Bak Penampung

Flotasi

Badan Air Activated sludge I Bahan Penetral

Screen

Bak Pengendap II

Sludge Driying Bed

Recycle

Bak Pengendap I Netralisasi

(66)

1) Saluran pembawa

Sebagai saluran penghubung antara unit pengolahan yang satu dengan unit pengolahan yang lainnya. Misalnya saluran pembawa dari screen menuju bak penampung.

2) Screening

Screening biasanya terdiri dari pararel bars, roads atau urines, grating. Wire mesh atau perforated plate yang umumnya memiliki bukan berbentuk bulat atau persegi empat. Screen yang terbuat dari pararel bars atau roads disebut track. Istilah screen lebih sering digunakan jenis wire doth atau perforated plates. Screen berfungsi untuk menyaring benda-benda padat dan kasar yang dapat menimbulkan kerusakan dan gangguan pada saluran pembawa serta untuk melindungi pompa, value, dan peralatan lainnya.

3) Flotasi

Sebuah unit operasi yang digunakan untuk menghilangkan padatan tersuspensi, minyak/lemak dan untuk memisahkan konsentrasi lumpur yang terdapat didalam air limbah.

4) Netralisasi

(67)

5) Bak Pengendap I

Sebagai unit pemisah padatan tersuspensi dan terlarut dari cairan dengan sistem gravitasi dengan syarat kecepatan horisontal partikel tidak boleh lebih besar dari kecepatan pengendapan.

6) Activated Sludge

Untuk menurunkan beban organik yang terdapat dalam air buangan dengan cara mengubah buangan organik menjadi bentuk anorganik yang lebih stabil melalui metabolisme oleh mikroorganisme menjadi CO2 dan H2O.

7) Bak Pengendap II

Untuk menyempurnakan pemisahan padatan tersuspensi dalam limbah yang telah diolah pada activated sludge.

8) Sludge Drying Bed

(68)

BAB IV

NERACA MASSA dan SPESIFIKASI BANGUNAN

4.1. Nera ca Massa

4.1.1. Ka rakter istik Limba h Industr i Minyak Kelapa Sawit

Debit ( Q ) = 12000 m3/hr

BOD = 21200 mg/l

COD = 31000 mg/l

TSS = 30000 mg/l

Minyak dan Lemak = 2000 mg/l

pH = 4

NH3N = 41

4.1.2. Sta ndar Baku Mutu Ind ustr i Minyak Kelapa Sawit

BOD5 = 100 mg/l

COD = 350 mg/l

TSS = 250 mg/l

Minyak dan Lemak = 25 mg/l

pH = 6 – 9

(69)

4.1.3. Nera ca Massa per Banguna n

1. Scr een

No Parameter Input (mg/l)

Removal Output Baku

Mutu

1 BOD 21000 - 21000 100

2 COD 31000 - 31000 350

3 TSS 30000 - 30000 250

4 Minyak dan Lemak 2000 - 2000 25

5 pH 4 - 4 6-9

6 NH3N 41 - 41 50

2. Bak Penampung

SCREEN

S. Pembawa Bak Penampung

BAK PENAMPUNG Screen

(70)
(71)

4. Netr alisasi

Penetralan : pH 6-9 = asumsi 7

Td ( waktu detensi ) = 20 – 60 detik

( Sumber :Reynold, hal 161 )

No Parameter

Input (mg/l)

Removal Output Baku

Mutu

1 BOD 21000 - 21000 100

2 COD 31000 - 31000 350

3 TSS 18000 - 18000 250

4 Minyak dan Lemak 25 - 25 25

5 pH 4 7 6-9

6 NH3N 41 - 41 50

5. Bak Pengendap I

% Removal : BOD = 25 – 40 % => Asumsi 30 %

TSS = 50 – 70 % => Asumsi 50 %

Td ( waktu detensi ) = 1,5 -2,5 hari

( Sumber : Metcalf Eddy, Hal 396 )

NETRALISASI

(72)

No Parameter

( Sumber : Vincent Cavaseno, Industrial Wastewater and solid Waste Engineering. hal 15)

(73)

No Parameter

( Sumber : WWTP, Planning design and operation, syed Qasim hal 52 )

Td ( waktu detensi )= 1,5 – 3,5 jam

(74)
(75)

4.2.2 Scr een

- Debit ( Q ) = 12000 m3/hari = 0,14 m3/dtk

- Menggunakan Bar screen

- Faktor kisi ( β ) = 1,79

- Jarak antar kisi ( b ) = 0,05 m

- Tebal kisi ( w ) = 30 mm

- Slope (α) = 45 0

- Jumlah kisi ( n ) = 9 buah

- Lebar saluran ( Ws ) = 0,8 m

4.2.3 Bak Penampung

- Q = 12000 m3/hari = 0,14 m3/dt

- Jumlah Bak (n) = 2

- Berbentuk Rectangular

- Waktu tinggal (td) = 100 menit = 6000 detik

- Panjang bak (l) = 12 m

- Lebar bak (l) = 12 m

- Tinggi bak (h) = 3,5 m

4.2.4 Flotasi

(76)

- Waktu detensi (td) = 20 menit = 1200 dt

- Bangunan Flotasi jenis DAF HS-175

- Menggunakan 4 bangunan flotasi

- Surface Area : 95 Sq.Ft

- Overflow Rate : 2 GPM/Ft2

- Diameter Influent : 6 In

- Diameter effluent : 8 In

- Panjang : 17’ 9” Ft/In

- Lebar : 8’ 0” Ft/In

- Tinggi : 8’ 3” Ft/In

4.2.5 Netr alisasi

- Debit ( Q ) = 12000 m3/hari = 0,14 m3/dtk

- Waktu detensi (td) = 30 detik

- Menggunakan 4 bak netralisasi

- Bak netralisasi berbentuk tabung

Dimensi bak injeksi

- Bak injeksi berbentuk tangki

- Diameter (D) = 0,76 m

- Kedalaman Tangki = 1,5 m

(77)

- Diameter impeller = 0,26 m

- Jarak Impeler dari dasar = 0,13 m

Dimensi bak netralisasi

- Diameter bak = 1,4 m

- Kedalaman bak = 2,32 m

- Lebar baffle = 0,14 m

- Jenis impeller : propeller, pitch of 1,3 blades

- Diameter Impeller = 1,65 m

- Ø pipa inlet = Ø pipa outlet = 0,4 m

- Dossing pump

(Dapat dilihat pada halaman 4, tabel pompa Grundfos – dosing pump)

Maka di gunakan :

a. Dosing pump tipe DM2– 23

b. Dengan tekanan max = 10 bar

c. Stroke length setting = 8

d. Diaphragm diameter = 52 mm

(Data umum yang lainnya dapat dilihat pada halaman 15, tabel pompa

(78)

4.2.6 Bak Pengenda p I (BP1)

Zona settling

- Waktu detensi (td) = 1,5 jam = 5.400 detik

- Menggunakan 2 bak pengendap I

- Berbentuk rectangular

- Q tiap bak = 0,07 m3/dtk

- Panjang ( p ) = 6 m

- Lebar ( l ) = 3 m

- Kedalaman ( h ) = 3 m

Zona inlet

- Bentuk saluran terbuka

- Lebar saluran ( B ) = 1 m

- Kedalaman saluran ( h ) = 0,5 m

Zona outlet

Gutter

- Lebar gutter ( b ) = 3 m

- Tinggi air diatas gutter = 0,03 m

(79)

4.2.7 Activated Sludge

- Debit ( Q ) = 12000 m3/hari = 0,14 m3/dtk

- Waktu detensi (td) = 2 hari = 48 jam

- Menggunakan 1 bak aerasi

- Activated sludge tipe Extended aeration, BiolacTM process

- Kedalaman bak ( h ) = 5 m

- Lebar ( b ) = 17,4 m

- Panjang ( p ) = 26 m

- keb udara untuk meremoval BOD = 463,6 m3/jam

- jumlah aerator = 2 unit

4.2.8 Bak Pengenda p II (Cla r ifier )

- Debit ( Q ) = 12000 m3/hari = 0,14 m3/dtk

- Waktu detensi ( td ) = 3,5 Jam

Zona settling

- Ø bak = 11,5 m

- Kedalaman ( h ) = 4 m

- Ø inlet wall = 1,15 m

Zona inlet

(80)

Zona sludge

- Berbentuk Kerucut

- Ø permukaan atas = 11,5 m

- Ø permukaan bawah = 6 m

- Kedalaman (h) = 0,27 m

- Ø pipa outlet lumpur = 0,65 m

Zona outlet

- Jumlah V notch = 722 buah

- Kedalaman V notch = 0,015 m

(81)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Pengolahan limbah Industri Minyak Kelapa Sawit dapat menggunakan beberapa macam bangunan pengolahan diantaranya Flotasi, Netralisasi, Sedimentasi dan Activated Sludge,

2. Dari diagram alir bangunan yang dibuat, beberapa parameter dalam limbah

Industri Minyak Kelapa Sawit dapat diturunkan hingga memenuhi standart baku mutu yang ada.

5.2 Sar an

1. Dalam perencanaan bangunan pengolahan air buangan seharusnya

memperhatikan Karakteristik air limbah dan besar Debit air yang akan diolah sehingga bangunan yang akan dibuat mampu menurunkan pencemar secara optimal.

2. Luas Area yang tersedia untuk IPAL juga harus diperhatikan sehingga luas lahan mencukupi untuk pembangunan IPAL yang sudah direncanakan. 3. Selain itu analisa Ekonomi juga perlu diperhatikan agar bisa

(82)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2002. Keputusan Gubernur Kalimantan Timur no.26 tentang ”baku

mutu limbah cair bagi industri/ kegiatan usaha lainnya di Kalimantan

Timur”

Archeivala, S.J . 2000. “Wastewater Treatment for Pollution Control”. 2th Edition. McGraw-Hill, Inc. New York.

Cavaseno, V. 1987. “Industrial Wastewater and Solid Waste Engineering”. McGraw-Hill, New York.

Eckenfelder, W Wesley, J r. 2000. “Industrial Water pollution Control”. Third Edition. Mc Graw-Hill, Inc. New york.

Metcalf and Eddy 2004. “Waste Water Engineering Treament Disposal

Reuse”. Fourth Edition. McGraw-Hill, Inc. New York, St Fransisco,Auckland.

Morimura, T. and Noerbambang, S.M. 2005. “Perancangan dan Pemeliharaan

Sistem Plambing”. Cetakan ke-9. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Qasim, S.R. 1985. “Waste Water Treatment Plant Planning, Design and

Operation”. Holt Rinchart and Winston.

Reynolds, T.D and Richards. 1996. “Unit Operation and Processes in

Environmental Engineering”. Second Edition. PWS Publising

Gambar

Tabel 2.1 Pembagian Screen
Tabel 2.3. Macam – Macam Karakteristik Pompa
Gambar 2.3 Dispersed air flotation unit
Gambar 2.6. Bak Pengendap Rektanguler
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam kajian ini, tiga jenis bahan sisa buangan industri minyak kelapa sawit iaitu sabut, tempurung dan decanter cake akan melalui beberapa analisis termal-fizikal bagi

Penggunaan sistem ini bertujuan untuk menanggulangi masalah limbah cair padaunit pengolahan limbah cair, pengolahan limbah cair buangan pabrik kelapa sawityang

Pengolahan air limbah industri minyak kelapa sawit ini tidak hanya menghasilkan produk berupa gas metan, tetapi juga air yang dapat digunakan sebagai air dan lumpur yang nantinya

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui produksi biogas yang dalam peralatan modifikasi digester secara fed batch dari pengolahan air limbah industri minyak kelapa

Salah satu cara pengolahan limbah cair pabrik minyak kelapa sawit yang lebih ramah lingkungan adalah pengolahan anaerobik dalam tangki bioreaktor tertutup.. Pengolahan

Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) atau palm oil mill effluent (POME) merupakan salah satu jenis limbah organik agroindustri berupa air, minyak dan padatan organik

Proses pengolahan pabrik kelapa sawit menghasilkan limbah cair minyak.. kelapa sawit yang mengandung bahan organik yang tinggi, sehinggga

Tujuan dari tugas perencanaan ini adalah mahasiswa dapat merancang bangunan pengolahan air limbah Industri Tepung Ikan sesuai dengan karakteristik yang ditentukan, agar