• Tidak ada hasil yang ditemukan

"BATANDANG" SEBAGAI WAHANA PEMBELAJARAN: Studi Kasus Pembelajaran Wanita Nelayan dengan Wanita Pendatang di Kelurahan Pasir Kandang, Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia Padang.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan ""BATANDANG" SEBAGAI WAHANA PEMBELAJARAN: Studi Kasus Pembelajaran Wanita Nelayan dengan Wanita Pendatang di Kelurahan Pasir Kandang, Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia Padang."

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

"BATANDANG" SEBAGAI WAHANA

P E M B E L A J A R A N

(Studi Kasus Pembelajaran Wanita Nelayan dengan Wanita Pendatang di Kelurahan Pasir Kandang,

Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia Padang)

T E S I S

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan dalam

Program Studi Pendidikan Luar Sekolah

01 eh:

WISRONI NIM: 979693

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa karya tulis dengan judul: "BATANDANG SEBAGAI WAHANA PEMBELAJARAN (Studi Kasus Pembelajaran Wanita Nelayan dengan Wanita Pendatang di Kelurahan Pasir Kandang, Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia Padang)" ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan

penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika

yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini saya siap

menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian

ditemukan adanya pelanggaran atas etika keilmuan dalam karya saya ini,

atau ada klaim terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Me i 2000 Yang membuat pernyataan,

(3)

LEMBARAN PENGESAHAN

Disetujui dan Disahkan oleh Pembimbing:

Prof. Dr. H. Ishak Abdulhak. M.Pd.

Pembimbing I

/?*.« tU*

/

Dr. H. Zainudin Arif. M.Pd.

Pembimbing II

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG

(4)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul "Batandang Sebagai Wahana Pembelajaran (Studi

Kasus Pembelajaran Wanita Nelayan dengan Wanita Pendatang di Kelurahan Pasir

Kandang, Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia Padang)".

Masalah mutu pendidikan di Indonesia masih dan akan tetap menjadi isu

sangat krusial. Salah satu penyebabnya berpangkal dari pengartian dan

pengimple-mentasian konsep pendidikan secara sempit, yang seakan-akan hanya terbatas pada

sistem persekolahan. Padahal sistem pendididikan luar persekolahan juga tidak

kalah pentingnya dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia, baik

melalui kegiatan yang dilembagakan (nonformal) maupun melalui kegiatan' yang

tidak melembaga (informal). Proses pendidikan (belajar) dapat terjadi di mana saja

dan kapan saja. Proses belajar dapat berlangsung dalam kehidupan sehari-hari,

yakni melalui upaya mengamati diri dan lingkungan, terutama lingkungan

manusia-nya. Karenanya, pada setiap masyarakat tertentu selalu terdapat sistem belajar, baik

yang asli (indigenous) maupun yang bukan. Salah satu bentuk sistem belajar

berlatar informal pada masyarakat Minang adalah batandang, yakni berkunjungnya

seseorang ke rumah tetangganya untuk keperluan tertentu, akan tetapi selanjutnya

lebih banyak untuk maota. Maota adalah percakapan dua orang atau lebih yang

tidak mempunyai topik tertentu, yang kadangkala menjurus ke arah pergunjingan.

Dalam peristiwa maota terjadi proses pembelajaran, yang ditandai dengan

pertukaran informasi yang sering bermuatan pengetahuan, keterampilan, dan

nilai-nilai tertentu. Dari grand tour observation terlihat bahwa kegiatan batandang yang

dilakukan oleh wanita nelayan di Kelurahan Pasir Kandang tidak hanya dengan

sesamanya, akan tetapi juga melalui interaksi mereka dengan wanita pendatang.

Sebagai wahana pembelajaran, batandang merupakan sesuatu yang

bersis-tem, yang terdiri dari berbagai komponen yang berinteraksi satu sama lain pada

situasi atau setting naturalistik. Sementara itu, belum diperoleh gambaran tentang

berbagai komponen pembelajaran yang terdapat di dalam kegiatan batandang

wanita nelayan dengan wanita pendatang di Kelurahan Pasir Kandang.

Sehubungan dengan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah

untuk mengungkap data tentang (1) nan manjua (pengajar), (2) nan mambali

(pelajar), (3) galeh dan tujuan (bahan dan tujuan belajar), (4) kiek (metode belajar),

dan (5) panilaian (evaluasi belajar) dari proses pembelajaran dalam kegiatan

batandang wanita nelayan dengan wanita pendatang di Kelurahan Pasir Kandang,

Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia Padang.

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan jenis

penelitiannya studi kasus. Subjek penelitian adalah wanita nelayan dan wanita

pendatang di Kelurahan Pasir Kandang, informan dijaring dengan teknik bola salju

atau show ball sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, observasi

partisipasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Data dianalisis dengan model

analisis tiga langkah, yakni (1) reduksi data, (2) display data, dan (3) penarikan

kesimpulan dan verifikasi. Deskripsi dan paparan disajikan dengan memadukan

perspektif etic dan emic.
(5)

bertindak sebagai nan mambali (pelajar); (3) Galeh dan tujuan (bahan dan tujuan

belajar) merupakan satu kesatuan terpadu, galeh muncul seketika dengan tujuan

yang tidak terencana, yang bermuatan aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan;

(4) Terdapat empat kiek (metode) pembelajaran yang menonjol, yaitu: (a) dialog

berebutan, (b) percontohan, (c) demonstrasi dengan ciri: spontanitas yang tinggi,

kesukarelaan, dan keswaarahan; dan (4) Panilaian (evaluasi belajar) berupa

judgement dari salah satu pihak kepada pihak lain dalam bentuk langsung berupa

pujian dan kritikan, dan tidak langsung berupa tindakan.

Berdasarkan temuan-temuan penelitian dikemukakan rekomendasi sebagai

berikut: (1) Kepada para praktisi pendidikan dan pengembangan masyarakat, baik

dari instansi pemerintah maupun swasta, agar tidak hanya mengandalkan pendi

dikan formal dan nonformal saja dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat,

terutama masyarakat kelas sosial bawah seperti wanita nelayan Kelurahan Pasir

Kandang. Karena temuan penelitian menunjukkan bahwa melalui kegiatan belajar

informal, seperti dalam batandang cukup efektif untuk menimbulkan perubahan

tingkah laku, karena secara sadar atau tidak wanita nelayan sering dibelajarkan oleh

wanita pendatang. Kegiatan tersebut mereka rasakan sebagai suatu kebutuhan

karena berhubungan langsung dengan masalah kehidupan yang mereka hadapi.

Agar kegiatan belajar-membelajarkan dalam latar batandang lebih efektif lagi bagi

peningkatan kualitas hidup wanita nelayan, maka intervensi yang dapat dilakukan

adalah dengan ikut terlibat ke dalam peristiwa batandang sambil memberikan

penguatan terhadap pesan-pesan yang positif dan melemahkan pesan-pesan yang

negatif Akan lebih efektif lagi jika yang ikut terlibat ke dalam peristiwa tersebut

adalah agen pembaharu yang berasal dari latar belakang budaya yang sama; (2)

Kepada penglelola LSM yang bergerak dalam peningkatan kualitas sumber daya

manusia, sebaiknya menggunakan wanita pendatang sebagai saluran guna

menyam-paikan pesan-pesan pembaharuan, karena temuan penelitian menunjukkan bahwa

wanita pendatang lebih sering bertindak sebagai pengajar dalam proses

belajar-membelajarkan pada peristiwa batandang, (3) Kepada wanita nelayan dan tokoh

informal Kelurahan Pasir Kandang. Wanita nelayan, agar tidak menjadikan kegiatan

batandang sebagai suatu kegiatan untuk bercengkrama saja, namun bagaimana

menjadikan peristiwa tersebut sebagai tempat untuk bertukar dan menimba

pengetahuan, keterampilan, dan bahkan memperoleh pandangan baru bagi

peningkatan kualitas hidup. Para tokoh informal, agar memberikan dorongan dan

dukungan supaya kegiatan batandang lebih bermanfaat bagi peningkatan wawasan

kehidupan warga masyarakatnya; (4) Kepada pakar pendidikan untuk

mengem-bangkan wahana pembelajaran batandang ke dalam bentuk kegiatan saling kunjung

lain, yang di dalamnya terjadi pertukaran pesan yang bermuatan positif bagi

pendidikan dan pengembangan masyarakat. Pengembangan bentuk pembelajaran

tersebut berpeluang besar guna mewujudkan pemerataan kesempatan pendidikan

sekaligus meningkatkan kualitas sumber daya manusia; dan (5) Kepada peneliti

lainnya, untuk dapat melakukan penelitian pilot proyek ke dalam setting di luar

etnis Minangkabau, karena temuan penelitian menunjukkan bahwa wanita nelayan

di Kelurahan Pasir Kandang dapat saling belajar-membelajarkan dengan pihak yang

heterogen (wanita pendatang) dengan mereka. Temuan penelitian tersebut dapat

memperkaya khasanah pengetahuan pendidikan luar sekolah tentang bentuk

pembelajaran tradisional yang strategis sesuai dengan ragam latar sosial budaya

masyarakatnya.

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN u'

LEMBARAN PENGESAHAN iii

MOTTO 1V

ABSTRAK v

KATA PENGANTAR vii

UNGKAPAN TERIMA KASIH. IX

DAFTAR ISI xiii

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Rumusan Masalah 7

C. Pertanyaan Penelitian 7

D. Tujuan Penelitian 9

E. Definisi Operasional 11

F. Kerangka Alur Penelitian 12

BAB II KAJIAN TEORITIS 14

A. Pendidikan Wanita dalam Jalur Pendidikan Luar Sekolah 14

1. Struktur Masyarakat 14

2. Kondisi Pendidikan Masyarakat Kelas Sosial Bawah 16

3. Pendidikan Wanita dalam Jalur Pendidikan Luar Sekolah 21

B. Sistem Pembelajaran Batandang 26

1. Makna Batandang dalam Kaitannya dengan Anjang Sana 26

2. Konsep tentang Sistem Pembelajaran 27 3. Belajar Informal Sebagai Alternatif. 35

4. Batandang Sebagai Sistem Belajar Asli Masy. Minangkabau 38

5. Belajar Bagi Orang Dewasa 47

6. Masyarakat Kelas Sosial Bawah dan Pendidikan 49

C. Kajian Penelitian yang Relevan 51

BAB III PROSEDUR PENELITIAN 55

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian 55

(7)

1. Pendekatan Penelitian 55

2. Jenis Penelitian 56

B. Jenis dan Sumber Data, Subjek Penelitian, dan Teknik

Penja-ringan Informan 57

1. Jenis dan Sumber Data 57

2. Subjek Penelitian 57

3. Teknik Penjaringan Informan 58

C. Teknik Pengumpulan dan Perekaman Data 59

1. Teknik Pengumpulan Data 60

2. Teknik Perekaman Data 63

D. Pemeriksaan Keabsahan Data 64

E. Analisis dan Penarikan Kesimpulan 65

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 67

A. Deskripsi Keadaan Demografi Kelurahan PasirKandang 67

B. Hasil Analisis Data 71

1. Nan Manjua 74

2. Nan Mambali 81

3. Galeh dan Tujuan 89

4. Kiek 102

5. Panilaian 115

C. Pembahasan 120

1. Gambaran Komponen Nan Manjua dan Nan Mambali 121 2. Gambaran Komponen Galeh dan Tujuan 123

3. Gambaran Komponen Kiek. 126

4. Gambaran Komponen Panilaian 129

D. Temuan dan Implikasi Hasil Penelitian 130

1. Temuan Penelitian 130

2. Implikasi Penelitian 136

BABV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 142

A. Kesimpulan 142

B. Rekomendasi 145

DAFTAR KEPUSTAKAAN 148

Lampiran-lampiran 153

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Kerangkka Alur Penelitian 13

Gambar 2.1 Konsep Sistem Pembelajaran 28

[image:8.595.157.446.283.564.2]

Gambar 2.2 Paradigma Keterselenggaraan Pendidikan 36

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 APENDIKS 153

Lampiran 2 SURAT-SURAT IZIN PENELITIAN 155

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dua indikator penting kemampuan pendidikan nasional menurut Buchori

(1994) menyangkut tentang: (1) kepuasan umum masyarakat terhadap pelayanan

yang diberikan oleh lembaga pendidikan, dan (2) kemampuan masyarakat secara

keseluruhan untuk memahami sekaligus merespon tuntutan-tuntutan zaman.

Memperhatikan kedua indikator tersebut sehubungan dengan kondisi empirik

pendidikan di Indonesia, dapat disimpulkan bahwa masalah mutu pendidikan di

Indonesia masih dan akan tetap menjadi isu yang sangat krusial. Hal tersebut

ditandai dengan keresahan oleh berbagai pihak, baik masyarakat maupun

pemerintah dan para pakar pendidikan (Darwis, 1993). Sementara kebutuhan akan

sumber daya manusia yang berkualitas di berbagai bidang kehidupan tidak dapat

ditawar-tawar lagi, karena daya saing SDM kita di lingkungan negara-negara Asia menurut Surya Darma dalam Sudjana (1997) berada pada urutan ke-45 atau

terakhir.

Mencermati masalah tersebut, maka salah satu penyebabnya berpangkal dari

pengartian dan pengimplementasian konsep pendidikan secara sempit, yang

seakan-akan hanya terbatas pada sistem persekolahan (Darwis, 1993 dan Buchori, 1994).

Padahal perubahan yang mendasar dan revolusionir di dunia pendidikan

beranggapan bahwa pendidikan tidak lagi dianggap hanya terbatas di sekolah saja

(Adiwikarta, 1988). Meskipun secara legalistik sistem pendidikan kita telah

(11)

butir 4 dan bab II tentang satuan, jalur dan jenis pendidikan dari UU RI No. 2

Tahun 1989 tentang Sisdiknas), akan tetapi sampai saat ini kedua sistem pendidikan

tersebut belum secara sadar diperlakukan sebagai satu sistem yang utuh dan terpadu (Buchori, 1994). Berdasarkan perlakuan tersebut, Trisnamansyah (1997)

berpan-dangan bahwa jika dikaitkan dengan upaya penciptaan masyarakat gemar belajar di

Indonesia, kesejajaran kedua sistem pendidikan tersebut baru pada taraf tatanan

konseptual dan belum merealita dalam praktek pendidikan. Di masa depan kedua

sistem pendidikan tersebut semestinya dipandang dan diperlakukan sebagai bagian

yang sentral dari pendidikan nasional serta saling terhubungkan secara fungsional.

Perubahan pandangan yang mendasar dan revolusioner di bidang pendidikan

menyebabkan proses pendidikan (baca: belajar) dapat terjadi di mana saja dan

kapan saja (Axin, 1976), sehingga pada dasarnya proses belajar dapat berlangsung

dalam kehidupan sehari-hari, yakni dalam interaksi seseorang dengan

lingkungannya. Sejalan dengan itu, Abdulhak (1995) mengemukakan bahwa

kemampuan hasil pendidikan atau belajar dapat diperoleh setiap individu dari hasil

mengamati diri dan lingkungannya, melalui pengamatan, mendengar, membaca,

bertanya, membicarakan secara lebih mendalam, sampai kepada mencobakannya

dalam kasus-kasus tertentu.

Bahwa proses belajar dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, sebagai

hasil mengamati diri dan lingkungan, sesuai dengan pepatah Minang yang

mengatakan:

Alam takambang jadi guru,

satitiak jadikan lawik,

sakapa jadikan gunuang.

(12)

setetes jadikan laut, sekepal jadikan gunung) (Dt. Rajo Penghulu, 1997: 16)

Pepatah ini memesankan tentang terdapatnya sumber-sumber belajar yang tidak terhingga di alam semesta bagi manusia dalam menjalani kehidupan. Bahkan

dalam kitab suci Al'Quran terdapat ayat yang di antaranya bahwa: "banyak

ayat-ayat Tuhan terdapat pada alam, bagi siapa yang pandai membacanya" (Nasroen:

1971: 24). Satitiak jadikan lauik, sakapa jadikan gunuang mengandung pesan,

bahwa jika suatu proses belajar sudah dijalani, maka hasil belajar tersebut

hendaknya dijadikan bekal untuk belajar lebih lanjut atau yang lebih luas.

Adat Minangkabau memang bersumber dari ajaran-ajaran yang mengambil

i'tibar dari ketentuan-kententuan alam semesta. Sementara agama Islam yang dianut

oleh masyarakat Minangkabau menyebabkan adat itu sendiri bemuansa religius

yang amat kental (Dt. Rajo Penghulu, 1997), seperti tertuang dalam kaidah adat

yangberbunyi:

Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah, Syarak mangato,

adat mamakai

(Adat bersendikan agama (Islam),

agama bersendikan kitabullah (Al-Quran) Agama berisi ketentuan-ketentuan, adat mengimplementasikan) (Dt. Rajo Penghulu, 1997: 16)

Oleh karena pengalaman belajar dapat diperoleh manusia melalui upaya

mengamati diri dan lingkungan, maka pada setiap masyarakat tertentu selalu

terdapat sistem belajar atau sistem belajar masyarakat, baik yang asli (indigenous)

(13)

4

pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai tertentu ditularkan melalui pembelajaran

di satu pihak, dan belajar di pihak lain, baik dalam latar formal, non formal maupun

informal (Soedomo, 1989).

Salah satu bentuk sistem belajar masyarakat yang berlatar informal pada masyarakat Minangkabau adalah batandang. Batandang adalah berkunjungnya

seseorang (perempuan) ke rumah tetangganya untuk keperluan tertentu, akan tetapi selanjutnya lebih banyak untuk keperluan maota. Maota adalah percakapan dua orang atau lebih yang tidak mempunyai topik tertentu, yang kadangkala menjurus

ke arah bagunjiang (Solfema, dkk; 1998). Dalam peristiwa maota terjadi proses pembelajaran, yang ditandai dengan pertukaran informasi yang sering bermuatan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai tertentu bagi pengembangan sumber daya

mereka yang terlibat di dalamnya. Pengembangan kualitas sumber daya manusia

atau pembelajaran tersebut tentunya ke arah yang positif atau bersifat normatif

sesuai dengan nilai-nilai dan pandangan kelompok masyarakatnya.

Karena kemampuan hasil pendidikan dapat diperoleh setiap individu dari

hasil mengamati diri dan lingkungannya, melalui pengamatan, mendengar, membaca, bertanya, membicarakan, mencobakan, dan seterusnya, maka kehadiran

kompleks perumahan di Kelurahan Pasir Kandang, Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia Padang sejak enam tahun terakhir akanmendorong terjadinya proses apa

yang disebut dengan asimilasi pendidikan. Proses tersebut akan berdampak positif, terutama bagi pengembangan masyarakat nelayan di kelurahan tersebut. Jika

mereka saling berinteraksi, maka secara tidak langsung warga nelayan dengan sendirinya akan ditulari oleh kebiasaan, pandangan, wawasan, dan sebagainya dari

(14)

5

Dari grand tour observation terlihat bahwa interaksi antara warga nelayan

dengan warga pendatang tersebut salah satunya adalah melalui kegiatan batandang.

Kegiatan batandang yang dilakukan oleh wanita nelayan di kelurahan Pasir Kandang tidak hanya dengan sesama wanita nelayan, akan tetapi juga melalui interaksi mereka dengan wanita pendatang. Seperti telah dikemukakan sebelumnya,

dalam peristiwa batandang terjadi lontaran-lontaran informasi yang sering bermuatan positif bagi pengembangan sumber daya manusia yang terlibat di

dalamnya.

Sebagai sistem belajar asli (indigeneous learning system) yang berlatar

budaya Minangkabau, batandang merupakan peristiwa unik. Dikatakan unik karena

di samping mengandung segi positif (baca: aspek pembelajaran), batandang juga

punya sisi negatif bila mana ota menjurus ke arah pergunjingan.

Berangkat dari keunikan tersebut, maka batandang merupakan bahan kajian

pendidikan yang manarik. Kemenarikan tersebut sekurangnya disebabkan oleh tiga

hal. Pertama, masalah pendidikan merupakan masalah sosial budaya yang tumbuh

dalam latar budaya bangsa, sehingga permasalahan tersebut seyogianya dianalisis

berhampiran dengan akar budaya bangsa. Dengan penghampiran analisis demikian

dimungkinkan untuk pencarian alternatif peningkatan peran pendidikan yang

strategis dan memiliki daya dukung budaya bangsa (Darwis, 1993). Kedua, sebagai

sistem belajar masyarakat yang asli, batandang tennasuk ke dalam kategori pendidikan tradisional yang menjadi cikal bakal bertumbuhnya pendidikan luar sekolah, khususnya bagi masyarakat Minangkabau. Di mana, pendidikan tersebut terbukti dapat melestarikan dan mewariskan kebudayaan masyarakat secara turun

(15)

terorganisir dan kurang sistematis, pendidikan jenis ini merupakan sumber terbesar

dalam pengembangan sumber daya manusia sepanjang hidup, karena pendidikannya

berlangsung dalam latar kehidupan sehari-hari dan dalam latar pekerjaan (Coombs

dan Ahmed, 1984).

Pendidikan merupakan modal yang terbesar dan teramat penting bagi

kehidupan (Ishak; 1995 dan Schumacher dalam Hasanuddin, dkk; 1995). Dalam

kaitannya dengan pengembangan kualitas sumber daya wanita nelayan di Kelurahan

Pasir Kandang, maka alternatif pendidikan yang tepat bagi mereka adalah melalui

belajar informal yang berlangsung dalam kehidupan sehari-hari, karena hampir

mustahil untuk mengembangkan kualitas pendidikan mereka melalui kegiatan

pendidikan yang terorganisir dan melembaga melalui pendidikan formal dan non

formal (Solfema, dkk; 1998).

Karena interaksi dalam peristiwa batandang sering bermuatan positif bagi

pengembagan sumber daya manusia yang terlibat di dalamnya, maka batandang

merupakan salah satu alternatif wahana pembelajaran informal yang strategis bagi

peningkatan kualitas pendidikan wanita nelayan Kelurahan Pasir Kandang.

Alasannya adalah karena kegiatannya menyaru di dalam hidup keseharian mereka,

dan secara sosial budaya batandang menjadi kebiasaan dan kebutuhan tersendiri

bagi sebagian besar wanita Minangkabau pada umumnya dan bagi sebagian wanita

nelayan dan wanita pendatang khususnya.

Berdasarkan pemikiran-pemikiran yang telah dikemukakan tersebut,

menarik sekali untuk mengamati dan memahami kegiatan batandang sebagai

wahana pembelajaran antara wanita nelayan dengan wanita pendatang di Kelurahan

(16)

B. Rumusan Masalah

Mengingat strategisnya batandang sebagai salah satu bentuk pembelajaran

wanita nelayan dengan wanita pendatang di Kelurahan Pasir Kandang, maka dibutuhkan suatu kajian yang memadai tentang batandang sebagai suatu wahana pembelajaran informal. Sebagai wahana pembelajaran, batandang dapat dipandang sebagai suatu hal yang bersistem, yang di dalamnya terdapat berbagai komponen

yang berinteraksi antara komponen yang satu dengan komponen yang lainnya. Sehubungan dengan hal tersebut maka masalah penelitian ini berkenaan dengan

komponen-komponen pembelajaran yang terdapat di dalam kegiatan batandang

wanita nelayan dengan wanita pendatang di Kelurahan Pasir Kandang.

Secara terumus, maka masalah penelitian ini ialah: "Bagaimanakah

deskripsi mengenai komponen-komponen pembelajaran yang terdapat di dalam

kegiatan batandang wanita nelayan dengan wanita pendatang di Kelurahan Pasir

Kandang, Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia Padang?"

C. Pertanyaan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka pertanyaan

yang ingin dijawab dalam penelitian ini mengacu kepada rumusan masalah tersebut,

yakni: Bagaimanakah deskripsi tentang komponen-komponen pembelajaran yang

terdapat di dalam kegiatan batandang wanita nelayan dengan wanita pendatang di Kelurahan Pasir Kandang, Kecamatan Koto tangah, Kotamadia Padang?".

Komponen-komponen pembelajaran tersebut meliputi komponen pengajar, pelajar,

(17)

peristiwa alamiah yang tidak dapat dipisahkan dari konteks di mana peristiwa itu

terjadi, maka penggunaan nama atau istilah untuk masing-masing komponen

pembelajaran tersebut disesuaikan dengan penamaan yang lazim menurut ungkapan

di setting penelitian, yakni nan manjua untuk komponen pengajar, nan mambali

untuk komponen pelajar, galeh dan tujuan untuk komponen bahan dan tujuan

belajar, kiek untuk komponen metode belajar, dan panilaian untuk komponen

evaluasi belajar. Dengan demikian, secara rinci pertanyaan yang ingin dijawab

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah deskripsi tentang nan manjua (pengajar) dari proses pembelajar

an dalam kegiatan batandang wanita nelayan dengan wanita pendatang di

Kelurahan Pasir Kandang, Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia Padang?

2. Bagaimanakah deskripsi tentang nan mambali (pelajar) dari proses pembelajar

an dalam kegiatan batandang wanita nelayan dengan wanita pendatang di

Kelurahan Pasir Kandang, Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia Padang?

3. Bagaimanakah deskripsi tentang galeh dan tujuan (bahan dan tujuan belajar)

dari proses pembelajaran dalam kegiatan batandang wanita nelayan dengan

wanita pendatang di Kelurahan Pasir Kandang, Kecamatan Koto Tangah,

Kotamadia Padang?

4. Bagaimanakah deskripsi tentang kiek (metode belajar) dari proses pembelajaran

dalam kegiatan batandang wanita nelayan dengan wanita pendatang di

Kelurahan Pasir Kandang, Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia Padang?

5. Bagaimanakah deskripsi tentang panilaian (evaluasi belajar) dari proses pem

belajaran dalam kegiatan batandang wanita nelayan dengan wanita pendatang di

(18)

D. Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk memahami permasalahan dan selanjutnya mencoba menjawab permasalahan yang dikemukakan dalam rumusan

masalah dengan deskripsi dan paparan tentang komponen-komponen pembelajaran

yang terdapat di dalam kegiatan batandang wanita nelayan dengan wanita pendatang di Kelurahan Pasir Kandang, Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia

Padang. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengungkap data tentang nan manjua (pengajar) dari proses pembelajaran dalam kegiatan batandang wanita nelayan dengan wanita pendatang di

Kelurahan Pasir Kandang, Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia Padang.

2. Mengungkap data tentang nan mambali (pelajar) dari proses pembelajaran dalam kegiatan batandang wanita nelayan dengan wanita pendatang di

Kelurahan Pasir Kandang, Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia Padang.

3. Mengungkap data tentang galeh dan tujuan (bahan dan tujuan belajar) dari

proses pembelajaran dalam kegiatan batandang wanita nelayan dengan wanita

pendatang di Kelurahan Pasir Kandang, Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia

Padang.

4. Mengungkap data tentang kiek (metode belajar) dari proses pembelajaran dalam kegiatan batandang wanita nelayan dengan wanita pendatang di Kelurahan Pasir Kandang, Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia Padang.

(19)

10

E. Manfaat Penelitian

Temuan empiris melalui penelitian ini diharapkan bermanfaat baik untuk

kepentingan akademik maupun untuk kepentingan praktik. Secara akademik,

temuan penelitian ini diharapkan memperkaya khasanah pengetahuan di bidang pendidikan luar sekolah tentang suatu bentuk pembelajaran informal secara

bersistem yang berlatar sosial budaya Minangkabau.

Secara praktik, temuan penelitian ini dapat bermanfaat dan menjadi

masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam upaya pemberdayaan wanita

nelayan, terutama bagi:

1. Pengelola Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang mengupayakan peningkatkan kualitas sumber daya manusia, khususnya wanita nelayan

Kelurahan Pasir Kandang melalui kegiatan pembelajaran informal.

2. Para agen pembaharu seperti penyuluh pertanian/perikanan, bidan desa,

penyuluh KB, dan sebagainya bagi kemungkinan intervensi mereka terhadap

batandang sebagai wahana atau kendaraan pembelajaran.

3. Pemerhati dan semua orang yang peduli terhadap kegiatan pembelajaran

informal, sebagai masukan untuk dapat ditransferkan ke dalam konteks lain

yang sama atau hampir bersamaan dengan setting penelitian ini.

4. Universitas negeri Padang, khususnya dosen Jurusan PLS FIP UNP untuk

mengkaji agar potensi batandang sebagai kendaraan pembelajaran dapat

bermanfaat bagi peningkatan sumber daya manusia wanita nelayan, khususnya

wanita nelayan Kelurahan Pasir Kandang.

5. Masyarakat nelayan dan pemimpin-pemimpin informal di Kelurahan Pasir

(20)

11

manusianya, terutama wanita nelayan melalui kegiatan batandang.

F. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dan kesalahtafsiran tentang judul penelitian, perlu dikemukakan penjelasan terhadap beberapa istilah yang dianggap

penting sebagai berikut.

1. Batandang

Batandang adalah berkunjungnya seseorang ke rumah tetangganya untuk

keperluan tertentu, akan tetapi selanjutnya lebih banyak untuk keperluan maota,

yang kadangkala menjurus ke arah pergunjingan (Solfema, dkk; 1998). Maota

berasal dari kata benda ota yang berarti percakapan dan mendapat awalan ma, sehingga menjadi maota, yakni percakapan dua orang atau lebih yang tidak

mempu-nyai topik tertentu. Yang dimaksud dengan batandang dalam penelitian ini adalah

kunjungan seorang wanita nelayan ke rumah wanita pendatang atau sebaliknya untuk maksud tertentu, namun selanjutnya lebih banyak untuk memperbincangkan berbagai topik di seputar kehidupan. Di mana, dalam perbincangan tersebut terjadi pertukaran informasi yang sering bermutan pengetahuan, keterampilan, dan sikap

serta nilai-nilai bagi mereka yang terlibat di dalamnya.

2. Wahana

Wahana berarti kendaraan dan sarana atau alat untuk mencapai suatu

tujuan (Depdikbud, 1995). Dalam penelitian ini, wahana diartikan sebagai

kendaraan atau kesempatan, yakni kesempatan untuk pembelajaran. Batandang

(21)

12

keterampilan, dan sikap serta nilai-nilai bagi mereka yang terlibat di dalamnya.

3. Pembelajaran

Istilah pembelajaran berasal dari kata belajar, yang berarti perubahan tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. Selanjutnya kata

belajar mendapat konfik pe-an sehingga menjadi pembelajaran, yang berarti

proses, cara, dan upaya menjadikan seseorang belajar (Depdikbud, 1995). Secara etimologis istilah pembelajaran berarti proses yang menjadikan seseorang bcrubah

tingkah lakunya ke arah perbaikan berdasarkan pengalaman yang diperolehnya.

Secara konsep, belajar menurut Winkels (1996) adalah suatu aktivitas

men-tal/psikhis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang

menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap, di mana

perubahan tersebut relatif konstan dan berbekas. Yang dimaksud dengan

pembelajaran dalam penelitian ini adalah proses yang menyebabkan berubahnya

tingkah laku (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) wanita nelayan sebagai akibat

dari interaksinya dengan wanita pendatang dan dengan sesamanya di Kelurahan

Pasir Kandang, Kecamatan Koto Tangah Kotamadia Padang melalui peristiwa

batandang.

G. Kerangka Alur Penelitian

Seperti telah dikemukakan sebelumnya, sebagai sistem belajar asli

(indigenous learning system), batandang merupakan wahana pebelajaran yang

(22)

Lembaga Swadaya Masyarakat

One to one learn

ing pada setting

naturalistik

GALEH DAN TUJUAN

BANTANDANG SEBAGAI WAHA

NA PEMBEL AJARAN

T

REKOMENDASI

Pakar dan

Praktisi Pendidikan

Wanita Nelayan

dan Tokoh

Informal

Gambar 1.1

Kerangka Alur Penelitian

Penelitian

(23)

5

^DID/j^

<V

(24)

BAB III

PROSEDUR PENELITIAN

Pada bab ini dikemukakan beberapa aspek yang berhubungan dengan

prosedur penelitian, yakni: (a) pendekatan dan jenis penelitian; (b) jenis dan

sumber data, subjek penelitian, dan teknik penjaringan informan; (c) teknik

pengumpulan dan perekaman data; (d) pemeriksaan keabsahan data; dan (e) analisis

dan penarikan kesimpulan.

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitataif yang dikenal jugadengan

pendekatan inkuiri naturalistik (Lincoln dan Cuba, 1985). Alasan penggunaan

pendekatan kualitatif karena interaksi antara wanita nelayan dengan wanita

pendatang melalui kegiatan batandang merupakan peristiwa sosial budaya.

Peristiwa sosial budaya bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri, melainkan saling

berkaitan satu sama lain, sehingga ia merupakan suatu kesatuan yang bersifat

holistik (Soegiyanto, 1990).

Alasan lain penggunaan pendekatan kualitatif, di antaranya adalah: (a)

Ontologi alamiah menghendaki agar pemahaman terhadap berbagai kenyataan atau

realita tertentu sebagai keutuhan tidak dapat dipisahkan dari konteksnya, terutama tentang aspek-aspek yang berhubungan dengan penyelenggaraan pendidikan luar

sekolah yang tidak melembaga; (b) Penelitian ini tidak bertujuan untuk

membuktikan kebenaran suatu teori umum {grand theory), akan tetapi berupaya

untuk mengungkap suatu aktivitas pendidikan luar sekolah yang tidak melembaga

(25)

56

dari suatu kawasan budaya tertentu, yakni

kawasan budaya Minangkabau,

khususnya kawasan nelayan dan sekitarnya di Kelurahan Pasir Kandang, Kotamadia

Padang; (c) Penelitian ini tidak mencari kebenaran mutlak, karena ada dunia luar

yang tidak dapat dikenali secara mutlak, akan tetapi ditentukan oleh realitas empirik

menurut pandangan suatu kelompok masyarakat dan konsensus masyarakat ilmuan;

dan (d) Melalui penelitian ini diupayakan untuk belajar dari peristiwa-peristiwa

yang terjadi dalam latar interaksi antara wanita nelayan dengan wanita pendatang

(sesama subjek penelitian) dan antara subjek penelitian dengan peneliti sendiri. Jadi

bukan sekedar mempelajari perilaku wanita-wanita tersebut, melainkan juga belajar

dari mereka (Wahid, 1994; Nasution, 1996; danMoleong, 1998).

2. Jenis Penelitan

Penelitian ini tergolong pada jenis studi kasus, karena melalui grand tour

observation yang tidak diikuti dengan mini tour observation, fokus penelitian ini

telah ditentukan, yakni komponen-komponen pembelajaran yang terdapat dalam

peristiwa batandang wanita nelayan dengan wanita pendatang di Kelurahan Pasir

Kandang, Kotamadia Padang. Dengan penentuan fokus tersebut maka peneliti

memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki

(Yin; 1997 dan Solfema, dkk; 1998).

Alasan lain penggunaan studi kasus, di antaranya karena: (a) Fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di dalam konteks

kehidupan nyata interaksi wanita nelayan dengan wanita pendatang di Kelurahan

Pasir Kandang dan (b) Penelitian ini bermaksud untuk memahami fenomena sosial

yang kompleks, sehingga penggunaan studi kasus memungkinkan peneliti untuk

(26)

57

nyata pada settingpenelitian (Yin, 1997).

B. Jenis dan Sumber Data, Subjek Penelitian, dan Teknik Penjaringan

Informan

1. Jenis dan Sumber Data

Berdasarkan sifat penelitian kualitatif yang bertujuan menghasilkan suatu

deskripsi, maka jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data tentang

perilaku manusia, khususnya perilaku interaksi wanita nelayan dengan wanita pendatang melalui peristiwa batandang. Perilaku interaksi antara kedua wanita yang berbeda latar belakang tersebut berupa tingkah laku yang dapat diamati dan kata-katanya. Sesuai dengan pertanyaan dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan, maka perilaku wanita nelayan dan wanita pendatang yang menjadi data penelitian adalah kata-kata dan tingkah laku yang berkaitan dengan komponen-komponen

pembelajaran yang terdapat dalam kegiatan batandang. Data tersebut meliputi tentang komponen nan manjua, nan mambali, galeh dan tujuan, kiek, dan panilaian dari kegiatan batandang sebagai suatu wahana pembelajaran.

Sesuai dengan jenis data yang dibutuhkan, maka yang menjadi sumber data

adalah subjek dan informan. Sumber data subjek adalah wanita nelayan dan wanita

pendatang yang terlibat dalam kegiatan batandang di Kelurahan Pasir Kandang, Kotamadia Padang, yang syarat penetapannya akan dikemukakan pada bagian berikutnya. Sedangkan informan adalah wanita pendatang yang terlibat dalam

kegiatan batandang dan informan lainnya yang dianggap tahu tentang informasi

yang berkaitan dengan data yang diperlukan..

2. Subjek Penelitian

(27)

58

pembelajaran yang terdapat dalam peristiwa batandang wanita nelayan dengan

wanita pendatang, seperti telah dikemukakan sebelumnya, maka yang menjadi

subjek penelitian ini adalah wanita nelayan dan wanita pendatang. Mengacu kepada

Spredley (1980), maka wanita nelayan yang memenuhi syarat untuk menjadi subjek

penelitian ini adalah wanita nelayan yang: (a) telah bersuamikan nelayan dan tidak sedang mengikuti pendidikan formal dan non formal, dan (b) belum begitu dikenal

oleh peneliti. Sedangkan wanita pendatang yang memenuhi syarat untuk menjadi

subjek penelitian adalah mereka-mereka yang tingal di kompleks perumahan dengan ketentuan: (a) wanita pendatang yang tidak berstatus sebagai isteri nelayan,

dan (b) belum begitu dikenal oleh peneliti.

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa kedua jenis subjek

penelitian (seperti telah dikriteriakan di atas) adalah wanita nelayan dan wanita pendatang yang saling berinteraksi melalui kegiatan batandang di Kelurahan Pasir

Kandang Kotamadia Padang.

2. Teknik Penjaringan Informan

Penjaringan kedua subjek tersebut dilakukan seperti dikemukakan oleh Lincoln dan Guba melalui teknik bola salju atau snow ball sampling (Faisal, 1990). Setelah interaksi dan pengenalan dengan kelompok subjek pertama berhasil,

(28)

komponen-59

komponen pembelajaran yang terdapat di dalam peristiwa belajar-membelajarkan

antara wanita nelayan dengan wanita pendatang melalui kegiatan batandang di

Kelurahan Pasir Kandang Kotamadia Padang sesuai dengan tujuan penelitian yang

telah dirumuskan.

C. Teknik Pengumpulan dan Perekaman Data

Sebelum penyajian teknik pengumpulan dan perekaman data perlu

dikemukakan terlebih dahulu tentang aspek yang sangat menentukan dalam rangka

pengumpulan data, yakni peneliti sebagai instrumen penelitian. Peranan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit, karena peneliti memiliki fungsi ganda, yakni sebagai perencana, pelaksana pengumpulan data, penganalisis dan penafsir data, dan sekaligus sebagai pelapor hasil penelitian. Dengan demikian, peneliti menjadi segalanya dalam keseluruhan proses penelitian, sehingga tepat kalau peneliti disebut sebagai instrumen utama penelitian (Nasution, 1996; Brannen,

1997; dan Moleong, 1998). Kemengapaan peneliti sebagai instrumen utama dalam

penelitian, menurut Nasution (1996) dan Moleong (1998) adalah karena sebagai instrumen hanya manusialah yang: dapat responsif dan reaktif, dapat menyesuaikan

diri, dapat memahami dengan utuh, menggunakan/mendasarkan diri atas pengetahuan, dapat memproses data secepatnya, dapat mengambil kesimpulan, dan dapat memperhatikan respon yang aneh.

Berkaitan dengan kedudukan peneliti sebagai pengumpul data, diketahui

(29)

GO

sebab itu, peneliti perlu beradaptasi dengan masyarakat objek penelitian dalam

upaya menciptakan suasana hubungan yang kondusif(Spredley, 1980).

Untuk menciptakan suasana hubungan yang kondusif tersebut, maka selama

penelitian berlangsung peneliti kost dan tinggal pada salah satu kompleks

perumahan yang terdapat di setting penelitian, yakni Kompleks Perumahan

Bumi Sirdang Damai (BSD) I. Pemilihan kompleks perumahan tersebut didasarkan

pada hasil penjajakan terhadap subsetting atau site penelitian, di mana di kompleks perumahan tersebut terkonsentrasi cukup banyak keluarga nelayan yang berstatus

sebagai pengontrak.

Oleh karena peristiwa batandang dilakoni oleh kaum wanita (wanita

nelayan dan wanita pendatang), maka. peneliti memanfaatkan isteri sendiri sebagai pembantu dalam proses pengumpulan data, terutama pada tahap-tahap awal

pengenalan dan interaksi dengan kelompok subjek. Pemanfaatan isteri sendiri

sebagai pengumpul data tersebutbukan dengan maksud untuk sewaktu-waktu dapat

menggantikan peran peneliti sebagai pengumpul data penelitian, melainkan lebih

ditujukan untuk membantu peneliti dalam beradaptasi dengan masyarakat objek

penelitian dalam rangka menciptakan hubungan yang kondusif seperti disarankan oleh Spredley. Singkatnya, karena peristiwa batandang dilakoni oleh kaum wanita, dengan didampingi oleh isteri sendiri, maka hambatan perbedaan jenis kelamin dalam memasuki dunia kelompok subjek dengan sendirinya dapat diatasi.

1. Teknik Pengumpulan Data

Dalam rangka pengumpulan data digunakan empat teknik, yakni observasi,

(30)

61

dapat pula secara tersendiri. Wawancara yang dilakukan secara simultan dengan observasi dilakukan pada saat-saat permulaan pengumpulan data dalam rangka

penjajakan site. Pada saat permulaan tersebut terkadang hanya dilakukan observasi semata. Melalui penggunaan observasi dan wawancara yang simultan dengan observasi itu diperolehlah tiga site pengumpulan data di tiga kompleks perumahan dan sekitarnya, yakni Kompleks Perumahan BSD I, Kompleks Perumahan Harka

Pasir Permai, dan Kompleks Perumahan Wisma Indah X/BSD II. Sedangkan

wawancara yang dilakukan secara simultan dengan observasi partisipasi adalah wawancara spontan dan tidak terstruktur, dengan pertimbangan untuk menjaga suasana alami pada site. Wawancara yang demikian dilakukan pada saat pengumpulan data guna mengungkap data tentang komponen nan manjua, nan

mambali, galeh dan tujuan, kiek, dan panilaian dari peristiwa belajar-membelajarkan melalui kegiatan batandang wanita nelayan dengan wanita pendatang. Pada saat penjajakan site, secara tidak sengaja terkadang juga sudah mulai diperoleh data awal tentang komponen-komponen pembelajaran tersebut.

Selanjutnya, setelah dilakukan pengkajian terhadap catatan lapangan, baik melalui observasi partisipasi maupun wawancara spontan, jika belum diperoleh pemahaman yang maksimal, dilakukan wawancara tersendiri untuk memperkaya data tentang komponen-komponen pembelajaran yang telah didapat melalui

wawancara yang simultan. Wawancara ini sedikit agak terstruktur dengan tetap

memberikan kebebasan yang lebih besar kepada subjek untuk mengutarakan

pandangan-pandangannya. Informan dari wawancara ini adalah subjek wanita pendatang atau informan lain yang dianggap tahu tentang informasi yang

(31)

62

Studi dokumentasi digunakan untuk memperoleh data tentang keadaan demografi Kelurahan Pasir Kandang, yang sebagian besar diperoleh dari dokumentasi yang terdapat di kantor kelurahan. Walaupun rencana perolehan data ini tidak dirumuskan dalam pertanyaan dan tujuan penelitian, tetapi kedudukan data ini cukup penting dalam penelitian kualitatif, terutama dalam menyajikan informasi

untuk mengkaji kemungkinan keteralihan (transferability) temuan penelitian ini ke

dalam konteks lain yang bersamaan atau yang hampir bersamaan dengan setting penelitian ini.

Sehubungan dengan pengumpulan data yang telah diuraikan, perlu dikemukakan bahwa penelitian ini mengandung beberapa keterbatasan. Karenanya, penafsiran hasil penelitian ini harus didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan keterbatasan tersebut. Keterbatasan dimaksud antara lain berkenaan dengan

perolehan data melalui pengamatan berperan serta dan tenaga pembantu pengumpulan data. Berkenaan dengan perolehan data melalui pengamatan berperan

serta, kegiatan belajar informal berlangsung dalam latar kehidupan sehari-hari,

hampir selama dua puluh empat jam, termasuk malam hari. Dalam penelitian ini

peneliti tidak dapat melakukan pengamatan berperan serta di malam hari tersebut.

(32)

63

2. Teknik Perekaman Data

Prosedur perekaman data lebih

mengandalkan pencatatan dengan

menempuh dua langkah. Pertama, pencatatan di lapangan (site). Catatan dimaksud

dibuat seringkas mungkin, karena selama observasi dan wawancara berlangsung

banyak peristiwa yang terjadi, sedangkan kemampuan peneliti untuk mencatat

sangat terbatas. Untuk mengatasi keterbatasan tersebut disiapkanlah tape recorder

sebagai alat perekam. Sayangnya, setelah satu dua kali dicobakan, penggunaan alat

tersebut ternyata sangat kontraproduktif karena membuat subjek (terutama wanita

nelayan) menjadi tidak spontan dan berhati-hati sekali dalam melontarkan atau

menanggapi lontaran informasi yang muncul dalam ota mereka. Dalam arti, penggunaan tape recorder tersebut mengganggu suasana alami pada site, sehingga perekaman data di lapangan tersebut lebih mengandalkan pencatatan. Kondisi ini termasuk menjadi bahan pertimbangan kemengapaan peneliti menyewa sebuah

rumah tipe RSS di Kompleks Perumahan BSD I. Bila tidak bisa mencuri-curi

kesempatan untuk melakukan pencatatan di lapangan, maka pencatatan tersebut

terpaksa dilakukan setelah kembali ke rumah kost tersebut.

Kedua, sekembali dari lapangan, maka secepatnya catatan yang ringkas tadi

dikembangkan dengan secermat dan serinci mungkin melalui pengerahan daya

ingat, sehinggasegalaperistiwa yang terjadi di lapangan relatifterekam secara utuh. Kedua catatan tersebut (catatan singkat di lapangan dan pengembangannya sekembali dari lapangan), seperti disarankan Bogdan dan Biklen (1990) memuat tentang: gambaran subjek, rekonstruksi dialog, deskripsi latar fisik, catatan kejadian

(33)

64

D. Pemeriksaan Keabsahan Data

Penelitian ini menggunakan empat kriteria pemeriksaan keabsahan data

sebagaimana yang dianjurkan oleh Guba (1981) dan Soegiyanto (1990), yakni (1)

terdapatnya derajat kepercayaan terhadap data, (2) keteralihan (transferbilitas), (3) ketergantungan laporan terhadap data, dan (4) adanya kepastian tentang data.

Pertama, untuk mempertinggi derajat kepercayaan terhadap data yang

diperoleh, dilakukan beberapa teknik yang dianjurkan oleh Moleong (1998), yang

antara lain adalah: (a) memperpanjang keterlibatan jika dikuatirkan ada distorsi

informasi dari pihak informan; (b) ketekunan pengamatan untuk mendapatkan ciri-ciri dan unsur-unsur yang berhubungan dengan fokus penelitian; (c) triangulasi

untuk memperoleh keabsahan data melalui sesuatu yang lain dari data itu sendiri,

berupa triangulasi sumber dan metode; (d) pemeriksaan sejawat untuk memperoleh

pemahaman yang sesuai dengan akal sehat; dan (e) pengecekan anggota, untuk menyesuaikan data yang telah direkam dengan kebenaran informasi yang diberikan

oleh subjek dan informan.

Kedua, untuk membangun keteralihan hasil penelitian ke dalam konteks

lain, disajikan uraian rinci dengan melaporkan hasil penelitian secermat dan

selengkap mungkin. Untuk itu, laporan penelitian tidak hanya mengandalkan perolehan data dari lapangan saja, tetapi juga menggunakan berbagai sumber

kepustakaan untuk menggambarkan konteks dengan rinci dan jelas (Moleong,

1998). Di samping itu, laporan ditulis dengan memadukan perspektif emic dan etic.

Ketiga, untuk membangun ketergantungan laporan terhadap data yang

(34)

65

kegiatan lapangan sebagaimana yang terekam dalam segenap catatan lapangan.

Keempat, untuk memberikan gambaran tentang kepastian data diupayakan

dengan topangan catatan lapangan berdasarkan audit ketergantungan serta koherensi internal dalam penyajian, penafsiran, dan kesimpulan penelitian. Hal ini diupayakan dengan dua cara, yakni (a) meminta jasa sejawat seperti dikemukakan sebelumnya,

dan (b) membahas bersama pembimbing melalui proses bimbingan.

£. Analisis dan Penarikan Kesimpulan

Pengolahan dan analisis data berlangsungselama dan sesudah pengumpulan

data. Hal ini mengingat pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yang berdaur ulang atau cyclical (Soegiyanto, 1998 dan Nasution, 1996). Jika terdapat

kekurangan atau keraguan terhadap data yang diperoleh tentang masing-masing

atau suatu komponen pembelajaran, terbuka kemungkinan untuk melakukan pengumpulan data ulang. Menurut Miles dan Huberman (1992), tindakan tersebut

guna mendapatkan data baru untuk mengisi kesenjangan atau menguji hipotesis

baru yang muncul selama kegiatan analisis.

Model analisis data yang digunakan adalah model analisis seperti yang dikemukakan oleh Nasution (1996) yang terdiri dari tiga langkah, yaitu (a) reduksi

data, (b) display data, dan (c) penarikan kesimpulan dan verifikasi. Reduksi data

adalah mencermati dan mempelajari semua catatan lapangan, memilih dan

menfokuskan pada hal-hal pokok, dan mencari tema atau polanya. Singkatnya,

keseluruhan data yang terdapat dalam semua catatan lapangan dipilah-pilah sesuai

(35)

66

sebelumnya ke dalam matrik guna membantu dan mempermudah penguasaan

terhadap data. Pengambilan kesimpulan, merupakan pencarian pola, tema,

hubungan, persamaan, hipotesis dan sebagainya terhadap data yang sudah

dimatrikkan. Kesimpulan tersebut masih bersifat tentatif dan membutuhkan

(36)

^DlDjj^

5

A?

(37)

BABV

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan ditarik beberapa butir kesimpulan yang relevan. Selanjutnya, kesimpulan tersebut dijadikan sebagai bahan gunamengajukan beberapa rekomendasi.

A. Kesimpulan

Berdasarkan deskripsi tentang komponen-komponen pembelajaran dalam konteks batandang dan pembahasan yang telah dikemukakan, dapat ditarik

beberapa kesimpulan sebagai berikut.

1. Nan manjua dan nan mambali (pengajar dan pelajar) merapakan dua komponen

yang menyebabkan terselenggaranya kegiatan belajar-membelajarkan dalam

latar batandang wanita nelayan dengan wanita pendatang. Namun, keduanya

merupakan satu kesatuan terpadu, sebab dalam peristiwa batandang kedudukan

nan manjua dan nan mambali tidak tetap. Artinya, dalam sesaat kedudukan nan

manjua dapat berubah menjadi nan mambali atau sebaliknya, tergantung kepada

siapa yang menyampaikan dan siapa yang menerima galeh atau pesan belajar.

Wanita pendatang relatif sering bertindak sebagai nan manjua, sedangkan

wanita nelayan relatif sering bertindak sebagai nan mambali. Hal ini karena

wanita pendatang mempunyai pengalaman yang lebih kaya akan galeh dari

proses belajar-membelajarkan yang berlangsung. Sedangkan faktor yang

mendorong pengadopsian pesan oleh nan mambali adalah konformitas, yakni

keinginan untuk beradaptasi dengan situasi kelompok.

(38)

143

2. Galeh dan tujuan (bahan dan tujuan belajar) pada kegiatan belajar-membelajar

kan dalam latar batandangwanita nelayan dengan wanita pendatang merupakan

suatu kesatuan yang terpadu pula. Hal tersebut dikarenakan tujuan belajar dalam

konteks ini baru muncul setelah galeh yang mencakup pengetahuan,

keterampilan, dan sikap disajikan oleh nan manjua. Galeh muncul dengan

seketika dalam kegiatan batandang, dan tampa disadari oleh yang bertindak

sebagai nan manjua. Meskipun tujuan belajar muncul setelah galeh "disajikan",

sering nan manjua tidak menyadari bahwa sebenarnya ada tujuan belajar dari

"penyajian galeh". Makanya, tujuan belajar dalam latar batandang tidak pernah

dikatakan, apalagi dirumuskan. Kemunculan galeh dalam bentuk seketika dan

tujuan belajar yang tidak terumus, mencerminkan bahwa orientasi

pembelajarannya untuk peningkatan kemampuan yang langsung dibutuhkan

dalam tugas kehidupan yang riel.

3. Yang dimaksud dengan kiek (metode) pembelajaran dalam konteks batandang

adalah bagaimana suatu galeh dari satu pihak dapat ditanggapi oleh pihak lain

dengan tidak mementingkan apakah tanggapan itu positif atau negatif, apalagi

berharap bahwa galeh akan diserap atau diadopsi. Yang penting bagi mereka

adalah bagaimana agar dapat menyampaikan apa yang terasa, sehingga dalam

latar batandang terdapat empat metode pembelajaran yang menonjol, yaitu:

a. Dialog berebutan, merupakan percakapan tanpa topik tertentu dan tanpa

(39)

144

diri mereka sebagai pribadi yang mandiri, karena melalui kiek ini tidak

terdapat pihak yang mendominasi.

b. Percontohan, merupakan perbuatan atau tingkah laku petandang atau

tertandang yang muncul dengan spontan, untuk selanjutnya ditiru dan

diadopsi oleh yang lainnya sehingga disebut sebagai kiek pembelajaran.

Galeh yang tersalurkan melalui kiek ini berkenaan dengan perubahan dan

pembentukan sikap serta keterampilan.

c. Demonstrasi, mirip dengan metode demontrasi dalam pendidikan formal.

Bedanya, dalam latar ini, nan manjua tidak memperlihatkan dominasinya,

sehingga kiek ini memiliki ciri tersendiri, yakni: spontanitas yang tinggi,

kesukarelaan, dan keswaarahan.

d. Reaksi langsung, merupakan reaksi spontan berupa koreksian dari salah satu

pihak terhadap kekeliruan pihak lainnya selama berlangsungnya interaksi

dalam latar batandang. Koreksian tersebut ditanggapi dengan positif oleh

yang dikenai koreksi, sehingga reaksi itu berfungsi sebagai kiek

penyampai-an galeh (bahpenyampai-an belajar), baik berupa pengetahupenyampai-an dpenyampai-an sikap maupun

keterampilan.

4. Panilaian (evaluasi belajar) dalam latar batandang tidak dimulai dengan proses

pengukuran, tetapi langsung kepada judgement dari satu orang atau lebih

petandang terhadap petandang lainnya dalam bentuk pujian, kritikan, atau

tindakan, baik disampaikan secara langsung atau tidak langsung kepada objek

evaluasi. Panilaian lebih banyak berfungsi sebagai motivasi agar mereka dapat

belajar dari pengalaman yang berlangsung selama proses interaksi dalam latar

(40)

145

B. Rekomendasi

Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan yang telah dikemukakan, maka

dikemukakan rekomendasi secara umum dan secara khusus. Secara umum, oleh

karena dalam latar batandang wanita nelayan dengan wanita pendatang berlangsung peristiwa belajar-membelajarkan, maka kepada pemerhati dan semua orang yang peduli terhadap kehidupan wanita nelayan, perlu kiranya mendayagunakan

pembelajaran melalui batandang bagi peningkatan kualitas hidup wanita nelayan tersebut, karena dengan berbagai kondisi dan keterbatasannya mereka hampir tidak

punya peluang utnuk memperoleh kesempatan pendidikan melalui pendidikan luar

sekolah yang melembaga (nonformal) apalagi pendidikan sekolah (formal).

Secara lebih khusus diajukan rekomendasi sebagai berikut:

1. Kepada para praktisi pendidikan dan pengembangan masyarakat, baik dari instansi pemerintah maupun swasta, agar tidak hanya mengandalkan pendidikan

formal dan nonformal saja dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat,

terutama masyarakat kelas sosial bawah seperti wanita nelayan Kelurahan Pasir Kandang. Karena temuan penelitian menunjukkan bahwa melalui kegiatan

belajar yang tidak melembaga (informal), seperti dalam batandang cukup

efektif untuk menimbulkan perubahan tingkah laku, karena secara sadar atau

tidak wanita nelayan sering dibelajarkan oleh wanita pendatang dalam latar batandang. Kegiatan tersebut mereka rasakan sebagai suatu kebutuhan karena

(41)

146

dilakukan adalah dengan ikut terlibat ke dalam peristiwa batandang sambil

memberikan penguatan terhadap pesan-pesan yang positif dan melemahkan

pesan-pesan yang negatif. Akan lebih efektif lagi jika yang ikut terlibat ke

dalam peristiwa tersebut adalah agen pembahara berjenis kelamin sama yang

berasal dari latar belakang budaya yang sama pula.

2. Kepada penglelola Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak dalam

peningkatan kualitas sumber daya manusia, sebaiknya menggunakan wanita

pendatang sebagai saluran guna menyampaikan pesan-pesan pembaharuan,

karena temuan penelitian menunjukkan bahwa wanita pendatang lebih sering

bertindak sebagai pengajar dalam proses belajar-membelajarkan pada peristiwa

batandang sebagai wahana pembelajaran informal.

3. Kepada wanita nelayan dan tokoh informal Kelurahan Pasir Kandang. Kepada

wanita nelayan, agar tidak menjadikan kegiatan batandang sebagai suatu

kegiatan untuk bercengkrama saja, yang lebih penting ialah bagaimana

menjadikan peristiwa tersebut sebagai tempat untuk bertukar dan menimba

pengetahuan, keterampilan, dan bahkan memperoleh pandangan baru bagi

peningkatan kualitas hidup. Kepada para tokoh informal, agar memberikan

dorongan dan dukungan supaya kegiatan batandang lebih bermanfaat bagi

peningkatan wawasan kehidupan warga masyarakatnya.

4. Kepada pakar pendidikan untuk megembangkan wahana pembelajaran

batandang ke dalam bentuk kegiatan saling kunjung lain yang di dalamnya

(42)

147

berpeluang besar untuk mewujudkan pemerataan kesempatan pendidikan

sekaligus meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

5. Kepada peneliti berikutnya, untuk dapat melakukan penelitian pilot proyek

pada setting di luar etnis Minangkabau, karena temuan penelitian menunjukkan

bahwa wanita nelayan di Kelurahan Pasir Kandang dapat saling

belajar-membelajarkan dengan pihak yang heterogen (wanita pendatang) dengan

mereka. Temuan penelitian tersebut dapat memperkaya khasanah pengetahuan

pendidikan luar sekolah tentang bentuk pembelajaran tradisional yang strategis

(43)

^DID/^

M>

(44)

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Abdulhak, Ishak. 1986. Strategi Belajar Pendidikan Luar Sekolah. Jakarta:

Karunika, Universitas Terbuka

. 1995. Metodologi Pembelajaran pada Pendidikan Orang Dewasa.

Bandung: Cipta Intelektual

Adiwikarta, Sudardja. 1988. Sosiologi Pendidikan: Isyu dan Hipotesis Tentang

Hubungan Pendidikan dengan Masyarakat. Jakarta: Depdikbud, Dirjen

Dikti, P2LPTK

Arif, Zainudin. 1990. Andragogi. Bandung: Angkasa

Asmawi. 1996. "Wanita dan Pendidikan" dalam Wanita di Sumatera Barat: Beberapa Kumpulan Pemikiran dan Hasil Penelitian. Padang: Lembaga

Penelitian Universitas Andalas

Axin, Nancy W. 1976. Nonformal Education and Rural Development. Michigan:

Michigan State University

Bogdan, Robert C. dan Biklen, Sari Knopp. 1990. Qualitative Researchfor Educat

ion: An Introduction to the Theory and Methods (alih bahasa Munandir).

Jakarta: Dirjen Dikti, Depdikbud

Brannen, Julia. 1997. Memadu Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif (alih

bahasa Nuktah Arfawie Kurde, dkk). Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah

IAIN Antasari Samarinda bekerjasama dengan Pustaka Pelajar Offset

Buchori, Mochtar. 1994. Pendidikan dalam Pembangunan. Jakarta: IKIP Muhammadiyah Jakarta Press

Chabaud, Jacqueline. 1984. Mendidik dan Memajukan Wanita (teijemahan

Koesalah Soebagyo Tour). Jakarta: PT Gunung Agung

Coombs, P.H. 1973. New Paths to Learning for Rural Children and Youth. USA: International Council for Educational Development

Coombs, Philip H. dan Ahmed, Manzoor. 1984. Attacking Rural Poverty, How Nonformal Education Can Help (teijemahan Yayasan Ilmu-ilmu Sosial).

Jakarta: Rajawali

Darwis, Ranidar. 1993. Transformasi Nilai-nilai Tradisi Kekeluargaan dalam

Pendidikan Kewiraswastaan: Studi Kasus Pengembangan Sumber Daya

(45)

149

Manusia dalam Pengelolaan Rumah Makan Padang (disertasi).

Bandung: PPs IKIP Bandung

Depdikbud. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Dt. Rajo penghulu, Idras Hakimi. 1997. Pokok-pokok Pengetahuan Adat

Minangkabau. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Faisal, Sanapiah. 1990. Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar dan Aplikasi. Malang:

Yayasan Asih Asah Asuh Malang

Freire, Paolo. 1972. Pendidikan Kaum Tertindas (terjemahan dari judul asli

Pedagogy of The Oppressed. Jakarta: LP3ES

Golthorpe, J.E. 1992. The Sociology of The Third World, Disparaty and Development (Alih Bahasa: Sukadijo). Jakarta: Gramedia

Guba, Egon G. 1981. Toward a Metholology ofNaturalistics Inquiry in Education Evaluation. Los Angeles: University of California

Hanafi, Abdillah. 1984. Memahami Komunikasi Antar Manusia. Surabaya: Usaha Nasional

Hasanuddin, dkk. 1995. Pola Asuh dalam Keluarga Nelayan di Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia Padang (laporan penelitian). Padang: IKIP Padang

Hendropuspito, D. OC. 1989. Sosiologi Sistematik. Yogyakrta: Kanisius

Jamaris. 1996. Pembelajaran Hakekat "Basandi" dalam Keluarga Matrilineal Minangkabau: StudiInteraksi Mamak-Anak Kemenakan-Ibu di Kampung dan Rantau (disertasi). Bandung: PPs IKIP Bandung

Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita. 1992. Wanita dalam

Pembangunan. Jakarta

Knowles, Malcom S. 1986. Adult Learner: A Neglected Species (Third Edition). Houston: Gulf Publishing Company

Koentjaraningrat. 1984. Kebudayan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia

Lincoln, Yvonna. S dan Guba, Egon G. 1985. Naturalistic Inquiry. Baverly Hill: Sage Publications

Lunandi, A. G. 1981. Pendidikan OrangDewasa. Jakarta: Gramedia <fr •»'";'" ^^>,

(46)

150

Mayer, Paul A. dan Kegawan, Simon Anyar. 1978. NilaiAnak di Indonesia.

Yogya-karta: Lembaga Kependudukan UGM Yogyakarta

Miko, Alfan dan Asmawi. 1996. "Pendahuluan" dalam Wanita di Sumatera Barat:

Beberapa Kumpulan Pemikiran dan Hasil Penelitian. Padang: Lembaga

Penelitian Universitas Andalas

Miles, Matthew B dan Huberman, A. Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku

Sumber Tentang Metode-metode Baru (penerjemah Tjetjep Rohendi

Rohidi. Jakarta: Universitas Indonesia Press

Moleong, Lexy J. 1998. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Nasroen, M. 1971. Dasar Falsafah Adat Minangkabau. Jakarta: Bulan Bintang Nasution, S. 1996. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito

Pemerintah Daerah Tingkat I Sumatera Barat. 1991. Analisa dan Situasi Wanita di

Sumatera Barat

Rakhmat, Jalaluddin. 1991. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya

Rogers, Everett M. dan Shoemaker, F. Floyd. 1987. Memasyarakatkan Ide-ide Baru

(disarikan oleh Abdillah Hanafi). Surabaya: Usaha Nasional

Salmah, S. dkk. 1998. "Identifikasi Beberpa Isu Wanita dan Pembangunan dalam Rumah Tangga Miskin di Sumatera Barat" dalam Bunga Rampai: Pusat

Studi Wanita Universitas Andalas. Padang: PSW Universitas Andalas

Soedjatmoko. 1995. Dimensi Manusia dalam Pembangunan: Pilihan Karangan.

Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Soedomo, M. 1989. Pendidikan Luar Sekolah ke Arah Pengembangan Sistem Belajar Masyarakat. Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikti, P2LPTK

Soegiyanto, Saleh. 1990. Penelitian Kualitatif, Teori dan Aplikasi (makalah disam paikan dalam penataran penelitian dosen IKIP Surabaya). Surabaya: Pusat Penelitian IKIP Surabaya

Solfema, dkk. 1998. Bentuk-bentuk Pendidikan Informal dalam Latar Kehidupan Wanita Nelayan Kelurahan Pasir Sebelah Kotamadia Padang (laporan penelitian). Padang: IKIP Padang

(47)

151

Soedarsono, Juwono. dkk. 1999. "Filosofi, Kebijaksanaan, dan Starategi Pendidikan Nasional" dalam Konferensi Pendidikan Indonesia: Mengatrasi Krisis

-Menuju Pembaruan. Jakarta: 23-24 Februari

Sudjana, Djudju. 1996. Pendidikan Luar Sekolah: Wawasan, Sejarah Perkembangan, Falsafah, Teori Pendukung, dan Asas. Bandung:

Nusantara Press

. 1997. Memantapkan Eksistensi dan Profesionalisasi Pendidikan Luar Sekolah (makalah disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan Luar

Sekolah dan Konferensi ISPPSI Tahun 1997). Surabaya: PLS FIP IKIP Surabaya

1993. Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatifdalam Pendidikan

Luar Sekolah. Bandung: Nusantara Press

. 1993. Strategi Pembelajaran dalam Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: Nusantara Press

Surakhmad, Winarno. 1977. Mencari Starategi Pembinaan Pendidikan Pembangunan Dewasa Ini. (Tampa Tempat dan Penerbit)

Trisnamansyah, Sutaryat. 1997. Peranan Pendidikan Luar Sekolah dalam

Membangun Masyarakat Gemar Belajar (makalah disampaikan pada

Seminar Nasional Pendidikan Luar Sekolah dan Konferensi ISPPSI

Tahun 1997). Surabaya: PLS FIP IKIP Surabaya

Undang-undang RI Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan

Peraturan Pelaksanaannya. Jakarta: Sinar Grafika. 1995

Wahid,

Syafruddin, 1991. Pembangunan Masyarakat Desa:

Meningkatkan

Partisipasi Melalui Pembelajaran. Padang: FIP IKIP Padang

. 1994. Format-format Pembelajaran dalam Konteks Perdagangan: Studi Etnografi dalam Latar Budaya Perantau Minangkabau di Kotamadya

Malang (tesis). Malang: PPs IKIP Malang

Wijaya, Cece dan Rusyan, Tabrani. 1991. Kemampuan Dasar Guru dalam Proses

Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Winkels, W. S. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo

Wisroni. 1996. Agen Pembaru dalam Poses Perubahan Sosial (makalah). Padang:

FIP IKIP Padang
(48)

152

Mudzakir). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Gambar

Gambar 4.1Hasil AnalisisData

Referensi

Dokumen terkait

• Kontrol engine elektronik yang terintegrasi sepenuhnya bekerja seirama dengan seluruh alat berat agar bahan bakar Anda tahan lebih lama.. • Gunakan lebih sedikit bahan bakar

Terdapat pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing dan motivasi belajar secara sendiri-sendiri terhadap hasil belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Kota

Singkapan andesit yang ditemukan disekitar titik mata air panas 2 diduga merupakan bagian dari Formasi Batuan Gunungapi Bilungala (Tmbv).. Sumber panas daerah

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan beberapa peraturan menteri keuangan yang mengakomodasi dari pada perjanjian ACFTA merupakan bentuk sinkronisasi dari perjanjian

Berbagai macam prospek pembangunan telah dilakukan dari Orde Lama, Orde Baru hingga masa Reforasi untuk terus mendorong kesejahtraan dan kemajuan bangsa kea rah yang lebih baik,

Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kerjo Kabupaten Karanganyar adalah salah satu instansi pemerintah dan merupakan Sekolah Berstandar Nasional ( SSN ) yang dianjurkan oleh

Untuk meningkatkan efisiensi bahan bakar, dan waktu tempuh, maka Kapal Crew boat “Orela” ini akan dipasang foil belakang yang berguna untuk meningkatkan gaya angkat pada kapal

penyelundupan satwa liar yang dilindungi yaitu, faktor ekonomi, faktor penegakan hukum, faktor lingkungan yang tidak baik, dan faktor kurangnya kontrol sosial dari