5 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pariwisata
Menurut Utama (2017) dalam Safitri (2019) mengatakan bahwa Pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari dua kata, yaitu kata “pari” yang berarti seluruh, semua, berkeliling dan kata “wisata” yang berarti perjalanan. Kata tersebut apabila dirangkat dan melahirkan makna berkeliling untuk melakukan perjalanan (Safitri,2019). Sementara undang – undang Nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah.
Menurut Yoeti (2008) prinsip dari sebuah perjalanan dikatakan sebagai kegiatan pariwisara adalah perjalanan tersebut dilakukan untuk bersenang – senang.
Syarat suatu perjalanan disebut sebagai perjalanan pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan sementara waktu, dari suatu tempat ke tempat lain, dengan maksud dan tujuan bukan untuk berusaha (bisnis) atau mencari nafkah di tempat yang ia kunjungi, tapi semata – mata sebagai konsumen menikmari perjalanan tersebut untuk memenuhi keinginan yang bermacam – macam.
Pendit (2006) dalam Fadilah 2011 membagi bentuk – bentuk pariwisata berdasarkan kategori :
6 1. Menurut asal wisatawan
Pariwisata terdiri dari wisatawan domestik yakni wisatawan yang berasal dari dalam negeri. Wisatawan internasional yakni wisatawan yang datang dari luar negeri.
2. Menurut akibatnya terhadap neraca pembayaran
Terdiri dari pariwisata aktif dan pasif. Disebut pariwisata aktif karena adanya pemasukan valuta asing yang berdampak positif terhadap neraca pembayaran luar negeri suatu negara yang dikunjungunya. Pariwisara pasif terjadi karena adanya kepergian seseorang warga negara ke luar negeri memberikan dampak negatif terhadap neraca pembayaran luar negerinya.
3. Menurut jangka waktu
Terdiri dari pariwisata jangka pendek dan pariwisata jangka panjang dimana kedatagan seseorang wisatawan diperhitungkan menurut lamanya ia tinggal ditempat atau negara yang bersangkutan.
4. Menurut jumlah wisatawan
Terdiri dari pariwisara tunggal dan pariwisata rombongan tergantung atas jumlah wisatawan yang datang.
5. Menurut alat angkut yang diperhitungkan
Kategori ini dapat di bagi menjadi pariwisata udara, pariwisata laut, pariwisata kereta api, dan pariwsata mobil. Tergantung apakah wisatawan tiba dengan pesawat udara, kapal laut, kereta api atau mobil.
7 2.2 Manfaat Ekowisata
Menurut Kiper “Ekowisata diyakini sebagai alat yang efektif, serta selalu terkait dengan pengembangan ekonomi dan strategi konservasi untuk pembangunan berkelanjutan” (Kiper, 2013).Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Indonesia menyatakan bahwa, “Ekowisata mulai mengarah pada pelestarian lingkungan dan ekologis di era globalisasi ini, sehingga perlu digali dan dikembangkan guna menjadikan wisatawan sadar dan peduli akan lingkungan. Ekowisata di suatu daerah memiliki banyak manfaat, baik dalam segi ekonomi, ekologi, maupun sosial budaya” (Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Indonesia, 2002).
Menurut Sedarmayanti “Kegiatan ekowisata yang banyak menarik minat wisatawan telah memberikan sumbangan devisa untuk negara dan juga telah membuka kesempatan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Masyarakat tidak saja mendapatkan pekerjaan dan peningkatan pendapatan, tetapi juga dapat menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru yang menunjang kegiatan pariwisata”
(Sedarmayanti, 2005).
2.3 Prinsip Ekowisata
Menurut Hadi, “Prinsip-prinsip ekowisata (ecotourism) adalah meminimalisir dampak, menumbuhkan kesadaran lingkungan dan budaya, memberikan pengalaman positif pada turis (visitors) maupun penerima (hosts), memberikan manfaat dan pemberdayaan masyarakat lokal” (Hadi, 2007).
Menurut Lindberg dan Hawkins “Ecoturisme adalah hal tentang menciptakan dan memuaskan suatu keinginan akan alam, tentang mengeksploitasi potensi wisata untuk konservasi dan pembangunan serta tentang mencegah dampak
8 negatifnya terhadap ekologi, budaya dan keindahan” (Lindberg dan Hawkins, 1997).Suwantoro juga menjelaskan bahwa,“Wisata alam merupakan bentuk kegiatan wisata yang memanfaatkan potensi sumberdaya alam dan tata lingkungan.
Kegiatan wisata alam yaitu kegiatan rekreasi, pariwisata pendidikan, penelitian, kebudayaan, dan semua kegiatan yg berupa cinta alam yang dilakukan di obyek wisata. Kegiatan wisata alam harus tetap memperhatikan keseimbangan antara pemanfaatan dan kelestarian lingkungan”
2.4 Konsep Presepsi 2.4.1 Definisi Presepsi
Menurut Sunaryo “Persepsi merupakan sebuah proses akhir dari suatu pengamatan yang diawali oleh proses pengindraan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh alat indra, lalu diteruskan ke otak, dan baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dipersepsikan” (Sunaryo, 2004). Rakhmat juga menjelaskan bahwa“Persepsi merupakan pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan melampirkan pesan” (Rakhmat, 2004).
2.4.2 Faktor yang Mempengaruhi Presepsi
Menurut Toha (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang adalah sebagai berikut:
1. Faktor internal
Faktor internal merupakan perasaan, sikap dan karakteristik individu, prasangka, keinginan atau harapan, perhatian (fokus), proses belajar, keadaan fisik, gangguan kejiwaan, nilai dan kebutuhan juga minat, dan motivasi.
9 2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang digunakan untuk mempersepsikan suatu objek yang dipersepsi. Faktor ini ditentukan oleh intensitas rangsangan yang diterima oleh individu, lingkungan dan kekuatan rangsangan tersebut.
Penjelasan tentang faktor eksternal ini diperinci oleh Gibson yang menyatakan bahwa “definisi dari faktor eksternal adalah karakteristik dari lingkungan dan obyek-obyek yang terlibat didalamnya, elemen-elemen tersebut dapat mengubah sudut pandang seseorang terhadap dunia sekitarnya dan mampu mempengaruhi bagaimana individu tersebut merasakan dan menerimanya” (Gibson, 2000).
2.4.3 Pengukuran Presepsi
Pengukuran persepsi seseorang bisa diukur, dimana hasil pengukuran persepsi akan menghasilkan angka-angka. Cara mengukur persepsi hampir sama caranya seperti dalam mengukur sikap. Menurut Azzahy dalam mengukur suatu persepsi ada dua metode yang digunakan, yaitu:
1. “Self Report adalah metode dimana jawaban yang diberikan oleh responden dapat digunakan sebagai indikator sikap atau persepsi seseorang. Namun terdapat kelemahan dari metode ini, yaitu apabila seseorang tidak menjawab pertanyaan yang telah diajukan maka persepsi atau sikap dari responden tidak dapat diketahui.
2. Involuntary Behaviour adalah suatu metode yang bisa dilakukan apabila memang diinginkan atau dapat dilakukan oleh responden, dalam banyak
10 situasi keakuratan pengukuran sikap atau persepsi dipengaruhi oleh kerelaan responden” (Azzahy, 2010).
2.5 Ekowisata dan Wisata Alam
Menurut Kamus Kehutanan Departemen Kehutanan Republik Indonesia (1989), wisata alam merupakan perjalanan yang memanfaatkan potensi sumberdaya alam dan tata lingkungannya sebagai obyek tujuan wisata. Suwanto (2002) dalam Trianita (2011) mengemukakan bahwa wisata alam adalah bentuk kegiatan wisata yang memanfaatkan potensi sumberdaya alam dan tata lingkungan. Wisata alam meliputi objek dan kegiatan yang berkaitan dengan rekreasi dan pariwisata yang memanfaatkan potensi sumber daya alam dan ekosistemnya, baik dalam bentuk asli (alami) maupun perpaduan dengan buatan manusia. Akibatnya tempat – tempat rekreasi di alam terbuka yang sifatnya masih alami dan dapat memberikan kenyamanan sehingga semakin dikunjungi orang (wisatawan).
Sembilan karanteristik dari ekowisata yang membedakannya dengan wisata masal seperti yang dirumuskan Damanik dan Weber (2006) sebagai berikut :
1. Aktifitas wisata terutama berkaitan dengan konservasi lingkungan.
2. Penyedia jasa wisata tidak hanya menyiapkan sekedar atraksi untuk menarik tamu, tetapi juga menawarkan peluang bagi mereka untuk lebih menghargai lingkungan.
3. Kegiatan wisata berbasis alam.
4. Organisasi perjalanan menunjukkan tanggungjawab finansial dalam pelestarian lingkungan hijau yang dikunjungi atau dinikmati oleh wisatawan dan wisatawan juga melakukan terkait dengan konservasi.
11 5. Kegiatan wisata dilakukan tidak hanya dengan tujuan untuk menikmati keindahan dan kekayaan alam itu sendiri, tetapi juga secara spesifik untuk mengumpulkan dana bagi pelestarian ODTW (Objek Daya Tarik Wisata).
6. Perjalanan wisata menggunakan alat transportasi dan akomodasi lokal.
7. Pendapatan pariwisata digunakan tidak hanya untuk mendukung kegiatan konservasi lokal tetapi juga membantu pengembangan masyarakat setempat secara berkelanjutan.
8. Perjalanan wisata menggunakan teknologi sederhana yang tersedia di daerah tujuan wisata, hemat energi, menggunakan sumberdaya lokal dan melibatkan masyarakat lokal.
9. Kegiatan wisata berskala kecil baik dalam arti jumlah wisatawan maupun usaha yang dikelola.
2.6 WTP (Willingness to Pay)
Menurut Syakya (2005) Willingness to pay (WTP) adalah metode yang bertujuan untuk mengetahui pada level berapa seseorang mampu membayar biaya perbaikan lingkungan apabila ingin lingkungan yang baik. Fauzi (2014) juga menjelaskan bahwasannya responden ditanyakan mengenai kesediaan membayar sejumlah rupiah untuk perbaikan ekosistem (expost damage) maupun penilaian suatu jasa lingkungan dalam kondisi utuh (exante) yang mana terdapat hanya dua kemungkinan jawaban yaitu “ya” atau “tidak” atau “setuju” atau “tidak setuju”
terhadap nilai rupiah yang ditawarkan (bid value/ nilai penawaran) 2.6.1 Kesediaan Membayar Jasa Wisata (Willingness to Pay).
12 Menurut Amalia, ”WTP (Willingness To Pay) adalah harga tertinggi yang bersedia dikeluarkan oleh seorang konsumen untuk mendapatkan suatu barang dan jasa, serta menjadikan patokan dari seberapa besar konsumen tersebut menghargai barang dan jasa yang diinginkan” (Amalia, 2016). Dikatakan juga oleh Kamal bahwa,“WTP (Willingness To Pay) adalah suatu nilai ekonomi yang dapat diukur berdasarkan batasan tertinggi seorang konsumen yang bersedia dibayarkan guna memperoleh jasa dan barang yang diinginkan” (Kamal, 2014). Kemudian menurut Soemarno, “WTP (Willingness To Pay) adalah seberapa besar kemauan seseorang untuk berkontribusi sebagai pertukaran untuk memperbaiki lingkungan yang rusak akibat dari pemanfaatan suatu jasa” (Soemarno, 2010).
2.7 CVM (Contingent Valuation Method)
Contingent vauation method (CVM) adalah metode teknik survei untuk
menanyakan kepada penduduk tentang nilai atau harga yang mereka berikan terhadap komiditi yang tidak memiliki pasar seperti barang lingkungan (Yakin,1997). Menurut Fauzi (2010) dalam CVM pada hakikatnya bertujuan untuk mengetahui keinginan membayar (WTP) dari masyarakat, misalnya untuk perbaikan kualitas lingkungan (air,udara, dan sebagaiannya) dan keinginan menerima pembayaran (Willingness to accept atau WTA) atas ganti rugi kerusakan suatu lingkungan. Kesediaan membayar (WTP) didapatkan dari sekelompok individu yang menyatakan prefensinya secara langsung mengenai kualitas lingkungan tertentu (Tientenberg,1996).
Literatur ekonomi menunjukan pertanyaan CVM yang valid dari WTP harus mencakup 3 komponen: (1) menjelaskan secara rinci tentang sumberdaya yang
13 akan dihargai, termasuk kondisi awal dan kondisi alternatif dalam skenario hipotesis; (2) pilihan bentuk dan frekuensi sistem pembayaran seperti pajak; dan (3) bagaimana metode untuk menanyakan nilai WTP kepada responden, seperti pertanyaan terbuka, pembayaran kartu, atau referendum pada jumlah tertentu (Mtchell dan Carson,1989).
2.8 Nilai Ekonomi Sumber Daya Alam
Menurut Reksohadiprodjo dan Pradono,“Ekonomi sumber daya alam adalah salah satu cabang ilmu ekonomi yang mencoba menerapkan teori ekonomi (khususnya teori ekonomi mikro) dalam pengelolaan sumber daya alam dan energi untuk memenuhi kebutuhan manusia secara optimal (efisien dan efektif) dan lestari.
Lestari disini dimaksudkan baik pemenuhan kebutuhan akan sumber daya alam antar generasi serta tidak mencemari bahkan merusak lingkungan”
(Reksohadiprodjo & Pradono, 1988).Fauzi menjelaskan bahwa, “Nilai ekonomi merupakan pengukuran untuk menentukan jumlah maksimum yang bersedia dibayarkan oleh seorang konsumen sebagai bentuk pengorbanan konsumen untuk memperoleh barang jasa yang ingin didapatkan. Konsep ini disebut keinginan membayar (willingness to pay) dari seorang konsumen terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam. Dengan menggunakan model pengukuran seperti ini, nilai ekologis dari suatu ekosistem bisa dihitung besaran nilainya dengan cara mengukur nilai moneter dari jasa lingkungan. Willingnes to pay juga dapat diartikan sebagai jumlah maksimal yang rela dibayarkan oleh seorang konsumen guna menghindari terjadinya penurunan nilai ekonomi dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam” (Fauzi, 2006).
14 Menurut Davis dan Johnson, “Kegiatan penentuan nilai ekonomi suatu sumber daya alam adalah salah satu hal yang penting mengingat bahwa sumber daya alam termasuk barang yang non-intangible, sehingga perlu dilakukannya penentuan nilai ekonomi untuk mengalokasikan sumber daya alam yang semakin hari semakin berkurang. Nilai ekonomi total dari suatu kawasan sumber daya alam terdiri dari dua jenis, yaitu nilai penggunaan secara langsung, nilai penggunaan secara tidak langsung, dan nilai pilihan” (Davis dan Johnson, 1987).
Menurut Ruitenbeek, “Untuk menentukan nilai dari suatu ekosistem, maka ada tiga langkah yang harus dilakukan, yaitu:
1). Mengidentifikasi manfaat dan fungsi dari suatu ekosistem.
2). Mengkuantifikasi segenap manfaat yang berasal dari ekosistem ke dalam nilai uang.
3). Memilih dan mengevaluasi kebijakan dari pemanfaatan sumber daya alam yang terkandung di dalam ekosistem.” (Ruitenbeek, 1991).
2.9 Valuasi Ekonomi
Menurut Al-Khoiriah, “Valuasi ekonomi adalah bentuk upaya yang dilakukan oleh manusia untuk memberikan nilai kuantitatif terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam (SDA) dan lingkungan baik atas nilai pasar (Market Value) maupun nilai non pasar (Non Market Value)” (Al-Khoiriah, 2017).
Menurut Susilowati “Teknik valuasi ekonomi sumber daya alam yang tidak dapat dipasarkan, dapat digolongkan ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah teknik valuasi yang mengandalkan harga implisit, dimana Willingness To Pay terungkap melalui model yang dikembangkan. Teknik ini sering disebut teknik
15 yang mengandalkan revealed WTP (keinginan membayar yang terungkap).
Beberapa teknik yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah Travel Cost, HedonicPricing, dan Random Utility Model. Kelompok kedua adalah teknik valuasi
yang didasarkan pada survey di mana WTP diperoleh langsung dari responden yang langsung diungkapkan secara lisan maupun tertulis. Salah satu teknik yang cukup populer dalam kelompok ini adalah Contingent Valuation Method, dan Discrete Choice Method. Pada umumnya, nilai ekonomi manfaat dari jasa lingkungan bisa
dihitung dengan menggunakan Contingent Valution Method, Hedonic Pricing dan Travel Cost Method”(Susilowati, 2002).
Menurut Costanza,“Kegiatan valuasi ekonomi terhadap pemanfaatan sumber daya alam adalah untuk menjamin tercapainya tujuan pengoptimalan pemanfaatan sumber daya alam untuk kesejahteraan hidup manusia, yang berkaitan dengan keberlangsungan ekologi dan keadilan distribusi barang dan jasa dari suatu sumber daya alam. Agar terwujudnya tujuan diatas, maka perlu dilakukannya kegiatan valuasi ekonomi dari suatu ekosistem berdasarkan dari tiga tujuan utama, yaitu efisiensi waktu, keadilan distribusi, dan keberlanjutan lingkungan hidup manusia”(Costanza, 1991).Krutila mengatakan bahwa, “Pengukuran nilai sumber daya alam dilakukan berdasarkan konsep nilai ekonomi total (Total Economic Value) yaitu nilai kegunaan atau pemanfaatan (Use Value) dan nilai bukan
kegunaan atau non use values. Konsep use value pada dasarnya mendefinisikan suatu nilai dari konsumsi aktual maupun konsumsi potensial dari suatu sumberdaya”(Krutila, 1967).