i
EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E TERHADAP MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR
KIMIA PESERTA DIDIK KELAS X SEMESTER 2 SMA NEGERI 1 GODEAN TAHUN AJARAN 2016/2017
TUGAS AKHIR SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian
Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh :
Wahyu Anggraini Pramusinta NIM 13303244031
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
iv
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Wahyu Anggraini Pramusinta
NIM : 13303244031
Program Studi : Pendidikan Kimia
Fakultas : MIPA
Judul TAS : Efektivitas Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 5E terhadap Motivasi dan Prestasi Belajar Kimia Peserta Didik Kelas X Semester 2 SMA Negeri 1 Godean Tahun
Ajaran 2016/2017
menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang
pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan
orang lain kecuali sebagai acuan kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya
ilmiah yang telah lazim.
Yogyakarta, Juni 2017 Penulis
v
MOTTO
“Ilmu merupakan perbendaharaan, kuncinya adalah bertanya, karena itu
bertanyalah kalian, semoga Allah melimpahkan rahmat kepada kalian.
Sehubungan dengan masalah ini ada empat orang yang diberi pahala, yaitu:
orang yang bertanya; orang yang mengajarkan ilmu; orang yang
mendengarkan ilmu; dan orang yang mencintai ketiganya.”
(HR: abu Naim melalui Ali k.w.)
“ Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
Segala puji bagi Allah AWT yang senantiasa telah melimpahkan rahmat-Nya sampai saat ini.
...berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah berjuang.
...dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghingganya....(QS.Ibrahim: 34)
Karya ini ku persembahkan untuk:
Kedua orangtuaku tercinta yang selalu memberikan semangat, doa, dan
bimbingan, semoga selalu dalam perlindungan Allah SWT.
Kakak-kakakku tersayang yang selalu mengingatkan Sinta, selalu ada
buat Sinta, selalu menguatkan dalam kondisi apapun.
Adikku Amana Salwa Najwa raih cita-cita setinggi langit ya dek.
Teman spesial yang selalu buat ketawa sampai lupa masalah, selalu ada,
sekaligus teman skripsi di rumah: Adnan Faruliansyah
Sahabat-sahabatku yang ceriwis, ngangenin ,paling heboh: Syifa,
Rahma, Safira, Arin, Tessa, Fitri, Dini, Fina, Aul, Nia, Anin, Silmi, Ayu
Murid-murid Sherly Study Club yang telah memberikan kesempatan
berbagi pengalaman dan ilmu. Sukses buat kalian
Teman sekaligus sahabat seperjuangan Pendidikan Kimia C 2013.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya,
Tugas Akhir Skripsi dalam rangka untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk
mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan dengan judul “Efektivitas Penerapan
Model Pembelajaran Learning Cycle 5E terhadap Motivasi dan Prestasi Belajar
Kimia Peserta Didik Kelas X SMA Negeri 1 Godean Tahun Ajaran 2016/2017”
dapat disusun sesuai harapan. Tugas Akhir Skripsi ini dapat diselesaikan tidak
lepas dari bantuan dan kerjasama dengan pihak lain. Berkenaan dengan hal
tersebut, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Dr. Hartono, M.Si, selaku Dekan FMIPA Universitas Negeri
Yogyakarta yang telah memberikan persetujuan pelaksanaan Tugas Akhir
Skripsi.
2. Bapak Jaslin Ikhsan, Ph.D selaku Ketua Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA
Universitas Negeri Yogyakarta atas persetujuannya dalam Tugas Akhir
Skripsi.
3. Bapak Sukisman Purtadi, M.Pd selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Kimia yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama proses penyusunan
pra proposal sampai dengan selesainya Tugas Akhir Skripsi.
4. Ibu C. Budimarwanti, M.Si selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir Skripsi
yang telah banyak memberikan bimbingan, dan dorongan selama penyusunan
viii
5. Ibu Dr. Das Salirawati, M.Si selaku penguji utama yang telah memberikan
kritik, saran, dan masukan dalam penyelesaian Tugas Akhir Skripsi.
6. Bapak Dr. Suyanta selaku penguji pendamping yang telah memberikan kritik,
saran, dan masukan dalam penyelesaian Tugas Akhir Skripsi.
7. Bapak Maryono S.Pd., M.Pd selaku kepala SMA N 1 Godean yang telah
memberikan ijin dan bantuan dalam pelaksanaan penelitian Tugas Akhir
Skripsi.
8. Para guru dan staf SMA N 1 Godean yang telah memberi bantuan
memperlancar pengambilan data selama proses penelitian Tugas Akhir
Skripsi.
9. Semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam penyelesaian Tugas Akhir Skripsi yang tidak dapat disebutkan
satu per satu.
Akhirnya, semoga segala bantuan yang telah diberikan semua pihak
menjadi amalan yang bermanfaat dan mendapatkan balasan dari Allah SWT dan
Tugas Akhir Skripsi ini menjadi informasi bermanfaat bagi pembaca atau pihak
lain yang membutuhkannya.
Yogyakarta, Juni 2017
Penulis
Wahyu Anggraini Pramusinta
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL... i
LEMBAR PERSETUJUAN... ii
LEMBAR PENGESAHAN... iii
SURAT PERNYATAAN... iv
HALAMAN MOTTO... v
HALAMAN PERSEMBAHAN... vi
KATA PENGANTAR... vii
DAFTAR ISI... ix
DAFTAR TABEL... xi
DAFTAR GAMBAR... xii
DAFTAR LAMPIRAN... xiii
ABSTRAK... xiv
ABSTRACT... xv
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Identifikasi Masalah... 6
C. Pembatasan Masalah... 6
D. Rumusan Masalah... 7
E. Tujuan Penelitian... 7
F. Manfaat Penelitian... 8
BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teoretik... 9
1. Pengertian Efektivitas... 9
2. Teori Belajar... 10
3. Teori Belajar Konstruktivistik... 12
4. Pengertian Model Pembelajaran... 15
5. Model Pembelajaran Learning Cycle 5E... 16
6. Model Pembelajaran Children Learning In Science... 21
x
8. Motivasi Belajar... 26
9. Prestasi Belajar Kimia... 28
10. Materi Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit... 31
B. Penelitian yang Relevan... 34
C. Kerangka Berfikir... 36
D. Hipotesis Penelitian... 37
BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian... 38
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian... 38
C. Populasi dan Sampel Penelitian... 40
1. Populasi Penelitian... 40
2. Sampel Penelitian... 40
3. Teknik Pengambilan Sampel... 40
D. Instrumen Penelitian dan Analisis Instrumen... 40
1. Instrumen Penelitian... 40
2. Analisis Instrumen... 43
E. Teknik Pengumpulan Data... 44
F. Teknik Analisis Data... 46
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian... 52
B. Penguji Persyaratan Analisis... 54
C. Pembahasan... 59
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 70
B. Saran... 70
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perbedaan Elektrolit Kuat, Elektrolit Lemah, dan Nonelektrolit.... 32
Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Angket Motivasi Belajar Peserta Didik…... 42
Tabel 3. Kisi-kisi Soal Prestasi Belajar...………... 42
Tabel 4. Tingkat Reliabilitas Soal Menggunakan Iteman Program... 44
Tabel 5. Ringkasan Data Motivasi Belajar Awal Peserta Didik... 52
Tabel 6. Ringkasan Data Motivasi Belajar Akhir Peserta Didik...…….. 53
Tabel 7. Ringkasan Data Pengetahuan Awal kimia………... 53
Tabel 8. Ringkasan Data Prestasi Belajar Kimia...……….. 54
Tabel 9. Ringkasan Hasil Uji Normalitas………... 55
Tabel 10. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas... 56
Tabel 11. Ringkasan Hasil Uji-t Beda Subjek……….... 57
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.1 RPP Kelas Eksperimen Pertemuan 1... 74
Lampiran 1.2 RPP Kelas Eksperimen Pertemuan 2 ... 86
Lampiran 1.3 RPP Kelas Eksperimen Pertemuan 3... 97
Lampiran 1.4 RPP Kelas Kontrol Pertemuan 1... 109
Lampiran 1.5 RPP Kelas Kontrol Pertemuan 2... 121
Lampiran 1.6 RPP Kelas Kontrol Pertemuan 3... 131
Lampiran 2 Angket Motivasi Belajar Kimia... 143
Lampiran 3 Kisi-kisi Soal Prestasi Belajar Kimia... 146
Lampiran 4.1 Soal Prestasi Belajar Kimia ... 147
Lampiran 4.2 Kunci Jawaban Soal Prestasi Belajar Kimia... 158
Lampiran 4.3 Lembar Jawab Soal Prestasi Belajar Kimia... 159
Lampiran 5 Uji Validitas dan Reliabilitas Butir Soal... 160
Lampiran 6.1 Data Motivasi Awal dan Akhir Kelas Kontrol... 171
Lampiran 6.2 Data Motivasi Awal dan Akhir Kelas Eksperimen... 172
Lampiran 7.1 Data Pengetahuan Awal dan Prestasi Belajar Kelas Kontrol... 173
Lampiran 7.2 Data Pengetahuan Awal dan Prestasi Belajar Kelas Eksperimen 174 Lampiran 8 Uji Normalitas... 175
Lampiran 9 Uji Homogenitas... 176
Lampiran 10 Uji-t Beda Subjek... 177
Lampiran 11 Uji Anakova... 178
Lampiran 12 Uji Regresi... 179
Lampiran 13 Daftar Hadir Peserta Didik Kelas Kontrol... 180
Lampiran 14 Daftar Hadir Peserta Didik Kelas Eksperimen... 181
xiv
EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E TERHADAP MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR
KIMIA PESERTA DIDIK KELAS X SEMESTER 2 SMA NEGERI 1 GODEAN TAHUN AJARAN 2016 /2017
Oleh
Wahyu Anggraini Pramusinta NIM 13303244031
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) ada tidaknya perbedaan motivasi belajar kimia antara peserta didik yang mengikuti pembelajaran menggunakan model Learning Cycle 5E dengan peserta didik yang mengikuti pembelajaran menggunakan model Children Learning In Science, (2) ada tidaknya perbedaan antara prestasi belajar kimia peserta didik yang mengikuti model pembelajaran Learning Cycle 5E dengan peserta didik yang mengikuti model pembelajaran Children Learning In Science, apabila pengetahuan awal kimia peserta didik dikendalikan secara statistik.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain satu faktor, dua sampel, dan satu kovariabel. Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas X semester 2 SMA Negeri 1 Godean yang berjumlah 128 peserta didik. Sampel penelitian berjumlah 64 peserta didik, terdiri dari dua kelas yaitu kelas eksperimen (A4) sebanyak 32 peserta didik dan kelas kontrol (A2) sebanyak 32 peserta didik yang diambil secara purposive random sampling. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data pengetahuan awal kima peserta didik, data motivasi belajar kima peserta didik, dan data prestasi belajar kimia peserta didik. Data dianalisis dengan uji-t beda subjek dan analisis kovarian (anakova).
Hasil perhitungan menggunakan analisis uji t-beda subjek memberikan hasil t0 = -3,649 dan p = 0,001. Karena p < 0,05 maka ada perbedaan yang
signifikan pada motivasi belajar kimia antara peserta didik yang mengikuti model pembelajaran Learning Cycle 5E dengan peserta didik yang mengikuti model pembelajaran Children Learning In Science. Analisis kovarian menunjukkan bahwa Fhitung = 106,510 dan p = 0,000 karena p < 0,05 maka ada perbedaan yang
signifikan pada prestasi belajar kimia antara peserta didik yang mengikuti model pembelajaran Learning Cycle 5E dengan peserta didik yang mengikuti model pembelajaran Children Learning In Science, apabila pengetahuan awal kimia dikendalikan secara statistik. Dengan demikian, model pembelajaran Leaning Cycle 5E efektif dalam meningkatkan motivasi dan prestasi belajar kimia peserta didik kelas X semester 2 di SMA N 1 Godean.
xv
THE EFECTTIVENESS OF APPLICATION OF LEARNING CYCLE 5E TO CHEMISTRY STUDENTS LEARNING MOTIVATION AND
ACHIEVEMENT IN THE SECOND SEMESTER OF THE TENTH GRADE OF SMA NEGERI 1 GODEAN
ACADEMIC YEAR 2016 /2017 difference of chemistry learning motivation between of the students using Learning Cycle 5E model with the students using Children Learning In Science model, (2) wheter there was difference of chemistry learning achievement between of the students using Learning Cycle 5E model and Children Learning In
Science model, when the student’s prior knowledge of chemistry was controlled
statistically.
This research was an experimental research with one factor design, two samples, and one covariable. The population in this research was of students in the second semester of the tenth grade of SMA N 1 Godean with population amount 128 students. The sampel is 64 students classified into two classes, which are experimental class (A4) with 32 students and control class (A2) with 32 students taken by purposive random technique. Data obtained were data prior knowledge of chemistry, students motivation learning chemistry, and students chemistry achievement. Data were analyzed with of different subject t-test and covariant (anacova).
The analysis of different subject t-test showed t0 = -3.649 and p = 0.001.
Because p < 0.05 this mean that there was signifficantly difference of chemistry learning motivation between of the students using Learning Cycle 5E model with the students using Children Learning In Science model. Analysis with the covariant gives F0= 106.510 and p = 0.000, because p < 0.05 this mean that there
was signifficantly difference of chemistry learning achievement between of the students using Learning Cycle 5E model and Children Learning In Science
model, when the student’s prior knowledge of chemistry was controlled
statistically. This can be conclude that Learning Cycle 5E model was effective in improving students chemistry learning motivation and student chemistry learning achievement in the second semester of the tenth grade of SMA N 1 Godean.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan satu wahana yang digunakan untuk meningkatkan
mutu dan kualitas sumber daya manusia karena pendidikan tidak terlepas dari
proses belajar. Berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun
2003, yang dimaksud dengan tujuan pendidikan dalam konteks nasional adalah
meningkatkan kualitas, mengembangkan sikap dan perilaku yang kreatif serta
inovatif dari peserta didik. Pendidikan memegang peranan penting di setiap
negara karena menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa. Peran dunia
pendidikan senantiasa harus dinamis dan tanggap dalam menghadapi dan
mengantisipasi setiap perubahan yang terjadi pada Bangsa Indonesia. Masyarakat
Indonesia dengan laju pembangunan yang cukup pesat masih menghadapi
masalah pendidikan yang berat, terutama berkaitan dengan kualitas, relevansi, dan
efisiensi pendidikan (Depdikbud, 2013: 1).
Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu dan kualitas
pendidikan adalah dengan membenahi kurikulum yang berlaku. Kurikulum tahun
2013 merupakan penyempurnaan dari kurikulum Tahun 2006 yang lebih
menekankan pada pengembangan kecakapan hidup dan pengalaman langsung
bagi peserta didik. Pendidikan di sekolah atau sering disebut sebagai pendidikan
formal merupakan suatu tempat pendidikan yang utama dalam meningkatkan
pengetahuan yang diperoleh peserta didik. Oleh karena itu, guru sebagai pendidik
2
menyampaikan materi pelajaran kepada peserta didik. Dalam penerapannya,
model pembelajaran yang digunakan oleh guru masih tergolong konvensional.
Sistem pembelajaran konvensional yang hanya berpusat pada guru dapat membuat
pembelajaran menjadi terkesan monoton, peserta didik menjadi kurang aktif, dan
rasa keingintahuan peserta didik dapat berkurang, karena peserta didik hanya
menerima ilmu dan materi sesuai dengan yang disampaikan guru.
Sistem pembelajaran yang masih konvensional menyebabkan kualitas
pembelajaran yang berlangsung menjadi kurang optimal. Hal ini tidak dapat terus
dibiarkan, guru harus mampu mengemas proses pembelajaran menjadi variatif dan
menarik dimana peserta didik merasa nyaman dan terlibat langsung dalam proses
pembelajaran. Dengan menggunakan model pembelajaran yang sesuai, maka
peserta didik akan lebih termotivasi untuk ikut serta dalam kegiatan pembelajaran,
sehingga pembelajaran akan menjadi lebih optimal dan peserta didik dapat
memahami betul konsep-konsep yang diberikan. Adanya motivasi yang tinggi
pada peserta didik dalam proses pembelajaran akan meningkatkan prestasi belajar
peserta didik, karena kemauan peserta didik untuk belajar juga menjadi tinggi.
Faktor lain yang penting dalam kegiatan pembelajaran di kelas, yaitu
pengetahuan awal peserta didik, dengan pengetahuan awal akan memudahkan
peserta didik dalam mengaitkan antara informasi yang baru dengan informasi
yang sudah dimiliki, sehingga pembelajaran akan lebih bermakna dan penggunaan
model pembelajaran akan lebih mudah diterapkan.
Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan di kelas adalah
3
belajar mengharuskan peserta didik membangun sendiri pengetahuannya dengan
memecahkan permasalahan yang dibimbing langsung oleh guru. Adanya konsep
baru akan berdampak pada konsep yang telah dimiliki peserta didik. Peserta didik
harus dapat menghubungkan konsep yang baru dipelajari dengan konsep-konsep
lain dalam suatu hubungan antar konsep. Konsep yang baru harus diorganisasikan
dengan konsep-konsep lain yang telah dimiliki. Dalam hal ini peserta didik diberi
kesempatan untuk mengasimilasi informasi dengan cara mengeksplorasi
lingkungan, mengakomodasi informasi dengan cara mengembangkan konsep,
mengorganisasi informasi dan menghubungkan konsep-konsep baru dengan
menggunakan atau memperluas konsep yang dimiliki untuk menjelaskan suatu
fenomena yang berbeda (Fajaroh dan Dasna, 2008).
Learning Cycle adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dan merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan yang diorganisasi
sedemikian rupa, sehingga peserta didik dapat menguasai kompetensi-kompetensi
yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif. Siklus belajar
yang menggunakan 5 tahap kegiatan (5 fase) dikenal dengan Learning Cycle 5E. Tahapan-tahapan dari Learning Cycle 5E adalah engagement (pendahuluan), exploration (eksplorasi), explanation (penjelasan), elaboration (elaborasi), dan evaluation (evaluasi).
Pada tahap engagement guru mengeksplorasi pengetahuan awal serta membangkitkan keingintahuan peserta didik terhadap topik yang akan diajarkan.
4
literatur. Pada tahap explanation guru mendorong peserta didik untuk menjelaskan konsep dengan kalimat mereka sendiri. Pada tahap elaboration (elaborasi) peserta didik menerapkan konsep-konsep yang telah dipelajari serta membuat hubungan
antar konsep. Pada tahap evaluation (evaluasi) guru memberi pertanyaan kepada peserta didik untuk mengetahui sejauh mana penguasaan materi yang dipelajari.
Untuk mengetahui keefektifan penggunaan model pembelajaran Learning Cycle 5E ini, maka digunakan dua kelas. Kelas yang menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 5E sebagai kelas eksperimen dan satu kelas lain yang menggunakan model pembelajaran selain Learning Cycle 5E sebagai kelas kontrol. Model pembelajaran yang digunakan untuk kelas kontrol adalah model
pembelajaran Children Learning In Science. Model ini digunakan sebagai pembanding, karena pada model ini dilandasi pandangan konstruktivisme dimana
peserta didik menemukan konsepnya sendiri dan juga menggunakan lima tahapan.
Kelima tahapan tersebut adalah orientasi, pemunculan gagasan, penyusunan ulang
gagasan, penerapan gagasan, dan pemantapan gagasan.
Model pembelajaran Children Learning In Science adalah model yang memiliki kerangka berpikir untuk menciptakan lingkungan yang memungkinkan
terjadinya kegiatan belajar mengajar yang melibatkan peserta didik dalam
kegiatan pembelajaran. Berdasarkan tahapan yang dilaksanakan pada model
pembelajaran Children Learning In Science, maka dapat diketahui karakteristik model pembelajaran Children Learning In Science, antara lain dilandasi oleh pandangan konstruktivisme, pembelajaran berpusat pada peserta didik,
5
Learning Cycle 5E dengan Children Learning In Science terdapat pada sintaks pembelajarannya. Model Learning Cycle 5E menerapkan pembelajaran siklus, dimana apabila belum didapatkan hasil yang optimal, maka dapat dilakukan siklus
berikutnya yang pelaksanaannya harus lebih baik dibanding siklus sebelumnya
sampai hasilnya optimal.
Materi pelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah materi yang
ada dalam pelajaran kimia kelas X semester 2, yaitu larutan elektrolit dan
nonelektrolit. Pemilihan materi ini dikarenakan materi elektrolit dan nonelektrolit
merupakan materi yang bersifat teoritis yang melibatkan praktikum, sehingga
sesuai diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 5E. Peneliti melakukan penelitian di SMA N 1 Godean dikarenakan sekolah
tersebut sudah menggunakan Kurikulum 2013, walaupun penerapannya belum
sepenuhnya sesuai dengan Kurikulum 2013. Guru masih terlibat aktif dalam
pembelajaran di kelas, selain itu, Laboratorium kimia yang tersedia di sekolah
penggunaannya masih terbatas, sehingga belum maksimal untuk proses belajar-
mengajar. Dengan adanya penerapan model Learning Cycle 5E diharapkan dapat memberikan perubahan dalam pembelajaran di kelas, sehingga peserta didik dapat
menerima pelajaran dengan mudah dan senang.
Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai
efektivitas penerapan model pembelajaran Learning Cycle 5E di SMA N 1 Godean dalam meningkatkan motivasi dan prestasi belajar peserta didik. Dalam
hal ini, akan diteliti ada tidaknya perbedaan motivasi dan prestasi belajar antara
6
dengan peserta didik yang memperoleh pembelajaran model Children Learning In Science.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat diidentifikasi masalah
sebagai berikut:
1. Banyak peserta didik yang kurang aktif dalam pembelajaran kimia.
2. Banyak peserta didik kurang termotivasi belajar kimia.
3. Guru relatif masih kurang dalam menggunakan model pembelajaran yang
sesuai dengan tujuan, jenis, dan sifat materi yang diajarkan.
4. Sebagian besar guru belum mampu mengemas proses pembelajaran menjadi
variatif dan menarik dimana peserta didik merasa nyaman dan terlibat langsung
dalam proses pembelajaran.
C. Pembatasan Masalah
Untuk menjaga kedalaman penelitian serta analisis data secara cermat
tentang ruang lingkup penelitian, maka perlu dibatasi kajian penelitiannya.
Masalah yang dibatasi dalam penelitian ini antara lain:
1. Materi pelajaran dalam penelitian ini dibatasi pada materi elektrolit dan
nonelektrolit.
2. Penggunaan model pembelajaran Learning Cycle 5E dinyatakan efektif apabila motivasi dan prestasi belajar kimia peserta didik yang mengikuti
7
perbedaan yang signifikan dan positif dibandingkan dengan model Children Learning In Science.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan
masalah, maka dapat diajukan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Adakah perbedaan motivasi antara peserta didik yang mengikuti pembelajaran
menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 5E dengan peserta didik yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran Children Learning In Science?
2. Adakah perbedaan prestasi belajar antara peserta didik yang mengikuti
pembelajaran menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 5E dengan peserta didik yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran
Children Learning In Science, apabila pengetahuan awal kimia peserta didik dikendalikan secara statistik?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui:
1. ada tidaknya perbedaan motivasi antara peserta didik yang mengikuti
pembelajaran menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 5E dengan peserta didik yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran
Children Learning In Science.
2. ada tidaknya perbedaan prestasi belajar antara peserta didik yang mengikuti
8
peserta didik yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran
Children Learning In Science, apabila pengetahuan awal kimia peserta didik dikendalikan secara statistik.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi kegunaan, antara lain:
1. Bagi peserta didik, dapat memberikan pengalaman baru bagi peserta didik yang
nantinya dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar kimia peserta didik.
2. Bagi guru, dapat digunakan sebagai salah satu alternatif dalam upaya
mening-katkan motivasi dan mengoptimalkan proses belajar kimia, sehingga dapat
dijadikan sebagai faktor penunjang dalam mencapai prestasi dan tujuan yang
diharapkan.
3. Bagi sekolah, sebagai masukan untuk perbaikan kualitas pembelajaran bagi
guru, khususnya tentang model pembelajaran yang inovatif yang mampu
meningkatkan motivasi dan prestasi belajar peserta didik.
4. Bagi peneliti, memperoleh pengalaman langsung dalam pelaksanaan
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teoretik
1. Pengertian Efektivitas
Efektivitas berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil, tepat, atau manjur. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 284) kata
efektif mempunyai arti ada efek, pengaruh atau akibat. Selain itu efektif juga
dapat diartikan dapat membawa hasil atau berhasil guna. Efektivitas menunjukkan
taraf tercapainya suatu tujuan. Suatu usaha dikatakan efektif jika usaha itu
mencapai tujuannya. Istilah efektif (effective) dan efisien (efficient) merupakan dua istilah yang saling berkaitan. Tentang arti dari efektif dan efisien terdapat
beberapa pendapat. Menurut Chester I. Barnard dalam Kebijakan Kinerja
Karyawan (Prawirosentono, 1999: 27), menjelaskan bahwa arti efektif dan efisien
adalah sebagai berikut :
“When a specific desired end is attained we shall say that the action is effective. When the unsought consequences of the action are more important than the attainment of the desired end and are dissatisfactory, effective action, we shall say, it is inefficient. When the unsought consequences are unimportant or trivial, the action is efficient. Accordingly, we shall say that an action is effective if it specific objective aim. It is efficient if it satisfies the motives of the aim, whatever it is effective or not”.
Jadi dapat dikatakan bahwa sebuah kegiatan efektif apabila tujuan kegiatan
tersebut dapat dicapai. Jika akibat-akibat yang tidak dicari dari kegiatan
mempunyai nilai yang lebih penting dibandingkan dengan hasil yang dicapai,
sehingga mengakibatkan ketidakpuasan, meskipun efektif kegiatan tersebut dapat
10
itu mempunyai nilai tidak penting atau remeh, maka kegiatan tersebut efisien.
Sehubungan dengan itu, maka dapat dikatakan sesuatu efektif bila mencapai
tujuan tertentu. Sesuatu dikatakan efisien bila hal itu memuaskan sebagai
pendorong mencapai tujuan, terlepas apakah efektif atau tidak.
Pius A. Portanto (2004: 60), mengemukakan bahwa efektivitas diartikan
sebagai suatu ketepatan penggunaan pendekatan, terhadap keberhasilan proses
belajar-mengajar pada sasarannya, yaitu tujuan pembelajaran yang berupa hasil
belajar, meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Keefektifan diukur
dengan melihat tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Jadi, jika kata efektif dihubungkan dengan penerapan suatu model
pembelajaran, maka memiliki makna bahwa model pembelajaran dapat
mening-katkan prestasi belajar, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara
optimal.
2. Teori Belajar
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologis belajar
memiliki arti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Definisi ini memiliki
pengertian bahwa belajar adalah suatu aktivitas seseorang untuk mencapai
kepandaian atau ilmu yang tidak dimiliki sebelumnya. Dengan belajar manusia
menjadi tahu, memahami, mengerti, serta dapat melaksanakan dan memiliki
“sesuatu” (Heri Rahyubi, 2011: 2).
Belajar merupakan sebuah proses yang kompleks yang terjadi pada semua
orang dan berlangsung seumur hidup, sejak masih bayi (bahkan dalam
11
sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah
laku tersebut menyangkut perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif),
keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif)
(Eveline siregar, 2010: 3).
Berikut ini merupakan pemaparan dari beberapa perspektif para ahli
tentang pengertian belajar. W.H. Burton (1984) dalam The Guidance of Learning Activities (Eveline Siregar, 2010: 4), mengemukakan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku pada diri individu, karena adanya interaksi antara individu
dengan individu dan individu dengan lingkungannya, sehingga mereka lebih
mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Sementara Ernest R. Hilgard dalam
Introduction to Psychology mendefinisikan belajar sebagai suatu proses peru-bahan kegiatan, reaksi terhadap lingkungan. H.C. Witherington dalam
Educational Psychology (Eveline Siregar, 2010: 4), menjelaskan pengertian belajar sebagai suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri
sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan
kepriba-dian atau suatu pengertian.
Jadi, belajar adalah suatu aktivitas mental (psikis) yang berlangsung dalam
interaksi dengan lingkungannya yang menghasilkan perubahan yang bersifat
relatif konstan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seseorang dikatakan
telah belajar apabila sudah terdapat perubahan tingkah laku dalam dirinya.
Perubahan tersebut terjadi sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungannya,
12
Kecuali itu perubahan tersebut haruslah bersifat relatif permanen, tahan lama, dan
menetap, tidak berlangsung sesaat saja.
3. Teori Belajar Konstruktivistik
Teori konstruktivistik memahami belajar sebagai proses pembentukan
(konstruksi) pengetahuan oleh si belajar itu sendiri. Pengetahuan ada di dalam diri
seseorang yang sedang mengetahui. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu
saja dari otak seorang guru kepada orang lain. Menurut Glaserfeld, Bettencout
(1989) dan Matthews (1994) (Eveline Siregar, 2010: 35) menyatakan bahwa
pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan hasil konstruksi (bentukan)
orang itu sendiri. Sementara Piaget (Eveline Siregar, 2010: 35) mengemukakan
bahwa pengetahuan merupakan ciptaan manusia yang dikonstruksikan dari
pengalamannya, proses pembentukan berjalan terus menerus dan setiap kali
terjadi rekonstruksi karena adanya pemahaman yang baru.
Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Eveline Siregar, 2010:
32) menegaskan bahwa proses belajar terdiri dari tiga tahapan, yakni asimilasi,
akomodasi, dan equilibrasi (penyeimbangan). Asimilasi adalah proses pengintegrasian informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada. Akomodasi
adalah proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Equilibri adalah penyesuaian kesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.
Menurut Cruikshank (Benny A, 2010: 123) implementasi pendekatan
konstruktivistik dalam aktivitas pembelajaran memiliki beberapa karakteristik
13
aktivitas pembelajaran bersifat otentik dan situasional, c) aktivitas belajar harus
menarik dan menantang, d) peserta didik harus dapat mengaitkan informasi baru
dengan informasi yang telah dimiliki sebelumnya dengan sebuah proses yang
disebut “bridging”, e) peserta didik harus mampu merefleksikan pengetahuan
yang sedang dipelajari, f) guru lebih berperan sebagai fasilitator yang dapat
membantu peserta didik dalam melakukan konstruksi pengetahuan, g) guru harus
dapat memberi bantuan berupa scafolding yang diperlukan peserta didik dalam menempuh proses belajar.
Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif
oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak
bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi
dengan lingkungannya. Perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses
berkesinambungan tentang keadaan ketidakseimbangan dan keadaan
keseim-bangan (Poedjiadi, 1999: 61).
Berdasarkan pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak
dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan anak
mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual anak
berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan
konstruk-tivisme.
Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan
anak menurut Driver dan Oldham (Eveline Siregar, 2010: 35) adalah a) orientasi,
yaitu peserta didik diberi kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam
14
elisitasi, yaitu peserta didik mengungkapkan idenya dengan jalan berdiskusi menulis, membuat poster dan lain-lain, c) restrukturisasi ide, yaitu klarifikasi ide
orang lain, membangun ide baru, mengevaluasi ide baru, d) penggunaan ide baru
dalam berbagai situasi, yaitu ide pengetahuan yang telah terbentuk perlu
diaplika-sikan pada bermacam-macam situasi, e) review, yaitu dalam mengaplikasikan pengetahuan, gagasan yang ada perlu direvisi dengan menambahkan atau
mengubah.
Menurut pandangan konstruktivistik, belajar merupakan suatu proses
pembentukan pengetahuan. Peserta didik harus aktif melakukan kegiatan, aktif
berpikir, menyusun konsep, dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang
dipelajari, tetapi yang menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar
peserta didik itu sendiri. Sementara peranan guru dalam belajar konstruktivistik
berperan membantu agar proses pengkonstruksian pengetahuan oleh peserta didik
berjalan lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya,
melainkan membantu peserta didik untuk membentuk pengetahuannya sendiri dan
dituntut untuk lebih memahami jalan pikiran atau cara pandang peserta didik
belajar (Eveline Siregar, 2010: 41).
Pendekatan konstruktivistik menekankan bahwa peranan utama dalam
kegiatan belajar adalah aktivitas peserta didik dalam mengkonstruksi
pengetahu-annya sendiri, melalui bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya
yang disediakan untuk membantu pembentukan tersebut. Lingkungan belajar
sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap
15
pada pengalaman, sehingga memunculkan pemikiran terhadap usaha
mengeva-luasi belajar konstruktivistik.
Pembelajaran konstruktivistik membantu peserta didik menginternalisasi
dan mentransformasi informasi baru. Transformasi terjadi dengan menghasilkan
pengetahuan baru, yang selanjutnya akan membentuk struktur kognitif baru.
Konstruktivistik lebih luas dan sukar untuk dipahami. Pandangan ini tidak melihat
pada apa yang dapat diungkapkan kembali atau apa yang dapat diulang oleh
peserta didik terhadap pembelajaran yang telah diajarkan dengan cara menjawab
soal-soal tes, melainkan pada apa yang dapat dihasilkan peserta didik,
didemons-trasikan, dan ditunjukkan.
4. Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah pola dalam merancang pembelajaran, dapat
juga didefinisikan sebagai langkah pembelajaran, dan perangkatnya untuk
mencapai tujuan pembelajaran.
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang dapat
digunakan untuk mendesain pola–pola mengajar secara tatap muka di dalam
kelas atau mengatur tutorial, dan untuk menentukan materi/perangkat
pembela-jaran termasuk di dalamnya buku–buku, film–film, tipe–tipe, program– program
perangkat komputer, dan kurikulum (sebagai kursus untuk belajar). Setiap
model mengarahkan kita untuk mendesain pembelajaran yang dapat membantu
16
5. Model Pembelajaran Learning Cycle 5E
Model Learning Cycle 5E merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa, sehingga pembelajar dapat menguasai
kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan
berperan aktif (Woro Sumarni, 2010: 523).
Model Pembelajaran Learning Cycle merupakan salah satu model pem-belajaran yang sesuai dengan paradigma konstruktivisme. Pendekatan teori
kontruktivistik pada dasarnya menekankan pentingnya peserta didik membangun
sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan proses belajar-mengajar, sehingga
proses belajar mengajar lebih berpusat pada peserta didik (student centered) daripada guru (teacher centerred). Dengan kata lain pembelajaran menggunakan model pembelajaran Learning Cycle berpusat pada peserta didik dan guru berperan sebagai fasilitator (Trianto, 2007: 22 ).
Menurut Rusman (Nurul Qomariyah, 2009: 14) ada beberapa model yang
dilandasi konstruktivistik, yaitu model siklus belajar (Learning Cycle), model pembelajaran generatif, model pembelajaran interaktif, model Children Learning In Science, dan model strategi pembelajaran kooperatif. Model Learning Cycle pertama kali diperkenalkan oleh Robet Karplus dalam Science Curriculum Improvement Study/SCIS. Model Learning Cycle merupakan salah satu model pembelajaran dengan pendekatan kontruktivistik yang pada mulanya
terdiri atas tiga tahap, yaitu exploration, invention, dan discovery. Tiga tahap tersebut saat ini dikembangkan menjadi lima tahap oleh Anthony W lorsbach,
17
Model Learning Cycle 5E mempunyai salah satu tujuan, yaitu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengkonstruksi
pengeta-huan dan pengalaman mereka sendiri dengan terlibat secara aktif, mempelajari
materi secara bermakna dengan bekerja dan berfikir, baik secara individu
maupun kelompok, sehingga peserta didik dapat menguasai
kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran. Model Learning Cycle 5E lebih menekankan pada peningkatan kemampuan peserta didik melakukan
investigasi dan bukti-bukti untuk mendukung kesimpulan yang dibuatnya, serta
mengaplikasikan konsep yang didapatnya pada situasi yang baru, sehingga
konsep yang didapat akan lebih dipahami dengan baik (Rini Susanti, 2012: 61).
Model pembelajaran Learning Cycle 5E dibagi menjadi beberapa fase, yaitu:
a) Engegament (Pendahuluan)
Pada tahap ini, guru berusaha membangkitkan dan mengembangkan
minat dengan keingintahuan (curioucity) peserta didik tentang topik yang akan diajarkan. Hal ini dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan tentang proses
faktual dalam kehidupan sehari-hari (yang sesuai dengan topik yang dibahas).
Dengan demikian, peserta didik akan memberikan respon/jawaban, kemudian
jawaban peserta didik tersebut dijadikan pedoman oleh guru untuk mengetahui
pengetahuan awal peserta didik tentang pokok bahasan yang akan dibahas.
b) Exploration (Eksplorasi)
Pada fase ini, peserta didik diberi kegiatan yang dapat melibatkan
18
yang diambil, mencatat hasil pengamatan dan mendiskusikan dengan peserta
didik yang lain. Dengan demikian, peserta didik memiliki kesempatan untuk
bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil tanpa pengajaran langsung dari
guru. Pada fase ini guru sebagai fasilitator.
c) Explanation (Penjelasan)
Kegiatan pada fase ini bertujuan untuk melengkapi, menyempurnakan
dan mengembangkan konsep yang diperoleh peserta didik. Peserta didik dituntut
untuk menjelaskan konsep yang sedang dipelajari dalam kalimat mereka
sendiri. Pada fase ini peserta didik menemukan istilah–istilah dari konsep yang
dipelajari.
d) Elaboration (Elaborasi)
Kegiatan belajar ini mengarahkan peserta didik menerapkan
konsep-konsep yang telah dipelajari, membuat hubungan antar konsep-konsep dan
menerap-kannya pada situasi yang baru melalui kegiatan-kegiatan praktikum lanjutan yang
dapat memperkuat dan memperluas konsep yang telah dipelajari.
e) Evaluation (Evaluasi)
Peserta didik diberi pertanyaan untuk mendiagnosa pelaksanaan kegiatan
belajar dan mengetahui pemahaman peserta didik mengenai konsep yang
diperoleh.
Kelima tahap tersebut dapat dituangkan dalam bentuk siklus seperti
19
Gambar 1. Struktur Model Learning Cycle 5E
Learning Cycle melalui kegiatan dalam setiap fase mewadahi peserta didik untuk aktif membangun konsep–konsepnya sendiri dengan cara
berinter-aksi dengan lingkungan fisik maupun sosial. Implementasi Learning Cycle dalam pembelajaran sesuai pandangan konstruktivistik yaitu:
a) Peserta didik belajar aktif. Peserta didik mempelajari materi secara bermakna
dengan bekerja dan berpikir. Pengetahuan dikonstruksi dari pengalaman
sendiri.
b) Informasi dikaitkan dengan skema yang telah dimiliki peserta didik.
Infor-masi baru yang dimiliki peserta didik berasal dari interpretasi individu.
Dengan demikian, proses belajar bukan lagi sekedar transfer pengetahuan
dari guru ke peserta didik, tetapi merupakan proses memperoleh konsep yang
berorientasi pada keterlibatan peserta didik secara aktif dan langsung. Proses
pembelajaran demikian akan lebih bermakna dan menjadikan skema dalam diri
peserta didik menjadi pengetahuan fungsional yang setiap saat dapat
diorganisasi-kan oleh peserta didik untuk menyelesaidiorganisasi-kan masalah-masalah yang dihadapi. evaluate
explain
engegament
20
Effektifitas implementasi Learning Cycle 5E diukur melalui observasi proses dan pemberian tes. Jika ternyata hasil dan kualitas pembelajaran tersebut
ternyata belum memuaskan, maka dapat dilakukan siklus berikutnya yang
pelaksanaannya harus lebih baik dibanding sebelumnya dengan cara
mengantisi-pasi kelemahan-kelemahan siklus belajar sebelumnya, sampai hasilnya
memu-askan.
Dilihat dari dimensi guru, implementasi model pembelajaran ini dapat
memperluas wawasan dan meningkatkan kreativitas guru dalam merancang
kegiatan pembelajaran. Dilihat dari dimensi peserta didik, penerapan model
pembelajaran ini memberikan kelebihan, yaitu:
a) meningkatkan motivasi belajar karena peserta didik dilibatkan secara aktif
dalam proses pembelajaran;
b) lebih berpeluang untuk menyampaikan pendapat dan gagasan;
c) dapat menumbuhkan kegiatan belajar; dan
d) pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Kekurangan penerapan Learning Cycle 5E dalam pembelajaran perlu diantisipasi, diantaranya (Soebagjo, 2000):
a) Efektivitas pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai materi dan
langkah-langkah pembelajaran.
b) Menuntut kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang dan
melaksanakan proses pembelajaran.
21
d) Memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun rencana
dan melaksanakan pembelajaran.
6. Model Pembelajaran Children Learning In Science
Model pembelajaran Children Learning In Science adalah model mengajar yang urutannya sudah ditentukan oleh Rosalind Driver yang terdiri dari tahap,
yaitu:
a) Orientasi (orientation)
b) Pemunculan gagasan (elicitation of ideas)
c) Penyusunan ulang gagasan (restructuring of ideas) d) Penerapan gagasan (application of ideas)
e) Pemantapan gagasan (consolidation of ideas)
Tahap pemantapan gagasan (consolidation of ideas) terbagi lagi menjadi beberapa sub-sub tahap (Nuriman Wijaya, 1997: 9), yaitu:
a) Pengungkapan dan pertukaran gagasan (clarification and exchange).
b) Pembukaan situasi konflik (exposure to conflict situation), dan konstruksi gagasan baru dan evaluasi (construction of new ideas and evaluation).
Alfiati Syafrina (2000: 20) menyatakan bahwa model pembelajaran
Children Learning In Science adalah suatu model pembelajaran yang memiliki tahapan-tahapan untuk membangkitkan perubahan konseptual peserta didik.
Model pembelajaran Children Learning In Science ini dilandasi oleh pandangan konstruktivisme yang memperhatikan pengalaman dan konsep awal peserta didik,
22
menghadapi lingkungan sebagai bahan belajar. Kelima langkah model
pembela-jaran Children Learning In Science dapat dirangkum dalam bagan sebagai berikut (Driver, 1988: 175 dalam Nuriman Wijaya, 1997: 15):
Gambar 2. Struktur Model Children Learning In Science ORIENTASI
PEMUNCULAN GAGASAN
PENYUSUNAN ULANG GAGASAN
Membandingkan dengan gagasan
PENERAPAN GAGASAN Evaluasi
Konstruksi gagasan baru Pembukaan situasi konflik Pengungkapan dan pertukaran
gagasan
23
Model pembelajaran Children Learning In Science dibagi menjadi beberapa fase, yaitu:
a)Tahap orientasi (orientation)
Pada tahap ini, perhatian dan minat peserta didik dibangkitkan dengan cara
guru memberikan contoh-contoh fenomena alam yang menarik dalam kehidupan
sehari-hari yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari.
b) Tahap pemunculan gagasan (elicitation of ideas)
Pada tahap ini, guru mengungkapkan konsepsi awal peserta didik dengan
menghadapkan peserta didik pada suatu permasalahan.
c)Tahap penyusunan ulang gagasan (restructuring of ideas)
Pada tahap ini terdiri dari pengungkapan dan pertukaran gagasan,
perubahan situasi konflik, kontruksi gagasan baru, dan evaluasi. Peserta didik
diberikan LKPD dan melakukan kegiatan belajar dalam kelompok secara
berdiskusi dan bertukar gagasan untuk menjawab pertanyaan dan masalah dalam
LKPD.
d) Penerapan gagasan (application of ideas)
Pada tahap ini, peserta didik menjawab pertanyaan yang disusun dalam
LKPD untuk menerapkan konsep ilmiah mengenai permasalahan dalam
kehi-dupan sehari-hari.
e) Pemantapan gagasan (consolidation of ideas)
Pada tahap ini, peserta didik diberi kesempatan untuk melakukan refleksi
24
Penerapan model pembelajaran Children Learning In Science mempunyai kelebihan-kelebihan, diantaranya (Nuriman Wijaya, 1997: 21-22):
a) Membiasakan peserta didik belajar mandiri dalam memecahkan suatu masalah.
b) Menciptakan kreativitas peserta didik untuk belajar, sehingga tercipta suasana
kelas yang lebih nyaman dan kreatif, terjalinnya kerjasama antar peserta didik,
dan peserta didik terlibat secara langsung dalam melakukan kegiatan.
c) Menciptakan belajar bermakna, karena timbulnya kebanggaan peserta didik
menentukan sendiri konsep ilmiah yang sedang dipelajari dan peserta didik
akan bangga dengan hasil temuannya.
d) Guru dalam mengajar akan lebih mudah, karena dapat menciptakan suasana
belajar yang lebih aktif, sehingga guru hanya menyediakan berbagai masalah
yang berhubungan dengan konsep yang diajarkannya, sedangkan peserta didik
dapat mencari sendiri jawabannya.
e) Guru dapat menciptakan alat-alat atau media pengajaran yang sederhana yang
dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
Model Children Learning In Science selain mempunyai kelebihan juga mempunyai kelemahan. M.D Salwin (1996: 8) mengemukakan beberapa
kele-mahan model pembelajaran Children Learning In Science, antara lain guru dituntut untuk menyiapkan model pembelajaran untuk setiap topik pelajaran dan
sarana laboratorium harus lengkap. Selain itu, bagi peserta didik yang belum
terbiasa belajar mandiri atau berkelompok akan merasa asing dan sulit untuk
25
Dilihat dari kelebihan dan kekurangan kedua model pembelajaran tersebut,
model pembelajaran Learning Cycle 5E diharapkan lebih efektif diterapkan. Hal ini dikarenakan pada model Learning Cycle 5E apabila hasil dan kualitas pembelajaran yang dicapai belum memuaskan, maka dapat dilakukan siklus
berikutnya yang pelaksanaannya diupayakan lebih baik dibanding siklus
sebelum-nya dengan cara mengantisipasi kelemahan-kelemahan siklus sebelumsebelum-nya, sampai
hasilnya memuaskan. Selain itu guru akan terdorong untuk lebih kreatif dalam
merancang dan melaksanakan proses pembelajaran, yang nantinya akan
mening-katkan kualitas guru dalam mengajar.
7. Pengetahuan Awal Kimia Peserta Didik
Pengetahuan awal kimia peserta didik adalah pengetahuan kimia yang
telah dimiliki oleh peserta didik sebelum belajar kimia lebih lanjut. Menurut
Muhammad Nur (Oktaviana, 2011: 19) pengetahuan awal adalah kumpulan dari
pengetahuan dan pengalaman individu yang diperoleh sepanjang perjalanan hidup
mereka dan apa yang ia bawa kepada suatu pengalaman baru. Menurut Ausubel
dan Robinson (Slameto, 2003: 23) faktor paling penting yang mempengaruhi hasil
belajar adalah apa yang telah diketahui oleh peserta didik. Agar terjadi belajar
yang bermakna, materi pokok baru atau informasi baru harus dikaitkan dengan
materi pokok yang telah ada dalam struktur kognitif peserta didik. Pengertian atau
pengetahuan baru akan lebih mudah dipelajari jika peserta didik telah memiliki
informasi, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang relevan dengan apa yang telah
26
Pengetahuan awal turut berperan penting bagi peserta didik dalam
pemahaman konsep baru. Materi pembelajaran akan lebih mudah dipahami
apabila peserta didik dapat menghubungkan kemampuan awal yang dimiliki
dengan informasi baru. Kemampuan awal menunjukkan sejauh mana pemahaman
awal peserta didik terhadap materi, sehingga guru dapat menentukan keluasan dan
kedalaman materi yang disampaikan (Nur Indah, 2014: 194).
Nana Sudjana dan Ibrahim (2009: 39) menyatakan bahwa 50% prestasi
belajar peserta didik di sekolah dipengaruhi oleh pengetahuan awal, 30% oleh
faktor lingkungan, dan 20% oleh faktor lain. Dengan demikian, pengetahuan awal
berpengaruh terhadap pencapaian prestasi belajar peserta didik. Seorang guru
harus mengetahui pengetahuan awal yang dimiliki peserta didiknya. Hal ini sangat
perlu supaya pendidik dapat mengetahui sejauhmana peserta didik telah
mema-hami materi yang akan disajikan.
8. Motivasi Belajar
Motivasi berasal dari bahasa latin “ movere”, yang berarti menggerakkan.
Motivasi menurut Wlodkowsky (Sugihartono, 2007:78) merupakan suatu kondisi
yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu, dan yang memberi arah
serta ketahanan (persistence) pada tingkah laku tersebut. Menurut Riduwan (Keke, 2008: 14) motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam
diri peserta didik yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin
kelang-sungan dari kegiatan belajar dan memberi arah pada kegiatan belajar, sehingga
27
Hamzah B.Uno (2006: 27) menyatakan bahwa peranan motivasi dalam
belajar dan pembelajaran antara lain adalah: a) menentukan hal-hal yang dapat
dijadikan penguat belajar, b) memperjelas tujuan pembelajaran yang hendak
dicapai yaitu kaitannya dengan kemaknaan belajar, c) menentukan ragam kendali
terhadap rangsangan belajar, d) menentukan ketekunan belajar.
Mc. Donald (Hamalik, 2001: 158), menyatakan bahwa, “Motivation is an energy change within the person characterized by affective arousal and anticipatory goal reaction.”
Motivasi adalah perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang
ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Motivasi
belajar kimia memegang peranan sangat besar sebagai penggerak dan pendorong
peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar kimia. Untuk itu diperlukan upaya
yang mampu mendorong motivasi peserta didik dalam melakukan kegiatan belajar
kimia.
Dalam proses pembelajaran, terdapat dua peranan penting motivasi,
pertama motivasi menunjukkan daya penggerak psikis dalam diri peserta didik
yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan belajar demi
mencapai suatu tujuan. Kedua, motivasi memegang peranan penting dalam
memberikan gairah, semangat dan rasa senang dalam belajar, sehingga peserta
didik yang mempunyai motivasi tinggi mempunyai energi yang banyak untuk
melaksanakan kegiatan belajar.
Berdasarkan pengertian dan analisis tentang motivasi, maka pada
28
a) Motivasi intrinsik
Motivasi intrinsik adalah motivasi yang tercakup di dalam situasi belajar
dan menemui kebutuhan dan tujuan-tujuan peserta didik. Motivasi ini sering
disebut motivasi murni. Motivasi yang timbul dari dalam diri sendiri, misalnya
keinginan untuk mendapat keterampilan tertentu, memperoleh informasi dan
pengertian, mengembangkan sikap untuk berhasil, menyenangi kehidupan,
menyadari sumbangannya terhadap usaha kelompok, keinginan diterima oleh
orang lain, dan lain-lain. Jadi, motivasi ini timbul tanpa pengaruh dari luar.
Motivasi intrinsik adalah motivasi yang hidup dalam diri peserta didik dan
berguna dalam situasi belajar yang fungsional. Dalam hal ini hadiah atau pujian
tidak diperlukan, karena tidak akan menyebabkan peserta didik bekerja atau
belajar untuk mendapatkan pujian atau hadiah.
b) Motivasi ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang disebabkan oleh faktor-faktor
dari luar situasi belajar. Motivasi ekstrinsik ini sangat diperlukan di sekolah,
sebab pembelajaran di sekolah tidak semuanya menarik minat peserta didik atau
sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Seringkali peserta didik belum memahami
pentingnya belajar di sekolah, oleh karena itu motivasi terhadap pelajaran perlu
dibangkitkan oleh guru, sehingga peserta didik memiliki kemauan untuk belajar.
9. Prestasi Belajar Kimia
Belajar merupakan kegiatan setiap orang. Pengetahuan, keterampilan,
kebiasaan, kegemaran dan sikap seseorang terbentuk, dimodifikasi dan
29
Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian,
sikap-sikap, apresiasi, abilitas, dan keterampilan (Hamalik, 2005: 31). Hasil
belajar bukan hanya suatu penguasaan hasil latihan saja, melainkan merubah
perilaku. Bukti yang nyata jika seseorang telah belajar adalah terjadinya
perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi
tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti. Tingkah laku dalam belajar memiliki
unsur subjektif dan unsur motoris. Unsur subjektif adalah unsur rohaniah,
sedangkan unsur motoris adalah unsur jasmaniah. Tingkah laku manusia terdiri
dari sejumlah aspek. Hasil belajar akan tampak pada setiap perubahan pada
aspek-aspek tersebut. Adapun aspek-aspek-aspek-aspek tersebut adalah: a) Pengetahuan, b)
Pengertian, c) Kebiasaan, d) Keterampilan, e) Apresiasi, f) Emosional, g)
Hu-bungan sosial, h) Jasmani, i) Etis atau budi pekerti, j) Sikap.
Menurut Winkel (Ghullam, 2011: 83) mengatakan bahwa prestasi belajar
adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seorang peserta didik
dalam melakukan kegiatan belajar sesuai dengan bobot yang dicapainya.
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dijelaskan bahwa prestasi belajar
merupa-kan tingkat kemanusiaan yang dimiliki peserta didik dalam menerima, menolak,
dan menilai informasi-informasi yang diperoleh dalam proses belajar-mengajar.
Hasil belajar yang dicapai individu dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor
yang berasal dari dalam individu (faktor internal) maupun dari luar diri individu
(faktor eksternal). Menurut M. Dalyono (2009: 55-60) mengemukakan
30
a. Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri, seperti kesehatan,
intelegensi, bakat, minat, motivasi, cara belajar.
b. Faktor- faktor lingkungan, meliputi:
1) Keluarga, seperti pendidikan orangtua, besar kecilnya pengasilan orangtua,
perhatian orangtua, keadaan rumah.
2) Sekolah, berupa kualitas guru, metode mengajar, kurikulum fasilitas di
sekolah, jumlah peserta didik per kelas, pelaksanaan tata tertib sekolah.
3) Masyarakat, misalnya pendidikan masyarakat dan moral sekitar.
4) Lingkungan sekitar, misalnya bangunan rumah, suasana sekitar, keadaan
lalu lintas, iklim.
Menurut Carrol (dalam Nana Sudjana, 2005: 40) berpendapat bahwa hasil
belajar yang dicapai peserta didik dipengaruhi oleh lima faktor, yaitu:
a. Bakat belajar
b. Waktu yang tersedia untuk belajar
c. Waktu yang diperlukan peserta didik untuk menjelaskan pelajaran
d. Kualitas pengajaran
e. Kemampuan individu
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hasil belajar dipengaruhi oleh
banyak faktor, antara lain:
a. Faktor intern terdiri dari yaitu faktor fisiologis (kesehatan jasmani dan rohani)
31
b. Faktor ekstern yaitu faktor dari luar diri peserta didik antara lain lingkungan
belajar baik sekolah, keluarga, maupun masyarakat.
10.Materi Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit
Larutan mempunyai peranan penting dalam kehidupan maupun di bidang
industri. Larutan dapat berwujud cair, seperti larutan gula, berwujud gas seperti
udara, dan berwujud padat yang diberi nama alloy contohnya perunggu. Larutan termasuk ke dalam campuran homogen yang komponennya terdiri atas zat terlarut
dan pelarut. Pelarut yang biasa digunakan adalah air, sedangkan zat terlarut terdiri
dari berbagai senyawa, baik senyawa ionik maupun senyawa kovalen. Contoh
senyawa ionik, yaitu KCl, NaOH, NaCl. Contoh senyawa kovalen, yaitu C6H12O6,
NH3, HCl, dan C2H5OH. Larutan berdasarkan daya hantar listriknya terbagi atas:
a. Larutan elektrolit, yaitu larutan yang dapat mengahntarkan arus listrik, seperti
larutan garam, natrium hidroksida, hidrogen klorida, amonia, dan cuka.
b. Larutan nonelektrolit, yaitu larutan yang tidak mengahantarkan arus listrik,
seperti larutan urea, larutan gula, dan alkohol.
Larutan elektrolit dibedakan menjadi dua kelompok yaitu larutan elektrolit
kuat dan elektrolit lemah.
1) Larutan elektrolit kuat yaitu larutan yang daya hantar listriknya kuat,
mencakup asam kuat, basa kuat dan garam. Contoh: larutan NaCl, NaOH, HCl,
dan H2SO4.
2) Larutan elektrolit lemah yaitu larutan yang daya hantar listriknya lemah,
32
Perbedaan larutan elektrolit kuat dan elektrolit lemah didasarkan pada
reaksi ionisasi dalam air. Sebagai contoh, akan dibedakan bagaimana ionisasi HCl
dan CH3COOH dalam air. Jika HCl dilarutkan dalam air, hampir seluruh molekul
HCl akan terurai membentuk ion H+ dan ion Cl-. HCl terionisasi sempurna,
artinya, jika 1 mol HCl dilarutkan akan dihasilkan 1 mol ion H+ dan 1 mol ion Cl-.
HCl (aq) H+ (aq) + Cl- (aq) 1 mol 1 mol 1 mol
Larutan CH3COOH tidak terionisasi sempurna tetapi hanya sebagian. Pada
CH3COOH sekitar 0,4% molekul yang terionisasi, artinya jika 1 mol CH3COOH
dilarutkan dalam air, jumlah ion H+ dan ion CH3COO- masing-masing hanya
0,004 mol
CH3COOH (aq) H+ (aq) + CH3COO- (aq)
1 mol 0,004 mol 0,004 mol
Berdasarkan uraian ini, maka kekuatan daya hantar listrik dari larutan
elektrolit bergantung dari jumlah ion-ion yang ada dalam larutan. Secara garis
besar, perbedaan larutan elektrolit kuat dan elektrolit lemah dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Perbedaan Elektrolit Kuat, Elektrolit Lemah, dan Nonelektrolit
Elektrolit Kuat Elektrolit Lemah Nonelektrolit Terionisasi sempurna Daya hantar listrik kuat Daya hantar listrik Tidak menghantarkan
33
Adapun senyawa-senyawa pembentuk larutan elektrolit:
1) Senyawa ion
NaCl merupakan senyawa ion. Jika kristal NaCl dilarutkan dalam air,
maka ikatan antara ion positif Na+ dan ion negatif Cl- terputus dan ion-ion itu
berinteraksi dengan molekul air. Ion-ion ini dikelilingi oleh molekul air. Peristiwa
ini disebut hidrasi. Dalam keadaan terhidrasi, ion-ion bebas bergerak di seluruh
bagian larutan. Semua senyawa ion merupakan zat elektrolit, sebab jika larut
dalam air dapat menghasilkan ion-ion. Berikut reaksi ionisasi dari larutan
elektrolit:
Contoh:
KCl (aq) K+ (aq) + Cl- (aq)
Na2SO4 (aq) 2 Na+ (aq) + SO42- (aq)
NH4Cl (aq) NH4+ (aq) + Cl- (aq)
2) Senyawa kovalen
Senyawa kovalen adalah senyawa yang atom-atomnya bergabung melalui
ikatan kovalen. Senyawa kovalen polar terbentuk karena dua atom yang
ber-gabung mempunyai perbedaan keelektronegatifan. Contoh senyawa kovalen
polar, diantaranya larutan asam klorida, larutan amonia, dan asam cuka murni.(Ari
Hardianto dan Ruminten, 2009: 145-150).
Pada larutan elektrolit yang dilengkapi elektroda dan rangkaian listrik,
ion-ion negatifnya (anion-ion) bergerak menuju elektroda yang bermuatan positif (anoda)
dan melepaskan elektron. Sedangkan ion-ion positif (kation) bergerak menuju
34
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini, salah satunya dilakukan oleh
Rina Rahayuningsih pada tahun 2012 yang berjudul “Penerapan Siklus Belajar 5E (Learning Cycle 5E) Disertai Peta Konsep untuk Meningkatkan Kualitas Proses dan Hasil Belajar Kimia pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Kelas XI
IPA SMA N 1 Kartasura Tahun Pelajaran 2011/2012. Berdasarkan hasil penelitian
yang telah dicapai, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model
pembela-jaran Learning Cycle 5E pada materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan di SMA N 1 Kartasura dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar peserta didik
kelas XI IPA SMA N 1 Kartasura.
Penelitian lainnya berjudul “Context-based Lessons with 5E Model to
Promote Conceptual Understanding of Chemical Reactions and Energy Concepts” yang dilakukan oleh Ceyhan dan Omer Gebran tahun 2015. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan kontekstual
pendekatan model 5E terhadap reaksi kimia dan konsep energi apabila
dibandingkan dengan pendekatan konvensional. Berdasarkan penelitian ini
pendekatan dengan model 5E memberi-kan pengaruh yang signifikan kepada
peserta didik dalam memahami konsep reaksi kimia.
Penelitian yang berjudul “A New Learning Model on Physical Education:
5E Learning Cycle” yang dilakukan oleh Evren dan Camliyer tahun 2016. Tujuan
35
kelas. Berdasarkan penelitian ini model pembelajaran Learning Cycle 5E dapat digunakan guru dalam mengajar di kelas mengenai konsep-konsep fisika dan
mendukung guru dalam pengaplikasian mengajar di kelas khususnya ilmu Sains.
Penelitian yang berjudul “Learning Cycle Model to Foster Conceptual Understanding in Cell Division and Reproduction Concepts” yang dilakukan oleh Harika, Omer, dan Necdet tahun 2015. Tujuan penelitian ini adalah pengaruh
model pembelajaran Learning Cycle 5E pada peserta didik kelas X dalam memahami materi pembelahan sel dan konsep reproduksi. Berdasarkan penelitian
ini Learning Cycle 5E memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pemahaman peserta didik dalam memahami konsep pembelahan sel dan
reproduksi. Peserta didik lebih mudah menerima konsep yang diberikan.
Penelitian yang berjudul “The Impact of the 5E Model on Changes in Neuroscience, Drug Addiction, and Research Methods Knowledge of Science Teachers Attending California’s ARISE Professional Development Workshops”
yang dilakukan Manzo, When, Liets, Adela, dan Rosa tahun 2016. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui peran guru IPA dalam mengatasi dan
menyembuhkan seseorang yang kecanduan obat-obatan dengan menggunakan
model 5E. Berdasarkan penelitian ini guru IPA yang memiliki daya kreativitas
dan kurangnya pengetahuan dalam upaya mengatasi seseorang yang kecanduan
obat-obatan lebih banyak. Dengan menggu-nakan model 5E, guru IPA dapat
mengatasi permasalahan tersebut.