• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) TERHADAP MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR KIMIA PESERTA DIDIK KELAS X SMA NEGERI 2 YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2016/2017.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) TERHADAP MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR KIMIA PESERTA DIDIK KELAS X SMA NEGERI 2 YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2016/2017."

Copied!
187
0
0

Teks penuh

(1)

i

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) TERHADAP MOTIVASI

DAN PRESTASI BELAJAR KIMIA PESERTA DIDIK KELAS X SMA NEGERI 2 YOGYAKARTA

TAHUN AJARAN 2016/2017

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi

Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Dwi Dara Septi Putriani NIM. 12314244014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

iv MOTTO

-Don’t ever lose your hope and faith. Keep praying and keep trying-

(6)

v

PERSEMBAHAN

Untuk Pendidikan.

Untuk Bapak, Ibu, Mbak Fleni, dan Adek Sakti Keluargaku

Teman-teman Sugar Group High School Teman-teman Pendidikan Kimia Internasional 2012

(7)

vi

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) TERHADAP MOTIVASI

DAN PRESTASI BELAJAR KIMIA PESERTA DIDIK KELAS X SMA NEGERI 2 YOGYAKARTA

TAHUN AJARAN 2016/2017

Oleh:

Dwi Dara Septi Putriani 12314244014

Dosen Pembimbing : Prof. A.K. Prodjosantoso, Ph.D

ABSTRAK

Penelitian penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) telah dilakukan untuk menentukan peningkatan motivasi peserta didik dan prestasi belajar kimia pada materi sistem periodik unsur di kelas X SMA Negeri 2 Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017.

Penelitian merupakan bentuk penelitian eksperimental dengan semua peserta didik dari X IPA SMA Negeri 2 Yogyakarta sebagai populasi dan kelas sampel adalah XMIIA 2 sebagai kelas eksperimen dan XMIIA 5 sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen diterapkan model pembelajaran kooperatif NHT, sementara kelas kontrol diterapkan model ekspositori dan tanya jawab. Analisis data yang digunakan adalah uji normalitas, uji homogenitas, dan uji t sama subjek, uji t beda subjek dan anakova.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Ada peningkatan motivasi

belajar kimia peserta didik setelah mengikuti pembelajaran dengan model NHT

(2) Ada perbedaan peningkatan motivasi belajar kimia peserta didik yang

mengikuti proses pembelajaran dengan model pembelajaran NHT dengan pembelajaran dengan model ekspositori dan tanya jawab (3) Ada perbedaan peningkatan yang signifikan pada prestasi belajar kimia peserta didik yang mengikuti proses pembelajaran dengan model pembelajaran NHT dengan pembelajaran dengan model ekspositori dan tanya jawab

(8)

vii

THE EFFECTIVENESS OF APPLYING COOPERATIVE LEARNING MODEL TYPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) ON

MOTIVATION AND ACHIEVEMENT IN LEARNING CHEMISTRY OF THE GRADE X SMA NEGERI

2 YOGYAKARTA ACADEMIC YEAR 2016/2017

By:

Dwi Dara Septi Putriani 12314244014

Supervisor : Prof. A.K. Prodjosantoso, Ph.D

ABSTRCT

Research on the application of cooperative learning model Numbered Heads Together (NHT) has been conducted to determine the increase in student motivation and chemistry learning achievement on the subject of periodic system of elements in class X Science SMA Negeri 2 Yogyakarta academic year 2016/2017.

The research is a form of experimental research with all students of X Science SMA Negeri 2 Yogyakarta as population and the sample classes were XMIIA 2 as experimental class and XMIIA 5 as control class. Applied experiment class cooperative learning model type NHT, while control class was applied lecture and answer question model. Analysis data used were the normality test, homogeneity test, and equal subject t test, different subject t test and anacova.

The result of the research showed that: (1) There is an increased motivation to learn chemistry of students after following study with NHT (2) There is a difference in increased motivation to learn chemistry students who follow the learning process with learning model NHT to learning with models expository and asked questions (3 ) There is a significant difference increasing in chemistry learning achievement of students who follow the learning process with NHT learning model to study with expository models and asked questions.

(9)

viii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. wb.

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian eksperimen yang berjudul ”Efektivitas Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) Terhadap Motivasi Dan Prestasi Belajar Kimia Peserta Didik Kelas X SMA Negeri 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017” ini sebagai tugas akhir untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada panglima perang Rosulullah Muhammad SAW..

Atas bantuan dari berbagai pihak dalam penyelesaian penelitian ini, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Hartono, selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Bapak Drs. Jaslin Ikhsan, M.App.Sc, Ph.D, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.

3. Bapak Sukisman Purtadi, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia dan koordinator skripsi pendidikan kimia.

4. Bapak Heru Pratomo AL, M.Si selalu Pembimbing Akademik yang telah memberikan dukungn moral selama penelitian.

5. Bapak Prof. A.K. Prodjosantoso,Ph.D selaku dosen pembimbing yang dengan sabar memberikan pengarahan, masukan dan motivasi serta menyediakan waktu, pikiran dan tenaga ditengah aktivitas yang padat utuk memberikan dukungan yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan dari mulai penulisan proposal, pelaksanaan penelitian, hingga penulisan laporan ini.

(10)

ix

7. Kepala Sekolah SMAN 2 Yoyakarta yang telah memberikan ijin pelaksanaan pengambilan data pada saat penelitian ini.

8. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik, saran, dan masukan yang membangun untuk menyempurnakan skripsi ini. Semoga penelitian ini bermanfaat dan mendapatkan ridhlo dari Allah SWT.

Yogyakarta, 16 Desember 2016

(11)

x DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN...i

HALAMAN PERNYATAAN...ii

HALAMAN PENGESAHAN...iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK...vi

ABSTRACT...vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN...xiv

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masaalah ... 7

D. Perumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Keguanan Penelitian... 9

BAB II ... 11

KAJIAN PUSTAKA ... 11

(12)

xi

B. Penelitian yang Relevan ... 42

C. Kerangka Berpikir ... 44

D. Hipotesis Penlitian ... 46

BAB III ... 48

A. Desain Penelitian ... 48

B. Definisi Oprasional Variabel Penelitian ... 49

C. Populasi dan Sampel ... 50

D. Instrumen Penelitian... 51

E. Teknik Analisis Data ... 61

BAB IV ... 66

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 66

A. Hasil Penelitian ... 66

B. Pembahasan ... 73

BAB V ... 92

KESIMPULAN DAN SARAN ... 92

A. Kesimpulan ... 92

B. Saran ... 93

(13)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Fase Pembelajaran Kooperatif ... 24

Tabel 2. Kisi-kisi Angket Motivasi Belajar Kimia ... 53

Tabel 3. Kisi-Kisi Soal Prestasi Belajar Kimia ... 54

Tabel 4. Data Pengetahuan Awal ... 66

Tabel 5. Data Prestasi Belajar Kimia ... 66

Tabel 6. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol . 67 Tabel 7. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Kelas Eksperimen dan Kontrol...59

Tabel 8. Ringkasan Uji Anakova 1-Jalur ... 69

Tabel 9. Ringkasan Skor Motivasi Awal dan Akhir Belajar Kimia Peserta Didik 68 Tabel 10. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol 68 Tabel 11. Ringkasan Uji Homogenitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 68

Tabel 12. Ringkasan Uji t Sama Subjek dan Uji t Beda Subjek ... 69

Tabel 13.Kisi-kisi Soal Tes Prestasi Belajar Kimia Setelah Divalidasi ... 72

(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Proses Motivasi Dasar (Basic Motivation Process)...31

(15)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Pengetahuan Awal dan Prestasi Belajar Kimia Kelas

Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 98

Lampiran 2. Data Motivasi Awal dan Akhir Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 99

Lampiran 3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 108

Lampiran 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kontrol ... 128

Lampiran 5. Angket Motivasi Belajar Kimia ... 140

Lampiran 6. Soal Tes Prestasi Belajar Kimia Materi Sistem Periodik Unsur Sebelum Validasi ... 143

Lampiran 7. Soal Tes Prestasi Belajar Kimia Materi Sistem Periodik Unsur Setelah Validasi ... 153

Lampiran 8. Hasil Uji Normalitas Pengetahuan Awal Dan Prestasi Belajar Kimia ... 158

Lampiran 9. Hasil Uji Homogenitas Pengetahuan Awal Dan Prestasi Belajar Kimia ... 159

Lampiran 10. Hasil Uji Normalitas Motivasi Awal Dan Motivasi Akhir ... 160

Lampiran 11. Hasil Uji Homogenitas Motivasi Awal Dan Motivasi Akhir ... 161

Lampiran 12. Data Uji Validitas Dan Reliabilitas Soal Tes Prestasi Belajar Kimia ... 162

Lampiran 13. Hasil Uji t Sama Subjek... 169

Lampiran 14.Hasil Uji t Beda Subjek ... 170

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kimia adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan yakni pada

Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Perguruan Tinggi. Kimia dinilai

cukup memegang peranan penting dalam membentuk peserta didik

berkualitas. Karena itu, perlu adanya peningkatan mutu dalam pendidikan

kimia.

Kimia merupakan salah satu mata pelajaran yang masih dianggap

sulit dipahami peserta didik. Saat proses pembelajaran sering sekali

peserta didik mengalami kesulitan. Setiap peserta didik mempunyai

kesulitan dalam belajar materi kimia. Kesulitan yang dihadapi peserta

didik dalam memahami materi tertentu disebabkan oleh berbagai faktor

saat proses belajar. Peserta didik cenderung menghafal rumus yang

digunakan untuk menyelesikan soal-soal. Sehingga konsep yang

sesungguhnya kurang dipahami, dan menimbulkan anggapan bahwa kimia

sulit dan membosankan.

Suatu kegiatan yang dekat kaitannya dalam pembelajaran adalah

mengajar. Mengajar adalah usaha untuk menciptakan kondisi yang

kondusif agar berlangsung kegiatan belajar dengan hasil bermakna dan

optimal sehingga dapat mengoptimalisasi kegiatan belajar dengan hasil

yang bermakna. Guru bertugas untuk mengetahui serta memahami

(17)

2

pembelajaran itu sendiri. Belajar menurut Gagne (Winatapura, 2007)

adalah prubahan dalam kemampuan yang bertahan lama. Artinya hasil

atau pencapaian dari belajar dapat digunakan dalam waktu yang lama dan

terus menerus dan tidak bersifat hafalan sementara. Kesulitan berupa

mater haflan juga dirasaan oleh peserta didik. Materi awal pada kelas X

semerter gasal adalah sistem periodik unsur yang hampir semua materi

masih pamahaman, perkenalan kimia dan menghafal. Sehingga dibutuhkan

metode yang menarik dan variatif sehingga peserta didik dengan mudah

memahami materi dan menggangap kimia mudah.

Proses pembelajaran kimia memerlukan suatu model yang

bervariasi dan menyenangkan. Hal ini dapat diartikan bahwa guru dalam

konteks proses pembelajaran yang bertujuan mengatasi kebosanan peserta

didik dalam proses belajar peserta didik selalu menunjukan ketekunan,

perhatian, keantusiasan, motivasi yang tinggi dan ketersediaan berperan

secara aktif. Pembelajaran yang bervariasi juga akan membantu peserta

didik pasif menjadi aktif dalam proses pembelajaran yang menyenangkan.

Peserta didik perlu dukungan motivasi agar senang dalam melakukan

aktivitas belajar. Peran guru sangat penting dalam memberikan motivasi

peserta didik, agar proses pembelajaran tercapai dan optimal. Peran guru

sangat penting sebagai motivator dalam meningkatkan kegairahan peserta

didik dalam kegiatan belajar. Menurut Wijayanti (2008) seorang guru

dituntut untuk dapat memilih metode yang tepat dalam mengajar agar

(18)

3

interaktif, efektif dan efisien. Aspek yang mempengaruhi keberhasilan

pendidikan selain kurikulum, sarana dan prasarana, guru, peserta didik

adalah metode. Pada saat melaksanakan proses belajar mengajar

diperlukan metode yang tepat agar dapat dicapai tujuan yang telah

ditentukan.

Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar peserta

didik adalah bagaimana peserta didik melakukan aktivitas belajar.

Suatu proses belajar dikatakan baik bila proses tersebut dapat

membangkitkan kegiatan belajar yang efektif. Suatu pembelajaran

diperlukan suatu sistem yang melibatkan peserta didik secara aktif dalam

kegiatan belajar mengajar guna meningkatkan prestasi belajar kimia. Salah

satu model pembelajaran yang menuntut peran aktif peserta didik adalah

aktif adalah model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif

menuntut peserta didik bekerja dalam kelompok-kelompok melibatkan

peran aktif peserta didik dalam diskusi kelas. Roger dan David Johnson

menyebutkan 5 unsur dalam model pembelajaran kooperatif, yaitu: (1)

positive interdependence (saling ketergantungan); (2) personal

responsibility (tanggung jawab perseorangan); (3) face to face promotive

interaction (interaksi positif); (4) interpersonal skill (komunikasi

antaranggota); dan (5) group processing (pemrosesan kelompok)

(Suprijono, 2011: 59) . Model ini diharapkan tidak hanya melibatkan

peserta didik secara individu tetapi juga dapat melibatkan peserta didik

(19)

4

tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan tanpa menggantungkan

pada peserta didik yang pintar atau anggota yang lainnya.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut manusia

berprestasi dan berkreasi dalam berbagai bidang. Banyak upaya telah

dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan sistem pendidikan.

Banyak ahli dan juga instansi pendidikan maupun lembaga-lembaga

memberikan sumbangsihnya untuk kemajuan pendidikan. Hal itu dapat

dilihat pada berbagai hasil penelitian pendidikan yang dihasilkan,

pengembangan kurikulum, peningkatan kompetensi guru, peningkatan

sarana dan prasana pendidikan, serta pembaharuan sistem menejemen

pendidikan pada pembelajaran yang ada di sekolah. Saat ini banyak guru

menggunakan model yang membuat peserta didik merasa bosan mengikuti

pembelajaran seperti model ekspositori.

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran kelompok.

Pembelajaran ini mempunyai banyak model, yaitu STAD, Jigsaw, Grup

Investigation, Think-Pair-Share dan Numbered Heads Together.

Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together adalah model

yang dikembangangkan oleh Spencer Kagan (Shoimin, 2013: 107) dengan

tujuan melibatkan peserta didik dalam berbagai materi yang dibahas

dalam sebuah pelajaran dan untuk memeriksa pemahaman peserta didik

terhadap materi pembelajaran. Pembelajaran ini mengedepankan pada

aktivitas peserta didik dalam mencari, mengolah informasi dan

(20)

5

kelompok karena setiap peserta didik tidak dapat menggantungkan pada

peserta didik lain, namun setiap anggota kelompok dapat saling membantu

dalam memahami suatu materi demi tercapainya tugas dalam kelompok.

NHT merupakan model pembelajaran yang berpusat pada peserta

didik dan menuntut peserta didik aktif sehingga diharapkan dapat

menghilangkan kejenuhan belajar kimia sehingga dapat meningkatkan

motivasi dan prestasi belajar peserta didik. Pembelajaran kooperatif tipe

NHT memiliki empat komponen utama yaitu numbering, mengajukan

pertanyaan, head together, dan memberikan jawaban (Suprijono: 2011:

92). Dalam pembelajaran dengan model ini setelah peserta didik diberi

penjelasan mengenai materi yang bersangkutan, peserta didik dibagi

menjadi beberapa kelompok dan diberikan permasalahan.

Ciri utama dari NHT adalah pemberian nomor dan guru

memanggil secara acak nomor di setiap kelompok untuk mewakili

kelompoknya. Tipe ini juga menumbuhkan tanggung jawab setiap

individual terhadap diskusi kelompoknya sehingga memungkikan setiap

peserta didik memahami hasil belajar yang lebih baik. Sehubungan dengan

ulasan di atas, peneliti menggunakan model Numbered Heads Together

karena pada pembelajaraan peserta didik memiliki tanggung jawab yang

sama dalam kelompok untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru,

peserta didik bekerja sama dalam kelompok untuk menyelesaikan tugas

tersebut. Sehingga timbullah peningkatan motivasi belajar kimia serta

(21)

6

observasi yang dilakukan di SMA Negeri 2 Yogyakarta, motivasi peserta

didik masih cenderung rendah. Peserta didik lebih banyak mendengarkan

materi dari guru. Model NHT dapat dikombinasikan dengan permainan

lain pada saat tahap kompetisi antar kelompok atau turnamen antar

kelompok, kelas akan menjadi aktif dan tidak monoton seperti model lain.

Peneliti melakukan penelitian mengenai efektivitas pembelajaran

kooperatif tipe NHT terhadap motivasi dan prestasi belajar peserta didik

pada mata pelajaran kimia peserta didik kelas X SMA Negeri 2 Negeri

Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017.

B. Identifikasi Masalah

1. Penggunaan model ekspositori yang terus menerus pada pembelajaran

kimia sehingga pembelajaran menjadi monoton dan peserta didik

belajar secara pasif.

2. Pembelajaran masih terpusat pada guru (teacher centered).

3. Belum banyaknya guru yang memperhatikan interaksi antar peserta

didik dalam proses pembelajaran sehingga menumbuhkan rasa sosial

yang mengarah pada kerjasama yang produktif.

4. Belum banyak dikembangkan kondisi pembelajaran yang dapat

menumbuhkan motivasi belajar peserta didik dengan persaingan yang

positif.

5. Metode pembelajaran NHT mempunyai banyak kelebihan namun

(22)

7

NHT adalah dapat dikombinasikan dengan permaian lain seprti ular

tangga, outdoor games, dan permainan lain.

6. Kurangnya motivasi dalam belajar kimia peserta didik sehingga perlu

adanya usaha untuk menumbuhkan motivasi belajar kimia yang dapat

mempengaruhi prestasi belajar kimia.

7. Kurangnya variasi model pembelajaran kimia mengakibatkan peserta

didik menganggap kimia adalah pelajaran yang sulit dimengerti,

banyak rumus dan banyak hafalan.

8. Kurangnya motivasi belajar peserta didik di SMA Negeri 2

Yogyakarta berdasarkan hasil observasi.

C. Pembatasan Masaalah

1. Model pembelajaran yang dipilih adalah kooperatif tipe NHT. Model

ini dikatakan efektif jika prestasi belajar dan motivasi belajar peserta

didik meningkat secara signifikan.

2. Prestasi belajar peserta didik diungkap dengan menggunakan tes hasil

belajar kimia berupa soal objektif dengan materi sistem periodik unsur.

3. Pengetahuan awal yaitu ulangan harian materi struktur atom.

4. Pengukuran motivasi belajar kimia peserta didik dilakukan sebelum

dan sesudah proses pembelajaran kimia.

5. Kelas kontrol menggunakan model ekspositori dan tanya jawab.

6. Objek dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas X semester 1

(23)

8

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah pada penelitian ini

adalah :

1. Adakah peningkatan motivasi peserta didik kelas X semester 1 SMA

Negeri 2 Negeri Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017 yang mengikuti

proses pembelajaran kimia materi sistem periodik unsur dengan model

pembelajaran kooperatif tipe NHT ?

2. Adakah perbedaan peningkatan motivasi belajar kimia peserta didik

kelas X semester 1 SMA Negeri 2 Negeri Yogyakarta tahun ajaran

2016/2017 yang mengikuti proses pembelajaran dengan model

pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pembelajaran dengan model

ekspositori dan tanya jawab?

3. Adakah perbedaan peningkatan yang signifikan pada prestasi belajar

kimia peserta didik kelas X semester 1 SMA Negeri 2 Negeri

Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017 yang mengikuti proses

pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT

dengan pembelajaran dengan model ekspositori dan tanya jawab?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk melihat ada tidaknya :

1. Peningkatan motivasi belajar kimia peserta didik kelas X semester 1

SMA Negeri 2 Negeri Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017 yang

mengikuti proses pembelajaran kimia materi sistem periodik unsur

(24)

9

2. Perbedaan peningkatan motivasi belajar kima peserta didik kelas X

semester 1 SMA Negeri 2 Negeri Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017

yang mengikuti proses pembelajaran kimia materi periodik unsur

dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pembelajaran

dengan model ekspositori dan tanya jawab.

3. Perbedaan peningkatan yang signifikan pada prestasi belajar kimia

peserta didik kelas X semester 1 SMA Negeri 2 Negeri Yogyakarta

tahun ajaran 2016/2017 yang mengikuti proses pembelajaran kimia

materi periodik unsur dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT

dengan pembelajaran dengan model ekspositori dan tanya jawab.

F. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, antara lain :

1. Bagi peneliti

a. Memahami kondisi pembelajaran kimia yang sesungguhnya terjadi

di kelas.

b. Mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliki dalam dunia

pendidikan khususnya pembelajaran kimia secara langsung.

c. Mengetahui efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe NHT

bila dibandingkan dengan model ekspositori dan tanya jawab.

2. Bagi sekolah

a. Penerapan langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe NHT

sebagai bahan pertimbangan dalam pengunaan dan pengembangan

(25)

10

b. Penelitian dapat menjadi alternatif pemecahan masalah-masalah

pembelajaran yang terkait dengan kendala ruang.

c. Memperbaiki dan meningkatkan kinerja belajar dan kompetensi

peserta didik.

3. Bagi Guru

a. Menambah wawasan guru mengenai berbagai pendekatan yang

berpusat pada peserta didik (student centered) dan meningkatkan

keaktifan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran.

b. Meningkatkan kreativitas guru dalam melaksanakan kegiatan

pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, salah satunya

modle NHT.

c. Mengembangkan proses pembelajaran kimia yang bersifat

interaktif bagi peserta didik di sekolah.

d. Menumbuhkan kepekaan guru terhadap kesulitan belajar kimia

peserta didik melalui variasi pendekatan dalam proses

(26)

11 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori 1. Pembelajaran Kimia

(27)

12

Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu,

yaitu mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan

melainkan pengubahan kelakuan (Hamalik, 2001: 27). Pengertian tersebut

menitikberatkan pada belajar bukan hasil tetapi proses dan di dalam proses

itulah tercipta serangkaian pengalaman belajar. Hamalik (2008: 27-48)

menyebutkan definisi dari mengajar adalah usaha untuk mengorganisasi

lingkungan sehingga tercipta suatu suasana belajar bagi peserta didik. Pada

pengertian tersebut, proses mengajar menitik beratkan pada unsur peserta

didik, lingkungan, dan proses belajar. Dalam hal ini, guru memiliki peran

utama di dalam kelas. Rumusan tersebut sejalan dengan tujuan dari

pendidikan yaitu mengembangkan atau mengubah tingkah laku peserta

didik. Mengajar dan pembelajaran memiliki pengertian yang berbeda

berdasarkan peran guru di dalam kelas.

Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi

unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur

yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran (Hamalik,

2008: 57). Jadi, kegiatan pembelajaran merupakan suatu rangkaian

kegiatan yang saling berhubungan dan memiliki interaksi bolak-balik yang

masing-masing komponennya saling menunjang satu sama lain.

Pembelajaran yang memiliki interaksi bolak-balik melibatkan peran aktif

peserta didik dalam proses pembelajarannya, tidak hanya peran guru.

Pembelajaran dalam konteks standar proses pendidikan tidak hanya

(28)

13

dimaknai juga sebagai proses mengatur lingkungan supaya peserta didik

belajar. Menurut Sanjaya (2006: 91-92) dominasi guru dalam proses

pembelajaran dapat menimbulkan kekeliruan yang berdampak negatif pada

peserta didik terkait pemahaman materi pelajaran sebagai berikut.

a. Guru tidak berusaha untuk mengetahui kemampuan awal peserta didik

yang berarti guru tidak memahami keadaan peserta didik terkait tingkat

pemahaman terhadap materi pembelajaran.

b. Guru tidak pernah mengajak peserta didik untuk berpikir tentang materi

yang dipelajari padahal mengajar bukan hanya menyampaikan materi

pelajaran tetapi melatih kemampuan peserta didik untuk berpikir,

menggunakan strutur kognitifnya secara penuh dan terarah.

c. Guru tidak berusaha memperoleh umpan balik yang berarti guru tidak

memahami makna pembelajaran sebagai proses bertujuan yang salah satu

tujuannya adalah kemampuan peserta didik menguasai materi pelajaran.

d. Guru menganggap bahwa ia adalah orang yang paling mampu dan

menguasai pelajaran. Hal ini merupakan kekeliruan yang sangat besar,

karena guru seharusnya tidak lagi berperan sebagai satu-satunya sumber

belajar akan tetapi guru lebih berperan sebagai pengelola pembelajaran.

(29)

14

pelaksanaan pembelajaran. Proses membelajarkan peserta didik menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran kimia pada intinya memiliki makna yang sama dengan mata pelajaran yang lain, akan tetapi berbeda bidang ilmu yang diajarkan. Ilmu kimia merupakan cabang ilmu pengetahuan alam yang diajarkan di sekolah menengah pertama dan menengah atas. Sesuai dengan tingkat kesulitan materi pelajaran kimia, maka kimia diajarkan secara lebih detail di sekolah menengah atas karena disesuaikan dengan perkembangan intelektual peserta didik. Ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari gejala khusus yang terjadi ada zat atau sesuatu yang berhubungan dengan zat yaitu komposisi, struktur dan sifat transformasi, dinamika, dan energitika zat (Sukarjo, 2009 :1). Mata pelajaran kimia perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus yaitu memberikan peserta didik pengetahuan, pemahaman, dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tingi serta mengembangkan ilmu dan teknologi. Menurut Mulyasa (2006: 133–134), mata pelajaran kimia di SMA/MA bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

a. membentuk sikap positif terhadap kimia dan menyadari keteraturan dan

keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

b. memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, objektif, terbuka, ulet, kritis, dan

dapat bekerja sama dengan orang lain

c. memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah melalui

percobaan atau eksperimen, dimana peserta didik melakukan pengujian

(30)

15

pengambilan, pengolahan, dan penafsiran data, serta menyampaikan

hasil percobaan secara lisan dan tertulis

d. meningkatkan kesadaran tentang terapan kimia yang dapat bermanfaat

dan juga merugikan bagi individu, masyarakat, dan lingkungan serta

menyadari pentingnya mengelola dan melestarikan lingkungan dan

kesejahteraan masyarakat

e. memahami konsep, prinsip, hukum, dan teori kimia serta saling

keterkaitannya dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam

kehidupan sehari-hari dan teknologi. Pembelajaran kimia merupakan

proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya dalam

rangka mencapai tujuan pembelajaran kimia. Kualitas pembelajaran

atau ketercapaian tujuan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh

beberapa faktor. Misalnya, strategi belajar mengajar, metode dan

pendekatan pembelajaran, serta sumber belajar yang digunakan baik

dalam bentuk buku, modul, lembar kerja, media, dan lain-lain.

2. Kondisi Pembelajaran yang Efektif

Pembelajaran merupakan pusat kegiatan belajar mengajar, yang

terdiri dari guru dan peserta didik dan bermuara pada pematangan

intelektual, kedewasaan emosional, ketinggian spritual, kecakapan hidup,

dan keagungan moral (Asmani, 2011: 5). Ada hal-hal yang mempengarui

proses pembelajaran akan efektif atau tidak. Mengajar adalah

membimbing peserta didik, agar mengalami proses belajar. Pada proses

(31)

16

Untuk memenuhi tuntutan tersebut, guru harus membantu dengan cara

mengajar yang efektif. Di bawah ini beberapa syarat mengajar yang

efektif. Mengajar yang efektif adalah mengajar yang dapat membawa

belajar peserta didik yang efektif pula. Maka, untuk mengajar yang efektif

diperlukan syarat-syarat sebagai berikut (Slameto, 2003: 92):

a. Belajar secara aktif, baik mental maupun fisik. Di dalam belajar,

peserta didik harus mengalami aktivitas mental, dan juga aktivitas

jasmani.

b. Guru harus menggunakan banyak metode pada saat mengajar. Dengan

variasi metode, mengakibatkan penyajian bahan pelajaran lebih

menarik perhatian peserta didik, mudah diterima peserta didik, dan

suasana kelas menjadi hidup.

c. Motivasi. Hal ini sangat berperan pada kemajuan, perkembangan anak

selanjutnya melalui proses belajar mengajar. Bila motivasi guru tepat

mengenai sasaran akan meningkatkan kegiatan anak dalam belajar.

d. Kurikulum yang baik dan seimbang. Kurikulum sekolah ini juga harus

mampu mengembangkan segala segi kepribadian anak, disamping

kebutuhan anak sebagai anggota masyarakat.

e. Guru perlu mempertimbangkan pada perbedaan individual. Guru tidak

cukup hanya merencanakan pengajaran klasikal, karena

masing-masing anak mempunyai perbedaan dalam beberapa segi, misalnya

(32)

17

f. Guru akan mengajar dengan efektif, bila selalu membuat perencanaan

dahulu sebelum mengajar. Dengan persiapan mengajar, guru akan

merasa mantap dan lebih percaya diri berdiri didepan kelas untuk

melakukan interaksi dengan peserta didik-siswinya.

g. Pengaruh guru yang sugestif perlu diberikan pula kepada anak. Sugesti

yang kuat, akan merangsang anak untuk lebih giat lagi dalam belajar.

h. Seorang guru harus memiliki keberanian menghadapi peserta

didik-peserta didiknya, berkenaan dengan permasalahan yang timbul pada

saat proses belajar mengajar berlangsung.

i. Guru harus mampu menciptakan suasana yang demokratis disekolah.

Lingkungan yang saling menghormati, dapat memahami kebutuhan

anak, bertenggang-rasa, dll.

j. Pada penyajian bahan pelajaran pada anak, guru perlu memberikan

persoalan yang dapat merangsang anak untuk berpikir dan

memunculkan reaksinya.

Pembelajaran yang baik cenderung menghasilkan lulusan dengan

hasil belajar yang baik pula (Asmani, 2011: 18). Jika selama proses

pembelajaran, guru mentransfer ilmunya dengan baik maka, pelajaran

dapat diterima dengan baik oleh peserta didik. Peserta didik dapat berperan

aktif dan kreatif dalam pembelajaran namun tetap menyenangkan.

Menurut Sunhaji kegiatan pembelajaran adalah suatu aktivitas untuk

mentransformasikan bahan pelajaran kepada subyek belajar (Asmani,

(33)

18

dikondisikan tidak didominasi oleh gurunya, tetapi guru membantu

menciptakan kondisi yang mendukung untuk keperluan pembelajaran

sehingga tingkat keberhasilan peserta didik dapat meningkat. Guru hanya

membantu sebngai penjabar dan penerjemah bahan tersebut agar sampai

ke peserta didik supaya materi dapat dicerna dengan mudah oleh peserta

didik dan tercapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.

Pengelolan kelas yang benar akan memungkinkan guru mengelola

kelas yang efektif. Pembelajaran yang efektif bercirikan (Suprijono, 2011:

58) :

a. Memudahkan peserta didik belajar sesuatu yang bermanfaat seperti

fakta, keterampilan, nilai, konsep, dan bagaimana hidup serasi dengan

sesama.

b. Pengetahuan, nilai, dan keterampilan diakui oleh mereka yang

berkompeten menilai.

3. Model Pembelajaran Kooperatif

Agus Suprijono (2011: 54) menjelaskan pembelajaran kooperatif

adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok

termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan

oleh guru. Pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru,

dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta

menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu

peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud. Pembelajaran

(34)

19

akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan

keretampilan sosial.

Menurut Roger dan David Johnson (dalam Lie, 2002: 32)

mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap

pembelajaran kooperatif. Untuk hasil yang maksimal ada lima unsur

pembelajaran gotong royong, yaitu: saling ketergantungan positif,

tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan

evaluasi proses kelompok. Berdasarkan pengertian tersebut pembelajaran

yang kooperatif berarti sesama anggota kelompok mempunyai

ketergantungan positif satu sama lain, saling kerjasama dan percaya atas

tanggung jawabnya dan tidak mengandalkan beberapa anggota kelompok

saja. Setiap anggota kelompok mempunyai kesadaran diri akan tanggung

jawab masing-masing dengan cara aktif berdiskusi dalam kelompoknya

dan berperan aktif dalam diskusi kelompok.

Panitz (Suprijono, 2011: 54) membedakan pembelajaran koopertif

dan kolaboratif, pembelajaran kolaboratif didefinisikan sebagai falsafah

mengenai tanggung jawab pribadi dan sikap menghormati sesama. Peserta

didik bertanggung jawab atas beajar mereka sendiri dan berusaha

menemukan informasi untuk menjawab pertanyaan yang dihadapkan

kepada mereka. Guru sebagai fasilitator memberikan dukungan.

Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua

jenis kerja kemolpok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh

(35)

20

pendapat Vygotsky dan Chaplin. Pembelajaran kooperatif adalah

pembelajaran berbasis sosial, yaitu penekanan belajar sebagai proses

dialog interaktif. Menurut Chaplin kelompok bukan hanya terdiri dari dua

orang saja, tetai dari banyak orang (Suprijono, 2011: 55). Menurut Shaw

kelompok adalah “ as two or more people who interact and influnce one

another ”(Suprijono, 2011: 57), artinya semua kelompok yaitu anggotanya saling berinteraksi, saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain.

Pembelajaran Kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar

kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang

membedakan dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal asalan.

Pengelolan kelas yang benar akan memungkinkan guru mengelola kelas

yang efektif. Roger dan David Johnson (Agus Suprijono, 2011: 59)

menyebutkan 5 unsur dalam model pembelajaran kooperatif, yaitu: (1)

positive interdependence (saling ketergantungan); (2) personal

responsibility (tanggung jawab perseorangan); (3) face to face promotive

interaction (interaksi positif); (4) interpersonal skill (komunikasi antar

anggota); dan (5) group processing (pemrosesan kelompok).

a. Saling Ketergantungan Positif (Positive Interdependence)

Unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada

dua pertanggungjawaban kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan kepada kelompoknya. Kedua, menjamin semua anggota kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut.

(36)

21

tergantung kepada usaha yang dilakukan setiap anggota kelompokknya. Untuk terciptanya kelompok kerja yang efektif, setiap kelompok masing-masing perlu membagi tugas sesuai dengan tujuan kelompoknya. Hakikat ketergantungan positif ini artinya tugas kelompok tidak mungkin bisa diselesaikan manakala ada anggota yang tidak bisa menyelesaikan tugasnya, dan semua ini memerlukan kerja sama yang baik dari masing-masing anggota kelompoknya. Menurut Agus Suprijono (2011: 59) ada beberapa cara

membangun saling ketergantungan positif yaitu :

1) Menumbuhkan perasaam peserta didik bahwa dirinya terintegrasi dalam

kelompok, pencapaian tujuan terjadi jika semua anggota kelompok

mencapai tujuan. Peserta didik harus bekerja sama untuk dapat mencapai

tujuan.

2) Mengusahakan agar semua anggota kelompok mendapatkan penghargaan

yang sama jika kelompok mereka berhasil mencapai tujuan.

3) Mengatur sedemikian rupa sehingga setiap peserta didik dalam kelompok

hanya mendapatkan sebagian dari keseluruhan tugas kelompok. Artinya

mereka belum dapat menyelesaikan tugas sebelum mereka menyatukan

perolehan tugas mereka menjadi satu.

4) Setiap peserta didik ditugasi dengan tugas atau peran yang saling

mendukung dan berhubungan, saling melengkapi dan saling terikat dengan

peserta didik lain dalam kelompok.

(37)

22

Tanggung jawab perseorangan atau tanggung jawab individual ini

muncul jika dilakukan pengukuran terhadap keberhasilan kelompok.

Tujuan pembelajaran kooperatif adalah membentuk semua anggota

kelompok menjadi pribadi yang kuat. Tanggung jawab perseorangan

adalah kunci untuk menjamin semua anggota yang diperkuat oleh kegiatan

belajar bersama. Artinya, setelah mengikuti kelompok belajar bersama

anggota kelompok harus dapat menyelesaikan tugas bersama sama. Prinsip

ini merupakan konsekuensi dari prinsip yang pertama. Oleh karena

keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggota, maka setiap

anggota kelompoknya harus memiliki tanggung jawab sesuai dengan

tugasnya.

c. Interaksi Promotif (Face To Face Promotive Interaction)

Pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan secara luas bagi

setiap anggota kelompok untuk bertatap muka, saling memberikan

informasi, dan saling membelajarkan. Interaksi tata muka akan

memberikan pengalaman yang berharga kepada setia anggota kelompok

untuk bekerja sama, menghargai setiap perbedaan memanfaatkan

kelebihan masing anggota, dan mengisi kekurangan

masing-masing anggota. Interaksi promotif sangat penting karena dapat

menghasilkan saling ketergantunagn positif. Ciri-ciri interaksi promotif

adalah :

1) Saling membantu secara efektif dan efisien.

(38)

23

3) Memproses informasi bersama secara lebih efektif dan efisien

4) Saling mengingatkan

5) Saling membantu dalam merumuskan dan mengembangkan

argumentasi serta meningkatkan kmampuan terhadap masalah yang

dihadapi.

6) Saling percaya

7) Saling memotivasi untuk memperoleh keberhasilan bersama.

d. Komunikasi Antar Anggota (Interpersonal Skill)

Untuk mengkoordinasikan kegiatan peserta didik dalam

pencapaian tujuan, peserta didik harus saling mengenal dan mempercayai,

mampu berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius, saling menerima

dan saling mendukung, mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif.

Pembelajaran kooperatif melatih peserta didik untuk mampu berpartisipasi

aktif dan berkomunikasi. Untuk itu peserta didik perlu dibekali dengan

kemampuan-kemampuan berkomunikasi.

e. Pemrosesan Kelompok (Group Processing)

Pemrosesan mengandung arti menilai, melalui pemrosesan

kelompok dapat diidentifikasi urutan atau tahapan kegiatan kelompok.

Siapa di antara anggota kelompok yang sangat membantu dan siapa yang

tidak membantu. Tujuan dari pemrosesan kelompok adalah meningkatkan

efektivitas anggota dalam memberi kontribusi terhadap kegiatan

(39)

24

mengungkapkan bahwa pembelajaran kooperatif terdiri dari 6 fase utama

sebagai berikut.

Fase 3 : Organize students into learning teams

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa fase-fase

dalam Cooperative Learning adalah: a) peserta didik mendengarkan

penjelasan dari guru tentang tujuan pembelajaran dan peserta didik

dikondisikan untuk siap menerima pelajaran, b) peserta didik diberi

kesempatan untuk mendengarkan sedikit materi pembelajaran dan

mempelajarinya sendiri, c) peserta didik dengan bimbingan dari guru

membentuk kelompok-kelompok kecil secara heterogen, d) peserta didik

mulai bekerja mengerjakan tugas dalam kelompok-kelompok kecil

(40)

25

metode NHT, dan f) peserta didik mendapatkan penghargaan atas kerja

sama dalam kelompok tersebut.

4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT)

NHT adalah salah satu dari strategi pembelajaran tipe kooperatif.

Model ini dikembangkan oleh Spenser Kagan (Shoimin, 2013: 107). NHT

adalah suatu model pembelajaran berkelompok yang setiap anggota

kelompoknya bertanggung jawab atas tugas kelomponya, sehingga tidak

ada pemisahan antar peserta didik yang satu dengan yang lain dalam satu

kelompok untuk saling memberi dan menerima antara satu dengan yang

lain (Shoimin, 2013: 108). Model NHT mengacu pada belajar kelompok

peserta didik, masing-masing anggota memiliki bagian tugas (pertanyaan)

dengan nomor yang berbeda-beda.

Aris Shoimin (2013: 108-109) menjelaskan langkah-langkah dan

kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Berikut adalah

langkah-langkah penerapan model NHT:

a. Peserta didik dibagi dalam kelompok. Setiap peserta didik dalam

kelompok mendapat nomor.

b. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok

mengerjakannya

c. Kelompok mendiskuksikan jawaban yang benar dan memastikan tiap

anggota kelompok dapat mengerjakannya/ megetahui jawaban dengan

(41)

26

d. Guru memanggil salah satu nomor peserta didik dan nomor yang

dipanggil keluar dari kelompoknya melaporkan atau menjelaskan hasil

kerja sama mereka

e. Tanggapan dengan teman lain, kemudian guru menunjuk nomer lain

f. Kesimpulan

Kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe Numbered

Head Together(NHT) adalah

a. Setiap peserta didik menjadi siap

b. Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh

c. Peserta didik yang pandai dapat mengajari yang kurang pandai

d. Terjadi interaksi secara intens antar peserta didik dalam menjawab

soal

e. Tidak ada peserta didik yang mendominasi dalam kelompok karena

ada nomor yang membatasi

5. Model Ekspositori

Roy Killen (Sanjaya, 2008: 179) mendifinisikan pengertian strategi

pembelajaran ekspositori adalah strategi yang menekankan kepada proses

penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok

peserta didik dengan maksud agar peserta didik dapat menguasai materi

pelajaran secara optimal (direct instruction).

Jadi yang dimaksud dengan strategi pembelajaran ekspositori adalah

kerangka konseptual yang melukiskan prosedur dalam mengorganisasikan

(42)

27

pedoman bagi perancang pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan

pengelolaan kelas strategi pembelajaran ekspositori lebih mengarah kepada

tujuannya dan dapat diajarkan atau dicontohkan dalam waktu yang relatif

pendek.

Sanjaya (2008: 179) menjelaskan pembelajaran ekspositori

merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada

guru (teacher centered approach). Dikatakan demikian, sebab dalam strategi

ini guru memegang peran yang sangat dominan. Melalui strategi ini guru

menyampaikan materi pembelajaran secara terstruktur dengan harapan materi

pembelajaran yang disampaikan itu dapat dikuasai peserta didik dengan baik.

Pembelajaran ekspositori menekankan pada proses bertutur, materi pelajaran

diberikan secara langsung dan peran peserta didik adalah menyimak. Secara

langsung disini maksudnya adalah proses penyampaian materi dilakukan

secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok peserta didik dengan

maksud agar peserta didik dapat menguasai materi pelajaran secara optimal.

Dimyati (2006: 172) menyatakan prilaku mengajar dengan strategi

ekspositori juga dinamakan model ekspositori pembelajaran yang menekankan

kepada proses penyampaian materi secara langsung dari seorang guru kepada

peserta didik nya dengan maksud agar peserta didik dapat menguasai materi

pembelajaran secara optimal. Tujuan utama dalam pembelajaran ekspositori

adalah “memindahkan” pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai kepada

peserta didik (Dimyati, 2006: 172). Materi pembelajaran telah disiapkan,

(43)

28

melainkan hanya menerima. Secara umum terdapat beberapa karakteristik

strategi ekpsositori . Penyampaian materi disampaikan secara verbal, artinya

bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam melakukan strategi ini, oleh

karena nya strategi ekspositori juga sering di samakan dengan ekspositori.

Materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang pada

umumnya telah jadi, seperti data atau fakta data, konsep-konsep tertentu yang

dituntut untuk dihafal sehingga tidak menuntut peserta didik untuk berfikir

ulang. Tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi itu sendiri.

Artinya setelah proses pembelajaran berakhir peserta didik diharapkan dapat

memahaminya dengan benar dengan cara mengungkapkan kembali materi

yang telah diuraikan.

Guru sangat dominan memegang peranan dalam pembelajaran ini. Melalui

pendekatan ini guru menyampaikan materi pembelajaran secara terstruktur

dengan harapan materi yang disampaikan dapat dikuasai peserta didik dengan

baik. Fokus utama dalam strategi ini adalah kemampuan akademik peserta

didik (academic achievement).

Menurut Dimyati (2006:173) peranan guru dalam strategi pembelajaran

ekspositori adalah penyusun program pembelajaran, pemberi informasi yang

benar, pemberi fasilitas belajar yang baik. pembimbing peserta didik dalam

memperoleh informasi yang benar, penilai pemerolehan informasi. Sementara

peranan peserta didik dalam strategi pembelajaran ekspsositori adalah pencari

informasi yang benar, pemakai media dan sumber yang benar, menyelesaikan

(44)

29

Prinsip-prinsip pembelajaran dengan model ekspositori yang harus

diperhatikan oleh setiap guru antara lain (Wina Sanjaya, 2008:181)

a. Berorientasi pada Tujuan

Walaupun penyampaian materi pelajaran merupakan ciri utama dalam

metode ini, namun tidak berarti proses penyampaian materi tanpa tujuan

pembelajaran, justru tujuan itulah yang harus menjadi pertimbangan utama

dalam penggunaan model ini.

b. Prinsip Komunikasi

Proses pembelajaran dapat dikatakan sebagai proses komunikasi, yang

menunjuk pada proses penyampaian pesan dari seseorang (sumber pesan)

kepada seseorang atau sekelompok orang (penerima pesan). Pesan yang ingin

disampaikan dalam hal ini adalah materi pelajaran yang telah diorganisir dan

disusun dengan tujuan tertentu yang ingin dicapai. Dalam proses komunikasi

guru berfungsi sebagai sumber pesan dan peserta didik berfungsi sebagai

penerima pesan.

c. Prinsip Kesiapan

Dalam teori belajar koneksionisme, “kesiapan” merupakan salah satu

hubelajar.Inti dari hukum ini adalah guru harus terlebih dahulu memosisikan

peserta didik dalam keadaan siap baik secara fisik maupun psikis untuk

menerima pelajaran. Jangan memulai pelajaran, manakala peserta didik

belum siap untuk menerimanya.

(45)

30

Proses pembelajaran ekspositori harus dapat mendorong peserta didik

untuk mau mempelajari materi pelajaran lebih lanjut. Pembelajaran bukan

hanya berlangsung pada saat itu, akan tetapi juga untuk waktu selanjutnya.

Pelaksanaannya model ekspositori memiliki prosedur-prosedur , secara

garis besar digambarkan oleh Sanjaya (2008: 185-200) :

a. Persiapan (Preparation)

Tahap persiapan berkaitan dengan mempersiapkan peserta didik untuk

menerima pelajaran. Dalam model ekspositori, keberhasilan pelaksanaan

pembelajaran sangat bergantung pada langkah persiapan. Tujuan yang

ingin dicapai adalah mengajak peserta didik keluar dari kondisi mental

yang pasif, membangkitkan motivasi dan minat peserta didik untuk

belajar, merangsang dan mengubah rasa ingin tahu peserta didik,

menciptakan suasana dan iklim pembelajaran yang terbuka.

b. Penyajian (Presentation)

Tahap penyajian adalah langkah penyampaian materi pelajaran sesuai

dengan persiapan yang telah dilakukan.Hal yang harus diperhatikan oleh

guru adalah bagaimana materi pelajaran dapat dengan mudah ditangkap

dan dipahami oleh peserta didik. Oleh sebab itu, ada beberapa hal yang

harus diperhatikan dalam pelaksanaan langkah ini diantaranya :

Penggunaan bahasa, intonasi suara, Menjaga kontak mata dengan peserta

didik, serta menggunakan kemampuan guru untuk menjaga agar suasana

kelas tetap hidup dan menyenangkan.

(46)

31

Tahap korelasi adalah langkah yang dilakukan untuk memberikan

makna terhadap materi pelajaran, baik makna untuk memperbaiki struktur

pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik maupun makna untuk

meningkatkan kualitas kemampuan berpikir dan kemampuan motorik

peserta didik.

d. Menyimpulkan (Generalization)

Menyimpulkan adalah tahapan untuk memahami inti (core) dari materi

pelajaran yang telah disajikan. Sebab melalui langkah menyimpulkan,

peserta didik dapat mengambil inti sari dari proses penyajian.

Menyimpulkan berarti pula memberikan keyakinan kepada peserta didik

tentang kebenaran suatu paparan. Sehingga peserta didik tidak merasa ragu

lagi akan penjelasan guru. Menyimpulkan bisa dilakukan dengan cara

mengulang kembali inti- inti materi yang menjadi pokok persoalan,

memberikan beberapa pertanyaan yang relevan dengan materi yang

diajarkan, dan membuat maping atau pemetaan keterkaitan antar

pokok-pokok materi.

e. Mengaplikasikan (Aplication)

Tahap aplikasi adalah langkah unjuk kemampuan peserta didik setelah

mereka menyimak penjelasan guru. Langkah ini merupakan langkah yang

sangat penting dalam proses pembelajaran ekspositori. Sebab melalui

langkah ini guru akan dapat mengumpulkan informasi tentang penguasaan

dan pemahaman peserta didik terhadap materi yang telah diajarkan.

(47)

32

membuat tugas yang relevan, serta dengan memberikan tes materi yang

telah diajarkan untuk dikerjakan oleh peserta didik.

Model pembelajaran lain yang biasanya digunakan bersamaan

dengan model ekspositori adalah metode tanya jawab. Selama proses

model ekspositori akan ada oertanyaan yang diajukan peserta didik kepada

guru atau dari guru kepada peserta didik. Metode tanya jawab adalah

metode mengajar yang memungkinkan terjadinya komunikasi langsung

yang bersifat two way traffic sebab pada saat yang sama terjadi dialog

antara guru dan peserta didik (Sudjana, 2010: 78-79). Guru bertanya

peserta didik menjawab atau peserta didik bertanya guru menjawab.

Dalam komunikasi ini terlihat adanya hubungan timbal balik secara

langsung antara guru. Beberapa hal yang penting diperhatikan dalam

metode tanya jawab ini antara lain:

a. Tujuan yang akan dicapai dari metode tanya jawab.

1) Untuk mengetahui sampai sejauh mana materi pelajaran yang telah

dikuasai oleh peserta didik.

2) Untuk merangsang peserta didik berfikir.

3) Memberi kesempatan pada peserta didik untuk mengajukan

masalah yang belum dipahami.

b. Jenis pertanyaan.

Pada dasarnya ada dua pertanyaan yang perlu diajukan,

(48)

33

1) Pertanyaan ingatan, dimaksudkan untuk mengetahui sampai

sejauh mana pengetahuan sudah tertanam pada peserta didik.

Biasanya pertanyaan berpangkal kepada apa, kapan, di mana,

berapa, dan yag sejenisnya.

2) Pertanyaan pikiran, dimaksudkan untuk mengetahui sampai

sejauh mana cara berpikir anak dalam menanggapi suatu

persoalan. Biasanya pertanyaan ini dimulai dengan kata mengapa,

bagaimana.

c. Tehnik mengajukan pertanyaan

Berhasil tidaknya metode tanya jawab, sangat bergantung

kepada teknik guru dalam mengajukan pertanyaan. Hal pokok yang

harus diperhatikan adalah:

1) Perumusan pertanyaan harus jelas dan terbatas, sehingga tidak

menimbulkan keraguan pada peserta didik.

2) Pertanyaan hendaknya terlebih dahulu diajukan untuk seluruh

peserta didik sebelum menunjuk peserta didik (perorangan) untuk

menjawabnya.

3) Memberi kesempatan atau waktu bagi kepada peserta didik untuk

berpikir.

4) Hargailah pendapat atau pertanyaan dari peserta didik.

(49)

34

6) Membuat ringkasan hasil dari kegiatan bertanya dalam proses

pembelajaran sehingga memperoleh pengetahuan secara

sistematik.

Metode tanya jawab biasanya dipergunakan apabila:

a. Bermaksud mengulang bahan pelajaran

b. Ingin membangkitkan peserta didik relajar.

c. Tidak terlalu banyak peserta didik.

d. Sebagai selingan model ekspositori.

6. Prestasi Belajar

Tujuan pembelajaran dalam ranah kognitif adalah peserta didik

mampu memahami satu bahan kajian tertentu dari kegiatan pembelajaran

yang telah dilakukan yang ditunjukkan dengan perubahan tingkah laku

peserta didik salah satunya berupa hasil belajar yang optimal (Mulyati,

2005: 13-14). Proses pembelajaran melibatkan dua subjek, yaitu guru dan

peserta didik akan menghasilkan suatu perubahan pada diri peserta didik

sebagai hasil dari kegiatan pembelajaran yang bersifat non-fisik seperti

perubahan sikap, pengetahuan, maupun kecakapan (Widoyoko, 2009: 25).

Dalam mencapai prestasi belajar tentu dibutuhkan tes prestasi

belajar. Tes prestasi belajar bertujuan untuk mengukur prestasi atau hasil

yang telah dicapai oleh peserta didik dalam belajar. Gronlund (Azwar,

2007: 18-21) merumuskan beberapa prinsip dasar dalam pengukurn

(50)

35

a. Tes prestasi harus mengukur hasil belajar yang telah dibatasi secara

jelas sesuai dengan tujuan intruksional.

b. Tes prestasi harus mengukur suatu sampel yang representatif dari hasil

belajar dan dari materi yang dicakup oleh program intruksional atau

pengajaran.

c. Tes prestasi harus berisi item-item dengan tipe yang paling cocok guna

mengukur hasil belajar yang diinginkan.

d. Tes prestasi harus dirancang sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan

penggunaan hasilnya.

e. Reliabilitas tes prestasi harus diusahakan setinggi mungkin dan hasil

ukurnya ditafsirkan dengan hati-hati.

f. Tes prestasi harus dapat digunakan untuk meningkatkan belajar para

anak didik.

7. Motivasi Belajar

Motivasi merupakan dorongan yang terdapat dalam diri seseorang

untuk berusaha mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik

dalam memenuhi kebutuhannya (Uno, 2009: 3). Dalam memenuhi

kebutuhannya pada pembelajaran, peserta didik membutuhkan adanya

dorongan-dorongan. Beberapa difinisi motivasi erat kaitanyya dengan

kebutuhan, banyak teori motivasi yang didasarkan dari asas kebutuhan.

Kebutuhan yang membuat seseorang dapat memenuhinya atau mencpai

tujuaannya. Proses motivasi dasar (basic motivation process) dapat

(51)

36

Gambar 2. Proses Motivasi Dasar (Basic Motivation Process)

Menurut Prastya Indrawan (Suprijono, 2011: 162-163) bahwa dari

tiga faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu latar belakang

keluarga, kondisi atau konteks sekolah dan motivasi mempunyai

kontribusi antara 11 sampai 20 persen terhadap prestasi belajar. Studi yang

dilakukan Suciati menyimpulkan bahwa kontribusi motivasi sebesar 36

persen, sedangkan Mc Cleland menunjukan bahwa motivasi berprestasi

mempunyai kontribusi sampai 64 persen terhadap prestasi belajar. Hasil

penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada korelasi signifikan antara

motivasi dan belajar. Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling

mempengaruhi. Belajar adalah perubahan tingkah laku secara relatif

permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil dari praktik penguatan

Need desire

Behavior

(52)

37

(motivasi) yang dilandasi tujuan tertentu. Korelasi ini menguatkan

urgensitas motivasi belajar.

Oemar Hamalik (2001: 161) membagi motivasi menjadi dua yaitu :

(1) motivasi instrinsik dan (2) motivasi ekstrinsik. Motivasi instrinsik

adalah motivasi yang tercakup di dalam situasi belajar dan menemui

kebutuhan dan tujuan-tujuan peserta didik. Motivasi ini sering juga disebut

motivasi murni. Motivasi yang sebenarnya yang timbul dalma diri peserta

didik sendiri, misalnya keinginan untuk mendapat keterampilan tertentu,

memperoleh informasi dan pengertian, mengembangkan sikap untuk

berhasil, menyenangi kehidupan, menyadari sumbangannya terhadap

usaha kelompok, keinginan diterima oleh orang lain, dan lain-lainnya.

Jadi, motivasi ini timbul tanpa pengaruh dari luar. Motivasi instrinsik

adalah motivasi yang hidup dalam diri peserta didik dan berguna dalam

situasi belajar yang fungsional. Dalam hal ini pujian atau sejenisnya tidak

diperlukan oleh karena tidak akan menyebabkan peserta didik bekerja atau

belajar untuk mendapatkan pujian atau hadiah itu. Motivasi ekstrinsik

adalah motivasi yang disebabkan oleh faktor-faktor dari luar situasi

belajar, seperti angka kredit, ijazah, tingkatan hadiah, medali, dan

hukuman. Motivasi ekstrinsik ini tetap diperlukan sekolah, sebab

pengajaran di sekolah tidak semuanya menarik minat peserta didik atau

sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Lagi pula seringkali para peserta

didik belum memahami untuk apa ia belajar hal-hal yang diberikan oleh

(53)

38

oleh guru sehingga peserta didik mau dan ingin belajar. Sesuai dengan

pendapat Agus Suprijono (2011: 162) dalam pembelajaran kooperatif guru

berperan sebagai fasilitator dan motivator.

Menurut Mc. Donald (Hamalik, 2008:159) bahwa: “Motivation is an energy change within the person characterized by affective arousal and

anticipatory goal reaction”. Motivasi adalah perubahan energi dalam diri

(pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi

untuk mencapai tujuan. Di dalam perumusan ini kita dapat lihat, bahwa

ada tiga unsur yang saling berkaitan, yaitu sebagai berikut:

a. Motivasi dimulai dari adanya perubahan energi dalam pribadi.

Perubahan-perubahan dalam motivasi timbul dari

perubahan-perubahan tertentu di dalam sistem neuropisiologis dalam manusia.

Tapi ada juga perubahan energi yang tidak diketahui;

b. Motivasi ditandai dengan timbulnya perasaan affective arousal.

Mula-mula merupakan ketegangan psikologis, lalu merupakan suasana

emosi. Suasana emosi ini menimbulkan kelakuan yang bermotif.

Perubahan ini mungkin biasa dan mungkin juga tidak, kita hanya

dapat melihatnya dalam perbuatan.

c. Motivasi ditandai dengan reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan. Pribadi

yang bermotivasi mengadakan respon-respon yang tertuju ke arah

suatu tujuan. Respon-respon itu berfungsi mengurangi ketegangan

yang disebabkan oleh perubahan energi dalam dirinya. Setiap respons

(54)

39

Hakikatnya motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal

pada peserta didik yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan

perilaku. Motivasi belajar adalah suatu proses, proses yang memberi

semangat belajar, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang

termotivasi adalah perilaku yang penuh energi. Motivasi belajar bertalian

erat dengan tujuan belajar. Jika motivasi besar diharapkan tujuan belajar

yang akan dicapai juga masksimal. Terkait dengan hal tersebut motivasi

mempunyai fungsi (Suprijono, 2011: 163) :

a. Mendorong peserta didik untuk berbuat. Motivasi sebagai pendorong

atau motor dari setiap kegiatan belajar.

b. Menentukan arah kegiatan pembelajaran yakni ke arah tujuan belajar

yang hendak dicapai. Motivasi belajar memberikan arah dan kegiatan

yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuan pembelajaran.

c. Menyeleksi kegiatan pembelajaran, yakni menentukan

kegiatan-kegiatan apa yang harus dikerjakan sesuai guna mencapai tujuan

pembelajaran dengan menyeleksi kegiatan-kegiatan yang tidak

menunjang bagi pencapaian tujuan tersebut.

Fungsi motivasi dalam belajar dari uraian diatas, jelaslah bahwa

motivasi mendorong timbulnya kelakuan dan mempengaruhi serta

mengubah kelakukan. Sehubungan dengan hal tersebut ada tiga fungsi

motivasi menurut Oemoar Hamalik (2008: 161), yaitu:

a. Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan. Tanpa motivasi

(55)

40

b. Motivasi berfungsi sebagai pengarah. Artinya mengarahkan perbuatan

kepencapaian tujuan yang diinginkan.

c. Motivasi berfungsi sebagai penggerak. Ia berfungsi sebagai mesin bagi

mobil. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya

suatu pekerjaan.

Berdasarkan fungsi-sungsi motivasi di atas, dapat dilihat motivasi

adalah salah satu faktor peserta didik berkeinginan belajar untuk suatu

tujuan yang dicapai. Capat atau lambatnya pencapaian juga tergantung ada

motivasi peserta didikmasing-masing. Indikator motivasi belajar dapat

diklasifikasikan sebagai berikut: 1) adanya hasrat dan keinginan untuk

berhasil, 2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar, 3) adanya

harapan dan cita-cita masa depan, 4) adanya penghargaan dalam belajar, 5)

adanya kegiatan yang menarik dalam pembelajaran, dan 6) adanya

lingkungan belajar yang kondusif sehingga memungkinkan seorang

peserta didik dapat belajar dengan baik (Uno, 2009 : 23).

Menurut Oemar Hamalik (2001:161) nilai motivasi dalam

pengajaran adalah tanggung jawab guru agar pengajaran diberikannya

berhasil dengan baik. Keberhasilan ini banyak bergantung pada usaha guru

membengkitkan motivasi belajar peserta didik. Secara garis besar motivasi

mengandung nilai-nilai sebagai berikut :

a. Motivasi menentukan tingkat berhasil atau gagalnya perbuatan belajar

peserta didik. Belajar tanpa adanya motivasi kiranya sulit untuk

(56)

41

b. Pengajaran yang bermotivasi pada hakikatnya adalah pengajaran yang

disesuaikan dengan kebutuhan, dorongan, motif, minat yang ada pada

peserta didik. Pengajaran demikian sesuai dengan tuntutan demokrasi

dalam pendidikan.

c. Pengajaran yang bermotivasi menuntut kreatifitas dan imajinasi guru

untuk berusaha sungguh-sungguh mencari cara-cara yang relevan dan

sesuai guna membangkitkan dan memelihara motivasi belajar peserta

didik. Guru senantiasa berusaha agar peserta didik memiliki self

motivation yang baik.

d. Berhasil atau gagalnya dalam membangkitkan motivasi dalam

pengajaran erat pertaliannya dangan pengaturan disiplin kelas.

Kegagalan dalam hal ini mengakibatkan timbulnya masalah disiplin

didalam kelas.

e. Asas motivasi menjadi salah satu bagian yang integral daripada

asas-asas mengajar. Penggunaan motivasi dalam mengajar buku saja

melengkapi prosedur mengajar, tetapi juga menjadi faktor yang

menentukan pengajaran yang efektif. Demikian penggunaan asas

motivasi adalah sangat essensial dalam proses belajar mengajar.

8. Materi Pokok Pembelajaran

Materi pembelajaran sistem periodik unsur disesuaikan dengan

Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar dalam Standar Isi untuk Satuan

Pendidikan Dasar dan Menengah yang ditetapkan pada silabus mata pelajaran

Gambar

Tabel 1. Fase Pembelajaran Kooperatif
Gambar 2. Proses Motivasi Dasar (Basic Motivation Process)
Tabel 2. Kisi-kisi Angket Motivasi Belajar Kimia
Gambar 1. Diagram Alur Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Seperti yang disampaikan oleh guru Akidah Akhlak berikut ini. Buku Kurikulum 2013 memiliki tahapan-tahapan sebagai berikut. Yang pertama ini berisi cerita secara

Tujuan: Menganalisis hubungan antara kebiasaan jajan dan kualitas makanan jajanan dengan status gizi anak sekolah di SDN 03 pagi Duri Kepa Jakarta Barat.. Metode:

Dalam penelitian ini digunakan beberapa sediaan probiotik yang berbeda, yaitu sediaan Rillus (A), Lacbon (B), Lacidofil (C), dan Lacto B (D) yaitu untuk melihat jumlah koloni

Alasan lain karena konvoi yang dilakukan tersebut tidak memperhatikan perarturan lalu lintas yang dapat mengganggu hak pengguna jalan lain, karena jalan raya

the profile after the students’ use proje ct- based learning method to improve students’ witing skills of procedure text to the Ninth grade students’ of MTs N Susukan in the

Dari aspek teknologi aplikasi ini dapat di operasikan dan di integrasikan dengan teknologi yang sudah ada pada smartphone dengan sistem operasi android, dari

Sebelum UU Nomor 17 Tahun 2003 dan UU Nomor 1 Tahun 2004 ditetapkan, sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Departemen Keuangan di bidang fi skal, Menteri Keuangan RI telah

Hasil Analisis terhadap Novel Sajadah Karya M.Furqonul Aziz ditemukan adanya nilai religius yang meliputi : hubungan manusia dengan Tuhan mengajarkan kita sebagai manusia untuk