POTENSI PEMANFAATAN MIKORISA VESIKULAR ARBUSKULAR DALAM PENGELOLAAN KESUBURAN LAHAN KERING MASAM
Lahan kering masam merupakan salah satu jenis lahan marginal dengan produktivitas rendah, mempunyai nilai pH rendah, kandungan hara N, P, K, Mg, dan Ca rendah, Al dan Mn tinggi yang akan menjadi kendala bagi pertumbuhan tanaman. Ketersediaan lahan kering masam di Indonesia masih luas dan berpotensi untuk pengembangan areal tanam tanaman pangan.
Ditinjau dari aspek biologi, lahan ini tergolong miskin mikrobia, rata-rata mempunyai kandungan mikrobia yang rendah, sekitar 29,4x101 - 14,8x104 cfu/gram tanah (Prihastuti, 2007a). Mikorisa vesikular arbuskular banyak ditemukan di lahan kering masam, karena mempunyai kemampuan bertahan hidup pada lahan tersebut. Mikorisa adalah bentuk asosiasi simbiotik antara jamur dengan akar tanaman dalam bentuk jalinan interaksi yang kompleks. Struktur yang terbentuk dari asosiasi ini tersusun secara beraturan dan memperlihatkan spektrum yang sangat luas baik dalam hal tanaman inang, jenis mikorisa maupun penyebarannya (Wilson et. al. 1983).
Berdasarkan bentuk sporanya, setidaknya ada delapan jenis spesies mikorisa di lahan kering masam (Tabel 1). Mikorisa vesikular-arbuskular dapat membentuk resting spore dalam tanah, baik secara tunggal maupun dalam bentuk sporokarp. Spora mikorisa dapat terbentuk pada ujung hifa eksternal dengan ukuran bervariasi antara 100-600 m tergantung pada jenisnya. Dalam kondisi yang tidak menguntungkan, keberadaan mikorisa dapat diamati dalam bentuk spora. Dalam bentuk spora, mikorisa dapat mempertahankan kehidupannya untuk waktu yang cukup lama dan spora dapat berkecambah setelah kondisi lingkungan memungkinkan diawali dengan proses infeksi akar (Bundrett, 2006).
Keberagaman jenis mikorisa di lahan kering masam yang cukup tinggi menunjukkan adanya tingkat kepekaan tanaman inang terhadap infeksi mikorisa yang tinggi pula. Jenis mikorisa yang terdapat pada daerah risosfer didominasi oleh Gigaspora margarita yang ditunjukkan oleh jumlah spora yang lebih besar pada rentang pH tanah 4.35 - 6.00 (Tabel 2). Dengan demikian, apabila hendak mengembangkan pemanfaatan mikorisa perlu diawali dengan melakukan isolasi atau perbanyakan mikorisa jenis Gigaspora margarita atau dengan introduksi jenis ini ke lahan tersebut (Prihastuti, 2007b).
Tabel 1.Mikorisa vesikular arbuskular di lahan kering masam No. Bentuk spora Nama spesies Ciri khas 1. Gigaspora margarita
Spora tunggal di dalam tanah, ukurannya besar, bentuk globos atau subglobos, tidak mempunyai lapisan dinding dalam, tabung kecambah dihasilkan secara langsung dari dinding spora, sel pelengkap berduri dan berdinding tipis.
2. Glomusmos
eae
Spora tunggal pada terminal hifa non-gametangium yang tidak berdiferensiasi di dalam suatu sporokarp, pada saat dewasa spora dipisahkan dari hifa pelekat oleh sebuah sekat, spora bentuk globos, dinding spora terdiri atas lebih dari satu lapis.
3. Glomusvers
iforme
Spora tunggal ataupun berpasangan dua pada terminal hifa non-gametangium yang tidak berdiferensiasi di dalam suatu sporokarp, pada saat dewasa spora dipisahkan dari hifa pelekat oleh sebuah sekat, spora bentuk globos, subglobos, ovoid ataupun obovoid dengan dinding spora terdiri atas lebih dari satu lapis.
4.
Acaulo-spora sp
Spora tunggal di dalam sporokarp, melekat secara lateral pada hifa yang ujungnya menggelembung dengan ukuran yang hampir sama dengan spora, bentuk sporaglobos, subglobos, ellips atau fusiform melebar
5. Endogone
pisiformis
Spora tunggal di dalam sporokarp, bentuk ovoid mempunyai dua suspensor, ukuran spora sedang
6. Smilacinara
cemosa
Spora tunggal dengan bentuk panjang atau pendek dimorphis, 5-8 spora membentuk koloni.
7.
Entropho-spora sp
Spora dihasilkan secara tunggal dari perbesaran tangkai kantung sporogen di dalam tanah, kantung sporogen berdinding tipis, putih padat dan akan menjadi kosong karena isinya dipindahkan ke dalam spora
8.
Scutello-spora sp
Spora tunggal di dalam tanah atau di dalam sel korteks akar, ukuran spora besar, bentuk globos, subglobos, ovoid atau obovoid, dinding spora terdiri dari lebih dua lapis dinding, tabung kecambah dihasilkan dari pelindung kecambah di dekat dasar spora di dinding dalam.
Sumber: Prihastuti (2007b).
Tingkat kemelimpahan mikorisa pada lahan kering masam dapat ditentukan melalui analisis tingkat infeksi akar dan penghitungan spora mikorisa pada daerah perakaran. Tingkat infeksi akar oleh mikorisa dikategorikan cukup tinggi apabila mencapai nilai rata-rata lebih dari 50 %. Tanaman kedelai, kacang tanah, ubi kayu dan ubi jalar mempunyai respon positif terhadap infeksi mikorisa, keadaan ini dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam pengembangan produktivitas tanaman pangan tersebut di lahan kering masam (Tabel 3.). Lahan kering dengan nilai pH masam (4,35-6,00), diketahui mempunyai tingkat infeksi mikorisa pada akar tanaman inang ubi kayu mencapai 90,33 %, ubijalar 84,30 %, kedelai 74,49 %, dan kacang tanah 63,79 % (Tabel 3). Keadaan ini menunjukkan bahwa perbedaan pH tanah tidak terlalu berpengaruh pada tingkat infeksi akar (Prihastuti et. al., 2008). Hal ini menunjukkan bahwa setelah terjadi proses infeksi akar, mikorisa akan berkembang di dalam jaringan akar dengan baik tanpa ada pengaruh oleh pH tanah. Secara umum hal ini menunjukkan bahwa mikorisa di lahan kering masam dapat menginfeksi akar tanaman dan berkembang dengan baik.
Tabel 2. Jenis mikorisa dan kemelimpahannya pada lahan kering masam pH
tanah
Komoditas Jumlah spora /g tanah
Jenis mikoriza Kemelimpahan
4,35 Kedelai 146 Endogonepisiformis Gigaspora margarita Glomusmoseae ++ ++++ ++ Kacang tanah 86 Endogonepisiformis Gigaspora margarita Glomusversiforme Scutellosporasp + ++ ++ +
Ubi kayu 54 Glomusversiforme
Smilacinaracemosa ++ + 4,80 Kedelai 147 Acaulosporasp Glomusmoseae Scutellosporasp ++ +++ + Kacang tanah 20 Gigaspora margarita
Glomusversiforme ++++ ++ Ubi kayu 33 Entrophosporasp Glomusmoseae Glomusversiforme + ++ +++ 5,15 Kedelai 311 Acaulosporasp Gigaspora margarita Glomusmoseae + ++++ ++ Kacang tanah 67 Endogonepisiformis Gigaspora margarita Glomusversiforme Scutellosporasp ++ ++++ ++ ++
Ubi kayu 95 Glomusversiforme
Smilacinaracemosa + 6,00 Kedelai 82 Acaulosporasp Entrophosporasp Gigaspora margarita ++ + +++ Ubi kayu 43 Acaulosporasp Gigaspora margarita Glomusmoseae ++ ++++ +++
Ubi jalar 83 Glomusmoseae
Smilacinaracemosa
++ + Keterangan:
+ = jarang ++ = agak rapat
+++ = rapat ++++ = melimpah
Tabel 3. Tingkat infeksi mikorisa pada rentang pH tanah pada lahan kering masam
Komoditas
Tingkat infeksi akar (%)
pada pH tanah Jumlah Rerata 4,35 4,80 5,15 6,00 Kedelai 56,52 83,33 64,00 94,12 297,70 74,49 Kacang tanah 95,45 86,11 73,58 - 255,14 63,79 Ubi kayu 93,75 85,00 90,90 91,67 361,32 90,33 Ubi jalar - - - 84,30 84,30 84,30 Jumlah 270,09 228,48 254,44 245,72 998,46 312,91 Rerata 90,03 76,16 84,81 81,91 249,62 78,23 Sumber: Prihastuti et.al. (2010)
Jumlah spora yang ditemukan di lahan kering masam mencapai 33–311 spora/g tanah. Rata-rata jumlah spora mikorisa per gram tanah pada perakaran kedelai sebanyak 171 spora, kacang tanah 57 spora, ubi jalar 83 spora dan ubi kayu 56 spora (Tabel 4). Salah satu manfaat spora adalah dapat digunakan sebagai alat perkembangbiakan, maka hal ini merupakan potensi mikorisa vesikular-arbuskular untuk diaplikasikan di lahan kering masam.
Tabel 4. Jumlah spora mikorisa pada beberapa tingkat kemasaman tanah dan jenis tanaman.
Komoditas
Jumlah spora mikorisa (/g tanah)
pada pH tanah Jumlah Rerata 4,35 4,80 5,15 6,00 Kedelai 146 147 311 82 686 171,50 Kacang tanah 89 20 67 - 176 58,67 Ubi kayu 54 33 95 43 225 56,25 Ubi jalar - - - 83 83 83,00 Jumlah 289 200 473 208 1170 369,42 Rerata 96,33 66,67 157,67 79,33 292,50 92,36 Sumber: Prihastuti et.al. (2010)
Pada dasarnya kondisi lingkungan tanah yang cocok untuk perkecambahan biji juga cocok untuk perkecambahan spora mikorisa. Demikian pula kondisi edafik yang dapat mendorong pertumbuhan akar juga sesuai untuk perkembangan hifa. Mikorisa mempenetrasi epidermis akar melalui tekanan mekanis dan aktivitas enzim, yang selanjutnya tumbuh menuju korteks. Infeksi mikorisa dalam sel akar tanaman ditunjukkan dengan terbentuknya vesikula dan arbuskula yang sangat penting peranannya dalam simbiosis antara mikorisa dan tanaman (Wilson and Trinik, 1983). Dengan terbentuknya vesikula dan arbuskula dalam sel tanaman, berarti simbiosis telah terjadi dengan sempurna dan tanaman dapat memanfaatkan hasil kerja mikorisa berupa unsur hara yang diserap dari dalam tanah. Pertumbuhan hifa secara eksternal terjadi jika hifa internal tumbuh dari korteks melalui epidermis. Pertumbuhan hifa secara eksternal tersebut terus berlangsung sampai tidak memungkinnya untuk terjadi pertumbuhan lagi. Hifa eksternal bermanfaat untuk mendukung fungsi reproduksi serta transportasi karbon dan hara lainnya ke dalam spora, selain fungsinya untuk menyerap unsur hara dari dalam tanah yang digunakan oleh tanaman.
Keberadaan mikorisa dalam akar tanaman menyebabkan beberapa perubahan pada morfologi akar secara umum seperti perubahan struktur sel akar dan kepekatan sitoplasma, namun tidak mempengaruhi perubahan fisiologi tanaman inang secara signifikan. Potensi peningkatan penyerapan mineral dari tanah untuk perubahan status nutrisi jaringan inang, pada gilirannya mengubah aspek struktural dan biokimia dari sel-sel akar. Beberapa hal di atas dapat
mengubah permeabilitas membran, sehingga kualitas dan kuantitas akar juga akan semakin meningkat. Mikorisa juga mampu menginduksi perubahan komposisi mikroba risosfer dan pengaruh akhir dari proses tersebut adalah tanaman sehat, lebih mampu menahan tekanan lingkungan dan mentoleransi atau mengurangi efek penyakit tanaman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman yang bermikorisa dapat menyerap pupuk fosfat lebih tinggi hingga 10–27% dibandingkan dengan tanaman yang tidak bermikorisa, yaitu 0,4–13%. Tanaman bermikorisa dapat menghemat penggunaan pupuk nitrogen hingga 50%, pupuk fosfat sebesar 27% dan pupuk kalium mencapai 20%. Akar yang bermikorisa lebih tahan terhadap patogen akar karena adanya lapisan mantel (jaringan hifa) menyelimuti akar dan melindungi akar. Di samping itu, beberapa mikorisa dapat menghasilkan antibiotik yang dapat menyerang bakteri, virus, jamur yang bersifat patogen. Secara tidak langsung mikorisa juga berperan dalam memperbaiki struktur tanah dengan menyelimuti butir-butir tanah, menjadikan stabilitas agregat meningkat dengan adanya gel polisakarida yang dihasilkannya. Pemupukan dengan mikorisa cukup dilakukan sekali selama tanam dan aman bagi lingkungan. Mikorisa merupakan mahluk hidup, maka sejak berasosiasi dengan akar tanaman akan terus berkembang dan selama itu pula berfungsi membantu tanaman (Linderman, 2004).
Mikorisa mempunyai potensi untuk dikembangkan pada lahan kering masam, sehingga dapat memperbaiki ketersediaan hara bagi tanaman di lahan tersebut. Teknologi pemanfaatan mikorisa di lahan kering masam meliputi pemanfaatan inokulum, perbaikan kondisi lahan, dan kesesuaian tanaman inang. Mikorisa mempunyai struktur yang khas yang mencerminkan adanya interaksi fungsional yang saling menguntungkan antara tanaman tertentu dengan satu atau lebih galur mikobion. Beberapa peneliti melaporkan bahwa penggunaan mikorisa memberikan interaksi positif terhadap tanaman inang, antara lain dalam bentuk: (1) meningkatkan penyerapan unsur hara, terutama P, (2) menahan infeksi patogen, (3) toleran terhadap logam berat yang bersifat racun terhadap tanaman, (4) memperbaiki struktur tanah dan tidak mencemari lingkungan, serta (5) pemupukan dilakukan sekali seumur tanaman.
Referensi
Brundrett, M. 2006. Mycorrhizae-mutualistic plant-fungus symbioses. (35 pictures). http://mycorrhiza.ag.utk.edu/
Linderman, R. G. 2004. Role of VAM Fungi in Biocontrol. . In. Pfleger, F. L. and R. G. Linderman (eds). Mycorrhizae and plant health. p. 1-26. APS Press, The American Phytopathological Society, St Paul, Minnesota.
Prihastuti. 2007a. Beberapa jenis beneficial microbe asal lahan kering masam, Lampung Tengah. Bul. Palawija 14 (5): 60-68
________. 2007b. Isolasi dan karakterisasi mikoriza vesikular arbuskular di lahan kering masam, Lampung Tengah. Berkala Penelitian HAYATI 2 (2): 99-106.
________. 2007c. Peluang dan tantangan aplikasi pupuk hayati pada tanaman kacang-kacangan. Agritek 15(3): 617-624.
Prihastuti dan Sudaryono. 2008. Tingkat kemelimpahan mikoriza vesikular arbuskular di lahan kering masam. Prosiding Seminar Nasional Pengendalian Pencemaran Lingkungan Pertanian Melalui Pendekatan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Secara Terpadu, Surakarta, 28 Maret 2006, Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian, Hal. 388-395
________, ____________, dan E. Handayanto. 2010. Keanekaragaman jenis mikoriza vesicular arbuskular dan potensinya dalam pengelolaan kesuburan lahan ultisol. Di dalam: Prihastuti, Sudaryono, Handayanto, editor. SeminarNasional Biologi. [24-25 Sept 2010, Yogyakarta]. Yogyakarta (ID): Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada.
Wilson, J. M. dan Trinik. 1983. Infection development and interaction between VAM fungi. New Phytol. 93: 543-553
___________, _________, and C. A. Parker. 1983. The identification of vesicular-arbuscular mycorrhizal fungi using immunofluorescence. Soil Biol. Biochem, 15: 439-445.