• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Lalat buah merupakan hama penting yang menyerang buah-buahan. Lalat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Lalat buah merupakan hama penting yang menyerang buah-buahan. Lalat"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lalat buah merupakan hama penting yang menyerang buah-buahan. Lalat buah yang termasuk dalam Familia Tephritidae telah banyak diketahui sebagai organisme pengganggu tanaman (OPT) di daerah Asia dan menyerang buah tropika (Clarke et al., 2005). Serangan lalat genus Bactrocera dilaporkan terdapat di wilayah Asia Tenggara dan sebagian Asia Pasifik (Kalshoven, 1981). Salah satu jenis lalat yaitu Bactrocera papayae paling banyak menyerang buah-buahan. Bactrocera papayae termasuk dalam kelompok Bactrocera dorsalis complex (Drew & Hancock, 1994). Siwi et al. (2006) melaporkan bahwa serangan lalat buah spesies ini tersebar di wilayah Indonesia dan Papua New Guinea. Buah-buahan yang sering menjadi sasaran dari hama ini adalah mangga, jambu, jeruk, pisang, tomat, cabai, belimbing, papaya dan manggis (Khoo et al., 2000; Piper, 2001; Arief, 2009).

Buah yang diserang B. papayae menjadi busuk dan tidak layak dipasarkan dan dikonsumsi. Diawali dengan lalat buah betina B. papayae menusukkan ovipositor hingga menembus kulit buah dan memasukkan telur-telur. Lubang-lubang tersebut mempermudah udara dari luar untuk masuk, sehingga bakteri dan fungi yang ada di udara masuk ke dalam daging buah (mempercepat proses pembusukan).

Potensi sumber daya alam Indonesia sangat besar. Salah satu komoditas ekspor buah tropika yang telah diekspor ke banyak negara adalah mangga

(2)

(Mangifera indica). Tanaman ini menjadi tanaman hortikultura yang penting karena berdasarkan Badan Pusat Statistik pada tahun 2012 tingkat produksi mangga dapat mencapai 2 juta ton per tahun. Tingkat produksi yang demikian besar menjadikan Indonesia sebagai penghasil buah mangga terbesar kelima di dunia. Tetapi kegiatan ekspor mangga Indonesia tidak sejalan dengan tingkat produksi yang besar tersebut, berdasarkan FAO (2007) ekspor mangga Indonesia tidak termasuk dalam sepuluh besar di dunia. Berdasarkan laporan Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian pada tahun 2009 tingkat ekspor per tahun mangga dari Indonesia hanya mencapai 1198 ton pada rentang tahun 2004 sampai 2008. Ekspor mangga dari Indonesia sebagian besar ditujukan pada negara-negara Timur Tengah, Singapura, Malaysia dan Hongkong. Salah satu kultivar mangga yang dapat menembus pasar internasional adalah mangga gedong gincu. Karakteristik buah mangga gedong gincu meliputi daging buah yang berwarna kuning kemerahan dan memiliki aroma harum melebihi kultivar mangga lain. Hal tersebut menjadi karakter penting yang menarik minat konsumen. Buah mangga Alfonso dan buah mangga Tommy Atkin merupakan mangga yang masih mendominasi pasar dunia, masing-masing mangga tersebut berasal dari India dan Meksiko. Secara fisik mangga gedong gincu memiliki penampilan yang tidak kalah menarik dengan kedua kultivar mangga tersebut (Rebin & Karsinah, 2010). Menurut Ratule dan Harnowo (2009) produktivitas mangga yang rendah dan kualitas kurang baik menjadi penyebab mangga Indonesia belum mampu memenuhi permintaan pasar asing. Beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut diantaranya penampilan fisik kurang menarik, kualitas buah masih rendah, strategi pemasaran yang kurang

(3)

optimal dan hambatan teknis karantina juga menjadi penyebab terhambatnya ekspor ke negara-negara tertentu.

Komoditas pertanian telah menjadi kebutuhan setiap orang di dunia sehingga kegiatan ekspor-impor begitu dinamis. Hal ini bukan tanpa resiko, tersebarnya OPT karantina ke wilayah yang tidak terdapat OPT tersebut menjadikan negara-negara pengimpor memiliki syarat impor yang ketat diantaranya perlakuan karantina efektif dalam mengeradikasi OPT sebelum masuk ke negara pengimpor.

Pada umumnya fumigasi menggunakan metil bromida dilakukan dalam proses karantina dengan tujuan mengeradikasi OPT pada komoditas pertanian. Tetapi berdasarkan Montreal Protocol, metil bromida merupakan zat perusak lapisan ozon, karena itu FAO (2008) melaporkan bahwa berdasarkan keputusan National Plant Protection Organization (NPPO) fumigan tersebut tidak lagi digunakan dan disarankan menggunakan upaya karantina alternatif untuk mengeradikasi OPT, salah satunya melalui teknik iradiasi. Banyak negara-negara seperti Australia, Amerika Serikat, India, Thailand telah mengaplikasikan metode tersebut dalam upaya mengeradikasi OPT pada komoditas pertaniannya yang akan diekspor. Menurut penelitian yang dilakukan Hossain et al. (2011), secara umum komoditas pertanian yang dikonsumsi segar tahan terhadap perlakuan karantina iradiasi. Penggunaan karantina iradiasi lebih menguntungkan diantaranya tidak meninggalkan residu bahan kimia bila dikonsumsi, lebih cepat dan praktis (Hallman & Thomas, 2010). Respon serangga terhadap iradiasi bermacam-macam, mulai dari penghambatan pertumbuhan dan perkembangan organ tertentu hingga mortalitas. Hal ini sangat berkaitan dengan dosis yang digunakan dan fase kehidupan serangga saat diberikan perlakuan karantina iradiasi (FAO, 2003).

(4)

Dalam kegiatan fitosanitari hama lalat buah B. papayae, sangat penting diketahui umur larva lalat buah yang berada di dalam buah, karena hal tersebut sangat mempengaruhi dosis iradiasi yang diberikan. Rahayu (2012) melaporkan bahwa larva instar terakhir (L3) B. papayae yang dipelihara secara in-vitro paling resisten terhadap iradiasi sinar gamma, sehingga tingkat mortalitas B. papayae tidak sempurna.

Kegiatan perbanyakan masal lalat buah di laboratorium telah banyak dilakukan dalam rangka program Teknik Serangga Mandul (TSM). Sejak tahun 1969 telah ditemukan metode pengembangbiakan masal lalat buah menggunakan pakan buatan berbahan dasar dedak gandum kasar dan halus (Tanaka et al., 1969 cit. Chang et al., 2004). Kemudian pada tahun 2004 ditemukan alternatif pakan buatan berwujud larutan untuk lalat buah melon atau Bactrocera cucurbitae yang dianggap lebih baik dari segi lebih sedikit limbah yang dihasilkan dan penggunaan ruang daripada pakan buatan berbahan dasar dedak gandum (Chang et al., 2004). Pakan buatan berbentuk larutan tidak lagi menggunakan dedak gandum kasar maupun halus sebagai bulking agent seperti pada pakan buatan dedak gandum. Telah diteliti oleh Chang et al. (2004) pakan buatan larutan untuk Bactrocera cucurbitae yang diberikan asam linoleat sebagai sumber asam lemak berhasil menggantikan posisi pakan buatan dedak gandum sebagai pakan utama dalam memproduksi B. cucurbitae secara masal. Kemudian pakan buatan larutan ini kembali dicoba menggunakan sumber asam lemak tak jenuh yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti minyak biji gandum, minyak kanola, minyak jagung dan minyak sayur sebagai pelengkap kebutuhan nutrisi dan asam lemak dalam perkembangan larva. Minyak jagung menjadi alternatif paling baik

(5)

pengganti asam linoleat untuk Bactrocera dorsalis dibandingkan tiga minyak yang lain (Chang et al., 2011). Penelitian mengenai pertumbuhan dan perkembangan B. papayae di dalam pakan buatan dedak gandum, pakan buatan larutan dan buah mangga gedong belum banyak dilakukan. Oleh karena itu penelitian mengenai jumlah, durasi dan ukuran larva lalat buah B. papayae di dalam pakan buatan dedak gandum, larutan minyak jagung modifikasi (MJM) dan buah mangga gedong penting untuk dilakukan.

B. Perumusan Masalah

Bactrocera papayae merupakan jenis serangga yang banyak menyerang berbagai macam buah di Indonesia. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut;

1. Berapakah jumlah dari telur yang berhasil menetas, larva instar 1 (L1), instar 2 (L2) dan instar 3 (L3) yang berhasil hidup menjadi pupa pada pakan buatan dedak gandum, pakan buatan larutan MJM dan buah mangga gedong?

2. Berapakah durasi dari telur yang berhasil menetas dan larva yang berhasil hidup menjadi pupa pada pakan buatan dedak gandum, pakan buatan larutan MJM dan buah mangga gedong?

3. Berapakan ukuran dari telur, larva dan pupa pada pakan buatan dedak gandum, pakan buatan larutan MJM dan buah mangga gedong?

(6)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari jumlah, durasi dan ukuran dari telur yang berhasil menetas, larva instar 1 (L1), instar 2 (L2) dan instar 3 (L3) yang berhasil hidup menjadi pupa pada pakan buatan dedak gandum, pakan buatan larutan MJM dan buah mangga gedong.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini secara umum adalah dapat menjadi rekomendasi dalam upaya proses fitosanitari hama lalat buah. Penelitian ini juga bermanfaat bagi mahasiswa yang akan mencoba untuk melakukan rearing serangga dalam penelitian di laboratorium.

Manfaat dari penelitian ini secara khusus yaitu dapat diketahui jumlah, durasi dan ukuran dari telur yang berhasil menetas, larva instar 1 (L1), instar 2 (L2) dan instar 3 (L3) yang berhasil hidup menjadi pupa pada pakan buatan dedak gandum, pakan buatan larutan MJM dan buah mangga gedong.

Referensi

Dokumen terkait

Rasio-rasio penerbit yang digunakan untuk menilai keamanan adalah (Bodie, et al., 2006): 1) Rasio Cakupan (coverage ratio)merupakan rasio dari laba perusahaan terhadap

Hasil kajian menunjukkan bahwa untuk mengatasi masalah pasokan batubara untuk PLTU Suralaya unit 1-4, sistem blending dapat dilakukan antara batubara peringkat rendah (lignit)

Untuk mengatasi kelongsoran atau kelongsoran lereng, banyak dilakukan usaha- usaha untuk perbaikan tanah, salah satunya adalah dengan menggunakan perkuatan konstruksi geotekstil woven

•Adalah sediaan cairan (dapat berupa solutio / mixtura / suspensi / emulsi) yang dipakai dengan cara meneteskan, baik sebagai obat dalam maupun obat luar dan harus homogen serta

Dengan de~ikian, Sultan Shalatin Alaiddin Rinyat Syah direst ui oleh para ra j a , para ulama dan para tokoh masyara- kat untuk rnend i rikan dan rnengukuhkan

Definisi analisis sistem menurut Hartono (2005:129) yaitu penguraian dari suatu sistem informasi yang utuh ke dalam bagian–bagian komponennya dengan maksud

Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Silfianah (2015, hlm. 3) yang melakukan wawancara kepada beberapa guru kimia yang mengajar di salah satu SMK kesehatan program

Pengertian pantai migran berasal dari kata migrasi diturunkan dari kata Migrat (Latin) yang berarti ‘pergi dari satu tempat ke tempat lain’ atau juga bermakna ‘bepergian