• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E TERHADAP MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR KIMIA PESERTA DIDIK KELAS X SEMESTER 2 SMA NEGERI 1 GODEAN TAHUN AJARAN 2016 /2017.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E TERHADAP MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR KIMIA PESERTA DIDIK KELAS X SEMESTER 2 SMA NEGERI 1 GODEAN TAHUN AJARAN 2016 /2017."

Copied!
199
0
0

Teks penuh

(1)

i

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E TERHADAP MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR

KIMIA PESERTA DIDIK KELAS X SEMESTER 2 SMA NEGERI 1 GODEAN TAHUN AJARAN 2016/2017

TUGAS AKHIR SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian

Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

Wahyu Anggraini Pramusinta NIM 13303244031

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Wahyu Anggraini Pramusinta

NIM : 13303244031

Program Studi : Pendidikan Kimia

Fakultas : MIPA

Judul TAS : Efektivitas Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 5E terhadap Motivasi dan Prestasi Belajar Kimia Peserta Didik Kelas X Semester 2 SMA Negeri 1 Godean Tahun

Ajaran 2016/2017

menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang

pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan

orang lain kecuali sebagai acuan kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya

ilmiah yang telah lazim.

Yogyakarta, Juni 2017 Penulis

(5)

v

MOTTO

“Ilmu merupakan perbendaharaan, kuncinya adalah bertanya, karena itu

bertanyalah kalian, semoga Allah melimpahkan rahmat kepada kalian.

Sehubungan dengan masalah ini ada empat orang yang diberi pahala, yaitu:

orang yang bertanya; orang yang mengajarkan ilmu; orang yang

mendengarkan ilmu; dan orang yang mencintai ketiganya.”

(HR: abu Naim melalui Ali k.w.)

“ Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”

(6)

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Segala puji bagi Allah AWT yang senantiasa telah melimpahkan rahmat-Nya sampai saat ini.

...berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah berjuang.

...dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghingganya....(QS.Ibrahim: 34)

Karya ini ku persembahkan untuk:

Kedua orangtuaku tercinta yang selalu memberikan semangat, doa, dan

bimbingan, semoga selalu dalam perlindungan Allah SWT.

Kakak-kakakku tersayang yang selalu mengingatkan Sinta, selalu ada

buat Sinta, selalu menguatkan dalam kondisi apapun.

Adikku Amana Salwa Najwa raih cita-cita setinggi langit ya dek.

Teman spesial yang selalu buat ketawa sampai lupa masalah, selalu ada,

sekaligus teman skripsi di rumah: Adnan Faruliansyah

Sahabat-sahabatku yang ceriwis, ngangenin ,paling heboh: Syifa,

Rahma, Safira, Arin, Tessa, Fitri, Dini, Fina, Aul, Nia, Anin, Silmi, Ayu

Murid-murid Sherly Study Club yang telah memberikan kesempatan

berbagi pengalaman dan ilmu. Sukses buat kalian

Teman sekaligus sahabat seperjuangan Pendidikan Kimia C 2013.

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya,

Tugas Akhir Skripsi dalam rangka untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk

mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan dengan judul “Efektivitas Penerapan

Model Pembelajaran Learning Cycle 5E terhadap Motivasi dan Prestasi Belajar

Kimia Peserta Didik Kelas X SMA Negeri 1 Godean Tahun Ajaran 2016/2017”

dapat disusun sesuai harapan. Tugas Akhir Skripsi ini dapat diselesaikan tidak

lepas dari bantuan dan kerjasama dengan pihak lain. Berkenaan dengan hal

tersebut, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. Hartono, M.Si, selaku Dekan FMIPA Universitas Negeri

Yogyakarta yang telah memberikan persetujuan pelaksanaan Tugas Akhir

Skripsi.

2. Bapak Jaslin Ikhsan, Ph.D selaku Ketua Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA

Universitas Negeri Yogyakarta atas persetujuannya dalam Tugas Akhir

Skripsi.

3. Bapak Sukisman Purtadi, M.Pd selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Kimia yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama proses penyusunan

pra proposal sampai dengan selesainya Tugas Akhir Skripsi.

4. Ibu C. Budimarwanti, M.Si selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir Skripsi

yang telah banyak memberikan bimbingan, dan dorongan selama penyusunan

(8)

viii

5. Ibu Dr. Das Salirawati, M.Si selaku penguji utama yang telah memberikan

kritik, saran, dan masukan dalam penyelesaian Tugas Akhir Skripsi.

6. Bapak Dr. Suyanta selaku penguji pendamping yang telah memberikan kritik,

saran, dan masukan dalam penyelesaian Tugas Akhir Skripsi.

7. Bapak Maryono S.Pd., M.Pd selaku kepala SMA N 1 Godean yang telah

memberikan ijin dan bantuan dalam pelaksanaan penelitian Tugas Akhir

Skripsi.

8. Para guru dan staf SMA N 1 Godean yang telah memberi bantuan

memperlancar pengambilan data selama proses penelitian Tugas Akhir

Skripsi.

9. Semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak

langsung dalam penyelesaian Tugas Akhir Skripsi yang tidak dapat disebutkan

satu per satu.

Akhirnya, semoga segala bantuan yang telah diberikan semua pihak

menjadi amalan yang bermanfaat dan mendapatkan balasan dari Allah SWT dan

Tugas Akhir Skripsi ini menjadi informasi bermanfaat bagi pembaca atau pihak

lain yang membutuhkannya.

Yogyakarta, Juni 2017

Penulis

Wahyu Anggraini Pramusinta

(9)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL... i

LEMBAR PERSETUJUAN... ii

LEMBAR PENGESAHAN... iii

SURAT PERNYATAAN... iv

HALAMAN MOTTO... v

HALAMAN PERSEMBAHAN... vi

KATA PENGANTAR... vii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

ABSTRAK... xiv

ABSTRACT... xv

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah... 6

C. Pembatasan Masalah... 6

D. Rumusan Masalah... 7

E. Tujuan Penelitian... 7

F. Manfaat Penelitian... 8

BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teoretik... 9

1. Pengertian Efektivitas... 9

2. Teori Belajar... 10

3. Teori Belajar Konstruktivistik... 12

4. Pengertian Model Pembelajaran... 15

5. Model Pembelajaran Learning Cycle 5E... 16

6. Model Pembelajaran Children Learning In Science... 21

(10)

x

8. Motivasi Belajar... 26

9. Prestasi Belajar Kimia... 28

10. Materi Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit... 31

B. Penelitian yang Relevan... 34

C. Kerangka Berfikir... 36

D. Hipotesis Penelitian... 37

BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian... 38

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian... 38

C. Populasi dan Sampel Penelitian... 40

1. Populasi Penelitian... 40

2. Sampel Penelitian... 40

3. Teknik Pengambilan Sampel... 40

D. Instrumen Penelitian dan Analisis Instrumen... 40

1. Instrumen Penelitian... 40

2. Analisis Instrumen... 43

E. Teknik Pengumpulan Data... 44

F. Teknik Analisis Data... 46

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian... 52

B. Penguji Persyaratan Analisis... 54

C. Pembahasan... 59

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 70

B. Saran... 70

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbedaan Elektrolit Kuat, Elektrolit Lemah, dan Nonelektrolit.... 32

Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Angket Motivasi Belajar Peserta Didik…... 42

Tabel 3. Kisi-kisi Soal Prestasi Belajar...………... 42

Tabel 4. Tingkat Reliabilitas Soal Menggunakan Iteman Program... 44

Tabel 5. Ringkasan Data Motivasi Belajar Awal Peserta Didik... 52

Tabel 6. Ringkasan Data Motivasi Belajar Akhir Peserta Didik...…….. 53

Tabel 7. Ringkasan Data Pengetahuan Awal kimia………... 53

Tabel 8. Ringkasan Data Prestasi Belajar Kimia...……….. 54

Tabel 9. Ringkasan Hasil Uji Normalitas………... 55

Tabel 10. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas... 56

Tabel 11. Ringkasan Hasil Uji-t Beda Subjek……….... 57

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.1 RPP Kelas Eksperimen Pertemuan 1... 74

Lampiran 1.2 RPP Kelas Eksperimen Pertemuan 2 ... 86

Lampiran 1.3 RPP Kelas Eksperimen Pertemuan 3... 97

Lampiran 1.4 RPP Kelas Kontrol Pertemuan 1... 109

Lampiran 1.5 RPP Kelas Kontrol Pertemuan 2... 121

Lampiran 1.6 RPP Kelas Kontrol Pertemuan 3... 131

Lampiran 2 Angket Motivasi Belajar Kimia... 143

Lampiran 3 Kisi-kisi Soal Prestasi Belajar Kimia... 146

Lampiran 4.1 Soal Prestasi Belajar Kimia ... 147

Lampiran 4.2 Kunci Jawaban Soal Prestasi Belajar Kimia... 158

Lampiran 4.3 Lembar Jawab Soal Prestasi Belajar Kimia... 159

Lampiran 5 Uji Validitas dan Reliabilitas Butir Soal... 160

Lampiran 6.1 Data Motivasi Awal dan Akhir Kelas Kontrol... 171

Lampiran 6.2 Data Motivasi Awal dan Akhir Kelas Eksperimen... 172

Lampiran 7.1 Data Pengetahuan Awal dan Prestasi Belajar Kelas Kontrol... 173

Lampiran 7.2 Data Pengetahuan Awal dan Prestasi Belajar Kelas Eksperimen 174 Lampiran 8 Uji Normalitas... 175

Lampiran 9 Uji Homogenitas... 176

Lampiran 10 Uji-t Beda Subjek... 177

Lampiran 11 Uji Anakova... 178

Lampiran 12 Uji Regresi... 179

Lampiran 13 Daftar Hadir Peserta Didik Kelas Kontrol... 180

Lampiran 14 Daftar Hadir Peserta Didik Kelas Eksperimen... 181

(14)

xiv

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E TERHADAP MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR

KIMIA PESERTA DIDIK KELAS X SEMESTER 2 SMA NEGERI 1 GODEAN TAHUN AJARAN 2016 /2017

Oleh

Wahyu Anggraini Pramusinta NIM 13303244031

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) ada tidaknya perbedaan motivasi belajar kimia antara peserta didik yang mengikuti pembelajaran menggunakan model Learning Cycle 5E dengan peserta didik yang mengikuti pembelajaran menggunakan model Children Learning In Science, (2) ada tidaknya perbedaan antara prestasi belajar kimia peserta didik yang mengikuti model pembelajaran Learning Cycle 5E dengan peserta didik yang mengikuti model pembelajaran Children Learning In Science, apabila pengetahuan awal kimia peserta didik dikendalikan secara statistik.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain satu faktor, dua sampel, dan satu kovariabel. Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas X semester 2 SMA Negeri 1 Godean yang berjumlah 128 peserta didik. Sampel penelitian berjumlah 64 peserta didik, terdiri dari dua kelas yaitu kelas eksperimen (A4) sebanyak 32 peserta didik dan kelas kontrol (A2) sebanyak 32 peserta didik yang diambil secara purposive random sampling. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data pengetahuan awal kima peserta didik, data motivasi belajar kima peserta didik, dan data prestasi belajar kimia peserta didik. Data dianalisis dengan uji-t beda subjek dan analisis kovarian (anakova).

Hasil perhitungan menggunakan analisis uji t-beda subjek memberikan hasil t0 = -3,649 dan p = 0,001. Karena p < 0,05 maka ada perbedaan yang

signifikan pada motivasi belajar kimia antara peserta didik yang mengikuti model pembelajaran Learning Cycle 5E dengan peserta didik yang mengikuti model pembelajaran Children Learning In Science. Analisis kovarian menunjukkan bahwa Fhitung = 106,510 dan p = 0,000 karena p < 0,05 maka ada perbedaan yang

signifikan pada prestasi belajar kimia antara peserta didik yang mengikuti model pembelajaran Learning Cycle 5E dengan peserta didik yang mengikuti model pembelajaran Children Learning In Science, apabila pengetahuan awal kimia dikendalikan secara statistik. Dengan demikian, model pembelajaran Leaning Cycle 5E efektif dalam meningkatkan motivasi dan prestasi belajar kimia peserta didik kelas X semester 2 di SMA N 1 Godean.

(15)

xv

THE EFECTTIVENESS OF APPLICATION OF LEARNING CYCLE 5E TO CHEMISTRY STUDENTS LEARNING MOTIVATION AND

ACHIEVEMENT IN THE SECOND SEMESTER OF THE TENTH GRADE OF SMA NEGERI 1 GODEAN

ACADEMIC YEAR 2016 /2017 difference of chemistry learning motivation between of the students using Learning Cycle 5E model with the students using Children Learning In Science model, (2) wheter there was difference of chemistry learning achievement between of the students using Learning Cycle 5E model and Children Learning In

Science model, when the student’s prior knowledge of chemistry was controlled

statistically.

This research was an experimental research with one factor design, two samples, and one covariable. The population in this research was of students in the second semester of the tenth grade of SMA N 1 Godean with population amount 128 students. The sampel is 64 students classified into two classes, which are experimental class (A4) with 32 students and control class (A2) with 32 students taken by purposive random technique. Data obtained were data prior knowledge of chemistry, students motivation learning chemistry, and students chemistry achievement. Data were analyzed with of different subject t-test and covariant (anacova).

The analysis of different subject t-test showed t0 = -3.649 and p = 0.001.

Because p < 0.05 this mean that there was signifficantly difference of chemistry learning motivation between of the students using Learning Cycle 5E model with the students using Children Learning In Science model. Analysis with the covariant gives F0= 106.510 and p = 0.000, because p < 0.05 this mean that there

was signifficantly difference of chemistry learning achievement between of the students using Learning Cycle 5E model and Children Learning In Science

model, when the student’s prior knowledge of chemistry was controlled

statistically. This can be conclude that Learning Cycle 5E model was effective in improving students chemistry learning motivation and student chemistry learning achievement in the second semester of the tenth grade of SMA N 1 Godean.

(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan satu wahana yang digunakan untuk meningkatkan

mutu dan kualitas sumber daya manusia karena pendidikan tidak terlepas dari

proses belajar. Berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun

2003, yang dimaksud dengan tujuan pendidikan dalam konteks nasional adalah

meningkatkan kualitas, mengembangkan sikap dan perilaku yang kreatif serta

inovatif dari peserta didik. Pendidikan memegang peranan penting di setiap

negara karena menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa. Peran dunia

pendidikan senantiasa harus dinamis dan tanggap dalam menghadapi dan

mengantisipasi setiap perubahan yang terjadi pada Bangsa Indonesia. Masyarakat

Indonesia dengan laju pembangunan yang cukup pesat masih menghadapi

masalah pendidikan yang berat, terutama berkaitan dengan kualitas, relevansi, dan

efisiensi pendidikan (Depdikbud, 2013: 1).

Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu dan kualitas

pendidikan adalah dengan membenahi kurikulum yang berlaku. Kurikulum tahun

2013 merupakan penyempurnaan dari kurikulum Tahun 2006 yang lebih

menekankan pada pengembangan kecakapan hidup dan pengalaman langsung

bagi peserta didik. Pendidikan di sekolah atau sering disebut sebagai pendidikan

formal merupakan suatu tempat pendidikan yang utama dalam meningkatkan

pengetahuan yang diperoleh peserta didik. Oleh karena itu, guru sebagai pendidik

(17)

2

menyampaikan materi pelajaran kepada peserta didik. Dalam penerapannya,

model pembelajaran yang digunakan oleh guru masih tergolong konvensional.

Sistem pembelajaran konvensional yang hanya berpusat pada guru dapat membuat

pembelajaran menjadi terkesan monoton, peserta didik menjadi kurang aktif, dan

rasa keingintahuan peserta didik dapat berkurang, karena peserta didik hanya

menerima ilmu dan materi sesuai dengan yang disampaikan guru.

Sistem pembelajaran yang masih konvensional menyebabkan kualitas

pembelajaran yang berlangsung menjadi kurang optimal. Hal ini tidak dapat terus

dibiarkan, guru harus mampu mengemas proses pembelajaran menjadi variatif dan

menarik dimana peserta didik merasa nyaman dan terlibat langsung dalam proses

pembelajaran. Dengan menggunakan model pembelajaran yang sesuai, maka

peserta didik akan lebih termotivasi untuk ikut serta dalam kegiatan pembelajaran,

sehingga pembelajaran akan menjadi lebih optimal dan peserta didik dapat

memahami betul konsep-konsep yang diberikan. Adanya motivasi yang tinggi

pada peserta didik dalam proses pembelajaran akan meningkatkan prestasi belajar

peserta didik, karena kemauan peserta didik untuk belajar juga menjadi tinggi.

Faktor lain yang penting dalam kegiatan pembelajaran di kelas, yaitu

pengetahuan awal peserta didik, dengan pengetahuan awal akan memudahkan

peserta didik dalam mengaitkan antara informasi yang baru dengan informasi

yang sudah dimiliki, sehingga pembelajaran akan lebih bermakna dan penggunaan

model pembelajaran akan lebih mudah diterapkan.

Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan di kelas adalah

(18)

3

belajar mengharuskan peserta didik membangun sendiri pengetahuannya dengan

memecahkan permasalahan yang dibimbing langsung oleh guru. Adanya konsep

baru akan berdampak pada konsep yang telah dimiliki peserta didik. Peserta didik

harus dapat menghubungkan konsep yang baru dipelajari dengan konsep-konsep

lain dalam suatu hubungan antar konsep. Konsep yang baru harus diorganisasikan

dengan konsep-konsep lain yang telah dimiliki. Dalam hal ini peserta didik diberi

kesempatan untuk mengasimilasi informasi dengan cara mengeksplorasi

lingkungan, mengakomodasi informasi dengan cara mengembangkan konsep,

mengorganisasi informasi dan menghubungkan konsep-konsep baru dengan

menggunakan atau memperluas konsep yang dimiliki untuk menjelaskan suatu

fenomena yang berbeda (Fajaroh dan Dasna, 2008).

Learning Cycle adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dan merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan yang diorganisasi

sedemikian rupa, sehingga peserta didik dapat menguasai kompetensi-kompetensi

yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif. Siklus belajar

yang menggunakan 5 tahap kegiatan (5 fase) dikenal dengan Learning Cycle 5E. Tahapan-tahapan dari Learning Cycle 5E adalah engagement (pendahuluan), exploration (eksplorasi), explanation (penjelasan), elaboration (elaborasi), dan evaluation (evaluasi).

Pada tahap engagement guru mengeksplorasi pengetahuan awal serta membangkitkan keingintahuan peserta didik terhadap topik yang akan diajarkan.

(19)

4

literatur. Pada tahap explanation guru mendorong peserta didik untuk menjelaskan konsep dengan kalimat mereka sendiri. Pada tahap elaboration (elaborasi) peserta didik menerapkan konsep-konsep yang telah dipelajari serta membuat hubungan

antar konsep. Pada tahap evaluation (evaluasi) guru memberi pertanyaan kepada peserta didik untuk mengetahui sejauh mana penguasaan materi yang dipelajari.

Untuk mengetahui keefektifan penggunaan model pembelajaran Learning Cycle 5E ini, maka digunakan dua kelas. Kelas yang menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 5E sebagai kelas eksperimen dan satu kelas lain yang menggunakan model pembelajaran selain Learning Cycle 5E sebagai kelas kontrol. Model pembelajaran yang digunakan untuk kelas kontrol adalah model

pembelajaran Children Learning In Science. Model ini digunakan sebagai pembanding, karena pada model ini dilandasi pandangan konstruktivisme dimana

peserta didik menemukan konsepnya sendiri dan juga menggunakan lima tahapan.

Kelima tahapan tersebut adalah orientasi, pemunculan gagasan, penyusunan ulang

gagasan, penerapan gagasan, dan pemantapan gagasan.

Model pembelajaran Children Learning In Science adalah model yang memiliki kerangka berpikir untuk menciptakan lingkungan yang memungkinkan

terjadinya kegiatan belajar mengajar yang melibatkan peserta didik dalam

kegiatan pembelajaran. Berdasarkan tahapan yang dilaksanakan pada model

pembelajaran Children Learning In Science, maka dapat diketahui karakteristik model pembelajaran Children Learning In Science, antara lain dilandasi oleh pandangan konstruktivisme, pembelajaran berpusat pada peserta didik,

(20)

5

Learning Cycle 5E dengan Children Learning In Science terdapat pada sintaks pembelajarannya. Model Learning Cycle 5E menerapkan pembelajaran siklus, dimana apabila belum didapatkan hasil yang optimal, maka dapat dilakukan siklus

berikutnya yang pelaksanaannya harus lebih baik dibanding siklus sebelumnya

sampai hasilnya optimal.

Materi pelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah materi yang

ada dalam pelajaran kimia kelas X semester 2, yaitu larutan elektrolit dan

nonelektrolit. Pemilihan materi ini dikarenakan materi elektrolit dan nonelektrolit

merupakan materi yang bersifat teoritis yang melibatkan praktikum, sehingga

sesuai diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 5E. Peneliti melakukan penelitian di SMA N 1 Godean dikarenakan sekolah

tersebut sudah menggunakan Kurikulum 2013, walaupun penerapannya belum

sepenuhnya sesuai dengan Kurikulum 2013. Guru masih terlibat aktif dalam

pembelajaran di kelas, selain itu, Laboratorium kimia yang tersedia di sekolah

penggunaannya masih terbatas, sehingga belum maksimal untuk proses belajar-

mengajar. Dengan adanya penerapan model Learning Cycle 5E diharapkan dapat memberikan perubahan dalam pembelajaran di kelas, sehingga peserta didik dapat

menerima pelajaran dengan mudah dan senang.

Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai

efektivitas penerapan model pembelajaran Learning Cycle 5E di SMA N 1 Godean dalam meningkatkan motivasi dan prestasi belajar peserta didik. Dalam

hal ini, akan diteliti ada tidaknya perbedaan motivasi dan prestasi belajar antara

(21)

6

dengan peserta didik yang memperoleh pembelajaran model Children Learning In Science.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat diidentifikasi masalah

sebagai berikut:

1. Banyak peserta didik yang kurang aktif dalam pembelajaran kimia.

2. Banyak peserta didik kurang termotivasi belajar kimia.

3. Guru relatif masih kurang dalam menggunakan model pembelajaran yang

sesuai dengan tujuan, jenis, dan sifat materi yang diajarkan.

4. Sebagian besar guru belum mampu mengemas proses pembelajaran menjadi

variatif dan menarik dimana peserta didik merasa nyaman dan terlibat langsung

dalam proses pembelajaran.

C. Pembatasan Masalah

Untuk menjaga kedalaman penelitian serta analisis data secara cermat

tentang ruang lingkup penelitian, maka perlu dibatasi kajian penelitiannya.

Masalah yang dibatasi dalam penelitian ini antara lain:

1. Materi pelajaran dalam penelitian ini dibatasi pada materi elektrolit dan

nonelektrolit.

2. Penggunaan model pembelajaran Learning Cycle 5E dinyatakan efektif apabila motivasi dan prestasi belajar kimia peserta didik yang mengikuti

(22)

7

perbedaan yang signifikan dan positif dibandingkan dengan model Children Learning In Science.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan

masalah, maka dapat diajukan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Adakah perbedaan motivasi antara peserta didik yang mengikuti pembelajaran

menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 5E dengan peserta didik yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran Children Learning In Science?

2. Adakah perbedaan prestasi belajar antara peserta didik yang mengikuti

pembelajaran menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 5E dengan peserta didik yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran

Children Learning In Science, apabila pengetahuan awal kimia peserta didik dikendalikan secara statistik?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui:

1. ada tidaknya perbedaan motivasi antara peserta didik yang mengikuti

pembelajaran menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 5E dengan peserta didik yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran

Children Learning In Science.

2. ada tidaknya perbedaan prestasi belajar antara peserta didik yang mengikuti

(23)

8

peserta didik yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran

Children Learning In Science, apabila pengetahuan awal kimia peserta didik dikendalikan secara statistik.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi kegunaan, antara lain:

1. Bagi peserta didik, dapat memberikan pengalaman baru bagi peserta didik yang

nantinya dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar kimia peserta didik.

2. Bagi guru, dapat digunakan sebagai salah satu alternatif dalam upaya

mening-katkan motivasi dan mengoptimalkan proses belajar kimia, sehingga dapat

dijadikan sebagai faktor penunjang dalam mencapai prestasi dan tujuan yang

diharapkan.

3. Bagi sekolah, sebagai masukan untuk perbaikan kualitas pembelajaran bagi

guru, khususnya tentang model pembelajaran yang inovatif yang mampu

meningkatkan motivasi dan prestasi belajar peserta didik.

4. Bagi peneliti, memperoleh pengalaman langsung dalam pelaksanaan

(24)

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teoretik

1. Pengertian Efektivitas

Efektivitas berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil, tepat, atau manjur. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 284) kata

efektif mempunyai arti ada efek, pengaruh atau akibat. Selain itu efektif juga

dapat diartikan dapat membawa hasil atau berhasil guna. Efektivitas menunjukkan

taraf tercapainya suatu tujuan. Suatu usaha dikatakan efektif jika usaha itu

mencapai tujuannya. Istilah efektif (effective) dan efisien (efficient) merupakan dua istilah yang saling berkaitan. Tentang arti dari efektif dan efisien terdapat

beberapa pendapat. Menurut Chester I. Barnard dalam Kebijakan Kinerja

Karyawan (Prawirosentono, 1999: 27), menjelaskan bahwa arti efektif dan efisien

adalah sebagai berikut :

“When a specific desired end is attained we shall say that the action is effective. When the unsought consequences of the action are more important than the attainment of the desired end and are dissatisfactory, effective action, we shall say, it is inefficient. When the unsought consequences are unimportant or trivial, the action is efficient. Accordingly, we shall say that an action is effective if it specific objective aim. It is efficient if it satisfies the motives of the aim, whatever it is effective or not”.

Jadi dapat dikatakan bahwa sebuah kegiatan efektif apabila tujuan kegiatan

tersebut dapat dicapai. Jika akibat-akibat yang tidak dicari dari kegiatan

mempunyai nilai yang lebih penting dibandingkan dengan hasil yang dicapai,

sehingga mengakibatkan ketidakpuasan, meskipun efektif kegiatan tersebut dapat

(25)

10

itu mempunyai nilai tidak penting atau remeh, maka kegiatan tersebut efisien.

Sehubungan dengan itu, maka dapat dikatakan sesuatu efektif bila mencapai

tujuan tertentu. Sesuatu dikatakan efisien bila hal itu memuaskan sebagai

pendorong mencapai tujuan, terlepas apakah efektif atau tidak.

Pius A. Portanto (2004: 60), mengemukakan bahwa efektivitas diartikan

sebagai suatu ketepatan penggunaan pendekatan, terhadap keberhasilan proses

belajar-mengajar pada sasarannya, yaitu tujuan pembelajaran yang berupa hasil

belajar, meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Keefektifan diukur

dengan melihat tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Jadi, jika kata efektif dihubungkan dengan penerapan suatu model

pembelajaran, maka memiliki makna bahwa model pembelajaran dapat

mening-katkan prestasi belajar, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara

optimal.

2. Teori Belajar

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologis belajar

memiliki arti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Definisi ini memiliki

pengertian bahwa belajar adalah suatu aktivitas seseorang untuk mencapai

kepandaian atau ilmu yang tidak dimiliki sebelumnya. Dengan belajar manusia

menjadi tahu, memahami, mengerti, serta dapat melaksanakan dan memiliki

“sesuatu” (Heri Rahyubi, 2011: 2).

Belajar merupakan sebuah proses yang kompleks yang terjadi pada semua

orang dan berlangsung seumur hidup, sejak masih bayi (bahkan dalam

(26)

11

sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah

laku tersebut menyangkut perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif),

keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif)

(Eveline siregar, 2010: 3).

Berikut ini merupakan pemaparan dari beberapa perspektif para ahli

tentang pengertian belajar. W.H. Burton (1984) dalam The Guidance of Learning Activities (Eveline Siregar, 2010: 4), mengemukakan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku pada diri individu, karena adanya interaksi antara individu

dengan individu dan individu dengan lingkungannya, sehingga mereka lebih

mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Sementara Ernest R. Hilgard dalam

Introduction to Psychology mendefinisikan belajar sebagai suatu proses peru-bahan kegiatan, reaksi terhadap lingkungan. H.C. Witherington dalam

Educational Psychology (Eveline Siregar, 2010: 4), menjelaskan pengertian belajar sebagai suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri

sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan

kepriba-dian atau suatu pengertian.

Jadi, belajar adalah suatu aktivitas mental (psikis) yang berlangsung dalam

interaksi dengan lingkungannya yang menghasilkan perubahan yang bersifat

relatif konstan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seseorang dikatakan

telah belajar apabila sudah terdapat perubahan tingkah laku dalam dirinya.

Perubahan tersebut terjadi sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungannya,

(27)

12

Kecuali itu perubahan tersebut haruslah bersifat relatif permanen, tahan lama, dan

menetap, tidak berlangsung sesaat saja.

3. Teori Belajar Konstruktivistik

Teori konstruktivistik memahami belajar sebagai proses pembentukan

(konstruksi) pengetahuan oleh si belajar itu sendiri. Pengetahuan ada di dalam diri

seseorang yang sedang mengetahui. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu

saja dari otak seorang guru kepada orang lain. Menurut Glaserfeld, Bettencout

(1989) dan Matthews (1994) (Eveline Siregar, 2010: 35) menyatakan bahwa

pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan hasil konstruksi (bentukan)

orang itu sendiri. Sementara Piaget (Eveline Siregar, 2010: 35) mengemukakan

bahwa pengetahuan merupakan ciptaan manusia yang dikonstruksikan dari

pengalamannya, proses pembentukan berjalan terus menerus dan setiap kali

terjadi rekonstruksi karena adanya pemahaman yang baru.

Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Eveline Siregar, 2010:

32) menegaskan bahwa proses belajar terdiri dari tiga tahapan, yakni asimilasi,

akomodasi, dan equilibrasi (penyeimbangan). Asimilasi adalah proses pengintegrasian informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada. Akomodasi

adalah proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Equilibri adalah penyesuaian kesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.

Menurut Cruikshank (Benny A, 2010: 123) implementasi pendekatan

konstruktivistik dalam aktivitas pembelajaran memiliki beberapa karakteristik

(28)

13

aktivitas pembelajaran bersifat otentik dan situasional, c) aktivitas belajar harus

menarik dan menantang, d) peserta didik harus dapat mengaitkan informasi baru

dengan informasi yang telah dimiliki sebelumnya dengan sebuah proses yang

disebut “bridging”, e) peserta didik harus mampu merefleksikan pengetahuan

yang sedang dipelajari, f) guru lebih berperan sebagai fasilitator yang dapat

membantu peserta didik dalam melakukan konstruksi pengetahuan, g) guru harus

dapat memberi bantuan berupa scafolding yang diperlukan peserta didik dalam menempuh proses belajar.

Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif

oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak

bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi

dengan lingkungannya. Perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses

berkesinambungan tentang keadaan ketidakseimbangan dan keadaan

keseim-bangan (Poedjiadi, 1999: 61).

Berdasarkan pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak

dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan anak

mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual anak

berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan

konstruk-tivisme.

Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan

anak menurut Driver dan Oldham (Eveline Siregar, 2010: 35) adalah a) orientasi,

yaitu peserta didik diberi kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam

(29)

14

elisitasi, yaitu peserta didik mengungkapkan idenya dengan jalan berdiskusi menulis, membuat poster dan lain-lain, c) restrukturisasi ide, yaitu klarifikasi ide

orang lain, membangun ide baru, mengevaluasi ide baru, d) penggunaan ide baru

dalam berbagai situasi, yaitu ide pengetahuan yang telah terbentuk perlu

diaplika-sikan pada bermacam-macam situasi, e) review, yaitu dalam mengaplikasikan pengetahuan, gagasan yang ada perlu direvisi dengan menambahkan atau

mengubah.

Menurut pandangan konstruktivistik, belajar merupakan suatu proses

pembentukan pengetahuan. Peserta didik harus aktif melakukan kegiatan, aktif

berpikir, menyusun konsep, dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang

dipelajari, tetapi yang menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar

peserta didik itu sendiri. Sementara peranan guru dalam belajar konstruktivistik

berperan membantu agar proses pengkonstruksian pengetahuan oleh peserta didik

berjalan lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya,

melainkan membantu peserta didik untuk membentuk pengetahuannya sendiri dan

dituntut untuk lebih memahami jalan pikiran atau cara pandang peserta didik

belajar (Eveline Siregar, 2010: 41).

Pendekatan konstruktivistik menekankan bahwa peranan utama dalam

kegiatan belajar adalah aktivitas peserta didik dalam mengkonstruksi

pengetahu-annya sendiri, melalui bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya

yang disediakan untuk membantu pembentukan tersebut. Lingkungan belajar

sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap

(30)

15

pada pengalaman, sehingga memunculkan pemikiran terhadap usaha

mengeva-luasi belajar konstruktivistik.

Pembelajaran konstruktivistik membantu peserta didik menginternalisasi

dan mentransformasi informasi baru. Transformasi terjadi dengan menghasilkan

pengetahuan baru, yang selanjutnya akan membentuk struktur kognitif baru.

Konstruktivistik lebih luas dan sukar untuk dipahami. Pandangan ini tidak melihat

pada apa yang dapat diungkapkan kembali atau apa yang dapat diulang oleh

peserta didik terhadap pembelajaran yang telah diajarkan dengan cara menjawab

soal-soal tes, melainkan pada apa yang dapat dihasilkan peserta didik,

didemons-trasikan, dan ditunjukkan.

4. Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah pola dalam merancang pembelajaran, dapat

juga didefinisikan sebagai langkah pembelajaran, dan perangkatnya untuk

mencapai tujuan pembelajaran.

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang dapat

digunakan untuk mendesain pola–pola mengajar secara tatap muka di dalam

kelas atau mengatur tutorial, dan untuk menentukan materi/perangkat

pembela-jaran termasuk di dalamnya buku–buku, film–film, tipe–tipe, program– program

perangkat komputer, dan kurikulum (sebagai kursus untuk belajar). Setiap

model mengarahkan kita untuk mendesain pembelajaran yang dapat membantu

(31)

16

5. Model Pembelajaran Learning Cycle 5E

Model Learning Cycle 5E merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa, sehingga pembelajar dapat menguasai

kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan

berperan aktif (Woro Sumarni, 2010: 523).

Model Pembelajaran Learning Cycle merupakan salah satu model pem-belajaran yang sesuai dengan paradigma konstruktivisme. Pendekatan teori

kontruktivistik pada dasarnya menekankan pentingnya peserta didik membangun

sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan proses belajar-mengajar, sehingga

proses belajar mengajar lebih berpusat pada peserta didik (student centered) daripada guru (teacher centerred). Dengan kata lain pembelajaran menggunakan model pembelajaran Learning Cycle berpusat pada peserta didik dan guru berperan sebagai fasilitator (Trianto, 2007: 22 ).

Menurut Rusman (Nurul Qomariyah, 2009: 14) ada beberapa model yang

dilandasi konstruktivistik, yaitu model siklus belajar (Learning Cycle), model pembelajaran generatif, model pembelajaran interaktif, model Children Learning In Science, dan model strategi pembelajaran kooperatif. Model Learning Cycle pertama kali diperkenalkan oleh Robet Karplus dalam Science Curriculum Improvement Study/SCIS. Model Learning Cycle merupakan salah satu model pembelajaran dengan pendekatan kontruktivistik yang pada mulanya

terdiri atas tiga tahap, yaitu exploration, invention, dan discovery. Tiga tahap tersebut saat ini dikembangkan menjadi lima tahap oleh Anthony W lorsbach,

(32)

17

Model Learning Cycle 5E mempunyai salah satu tujuan, yaitu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengkonstruksi

pengeta-huan dan pengalaman mereka sendiri dengan terlibat secara aktif, mempelajari

materi secara bermakna dengan bekerja dan berfikir, baik secara individu

maupun kelompok, sehingga peserta didik dapat menguasai

kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran. Model Learning Cycle 5E lebih menekankan pada peningkatan kemampuan peserta didik melakukan

investigasi dan bukti-bukti untuk mendukung kesimpulan yang dibuatnya, serta

mengaplikasikan konsep yang didapatnya pada situasi yang baru, sehingga

konsep yang didapat akan lebih dipahami dengan baik (Rini Susanti, 2012: 61).

Model pembelajaran Learning Cycle 5E dibagi menjadi beberapa fase, yaitu:

a) Engegament (Pendahuluan)

Pada tahap ini, guru berusaha membangkitkan dan mengembangkan

minat dengan keingintahuan (curioucity) peserta didik tentang topik yang akan diajarkan. Hal ini dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan tentang proses

faktual dalam kehidupan sehari-hari (yang sesuai dengan topik yang dibahas).

Dengan demikian, peserta didik akan memberikan respon/jawaban, kemudian

jawaban peserta didik tersebut dijadikan pedoman oleh guru untuk mengetahui

pengetahuan awal peserta didik tentang pokok bahasan yang akan dibahas.

b) Exploration (Eksplorasi)

Pada fase ini, peserta didik diberi kegiatan yang dapat melibatkan

(33)

18

yang diambil, mencatat hasil pengamatan dan mendiskusikan dengan peserta

didik yang lain. Dengan demikian, peserta didik memiliki kesempatan untuk

bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil tanpa pengajaran langsung dari

guru. Pada fase ini guru sebagai fasilitator.

c) Explanation (Penjelasan)

Kegiatan pada fase ini bertujuan untuk melengkapi, menyempurnakan

dan mengembangkan konsep yang diperoleh peserta didik. Peserta didik dituntut

untuk menjelaskan konsep yang sedang dipelajari dalam kalimat mereka

sendiri. Pada fase ini peserta didik menemukan istilah–istilah dari konsep yang

dipelajari.

d) Elaboration (Elaborasi)

Kegiatan belajar ini mengarahkan peserta didik menerapkan

konsep-konsep yang telah dipelajari, membuat hubungan antar konsep-konsep dan

menerap-kannya pada situasi yang baru melalui kegiatan-kegiatan praktikum lanjutan yang

dapat memperkuat dan memperluas konsep yang telah dipelajari.

e) Evaluation (Evaluasi)

Peserta didik diberi pertanyaan untuk mendiagnosa pelaksanaan kegiatan

belajar dan mengetahui pemahaman peserta didik mengenai konsep yang

diperoleh.

Kelima tahap tersebut dapat dituangkan dalam bentuk siklus seperti

(34)

19

Gambar 1. Struktur Model Learning Cycle 5E

Learning Cycle melalui kegiatan dalam setiap fase mewadahi peserta didik untuk aktif membangun konsep–konsepnya sendiri dengan cara

berinter-aksi dengan lingkungan fisik maupun sosial. Implementasi Learning Cycle dalam pembelajaran sesuai pandangan konstruktivistik yaitu:

a) Peserta didik belajar aktif. Peserta didik mempelajari materi secara bermakna

dengan bekerja dan berpikir. Pengetahuan dikonstruksi dari pengalaman

sendiri.

b) Informasi dikaitkan dengan skema yang telah dimiliki peserta didik.

Infor-masi baru yang dimiliki peserta didik berasal dari interpretasi individu.

Dengan demikian, proses belajar bukan lagi sekedar transfer pengetahuan

dari guru ke peserta didik, tetapi merupakan proses memperoleh konsep yang

berorientasi pada keterlibatan peserta didik secara aktif dan langsung. Proses

pembelajaran demikian akan lebih bermakna dan menjadikan skema dalam diri

peserta didik menjadi pengetahuan fungsional yang setiap saat dapat

diorganisasi-kan oleh peserta didik untuk menyelesaidiorganisasi-kan masalah-masalah yang dihadapi. evaluate

explain

engegament

(35)

20

Effektifitas implementasi Learning Cycle 5E diukur melalui observasi proses dan pemberian tes. Jika ternyata hasil dan kualitas pembelajaran tersebut

ternyata belum memuaskan, maka dapat dilakukan siklus berikutnya yang

pelaksanaannya harus lebih baik dibanding sebelumnya dengan cara

mengantisi-pasi kelemahan-kelemahan siklus belajar sebelumnya, sampai hasilnya

memu-askan.

Dilihat dari dimensi guru, implementasi model pembelajaran ini dapat

memperluas wawasan dan meningkatkan kreativitas guru dalam merancang

kegiatan pembelajaran. Dilihat dari dimensi peserta didik, penerapan model

pembelajaran ini memberikan kelebihan, yaitu:

a) meningkatkan motivasi belajar karena peserta didik dilibatkan secara aktif

dalam proses pembelajaran;

b) lebih berpeluang untuk menyampaikan pendapat dan gagasan;

c) dapat menumbuhkan kegiatan belajar; dan

d) pembelajaran menjadi lebih bermakna.

Kekurangan penerapan Learning Cycle 5E dalam pembelajaran perlu diantisipasi, diantaranya (Soebagjo, 2000):

a) Efektivitas pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai materi dan

langkah-langkah pembelajaran.

b) Menuntut kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang dan

melaksanakan proses pembelajaran.

(36)

21

d) Memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun rencana

dan melaksanakan pembelajaran.

6. Model Pembelajaran Children Learning In Science

Model pembelajaran Children Learning In Science adalah model mengajar yang urutannya sudah ditentukan oleh Rosalind Driver yang terdiri dari tahap,

yaitu:

a) Orientasi (orientation)

b) Pemunculan gagasan (elicitation of ideas)

c) Penyusunan ulang gagasan (restructuring of ideas) d) Penerapan gagasan (application of ideas)

e) Pemantapan gagasan (consolidation of ideas)

Tahap pemantapan gagasan (consolidation of ideas) terbagi lagi menjadi beberapa sub-sub tahap (Nuriman Wijaya, 1997: 9), yaitu:

a) Pengungkapan dan pertukaran gagasan (clarification and exchange).

b) Pembukaan situasi konflik (exposure to conflict situation), dan konstruksi gagasan baru dan evaluasi (construction of new ideas and evaluation).

Alfiati Syafrina (2000: 20) menyatakan bahwa model pembelajaran

Children Learning In Science adalah suatu model pembelajaran yang memiliki tahapan-tahapan untuk membangkitkan perubahan konseptual peserta didik.

Model pembelajaran Children Learning In Science ini dilandasi oleh pandangan konstruktivisme yang memperhatikan pengalaman dan konsep awal peserta didik,

(37)

22

menghadapi lingkungan sebagai bahan belajar. Kelima langkah model

pembela-jaran Children Learning In Science dapat dirangkum dalam bagan sebagai berikut (Driver, 1988: 175 dalam Nuriman Wijaya, 1997: 15):

Gambar 2. Struktur Model Children Learning In Science ORIENTASI

PEMUNCULAN GAGASAN

PENYUSUNAN ULANG GAGASAN

Membandingkan dengan gagasan

PENERAPAN GAGASAN Evaluasi

Konstruksi gagasan baru Pembukaan situasi konflik Pengungkapan dan pertukaran

gagasan

(38)

23

Model pembelajaran Children Learning In Science dibagi menjadi beberapa fase, yaitu:

a)Tahap orientasi (orientation)

Pada tahap ini, perhatian dan minat peserta didik dibangkitkan dengan cara

guru memberikan contoh-contoh fenomena alam yang menarik dalam kehidupan

sehari-hari yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari.

b) Tahap pemunculan gagasan (elicitation of ideas)

Pada tahap ini, guru mengungkapkan konsepsi awal peserta didik dengan

menghadapkan peserta didik pada suatu permasalahan.

c)Tahap penyusunan ulang gagasan (restructuring of ideas)

Pada tahap ini terdiri dari pengungkapan dan pertukaran gagasan,

perubahan situasi konflik, kontruksi gagasan baru, dan evaluasi. Peserta didik

diberikan LKPD dan melakukan kegiatan belajar dalam kelompok secara

berdiskusi dan bertukar gagasan untuk menjawab pertanyaan dan masalah dalam

LKPD.

d) Penerapan gagasan (application of ideas)

Pada tahap ini, peserta didik menjawab pertanyaan yang disusun dalam

LKPD untuk menerapkan konsep ilmiah mengenai permasalahan dalam

kehi-dupan sehari-hari.

e) Pemantapan gagasan (consolidation of ideas)

Pada tahap ini, peserta didik diberi kesempatan untuk melakukan refleksi

(39)

24

Penerapan model pembelajaran Children Learning In Science mempunyai kelebihan-kelebihan, diantaranya (Nuriman Wijaya, 1997: 21-22):

a) Membiasakan peserta didik belajar mandiri dalam memecahkan suatu masalah.

b) Menciptakan kreativitas peserta didik untuk belajar, sehingga tercipta suasana

kelas yang lebih nyaman dan kreatif, terjalinnya kerjasama antar peserta didik,

dan peserta didik terlibat secara langsung dalam melakukan kegiatan.

c) Menciptakan belajar bermakna, karena timbulnya kebanggaan peserta didik

menentukan sendiri konsep ilmiah yang sedang dipelajari dan peserta didik

akan bangga dengan hasil temuannya.

d) Guru dalam mengajar akan lebih mudah, karena dapat menciptakan suasana

belajar yang lebih aktif, sehingga guru hanya menyediakan berbagai masalah

yang berhubungan dengan konsep yang diajarkannya, sedangkan peserta didik

dapat mencari sendiri jawabannya.

e) Guru dapat menciptakan alat-alat atau media pengajaran yang sederhana yang

dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.

Model Children Learning In Science selain mempunyai kelebihan juga mempunyai kelemahan. M.D Salwin (1996: 8) mengemukakan beberapa

kele-mahan model pembelajaran Children Learning In Science, antara lain guru dituntut untuk menyiapkan model pembelajaran untuk setiap topik pelajaran dan

sarana laboratorium harus lengkap. Selain itu, bagi peserta didik yang belum

terbiasa belajar mandiri atau berkelompok akan merasa asing dan sulit untuk

(40)

25

Dilihat dari kelebihan dan kekurangan kedua model pembelajaran tersebut,

model pembelajaran Learning Cycle 5E diharapkan lebih efektif diterapkan. Hal ini dikarenakan pada model Learning Cycle 5E apabila hasil dan kualitas pembelajaran yang dicapai belum memuaskan, maka dapat dilakukan siklus

berikutnya yang pelaksanaannya diupayakan lebih baik dibanding siklus

sebelum-nya dengan cara mengantisipasi kelemahan-kelemahan siklus sebelumsebelum-nya, sampai

hasilnya memuaskan. Selain itu guru akan terdorong untuk lebih kreatif dalam

merancang dan melaksanakan proses pembelajaran, yang nantinya akan

mening-katkan kualitas guru dalam mengajar.

7. Pengetahuan Awal Kimia Peserta Didik

Pengetahuan awal kimia peserta didik adalah pengetahuan kimia yang

telah dimiliki oleh peserta didik sebelum belajar kimia lebih lanjut. Menurut

Muhammad Nur (Oktaviana, 2011: 19) pengetahuan awal adalah kumpulan dari

pengetahuan dan pengalaman individu yang diperoleh sepanjang perjalanan hidup

mereka dan apa yang ia bawa kepada suatu pengalaman baru. Menurut Ausubel

dan Robinson (Slameto, 2003: 23) faktor paling penting yang mempengaruhi hasil

belajar adalah apa yang telah diketahui oleh peserta didik. Agar terjadi belajar

yang bermakna, materi pokok baru atau informasi baru harus dikaitkan dengan

materi pokok yang telah ada dalam struktur kognitif peserta didik. Pengertian atau

pengetahuan baru akan lebih mudah dipelajari jika peserta didik telah memiliki

informasi, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang relevan dengan apa yang telah

(41)

26

Pengetahuan awal turut berperan penting bagi peserta didik dalam

pemahaman konsep baru. Materi pembelajaran akan lebih mudah dipahami

apabila peserta didik dapat menghubungkan kemampuan awal yang dimiliki

dengan informasi baru. Kemampuan awal menunjukkan sejauh mana pemahaman

awal peserta didik terhadap materi, sehingga guru dapat menentukan keluasan dan

kedalaman materi yang disampaikan (Nur Indah, 2014: 194).

Nana Sudjana dan Ibrahim (2009: 39) menyatakan bahwa 50% prestasi

belajar peserta didik di sekolah dipengaruhi oleh pengetahuan awal, 30% oleh

faktor lingkungan, dan 20% oleh faktor lain. Dengan demikian, pengetahuan awal

berpengaruh terhadap pencapaian prestasi belajar peserta didik. Seorang guru

harus mengetahui pengetahuan awal yang dimiliki peserta didiknya. Hal ini sangat

perlu supaya pendidik dapat mengetahui sejauhmana peserta didik telah

mema-hami materi yang akan disajikan.

8. Motivasi Belajar

Motivasi berasal dari bahasa latin “ movere”, yang berarti menggerakkan.

Motivasi menurut Wlodkowsky (Sugihartono, 2007:78) merupakan suatu kondisi

yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu, dan yang memberi arah

serta ketahanan (persistence) pada tingkah laku tersebut. Menurut Riduwan (Keke, 2008: 14) motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam

diri peserta didik yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin

kelang-sungan dari kegiatan belajar dan memberi arah pada kegiatan belajar, sehingga

(42)

27

Hamzah B.Uno (2006: 27) menyatakan bahwa peranan motivasi dalam

belajar dan pembelajaran antara lain adalah: a) menentukan hal-hal yang dapat

dijadikan penguat belajar, b) memperjelas tujuan pembelajaran yang hendak

dicapai yaitu kaitannya dengan kemaknaan belajar, c) menentukan ragam kendali

terhadap rangsangan belajar, d) menentukan ketekunan belajar.

Mc. Donald (Hamalik, 2001: 158), menyatakan bahwa, “Motivation is an energy change within the person characterized by affective arousal and anticipatory goal reaction.”

Motivasi adalah perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang

ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Motivasi

belajar kimia memegang peranan sangat besar sebagai penggerak dan pendorong

peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar kimia. Untuk itu diperlukan upaya

yang mampu mendorong motivasi peserta didik dalam melakukan kegiatan belajar

kimia.

Dalam proses pembelajaran, terdapat dua peranan penting motivasi,

pertama motivasi menunjukkan daya penggerak psikis dalam diri peserta didik

yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan belajar demi

mencapai suatu tujuan. Kedua, motivasi memegang peranan penting dalam

memberikan gairah, semangat dan rasa senang dalam belajar, sehingga peserta

didik yang mempunyai motivasi tinggi mempunyai energi yang banyak untuk

melaksanakan kegiatan belajar.

Berdasarkan pengertian dan analisis tentang motivasi, maka pada

(43)

28

a) Motivasi intrinsik

Motivasi intrinsik adalah motivasi yang tercakup di dalam situasi belajar

dan menemui kebutuhan dan tujuan-tujuan peserta didik. Motivasi ini sering

disebut motivasi murni. Motivasi yang timbul dari dalam diri sendiri, misalnya

keinginan untuk mendapat keterampilan tertentu, memperoleh informasi dan

pengertian, mengembangkan sikap untuk berhasil, menyenangi kehidupan,

menyadari sumbangannya terhadap usaha kelompok, keinginan diterima oleh

orang lain, dan lain-lain. Jadi, motivasi ini timbul tanpa pengaruh dari luar.

Motivasi intrinsik adalah motivasi yang hidup dalam diri peserta didik dan

berguna dalam situasi belajar yang fungsional. Dalam hal ini hadiah atau pujian

tidak diperlukan, karena tidak akan menyebabkan peserta didik bekerja atau

belajar untuk mendapatkan pujian atau hadiah.

b) Motivasi ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang disebabkan oleh faktor-faktor

dari luar situasi belajar. Motivasi ekstrinsik ini sangat diperlukan di sekolah,

sebab pembelajaran di sekolah tidak semuanya menarik minat peserta didik atau

sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Seringkali peserta didik belum memahami

pentingnya belajar di sekolah, oleh karena itu motivasi terhadap pelajaran perlu

dibangkitkan oleh guru, sehingga peserta didik memiliki kemauan untuk belajar.

9. Prestasi Belajar Kimia

Belajar merupakan kegiatan setiap orang. Pengetahuan, keterampilan,

kebiasaan, kegemaran dan sikap seseorang terbentuk, dimodifikasi dan

(44)

29

Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian,

sikap-sikap, apresiasi, abilitas, dan keterampilan (Hamalik, 2005: 31). Hasil

belajar bukan hanya suatu penguasaan hasil latihan saja, melainkan merubah

perilaku. Bukti yang nyata jika seseorang telah belajar adalah terjadinya

perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi

tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti. Tingkah laku dalam belajar memiliki

unsur subjektif dan unsur motoris. Unsur subjektif adalah unsur rohaniah,

sedangkan unsur motoris adalah unsur jasmaniah. Tingkah laku manusia terdiri

dari sejumlah aspek. Hasil belajar akan tampak pada setiap perubahan pada

aspek-aspek tersebut. Adapun aspek-aspek-aspek-aspek tersebut adalah: a) Pengetahuan, b)

Pengertian, c) Kebiasaan, d) Keterampilan, e) Apresiasi, f) Emosional, g)

Hu-bungan sosial, h) Jasmani, i) Etis atau budi pekerti, j) Sikap.

Menurut Winkel (Ghullam, 2011: 83) mengatakan bahwa prestasi belajar

adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seorang peserta didik

dalam melakukan kegiatan belajar sesuai dengan bobot yang dicapainya.

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dijelaskan bahwa prestasi belajar

merupa-kan tingkat kemanusiaan yang dimiliki peserta didik dalam menerima, menolak,

dan menilai informasi-informasi yang diperoleh dalam proses belajar-mengajar.

Hasil belajar yang dicapai individu dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor

yang berasal dari dalam individu (faktor internal) maupun dari luar diri individu

(faktor eksternal). Menurut M. Dalyono (2009: 55-60) mengemukakan

(45)

30

a. Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri, seperti kesehatan,

intelegensi, bakat, minat, motivasi, cara belajar.

b. Faktor- faktor lingkungan, meliputi:

1) Keluarga, seperti pendidikan orangtua, besar kecilnya pengasilan orangtua,

perhatian orangtua, keadaan rumah.

2) Sekolah, berupa kualitas guru, metode mengajar, kurikulum fasilitas di

sekolah, jumlah peserta didik per kelas, pelaksanaan tata tertib sekolah.

3) Masyarakat, misalnya pendidikan masyarakat dan moral sekitar.

4) Lingkungan sekitar, misalnya bangunan rumah, suasana sekitar, keadaan

lalu lintas, iklim.

Menurut Carrol (dalam Nana Sudjana, 2005: 40) berpendapat bahwa hasil

belajar yang dicapai peserta didik dipengaruhi oleh lima faktor, yaitu:

a. Bakat belajar

b. Waktu yang tersedia untuk belajar

c. Waktu yang diperlukan peserta didik untuk menjelaskan pelajaran

d. Kualitas pengajaran

e. Kemampuan individu

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hasil belajar dipengaruhi oleh

banyak faktor, antara lain:

a. Faktor intern terdiri dari yaitu faktor fisiologis (kesehatan jasmani dan rohani)

(46)

31

b. Faktor ekstern yaitu faktor dari luar diri peserta didik antara lain lingkungan

belajar baik sekolah, keluarga, maupun masyarakat.

10.Materi Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit

Larutan mempunyai peranan penting dalam kehidupan maupun di bidang

industri. Larutan dapat berwujud cair, seperti larutan gula, berwujud gas seperti

udara, dan berwujud padat yang diberi nama alloy contohnya perunggu. Larutan termasuk ke dalam campuran homogen yang komponennya terdiri atas zat terlarut

dan pelarut. Pelarut yang biasa digunakan adalah air, sedangkan zat terlarut terdiri

dari berbagai senyawa, baik senyawa ionik maupun senyawa kovalen. Contoh

senyawa ionik, yaitu KCl, NaOH, NaCl. Contoh senyawa kovalen, yaitu C6H12O6,

NH3, HCl, dan C2H5OH. Larutan berdasarkan daya hantar listriknya terbagi atas:

a. Larutan elektrolit, yaitu larutan yang dapat mengahntarkan arus listrik, seperti

larutan garam, natrium hidroksida, hidrogen klorida, amonia, dan cuka.

b. Larutan nonelektrolit, yaitu larutan yang tidak mengahantarkan arus listrik,

seperti larutan urea, larutan gula, dan alkohol.

Larutan elektrolit dibedakan menjadi dua kelompok yaitu larutan elektrolit

kuat dan elektrolit lemah.

1) Larutan elektrolit kuat yaitu larutan yang daya hantar listriknya kuat,

mencakup asam kuat, basa kuat dan garam. Contoh: larutan NaCl, NaOH, HCl,

dan H2SO4.

2) Larutan elektrolit lemah yaitu larutan yang daya hantar listriknya lemah,

(47)

32

Perbedaan larutan elektrolit kuat dan elektrolit lemah didasarkan pada

reaksi ionisasi dalam air. Sebagai contoh, akan dibedakan bagaimana ionisasi HCl

dan CH3COOH dalam air. Jika HCl dilarutkan dalam air, hampir seluruh molekul

HCl akan terurai membentuk ion H+ dan ion Cl-. HCl terionisasi sempurna,

artinya, jika 1 mol HCl dilarutkan akan dihasilkan 1 mol ion H+ dan 1 mol ion Cl-.

HCl (aq) H+ (aq) + Cl- (aq) 1 mol 1 mol 1 mol

Larutan CH3COOH tidak terionisasi sempurna tetapi hanya sebagian. Pada

CH3COOH sekitar 0,4% molekul yang terionisasi, artinya jika 1 mol CH3COOH

dilarutkan dalam air, jumlah ion H+ dan ion CH3COO- masing-masing hanya

0,004 mol

CH3COOH (aq) H+ (aq) + CH3COO- (aq)

1 mol 0,004 mol 0,004 mol

Berdasarkan uraian ini, maka kekuatan daya hantar listrik dari larutan

elektrolit bergantung dari jumlah ion-ion yang ada dalam larutan. Secara garis

besar, perbedaan larutan elektrolit kuat dan elektrolit lemah dapat dilihat pada

Tabel 1.

Tabel 1. Perbedaan Elektrolit Kuat, Elektrolit Lemah, dan Nonelektrolit

Elektrolit Kuat Elektrolit Lemah Nonelektrolit Terionisasi sempurna Daya hantar listrik kuat Daya hantar listrik Tidak menghantarkan

(48)

33

Adapun senyawa-senyawa pembentuk larutan elektrolit:

1) Senyawa ion

NaCl merupakan senyawa ion. Jika kristal NaCl dilarutkan dalam air,

maka ikatan antara ion positif Na+ dan ion negatif Cl- terputus dan ion-ion itu

berinteraksi dengan molekul air. Ion-ion ini dikelilingi oleh molekul air. Peristiwa

ini disebut hidrasi. Dalam keadaan terhidrasi, ion-ion bebas bergerak di seluruh

bagian larutan. Semua senyawa ion merupakan zat elektrolit, sebab jika larut

dalam air dapat menghasilkan ion-ion. Berikut reaksi ionisasi dari larutan

elektrolit:

Contoh:

KCl (aq) K+ (aq) + Cl- (aq)

Na2SO4 (aq) 2 Na+ (aq) + SO42- (aq)

NH4Cl (aq) NH4+ (aq) + Cl- (aq)

2) Senyawa kovalen

Senyawa kovalen adalah senyawa yang atom-atomnya bergabung melalui

ikatan kovalen. Senyawa kovalen polar terbentuk karena dua atom yang

ber-gabung mempunyai perbedaan keelektronegatifan. Contoh senyawa kovalen

polar, diantaranya larutan asam klorida, larutan amonia, dan asam cuka murni.(Ari

Hardianto dan Ruminten, 2009: 145-150).

Pada larutan elektrolit yang dilengkapi elektroda dan rangkaian listrik,

ion-ion negatifnya (anion-ion) bergerak menuju elektroda yang bermuatan positif (anoda)

dan melepaskan elektron. Sedangkan ion-ion positif (kation) bergerak menuju

(49)

34

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini, salah satunya dilakukan oleh

Rina Rahayuningsih pada tahun 2012 yang berjudul “Penerapan Siklus Belajar 5E (Learning Cycle 5E) Disertai Peta Konsep untuk Meningkatkan Kualitas Proses dan Hasil Belajar Kimia pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Kelas XI

IPA SMA N 1 Kartasura Tahun Pelajaran 2011/2012. Berdasarkan hasil penelitian

yang telah dicapai, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model

pembela-jaran Learning Cycle 5E pada materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan di SMA N 1 Kartasura dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar peserta didik

kelas XI IPA SMA N 1 Kartasura.

Penelitian lainnya berjudul “Context-based Lessons with 5E Model to

Promote Conceptual Understanding of Chemical Reactions and Energy Concepts” yang dilakukan oleh Ceyhan dan Omer Gebran tahun 2015. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan kontekstual

pendekatan model 5E terhadap reaksi kimia dan konsep energi apabila

dibandingkan dengan pendekatan konvensional. Berdasarkan penelitian ini

pendekatan dengan model 5E memberi-kan pengaruh yang signifikan kepada

peserta didik dalam memahami konsep reaksi kimia.

Penelitian yang berjudul “A New Learning Model on Physical Education:

5E Learning Cycle” yang dilakukan oleh Evren dan Camliyer tahun 2016. Tujuan

(50)

35

kelas. Berdasarkan penelitian ini model pembelajaran Learning Cycle 5E dapat digunakan guru dalam mengajar di kelas mengenai konsep-konsep fisika dan

mendukung guru dalam pengaplikasian mengajar di kelas khususnya ilmu Sains.

Penelitian yang berjudul “Learning Cycle Model to Foster Conceptual Understanding in Cell Division and Reproduction Concepts” yang dilakukan oleh Harika, Omer, dan Necdet tahun 2015. Tujuan penelitian ini adalah pengaruh

model pembelajaran Learning Cycle 5E pada peserta didik kelas X dalam memahami materi pembelahan sel dan konsep reproduksi. Berdasarkan penelitian

ini Learning Cycle 5E memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pemahaman peserta didik dalam memahami konsep pembelahan sel dan

reproduksi. Peserta didik lebih mudah menerima konsep yang diberikan.

Penelitian yang berjudul “The Impact of the 5E Model on Changes in Neuroscience, Drug Addiction, and Research Methods Knowledge of Science Teachers Attending California’s ARISE Professional Development Workshops

yang dilakukan Manzo, When, Liets, Adela, dan Rosa tahun 2016. Tujuan

penelitian ini untuk mengetahui peran guru IPA dalam mengatasi dan

menyembuhkan seseorang yang kecanduan obat-obatan dengan menggunakan

model 5E. Berdasarkan penelitian ini guru IPA yang memiliki daya kreativitas

dan kurangnya pengetahuan dalam upaya mengatasi seseorang yang kecanduan

obat-obatan lebih banyak. Dengan menggu-nakan model 5E, guru IPA dapat

mengatasi permasalahan tersebut.

Gambar

Gambar 1. Struktur Model Learning Cycle 5E
Gambar 2. Struktur Model Children Learning In Science
Tabel 1. Perbedaan Elektrolit Kuat, Elektrolit Lemah, dan Nonelektrolit
Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Angket Motivasi Belajar Peserta Didik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengolahan adalah kegiatan utama dalam kegiatan usaha industri hilir minyak dan gas bumi, pengolahan bertujuan untuk memurnikan minyak mentah (crude oil) menjadi

Sesuai ketentuan Dokumen Pengadaan Pekerjaan Konstruksi Pasca Kualifikasi dengan metode pelelangan umum BAB III E.32.1 Pembuktian Kualifikasi terhadap peserta yang

The writer found cultural categories of Peter Newmark such us ecology, material culture, social culture, social organization, gestures and habits.The translator

[r]

Sediaan B adalah tablet yang mengandung jumlah koloni bakteri &gt; 50 juta CFU atau 5 x 10 7 CFU/tablet dengan berat tiap tablet adalah 250 mg karena tablet yang

Deskripsi Mata Kuliah : Mata kuliah ini membahas tentang konsep dasar, proses, dan prosedur, serta rancangan penelitian, menyusun kajian pustaka dan teori, kerangka berpikir

Hasil ini sesuai dengan penelitian serupa yang dilakukan oleh Sloma dkk tentang pengetahuan faktor risiko stroke pada pasien pelayanan primer yang sebelumnya

On 1 March 1960 the Cabinet Committee directed the Board to consult other departments, assemble factual information and then submit to Cabinet a further paper on ‘the issues