HUBUNGAN ANTARA STATUS INDEKS MASSA TUBUH (IMT) SELAMA HAMIL DENGAN KEJADIAN PREEKLAMPSIA
DI RSUD KARANGANYAR
VIA SABIELA R1115089
PROGRAM STUDI D IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
HUBUNGAN ANTARA STATUS INDEKS MASSA TUBUH (IMT) SELAMA HAMIL DENGAN KEJADIAN PREEKLAMPSIA
DI RSUD KARANGANYAR
Correlation between Status of Body Mass Index (BMI) with Genesis Preeclampsia in RSUD Karanganyar
Via Sabiela*), Asih Anggraeni*), Ika Sumiyarsi S*) *) Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
ABSTRAK
Latar Belakang: Preeklampsia adalah sindrom yang ditandai dengan hipertensi dan proteinuria yang baru muncul di trimester dua kehamilan. Salah satu faktor yang mempredisposisi terjadinya preeklampsia yaitu IMT. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara status IMT selama hamil dengan kejadian preeklampsia di RSUD Karanganyar.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain analitik observasional dengan pendekatan case control. Teknik sampling menggunakan quota sampling. Besar sampel dalam penelitian adalah 30 ibu hamil yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok kasus 15 orang dan untuk kelompok kontrol 15 orang. Cara pengumpulan data menggunakan lembar angket dan wawancara. Analisis data menggunakan uji statistik Fisher dengan program SPSS 17.0 for Windows.
Hasil: Didapatkan hasil bahwa 9 dari 11 responden yang memiliki status IMT lebih mengalami preeeklampsia, sedangkan 10 dari 15 responden yang memiliki status IMT normal tidak mengalami preeklampsia. Hasil uji Fisher diperoleh nilai
signifikansi (ρ) sebesar 0,028 (ρ < 0,05) yang artinya ada hubungan antara status
IMT dengan kejadian preeklampsia.
Simpulan: Semakin tinggi status IMT ibu hamil semakin berisiko untuk mengalami preeklampsia.
HUBUNGAN ANTARA STATUS INDEKS MASSA TUBUH (IMT) SELAMA HAMIL DENGAN KEJADIAN PREEKLAMPSIA
DI RSUD KARANGANYAR
Correlation between Status of Body Mass Index (BMI) with Genesis Preeclampsia in RSUD Karanganyar
Via Sabiela*), Asih Anggraeni*), Ika Sumiyarsi S*) *) Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
ABSTRACT
Background: Preeclampsia is a syndrome characterized by hypertension and proteinuria emerging in two trimesters of pregnancy. One of the factors that predispose to preeclampsia is IMT. The purpose of this study to determine the relationship between BMI status during pregnancy with preeclampsia in RSUD Karanganyar.
Methods: This study used observational analytic design with case control approach. Mechanical sampling used quota sampling. The sample size in the study was 30 pregnant women were divided into two groups. The number of case grup was 15 pregnant women and the number of control group was 15 pregnant women. The data collection used questionnaires and interviews. Analysis of data used statistical test of Fisher with SPSS 17.0 for Windows.
Results: There were results that 9 of 11 respondents who had a over BMI status occured preeeklampsia, while 10 of the 15 respondents who had a normal BMI status did not occured preeclampsia. The result of Fisher's exact test significance
value (ρ) of 0.028 (ρ <0.05), which means there was a correlation between BMI
status with preeclampsia..
Conclusion: The higher of BMI status of pregnant women are increased risk to be preeclampsia..
Angka Kematian Ibu (AKI) Provinsi
Jawa Tengah (Jateng) tahun 2014 berdasarkan
laporan dari kabupaten/kota sebesar
118,62/100.000 kelahiran hidup yang
disebabkan oleh hipertensi (28,10%) yang
telah menggeser perdarahan (22,93%) sebagai
penyebab utama kematian ibu (Dinkes Jateng,
2014). Selama berabad-abad, tekanan darah
tinggi atau hipertensi selama kehamilan telah
menjadi salah satu penyebab utama kematian
perinatal (kematian ibu, janin atau bayi baru
lahir). Preeklampsia (atau toxemia, menurut
sejarah) merupakan penyakit hipertensi yang
hanya muncul dalam kehamilan (Fitri, 2007).
Menurut Robson (2012), preeklampsia
adalah sindrom yang ditandai dengan
hipertensi dan proteinuria yang baru muncul
di trimester dua kehamilan yang selalu pulih
di periode postnatal. Keadaan eklampsia yang
tidak ditangani dengan tepat dapat
menimbulkan komplikasi seperti,
berkurangnya aliran darah menuju plasenta,
solusio plasenta, sindrom Hemolisis Elevated
Liver Enzyme Low Platelets (HELLP) dan
eklampsia yang tentunya dapat mengancam
keselamatan baik bagi ibu maupun janin
(Sungkar, 2013).
Terdapat banyak faktor risiko yang
mempredisposisi terjadinya preeklampsia
salah satunya yaitu Indeks Massa Tubuh
(IMT). Risiko untuk mengalami preeklampsia
akan meningkat 2,5 kali lipat bila ibu hamil
tersebut mengalami peningkatan IMT
sebelum kehamilan dan akan meningkat 1,5
kali lipat bila peningkatan IMT saat
pemeriksaan antenatal (Robson, 2012).
Kegemukan disamping dapat
menyebabkan kolesterol tinggi dalam darah
juga dapat menyebabkan kerja jantung lebih
berat, sehingga jumlah darah yang berada di
dalam badan hanya sekitar 15% dari berat
badan, semakin gemuk seseorang makin
banyak pula jumlah darah yang berada di
dalam tubuhnya, yang berarti semakin berat
kerja jantung dalam memompa. Hal ini dapat
menambah terjadinya preeklampsia
(Suhardiyanto, 2012).
Menurut data yang diperoleh dari rekam
medik RSUD Karanganyar (2015), angka
kejadian persalinan dengan penyulit
preeklampsia sebanyak 124 kasus (23%) dari
537 kasus persalinan di ruang bersalin RSUD
Karanganyar. Hasil studi pendahuluan lebih
lanjut didapatkan bahwa 15 dari 35 ibu
bersalin yang mengalami preeklampsia
memiliki berat badan lebih dari 70 kilogram,
sedangkan 20 diantaranya memiliki berat
badan kurang dari 70 kilogram.
Berdasarkan uraian di atas, maka
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
Kejadian Preeklampsia di RSUD Karanganyar”.
Penelitian ini bersifat analitik
observasional. Pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan case
control. Efek (preeklampsia) diidentifikasi
pada saat ini, kemudian faktor risiko (status
IMT) diidentifikasi selama masa kehamilan.
Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh ibu hamil trimester III di RSUD
Karanganyar pada Maret 2016 s.d April 2016.
Penelitian ini menggunakan rumus Rule of
Thumb minimal jumlah sampel yaitu 30
sampel, dengan 15 responden kasus yaitu ibu
hamil preeklampsia dan 15 responden kontrol
yaitu ibu hamil normal. Teknik sampling yang
digunakan adalah nonprobability sampling
dengan teknik quota sampling. Kriteria
inklusinya adalah ibu hamil trimester III yang
mengalami preeklampsia di RSUD
Karanganyar pada Maret 2016 s.d April 2016,
ibu hamil normal trimester III, bersedia
menjadi responden, bisa mobilisasi dan
kooperatif. Kriteria eksklusinya adalah ibu
hamil yang mengalami eklampsia,
kegawatdaruratan obstetri dan non obstetri
serta gangguan jiwa.
Pengambilan data dimulai dengan
wawancara langsung kepada responden, hal
yang dikaji meliputi identitas responden dan
data tentang kehamilan responden, mengukur
status IMT responden dengan mengukur
tinggi badan responden dengan menggunakan
microtoise dan menimbang berat badan
responden terlebih dahulu. Mengukur tekanan
darah responden dengan menggunakan tensi
meter dan mencatat hasil laboratorium berupa
protein urin responden. Peneliti dibantu
dengan enumerator. Enumerator dalam
penelitian ini adalah mahasiswa kebidanan
yang telah disamakan persepsinya untuk
proses pengambilan data.
Instrumen yang dipergunakan dalam
penelitian ini adalah angket, microtoise,
timbangan dan rekam medik responden.
Analisis data berupa analisis univariat
dan bivariat. Analisis univariat untuk
mendapatkan gambaran distribusi frekuensi
dan proporsi responden, hasilnya disajikan
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan
narasi. Analisis bivariat dilakukan terhadap
dua variabel yang diteliti yaitu status IMT
selama hamil dengan kejadian preeklampsia.
Uji statistik yang digunakan adalah uji
Fisher dengan derajat kepercayaan 95%
dibantu dengan menggunakan program
komputer Statistical Product and Service
A. Analisis Univariat
Tabel 1. Data IMT Ibu Selama Hamil Pada Kelompok Kasus
Status
IMT Frekuensi
Persentase (%)
Kurang 1 3,3
Normal 5 16,7
Lebih 9 30
Jumlah 15 100
Sumber: Data Primer, 2016
Berdasarkan tabel di atas dapat
diketahui bahwa pada kelompok kasus
terdapat 9 responden (30%) memiliki
status IMT lebih, 5 responden (16,7%)
memiliki status IMT normal dan 1
responden (3,3%) yang memiliki status
IMT kurang.
Tabel 2. Data IMT Ibu Selama Hamil Pada Kelompok Kontrol
Status IMT Frekuensi Persentase (%)
Kurang 3 10
Normal 10 33,3
Lebih 2 6,7
Jumlah 15 100
Sumber: Data Primer, 2016
Berdasarkan tabel di atas dapat
diketahui bahwa pada kelompok kontrol
terdapat 2 responden (6,7%) memiliki
status IMT lebih, 10 responden (33,3%)
memiliki status IMT normal dan 3
responden (10%) yang memiliki status
IMT kurang.
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Kejadian Preeklampsia Di RSUD Karanganyar Periode Bulan Maret-April 2016
Jenis Data Kejadian Preeklampsia Jumlah
Ya Tidak
Usia
< 20 tahun 1 (3,3%) 0 (0%) 1 (3,3%)
20-35 tahun 9 (30%) 11(36,7%) 20 (66,7%)
> 35 tahun 5 (16,7%) 4 (13,3%) 9 (30%)
Jumlah 15 (50%) 15 (50%) 30 (100%)
Paritas
Primigravida 8 (26,7%) 5 (16,7%) 13 (43,4%)
Multigravida 6 (20%) 9 (30%) 15 (50%)
Grande Multigravida
1 (3,3%) 1 (3,3%) 2 (6,6%)
Jumlah 15 (50%) 15 (50%) 30 (100%)
Sumber: Data Primer, 2016
Berdasarkan tabel di atas, semua
responden yang dikelompokkan berdasarkan
umur didapatkan hasil bahwa semua
responden yang berumur < 20 tahun
mengalami preeklampsia sebanyak 1
responden (3,3%), pada umur 20-35 tahun
sebanyak 9 responden (30%) mengalami
preeklampsia, pada umur > 35 tahun yang
mengalami preeklampsia 5 responden
(16,7%).
Pada tingkat paritas, responden
primigravida sebanyak 8 responden (26,7%)
mengalami preeklampsia. Pada multigravida
sebanyak 6 responden (20%) mengalami
preeklampsia dan 9 responden (30%) tidak
preeklampsia sedangkan pada paritas grande
multigravida 1 responden (3,3%) mengalami
[image:6.595.95.562.105.705.2]B. Analisis Bivariat
Tabel 4. Tabel Silang Hubungan Status Indeks Massa Tubuh (IMT) Selama Hamil dengan Kejadian Preeklampsia di RSUD Karanganyar
No. Status
IMT
Kejadian Preeklampsia
Jumlah
Ya Tidak
1. Kurang 1 (3.3%) 3 (10%) 4 (13,3%)
2. Normal 5 (16,7%) 10 (33,3%) 15 (50%)
3. Lebih 9 (30%) 2 (6,7%) 11 (36,7%)
Jumlah 15 (50%) 15 (50%) 30 (100%)
Sumber : Data Primer, 2016
Berdasarkan tabel di atas
menunjukkan bahwa responden yang
memiliki status IMT kurang yaitu 4
responden (13,3%), 1 responden
diantaranya (3,3%) mengalami
preeklampsia. Sebagian responden yaitu 15
responden (50%) memiliki status IMT
normal, 5 diantaranya (16,7%) mengalami
preeklampsia. Responden yang memiliki
status IMT lebih berjumlah 11 responden
(36,7%), 9 diantaranya (30%) mengalami
preeklampsia.
Perhitungan uji statistik Fisher,
menghasilkan nilai p = 0.028 (p<0.05)
membuktikan bahwa terdapat hubungan
yang bermakna antara status IMT selama
hamil dengan kejadian preeklampsia.
A. Analisis Univariat 1. Status IMT
Berdasarkan tabel 1 dapat
diketahui bahwa pada kelompok
kasus, terdapat 9 responden (30%)
memiliki status IMT lebih, sedangkan
pada kelompok kontrol 10 responden
(33,3%) memiliki status IMT normal.
IMT merupakan alat atau cara
yang sederhana untuk memantau
status gizi (Depkes,2011). Tingkat
pendidikan seseorang mempengaruhi
tingkat pengetahuan. Dilihat dari
pendidikan terakhir responden, 16
responden (53,3%) berpendidikan
dasar, 11 responden (36,7%)
berpendidikan menengah dan 3
responden (10%) berpendidikan
tinggi.
Menurut Rukmana (2013),
semakin tinggi tingkat pendidikan ibu
semakin tinggi pula tingkat
pengetahuannya. Pengetahuan ibu
hamil yang baik tentang faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan janin diharapkan status
[image:7.595.69.549.110.688.2] [image:7.595.81.546.147.707.2]Pendidikan juga dapat mempengaruhi
seseorang termasuk juga perilaku seseorang
akan pola hidup terutama dalam memotivasi
untuk sikap berperan serta dalam
pembangunan. Pada umumnya makin tinggi
pendidikan seseorang makin mudah
menerima informasi (Dewi dan Wawan
2010). Hal ini terbukti dari 3 responden yang
berpendidikan tinggi semuanya berstatus IMT
normal dan dari 15 responden yang berstatus
gizi kurang dan lebih terdapat setengah
(53,3%) berasal dari responden berpendidikan
dasar.
2. Kejadian Preeklampsia
Berdasarkan tabel 3 “Distribusi
Frekuensi Kejadian Preeklampsia Di RSUD
Karanganyar Periode Bulan Maret-April
2016” terdapat 15 responden (50%) yang
mengalami preeklampsia dan 15 responden
(50%) yang tidak mengalami preeklampsia.
Hasil data penelitian yang telah diperoleh
menunjukkan bahwa kejadian preeklampsia
lebih sering dialami oleh kelompok kasus
responden dengan status paritas primigravida
(26,7%) dibandingkan dengan responden
kelompok kontrol. Hal tersebut sesuai dengan
teori dari Saifuddin (2009) bahwa faktor
risiko terjadinya preeklampsia-eklampsia
diantaranya primigravida-primipaternitas.
Pada primigravida/primipara terjadi
gangguan imunologik (blocking antibodies)
dimana produksi antibodi penghambat
berkurang. Hal ini dapat menghambat invasi
arteri spiralis ibu oleh trofoblas sampai batas
tertentu hingga mengganggu fungsi plasenta.
Ketika kehamilan berlanjut, hipoksia plasenta
menginduksi proliferasi sitotrofoblas dan
penebalan membran basalis trofoblas yang
mungkin menggangu fungsi metabolik
plasenta. Sekresi vasodilator prostasiklin
oleh sel-sel endotelial plasenta berkurang dan
sekresi tromboksan oleh trombosit bertambah,
sehingga timbul vasokonstriksi generalisata
dan sekresi aldosteron menurun. Akibat
perubahan ini terjadilah pengurangan perfusi
plasenta sebanyak 50 persen, hipertensi ibu,
penurunan volume plasma ibu, jika
vasospasme menetap, mungkin akan terjadi
cedera sel epitel trofoblas, dan
fragmen-fragmen trofoblas dibawa ke paru-paru dan
mengalami destruksi sehingga melepaskan
tromboplastin. Selanjutnya tromboplastin
menyebabkan koagulasi intravaskular dan
deposit fibrin di dalam glomeruli ginjal
(endoteliosis glomerular) yang menurunkan
laju filtrasi glomerulus dan secara tidak
langsung meningkatkan vasokonstriksi. Pada
kasus berat dan lanjut, deposit fibrin ini
terdapat di dalam pembuluh darah sistem saraf
pusat, sehingga menyebabkan konvulsi
[image:8.595.78.543.126.756.2]Sesuai dengan hasil penelitian Hidayati
dan Kurniawati (2012) bahwa pada responden
dengan paritas primipara memiliki
kecenderungan dengan kejadian preeklampsia
yang lebih besar dibandingkan dengan paritas
multipara dan grande multipara karena terjadi
perubahan hormonal dan ada perubahan
uterus karena ibu baru hamil untuk pertama
kalinya.
Hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa pada kelompok kasus preeklampsia
lebih sering terjadi pada usia < 20 tahun
sebanyak 1 responden dan pada usia > 35
tahun sebanyak 5 responden bila
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal
ini sesuai dengan hasil penelitian Puspitasari
(2015) mengatakan bahwa pada usia lebih dari
35 tahun terjadi penurunan fungsi organ
reproduksi sehingga tidak dapat bekerja
secara maksimal. Dimana usia tua juga
berhubungan dengan teori iskemia implantasi
plasenta, bahwa trofoblas diserap ke dalam
sirkulasi yang memicu peningkatan sensivitas
terhadap angiotensin II, renin aldosteron
sehingga terjadi spasme pembuluh darah serta
tahanan terhadap garam dan air yang
mengakibatkan hipertensi, bahkan edema.
Sedangkan usia kurang dari 20 tahun masih
merupakan masa pertumbuhan dan
perkembangan, juga harus berbagi dengan
janin yang sedang dikandung sehingga
berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan
gizi selama kehamilan.
B. Analisis Bivariat
Hubungan antara Status IMT Selama Hamil dengan Kejadian Preeklampsia
Berdasarkan hasil dari uji analisis
terbukti bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara status IMT selama hamil
dengan kejadian preeklampsia. Pada
kehamilan preeklampsia, invasi arteri
uterina ke dalam plasenta dangkal, aliran
darah berkurang, menyebabkan iskemi
plasenta pada awal trimester kedua. Hal
ini mencetuskan pelepasan faktor-faktor
plasenta yang menyebabkan terjadinya
kelainan multisistem pada ibu. (Myrtha,
2015). Kelainan tersebut dapat
menyebabkan menurunnya aliran darah
ke plasenta yang dapat mengakibatkan
gangguan fungsi plasenta, pertumbuhan
janin terganggu, gawat janin dan partus
prematurus (Puspitasari, 2009).
Preeklampsia dapat dipengaruhi
oleh status gizi, yang mana status gizi
tersebut dapat memberikan pengaruh baik
pada ibu dan janin yang dikandung.
Pada penelitian ini didapatkan
hasil bahwa 30% responden yang
mengalami preeklampsia (9 responden)
berasal dari status IMT berlebih, hal ini
yang dilakukan oleh Quedarusman (2012)
bahwa pada kelompok IMT overweight
berisiko 4 kali lebih besar untuk menderita
preeklampsia dibandingkan kelompok IMT
normal, sedangkan kelompok IMT obesitas
berisiko 5 kali lebih besar untuk menderita
preeklampsia dibandingkan kelompok IMT
normal. Kelompok dengan peningkatan berat
badan tinggi berisiko hampir tiga kali lebih
besar untuk menderita preeklampsia
dibandingkan wanita dengan peningkatan
berat badan saat hamil normal.
Tingginya nilai IMT berkaitan dengan
dyslipidemia, yang akan meningkatkan
trigliserid serum/plasma, LDL (Low Density
Lipoprotein) dan penurunan VLDL (Very Low
Density Lipoprotein) yang menyebabkan
ketidakseimbangan antara jumlah kalori yang
dikonsumsi dengan kebutuhan tubuh. Jika
makanan yang dimakan memberikan kalori
lebih dari kebutuhan tubuh, maka kalori
tersebut akan ditukar atau disimpan sebagai
lemak (Syarif, 2014).
Hal tersebut seperti yang diungkapkan
Myrtha (2015) bahwa wanita preeklampsia
mempunyai kadar lipid, insulin saat puasa,
dan faktor koagulasi dalam sirkulasi yang
lebih tinggi yang mengakibatkan invasi arteri
uterina ke dalam plasenta dangkal, aliran
darah berkurang, menyebabkan iskemi
plasenta pada awal trimester kedua yang
didahului dengan gangguan perfusi plasenta.
Keadaan ini akan menginduksi oxidative
stress dan menimbulkan disfungsi sistem
endotel yang merupakan konsep dasar
penyebab hipertensi dalam kehamilan
(Puspitasari, 2015).
Dalam penelitian ini, terdapat 5 dari 15
responden (16,7%) yang berstatus IMT
normal dan 1 responden berstatus IMT kurang
namun mengalami preeklampsia. Dilihat dari
karakteristik responden yang berstatus IMT
normal ternyata memiliki status paritas
primigravida dimana primigravida merupakan
salah satu faktor risiko terjadinya
preekalmpsia yang lainnya, seperti yang
diungkapkan oleh Saifuddin (2009) bahwa
faktor risiko terjadinya
preeklampsia-eklampsia yaitu primigravida,
primipaternitas, hiperplasentosis, umur yang
ekstrim, riwayat keluarga pernah
preeklampsia/eklampsia, penyakit-penyakit
ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum
hamil dan obesitas.
Selain itu terdapat pula 2 responden
yang berstatus IMT lebih (6,7%) namun tidak
mengalami preeklampsia, hal tersebut
dikarenakan salah status paritas dari
responden tersebut merupakan multigravida.
Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga)
merupakan paritas berisiko terjadinya
berisiko terjadinya preeklampsia. (Pratiwi,
2015).
Keterbatasan penelitian ini adalah
penelitian melibatkan subyek penelitian
dalam jumlah minimal, yakni sebanyak 30
orang. Hal tersebut karena jumlah ibu yang
mengalami preeklampsia tidak dapat
diprediksi. Selain itu faktor predisposisi
terjadinya preeklampsia lainnya tidak
semuanya dibahas oleh peneliti dikarenakan
banyak aspek dan keterbatasan dari peneliti
sendiri.
A. Simpulan
1. Pada kelompok kasus sebagian
responden yaitu sebanyak 9
responden (60%) termasuk kategori
status IMT lebih, sedangkan pada
kelompok kontrol lebih dari setengah
responden yaitu sebanyak 10
responden (66,7%) termasuk
kategori status IMT normal.
2. Kejadian preeklampsia lebih sering
dialami oleh kelompok kasus
responden berumur < 20 tahun dan
umur > 35 tahun yaitu sebanyak 6
responden, dan lebih sering dialami
oleh responden dengan status paritas
primigravida (61,5%) dibandingkan
dengan responden kelompok kontrol.
3. Terdapat hubungan yang bermakna
antara status IMT selama hamil
dengan kejadian preeklampsia dengan
nilai Exact sig. (p value) sebesar
0,028.
B. Saran
1. Bagi Tenaga Kesehatan
Melakukan upaya lebih dalam
penatalaksanaan pengawasan
kehamilan dan berperan aktif dalam
meningkatkan pengetahuan ibu hamil
tentang pola makan seimbang.
2. Bagi Ibu Hamil
Ibu hamil diharapkan dapat
mengatur pola makan seimbang dan
meningkatkan ilmu pengetahuan
mereka mengenai seputar
kehamilannya serta rutin
memeriksakan kehamilannya ke
tenaga kesehatan supaya kondisi
status gizi selama hamil dapat
terpantau dengan baik.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Untuk melakukan penelitian lebih
lanjut dengan jumlah sampel yang
lebih banyak dan dapat
mengembangkan faktor-faktor lain
penyebab preeklampsia, sehingga
didapatkan hasil yang lebih akurat
DAFTAR PUSTAKA
Depkes (2011). Pedoman praktis memantau status gizi orang dewasa.
gizi.depkes.go.id/wp- content/uploads/2011/10/ped-praktis-stat-gizi-dewasa.doc. Pdf - Diakses Desember 2015.
Dinkes (2014). Profil kesehatan Provinsi
Jawa Tengah 2014.
http://www.dinkesjatengprov.go.id/v2 015/dokumen/profil2014/Profil_2014. pdf. Pdf - Diakses Desember 2015.
Fitri A (2007). Panduan lengkap kesehatan wanita. Yogyakarta: Gala Ilmu Semesta, p: 217.
Hidayati, Kurniawati (2012). Hubungan umur dan paritas dengan kejadian preeklamsia pada ibu hamil di Puskesmas Bangetayu Kota Semarang. Skripsi.
Myrtha R (2015). Penatalaksanaan tekanan darah pada preeklampsia, 42 (4): 262-263.
Pratiwi I (2015). Hubungan paritas dengan
kejadian preeklampsia
pada ibu hamil di RSUD Wonosari. Skripsi.
Puspitasari AA (2009). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian preeklamsia pada ibu hamil. Skripsi.
Puspitasari DR, Setyabudi MT, Rohmani A (2015). Hubungan usia, graviditas dan indeks massa tubuh dengan kejadian hipertensi dalam kehamilan: JKM 2 (1): 30-32.
Quedarusman H, Wantania J, Kaeng J (2013). Hubungan indeks massa tubuh ibu dan peningkatan berat badan saat kehamilan dengan preeklampsia. Skripsi.
Rekam Medik RSUD Karanganyar (2015). AKI dan kejadian preeklampsia tahun 2015.
Robson (2012). Patologi pada kehamilan: Manajemen & Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC, pp: 32-33.
Rukmana (2013). Hubungan asupan gizi dan status gizi ibu hamil trimester III dengan berat badan lahir bayi di wilayah kerja Puskesmas Suruh. Skripsi.
Saifuddin (2009). Ilmu kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka, pp: 546-553.
Suhardiyanto B, Marta A. (2012). Tinjauan pengelolaan kasus kehamilan risiko tinggi yang melakukan antenatal di RS Hasan Sadikin. Skripsi.
Sungkar (2013). Preeklamsia (keracunan kehamilan). http://www.bayikoo.co.id/keha milan/kesehatankeselamatan/pre eklamsia-keracunan-pada-kehamilan.html - Diakses Desember 2015.
Wawan, A & Dewi M, (2010). Teori dan pengukuran pengetahuan, sikap dan perilaku manusia. Yogyakarta: Nuha Medika, pp: 16-18.