• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DAN KONSEP DIRI DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA KOTA BOJONEGORO. Abd. Hafid

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DAN KONSEP DIRI DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA KOTA BOJONEGORO. Abd. Hafid"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1 HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DAN KONSEP

DIRI DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA KOTA BOJONEGORO

Abd. Hafid

Abstract, The purpose of this study was to determine the relationship between conformity and peer self-concept and consumer behavior in adolescents. The hypothesis is a positive relationship between peer conformity with consumer behavior, there is a negative relationship between self-concept and consumer behavior in adolescents, and together there is a relationship between conformity and peer self-concept and consumer behavior in adolescents. The population in this study were students of PMTs Attanwir with totaling sample 53 people.

Sampling by purposive sampling. The data was collected using a scale. Scale-study used peer conformity and self-concept scale and the scale of the consumer behavior. The data analysis technique used is multiple regression analysis. From the results of data analysis showed that there was a significant relationship between peer conformity and self-concept and consumer behavior in adolescents as indicated by the acquisition of p = 0.000 (p <0.05). And obtained the coefficient of determination (R Square) by 0263 means that both variables contribute to the behavioral variables kosumtif by 26.3% and 73.7% influenced by other variables.

Keywords: conformity, self-concept, and consumer behavior

Intisari, Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara konformitas teman sebaya dan konsep diri dengan perilaku konsumtif pada remaja Kota Bojonegoro. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan positif antara konformitas teman sebaya dengan perilaku konsumtif, ada hubungan negatif antara konsep diri dengan perilaku konsumtif pada remaja Kota Bojonegoro, dan secara bersama-sama ada hubungan antara konformitas teman sebaya dan konsep diri dengan perilaku konsumtif pada remaja Kota Bojonegoro. Populasi pada penelitian ini adalah siswa-siswi MTs Attanwir Bojonegoro dengan sampel penelitian berjumlah 53 orang. Pengambilan sampel dengan cara purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode skala. Skala penelitian yang digunakan skala konformitas teman sebaya dan skala konsep diri dan skala perilaku konsumtif. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi ganda. Dari analisis data menunjukkan hasil penelitian bahwa ada hubungan yang signifikan antara konformitas teman sebaya dan konsep diri dengan perilaku konsumtif pada remaja yang ditunjukkan dengan perolehan p=0,000 (p<0,05). Dan diperoleh koefisien determinasi (R Square) sebesar 0.263 artinya bahwa kedua variabel tersebut memberikan kontribusi pada variabel perilaku kosumtif sebesar 26,3% dan 73,7% dipengaruhi oleh variabel yang lainnya.

Kata kunci : Konformitas, konsep diri, dan perilaku konsumtif

(2)

2 Perilaku konsumtif merupakan suatu fenomena yang banyak melanda kehidupan masyarakat terutama yang tinggal di perkotaan. Fenomena ini menarik untuk diteliti mengingat perilaku konsumtif juga banyak melanda kehidupan remaja kota-kota besar yang sebenarnya belum memiliki kemampuan finansial untuk memenuhi kebutuhannya. Remaja memang sering dijadikan target pemasaran berbagai produk industri, antara lain karena karakteristik mereka yang labil, spesifik dan mudah dipengaruhi sehingga akhirnya mendorong munculnya berbagai gejala dalam perilaku membeli yang tidak wajar. Membeli dalam hal ini tidak lagi dilakukan karena produk tersebut memang tidak dibutuhkan, namun membeli dilakukan karena alasan-alasan lain seperti sekedar mengikuti arus mode, hanya ingin mencoba produk baru, ingin memperoleh pengakuan sosial, dan sebagainya (Zebua dan Nurdjayadi, 2001).

Remaja membuat pertimbangan untuk membeli suatu produk menitik beratkan pada status sosial, mode dan kemudahan daripada pertimbangan ekonomis. Bahkan nampaknya analisa pasar ini sering jitu, tidak saja dalam membuat analisis perilaku konsumtif remaja tersebut tetapi juga analisis kebutuhan remaja, motivasi remaja, sikap remaja, bahkan tata nilai kehidupan remaja, sehingga tidaklah aneh bila remaja kemudian menjadi incaran bagi produsen. Remaja dalam berpakaian, berdandan, gaya rambut, tingkah laku, perilaku konsumen, kesenangan terhadap hal-hal tertentu mempunyai ciri khas sendiri. Kaum remaja merupakan pembeli potensial untuk produk-produk seperti pakaian, sepatu, kosmetik bahkan sampai makanan (Monks, 2006).

Pernyataan diatas juga dibuktikan oleh penelitian Sari (2005) bahwa perilaku konsumtif juga bisa dihubungkan dengan pengendalian diri remaja, karena hasil uji korelasi penelitian tersebut mengatakan apabila ada hubungan yang negatif antara pengendalian diri dan perilaku konsumtif pada remaja Kota Bojonegoro. Artinya bahwa semakin remaja kurang bisa mengendalikan diri maka semakin tinggi perilaku konsumtif yang dilakukan oleh usia remaja di kota besar (http://karya- ilmiah.um.ac.id/index.php/BK-Psikologi/article/view/14885, diakses pada tanggal 6 Februari 2012).

Zebua dan Nurdjayadi (2001) mengatakan bahwa perilaku konsumtif pada remaja diduga terkait dengan karakteristik psikologis tertentu yang dimiliki oleh remaja yaitu konsep diri mereka sebagai remaja dan tingkat konformitas terhadap kelompok sebaya.

Masa remaja merupakan tahapan peralihan antara masa anak-anak dengan masa dewasa yang ditandai dengan berbagai perubahan baik dalam aspek fisik, sosial dan psikologis. Perubahan tersebut sebagai upaya menemukan jati diri atau identitas diri.

Upaya untuk menemukan jati diri berkaitan dengan bagaimana remaja menampilkan dirinya. Mereka ingin kehadirannya diakui sebagai bagian dari komunitas remaja secara umum dan secara khusus bagian dari kelompok sebaya mereka. Demi pengakuan tersebut, remaja seringkali bersedia melakukan berbagai upaya meskipun mungkin hal itu bukan sesuatu yang diperlukan atau berguna bagi mereka bila yang melihat adalah orang tua atau orang dewasa lainnya.

Keinginan yang kuat untuk melepaskan diri dari keterikatan dengan orang tua

membuat remaja mencari dukungan sosial melalui teman sebaya. Peer group

menjadi suatu sarana sekaligus tujuan dalam pencarian jati diri mereka. Pada

(3)

3 dasarnya tidaklah mudah bagi remaja untuk mengikatkan diri mereka pada suatu kelompok karena suatu kelompok memiliki tuntutan yang harus dapat dipenuhi oleh setiap remaja yang ingin bergabung. Konformitas adalah satu tuntutan yang tidak tertulis dari kelompok teman sebaya terhadap anggotanya namun memiliki pengaruh yang kuat dan dapat menyebabkan munculnya perilaku-perilaku tertentu pada remaja-anggota kelompok tersebut (Zebua dan Nurdjayadi, 2001).

Di sisi lain dalam memperoleh jati diri, remaja berusaha membentuk citra atau image tentang dirinya dan upaya ini terlihat dalam suatu gambaran tentang bagaimana setiap remaja mempersepsikan dirinya. Termasuk didalamnya bagaimana ia mencoba menampilkan diri secara fisik. Hal tersebut membuat mereka sensitif terhadap gambaran fisik sehingga mendorong mereka melakukan berbagai upaya agar tampilan fisiknya sesuai dengan tuntutan komunitas sosial mereka. Keinginan untuk memenuhi tuntutan tersebut diduga mendorong remaja untuk berperilaku konsumtif (Zebua dan Nurdjayadi, 2001).

Perilaku Konsumtif

Fromm (dalam Zebua dan Nurdjayadi, 2001) menyatakan bahwa keinginan masyarakat dalam era kehidupan yang modern untuk mengkonsumsi sesuatu tampaknya telah kehilangan hubungan dengan kebutuhan yang sesungguhnya.

Membeli saat ini seringkali dilakukan secara berlebihan sebagai usaha seseorang untuk memperoleh kesenangan atau kebahagiaan, meskipun sebenarnya kebahagiaan yang diperoleh hanya bersifat semu.

Pendapat Fromm di atas oleh Neufeldt (dalam Zebua dan Nurdjayadi, 2001) diberi istilah sebagai perilaku konsumtif (consumptive behavior). Perilaku tersebut menggambarkan suatu tindakan yang tidak rasional dan bersifat kompulsif sehingga secara ekonomis menimbulkan pemborosan dan inefisiensi biaya.

Kesimpulannya bahwa perilaku konsumtif merupakan suatu perilaku membeli dan menggunakan barang yang tidak didasarkan pada pertimbangan yang rasional dan memiliki kencenderungan untuk mengkonsumsi sesuatu tanpa batas dimana individu lebih mementingkan faktor keinginan dari pada kebutuhan serta ditandai oleh adanya kehidupan mewah dan berlebihan, pengunaan segala hal yang paling mewah yang memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik.

Perilaku konsumtif pada remaja Kota Bojonegoro

Zebua dan Nurdjayadi (2001) menyatakan bahwa remaja memang sering dijadikan target pemasaran berbagai produk industri, antara lain karena karakteristik mereka yang labil, spesifik dan mudah dipengaruhi sehingga akhirnya mendorong munculnya berbagai gejala dalam perilaku membeli yang tidak wajar.

Monks (2006) mengatakan bahwa pada umunya konsumen remaja

mempunyai keinginan membeli yang tinggi, karena pada umunya remaja

mempunyai ciri khas dalam berpakaian, berdandan, gaya rambut, tingkah laku,

kesenangan musik, dalam pertemuan dan pesta. Remaja selalu ingin berpenampilan

yang dapat menarik perhatian orang lain terutama teman sebaya, sehingga remaja

kebanyakkan membelanjakan uangnya untuk keperluan tersebut.

(4)

4 Konformitas Teman Sebaya

Konformitas merupakan salah satu bentuk penyesuaian dengan melakukan perubahan-perubahan perilaku yang disesuaikan dengan norma kelompok.

Konformitas terjadi pada remaja karena pada perkembangan sosialnya, remaja melakukan dua macam gerak yaitu remaja mulai memisahkan diri dari orangtua dan menuju ke arah teman-teman sebaya (Monks, 2006). Havighurst (dalam Hurlock, 1999) berpendapat bahwa kelompok teman sebaya adalah suatu kelompok yang terdiri dari remaja yang mempunyai usia, sifat, dan tingkah laku yang sama dan ciri- ciri utamanya adalah timbul persahabatan.

Myers (dalam Aryani, 2006) mengemukakan bahwa konformitas merupakan perubahan perilaku sebagai akibat dari tekanan kelompok. Ini terlihat dari kecenderungan remaja untuk selalu menyamakan perilakunya dengan kelompok acuan sehingga dapat terhindar dari celaan maupun keterasingan.

Menurut Hurlock (1999), karena remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka dapatlah dimengerti bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku terkadang lebih besar daripada pengaruh keluarga. Misalnya, sebagian besar remaja mengetahui bahwa mereka memakai model pakaian yang sama dengan pakaian anggota kelompok yang populer, maka kesempatan baginya untuk diterima oleh kelompok menjadi lebih besar.

Hal tersebut juga dinyatakan oleh Monks (2006) bahwa berkaitan dengan hubungan sosial, remaja harus menyesuaikan diri dengan orang di luar lingkungan keluarga, seperti meningkatnya pengaruh kelompok teman sebaya (peer group).

Kuatnya pengaruh kelompok sebaya terjadi karena remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman sebaya sebagai kelompok. Kelompok teman sebaya memiliki aturan tertentu yang harus dipatuhi oleh remaja sebagai anggota kelompoknya. Penyesuaian remaja terhadap norma dengan berperilaku sama dengan kelompok teman sebaya disebut konformitas (Monks, 2006).

Konformitas terhadap kelompok teman sebaya ternyata merupakan suatu hal yang paling banyak terjadi pada masa remaja. Agar remaja dapat diterima dalam kelompok acuan maka penampilan fisik merupakan potensi yang dimanfaatkan untuk memperoleh hasil yang menyenangkan yaitu merasa terlihat menarik atau merasa mudah berteman.

Konsep Diri

Agustiani (2009) mengemukakan konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan.

Fitts (dalam Agustiani, 2009) menyatakan bahwa konsep diri merupakan

aspek penting dalam diri seseorang, karena konsep diri seseorang merupakan

kerangka acuan dalam berinteraksi dengan lingkungan. Fitts juga menjelaskan

konsep diri secara fenomenologis, dan mengatakan bahwa ketika individu

mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya, memberikan arti dan penilaian

serta membentuk abstraksi tentang dirinya, berarti ia menunjukkan suatu kesadaran

diri (self awareness) dan kemampuan untuk keluar dari dirinya sendiri untuk melihat

dirinya seperti yang ia lakukan terhadap dunia di luar dirinya. Diri fenomenal ini

adalah diri yang diamati, dialami, dan dinilai oleh individu sendiri, yaitu diri yang ia

(5)

5 sadari. Keseluruhan kesadaran atau persepsi ini merupakan gambaran tentang diri atau konsep diri individu.

Konsep diri adalah gambaran yang dimiliki orang tentang dirinya (Hurlock, 1999). Mead (dalam Burns, 1993) menjelaskan pandangan, penilaian, dan perasaan individu mengenai dirinya yang timbul sebagai hasil dari suatu interaksi sosial sebagai konsep diri. Konsep diri mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap perilaku individu, yaitu individu akan bertingkah laku sesuai dengan konsep diri yang dimiliki (Rakhmat, 2001). Pernyataan tersebut didukung oleh Burns (1993) yang menyatakan bahwa konsep diri akan mempengaruhi cara individu dalam bertingkah laku di tengah masyarakat.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa konsep diri merupakan suatu hal yang sangat penting dalam pengintegrasian kepribadian, memotivasi tingkah laku sehingga pada akhirnya akan tercapainya kesehatan mental. Sehingga konsep diri dapat didefinisikan sebagai gambaran yang ada pada diri individu yang berisikan tentang bagaimana individu melihat dirinya sendiri sebagai pribadi yang disebut dengan pengetahuan diri, bagaimana individu merasa atas dirinya yang merupakan penilaian diri sendiri serta bagaimana individu menginginkan diri sendiri sebagai manusia yang diharapkan.

Konformitas Teman Sebaya, Konsep Diri, dan Perilaku konsumtif pada remaja Remaja memang sering dijadikan target pemasaran berbagai produk industri, antara lain karena karakteristik mereka yang labil, spesifik dan mudah dipengaruhi sehingga akhirnya mendorong munculnya berbagai gejala dalam perilaku membeli yang tidak wajar. Membeli dalam hal ini tidak lagi dilakukan karena produk tersebut memang dibutuhkan, namun membeli dilakukan karena alasan-alasan lain seperti sekedar mengikuti arus mode, hanya ingin mencoba produk baru, ingin memperoleh pengakuan sosial dan sebagainya.

Perilaku konsumtif pada remaja ini terkait dengan karakteristik psikologis tertentu yang dimiliki oleh remaja yaitu konsep diri mereka sebagai remaja dan tingkat konformitas terhadap kelompok teman sebaya. Seperti diketahui masa remaja merupakan tahapan peralihan antara masa anak-anak dengan masa dewasa yang ditandai dengan berbagai perubahan baik dalam aspek fisik, sosial dan psikologis. Perubahan tersebut sebagai upaya menemukan jati diri atau identitas diri.

Pada dasarnya tidaklah mudah bagi remaja untuk mengikatkan diri mereka pada suatu kelompok karena suatu kelompok memiliki tuntutan yang harus dapat dipenuhi oleh setiap remaja yang ingin bergabung. Konformitas adalah satu tuntutan yang tidak tertulis dari kelompok teman sebaya terhadap anggotanya namun memiliki pengaruh yang kuat dan dapat menyebabkan munculnya perilaku-perilaku tertentu pada remaja-anggota kelompok tersebut (Zebua dan Nurdjayadi, 2001).

Melalui pernyataan tersebut tampak bahwa remaja yang menginginkan harmonisasi

dan dukungan emosi dalam menjalin persahabatan akan lebih mudah dalam

melakukan konformitas, mengikuti norma yang berlaku di kelompok, meskipun

tidak ada paksaan secara langsung untuk hal itu. Remaja akan menyamakan tingkah

laku, hobi, gaya hidup, penampilan agar tidak beda dengan rekan-rekannya dan

dapat diterima sebagai bagian dari kelompoknya, maka perilaku konsumtif pun

terjadi.

(6)

6 Di sisi lain dalam memperoleh jati diri, remaja berusaha membentuk citra atau image tentang dirinya dan upaya ini terlihat dalam suatu gambaran tentang bagaimana setiap remaja mempersepsikan dirinya. Termasuk didalamnya bagaimana ia mencoba menampilkan diri secara fisik. Hal tersebut membuat mereka sensitif terhadap gambaran fisik sehingga mendorong mereka melakukan berbagai upaya agar tampilan fisiknya sesuai dengan tuntutan komunitas sosial mereka. Keinginan untuk memenuhi tuntutan tersebut diduga mendorong remaja untuk berperilaku konsumtif (Zebua dan Nurdjayadi, 2001).

Brooks (dalam Rakhmat, 2005) mendefenisikan bahwa melalui konsep diri individu dapat memperoleh gambaran tentang dirinya secara utuh. Baik yang bersifat fisik, sosial dan psikologis diperoleh melalui pengalaman dan interaksi individu dengan orang lain. Menurut Dodgson dan Wood (dalam Parma, 2007) mengatakan bahwa individu yang mempunyai konsep diri negatif akan merasa dirinya selalu gagal, merasa tidak mampu dan mempunyai pandangan yang buruk tentang dirinya. Untuk itu individu cenderung menutup secara pribadi namun seiring waktu serta pengalaman sosialnya, individu akan belajar memperbaiki diri menuju pada pandangan akan dirinya dengan baik. Berbagai macam cara akan individu lakukan karena dalam pemahamannya hanya bagaimana ia menjadi pribadi dengan memiliki pemaknaan diri yang positif. Sebaliknya individu yang mempunyai konsep diri positif mempunyai pandangan yang menyenangkan tentang keadaan dirinya.

Tanpa alasan apapun, individu tidak bersusah payah untuk memahami dirinya lebih baik lagi karena ia sudah memiliki pemahaman diri yang positif.

Hipotesis

1. Terdapat hubungan antara konformitas teman sebaya dan konsep diri dengan perilaku konsumtif pada remaja

2. Terdapat hubungan positif antara konformitas teman sebaya dengan perilaku konsumtif pada remaja. Asumsinya bahwa semakin positif konformitas teman sebaya atau semakin konform remaja itu dengan teman sebaya maka semakin tinggi pula perilaku konsumtifnya, begitu sebaliknya semakin negatif konformitas teman sebaya atau semakin tidak konform remaja dengan teman sebayanya maka semakin rendah pula perilaku konsumtifnya.

3. Terdapat hubungan negatif antara konsep diri dengan perilaku konsumtif pada remaja. Asumsinya bahwa semakin negatif konsep diri remaja maka diikuti juga semakin tinggi perilaku konsumtifnya, begitu juga sebaliknya semakin positif konsep diri remaja maka semakin rendah pula perilaku konsumtifnya.

Subjek

Subyek penelitian adalah : (1) remaja berusia 12 – 15 tahun, (2) status ekonomi menengah sampai atas (3) mempunyai uang saku tiap bulan minimal Rp.

750.000,-, (4) mempunyai kelompok teman sebaya. Dan ditemukan untuk subjek

penelitian dengan jumlah 53 orang.

(7)

7 Alat Ukur

Periaku konsumtif diukur dengan skala perilaku konsumtif. Aitem-aitem favorable dan unfavorable mengurai aspek-aspek dari Sumartono (2002), yaitu : (1) Membeli produk karena iming-iming hadiah, (2) Membeli produk karena kemasannya menarik, (3) Membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi, (4) Membeli produk atas pertimbangan harga, bukan atas dasar manfaat atau kegunaannya, (5) Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status, (6) Memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan, (7) Membeli produk dengan harga mahal untuk meningkatkan percaya diri, (8) Mencoba lebih dari dua produk sejenis (merek berbeda). Skor skala adalah 4 poin kontinum sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Uji diskriminasi aitem (N=100) 46 aitem memenuhi indeks daya diskriminasi aitem, untuk uji daya diskriminasi aitem dinyatakan valid pada p > 0,25. Dengan reliabilitas Alpha = 0,962. Contoh aitem, “Dalam membeli produk saya lebih memfokuskan pada harganya dari pada manfaatnya.”

Konformitas teman sebaya diukur dengan 41 aitem yang mengurai aspek- aspek dari Sears (1991), meliputi : (1) Kekompakan, yaitu (a) Menyesuaikan diri terhadap norma kelompoki, (b) Perhatian terhadap kelompok, (2) Kesepakatan, yaitu (a) Kepercayaan, (b) Persamaan pendapat, (c) Penyimpangan terhadap pendapat kelompok, (3) Ketaatan, yaitu (a) Harapan orang lain, (b) Tekanan karena ganjaran, ancaman, atau hukuman. Aitem-aitem skala disusun secara favorable dan unfavorable. Skor skala adalah 4 poin kontinum sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Aitem-aitem memenuhi indeks daya diskriminasi aitem dengan p > 0,25, dengan reliabilitas Alpha = 0,961 (N=100). Contoh aitem,

“Pendapat saya selalu ditolak oleh kelompok.”

Aspek-aspek konsep diri dari Fitss (dalam Agustiani, 2009), yaitu : (1) Dimensi Internal meliputi, (a) Diri identitas, (b) Diri perilaku, (c) Diri penerimaan/penilai dan (2) Dimensi Eksternal meliputi (a) Diri fisik, (b) Diri etik- moral, (c) Diri pribadi, (d) Diri keluarga, (e) Diri sosial diurai menjadi 36 aitem.

Aitem-aitem favorable dan unfavorable diskala 4 poin kontinum sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Aitem-aitem memenuhi indeks daya diskriminasi aitem dengan p > 0,25, dengan reliabilitas Alpha = 0,952 (N=100).

Conto aitem, “Sifat buruk saya lebih dominan dari pada sifat saya yang baik.”

Hasil

1. Dari hasil analisis statistik dengan bantuan program SPSS 11,5 for windows, diperoleh nilai F = 8,914 ; dengan p = 0,000 ( p < 0,01) yang artinya hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sagat signifikan antara konfomitas teman sebaya dan konsep diri dengan perilaku konsumtif. Dengan koefisien determinasi (R Square) sebesar 0.263 artinya bahwa kedua variabel tersebut memberikan kontribusi pada variabel perilaku konsumtif sebesar 26,3% dan 73,7% dipengaruhi oleh variabel yang lainnya.

2. Dari hasil analisis statistik dengan bantuan program SPSS 11,5 for windows, diperoleh nilai rx

1

y = 0,349 dengan p = 0,005 (p < 0,01) ; sangat signifikan.

Artinya adalah hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima. Hasil

tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang sangat signifikan

(8)

8 antara konformitas teman sebaya dengan perilaku konsumtif. Semakin remaja konform dengan teman sebaya maka semakin tinggi perilaku konsumtifnya, begitu juga sebaliknya semakin rendah konformitas teman sebaya maka semakin rendah pula perilaku konsumtif. Pada tabel measure of association diperoleh sumbangan efektif sebesar 0.122 artinya variabel konformitas memberikan kontribusi sebesar 12,2% terhadap perilaku konsumtif.

3. Dari hasil analisis statistik dengan bantuan program SPSS 11,5 for windows, diperoleh nilai rx

2

y = -0,503 dengan p = 0,000 (p < 0,01) ; sangat signifikan.

Artinya adalah hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara konsep diri dengan perilaku konsumtif. Artinya bahwa semakin rendah konsep diri maka semakin tinggi perilaku konsumtifnya, demikian juga sebaliknya semakin tinggi konsep diri maka semakin rendah perilaku konsumtif. Pada tabel measure of association diperoleh sumbangan efektif sebesar 0.253 artinya bahwa variabel konsep diri memberikan kontribusi sebesar 25,3% terhadap perilaku konsumtif.

Pembahasan

Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan dimana menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara konfomitas teman sebaya dan konsep diri dengan perilaku konsumtif.

Pernyataan diatas sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh (Zebua dan Nurdjayadi, 2001) yang menyatakan bahwa perilaku konsumtif merupakan bentuk khusus dari perilaku membeli yang dapat dilakukan oleh remaja dalam rangka menunjang penampilan diri yang sangat terkait dengan pembentukan konsep dirinya.

Sementara itu, pembentukan konsep diri tampaknya juga tidak terlepas dari pengaruh kelompok sehingga dapat diasumsikan konformitas memegang peranan dalam hal ini.

Diketahui bahwa masa remaja merupakan tahapan peralihan antara masa anak-anak dengan masa dewasa yang ditandai dengan berbagai perubahan baik dalam aspek fisik, sosial dan psikologis. Perubahan tersebut sebagai upaya menemukan jati diri atau identitas diri. Upaya untuk menemukan jati diri berkaitan dengan bagaimana remaja menampilkan dirinya. Begitu pula hasil penelitian yang diperoleh dari siswa-siswi MTS Attanwir bahwa mereka ingin kehadirannya diakui sebagai bagian dari komunitas remaja secara umum dan secara khusus bagian dari kelompok sebaya mereka dan demi pengakuan tersebut, seringkali subjek bersedia melakukan berbagai upaya meskipun mungkin hal itu bukan sesuatu yang diperlukan atau berguna bagi sbujek bila yang melihat adalah orang tua atau orang dewasa lainnya, dan salah satunya upaya tersebut adalah dengan berperilaku konsumtif.

Berdasarkan hasil korelasi secara parsial yang sangat signifikan antara

konformitas teman sebaya dengan perilaku konsumtif pada remaja, dan hal ini

diungkapkan bahwa salah satu faktor psikologis yang turut berperan dalam

pembentukan perilaku konsumtif adalah konformitas teman sebaya. Sedangkan

dengan melihat nilai koefisien korelasi, dimana menunjukkan bahwa terdapat

hubungan yang positif antara konformitas teman sebaya dengan perilaku konsumtif.

(9)

9 Artinya bahwa semakin seorang remaja konform dengan teman sebaya, maka semakin tinggi pula ia terpengaruhi untuk berperilaku konsumtif.

Hasil penelitian diatas juga dibuktikan melalui Hurlock (1999), karena remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka dapatlah dimengerti bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku terkadang lebih besar daripada pengaruh keluarga. Misalnya, sebagian besar remaja mengetahui bahwa mereka memakai model pakaian yang sama dengan pakaian anggota kelompok yang populer, maka kesempatan baginya untuk diterima oleh kelompok menjadi lebih besar.

Hal tersebut juga ditegaskan oleh Zebua & Nurdjayadi (2001) bahwa upaya untuk menemukan jati diri berkaitan dengan cara menampilkan dirinya, remaja ingin kehadirannya diakui sebagai bagian dari komunitas remaja secara umum dan bagian dari kelompok sebaya secara khusus. Demi pengakuan tersebut, remaja seringkali bersedia melakukan berbagai upaya meskipun bukan sesuatu yang diperlukan atau berguna bagi mereka bila ditinjau dari kacamata orangtua atau orang dewasa lainnya.

Upaya pribadi tersebut timbul karena remaja menyadari bahwa penerimaan sosial terutama peer groupnya sangat dipengaruhi oleh keseluruhan yang dinampakkan remaja. Kemampuan yang dimiliki remaja dapat meningkatkan atau menurunkan pandangan teman-teman sebaya terhadap dirinya. Sesuatu yang bersifat pribadi seperti tampang, bentuk tubuh, pakaian atau perhiasan, dan sebagainya, sangat diminati karena erat berkaitan dengan keberhasilannya dalam pergaulan.

Remaja menjadi sangat memperhatikan penampilan dan menghabiskan banyak uang dan waktu serta usaha yang sungguh-sungguh untuk membuat penampilannya menjadi lebih baik.

Keinginan yang kuat untuk melepaskan diri dari keterikatan dengan orang tua membuat remaja mencari dukungan sosial melalui teman sebaya. Peer group menjadi suatu sarana sekaligus tujuan dalam pencarian jati diri mereka. Pada dasarnya tidaklah mudah bagi remaja untuk mengikatkan diri mereka pada suatu kelompok karena suatu kelompok memiliki tuntutan yang harus dapat dipenuhi oleh setiap remaja yang ingin bergabung. Konformitas adalah satu tuntutan yang tidak tertulis dari kelompok teman sebaya terhadap anggotanya namun memiliki pengaruh yang kuat dan dapat menyebabkan munculnya perilaku-perilaku tertentu pada remaja-anggota kelompok tersebut (Zebua dan Nurdjayadi, 2001). Melalui pernyataan tersebut tampak bahwa hasil penelitian yang dilakukan di MTS Attanwirmenyatakan bahwa subjek menginginkan harmonisasi dan dukungan emosi dalam menjalin persahabatan akan lebih mudah dalam melakukan konformitas, mengikuti norma yang berlaku di kelompoknya, meskipun tidak ada paksaan secara langsung untuk hal itu. Subjek akan menyamakan tingkah laku, hobi, gaya hidup, penampilan agar tidak beda dengan rekan-rekannya dan dapat diterima sebagai bagian dari kelompoknya, maka perilaku konsumtif pun terjadi.

Berdasarkan hasil korelasi secara parsial yang sangat signifikan antara

konsep diri dengan perilaku konsumtif pada remaja Kota Bojonegoro, dan hal ini

diungkapkan bahwa salah satu faktor psikologis yang turut berperan dalam

pembentukan perilaku konsumtif adalah konsep diri. Sedangkan jika melihat nilai

koefisien korelasi, menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara konsep diri

(10)

10 dengan perilaku konsumtif. Artinya semakin seorang remaja memandang rendah konsep dirinya, dapat diramalkan bahwa semakin mudah ia terpengaruhi untuk berperilaku konsumtif. Hal ini tampaknya tidak terlepas dari keinginan yang kuat pada remaja untuk tampil menarik.

Pernyataan diatas dibuktikan juga dalam sebuah teori bahwa di sisi lain dalam memperoleh jati diri, remaja berusaha membentuk citra atau image tentang dirinya dan upaya ini terlihat dalam suatu gambaran tentang bagaimana setiap remaja mempersepsikan dirinya. Termasuk didalamnya bagaimana ia mencoba menampilkan diri secara fisik. Hal tersebut membuat mereka sensitif terhadap gambaran fisik sehingga mendorong mereka melakukan berbagai upaya agar tampilan fisiknya sesuai dengan tuntutan komunitas sosial mereka. Keinginan untuk memenuhi tuntutan tersebut diduga mendorong remaja untuk berperilaku konsumtif (Zebua dan Nurdjayadi, 2001).

Menurut Dodgson dan Wood (dalam Parma, 2007) mengatakan bahwa individu yang mempunyai konsep diri negatif akan merasa dirinya selalu gagal, merasa tidak mampu dan mempunyai pandangan yang buruk tentang dirinya. Untuk itu individu cenderung menutup secara pribadi namun seiring waktu serta pengalaman sosialnya, individu akan belajar memperbaiki diri menuju pada pandangan akan dirinya dengan baik. Berbagai macam cara akan individu lakukan karena dalam pemahamannya hanya bagaimana ia menjadi pribadi dengan memiliki pemaknaan diri yang positif. Sebaliknya individu yang mempunyai konsep diri positif mempunyai pandangan yang menyenangkan tentang keadaan dirinya. Tanpa alasan apapun, individu tidak bersusah payah untuk memahami dirinya lebih baik lagi karena ia sudah memiliki pemahaman diri yang positif.

Tambunan (2001) mengatakan bahwa kebutuhan untuk diterima dan menjadi sama dengan orang lain inilah yang menyebabkan remaja berusaha mengikuti atribut yang sedang menjadi mode dan berperilaku konsumtif. Berdasarkan pembahasan diatas, konsep diri adalah pandangan, penilaian dan perasaan individu terhadap dirinya sendiri baik secara fisik, psikis, sosial maupun moral. Melihat hal tersebut konsep diri merupakan salah satu faktor perilaku konsumtif yang berarti konsep diri mempunyai andil dalam mempengaruhi perilaku konsumtif. Semakin negatif konsep diri remaja maka semakin tinggi kecenderungan remaja untuk berperilaku konsumtif, begitu juga sebaliknya semakin positif konsep diri remaja maka semakin rendah pula remaja untuk berperilaku konsumtif.

Itu juga yang terjadi oleh siswa-siswi MTs Attanwir dari hasil penelitian ini, bahwa konsep diri subjek termasuk konsep diri yang negatif. Artinya pandangan akan diri subjek kurang baik dari segi fisik dan psikis. Kebanyakan subjek memandang dirinya kurang menarik, kurang mempunyai prinsip hidup yang kuat, kehadiran keluarga yang sedikit kurang maksimal, dan sebagainya. Dari sinilah penilaian dan pemaknaan akan diri subjek negatif dan disaat itulah, oleh karena penyesuaian dalam interaksi sosial, subjek ingin berusaha mengubah pemaknaan diri yang kurang terutama dari segi fisik dengan berperilaku konsumtif agar keberadaan dirinya dalam lingkup sosial terpenuhi.

Hasil tingkat kontribusi dari variabel bebas kepada variabel tergantung masih

rendah. Karena kedua variabel bebas memiliki korelasi yang kuat maka keduanya

memiliki keterkaitan yang erat dan dapat dipandang sebagai suatu kesatuan. Dengan

demikian pengaruhnya menjadi lebih kecil dibandingkan dengan jika kedua variabel

(11)

11

bebas tersebut tidak saling berhubungan atau dapat berdiri sendiri sehingga masing-

masing akan dapat memberikan kontribusi yang lebih besar. Perlu dicermati bahwa

baru 26,3% dari perilaku konsumtif yang dapat dijelaskan melalui konformitas

teman sebaya dan konsep diri, berarti masih ada sisanya sebesar 73,7% yang

dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini dan perlu

diteliti lebih lanjut termasuk dalam pengendalian diri individu dalam mengontrol

keinginan berbelanja, pengaruh intensitas menonton iklan televisi, gaya hidup yang

serba modernisasi, dan factor psikologi yang lainnya. Dan dari dua variabel tersebut

ternyata yang paling memberikan kontribusi tertinggi adalah variabel konsep diri

dengan sumbangan efektif sebesar 25,3%. Selanjutnya kontribusi yang kedua adalah

variabel konformitas dengan sumbangan efektif sebesar 12,2%.

(12)

12 Daftar Pustaka

Agustiani, Hendriati. 2009. Psikologi Perkembangan : Pendekatan Ekologi Kaitannya Dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri Pada Remaja.

Cetakan Kedua. Bandung : Refika Aditama.

Aryani, Gunita. 2006. Hubungan Antara Konformitas dan Perilaku konsumtif pada remaja di SMA Negeri 1 Semarang. Skripsi. Semarang : Universitas Negeri Semarang.

Burns. 1993. Konsep Diri : Teori, Pengukuran, Perkembangan dan Perilaku.Jakarta : Arcan.

Calhoun, F. & Acocella, Joan Ross. (1990). Psikologi Tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan (edisi ketiga). Semarang : Ikip Semarang Press.

Centi, J Paul. (1993). Mengapa rendah diri?. Yogyakarta :Kansius.

Hadi, S. 1994. Statistik. Jilid 1, 2, 3. Yogyakarta : Andi Offset.

Hadi, S. 2000. Metodologi Research. Jilid 1. Yogyakarta : Andi Offset.

Hasibuan, Elfina P. N. 2009. Hubungan Antara Gaya Hidup Brand Minded Dengan Kecenderungan Perilaku konsumtif pada remaja Putri. Skripsi. Sumatera Utara : Universitas Sumatera Utara.

Hurlock, E. B. 1999. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga.

Loudon, D. L., dkk, 1993. Consumer Behavior : Concepts and Applications. 4

th

ed.

New York: McGraw-Hill, Inc.

Monks, F. J. & Knoers, A. M. P. 2006. Psikologi Perkembangan : Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Cetakan keenam. Yogyakarta : Gadjah Mada University.

Muhid, A. 2010. Analisis Statistic SPSS for windows. Surabaya : Duta Aksar Narbuko, C, dan Achmadi A. 2002. Metode Penelitian. Jakarta : PT. Bumi Aksara Pardede, Yudit O. K. 2007. Konsep Diri Anak Jalanan Usia Remaja. Jurnal

Penelitian Psikologi. No.2. Volume 12.

Parma, Sintiche Ariesny. 2007. Hubungan Konsep Diri Dengan Perilaku Konsumtif Remaja Putri Dalam Pembelian Kosmetik Melalui Katalog di SMA Negeri 1 Semarang. Skripsi. Semarang : Universitas Diponegoro.

Priyatno, D. 2009. Mandiri Belajar SPSS. Yogyakarta: Media Kom.

Rakhmat, J. 2001. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Santrock, J.W. 2002. Adolescence Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.

Sari, Tiurma Y. 2009. Hubungan Antara Perilaku Konsumtif Dengan Body Image Pada Remaja Putri. Skripsi. Sumatera Utara : Universitas Sumatera Utara.

Sears, D.O., Freedman, J.L. & Peplau, L.A. 1991. Psikologi Sosial Edisi ke-5 Jilid 2.

Jakarta: Erlangga.

Soegito, 1996. Konsumerisme Penyebab Inflasi. Kepala BPS : www.apakabar@clark.net, diakses pada tanggal 26 Juli 2012.

Somantri, Ating & Muhidin, Sambas Ali. 2011. Aplikasi Statistika Dalam Penelitian. Cetakan II. Bandung : CV. Pustaka Setia.

Sumartono. 2002. Terperangkap Dalam Iklan. Bandung : CV. Alfa Beta.

Tambunan, Raymond. 2001. Remaja Dan Perilaku Konsumtif. Jakarta : Artikel

(13)

13 Zebua, Albertina S. & Nurdjayadi, Rostina D. 2001. Hubungan Konformitas dan Konsep Diri Dengan Perilaku konsumtif pada remaja Putri. Phronesis Vol. 3 No. 6.

http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/BK-Psikologi/article/view/14885, diakses pada tanggal 6 Februari 2012.

http://repository.unpad.ac.id/handle/123456789/4159, diakses pada tanggal 6 Februari 2012.

http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/BK-Psikologi/article/view/14770, diakses

pada tanggal 6 Februari 2012.

Referensi

Dokumen terkait

Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan yang positif signifikan antara konformitas teman sebaya dengan perilaku agresif pada siswa kelas XI SMK Saraswati

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan interaksi teman sebaya dengan perilaku konsumtif pada remaja di SMAN 2 Ngawi. Interaksi teman sebaya

Hal tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan yang negatif antara harga diri dan konformitas teman sebaya pada siswa kelas VIII SMP Negeri 17 Surakarta dan hubungan tersebut

Penelitian yang dilakukan oleh Putri dan Indrawati (2016) yang membahas tentang konformitas teman sebaya dengan perilaku konsumtif pada siswi SMA Semesta menunjukkan

Kesimpulan hasil penelitian: (1) terdapat hubungan yang signifikan antara harga diri, citra tubuh dan dukungan teman sebaya dengan perilaku konsumtif pada

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: hubungan positif antara pemantauan diri dan konformitas teman sebaya dengan kecenderungan pembelian impulsif pada remaja

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan negatif antara konformitas teman sebaya dengan asertivitas pada siswa SMA Islam Hidayatullah

Hasil penelitian tersebut sesuai dengan hipotesis yang diajukan yaitu terdapat hubungan antara konformitas teman sebaya dengan konsep diri remaja pada siswa UPTD SMPN