• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diversi Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika (Studi Penetapan Pengadilan Negeri Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Diversi Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika (Studi Penetapan Pengadilan Negeri Medan)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Diversi Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika (Studi Penetapan Pengadilan Negeri Medan)

Faomasi Laia

1

, Madiasa Ablisar

2

, Marlina

3

, Edy Ikhsan

4

1,2,3

Prgogram Studi Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara

E-mail: faomasi01@gmail.com (CA)

Abstrak

Pengaturan hukum mengenai diversi bagi anak yang melakukan tindak pidana tersebut tertuang dalam beberapa peraturan perundang-undangan, peraturan pemerintah, peraturan Mahkamah Agung yang mengatur tata cara penyelenggaraan diversi bagi anak yang melakukan tindak pidana. Dalam Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang telah dijelaskan tentang diversi, yaitu sebagaimana dalam Pasal 1 angka 7 disebutkan bahwa diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Dari penelitian ini dapat diketahui, dasar hukum diversi diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Diversi dan Penanganan Anak yang Tidak Berusia 12 (dua belas) tahun. tahun, dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak. Dan dalam peraturan perundang-undangan tersebut, tujuan diversi tertuang dalam pasal 6 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012, yaitu: mencapai perdamaian antara korban dan anak, menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan, mencegah anak dirampas kemerdekaannya, mendorong masyarakat untuk berpartisipasi, dan menanamkan rasa tanggung jawab pada anak.

Kata Kunci: Sistem Peradilan Pidana Anak, Pengalihan, Kejahatan.

Abstract

The legal arrangements regarding diversion for children who have committed criminal acts are contained in several laws and regulations, government regulations, regulations of the Supreme Court which have regulated the procedures for implementing diversion for children who have committed criminal acts. In Law Number 11 of 2012 concerning the Juvenile Criminal Justice System, which has explained about diversion, namely as in Article 1 point 7 states that diversion is the transfer of settlement of juvenile cases from the criminal justice process to processes outside of criminal justice The results of this research can be seen, the legal basis for diversion is regulated in Law Number 11 of 2012 concerning the Criminal Justice System for Children, Government Regulation Number 65 of 2015 concerning the Implementation of Diversion and Handling of Children who are not 12 (twelve) years old, and Regulations Supreme Court Number 4 of 2014 concerning Guidelines for the Implementation of Diversion in the Juvenile Criminal Justice System. And in these laws and regulations, the objectives of diversion are stated in article 6 of Law Number 11 of 2012, namely:

achieving peace between victims and children, resolving cases of children outside the judicial process, preventing children from being deprived of liberty, encouraging the public to participate , and instill a sense of responsibility in children..

Keywords:

Juvenile Criminal Justice System, Diversion, Crime.

Cara Sitasi:

Laia, Faomasi, dkk. (2021), “Diversi Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika (Studi Penetapan Pengadilan Negeri Medan)”, IURIS STUDIA: Jurnal Kajian Hukum Vol. 2 No. 1, Pages 89-95

http://jurnal.bundamediagrup.co.id/index.php/iuris

ISSN ONLINE: 2745-8369

(2)

A. Pendahuluan

Salah satu dasar pertimbangan mengapa UU N0. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dibutuhkan adalah bahwa UU No. 3 tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat karena belum secara komprehensif memeberikan perlindungan kepada anak yang berhadapan dengan Hukum. Dua hal penting yang yang mendapat tempat istimewa dalam UU SPPA adalah apa yang disebut dengan Keadilan Restoratif dan Diversi. Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan. Diversi bertujuan untuk mencapai perdamaian antara korban dan anak, menyelesaikan perkara anak diluar proses peradilan, menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan, mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dan menanamkan rasa tanggung jawab anak.

Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah Bangsa dan Negara. Agar kelak mampu bertanggung jawab dalam keberlangsungan bangsa dan Negara, setiap anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, maupun sosial. anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak.

1

Agar perlindungan anak berjalan dengan baik, maka menganut prinsip “the best interests of the child” artinya pendekatan “ kesejahteraan” dapat dipakai sebagai dasar filosofis penanganan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum.

2

Berdasarkan uraian di atas maka dapat diketahui fokus permasalahan pada penelitian ini adalah Bagaimana Pengaturan Hukum Diversi Terhadap Anak yang telah melakukan Tindak Pidana?

Bagaimana Penerapan Diversi Terhadap Anak yang telah melakukan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika di Pengadilan Negeri? Apa Hambatan dan Upaya dalam penetapan Diversi yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Medan Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana dalam Konteks Perlindungan Hukum? Penelitian ini merupakan penelitian normatif melalui penyusunan asas-asas hukum, baik dari data sosial maupun dari data hukum positif tertulis, merumuskan definisi hukum.

3

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mengikat atau yang membuat masyarakat dapat dimaklumi, termasuk produk hukum yang menjadi bahan kajian dan produk hukum sebagai alat bantu pembentuk hukum.kritik. Bahan hukum sekunder meliputi penjelasan bahan hukum primer di dalam bentuk doktrin ahli yang ditemukan di buku, jurnal, dan situs web.

4

B. Pembahasan

1. Pengaturan Hukum Diversi Terhadap Anak Yang Telah Melakukan Tindak Pidana Diversi adalah pengalihan perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Berdasarkan pasal 6 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak disebutkan bahwa Diversi bertujuan untuk mencapai perdamaian antara korban dan anak, penyelesaian perkara anak di luar proses peradilan, menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan, mendorong masyarakat untuk berpartisipasi, dan menamkan rasa tanggung jawab kepada anak. Menurut pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, menentukan bahwa pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara anak di pengadilan negeri wajib diupayakan Diversi. Tindakan diversi menurut Barda Nawawi Arif merupakan suatu mekanisme yang memungkinkan anak dialihkan dari proses peradilan menuju proses pelayanan sosial lainnya. Penerapan diversi disemua tingkat pemeriksaan akan mengurangi dampak negative keterlibatan anak dalam proses peradilan pidana anak.

Sistem peradilan pidana anak (Juvenile Criminal Justice System) adalah segala unsur sistem peradilan pidana yang terkait di dalam penanganan kasus-kasus kenakalan anak. Ada 2 (dua) kategori perilaku anak yang membuat ia berhadapan dengan hukum, yaitu :

1

Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Refika AditamaCetakan Kedua, (2012), p. 33.

2

Abintoro Prakoso, Pembaruan Sistem Peradilan Pidana, Aswaja PressindoEdisi Revisi, (2016), p. 11.

3

Rahmat Ramadhani dan Ummi Salamah Lubis, “Opportunities and Challenges for the Badan Pertanahan Nasional (BPN) in Handling Land Cases in the New Normal Era” Legality: Jurnal Ilmiah Hukum 29, No. 1, (2021): p. 3.

4

Rahmat Ramadhani dan Rachmad Abduh, “Legal Assurance of the Land Registration Process in the Pandemic Time of

Covid-19” Budapest International Research and Critics Institute-Journa 4, No. 1, (2021): p. 349 .

(3)

a. Status Offender adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang dewasa tidak dianggap sebagai kejahatan, seperti tidak menurut, membolos sekolah atau kabur dari rumah

b. Juvenile Delinquency adalah perilaku kenakalan anak yang apaabila dilakukan oleh orang dewasa dianggap kejahatan atau pelanggaran hukum.

5

Berdasarkan pasal 1 angka 1 UU No. 11 tahun 2012, menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana. Menurut Setyo Wahyudi, mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan Sistem Peradilan Pidana Anak adalah sistem penegakan hukum peradilan pidana anak yang terdiri atas subsistem penyidikan anak, subsistem penuntutan anak, subsistem pemeriksaan hakim anak, dan subsistem pelaksanaan sanksi hukum pidana anak yang berlandaskan hukum pidana materiil anak dan hukum pidana formal anak dan hukum pelaksanaan sanksi hukum pidana anak.

6

Berdasarkan PP Nomor 65 Tahun 2015 yang telah menjelaskan dan mengatur tentang pedoman pelaksanaan Diversi dan proses dalam menghasilkan Surat Kesepakatan Diversi dengan menentukan bahwa melibatkan anak, orang tua/walinya, korban atau anak korban dan sekaligus dengan didampingi oleh pembimbing kemasyarakatan dan pekerja sosial profesional sehinga anak yang berkonflik dengan hukum benar-benar mendapatkan perlindugan khusus dan proses pemeriksaan dengan mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak. Dengan demikian yang dimaksud dengan Surat Kesepakatan Diversi adalah hasil yang diperoleh dari musyawarah Diversi yang memuat hak dan kewajiban para pihak yang tidak melanggar ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. Menurut ketentuan Pasal 3 PERMA Nomor 4 tahun 2014, telah menegaskan bahwa Hakim anak wajib mengupayakan diversi dalm hal anak didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara dibawah 7 (tujuh) tahun dan didakwa pula dengan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih dalam bentuk surat dakwaan subsidaritas, alternative dan kumulatif maupun kombinasi (gabungan).

2. Penerapan Diversi Terhadap Anak Yang Telah Melakukan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Di Pengadilan Negeri Medan

Diversi bertujuan untuk mencapai perdamaian antara korban dan anak, menyelesaikan perkara anak diluar proses peradilan, menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan, mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dan menanamkan rasa tanggung jawab anak.

7

Oleh karena itu hal yang diangkat dan dianalisis dalam tulisan ini adalah pengaturan diversi terhadap anak yang terlibat dalam tindak pidana penyalahgunaan Narkotika. Pelaksanaan konsep diversi bertujuan menghindarkan anak dari stigma negative Sistem Peradilan Pidana Anak, menghindarkan anak terjerat dalam sistem peradilan pidana anak dan menghilangkan label penjahat terhadap anak yang telah terlanjur menjadi pelaku tindak pidana narkotika.

8

Adapun diversi yang berhasil di pengadilan negeri medan diantaranya:

a. Penetapan Nomor 31 / Pid.Sus-Anak / 2017 / PN. Mdn b. Penetapan Nomor 51/Pid.Sus-Anak/2017/PN. Mdn c. Penetapan Nomor 45/Pid.Sus-Anak/2017/PN. Mdn d. Penetapan Nomor 22/Pid.Sus-Anak/2016/PN. Mdn

Berdasarkan sejumlah contoh kasus yang telah diuraikan diatas dapat kita menganalisa bahwa masih sedikit perkara anak yang berhasil dilakukan diversi terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak. Namun analisis secara hukum dapat dilihat bahwa pelaksanaan diversi dalam perkara anak tersebut dalam penetapan Hakim sebagai fasilitator Diversi dalam melakukan diversi telah

5

Harrys Pratma Teguh, Teori dan Praktek Perlindungan Anak dalam Hukum Pidana, Yogyakarta: Andi, (2018), p. 81.

6

R. Wiyono, Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, Sinar Grafika, (2016), p. 21.

7

Edy Ikhsan, dkk, Diversi dan Keadilan Restoratif Pembaharuan Sistem Perdilan Pidana Anak. Medan, Yayasan Pusaka Indonesia, Cetakan Pertama, (2014), p. 25.

8

Mita Dwijayanti, “Penetapan Diversi Terhadap Anak Yang Terlibat Narkotika”, Jurnal Perspektif Hukum, Vol. 17 No. 2,

November (2017).

(4)

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-Undangan khususnya yang telah diatur dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak. Berdasarkan peraturan tersebut belum efektifitas pelaksanaannya dalam melakukan diversi bagi anak yang melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika, dan juga dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak belum sepenuhnya mengatur jika anak yang melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika tersebut disediakan tempat khusus untuk dilakukan pengobatan / rehabilitas, maka Pemerintah dalam hal ini harus menyediakan sarana untuk itu demi kepentingan terbaik anak.

Berdasarkan beberapa contoh kasus yang dipilih penulis sebagaimana telah diuraikan diatas adalah dimana kasus tersebut penetapan Pengadilan Negeri Medan yang telah berhasil diversi dalam tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh anak, dengan alasan mengapa bisa berhasil diversinya yaitu karena telah tercapainya kesepakatan diversi dengan musyawarah yang melibatkan anak, orang tua / wali anak, pembimbng kemasyarakatan, Penasihat Hukum, Pekerja Sosial Profesional, dan tokok masyarakat dan pihak lain yang terlibat dalam melakukan diversi bagi anak. Dan juga contok kasus yang diangkat dengan tahun 2017 oleh penulis adalah karena pada saat melakukan penulisan tesis ini, ketika melakukan permintaan berkas pada Pengadilan Negeri Medan yang hanya tersedia berkas lengkap dalam arsip adalah contoh kasus yang sebagaimana telah diuraikan diatas. Proses diversi dalam perkara tindak pidana yang dilakukan oleh anak sebagaimana yang telah diatur dalam Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 (dua belas) tahun, dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidan Anak, dengan tujuan menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan, mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dan juga sekaligus menanamkan rasa tanggung jawab bagi anak untuk menghindari akibat negative bagi anak pelaku tindak pidana dengan mendorong menjauhkan anak dari upaya pembalasan dalam proses peradilan pidana.

Pelaksanaan diversi terhadap anak yang melakukan tindak pidana wajib memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak dengan segala pengambilan keputusan harus selalu mempertimbangkan kelangsungan hidup dan tumbuh kembangnya anak. Oleh karena itu akibat yang timbul dalam tindak pidana yang dilakukan anak dengan tidak dilaksanakan diversi yaitu menjakankan pidana dimana seharusnya pemidanaan bagi anak adalah upaya terakhir, untuk itu diharapkan dalam perkara tindak pidana yang dilakukan oleh anak memberi perhatian dan penanganan khusus, dan juga perlindungan bagi anak. Berdasarkan hal tersebut diatas maka lebih mengutamakan kepentingan terbaik anak, baik sebagai anak yang berkonflik dengan hukum (pelaku tindak pidana) ataupun anak korban tindak pidana. Oleh sebab itu sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, menetukan bahwa pidana penjara terhadap anak adalah sebagai upaya terakhir, jadi perlu mengedepankan pembinaan atau pelatihan kerja sesuai dengan kadar kesalahan anak, kecuali keadaan dan perbuatan anak membahayakan masyarakat. Berdasarkan uraian sejumlah contoh kasus yang berhasil dilakukan diversi tersebut jika dilihat dari segi Peraturan Perundang-undangan sebaagaimana diamanhkan atau diatur dalam UUSPPA dan peraturan lainnya, yaitu sebagaimana yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi bagi anak yang telah menentukan kewajiban untuk melaksanakan diversi dan juga mengatur bagaimana proses diversi tersebut.

3. Hambatan dan Upaya Penyelesaian Dalam Penetapan Diversi Yang Dilakukan Oleh Pengadilan Negeri Medan Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika

Menurut Riana Br. Pohan, Hakim Anak di Pengadilan Negeri Medan yang sering bertugas

sebagai Hakim anak dan sekaligus Hakim Fasilitator Diversi, faktor penghambat pelaksanaan diversi

dalam penyelesaian tindak pidana yang dilakukan oleh anak di tingkat pengadilan adalah dengan

adanya perbedaan persepsi mengenai makna keadilan oleh para pelaku diversi, baik dari pihak korban

dan / atau keluarganya, pelaku dan / atau keluarganya. Berdasarkan hal tersebut diatas maka dalam

melakukan upaya diversi jika terkait dalam hal untuk mencapai kesepakatan diversi dengan adanya

persetujuan korban maka yang biasanya pernah dialami oleh fasilitator diversi di Pengadilan Negeri

Medan terbentur pada jumlah ganti rugi yang akan dimintakan atau ditentukan oleh pihak korban dan /

atau keluarganya anak korban. Jika dalam perkara tanpa korban maka terkendala dalam menghadirkan

pihak-pihak yang terkait seperti orang tua/wali, Bapas,tokoh masyarakat, skarena itu perlu pemahaman

(5)

bagi masyarakat bahwa upaya diversi adalah untuk membina anak dan pemidanaan adalah upaya terakhir bagi anak yang telah melakukan tindak pidana.

9

Hambatan yang dialami oleh Fasilitator Diversi dalam pelaksanaan diversi terhadap anak sering terkendala bahwa anak mau ditempatkan dimana karena di medan belum mempunyai tempat pelatihan kerja khusus untuk itu yang disediakan oleh Pemerintah, karena tidak ada tempat yang ditentukan untuk pelatihan anak ketika diversinya berhasil untuk memperoleh pelatihan/keterampilan kerja dalam waktu yang telah ditentukan sebagaimana dalam kesepakatan diversi.Kemudian yang menjadi salah satu hambatan dalam melaksanakan diversi dikerenakanmenghadirkan orang tua, tokoh masyarakat dan pihak-pihak yang terkait sebagaimana dalam SPPA sangat susah untuk dihadirkan dalam proses diversi.

10

Upaya diversi terhadap anak yang melakukan tindak pidana narkotika atau yang melakukan tindak pidana lain yang ancaman hukumannya 7 (tujuh) tahun ke bawah menurut Hakim pada Pengadilan Negeri Medan, Riana Br. Pohan, yaitu proses diversi dalam perkara tindak pidana anak dilaksanakan dengan mempedomani Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2015 melalui mekanisme sebagai berikut:

a. Menetapkan waktu musyawarah dilakukannya diversi diruang diversi dan memerintahkan agar anak di dampingi penasihat hukum anak, petugas pembimbing kemasyarakatan dan orang tua / wali anak

b. Hakim mengupayakan diversi, dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal Ketua Pengadilan Negeri menetapkan hakim, Hakim menawarkan kepada anak dan / atau orang tua / wali, serta koban atau anak korban dan / atau orang tua / wali untuk menyelesaikan perkara melalui Diversi.

c. Proses diversi dapat dilakukan terhadap tindak pidana dengan korban atau tanpa korban.

d. Proses diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan anak dan orang tua / walinya, korban atau anak korban dan / atau orag tua / walinya, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial professional atau tokoh masyarakat atau tokoh agama berdasarkan pendekatan keadilan restorative dengan mendengar dan mempertimbangkan rekomendasi pembimbing kemasyarakatan.

e. Proses diversi wajib memperhatikan : kepentingan korban, kesejahteraan dan tanggung jawab anak, penghindaran stigma negatif, penghindaran pembalasan, keharmonisan masyarakat, kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum.

f. Seluruh proses pelaksanaan diversi dicatat dalam berita acara diversi.

g. Hasil kesepakatan diversi dituangkan dalam bentuk surat kesepakatan diversi.

h. Jika musyawarah kesepakatan diversi mencapai kesepakatan, hasil kesepakatan diversi diajukan oleh hakim untuk ditetapkan dengan penetapan Ketua Pengadilan Negeri yang meliputi tempat kejadian perkara atau tempat kesepakatan diversi dibuat.

i. Ketua Pengadilan Negeri menerbitkan penetapan kesepakatan diversi termasuk menetapkan status barang bukti, penetapan tersebut disampaikan kepada Penuntut Umum dan Pembimbing Kemasyarakatan dalam jangka waktu 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal penetapan, hakim sebagai fasilitator mengingatkan para pihak melaksanakan kesepakatan diversi.

j. Pembimbing kemasyarakatan melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan pelaksanaan kesepakatan diversi.

k. Pembimbing kemasyarakatan membuat laporan pelaksanaan kesepakatan diversi kepada Ketua Pengadilan Negeri.

l. Ketua pengadilan negeri memerintahkan hakim untuk menerbitkan penetapan penghentian pemeriksaan perkara berdasarkan pelaksanaan kesepakatan diversi.

11

Menurut Somadi, Hakim Anak di Pengadilan Negeri Medan Upaya yang dilakukan oleh fasilitator Diversi dalam melaksanakan Diversi terhadap anak yang telah melakukan tindak pidana yaitu memerintahkan menghadirkan pihak-pihak sebagaimana dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, Peraturan Pemerintah, Peratuaran Mahkamah Agung, yaitu Pembimbing

9

Hasil wawancara dengan Ibu Riana Br. Pohan, Hakim Pengadilan Negeri Medan, Tanggal 23 April 2020, Jam 09.00 Wib.

10

Hasil Wawancara dengan Bapak Somadi, Hakim Pengadilan Negeri Medan, Tanggal 26 Juni 2020. Jam 08. 45 Wib.

11

Hasil Wawancara dengan Bapak Somadi, Hakim Pengadilan Negeri Medan, Tanggal 26 Juni 2020. Jam 08. 45 Wib.

(6)

Kemasyarakatan, orang tua, Penasihat Hukum, Pekerja sosial yang Profesional tokoh masyarakat.

12

Sistem Peradilan Pidana Anak yang diperuntukkan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum tetap memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak tanpa merampas hak asasi anak dan supaya anak tidak mendapatkan stigmatisasi negatif dari adanya proses peradilan.

13

C. Penutup

Pengaturan hukum Diversi terhadap anak yang telah melakukan tindak pidana di indonesia telah memadai dalam memberikan perlindungan hukum yaitu sebagaimana dengan lahirnya Sistem peradilan pidana anak (Juvenile Justice System) adalah segala unsur sistem peradilan pidana yang terkait di dalam penanganan kasus-kasus kenakalan anak. Penerapan diversi terhadap anak yang telah melakukan tindak pidana di pengadilan negeri medan yaitu tetap berpedoman dengan UU RI No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 Jo.

PERMA No. 4 tahun 2014 tentang pedoman proses pelaksanaan diversi dalam sistem peradilan pidana anak. Hambatan Fasilitator Diversi dalam melakukan diversi yaitu jika tindak pidana tanpa korban terkendala dalam menghadirkan orangtua/wali dan pihak-pihak terkait sangat susah dan juga ada orang tua yang minta agar tidak dilaksanakan diversi terhadap anaknya dikarenakan anak bandel.

Kemudian hambatan lainnya adalah tempat untuk pelatihan kerja fasilitas pendukung yang disediakan oleh Pemerintah belum ada sehingga bagi fasilitator diversi agak kesulitan dalam hal anak ditempatkan dimana untuk memperoleh pelatihan dan keterampilan kerja. Upaya Fasilitator Diversi dalam melaksanakan Diversi yaitu memerintahkan menghadirkan orang tua/wali anak dan pihak-pihak terkait sebagaimana yang telah diatur dalam UU SPPA, Peraturan Pemerintah, Peraturan Mahkmah Agung jika terkait dalam hal untuk melakukan diversi agar tercapai kesepakatan diversi.

Disarankan Terhadap peraturan perundang-undangan tentang sistem peradilan pidana anak ini dengan menerapkan anak wajib dilakukan Diversi terhadap anak yang melakukan tindak pidana agar tetap berpedoman dengan UU, Peraturan Pemerintah, Peraturan Mahkamah Agung yang telah mengatur tentang prosedur pelaksanaan diversi terhadap anak. Disarankan Untuk melakukan proses diversi terhadap anak, melibatkan anak dan orangtua / wali, korban, Bapas, pekerja sosial profesional, tokoh masyarakat dan pekerja lainnya yang berkaitan, maka terlebih dahulu sebagai aparat penegak hukum agar memahami perlindungan hukum terhadap anak dengan pendekatan keadilan restoratif dalam hal untuk menghilangkan rasa stigma terhadap anak yang berhadapan dengan hukum.

Disarankan berdasarkan Hambatan dalam Pelaksanaan diversi yang dilakukan oleh Hakim sebagai Fasilitator Diversidengan banyak mengalami kendala maka diwajibkan diberikan pemahaman bagi masyarakat oleh aparat penegak hukum dengan cara melakukan sosialisasi.

Daftar Pustaka

Dwijayanti, Mita. (2017). “Penetapan Diversi Terhadap Anak Yang Terlibat Narkotika”, Jurnal Perspektif Hukum, Vol. 17 No. 2, November.

Ikhsan, Edy, dkk. (2014). Diversi dan Keadilan Restoratif Pembaharuan Sistem Perdilan Pidana Anak. Medan, Yayasan Pusaka Indonesia, Cetakan Pertama.

Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Refika AditamaCetakan Kedua, (2012), p. 33.

Prakoso, Abintoro. (2016). Pembaruan Sistem Peradilan Pidana, Aswaja Pressindo Edisi Revisi.

Ramadhani, Rahmat dan Ummi Salamah Lubis. (2021). “Opportunities and Challenges for the Badan Pertanahan Nasional (BPN) in Handling Land Cases in the New Normal Era” Legality: Jurnal Ilmiah Hukum 29, No. 1.

Ramadhani, Rahmat dan Rachmad Abduh. (2021). “Legal Assurance of the Land Registration Process in the Pandemic Time of Covid-19” Budapest International Research and Critics Institute-Journa 4, No. 1.

12

Hasil Wawancara dengan Bapak Somadi, Hakim Pengadilan Negeri Medan, Tanggal 26 Juni 2020. Jam 08. 45 Wib.

13

Fiska Ananda, “Penerapan Diversi Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana”, Jurnal

Daulat Hukum Vol. 1. No. 1. Maret 2018.

(7)

Teguh, Harrys Pratma. (2018). Teori dan Praktek Perlindungan Anak dalam Hukum Pidana, Yogyakarta: Andi.

Wiyono, R. (2016). Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, Sinar Grafika.

Referensi

Dokumen terkait

Latar belakang penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penilaian prestasi kerja yang terdiri dari aspek-aspek yang dinilai, penilai, metode penilaian dan umpan

Aktifitas yang baik seperti halnya membaca Al-Qur’an, menabur bunga, berdoa kepada Allah swt, dimana aktifitas ini jika dilakukan dengan benar akan membawa

Dalam Gambar 4.13 Form Registrasi Kamar, terdapat 5 bagian yaitu bagian paling atas / header yang menunjukkan fungsi aplikasi yang berjalan saat ini (registrasi kamar),

Ada perubahan konstruksi dari gabungan verba + nomina dalam bahasa Inggris menjadi satu kata verba yaitu refined.. (b) Kata majemuk berafiks yang pangkalnya berupa bentuk

Dalam lingkungan sekolah, pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga

Kepala Seksi Bina Satuan Linmas atau Kepala Seksi Bina Potensi Masyarakat membuat nota dinas dan konsep surat pemberitahuan Pembinaan dan Pemberdayaan Satuan Linmas atau

[r]

− Direktorat Statistik Kependudukan dan ketenagakerjaan − Direktorat Statistik Kesejahteraan Rakyat − Direktorat Statistik Ketahanan Sosial Laporan Monitoring Kinerja BPS