• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN AKTIF DENGAN METODE PEER LESSON UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN AKTIF DENGAN METODE PEER LESSON UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA."

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... ...xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... ... ...1

B. Rumusan Masalah... ... ...9

C. Tujuan Penelitian ... ...10

D. Manfaat Penelitian ... ...11

E. Definisi Operasional ... ...12

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pemahaman Matematis ...14

B. Komunikasi Matematis ...19

C. Strategi Permbelajaran Aktif ...21

D. Pembelajaran Aktif Tipe Peer Lesson ...27

E. Teori Belajar yang Mendukung ...32

F. Sikap Siswa Terhadap Pembelajaran ...35

G. Penelitian yang Relevan ...36

(2)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian...39

B. Populasi dan Sampel Penelitian ...41

C. Instrumen Penelitian...42

D. Analisis Uji Coba ...45

E. Pengembangan Bahan Ajar ...53

F. Analisis Data Penelitian ...54

G. Waktu Penelitian...61

H. Prosedur Penelitian ...62

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ...63

1. Hasil Pengolahan Data Kemampuan Pemahaman Matematis...64

2. Hasil Pengolahan Data Kemampuan Komunikasi Matematis …...71

3. Hasil Pengolahan Skala Sikap Siswa …...79

4. Aktivitas Guru dan Siswa selama Pembelajaran….….…..90

B. Pembahasan ...103

1. Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis...103

2. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis...107

3. Sikap siswa...112

4. Aktivitas Guru dan Siswa...112

C. Keterbatasan...114

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN D. Kesimpulan ...116

E. Saran ...117

(3)

LAMPIRAN-LAMPIRAN:

LAMPIRAN A ...124

LAMPIRAN B ...193

LAMPIRAN C ...209

LAMPIRAN D ...226

LAMPIRAN E ...238

(4)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 3.1 Pedoman Pemberian Skor Pemahaman Matematis ... 44

Tabel 3.2 Pedoman Pemberian Skor Komunikasi Matematis ... 45

Tabel 3.3 Koefisien Korelasi Validitas ... 46

Tabel 3.4 Interpretasi Uji Validitas Tes Kemampuan Pemahaman Matematis ... 47

Tabel 3.5 Interpretasi Uji Validitas Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 47

Tabel 3.6 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas ... 48

Tabel 3.7 Klasifikasi Daya Pembeda ... 49

Tabel 3.9 Daya Pembeda Tes Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis ... 50

Tabel 3.10 Kriteria Tingkat Kesukaran Soal Tes ... 51

Tabel 3.11 Tingkat Kesukaran Instrumen Tes Kemampuan Pemahaman dan Komunikas Matematis ... 51

Tabel 3.12 Kriteria Indeks gain Ternormalisasi ... 55

Tabel 3.13 Jadwal Kegiatan Penelitian ... 61

Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa ... 64

Tabel 4.2 Rataan Pretes dan Postes Kemampuan Pemahaman Matematis ... 65

Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Skor Pretes dan Postes Kemampuan Pemahaman Matematis ... 66

(5)

Tabel 4.5 Hasil Uji Kesamaan Rataan Pretes Kemampuan Pemahaman

Matematis ... 67

Tabel 4.6 Rataan dan Deviasi Standar Gain Kemampuan Pemahaman

Matematis ... 68 Tabel 4.7 Uji Normalitas N-Gain Kemampuan Pemahaman Matematis ... 69 Tabel 4.8 Uji Homogenitas N-Gain Kemampuan Pemahaman Matematis ... 69 Tabel 4.9 Hasil Uji Perbedaan Rataan N-Gain Kemampuan Pemahaman

Matematis Siswa ... 70

Tabel 4.10 Statistik Deskriptif Kemampuan Komunikasi Matematis ... 72 Tabel 4.11 Rataan Pretes dan Posttes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 72 Tabel 4.12 Hasil Uji Normalitas Skor Pretes dan Postes Kemampuan

Komunikasi Matematis ... 73 Tabel 4.13 Hasil Uji Homogenitas Skor Pretes dan Postes Kemampuan

Komunikasi Matematis ... 74 Tabel 4.14 Hasil Uji Kesamaan Rataan Pretes Kemampuan Komunikasi

Matematis ... 74 Tabel 4.15 Rataan dan Deviasi Standar Gain Kemampuan Komunikasi

Matematis ... 75 Tabel 4.16 Uji Normalitas N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematis ... 76 Tabel 4.17 Uji Homogenitas N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematis ... 77 Tabel 4.18 Hasil Uji Perbedaan Rataan N-Gain Kemampuan komunikasi

Matematis Siswa ... 78

Tabel 4.19 Distribusi Sikap Siswa terhadap Pelajaran Matematika ... 80

(6)

Tabel 4.24 Hasil uji-t sikap Siswa terhadap Pembelajaran dengan Peer Lesson .. 85 Tabel 4.25 Sikap Siswa terhadap Soal-soal Kemampuan Pemahaman dan

Komunikasi Matematis ... 86 Tabel 4.26 Uji Normalitas Sikap Siswa terhadap Soal-soal Kemampuan

Pemahaman dan Komunikasi Matematis ... ..87 Tabel 4.27 Hasil Uji-t Sikap Siswa terhadap Soal-soal Kemampuan

Pemahaman dan Komunikasi Matematis ... 87 Tabel 4.28 Hasil Uji Hipotesis Sikap siswa ... 88 Tabel 4.29 Hasil Uji Hipotesis Penelitian ... 89 Tabel 4.30 Hasil Pengamatan Aktivitas Guru selama Pembelajaran aktif

dengan metode Peer Lesson ... 97 Tabel 4.31 Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa selama Pembelajaran aktif

(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 3.1 Prosedur Penelitian ... 62

Gambar 4.1 Aktivitas Siswa dalam Menyiapkan Bahan Ajar Presentasi ... 92

Gambar 4.2 Aktivitas Siswa dalam Presentasi dengan Media Gambar ... 93

Gambar 4.3 Aktivitas Siswa dalam Presentasi dengan Ms. Power Point ... 93

Gambar 4.4 Aktivitas Siswa dalam Berdiskusi dalam Kelompoknya ... 94

Gambar 4.5 Aktivitas Siswa dalam Mengerjakan Lembar Kegiatan Pembelajaran ... 94

Gambar 4.6 Aktivitas Siswa dalam Mengungkapkan Hasil Temuan ... 95

Gambar 4.7 Persentase Aktivitas Guru dalam Pembelajaran ... 98

Gambar 4.8 Persentase Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran ... 101

Gambar 4.9 Jawaban Postes Siswa Kelas Eksperimen dalam Kemampuan Pemahaman Matematis ... 106

Gambar 4.10 Jawaban Postes Siswa Kelas Kontrol dalam Kemampuan Pemahaman Matematis ... 106

Gambar 4.11 Jawaban Postes Siswa Kelas Kontrol dalam Kemampuan Komunikasi Matematis ... 109

Gambar 4. 12 Jawaban Postes Siswa Kelas Eksperimen dalam Kemampuan Komunikasi Matematis (1) ... 110

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran A Instrumen Penelitian ... 124

A.1 Silabus ... 142

A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 159

A.3 Lembar Kerja Siswa ... 188

A.4 Kisi-kisi Tes Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis ... 250

A.5 Naskah Soal Tes Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis ... 252

A.6 Kunci Jawaban Tes Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis ... 258

A.7 Kisi-kisi Angket Skala Sikap Siswa ... 260

A.8 Angket Skala Sikap Siswa ... 261

A.9 Lembar Observasi Aktivitas Guru dan siswa ... 264

Lampiran B Analisis Uji Coba Tes Matematika ... 224

B.1 Skor Uji Coba Tes Pemahaman Matematis ... 250

B.2 Skor Uji Coba Tes Komunikasi Matematis ... 252

B.3 Perhitungan Hasil Uji Coba dengan Ms. Excel 2007 ... 254

B.4 Perhitungan Hasil Uji Coba dengan Program Anates 4.0 ... 254

Lampiran C Analisis Data Hasil penelitian ... 243

C.1 Data Hasil Pretes ... 261

C.2 Data Hasil Postes ... 264

C.3 Data Gain Ternormalisasi ... 266

C.4 Perhitungan Data dan Uji Statistik ... 266

Lampiran D Analisis Data Skala Sikap dan Observasi ... 259

D.1 Data Skala Sikap Kelas Eksperimen ... 272

(9)

D.3 Data Hasil Observasi Pelaksanaan Pembelajaran ... 273

Lampiran E Unsur-unsur Penunjang Penelitian ... 259

E.1 Surat Izin Penelitian ... 272

(10)

RIWAYAT HIDUP

Menempuh pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri Cibeureum II Tasikmalaya, lulus

pada tahun 1986. Pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 4 Tasikmalaya

lulus pada tahun 1989. Kemudian menempuh pendidikan Sekolah Menengah Atas di

SMA Negeri 1 Tasikmalaya dan lulus pada tahun 1992. Selanjutnya menempuh

pendidikan tingkat Sarjana di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

(FMIPA) Jurusan Statistika Universitas Padjadjaran Bandung dan lulus pada tahun 1998.

Pada tahun 2006 menempuh pendidikan Akta IV di Universitas Negeri Jakarta dan lulus

pada tahun 2007. Kemudian pada tahun 2010 melanjutkan pendidikan ke jenjang

Pascasarjana Program Studi Matematika Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) di

Bandung.

Pengalaman sebagai seorang guru dimulai dengan mengajar di Pusat Bimbingan

Belajar Nurul Fikri Jakarta pada tahun 1999, selanjutnya pada tahun 2002 mengajar di

SMP Tamansiswa Matraman Jakarta dan tahun 2006 menjabat sebagai staf kurikulum di

sekolah yang sama. Pada tahun 2004 mengajar di SMP Negeri 228 Jakarta dan SMK

Negeri 39 Jakarta. Kemudian sekarang bertugas di SMP Negeri 228 Jakarta.

Rina Mariana, lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat pada

tanggal 8 Januari 1974, merupakan anak ketiga dari tiga

bersaudara dari pasangan suami istri Bapak Ikin Turyaman

dan Ibu Oneng Yuliani. Menikah dengan dr. siswandi pada

tanggal 27 Februari 1999 dan telah dikaruniai empat orang

anak, yaitu: Ichram Arasy Siswandi (12 tahun), Ichsan

Ghifari Siswandi (11 tahun), Adinda Fadhilla Ramadhani

Siswandi (8 tahun), dan Anindya Zhufaira Putri Siswandi

(1tahun).

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembelajaran merupakan upaya untuk mengarahkan peserta didik ke dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan. Pembelajaran matematika merupakan bentuk pendidikan pada mata pelajaran matematika yang diimplementasikan pada jenjang pendidikan dasar hingga menengah, yaitu salah satu bentuk pendidikan yang menggunakan matematika sebagai wahana pendidikan untuk mencapai tujuan (Soedjadi, 2000: 6).

Departemen Pendidikan Nasional (2006: 46) menyatakan pembelajaran matematika pada pendidikan jenjang Sekolah Menengah Pertama dilaksanakan dengan tujuan agar peserta didik memiliki kemampuan: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep-konsep matematika dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan penalaran untuk membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan

pernyataan matematika; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan

memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan

menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengomunikasikan gagasan dengan

simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah;

(5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.

(12)

(2008) mengklasifikasikan kemampuan dasar matematika dalam 5 (lima) standar kemampuan yaitu: (1) pemahaman matematis; (2) pemecahan masalah matematis (mathematical problem solving); (3) penalaran matematis (mathematical reasoning); (4) koneksi matematis (mathematical connection); (5) komunikasi matematis (mathematical communication)

Kemampuan pemahaman matematis telah banyak mendapat perhatian baik para peneliti maupun pendidik. Dalam proses pembelajaran matematika siswa memiliki kemampuan pemahaman matematis yang baik, berarti materi-materi yang diajarkan kepada siswa bukan hanya sebagai hafalan, melainkan lebih dari itu, siswa dapat lebih mengerti akan konsep materi tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Hudoyo (1985) yang menyatakan: “Tujuan mengajar adalah agar pengetahuan yang disampaikan dapat dipahami peserta didik“.

Bloom mengklasifikasikan pemahaman (Comprehension) ke dalam jenjang kognitif kedua yang menggambarkan suatu pengertian, sehingga siswa diharapkan mampu memahami ide-ide matematis bila mereka dapat menggunakan beberapa kaidah yang relevan. Pada tingkatan ini siswa diharapkan mengetahui bagaimana berkomunikasi dan menggunakan idenya untuk berkomunikasi. Pemahaman tidak hanya sekedar memahami sebuah informasi tetapi termasuk juga keobjektifan, sikap, dan makna yang terkandung dari sebuah informasi. Dengan kata lain seorang siswa dapat mengubah suatu informasi yang ada dalam pikirannya ke dalam bentuk lain yang lebih berarti.

(13)

Hal ini didukung pendapat Asikin (2002) bahwa peran komunikasi dalam pembelajaran matematika adalah: (1) dengan komunikasi ide matematika dapat dieksploitasi dalam berbagai perspektif, membantu mempertajam cara berpikir siswa dan mempertajam kemampuan siswa dalam melihat berbagai keterkaitan materi matematika, (2) komunikasi merupakan alat untuk “mengukur” pertumbuhan pemahaman dan merefleksikan pemahaman matematika para siswa, (3) melalui komunikasi, siswa dapat mengorganisasikan dan mengkonsolidasikan pemikiran matematika mereka, (4) komunikasi antar siswa dalam pembelajaran matematika sangat penting untuk pengkonstruksian pengetahuan matematika, pengembangan pemecahan masalah, dan peningkatan penalaran, menumbuhkan rasa percaya diri, serta peningkatan keterampilan sosial, (5) writing and talking dapat menjadikan alat yang sangat bermakna (powerful) untuk membentuk matematika yang inklusif.

(14)

secara lisan maupun dalam bentuk visual lainnya; 3) kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide, menggambarkan hubungan-hubungan dan model-model situasi.

Terkait dengan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa sebagai contoh dalam memahami konsep segiempat untuk siswa kelas VII di Sekolah Menengah Pertama. Sebagian besar siswa sudah mengetahui bagaimana bentuk segiempat bahkan hampir semua siswa telah hafal rumus-rumus luas dan keliling segiempat tetapi masih sangat kurang dalam pemahaman konsep sehingga mengalami kesulitan untuk menggunakan rumus-rumus tersebut dalam menyelesaikan soal, contohnya dalam penelitian yang dilakukan oleh Setiyawati (2011) diberikan soal sebagai berikut :

Pak Darto memiliki kebun singkong berbentuk persegi panjang. Panjang kebun tersebut dua kali lebarnya dan kelilingnya 48 m. Jika kebun Pak Darto menghasilkan 5 kg singkong untuk setiap 1 m2, berapa kilogram singkong yang diperoleh Pak Darto?”

Dalam kasus soal di atas siswa melakukan kesalahan. Hal ini ditunjukkan oleh jawaban siswa yang salah dalam memahami soal yang ditunjukkan oleh jawaban siswa dalam menuliskan informasi yang diketahui untuk menyelesaikan soal tersebut sebesar 18,01% dan kesalahan dalam membuat model matematika berdasarkan informasi-informasi yang ada serta menarik kesimpulan dari jawaban sebesar 82,86%.

(15)

kurangnya pemahaman siswa terhadap kalimat matematis. Menurut Herman (2006: 4) salah satu penyebab rendahnya kualitas pemahaman siswa di SD dan SMP, berdasarkan hasil survey IMSTEP-JICA (1999) di kota Bandung adalah karena umumnya guru dalam proses pembelajaran matematika terlalu berkonsentrasi pada latihan menyelesaikan soal yang lebih bersifat prosedural dan mekanistis daripada berkonsentrasi pada mengembangkan pemahaman matematis siswa.

(16)

Kemampuan komunikasi matematis siswa akan berkembang apabila kemampuan pemahaman matematis siswa dapat ditingkatkan. Seperti yang dikemukakan Cai, Lane, dan Jakabscin (1996) bahwa untuk mengembangkan kemampuan komunikasi diperlukan pemahaman matematis yaitu pemahaman terhadap konsep, prinsip, dan strategi penyelesaian.

Proses pembelajaran yang berorientasi di mana siswa dapat mengembangkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis harus dipersiapkan.. Untuk itu perlu usaha guru agar siswa belajar secara aktif. Sriyono (1992) mengatakan bahwa salah satu cara untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah dengan mengaktifkan siswa dalam belajar. Dan proporsi aktivitas siswa dalam belajar akan lebih produktif apabila siswa belajar dalam kelompok.

Sejalan dengan pendapat tersebut Sumarmo (2005) mengatakan agar pembelajaran dapat memaksimalkan proses dan hasil belajar matematika, guru perlu mendorong siswa untuk terlibat secara aktif dalam diskusi, bertanya serta menjawab pertanyaan, berpikir secara kritis, menjelaskan setiap jawaban yang diberikan, serta mengajukan alasan untuk setiap jawaban yang diajukan. Pembelajaran yang diberikan pada kondisi ini ditekankan pada penggunaan diskusi, baik diskusi dalam kelompok kecil maupun diskusi dalam kelas secara keseluruhan. Meskipun kesimpulan tersebut diambil berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap siswa sekolah dasar, namun pengembangannya sangat mungkin untuk siswa pada jenjang sekolah yang lebih tinggi.

(17)

belajarnya. Siswa belajar materi matematika secara bermakna dengan bekerja dan berpikir, dan (b) informasi baru harus dikaitkan dengan informasi sebelumnya sehingga menyatu dengan skemata yang dimiliki siswa. Keaktifan siswa dalam pembelajaran akan menjadikan siswa lebih mudah dalam memahami dan menguasai materi pembelajaran.

Rendahnya keaktifan belajar siswa dalam pembelajaran dapat disebabkan oleh kurangnya penyediaan lingkungan belajar yang konstruktif seperti yang dikemukakan Hudojo (1998). Lingkungan belajar yang konstruktif adalah lingkungan belajar yang (1) menyediakan pengalaman belajar yang mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sehingga belajar merupakan proses pembentukan pengetahuan, (2) menyediakan berbagai alternatif pengalaman belajar, (3) mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi realistik dan relevan dengan melibatkan pengalaman konkret, (4) mengintegrasikan pembelajaran yang memungkinkan terjadinya interaksi dan kerja sama antara siswa, (5) memanfaatkan berbagai media agar pembelajaran lebih menarik, dan (6) melibatkan siswa secara emosional dan sosial sehingga matematika lebih menarik dan siswa mau belajar.

(18)

belajar yang dibangun dengan komunikasi ide dan gagasan bersama dalam suatu kelompok.

Malone dan Krismanto (1997) mengatakan penggunaan kegiatan kelompok dalam belajar sangat direkomendasikan. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong motivasi siswa dalam pembelajaran. Salah satu cara pengelompokkan yang disukai siswa adalah berdasarkan keheterogenan siswa, sehingga pada tiap-tiap kelompok terdapat siswa yang pandai. Diharapkan mereka yang pandai ini dapat membantu siswa lainnya yang kemampuannya lebih rendah.

(19)

atau strategi pembelajaran yang lain yang sekiranya cocok dengan materi yang mereka presentasikan kepada teman mereka.

Strategi pembelajaran aktif peer lesson didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa secara mandiri dan menuntut saling ketergantungan yang positif terhadap teman sekelompoknya. Dengan strategi ini setiap siswa diajak untuk turut aktif dalam proses pembelajaran tidak hanya mental tetapi juga fisik. Dengan aktivitas pengalaman ini mereka dapat belajar dengan lebih menyenangkan sehingga keberhasilan pembelajaran yang diharapkan bisa lebih optimal.

Berdasarkan uraian di atas timbul pertanyaan bagaimana peserta didik dapat melakukan aktivitas pengalaman yang membantu membuat belajar aktif sehingga peserta didik mampu memahami apa yang diajarkan serta memanfa’atkan pemahaman yang diperolehnya kepada orang lain. Peneliti

mengajukan sebuah studi yang berjudul “Implementasi Pembelajaran Aktif dengan Metode Peer Lesson untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, rumusan masalah dalam penelitian ini meliputi:

(20)

daripada peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran biasa (konvensional)?

2. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran aktif dengan metode peer lesson lebih baik daripada peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran biasa (konvensional)?

3. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika yang menerapkan pembelajaran aktif tipe peer lesson?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, tujuan penelitian ini secara rinci adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran aktif dengan metode peer lesson dibanding siswa yang memperoleh pembelajaran langsung (konvensional).

2. Mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran aktif dengan metode peer lesson dibanding siswa yang memperoleh pembelajaran langsung (konvensional).

(21)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis dalam upaya meningkatkan kemampuan komunikasi dan pemahaman matematis siswa.

Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pembelajaran matematika sehingga melalui strategi pembelajaran aktif tipe peer lesson dapat menjadikan siswa sebagai kolaborator dalam proses belajar mengajar.

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan pengalaman belajar siswa serta dapat mengenalkan mekanisme pembelajaran aktif dengan metode peer lesson dalam pembelajaran matematika.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi siswa dalam meningkatkan kemampuan pemahaman matematis dan dapat membantu siswa dalam mengkomunikasikan informasi, ide dan gagasan yang diperolehnya dalam pembelajaran matematika.

b. Bagi Guru

(22)

c. Bagi Sekolah

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi sekolah dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia dan mutu pembelajaran.

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari penafsiran yang berbeda terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka dikemukakan definisi operasional sebagai berikut :

1. Kemampuan pemahaman matematis adalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan persoalan matematika yang akan diukur melalui kemampuan menyajikan konsep dalam berbagai macam bentuk representasi matematika, kemampuan memberikan contoh dan bukan contoh dari suatu konsep, kemampuan menerapkan dan menyatakan kembali konsep matematika ke dalam bahasa sendiri.

2. Kemampuan komunikasi matematis siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan komunikasi tertulis yang diukur dengan soal tes hasil belajar berupa soal komunikasi matematis yang meliputi kemampuan menyatakan suatu situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, ide, atau model matematika; kemampuan menjelaskan ide atau situasi matematika secara tulisan; dan kemampuan mengungkapkan kembali suatu uraian matematika dalam bahasa sendiri.

(23)

oleh guru dalam proses pembelajaran sehari-hari yang umumnya berpusat pada guru. Pembelajaran konvensional bersifat informatif di mana guru memberikan dan menjelaskan materi pelajaran dengan cara ceramah, siswa mendengarkan dan mencatat penjelasan yang disampaikan guru, siswa belajar sendiri-sendiri, kemudian siswa mengerjakan latihan, dan siswa dipersilahkan untuk bertanya apabila tidak mengerti selama pembelajaran berlangsung.

4. Pembelajaran aktif tipe peer lesson adalah strategi pembelajaran matematika yang didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa secara mandiri dan menuntut saling ketergantungan yang positif terhadap teman sekelompoknya. Dengan strategi peer lesson setiap siswa diajak untuk turut aktif dalam proses pembelajaran dengan melakukan suatu aktivitas pengalaman tidak hanya mental tetapi juga fisik.

5. Sikap siswa dalam penelitian ini adalah sikap siswa terhadap matematika dan pembelajaran matematika yang menerapkan pembelajaran aktif tipe peer lesson yaitu sikap yang menunjukkan rasa sukanya terhadap matematika dan pembelajaran matematika, kesungguhannya dalam pembelajaran matematika dan apresiasinya terhadap soal-soal pemahaman dan komunikasi matematis siswa.

(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan peningkatan sebuah treatment yang diuji yaitu pembelajaran aktif dengan metode peer lesson terhadap dua variabel terikat yaitu pemahaman dan komunikasi matematis. Karena menggunakan treatment, maka penelitian ini berjenis kuasi eksperimen dengan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk memperoleh gambaran tentang kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa pada materi segiempat yang meliputi mengidentifikasi sifat-sifat persegi panjang, persegi, jajar genjang, belah ketupat, layang-layang, trapesium serta menghitung keliling dan luas segi empat. Pertimbangan pemilihan materi dilakukan setelah melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing dan serta ketepatan materi tersebut dengan waktu pelaksanaan penelitian.

Penelitian ini menggunakan dua kelompok subjek penelitian yaitu kelompok eksperimen yang diberikan pembelajaran aktif dengan metode peer lesson dan kelompok kontrol yang diberikan pembelajaran konvensional. Kedua kelompok ini akan diberikan pretest dan postest dengan menggunakan instrumen yang sama. Fraenkel et al (1993) menyatakan bahwa penelitian eksperimen adalah penelitian yang melihat pengaruh-pengaruh dari variabel bebas terhadap satu atau lebih variabel yang lain dalam kondisi yang terkontrol. Hal senada dikemukakan

(25)

mempengaruhi disebut variabel bebas, sedangkan variabel yang dipengaruhi atau variabel akibat disebut variabel terikat.

Berdasarkan pengertian tersebut, dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas yaitu pembelajaran aktif dengan metode peer lesson, sedangkan variabel terikatnya yaitu kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah non equivalent groups pretest-postest design (Sugiyono 2010), dengan desain faktor 2 × 2 yaitu dua metode pembelajaran, dan dua kelas yaitu eksperimen dan kontrol. Pada penelitian ini menggunakan pretest, perlakuan yang berbeda (treatment), dan postest. Berikut ini disajikan desain penelitian non equivalent groups pretest-postest:

O X O

O O

Keterangan:

O : Pretest atau Postest pamahaman dan komunikasi matematis X : Pembelajaran aktif dengan metode peer lesson

(26)

B. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas VII di suatu Sekolah Menengah Pertama, Provinsi DKI Jakarta, yang dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni tahun pelajaran 2011/2012.

Ada beberapa alasan pemilihan tempat penelitian, yaitu:

a. Sekolah ini dipilih agar hasil penelitian ini bermanfaat secara nyata pada tempat tugas peneliti.

b. Karena prestasi pelajaran matematika siswa sekolah ini berada pada peringkat menengah di Kecamatan Kemayoran, Jakarta Pusat, sehingga memungkinkan untuk dilakukan pengujian strategi pembelajaran yang baru. c. Dipilih kelas VII, dengan asumsi bahwa mereka akan terbiasa beradaptasi

dengan model pembelajaran baru sehingga gaya belajar dan motivasi cukup mudah untuk diarahkan serta tidak mengganggu program sekolah untuk menghadapi ujian nasional.

(27)

kemandirian belajar siswa dari sekolah cluster tinggi sudah terbentuk dengan baik. Adapun untuk cluster rendah mungkin akan terjadi bias dalam penelitian jika terjadi kegagalan dalam penelitian bisa disebabkan oleh faktor siswa.

Sampel Penelitian

Sampel pada penelitian ini dipilih dua kelas dari kelas VII yang telah ada. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling yaitu tidak secara acak dan dengan adanya penimbang. Dalam hal ini, kepala sekolah dan guru bidang studi matematika yang mengajar sebagai penimbang, dengan pertimbangan bahwa penyebaran siswa untuk kedua kelas tersebut merata ditinjau dari segi kemampuan akademisnya. Dari sembilan kelas yang ada dipilih dua kelas yaitu kelas VII-F dan VII-I. Sedangkan penentuan kelas eksperimen dan kontrol dilakukan dengan menempatkan secara acak kedua kelas tersebut.

Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah pembelajaran aktif dengan metode peer lesson sebagai variabel bebas, sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis.

C. Instrumen Penelitian

Data dan informasi yang ingin dikaji dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan seperangkat instrumen, yaitu:

a. tes hasil belajar, terdiri dari soal tes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis

(28)

Soal Tes Pemahaman dan Komunikasi Matematis

Tes tertulis yang digunakan berupa tes kemampuan pamahaman dan komunikasi matematis. Jumlah soal yang digunakan dalam penelitian ini ada enam soal terdiri dari tiga soal untuk mengukur kemampuan pemahaman matematis dan tiga soal untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa.. Agar kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa dapat terlihat dengan jelas maka masing-masing tes dibuat dalam bentuk uraian. Tes tertulis ini terdiri dari tes awal (pre-test) dan tes akhir (post-test) yang diberikan pada setiap siswa di kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Tes awal dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal siswa setiap kelompok dan digunakan sebagai tolak ukur peningkatan prestasi belajar sebelum mendapatkan pembelajaran dengan model yang diterapkan, sedangkan tes akhir dilakukan untuk mengetahui perolehan hasil belajar dan ada tidaknya perubahan yang signifikan setelah mendapatkan pembelajaran dengan model yang akan diterapkan.

1. Tes Kemampuan Pemahaman Matematis

(29)

Tabel 3.1

Pedoman Pemberian Skor Pemahaman Matematis

Skor Respon siswa

0 Tidak ada jawaban/salah menginterpretasikan

1 Jawaban sebagian besar mengandung perhitungan yang salah 2 Jawaban kurang lengkap (sebagian petunjuk diikuti) penerapan

konsep lengkap, namun mengandung perhitungan yang salah 3 Jawaban hampir lengkap (sebagian petunjuk diikuti), penerapan

konsep secara lengkap dan benar, namun mengandung sedikit kesalahan

4 Jawaban lengkap (hampir semua petunjuk soal diikuti), penerapan konsep secara lengkap dan benar, dan melakukan perhitungan dengan benar

2. Tes Kemampuan Komunikasi Matematis

Instrumen tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa terdiri dari 3 butir soal yang berbentuk uraian. Penyusunan soal tes kemampuan komunikasi diawali dengan penyusunan kisi-kisi soal yang dilanjutkan dengan menyusun soal beserta alternatif kunci jawaban untuk masing-masing butir soal. Secara lengkap, kisi-kisi dan instrument tes komunikasi matematis dapat dilihat pada Lampiran . Kriteria pemberian skor untuk soal tes kemampuan komunikasi matematis berpedoman pada Holistic Scoring Rubrics yang dikemukakan oleh Cai, Lane, dan Jakabcsin (1996) yang kemudian diadaptasi.

(30)

Tabel 3.2

Pedoman Pemberian Skor Komunikasi Matematis

D. Analisis Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi

Soal tes yang baik harus dinilai validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda. Untuk mendapatkan validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda maka soal tersebut terlebih dahulu dikonsultasikan pada expert dan diuji cobakan pada kelas lain disekolah pada tingkat yang sama. Pengukuran validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda dengan menggunakan program SPSS 16.0 dan Anates Versi 4.0. Seluruh perhitungan menggunakan program tersebut dapat dilihat pada Lampiran. Secara lengkap, proses penganalisisan data hasil ujicoba meliputi hal-hal sebagai berikut.

1. Analisis Validitas Tes

Validitas butir soal digunakan untuk mengetahui dukungan suatu butir soal terhadap skor total. Untuk menguji validitas setiap butir soal, skor-skor yang ada pada butir soal yang dimaksud dikorelasikan dengan skor total. Sebuah soal akan

Skor Respon siswa

0 Tidak ada jawaban/salah menginterpretasikan

1 Hanya sedikit dari penjelasan konsep, ide atau persoalan dari suatu gambar yang diberikan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk penulisan kalimat secara matematik yang benar.

2 Penjelasan konsep, ide atau persoalan dari suatu gambar yang diberikan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk penulisan kalimat secara matematik masuk akal, melukiskan gambar namun hanya sebagian yang benar 3 Semua penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta, dan hubungan

dalam menyelesaikan soal, dijawab dengan lengkap dan benar namun mengandung sedikit kesalahan

[image:30.595.105.522.175.479.2]
(31)

memiliki validitas yang tinggi jika skor soal tersebut memiliki dukungan yang besar terhadap skor total. Menurut Ruseffendi (1991), suatu alat evaluasi (instrumen) dikatakan valid bila alat tersebut mampu mengukur apa yang seharusnya diukur. Kemudian Suherman dan Kusumah (1990) menyatakan bahwa suatu instrumen dinyatakan valid (absah atau sahih) bila instrumen itu mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi.

Validitas suatu instrumen hendaknya dilihat dari berbagai aspek. Dalam penelitian ini, analisis validitas yang dilakukan meliputi validitas isi dan validitas butir soal. Validitas isi berkenaan dengan ketepatan materi yang dievaluasikan. Dengan kata lain, materi yang dipakai sebagai alat evaluasi merupakan sampel representatif dari pengetahuan yang harus dikuasai siswa (Suherman dan Kusumah, 1990: 137). Penilaian validitas isi akan dilakukan oleh rekan mahasiswa Pendidikan Matematika Pascasarjana UPI yang hasilnya kemudian dikonsultasikan kepada dosen pembimbing. Validitas isi yang akan dinilai adalah kesesuaian antara butir tes dengan kisi-kisi soal, penggunaan bahasa atau gambar dalam soal, dan kebenaran materi atau konsep.

[image:31.595.179.447.639.756.2]

Interpretasi mengenai besarnya koefisien korelasi pada penelitian ini berdasarkan patokan disesuaikan dari Arikunto (2005: 75) adalah seperti tabel berikut :

Tabel 3.3. Koefisien Korelasi Validitas Koefisien Korelasi (r) Interpretasi

0,80 < r  1,00 0,60 < r  0,80

Sangat tinggi

(32)

Validitas hasil uji coba soal di SMP Negeri 228 Jakarta kelas VIII-D dihitung menggunakan bantuan Program Anates 4.0. Berikut hasil uji validitas tes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa :

Tabel 3.4

Interpretasi Uji Validitas Tes Pemahaman Matematis Nomor Korelasi Interpretasi Validitas

1 0,558 Cukup

2 0,740 Tinggi

3 0,731 Tinggi

Berdasarkan tabel di atas, dari tiga butir soal yang digunakan untuk menguji kemampuan pemahaman matematis tersebut berdasarkan kriteria validitas tes, diperoleh bahwa ketiga butir soal tersebut mempunyai validitas tinggi atau baik. Artinya, semua soal mempunyai validitas yang baik.

Tabel 3.5

Interpretasi Uji Validitas Tes Komunikasi Matematis Nomor Korelasi Interpretasi Validitas

1. 0,574 Cukup

2. 0,810 Tinggi

3. 0,703 Tinggi

[image:32.595.113.504.219.593.2]
(33)

2. Analisis Reliabilitas Tes

Suatu alat ukur (instrumen) memiliki reliabilitas yang baik bila alat ukur itu memiliki konsistensi yang handal walaupun dikerjakan oleh siapun (dalam level yang sama), di manapun dan kapanpun berada. Reliabilitas tes adalah tingkat keajegan (konsistensi) suatu tes, yaitu sejauh mana suatu tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang ajeg/konsisten (tidak berubah-ubah). Klasifikasi besarnya koefisien reliabilitas berdasarkan Guilford (Suherman, 2003: 139) berikut.

Tabel 3.6.

Klasifikasi Koefisien Reliabilitas

Koefisien Korelasi Interpretasi

0,90 ≤ ≤ 1,00 Sangat Tinggi

0,70 ≤ < 0,90 Tinggi

0,40 ≤ ≤ 0,70 Cukup

0,20 ≤ ≤ 0,40 Rendah

< 0,20 Sangat Rendah

Berdasarkan hasil uji coba reliabilitas tes untuk kemampuan pemahaman matematis diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,32, sedangkan dari hasil uji coba komunikasi matematis diperoleh koefisien korelasinya adalah 0,46. Artinya tingkat reliabilitas soal tes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis tergolong cukup. Jadi, soal tersebut layak untuk dipergunakan.

[image:33.595.114.508.242.517.2]
(34)

perhitungan menunjukkan r11 > rtabel untuk kemampuan pemahaman matematis yang termasuk kategori cukup dan kemampuan komunikasi matematis termasuk kategori tinggi. Artinya, derajat reliabilitas tes tersebut akan memberikan hasil yang relatif sama jika diujikan kembali kepada subjek yang sama pada waktu berbeda. Hasil perhitungan secara lengkap uji reliabilitas tes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis dapat dilihat pada Lampiran B. 3. Analisis Daya Pembeda Soal

[image:34.595.200.425.583.696.2]

Daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai/berkemampuan tinggi dengan siswa yang lemah/berkemampuan rendah (Arikunto, 2010: 211). Jika suatu soal dapat dijawab benar oleh siswa berkemampuan tinggi maupun siswa berkemampuan rendah, maka soal itu tidak baik karena tidak mempunyai daya pembeda. Demikian pula jika semua siswa baik siswa yang berkemampuan tinggi dan siswa yang berkemampuan rendah tidak dapat menjawab dengan benar, maka soal tersebut tidak baik juga karena tidak mempunyai daya pembeda (Arikunto, 2010: 211). Daya pembeda uji coba soal kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis didasarkan pada klasifikasi berikut ini:

Tabel 3.7.

Klasifikasi Daya Pembeda Daya Pembeda Evaluasi Butiran Soal

DP < 0,00 Sangat rendah 0,00 < DP < 0,20 Rendah 0,20 < DP < 0,40 Sedang 0,40 < DP < 0,70 Tinggi 0,70 < DP < 1,00 Sangat Tinggi

(35)
[image:35.595.113.512.166.542.2]

Tabel 3.8.

Daya Pembeda Tes Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis

Tes Nomor Soal Indeks Daya Pembeda Interpretasi Kemampuan

pemahaman matematis

1 0,25 Sedang

2 0,34 Sedang

3 0,38 Sedang

Kemampuan komunikasi

Matematis

1 0,34 Sedang

2 0,47 Tinggi

3 0,34 Sedang

Berdasarkan tabel di atas, soal tes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis tergolong memiliki daya pembeda yang cukup sehingga secara keseluruhan soal tersebut tersebut layak untuk digunakan.

4. Analisis Tingkat Kesukaran Tes

Tingkat kesukaran soal adalah kesanggupan siswa untuk menjawab soal. Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran. Seperti yang dikatakan Arifin (2009: 226), jika suatu soal memiliki tingkat kesukaran seimbang maka dapat dikatakan bahwa soal tersebut baik Untuk menganalis tingkat kesukaran dari setiap item soal dihitung berdasarkan jawaban seluruh siswa yang mengikuti tes. Skor hasil tes yang diperoleh siswa diklasifikasikan atas benar dan salah seperti pada analisis daya pembeda. Menurut Ruseffendi (1991), kesukaran suatu butiran soal ditentukan oleh perbandingan antara banyaknya siswa yang menjawab butiran soal itu.

(36)
[image:36.595.117.513.95.529.2]

Tabel 3.9.

Kriteria Tingkat Kesukaran Soal Tes Indeks Kesukaran Interpretasi

IK = 0,00 Terlalu sukar

30 , 0 00

,

0 IK Sukar

70 , 0 30

,

0 IK Sedang

00 , 1 70

,

0 IK Mudah

IK = 1,00 Terlalu Mudah

Modifikasi Arikunto (2010: 210)

Hasil perhitungan dengan menggunakan Anates Versi 4.0. diperoleh tingkat kesukaran tiap butir soal tes pemahaman dan komunikasi matematis yang seperti dalam Tabel 3.9 berikut ini:

Tabel 3.10. Tingkat Kesukaran Butir Tes Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis

Tes Nomor Soal Indeks Daya Pembeda Interpretasi Kemampuan

pemahaman matematis

1 0,41 Sedang

2 0,33 Sedang

3 0,38 Sedang

Kemampuan komunikasi

Matematis

1 0,42 Sedang

2 0,36 Sedang

3 0,42 Sedang

(37)

5. Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk melihat aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran berlangsung di kelas eksperiman. Aktivitas siswa diamati oleh peneliti yang berperan sebagai guru. Aktivitas siswa yang diamati mencakup :

a. Pada waktu pembelajaran aktivitas siswa yang diamati mempelajari tugas pada Lembar Kegiatan Pembelajaran, diskusi, memperhatikan penjelasan teman, dan menulis yang sesuai

b. Pada waktu tes individu aktivitas yang diamati ketekunan / keseriusan kemandirian, dan keuletan siswa dalam mengerjakan soal tes.

Aktivitas siswa yang diamati pada kegiatan pembelajaran aktif dengan metode peer lesson adalah keaktifan siswa dalam menyiapkan bahan dan mempresentasikan pelajaran, mengajukan dan menjawab pertanyaan, mengemukakan dan menanggapi pendapat, mengemukakan ide untuk menyelesaikan masalah, bekerja sama dalam kelompok dalam melakukan kegiatan pembelajaran, berada dalam tugas kelompok, membuat kesimpulan di akhir pembelajaran dan menulis hal-hal yang relevan dengan pembelajaran. Sedangkan aktivitas guru yang diamati adalah kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran aktif dengan metode peer lesson.

(38)

sebelumnya dan sesuai dengan skenario yang telah dibuat. Lembar observasi siswa dan guru disajikan dalam Lampiran D.

6. Skala Sikap Siswa

Skala sikap digunakan untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika melalui pembelajaran aktif tipe peer lesson yang diberikan. Pertanyaan-pertanyaan disusun dalam bentuk pertanyaan tertutup, tentang pendapat siswa. Skala sikap tersebut diberikan kepada siswa pada kelompok eksperimen setelah semua kegiatan pembelajaran berakhir yaitu setelah postes

Model Skala sikap yang digunakan dalam penelitian ini adalah model skala sikap Likert terdiri atas 20 butir pertanyaan dengan empat pilihan jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS). Pemberian skor disusun dengan menggabungkan skala yang berarah positif dan negatif, untuk menghindari jawaban siswa yang tidak seimbang. Pemberian nilainya dibedakan antara pernyataan yang bersifat negatif dengan pernyataan yang bersifat positif. Untuk pernyataan yang bersifat positif yaitu SS diberi skor 4, S diberi skor 3, TS diberi skor 2, dan STS diberi skor 1, sedangkan untuk pernyataan negatif, pemberian skornya adalah SS diberi skor 1, S diberi skor 2, TS diberi skor 3, dan STS diberi skor 4.

E. Pengembangan Bahan Ajar

(39)

melakukan penelitian. Materi yang dipilih adalah bangun datar segiempat yaitu meliputi persegi panjang, persegi, jajar genjang, belah ketupat, layang-layang dan trapesium. Perangkat pembelajaran untuk kelompok eksperimen dikembangkan dengan mengacu langkah-langkah pembelajaran aktif dengan menggunakan metode peer lesson. Sedangkan pembelajaran pada kelas kontrol dilakukan pembelajaran biasa yaitu, guru mempresentasikan materi, memberi contoh, dan kemudian memberikan tugas dan latihan yang sama seperti yang diberikan pada kelas eksperimen.

Bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran aktif dengan metode peer lesson tidak hanya disiapkan guru tetapi bahan presentasi materi pelajaran disiapkan oleh masing-masing kelompok sesuai materi yang dipilihnya. Lembar Kegiatan Pembelajaran disusun oleh guru yang diberikan pada setiap kali pertemuan kegiatan belajar mengajar (KBM) setelah kelompok mempresentasikan pelajarannya.

Dalam menyusun bahan ajar penulis menyesuaikan bahan ajar berupa Lembar Kegiatan Pembelajaran dengan bahan pelajaran yang akan diprentasikan siswa yang digunakan dalam pembelajaran melalui pertimbangan dosen pembimbing. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan Lembar Kegiatan Pembelajaran dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran.

F. Analisis Data Penelitian

(40)

1. Data kuantitatif

Analisis data hasil tes dimaksudkan untuk mengetahui besarnya peningkatan kemampuan pemahamam dan komunikasi matematis siswa, sehingga data primer hasil tes siswa sebelum dan setelah perlakuan penerapan pembelajaran aktif tipe peer lesson, dianalisa dengan cara membandingkan skor pretes dan postes. Uji

statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji normalitas, uji homogenitas, uji perbedaan rataan, dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban dan pedoman

penskoran yang telah dibuat.

b. Menentukan kualitas peningkatan pemahaman dan komunikasi matematis siswa yang diperoleh dari skor pretest dan postest dengan menggunakan rumus rumus gain ternormalisasi yang dikembangkan oleh Meltzer (2002:1260), yaitu:

[image:40.595.113.509.234.552.2]

Dengan kriteria indeks gain:

Tabel 3.11. Kriteria Indeks Gain ternormalisasi Besar gain

ternormalisasi Interpretasi g > 0,70

0, 30 < g  0,70 g  0,30

(41)

c. Menghitung statistik deskriptif skor pretes, postest, dan N-gain untuk kemampuan pemahaman dan kemampuan komunikasi matematis siswa yang meliputi skor minimum, skor maksimum, rataan, dan simpangan baku.

d. Uji Normalitas

Untuk uji normalitas skor pretes, postes, dan skor skor N-Gain dari pretes dan postes menggunakan hipotesa kerja :

H0 : Data berasal dari populasi berdistribusi normal H1 : Data berasal dari populasi tidak berdistribusi normal

Uji normalitas untuk mengetahui kenormalan data skor pretes, postest, dan N-gain pemahaman dan komunikasi matematis siswa pada penelitian ini menggunakan uji statistik One-Sample Kolmogorov- Smirnov. Uji ini digunakan untuk ukuran sampel yang kurang dari atau sama dengan 30. Dalam penelitian ini jumlah siswa yang diambil sebagai sampel dari kelas eksperimen dan kontrol yaitu masing-masing 30 orang siswa. Kriteria pengujian adalah tolak H0 apabila Asymp.Sig < taraf signifikansi ( ).

5. Uji Homogenitas

Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh berasal dari populasi yang memiliki varians homogen. Rumusan hipotesisnya adalah :

(42)

: varians data kelas eksperimen : varians data kelas kontrol

Uji homogenitas varians data skor pretes, postes dan N-gain pemahaman dan komunikasi matematis siswa menggunakan uji Homogeneity of Varians. Pengujian varians antara kelompok eksperimen dan kontrol dilakukan untuk mengetahui apakah varians kedua kelompok sama atau berbeda. Pengujian ini menggunakan uji statistik Levene’s Test. Kriteria pengujian adalah terima H0 apabila Sig. Based on Mean taraf signifikansi ( ).

6. Uji Kesamaan Dua Rataan

Uji kesamaan dua rataan digunakan untuk melihat kesamaan kemampuan awal kelas eksperimen dan kelas kontrol. Uji ini dilakukan setelah data hasil pengamatan dilakukan uji normalitas data dan uji homogenitas variansi data. Adapun hipotesis yang diuji dalam uji kesamaan dua rataan adalah uji dua pihak, yaitu:

H0 : µ1 = µ2 H1 : µ1 ≠ µ2

Keterangan:

µ1 : rataan data kelas eksperimen µ2 : rataan data kelas kontrol

(43)

variansi tidak sama, maka tes statistik yang digunakan adalah uji-t’. Sedangkan jika data yang diperoleh berasal dari sampel yang tidak berdistribusi normal dan memiliki variansi tidak sama maka digunakan uji statistik non-parametrik pengganti uji-t yaitu uji Mann-Whitney (Ruseffendi, 1993:498). Kriteria pengujian untuk uji di atas adalah terima H0 apabila Sig. Based on Mean taraf signifikansi ( ).

6. Uji Perbedaan Dua Rataan

Uji perbedaan dua rataan bertujuan untuk mengetahui apakah skor peningkatan pemahaman dan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen tidak sama dengan kelas kontrol. Uji perbedaan dua rataan ini dapat dilakukan setelah uji normalitas dan uji homogenitas variansi data hasil pengamatan dilakukan terlebih dahulu. Adapun hipotesis yang diuji dalam uji perbedaan dua rataan adalah uji satu pihak dengan rumusan hipotesis kerja sebagai berikut:

a. H0 : µ1 = µ2 H1 : µ1 > µ2

(44)

daripada kemampuan komunikasi matenatis siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

b. H0 : µ1 = µ2

H1 : µ1 > µ2

H0 : tidak ada perbedaan yang signifikan pada rataan peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara kelompok siswa yang memperoleh pembelajaran aktif tipe peer lesson dengan kelompok siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

H1: rataan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran aktif tipe peer lesson lebih besar daripada kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

Keterangan :

µ1 = rataan kelompok eksperimen µ2 = rataan kelompok kontrol

Langkah selanjutnya adalah sebagai berikut :

a. Jika data yang diperoleh berasal dari sampel yang berdistribusi normal dan bervariansi sama, maka tes statistik yang digunakan adalah uji t.

(45)

c. Jika data yang diperoleh berasal dari sampel yang tidak berdistribusi normal dan memiliki variansi tidak sama maka digunakan uji statistik non-parametrik pengganti uji-t yaitu uji Mann-Whitney (Ruseffendi, 1993:498).

Uji perbedaan antara dua rataan data gain kelas eksperimen dan data gain kelas kontrol dalam penelitian ini menggunakan uji-t dengan Compare Mean Independent Samples Test. Kriteria pengujian untuk ketiga pilihan di atas adalah terima H0 apabila Sig. Based on Mean taraf signifikansi ( ).

2. Data kualitatif

Data kualitatif pada penelitian ini adalah data hasil observasi dan skala sikap. Data hasil observasi yang dianalisa adalah aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung dan pada waktu tes individu diberikan. Sedangkan hasil skala sikap penganalisaannya difokuskan pada respons siswa terhadap pembelajaran aktif dengan merode peer lesson.

a. Hasil Observasi

Lembar observasi terbagi ke dalam dua bagian, yaitu observasi aktivitas guru dan observasi aktivitas siswa. Presentase tiap butir aspek pada lembar observasi dihitung dan diinterpretasikan hasilnya.

b. Skala Sikap Siswa

(46)

ditransfer ke dalam skala kuantitatif seperti yang dikemukakan Suherman (2003:190) sebagai berikut:

a. Untuk pernyataan yang bersifat positif: jawaban SS diberi skor 4, S diberi skor 3, TS diberi skor 2, dan STS diberi skor 1.

b. Untuk pernyataan yang bersifat negatif: jawaban SS diberi skor 1, S diberi skor 2, TS diberi skor 3, dan STS diberi skor 4.

Dalam menganalisis hasil skala sikap, skala kualitatif tersebut ditransfer ke dalam skala kuantitatif dengan menggunakan Microsoft. Excel 2007. Menurut Sugiyono (2010), data interval skala sikap ini dapat dianalisis dengan menghitung rataan jawaban berdasarkan skor setiap jawaban dari responden.

E. Waktu Penelitian

[image:46.595.108.517.163.678.2]

Kegiatan penelitian dilakukan mulai bulan 27 Januari 2012 sampai dengan 25 Juni 2012 seperti pada Tabel 3.12 berikut ini:

Tabel 3.12. Jadwal Kegiatan Penelitian

No Kegiatan Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul 1. Pembuatan Proposal

2. Seminar Proposal 3. Menyusun Instrumen

Penelitian

4. Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran di kelas Eksperimen

(47)

F. Prosedur Penelitian

[image:47.595.126.502.183.698.2]

Prosedur yang dilaksanakan dalam penelitian ini digambarkan seperti pada bagan berikut ini:

Gambar 3.1 Prosedur Penelitian

Menyusun Rumusan Penelitian dan Tujuan Penelitian

Penyusunan Instrumen dan Bahan Ajar

Uji Coba Instrumen

Perlakuan pada Kelas Kontrol (Pembelajaran Biasa)

Analisis Hasil Uji Coba Instrumen

Pemilihan Sampel Penelitian

Pretes

Analisis Data Postes

Kesimpulan

Perlakuan pada Kelas Eksperimen (Pembelajaran Aktif)

(48)
(49)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan rumusan masalah serta pembahasan terhadap hasil-hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka diperoleh kesimpulan dan saran dari hasil-hasil penelitian tersebut.

A. Kesimpulan

1. Terdapat peningkatan pemahaman matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran aktif dengan metode peer lesson dan pembelajaran konvensional. Siswa yang memperoleh pembelajaran aktif dengan metode peer lesson memiliki peningkatan pemahaman matematis yang lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

2. Terdapat peningkatan komunikasi matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran aktif dengan metode peer lesson dan pembelajaran konvensional. Siswa yang memperoleh pembelajaran aktif dengan metode peer lesson memiliki peningkatan komunikasi matematis yang lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

(50)

matematis yang diberikan. Secara umum dapat dikatakan bahwa siswa memperlihatkan sikap yang positif terhadap pembelajaran aktif dengan metode peer lesson.

B. Saran-saran

Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan, dan kesimpulan, penulis mengemukakan beberapa saran sebagai berikut:

1. Pembelajaran aktif dengan metode peer lesson sebaiknya dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam strategi pembelajaran matematika untuk diimplementasikan dalam pengembangan pembelajaran matematika di kelas, terutama untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa.

2. Dalam implementasi pembelajaran aktif dengan metode peer lesson sebaiknya guru membuat sebuah skenario dan perencanaan yang matang, sehingga pembelajaran dapat terjadi secara sistematis sesuai dengan rencana, dan pemanfaatan waktu yang efektif dan tidak banyak waktu yang terbuang oleh hal-hal yang tidak relevan.

(51)

4. Pembelajaran aktif dengan metode peer lesson pada pelaksanaannya tidak hanya dapat dilakukan dengan cara belajar berkelompok, namun dapat pula diterapkan secara individu. Sebaiknya guru perlu menggunakannya dengan mengkombinasikan pembelajaran aktif dengan metode peer lesson secara berkelompok ataupun pembelajaran aktif dengan metode peer lesson secara individu, untuk melatih kemandirian siswa dalam belajar matematika.

5. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan memperhatikan kategori kemampuan siswa, yaitu kategori tinggi, sedang, dan rendah supaya dapat dilihat dan dikaji lebih jauh peningkatan pemahaman dan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran aktif dengan metode peer leesson.

(52)
(53)

119 DAFTAR PUSTAKA

Ackerman, E. (1996). Perspective Taking Object of Constr uction, Lawrence Elbraum Associates, New Jersey.

Anderson, L.W. & Krathwohl, D.R. (2001). The Cognitive Process Dimension of

The Revised Version of Bloom’s Taxonomy in The Cognitive Domain. The

Lost Journal of Ven Polypheme.

Tersedia: http://www..enpolypheme.com/bloom.htm [Mei 2012]

Ansari, B.I. (2003). Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa SMU Melalui Strategi Think-Talk-Write. Disertasi. UPI Bandung: Tidak dipublikasikan.

Arifin, Z. (2009). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. Arikunto, S. (2010). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. ____________. (2002). Prosedur Suatu Penelitian Pendekatan Praktek. Edisi

Revisi Kelima. Jakarta: PT. Rineka Cipta

____________. (1990). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara

Asikin, M. (2002). Menumbuhkan Kemampuan Komunikasi Matematika melalui Pembelajaran Matematika Realistik. Jurnal Matematika atau Pembelajarannya, ISSN : 0852-7792 Tahun VIII, Edisi Khusus, Juli 2002. Astuti, R. (2009). Studi Perbandingan Kemampuan Komunikasi Matematik dan Kemandirian Belajar Siswa pada Kelompok Siswa yang Belajar Reciprocal Teaching dengan Pendekatan Metakognitif dan Kelompok Siswa yang Belajar dengan Pembelajaran Biasa. Tesis. UPI: Tidak diterbitkan.

Baroody, A.J. (1993). Problem Solving, Reasoning, and Communicating, K-8. Helping Children Think Mathematically. New York: Macmillan Publishing Company.

(54)

120 Cooper, J., McKinney, M., and Robinson, P (1991), ”Cooperative/Collaborative Learning: Part II”, The Journal of Staff Program and Organizational Development, 9(4), 239-52.

Delima, N. (2011). Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Mahasiswa Program StudiSsistem Informasi. Tesis. UPI: Tidak diterbitkan.

Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP.

Fraenkel, J.R. dan Wallen, N.E. (1993). How to Design and Evaluate Research in Education. Second Edition. Singapore: Mc-Graw Hill International. Hake, R.R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. [Online]. Tersedia:

http://www.physics.indiana.edu/ sdi/Analyzingchange-Gain.pdf. [Mei 2012]

Hartono, (2008). Strategi Pembelajaran Active learning, Suatu Strategi Pembelajaran Berbasis Student Centred. Tersedia di http://edu-articles.com. [Juni 2012]

Helmaherri. (2005). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP Melalui Belajar dalam Kelompok Kecil dengan Strategi Think-Talk-Write. Tesis. UPI: Tidak diterbitkan.

Herman, T. (2006). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Kerangka Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMP. Disertasi. UPI: Tidak diterbitkan. Hudojo, H. (2003). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika.

JICA. Universitas Negeri Malang.

__________. (1998). Pembelajaran Matematika Menurut Pandangan Konstruktivis. Makalah disajikan pada Seminar Nasional “Upaya-upaya Meningkatkan Peran Pendidikan Matematika dalam Era Globalisasi ”. Program Pasca Sarjana IKIP Malang.

________. (1985). Teori Belajar Dalam Proses Belajar-Mengajar Matematika. Jakarta. Depdikbud.

(55)

121 Kusumawardani. (2010). Penerapan Strategi Pembelajaran Aktif Tipe Peer Lesson dalam Pembelajaran Matematika sebagai Upaya Peningkatan Keaktifan dan Prestasi BelajarSsiswa.Tesis.UMS. Tersedia di repository.ums.ac.id. [Maret 2012]

Malone, J.A. dan Krismanto, A. (1997). “Indonesian Students’ Attitudes and Perceptions Towards Small-Group Work in Mathematics”. Journal of Science and Mathematics Educations in Southeast Asia.

McKeachie ,W.(1986). Teaching Tips: A Guidebook for the Beginning College Teacher. Boston, D.C. Health,

Meltzer, E.D. (2002). The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gains in Physics: A Possible “Hidden variable” in Diagnostics Pre Test Scores. Physics Education Research Group.

Mulyasa, E. (2004). Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Konsep, Karakteristik dan Implementasi. Bandung, Remaja Rosdakarya.

National Council of Teachers of Mathematics. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, VA : NCTM

Pollio, H.R. (1984). “What Students Think About and Do in College Lecture Classes” dalam Teaching-Learning Issues No. 53, Knoxville, Learning Research Centre, University of Tennesse.

Ribowo. (2006). Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa kelas VII SMP Negeri 2 Banjarharjo Brebes Dalam Pokok Bahasan Segiempat Melalui Model Pembelajaran Tutor Sebaya dalam Kelompok Kecil . Skripsi. Tersedia di http://www.pustakaskripsi.com/skripsi/matematika. [Maret 2012]

Romberg, TA. & Kaput, JJ, (1999). Matehematics Worth, Larence Elbraum, Inc., New Jersey.

Ruseffendi, E.T. (1998). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.

(56)

122

Sanjaya, W. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Setiyawati, I. (2011). Identifikasi Kesalahan dalam Menyelesaikan Soal Cerita Materi Pelajaran Segitiga dan Segi Empat. Skripsi Sarjana Pendidikan Sains UNY Yogyakarta: Tidak dipublikasikan.

Setriarini. (2010). Upaya Meningkatkan Kemampuan Afektif Siswa Melalui

Penggunaan Pembelajaran Aktif Peer Lesson. Tesis tersedia di http://karya-ilmiah.um.ac.id/. (Februari 2012)

Silberman, M. (2005). Active Learning, 101 Strategi Pembelajaran Aktif, (terjemahan Sarjuli et al.) Yogyakarta, YAPPENDIS.

Skemp, R. R. (1976). Relational Understanding and Instrumental Understanding Mathematics Teaching. 77, 20–26 .

Soedjadi, R. (2000). Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Ditjen Dikti Depdiknas.

Sriyono. (1992). Teknik Belajar Mengajar dalam CBSA. Jakarta: Rinika Cipta Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D. Bandung: CV. Alfabeta.

_________. (2002). Statistik untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta.

Suherman, dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung : IMSTEP-JICA.

Suherman, E. dan Kusumah, S. Yaya. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah.

Sumarmo, U. (2005). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi Doktor PPS-UPI Bandung: tidak dipublikasikan.

(57)

123

Susilo. (2007). Panduan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Pustaka.

Turmudi, dkk. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: UPI.

Wagito. (1997). Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta, Andi Offset.

Wahyudin. (2008). Pembelajaran dan Model-model Pembelajaran. Bandung: UPI Press.

(58)

Gambar

Tabel 4.27 Hasil Uji-t Sikap Siswa terhadap Soal-soal Kemampuan                    Pemahaman dan Komunikasi Matematis  ..........................................
Tabel 3.1 Pedoman Pemberian Skor Pemahaman Matematis
Tabel 3.2   Pedoman Pemberian Skor Komunikasi Matematis
Tabel 3.3. Koefisien Korelasi Validitas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh motivasi dan tingkat disiplin terhadap hasil belajar siswa dalam pembelajaran sepakbola.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMP Menggunakan

Kini dengan tiga lapis sistem keamanan yang membentuk suatu piramida keamanan yang terdiri dari penggunaan SIM card, proses authhentikasi yang akan memeiksa terlebih dahulu

Demikian juga dengan Kalpataru Rent Car, dimana dalam kegiatannya juga memerlukan pencatatan-pencatatan transaksi penyewaan yang terjadi dan mengelola data tersebut menjadi

Radiografi bitewing adalah radiografi yang digunakan untuk melihat permukaan gigi yang meliputi mahkota gigi, interproksimal dan puncak alveolar pada maksila dan mandibula

Reference Model MF classifier Traffic meter Marker Traffic conditioner Ingress router Core router Core router Egress router..

Penelitian ini bertujuan adalah untuk menganalisis hubungan antara status gizi dengan usia menarche pada siswi kelas VII SMP Angkasa.. Metode penelitian

Hasilnya dipengaruhi adanya imperfection (non- linier geometri) dan kondisi inelastis (non-linier material).Dalam tugas akhir ini menggunakan analisis inelastic orde-2