i
EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) TERHADAP MOTIVASI
DAN PRESTASI BELAJAR KIMIA PESERTA DIDIK KELAS X SMA NEGERI 2 YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN 2016/2017
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi
Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Dwi Dara Septi Putriani NIM. 12314244014
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
iv MOTTO
-Don’t ever lose your hope and faith. Keep praying and keep trying-
v
PERSEMBAHAN
Untuk Pendidikan.
Untuk Bapak, Ibu, Mbak Fleni, dan Adek Sakti Keluargaku
Teman-teman Sugar Group High School Teman-teman Pendidikan Kimia Internasional 2012
vi
EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) TERHADAP MOTIVASI
DAN PRESTASI BELAJAR KIMIA PESERTA DIDIK KELAS X SMA NEGERI 2 YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN 2016/2017
Oleh:
Dwi Dara Septi Putriani 12314244014
Dosen Pembimbing : Prof. A.K. Prodjosantoso, Ph.D
ABSTRAK
Penelitian penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) telah dilakukan untuk menentukan peningkatan motivasi peserta didik dan prestasi belajar kimia pada materi sistem periodik unsur di kelas X SMA Negeri 2 Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017.
Penelitian merupakan bentuk penelitian eksperimental dengan semua peserta didik dari X IPA SMA Negeri 2 Yogyakarta sebagai populasi dan kelas sampel adalah XMIIA 2 sebagai kelas eksperimen dan XMIIA 5 sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen diterapkan model pembelajaran kooperatif NHT, sementara kelas kontrol diterapkan model ekspositori dan tanya jawab. Analisis data yang digunakan adalah uji normalitas, uji homogenitas, dan uji t sama subjek, uji t beda subjek dan anakova.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Ada peningkatan motivasi
belajar kimia peserta didik setelah mengikuti pembelajaran dengan model NHT
(2) Ada perbedaan peningkatan motivasi belajar kimia peserta didik yang
mengikuti proses pembelajaran dengan model pembelajaran NHT dengan pembelajaran dengan model ekspositori dan tanya jawab (3) Ada perbedaan peningkatan yang signifikan pada prestasi belajar kimia peserta didik yang mengikuti proses pembelajaran dengan model pembelajaran NHT dengan pembelajaran dengan model ekspositori dan tanya jawab
vii
THE EFFECTIVENESS OF APPLYING COOPERATIVE LEARNING MODEL TYPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) ON
MOTIVATION AND ACHIEVEMENT IN LEARNING CHEMISTRY OF THE GRADE X SMA NEGERI
2 YOGYAKARTA ACADEMIC YEAR 2016/2017
By:
Dwi Dara Septi Putriani 12314244014
Supervisor : Prof. A.K. Prodjosantoso, Ph.D
ABSTRCT
Research on the application of cooperative learning model Numbered Heads Together (NHT) has been conducted to determine the increase in student motivation and chemistry learning achievement on the subject of periodic system of elements in class X Science SMA Negeri 2 Yogyakarta academic year 2016/2017.
The research is a form of experimental research with all students of X Science SMA Negeri 2 Yogyakarta as population and the sample classes were XMIIA 2 as experimental class and XMIIA 5 as control class. Applied experiment class cooperative learning model type NHT, while control class was applied lecture and answer question model. Analysis data used were the normality test, homogeneity test, and equal subject t test, different subject t test and anacova.
The result of the research showed that: (1) There is an increased motivation to learn chemistry of students after following study with NHT (2) There is a difference in increased motivation to learn chemistry students who follow the learning process with learning model NHT to learning with models expository and asked questions (3 ) There is a significant difference increasing in chemistry learning achievement of students who follow the learning process with NHT learning model to study with expository models and asked questions.
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr. wb.
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian eksperimen yang berjudul ”Efektivitas Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) Terhadap Motivasi Dan Prestasi Belajar Kimia Peserta Didik Kelas X SMA Negeri 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017” ini sebagai tugas akhir untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada panglima perang Rosulullah Muhammad SAW..
Atas bantuan dari berbagai pihak dalam penyelesaian penelitian ini, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Hartono, selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta.
2. Bapak Drs. Jaslin Ikhsan, M.App.Sc, Ph.D, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.
3. Bapak Sukisman Purtadi, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia dan koordinator skripsi pendidikan kimia.
4. Bapak Heru Pratomo AL, M.Si selalu Pembimbing Akademik yang telah memberikan dukungn moral selama penelitian.
5. Bapak Prof. A.K. Prodjosantoso,Ph.D selaku dosen pembimbing yang dengan sabar memberikan pengarahan, masukan dan motivasi serta menyediakan waktu, pikiran dan tenaga ditengah aktivitas yang padat utuk memberikan dukungan yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan dari mulai penulisan proposal, pelaksanaan penelitian, hingga penulisan laporan ini.
ix
7. Kepala Sekolah SMAN 2 Yoyakarta yang telah memberikan ijin pelaksanaan pengambilan data pada saat penelitian ini.
8. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik, saran, dan masukan yang membangun untuk menyempurnakan skripsi ini. Semoga penelitian ini bermanfaat dan mendapatkan ridhlo dari Allah SWT.
Yogyakarta, 16 Desember 2016
x DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN...i
HALAMAN PERNYATAAN...ii
HALAMAN PENGESAHAN...iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
ABSTRAK...vi
ABSTRACT...vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN...xiv
BAB I ... 1
PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Pembatasan Masaalah ... 7
D. Perumusan Masalah ... 8
E. Tujuan Penelitian ... 8
F. Keguanan Penelitian... 9
BAB II ... 11
KAJIAN PUSTAKA ... 11
xi
B. Penelitian yang Relevan ... 42
C. Kerangka Berpikir ... 44
D. Hipotesis Penlitian ... 46
BAB III ... 48
A. Desain Penelitian ... 48
B. Definisi Oprasional Variabel Penelitian ... 49
C. Populasi dan Sampel ... 50
D. Instrumen Penelitian... 51
E. Teknik Analisis Data ... 61
BAB IV ... 66
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 66
A. Hasil Penelitian ... 66
B. Pembahasan ... 73
BAB V ... 92
KESIMPULAN DAN SARAN ... 92
A. Kesimpulan ... 92
B. Saran ... 93
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Fase Pembelajaran Kooperatif ... 24
Tabel 2. Kisi-kisi Angket Motivasi Belajar Kimia ... 53
Tabel 3. Kisi-Kisi Soal Prestasi Belajar Kimia ... 54
Tabel 4. Data Pengetahuan Awal ... 66
Tabel 5. Data Prestasi Belajar Kimia ... 66
Tabel 6. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol . 67 Tabel 7. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Kelas Eksperimen dan Kontrol...59
Tabel 8. Ringkasan Uji Anakova 1-Jalur ... 69
Tabel 9. Ringkasan Skor Motivasi Awal dan Akhir Belajar Kimia Peserta Didik 68 Tabel 10. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol 68 Tabel 11. Ringkasan Uji Homogenitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 68
Tabel 12. Ringkasan Uji t Sama Subjek dan Uji t Beda Subjek ... 69
Tabel 13.Kisi-kisi Soal Tes Prestasi Belajar Kimia Setelah Divalidasi ... 72
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Proses Motivasi Dasar (Basic Motivation Process)...31
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Pengetahuan Awal dan Prestasi Belajar Kimia Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 98
Lampiran 2. Data Motivasi Awal dan Akhir Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 99
Lampiran 3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 108
Lampiran 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kontrol ... 128
Lampiran 5. Angket Motivasi Belajar Kimia ... 140
Lampiran 6. Soal Tes Prestasi Belajar Kimia Materi Sistem Periodik Unsur Sebelum Validasi ... 143
Lampiran 7. Soal Tes Prestasi Belajar Kimia Materi Sistem Periodik Unsur Setelah Validasi ... 153
Lampiran 8. Hasil Uji Normalitas Pengetahuan Awal Dan Prestasi Belajar Kimia ... 158
Lampiran 9. Hasil Uji Homogenitas Pengetahuan Awal Dan Prestasi Belajar Kimia ... 159
Lampiran 10. Hasil Uji Normalitas Motivasi Awal Dan Motivasi Akhir ... 160
Lampiran 11. Hasil Uji Homogenitas Motivasi Awal Dan Motivasi Akhir ... 161
Lampiran 12. Data Uji Validitas Dan Reliabilitas Soal Tes Prestasi Belajar Kimia ... 162
Lampiran 13. Hasil Uji t Sama Subjek... 169
Lampiran 14.Hasil Uji t Beda Subjek ... 170
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kimia adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan yakni pada
Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Perguruan Tinggi. Kimia dinilai
cukup memegang peranan penting dalam membentuk peserta didik
berkualitas. Karena itu, perlu adanya peningkatan mutu dalam pendidikan
kimia.
Kimia merupakan salah satu mata pelajaran yang masih dianggap
sulit dipahami peserta didik. Saat proses pembelajaran sering sekali
peserta didik mengalami kesulitan. Setiap peserta didik mempunyai
kesulitan dalam belajar materi kimia. Kesulitan yang dihadapi peserta
didik dalam memahami materi tertentu disebabkan oleh berbagai faktor
saat proses belajar. Peserta didik cenderung menghafal rumus yang
digunakan untuk menyelesikan soal-soal. Sehingga konsep yang
sesungguhnya kurang dipahami, dan menimbulkan anggapan bahwa kimia
sulit dan membosankan.
Suatu kegiatan yang dekat kaitannya dalam pembelajaran adalah
mengajar. Mengajar adalah usaha untuk menciptakan kondisi yang
kondusif agar berlangsung kegiatan belajar dengan hasil bermakna dan
optimal sehingga dapat mengoptimalisasi kegiatan belajar dengan hasil
yang bermakna. Guru bertugas untuk mengetahui serta memahami
2
pembelajaran itu sendiri. Belajar menurut Gagne (Winatapura, 2007)
adalah prubahan dalam kemampuan yang bertahan lama. Artinya hasil
atau pencapaian dari belajar dapat digunakan dalam waktu yang lama dan
terus menerus dan tidak bersifat hafalan sementara. Kesulitan berupa
mater haflan juga dirasaan oleh peserta didik. Materi awal pada kelas X
semerter gasal adalah sistem periodik unsur yang hampir semua materi
masih pamahaman, perkenalan kimia dan menghafal. Sehingga dibutuhkan
metode yang menarik dan variatif sehingga peserta didik dengan mudah
memahami materi dan menggangap kimia mudah.
Proses pembelajaran kimia memerlukan suatu model yang
bervariasi dan menyenangkan. Hal ini dapat diartikan bahwa guru dalam
konteks proses pembelajaran yang bertujuan mengatasi kebosanan peserta
didik dalam proses belajar peserta didik selalu menunjukan ketekunan,
perhatian, keantusiasan, motivasi yang tinggi dan ketersediaan berperan
secara aktif. Pembelajaran yang bervariasi juga akan membantu peserta
didik pasif menjadi aktif dalam proses pembelajaran yang menyenangkan.
Peserta didik perlu dukungan motivasi agar senang dalam melakukan
aktivitas belajar. Peran guru sangat penting dalam memberikan motivasi
peserta didik, agar proses pembelajaran tercapai dan optimal. Peran guru
sangat penting sebagai motivator dalam meningkatkan kegairahan peserta
didik dalam kegiatan belajar. Menurut Wijayanti (2008) seorang guru
dituntut untuk dapat memilih metode yang tepat dalam mengajar agar
3
interaktif, efektif dan efisien. Aspek yang mempengaruhi keberhasilan
pendidikan selain kurikulum, sarana dan prasarana, guru, peserta didik
adalah metode. Pada saat melaksanakan proses belajar mengajar
diperlukan metode yang tepat agar dapat dicapai tujuan yang telah
ditentukan.
Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar peserta
didik adalah bagaimana peserta didik melakukan aktivitas belajar.
Suatu proses belajar dikatakan baik bila proses tersebut dapat
membangkitkan kegiatan belajar yang efektif. Suatu pembelajaran
diperlukan suatu sistem yang melibatkan peserta didik secara aktif dalam
kegiatan belajar mengajar guna meningkatkan prestasi belajar kimia. Salah
satu model pembelajaran yang menuntut peran aktif peserta didik adalah
aktif adalah model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif
menuntut peserta didik bekerja dalam kelompok-kelompok melibatkan
peran aktif peserta didik dalam diskusi kelas. Roger dan David Johnson
menyebutkan 5 unsur dalam model pembelajaran kooperatif, yaitu: (1)
positive interdependence (saling ketergantungan); (2) personal
responsibility (tanggung jawab perseorangan); (3) face to face promotive
interaction (interaksi positif); (4) interpersonal skill (komunikasi
antaranggota); dan (5) group processing (pemrosesan kelompok)
(Suprijono, 2011: 59) . Model ini diharapkan tidak hanya melibatkan
peserta didik secara individu tetapi juga dapat melibatkan peserta didik
4
tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan tanpa menggantungkan
pada peserta didik yang pintar atau anggota yang lainnya.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut manusia
berprestasi dan berkreasi dalam berbagai bidang. Banyak upaya telah
dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan sistem pendidikan.
Banyak ahli dan juga instansi pendidikan maupun lembaga-lembaga
memberikan sumbangsihnya untuk kemajuan pendidikan. Hal itu dapat
dilihat pada berbagai hasil penelitian pendidikan yang dihasilkan,
pengembangan kurikulum, peningkatan kompetensi guru, peningkatan
sarana dan prasana pendidikan, serta pembaharuan sistem menejemen
pendidikan pada pembelajaran yang ada di sekolah. Saat ini banyak guru
menggunakan model yang membuat peserta didik merasa bosan mengikuti
pembelajaran seperti model ekspositori.
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran kelompok.
Pembelajaran ini mempunyai banyak model, yaitu STAD, Jigsaw, Grup
Investigation, Think-Pair-Share dan Numbered Heads Together.
Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together adalah model
yang dikembangangkan oleh Spencer Kagan (Shoimin, 2013: 107) dengan
tujuan melibatkan peserta didik dalam berbagai materi yang dibahas
dalam sebuah pelajaran dan untuk memeriksa pemahaman peserta didik
terhadap materi pembelajaran. Pembelajaran ini mengedepankan pada
aktivitas peserta didik dalam mencari, mengolah informasi dan
5
kelompok karena setiap peserta didik tidak dapat menggantungkan pada
peserta didik lain, namun setiap anggota kelompok dapat saling membantu
dalam memahami suatu materi demi tercapainya tugas dalam kelompok.
NHT merupakan model pembelajaran yang berpusat pada peserta
didik dan menuntut peserta didik aktif sehingga diharapkan dapat
menghilangkan kejenuhan belajar kimia sehingga dapat meningkatkan
motivasi dan prestasi belajar peserta didik. Pembelajaran kooperatif tipe
NHT memiliki empat komponen utama yaitu numbering, mengajukan
pertanyaan, head together, dan memberikan jawaban (Suprijono: 2011:
92). Dalam pembelajaran dengan model ini setelah peserta didik diberi
penjelasan mengenai materi yang bersangkutan, peserta didik dibagi
menjadi beberapa kelompok dan diberikan permasalahan.
Ciri utama dari NHT adalah pemberian nomor dan guru
memanggil secara acak nomor di setiap kelompok untuk mewakili
kelompoknya. Tipe ini juga menumbuhkan tanggung jawab setiap
individual terhadap diskusi kelompoknya sehingga memungkikan setiap
peserta didik memahami hasil belajar yang lebih baik. Sehubungan dengan
ulasan di atas, peneliti menggunakan model Numbered Heads Together
karena pada pembelajaraan peserta didik memiliki tanggung jawab yang
sama dalam kelompok untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru,
peserta didik bekerja sama dalam kelompok untuk menyelesaikan tugas
tersebut. Sehingga timbullah peningkatan motivasi belajar kimia serta
6
observasi yang dilakukan di SMA Negeri 2 Yogyakarta, motivasi peserta
didik masih cenderung rendah. Peserta didik lebih banyak mendengarkan
materi dari guru. Model NHT dapat dikombinasikan dengan permainan
lain pada saat tahap kompetisi antar kelompok atau turnamen antar
kelompok, kelas akan menjadi aktif dan tidak monoton seperti model lain.
Peneliti melakukan penelitian mengenai efektivitas pembelajaran
kooperatif tipe NHT terhadap motivasi dan prestasi belajar peserta didik
pada mata pelajaran kimia peserta didik kelas X SMA Negeri 2 Negeri
Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017.
B. Identifikasi Masalah
1. Penggunaan model ekspositori yang terus menerus pada pembelajaran
kimia sehingga pembelajaran menjadi monoton dan peserta didik
belajar secara pasif.
2. Pembelajaran masih terpusat pada guru (teacher centered).
3. Belum banyaknya guru yang memperhatikan interaksi antar peserta
didik dalam proses pembelajaran sehingga menumbuhkan rasa sosial
yang mengarah pada kerjasama yang produktif.
4. Belum banyak dikembangkan kondisi pembelajaran yang dapat
menumbuhkan motivasi belajar peserta didik dengan persaingan yang
positif.
5. Metode pembelajaran NHT mempunyai banyak kelebihan namun
7
NHT adalah dapat dikombinasikan dengan permaian lain seprti ular
tangga, outdoor games, dan permainan lain.
6. Kurangnya motivasi dalam belajar kimia peserta didik sehingga perlu
adanya usaha untuk menumbuhkan motivasi belajar kimia yang dapat
mempengaruhi prestasi belajar kimia.
7. Kurangnya variasi model pembelajaran kimia mengakibatkan peserta
didik menganggap kimia adalah pelajaran yang sulit dimengerti,
banyak rumus dan banyak hafalan.
8. Kurangnya motivasi belajar peserta didik di SMA Negeri 2
Yogyakarta berdasarkan hasil observasi.
C. Pembatasan Masaalah
1. Model pembelajaran yang dipilih adalah kooperatif tipe NHT. Model
ini dikatakan efektif jika prestasi belajar dan motivasi belajar peserta
didik meningkat secara signifikan.
2. Prestasi belajar peserta didik diungkap dengan menggunakan tes hasil
belajar kimia berupa soal objektif dengan materi sistem periodik unsur.
3. Pengetahuan awal yaitu ulangan harian materi struktur atom.
4. Pengukuran motivasi belajar kimia peserta didik dilakukan sebelum
dan sesudah proses pembelajaran kimia.
5. Kelas kontrol menggunakan model ekspositori dan tanya jawab.
6. Objek dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas X semester 1
8
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah pada penelitian ini
adalah :
1. Adakah peningkatan motivasi peserta didik kelas X semester 1 SMA
Negeri 2 Negeri Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017 yang mengikuti
proses pembelajaran kimia materi sistem periodik unsur dengan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT ?
2. Adakah perbedaan peningkatan motivasi belajar kimia peserta didik
kelas X semester 1 SMA Negeri 2 Negeri Yogyakarta tahun ajaran
2016/2017 yang mengikuti proses pembelajaran dengan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pembelajaran dengan model
ekspositori dan tanya jawab?
3. Adakah perbedaan peningkatan yang signifikan pada prestasi belajar
kimia peserta didik kelas X semester 1 SMA Negeri 2 Negeri
Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017 yang mengikuti proses
pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT
dengan pembelajaran dengan model ekspositori dan tanya jawab?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk melihat ada tidaknya :
1. Peningkatan motivasi belajar kimia peserta didik kelas X semester 1
SMA Negeri 2 Negeri Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017 yang
mengikuti proses pembelajaran kimia materi sistem periodik unsur
9
2. Perbedaan peningkatan motivasi belajar kima peserta didik kelas X
semester 1 SMA Negeri 2 Negeri Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017
yang mengikuti proses pembelajaran kimia materi periodik unsur
dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pembelajaran
dengan model ekspositori dan tanya jawab.
3. Perbedaan peningkatan yang signifikan pada prestasi belajar kimia
peserta didik kelas X semester 1 SMA Negeri 2 Negeri Yogyakarta
tahun ajaran 2016/2017 yang mengikuti proses pembelajaran kimia
materi periodik unsur dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT
dengan pembelajaran dengan model ekspositori dan tanya jawab.
F. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, antara lain :
1. Bagi peneliti
a. Memahami kondisi pembelajaran kimia yang sesungguhnya terjadi
di kelas.
b. Mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliki dalam dunia
pendidikan khususnya pembelajaran kimia secara langsung.
c. Mengetahui efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe NHT
bila dibandingkan dengan model ekspositori dan tanya jawab.
2. Bagi sekolah
a. Penerapan langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe NHT
sebagai bahan pertimbangan dalam pengunaan dan pengembangan
10
b. Penelitian dapat menjadi alternatif pemecahan masalah-masalah
pembelajaran yang terkait dengan kendala ruang.
c. Memperbaiki dan meningkatkan kinerja belajar dan kompetensi
peserta didik.
3. Bagi Guru
a. Menambah wawasan guru mengenai berbagai pendekatan yang
berpusat pada peserta didik (student centered) dan meningkatkan
keaktifan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran.
b. Meningkatkan kreativitas guru dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, salah satunya
modle NHT.
c. Mengembangkan proses pembelajaran kimia yang bersifat
interaktif bagi peserta didik di sekolah.
d. Menumbuhkan kepekaan guru terhadap kesulitan belajar kimia
peserta didik melalui variasi pendekatan dalam proses
11 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori 1. Pembelajaran Kimia
12
Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu,
yaitu mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan
melainkan pengubahan kelakuan (Hamalik, 2001: 27). Pengertian tersebut
menitikberatkan pada belajar bukan hasil tetapi proses dan di dalam proses
itulah tercipta serangkaian pengalaman belajar. Hamalik (2008: 27-48)
menyebutkan definisi dari mengajar adalah usaha untuk mengorganisasi
lingkungan sehingga tercipta suatu suasana belajar bagi peserta didik. Pada
pengertian tersebut, proses mengajar menitik beratkan pada unsur peserta
didik, lingkungan, dan proses belajar. Dalam hal ini, guru memiliki peran
utama di dalam kelas. Rumusan tersebut sejalan dengan tujuan dari
pendidikan yaitu mengembangkan atau mengubah tingkah laku peserta
didik. Mengajar dan pembelajaran memiliki pengertian yang berbeda
berdasarkan peran guru di dalam kelas.
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi
unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur
yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran (Hamalik,
2008: 57). Jadi, kegiatan pembelajaran merupakan suatu rangkaian
kegiatan yang saling berhubungan dan memiliki interaksi bolak-balik yang
masing-masing komponennya saling menunjang satu sama lain.
Pembelajaran yang memiliki interaksi bolak-balik melibatkan peran aktif
peserta didik dalam proses pembelajarannya, tidak hanya peran guru.
Pembelajaran dalam konteks standar proses pendidikan tidak hanya
13
dimaknai juga sebagai proses mengatur lingkungan supaya peserta didik
belajar. Menurut Sanjaya (2006: 91-92) dominasi guru dalam proses
pembelajaran dapat menimbulkan kekeliruan yang berdampak negatif pada
peserta didik terkait pemahaman materi pelajaran sebagai berikut.
a. Guru tidak berusaha untuk mengetahui kemampuan awal peserta didik
yang berarti guru tidak memahami keadaan peserta didik terkait tingkat
pemahaman terhadap materi pembelajaran.
b. Guru tidak pernah mengajak peserta didik untuk berpikir tentang materi
yang dipelajari padahal mengajar bukan hanya menyampaikan materi
pelajaran tetapi melatih kemampuan peserta didik untuk berpikir,
menggunakan strutur kognitifnya secara penuh dan terarah.
c. Guru tidak berusaha memperoleh umpan balik yang berarti guru tidak
memahami makna pembelajaran sebagai proses bertujuan yang salah satu
tujuannya adalah kemampuan peserta didik menguasai materi pelajaran.
d. Guru menganggap bahwa ia adalah orang yang paling mampu dan
menguasai pelajaran. Hal ini merupakan kekeliruan yang sangat besar,
karena guru seharusnya tidak lagi berperan sebagai satu-satunya sumber
belajar akan tetapi guru lebih berperan sebagai pengelola pembelajaran.
14
pelaksanaan pembelajaran. Proses membelajarkan peserta didik menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran kimia pada intinya memiliki makna yang sama dengan mata pelajaran yang lain, akan tetapi berbeda bidang ilmu yang diajarkan. Ilmu kimia merupakan cabang ilmu pengetahuan alam yang diajarkan di sekolah menengah pertama dan menengah atas. Sesuai dengan tingkat kesulitan materi pelajaran kimia, maka kimia diajarkan secara lebih detail di sekolah menengah atas karena disesuaikan dengan perkembangan intelektual peserta didik. Ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari gejala khusus yang terjadi ada zat atau sesuatu yang berhubungan dengan zat yaitu komposisi, struktur dan sifat transformasi, dinamika, dan energitika zat (Sukarjo, 2009 :1). Mata pelajaran kimia perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus yaitu memberikan peserta didik pengetahuan, pemahaman, dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tingi serta mengembangkan ilmu dan teknologi. Menurut Mulyasa (2006: 133–134), mata pelajaran kimia di SMA/MA bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
a. membentuk sikap positif terhadap kimia dan menyadari keteraturan dan
keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
b. memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, objektif, terbuka, ulet, kritis, dan
dapat bekerja sama dengan orang lain
c. memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah melalui
percobaan atau eksperimen, dimana peserta didik melakukan pengujian
15
pengambilan, pengolahan, dan penafsiran data, serta menyampaikan
hasil percobaan secara lisan dan tertulis
d. meningkatkan kesadaran tentang terapan kimia yang dapat bermanfaat
dan juga merugikan bagi individu, masyarakat, dan lingkungan serta
menyadari pentingnya mengelola dan melestarikan lingkungan dan
kesejahteraan masyarakat
e. memahami konsep, prinsip, hukum, dan teori kimia serta saling
keterkaitannya dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam
kehidupan sehari-hari dan teknologi. Pembelajaran kimia merupakan
proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya dalam
rangka mencapai tujuan pembelajaran kimia. Kualitas pembelajaran
atau ketercapaian tujuan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Misalnya, strategi belajar mengajar, metode dan
pendekatan pembelajaran, serta sumber belajar yang digunakan baik
dalam bentuk buku, modul, lembar kerja, media, dan lain-lain.
2. Kondisi Pembelajaran yang Efektif
Pembelajaran merupakan pusat kegiatan belajar mengajar, yang
terdiri dari guru dan peserta didik dan bermuara pada pematangan
intelektual, kedewasaan emosional, ketinggian spritual, kecakapan hidup,
dan keagungan moral (Asmani, 2011: 5). Ada hal-hal yang mempengarui
proses pembelajaran akan efektif atau tidak. Mengajar adalah
membimbing peserta didik, agar mengalami proses belajar. Pada proses
16
Untuk memenuhi tuntutan tersebut, guru harus membantu dengan cara
mengajar yang efektif. Di bawah ini beberapa syarat mengajar yang
efektif. Mengajar yang efektif adalah mengajar yang dapat membawa
belajar peserta didik yang efektif pula. Maka, untuk mengajar yang efektif
diperlukan syarat-syarat sebagai berikut (Slameto, 2003: 92):
a. Belajar secara aktif, baik mental maupun fisik. Di dalam belajar,
peserta didik harus mengalami aktivitas mental, dan juga aktivitas
jasmani.
b. Guru harus menggunakan banyak metode pada saat mengajar. Dengan
variasi metode, mengakibatkan penyajian bahan pelajaran lebih
menarik perhatian peserta didik, mudah diterima peserta didik, dan
suasana kelas menjadi hidup.
c. Motivasi. Hal ini sangat berperan pada kemajuan, perkembangan anak
selanjutnya melalui proses belajar mengajar. Bila motivasi guru tepat
mengenai sasaran akan meningkatkan kegiatan anak dalam belajar.
d. Kurikulum yang baik dan seimbang. Kurikulum sekolah ini juga harus
mampu mengembangkan segala segi kepribadian anak, disamping
kebutuhan anak sebagai anggota masyarakat.
e. Guru perlu mempertimbangkan pada perbedaan individual. Guru tidak
cukup hanya merencanakan pengajaran klasikal, karena
masing-masing anak mempunyai perbedaan dalam beberapa segi, misalnya
17
f. Guru akan mengajar dengan efektif, bila selalu membuat perencanaan
dahulu sebelum mengajar. Dengan persiapan mengajar, guru akan
merasa mantap dan lebih percaya diri berdiri didepan kelas untuk
melakukan interaksi dengan peserta didik-siswinya.
g. Pengaruh guru yang sugestif perlu diberikan pula kepada anak. Sugesti
yang kuat, akan merangsang anak untuk lebih giat lagi dalam belajar.
h. Seorang guru harus memiliki keberanian menghadapi peserta
didik-peserta didiknya, berkenaan dengan permasalahan yang timbul pada
saat proses belajar mengajar berlangsung.
i. Guru harus mampu menciptakan suasana yang demokratis disekolah.
Lingkungan yang saling menghormati, dapat memahami kebutuhan
anak, bertenggang-rasa, dll.
j. Pada penyajian bahan pelajaran pada anak, guru perlu memberikan
persoalan yang dapat merangsang anak untuk berpikir dan
memunculkan reaksinya.
Pembelajaran yang baik cenderung menghasilkan lulusan dengan
hasil belajar yang baik pula (Asmani, 2011: 18). Jika selama proses
pembelajaran, guru mentransfer ilmunya dengan baik maka, pelajaran
dapat diterima dengan baik oleh peserta didik. Peserta didik dapat berperan
aktif dan kreatif dalam pembelajaran namun tetap menyenangkan.
Menurut Sunhaji kegiatan pembelajaran adalah suatu aktivitas untuk
mentransformasikan bahan pelajaran kepada subyek belajar (Asmani,
18
dikondisikan tidak didominasi oleh gurunya, tetapi guru membantu
menciptakan kondisi yang mendukung untuk keperluan pembelajaran
sehingga tingkat keberhasilan peserta didik dapat meningkat. Guru hanya
membantu sebngai penjabar dan penerjemah bahan tersebut agar sampai
ke peserta didik supaya materi dapat dicerna dengan mudah oleh peserta
didik dan tercapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
Pengelolan kelas yang benar akan memungkinkan guru mengelola
kelas yang efektif. Pembelajaran yang efektif bercirikan (Suprijono, 2011:
58) :
a. Memudahkan peserta didik belajar sesuatu yang bermanfaat seperti
fakta, keterampilan, nilai, konsep, dan bagaimana hidup serasi dengan
sesama.
b. Pengetahuan, nilai, dan keterampilan diakui oleh mereka yang
berkompeten menilai.
3. Model Pembelajaran Kooperatif
Agus Suprijono (2011: 54) menjelaskan pembelajaran kooperatif
adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok
termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan
oleh guru. Pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru,
dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta
menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu
peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud. Pembelajaran
19
akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan
keretampilan sosial.
Menurut Roger dan David Johnson (dalam Lie, 2002: 32)
mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap
pembelajaran kooperatif. Untuk hasil yang maksimal ada lima unsur
pembelajaran gotong royong, yaitu: saling ketergantungan positif,
tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan
evaluasi proses kelompok. Berdasarkan pengertian tersebut pembelajaran
yang kooperatif berarti sesama anggota kelompok mempunyai
ketergantungan positif satu sama lain, saling kerjasama dan percaya atas
tanggung jawabnya dan tidak mengandalkan beberapa anggota kelompok
saja. Setiap anggota kelompok mempunyai kesadaran diri akan tanggung
jawab masing-masing dengan cara aktif berdiskusi dalam kelompoknya
dan berperan aktif dalam diskusi kelompok.
Panitz (Suprijono, 2011: 54) membedakan pembelajaran koopertif
dan kolaboratif, pembelajaran kolaboratif didefinisikan sebagai falsafah
mengenai tanggung jawab pribadi dan sikap menghormati sesama. Peserta
didik bertanggung jawab atas beajar mereka sendiri dan berusaha
menemukan informasi untuk menjawab pertanyaan yang dihadapkan
kepada mereka. Guru sebagai fasilitator memberikan dukungan.
Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua
jenis kerja kemolpok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh
20
pendapat Vygotsky dan Chaplin. Pembelajaran kooperatif adalah
pembelajaran berbasis sosial, yaitu penekanan belajar sebagai proses
dialog interaktif. Menurut Chaplin kelompok bukan hanya terdiri dari dua
orang saja, tetai dari banyak orang (Suprijono, 2011: 55). Menurut Shaw
kelompok adalah “ as two or more people who interact and influnce one
another ”(Suprijono, 2011: 57), artinya semua kelompok yaitu anggotanya saling berinteraksi, saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain.
Pembelajaran Kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar
kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang
membedakan dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal asalan.
Pengelolan kelas yang benar akan memungkinkan guru mengelola kelas
yang efektif. Roger dan David Johnson (Agus Suprijono, 2011: 59)
menyebutkan 5 unsur dalam model pembelajaran kooperatif, yaitu: (1)
positive interdependence (saling ketergantungan); (2) personal
responsibility (tanggung jawab perseorangan); (3) face to face promotive
interaction (interaksi positif); (4) interpersonal skill (komunikasi antar
anggota); dan (5) group processing (pemrosesan kelompok).
a. Saling Ketergantungan Positif (Positive Interdependence)
Unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada
dua pertanggungjawaban kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan kepada kelompoknya. Kedua, menjamin semua anggota kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut.
21
tergantung kepada usaha yang dilakukan setiap anggota kelompokknya. Untuk terciptanya kelompok kerja yang efektif, setiap kelompok masing-masing perlu membagi tugas sesuai dengan tujuan kelompoknya. Hakikat ketergantungan positif ini artinya tugas kelompok tidak mungkin bisa diselesaikan manakala ada anggota yang tidak bisa menyelesaikan tugasnya, dan semua ini memerlukan kerja sama yang baik dari masing-masing anggota kelompoknya. Menurut Agus Suprijono (2011: 59) ada beberapa cara
membangun saling ketergantungan positif yaitu :
1) Menumbuhkan perasaam peserta didik bahwa dirinya terintegrasi dalam
kelompok, pencapaian tujuan terjadi jika semua anggota kelompok
mencapai tujuan. Peserta didik harus bekerja sama untuk dapat mencapai
tujuan.
2) Mengusahakan agar semua anggota kelompok mendapatkan penghargaan
yang sama jika kelompok mereka berhasil mencapai tujuan.
3) Mengatur sedemikian rupa sehingga setiap peserta didik dalam kelompok
hanya mendapatkan sebagian dari keseluruhan tugas kelompok. Artinya
mereka belum dapat menyelesaikan tugas sebelum mereka menyatukan
perolehan tugas mereka menjadi satu.
4) Setiap peserta didik ditugasi dengan tugas atau peran yang saling
mendukung dan berhubungan, saling melengkapi dan saling terikat dengan
peserta didik lain dalam kelompok.
22
Tanggung jawab perseorangan atau tanggung jawab individual ini
muncul jika dilakukan pengukuran terhadap keberhasilan kelompok.
Tujuan pembelajaran kooperatif adalah membentuk semua anggota
kelompok menjadi pribadi yang kuat. Tanggung jawab perseorangan
adalah kunci untuk menjamin semua anggota yang diperkuat oleh kegiatan
belajar bersama. Artinya, setelah mengikuti kelompok belajar bersama
anggota kelompok harus dapat menyelesaikan tugas bersama sama. Prinsip
ini merupakan konsekuensi dari prinsip yang pertama. Oleh karena
keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggota, maka setiap
anggota kelompoknya harus memiliki tanggung jawab sesuai dengan
tugasnya.
c. Interaksi Promotif (Face To Face Promotive Interaction)
Pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan secara luas bagi
setiap anggota kelompok untuk bertatap muka, saling memberikan
informasi, dan saling membelajarkan. Interaksi tata muka akan
memberikan pengalaman yang berharga kepada setia anggota kelompok
untuk bekerja sama, menghargai setiap perbedaan memanfaatkan
kelebihan masing anggota, dan mengisi kekurangan
masing-masing anggota. Interaksi promotif sangat penting karena dapat
menghasilkan saling ketergantunagn positif. Ciri-ciri interaksi promotif
adalah :
1) Saling membantu secara efektif dan efisien.
23
3) Memproses informasi bersama secara lebih efektif dan efisien
4) Saling mengingatkan
5) Saling membantu dalam merumuskan dan mengembangkan
argumentasi serta meningkatkan kmampuan terhadap masalah yang
dihadapi.
6) Saling percaya
7) Saling memotivasi untuk memperoleh keberhasilan bersama.
d. Komunikasi Antar Anggota (Interpersonal Skill)
Untuk mengkoordinasikan kegiatan peserta didik dalam
pencapaian tujuan, peserta didik harus saling mengenal dan mempercayai,
mampu berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius, saling menerima
dan saling mendukung, mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif.
Pembelajaran kooperatif melatih peserta didik untuk mampu berpartisipasi
aktif dan berkomunikasi. Untuk itu peserta didik perlu dibekali dengan
kemampuan-kemampuan berkomunikasi.
e. Pemrosesan Kelompok (Group Processing)
Pemrosesan mengandung arti menilai, melalui pemrosesan
kelompok dapat diidentifikasi urutan atau tahapan kegiatan kelompok.
Siapa di antara anggota kelompok yang sangat membantu dan siapa yang
tidak membantu. Tujuan dari pemrosesan kelompok adalah meningkatkan
efektivitas anggota dalam memberi kontribusi terhadap kegiatan
24
mengungkapkan bahwa pembelajaran kooperatif terdiri dari 6 fase utama
sebagai berikut.
Fase 3 : Organize students into learning teams
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa fase-fase
dalam Cooperative Learning adalah: a) peserta didik mendengarkan
penjelasan dari guru tentang tujuan pembelajaran dan peserta didik
dikondisikan untuk siap menerima pelajaran, b) peserta didik diberi
kesempatan untuk mendengarkan sedikit materi pembelajaran dan
mempelajarinya sendiri, c) peserta didik dengan bimbingan dari guru
membentuk kelompok-kelompok kecil secara heterogen, d) peserta didik
mulai bekerja mengerjakan tugas dalam kelompok-kelompok kecil
25
metode NHT, dan f) peserta didik mendapatkan penghargaan atas kerja
sama dalam kelompok tersebut.
4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT)
NHT adalah salah satu dari strategi pembelajaran tipe kooperatif.
Model ini dikembangkan oleh Spenser Kagan (Shoimin, 2013: 107). NHT
adalah suatu model pembelajaran berkelompok yang setiap anggota
kelompoknya bertanggung jawab atas tugas kelomponya, sehingga tidak
ada pemisahan antar peserta didik yang satu dengan yang lain dalam satu
kelompok untuk saling memberi dan menerima antara satu dengan yang
lain (Shoimin, 2013: 108). Model NHT mengacu pada belajar kelompok
peserta didik, masing-masing anggota memiliki bagian tugas (pertanyaan)
dengan nomor yang berbeda-beda.
Aris Shoimin (2013: 108-109) menjelaskan langkah-langkah dan
kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Berikut adalah
langkah-langkah penerapan model NHT:
a. Peserta didik dibagi dalam kelompok. Setiap peserta didik dalam
kelompok mendapat nomor.
b. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok
mengerjakannya
c. Kelompok mendiskuksikan jawaban yang benar dan memastikan tiap
anggota kelompok dapat mengerjakannya/ megetahui jawaban dengan
26
d. Guru memanggil salah satu nomor peserta didik dan nomor yang
dipanggil keluar dari kelompoknya melaporkan atau menjelaskan hasil
kerja sama mereka
e. Tanggapan dengan teman lain, kemudian guru menunjuk nomer lain
f. Kesimpulan
Kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Head Together(NHT) adalah
a. Setiap peserta didik menjadi siap
b. Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh
c. Peserta didik yang pandai dapat mengajari yang kurang pandai
d. Terjadi interaksi secara intens antar peserta didik dalam menjawab
soal
e. Tidak ada peserta didik yang mendominasi dalam kelompok karena
ada nomor yang membatasi
5. Model Ekspositori
Roy Killen (Sanjaya, 2008: 179) mendifinisikan pengertian strategi
pembelajaran ekspositori adalah strategi yang menekankan kepada proses
penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok
peserta didik dengan maksud agar peserta didik dapat menguasai materi
pelajaran secara optimal (direct instruction).
Jadi yang dimaksud dengan strategi pembelajaran ekspositori adalah
kerangka konseptual yang melukiskan prosedur dalam mengorganisasikan
27
pedoman bagi perancang pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan
pengelolaan kelas strategi pembelajaran ekspositori lebih mengarah kepada
tujuannya dan dapat diajarkan atau dicontohkan dalam waktu yang relatif
pendek.
Sanjaya (2008: 179) menjelaskan pembelajaran ekspositori
merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada
guru (teacher centered approach). Dikatakan demikian, sebab dalam strategi
ini guru memegang peran yang sangat dominan. Melalui strategi ini guru
menyampaikan materi pembelajaran secara terstruktur dengan harapan materi
pembelajaran yang disampaikan itu dapat dikuasai peserta didik dengan baik.
Pembelajaran ekspositori menekankan pada proses bertutur, materi pelajaran
diberikan secara langsung dan peran peserta didik adalah menyimak. Secara
langsung disini maksudnya adalah proses penyampaian materi dilakukan
secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok peserta didik dengan
maksud agar peserta didik dapat menguasai materi pelajaran secara optimal.
Dimyati (2006: 172) menyatakan prilaku mengajar dengan strategi
ekspositori juga dinamakan model ekspositori pembelajaran yang menekankan
kepada proses penyampaian materi secara langsung dari seorang guru kepada
peserta didik nya dengan maksud agar peserta didik dapat menguasai materi
pembelajaran secara optimal. Tujuan utama dalam pembelajaran ekspositori
adalah “memindahkan” pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai kepada
peserta didik (Dimyati, 2006: 172). Materi pembelajaran telah disiapkan,
28
melainkan hanya menerima. Secara umum terdapat beberapa karakteristik
strategi ekpsositori . Penyampaian materi disampaikan secara verbal, artinya
bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam melakukan strategi ini, oleh
karena nya strategi ekspositori juga sering di samakan dengan ekspositori.
Materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang pada
umumnya telah jadi, seperti data atau fakta data, konsep-konsep tertentu yang
dituntut untuk dihafal sehingga tidak menuntut peserta didik untuk berfikir
ulang. Tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi itu sendiri.
Artinya setelah proses pembelajaran berakhir peserta didik diharapkan dapat
memahaminya dengan benar dengan cara mengungkapkan kembali materi
yang telah diuraikan.
Guru sangat dominan memegang peranan dalam pembelajaran ini. Melalui
pendekatan ini guru menyampaikan materi pembelajaran secara terstruktur
dengan harapan materi yang disampaikan dapat dikuasai peserta didik dengan
baik. Fokus utama dalam strategi ini adalah kemampuan akademik peserta
didik (academic achievement).
Menurut Dimyati (2006:173) peranan guru dalam strategi pembelajaran
ekspositori adalah penyusun program pembelajaran, pemberi informasi yang
benar, pemberi fasilitas belajar yang baik. pembimbing peserta didik dalam
memperoleh informasi yang benar, penilai pemerolehan informasi. Sementara
peranan peserta didik dalam strategi pembelajaran ekspsositori adalah pencari
informasi yang benar, pemakai media dan sumber yang benar, menyelesaikan
29
Prinsip-prinsip pembelajaran dengan model ekspositori yang harus
diperhatikan oleh setiap guru antara lain (Wina Sanjaya, 2008:181)
a. Berorientasi pada Tujuan
Walaupun penyampaian materi pelajaran merupakan ciri utama dalam
metode ini, namun tidak berarti proses penyampaian materi tanpa tujuan
pembelajaran, justru tujuan itulah yang harus menjadi pertimbangan utama
dalam penggunaan model ini.
b. Prinsip Komunikasi
Proses pembelajaran dapat dikatakan sebagai proses komunikasi, yang
menunjuk pada proses penyampaian pesan dari seseorang (sumber pesan)
kepada seseorang atau sekelompok orang (penerima pesan). Pesan yang ingin
disampaikan dalam hal ini adalah materi pelajaran yang telah diorganisir dan
disusun dengan tujuan tertentu yang ingin dicapai. Dalam proses komunikasi
guru berfungsi sebagai sumber pesan dan peserta didik berfungsi sebagai
penerima pesan.
c. Prinsip Kesiapan
Dalam teori belajar koneksionisme, “kesiapan” merupakan salah satu
hubelajar.Inti dari hukum ini adalah guru harus terlebih dahulu memosisikan
peserta didik dalam keadaan siap baik secara fisik maupun psikis untuk
menerima pelajaran. Jangan memulai pelajaran, manakala peserta didik
belum siap untuk menerimanya.
30
Proses pembelajaran ekspositori harus dapat mendorong peserta didik
untuk mau mempelajari materi pelajaran lebih lanjut. Pembelajaran bukan
hanya berlangsung pada saat itu, akan tetapi juga untuk waktu selanjutnya.
Pelaksanaannya model ekspositori memiliki prosedur-prosedur , secara
garis besar digambarkan oleh Sanjaya (2008: 185-200) :
a. Persiapan (Preparation)
Tahap persiapan berkaitan dengan mempersiapkan peserta didik untuk
menerima pelajaran. Dalam model ekspositori, keberhasilan pelaksanaan
pembelajaran sangat bergantung pada langkah persiapan. Tujuan yang
ingin dicapai adalah mengajak peserta didik keluar dari kondisi mental
yang pasif, membangkitkan motivasi dan minat peserta didik untuk
belajar, merangsang dan mengubah rasa ingin tahu peserta didik,
menciptakan suasana dan iklim pembelajaran yang terbuka.
b. Penyajian (Presentation)
Tahap penyajian adalah langkah penyampaian materi pelajaran sesuai
dengan persiapan yang telah dilakukan.Hal yang harus diperhatikan oleh
guru adalah bagaimana materi pelajaran dapat dengan mudah ditangkap
dan dipahami oleh peserta didik. Oleh sebab itu, ada beberapa hal yang
harus diperhatikan dalam pelaksanaan langkah ini diantaranya :
Penggunaan bahasa, intonasi suara, Menjaga kontak mata dengan peserta
didik, serta menggunakan kemampuan guru untuk menjaga agar suasana
kelas tetap hidup dan menyenangkan.
31
Tahap korelasi adalah langkah yang dilakukan untuk memberikan
makna terhadap materi pelajaran, baik makna untuk memperbaiki struktur
pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik maupun makna untuk
meningkatkan kualitas kemampuan berpikir dan kemampuan motorik
peserta didik.
d. Menyimpulkan (Generalization)
Menyimpulkan adalah tahapan untuk memahami inti (core) dari materi
pelajaran yang telah disajikan. Sebab melalui langkah menyimpulkan,
peserta didik dapat mengambil inti sari dari proses penyajian.
Menyimpulkan berarti pula memberikan keyakinan kepada peserta didik
tentang kebenaran suatu paparan. Sehingga peserta didik tidak merasa ragu
lagi akan penjelasan guru. Menyimpulkan bisa dilakukan dengan cara
mengulang kembali inti- inti materi yang menjadi pokok persoalan,
memberikan beberapa pertanyaan yang relevan dengan materi yang
diajarkan, dan membuat maping atau pemetaan keterkaitan antar
pokok-pokok materi.
e. Mengaplikasikan (Aplication)
Tahap aplikasi adalah langkah unjuk kemampuan peserta didik setelah
mereka menyimak penjelasan guru. Langkah ini merupakan langkah yang
sangat penting dalam proses pembelajaran ekspositori. Sebab melalui
langkah ini guru akan dapat mengumpulkan informasi tentang penguasaan
dan pemahaman peserta didik terhadap materi yang telah diajarkan.
32
membuat tugas yang relevan, serta dengan memberikan tes materi yang
telah diajarkan untuk dikerjakan oleh peserta didik.
Model pembelajaran lain yang biasanya digunakan bersamaan
dengan model ekspositori adalah metode tanya jawab. Selama proses
model ekspositori akan ada oertanyaan yang diajukan peserta didik kepada
guru atau dari guru kepada peserta didik. Metode tanya jawab adalah
metode mengajar yang memungkinkan terjadinya komunikasi langsung
yang bersifat two way traffic sebab pada saat yang sama terjadi dialog
antara guru dan peserta didik (Sudjana, 2010: 78-79). Guru bertanya
peserta didik menjawab atau peserta didik bertanya guru menjawab.
Dalam komunikasi ini terlihat adanya hubungan timbal balik secara
langsung antara guru. Beberapa hal yang penting diperhatikan dalam
metode tanya jawab ini antara lain:
a. Tujuan yang akan dicapai dari metode tanya jawab.
1) Untuk mengetahui sampai sejauh mana materi pelajaran yang telah
dikuasai oleh peserta didik.
2) Untuk merangsang peserta didik berfikir.
3) Memberi kesempatan pada peserta didik untuk mengajukan
masalah yang belum dipahami.
b. Jenis pertanyaan.
Pada dasarnya ada dua pertanyaan yang perlu diajukan,
33
1) Pertanyaan ingatan, dimaksudkan untuk mengetahui sampai
sejauh mana pengetahuan sudah tertanam pada peserta didik.
Biasanya pertanyaan berpangkal kepada apa, kapan, di mana,
berapa, dan yag sejenisnya.
2) Pertanyaan pikiran, dimaksudkan untuk mengetahui sampai
sejauh mana cara berpikir anak dalam menanggapi suatu
persoalan. Biasanya pertanyaan ini dimulai dengan kata mengapa,
bagaimana.
c. Tehnik mengajukan pertanyaan
Berhasil tidaknya metode tanya jawab, sangat bergantung
kepada teknik guru dalam mengajukan pertanyaan. Hal pokok yang
harus diperhatikan adalah:
1) Perumusan pertanyaan harus jelas dan terbatas, sehingga tidak
menimbulkan keraguan pada peserta didik.
2) Pertanyaan hendaknya terlebih dahulu diajukan untuk seluruh
peserta didik sebelum menunjuk peserta didik (perorangan) untuk
menjawabnya.
3) Memberi kesempatan atau waktu bagi kepada peserta didik untuk
berpikir.
4) Hargailah pendapat atau pertanyaan dari peserta didik.
34
6) Membuat ringkasan hasil dari kegiatan bertanya dalam proses
pembelajaran sehingga memperoleh pengetahuan secara
sistematik.
Metode tanya jawab biasanya dipergunakan apabila:
a. Bermaksud mengulang bahan pelajaran
b. Ingin membangkitkan peserta didik relajar.
c. Tidak terlalu banyak peserta didik.
d. Sebagai selingan model ekspositori.
6. Prestasi Belajar
Tujuan pembelajaran dalam ranah kognitif adalah peserta didik
mampu memahami satu bahan kajian tertentu dari kegiatan pembelajaran
yang telah dilakukan yang ditunjukkan dengan perubahan tingkah laku
peserta didik salah satunya berupa hasil belajar yang optimal (Mulyati,
2005: 13-14). Proses pembelajaran melibatkan dua subjek, yaitu guru dan
peserta didik akan menghasilkan suatu perubahan pada diri peserta didik
sebagai hasil dari kegiatan pembelajaran yang bersifat non-fisik seperti
perubahan sikap, pengetahuan, maupun kecakapan (Widoyoko, 2009: 25).
Dalam mencapai prestasi belajar tentu dibutuhkan tes prestasi
belajar. Tes prestasi belajar bertujuan untuk mengukur prestasi atau hasil
yang telah dicapai oleh peserta didik dalam belajar. Gronlund (Azwar,
2007: 18-21) merumuskan beberapa prinsip dasar dalam pengukurn
35
a. Tes prestasi harus mengukur hasil belajar yang telah dibatasi secara
jelas sesuai dengan tujuan intruksional.
b. Tes prestasi harus mengukur suatu sampel yang representatif dari hasil
belajar dan dari materi yang dicakup oleh program intruksional atau
pengajaran.
c. Tes prestasi harus berisi item-item dengan tipe yang paling cocok guna
mengukur hasil belajar yang diinginkan.
d. Tes prestasi harus dirancang sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan
penggunaan hasilnya.
e. Reliabilitas tes prestasi harus diusahakan setinggi mungkin dan hasil
ukurnya ditafsirkan dengan hati-hati.
f. Tes prestasi harus dapat digunakan untuk meningkatkan belajar para
anak didik.
7. Motivasi Belajar
Motivasi merupakan dorongan yang terdapat dalam diri seseorang
untuk berusaha mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik
dalam memenuhi kebutuhannya (Uno, 2009: 3). Dalam memenuhi
kebutuhannya pada pembelajaran, peserta didik membutuhkan adanya
dorongan-dorongan. Beberapa difinisi motivasi erat kaitanyya dengan
kebutuhan, banyak teori motivasi yang didasarkan dari asas kebutuhan.
Kebutuhan yang membuat seseorang dapat memenuhinya atau mencpai
tujuaannya. Proses motivasi dasar (basic motivation process) dapat
36
Gambar 2. Proses Motivasi Dasar (Basic Motivation Process)
Menurut Prastya Indrawan (Suprijono, 2011: 162-163) bahwa dari
tiga faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu latar belakang
keluarga, kondisi atau konteks sekolah dan motivasi mempunyai
kontribusi antara 11 sampai 20 persen terhadap prestasi belajar. Studi yang
dilakukan Suciati menyimpulkan bahwa kontribusi motivasi sebesar 36
persen, sedangkan Mc Cleland menunjukan bahwa motivasi berprestasi
mempunyai kontribusi sampai 64 persen terhadap prestasi belajar. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada korelasi signifikan antara
motivasi dan belajar. Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling
mempengaruhi. Belajar adalah perubahan tingkah laku secara relatif
permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil dari praktik penguatan
Need desire
Behavior
37
(motivasi) yang dilandasi tujuan tertentu. Korelasi ini menguatkan
urgensitas motivasi belajar.
Oemar Hamalik (2001: 161) membagi motivasi menjadi dua yaitu :
(1) motivasi instrinsik dan (2) motivasi ekstrinsik. Motivasi instrinsik
adalah motivasi yang tercakup di dalam situasi belajar dan menemui
kebutuhan dan tujuan-tujuan peserta didik. Motivasi ini sering juga disebut
motivasi murni. Motivasi yang sebenarnya yang timbul dalma diri peserta
didik sendiri, misalnya keinginan untuk mendapat keterampilan tertentu,
memperoleh informasi dan pengertian, mengembangkan sikap untuk
berhasil, menyenangi kehidupan, menyadari sumbangannya terhadap
usaha kelompok, keinginan diterima oleh orang lain, dan lain-lainnya.
Jadi, motivasi ini timbul tanpa pengaruh dari luar. Motivasi instrinsik
adalah motivasi yang hidup dalam diri peserta didik dan berguna dalam
situasi belajar yang fungsional. Dalam hal ini pujian atau sejenisnya tidak
diperlukan oleh karena tidak akan menyebabkan peserta didik bekerja atau
belajar untuk mendapatkan pujian atau hadiah itu. Motivasi ekstrinsik
adalah motivasi yang disebabkan oleh faktor-faktor dari luar situasi
belajar, seperti angka kredit, ijazah, tingkatan hadiah, medali, dan
hukuman. Motivasi ekstrinsik ini tetap diperlukan sekolah, sebab
pengajaran di sekolah tidak semuanya menarik minat peserta didik atau
sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Lagi pula seringkali para peserta
didik belum memahami untuk apa ia belajar hal-hal yang diberikan oleh
38
oleh guru sehingga peserta didik mau dan ingin belajar. Sesuai dengan
pendapat Agus Suprijono (2011: 162) dalam pembelajaran kooperatif guru
berperan sebagai fasilitator dan motivator.
Menurut Mc. Donald (Hamalik, 2008:159) bahwa: “Motivation is an energy change within the person characterized by affective arousal and
anticipatory goal reaction”. Motivasi adalah perubahan energi dalam diri
(pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi
untuk mencapai tujuan. Di dalam perumusan ini kita dapat lihat, bahwa
ada tiga unsur yang saling berkaitan, yaitu sebagai berikut:
a. Motivasi dimulai dari adanya perubahan energi dalam pribadi.
Perubahan-perubahan dalam motivasi timbul dari
perubahan-perubahan tertentu di dalam sistem neuropisiologis dalam manusia.
Tapi ada juga perubahan energi yang tidak diketahui;
b. Motivasi ditandai dengan timbulnya perasaan affective arousal.
Mula-mula merupakan ketegangan psikologis, lalu merupakan suasana
emosi. Suasana emosi ini menimbulkan kelakuan yang bermotif.
Perubahan ini mungkin biasa dan mungkin juga tidak, kita hanya
dapat melihatnya dalam perbuatan.
c. Motivasi ditandai dengan reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan. Pribadi
yang bermotivasi mengadakan respon-respon yang tertuju ke arah
suatu tujuan. Respon-respon itu berfungsi mengurangi ketegangan
yang disebabkan oleh perubahan energi dalam dirinya. Setiap respons
39
Hakikatnya motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal
pada peserta didik yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan
perilaku. Motivasi belajar adalah suatu proses, proses yang memberi
semangat belajar, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang
termotivasi adalah perilaku yang penuh energi. Motivasi belajar bertalian
erat dengan tujuan belajar. Jika motivasi besar diharapkan tujuan belajar
yang akan dicapai juga masksimal. Terkait dengan hal tersebut motivasi
mempunyai fungsi (Suprijono, 2011: 163) :
a. Mendorong peserta didik untuk berbuat. Motivasi sebagai pendorong
atau motor dari setiap kegiatan belajar.
b. Menentukan arah kegiatan pembelajaran yakni ke arah tujuan belajar
yang hendak dicapai. Motivasi belajar memberikan arah dan kegiatan
yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuan pembelajaran.
c. Menyeleksi kegiatan pembelajaran, yakni menentukan
kegiatan-kegiatan apa yang harus dikerjakan sesuai guna mencapai tujuan
pembelajaran dengan menyeleksi kegiatan-kegiatan yang tidak
menunjang bagi pencapaian tujuan tersebut.
Fungsi motivasi dalam belajar dari uraian diatas, jelaslah bahwa
motivasi mendorong timbulnya kelakuan dan mempengaruhi serta
mengubah kelakukan. Sehubungan dengan hal tersebut ada tiga fungsi
motivasi menurut Oemoar Hamalik (2008: 161), yaitu:
a. Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan. Tanpa motivasi
40
b. Motivasi berfungsi sebagai pengarah. Artinya mengarahkan perbuatan
kepencapaian tujuan yang diinginkan.
c. Motivasi berfungsi sebagai penggerak. Ia berfungsi sebagai mesin bagi
mobil. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya
suatu pekerjaan.
Berdasarkan fungsi-sungsi motivasi di atas, dapat dilihat motivasi
adalah salah satu faktor peserta didik berkeinginan belajar untuk suatu
tujuan yang dicapai. Capat atau lambatnya pencapaian juga tergantung ada
motivasi peserta didikmasing-masing. Indikator motivasi belajar dapat
diklasifikasikan sebagai berikut: 1) adanya hasrat dan keinginan untuk
berhasil, 2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar, 3) adanya
harapan dan cita-cita masa depan, 4) adanya penghargaan dalam belajar, 5)
adanya kegiatan yang menarik dalam pembelajaran, dan 6) adanya
lingkungan belajar yang kondusif sehingga memungkinkan seorang
peserta didik dapat belajar dengan baik (Uno, 2009 : 23).
Menurut Oemar Hamalik (2001:161) nilai motivasi dalam
pengajaran adalah tanggung jawab guru agar pengajaran diberikannya
berhasil dengan baik. Keberhasilan ini banyak bergantung pada usaha guru
membengkitkan motivasi belajar peserta didik. Secara garis besar motivasi
mengandung nilai-nilai sebagai berikut :
a. Motivasi menentukan tingkat berhasil atau gagalnya perbuatan belajar
peserta didik. Belajar tanpa adanya motivasi kiranya sulit untuk
41
b. Pengajaran yang bermotivasi pada hakikatnya adalah pengajaran yang
disesuaikan dengan kebutuhan, dorongan, motif, minat yang ada pada
peserta didik. Pengajaran demikian sesuai dengan tuntutan demokrasi
dalam pendidikan.
c. Pengajaran yang bermotivasi menuntut kreatifitas dan imajinasi guru
untuk berusaha sungguh-sungguh mencari cara-cara yang relevan dan
sesuai guna membangkitkan dan memelihara motivasi belajar peserta
didik. Guru senantiasa berusaha agar peserta didik memiliki self
motivation yang baik.
d. Berhasil atau gagalnya dalam membangkitkan motivasi dalam
pengajaran erat pertaliannya dangan pengaturan disiplin kelas.
Kegagalan dalam hal ini mengakibatkan timbulnya masalah disiplin
didalam kelas.
e. Asas motivasi menjadi salah satu bagian yang integral daripada
asas-asas mengajar. Penggunaan motivasi dalam mengajar buku saja
melengkapi prosedur mengajar, tetapi juga menjadi faktor yang
menentukan pengajaran yang efektif. Demikian penggunaan asas
motivasi adalah sangat essensial dalam proses belajar mengajar.
8. Materi Pokok Pembelajaran
Materi pembelajaran sistem periodik unsur disesuaikan dengan
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar dalam Standar Isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah yang ditetapkan pada silabus mata pelajaran