"BATANDANG" SEBAGAI WAHANA
P E M B E L A J A R A N
(Studi Kasus Pembelajaran Wanita Nelayan dengan Wanita Pendatang di Kelurahan Pasir Kandang,
Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia Padang)
T E S I S
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan dalam
Program Studi Pendidikan Luar Sekolah
01 eh:
WISRONI NIM: 979693
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa karya tulis dengan judul: "BATANDANG SEBAGAI WAHANA PEMBELAJARAN (Studi Kasus Pembelajaran Wanita Nelayan dengan Wanita Pendatang di Kelurahan Pasir Kandang, Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia Padang)" ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan
penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika
yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini saya siap
menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudianditemukan adanya pelanggaran atas etika keilmuan dalam karya saya ini,
atau ada klaim terhadap keaslian karya saya ini.Bandung, Me i 2000 Yang membuat pernyataan,
LEMBARAN PENGESAHAN
Disetujui dan Disahkan oleh Pembimbing:
Prof. Dr. H. Ishak Abdulhak. M.Pd.
Pembimbing I
/?*.« tU*
/Dr. H. Zainudin Arif. M.Pd.
Pembimbing II
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul "Batandang Sebagai Wahana Pembelajaran (Studi
Kasus Pembelajaran Wanita Nelayan dengan Wanita Pendatang di Kelurahan Pasir
Kandang, Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia Padang)".
Masalah mutu pendidikan di Indonesia masih dan akan tetap menjadi isu
sangat krusial. Salah satu penyebabnya berpangkal dari pengartian dan
pengimple-mentasian konsep pendidikan secara sempit, yang seakan-akan hanya terbatas pada
sistem persekolahan. Padahal sistem pendididikan luar persekolahan juga tidak
kalah pentingnya dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia, baik
melalui kegiatan yang dilembagakan (nonformal) maupun melalui kegiatan' yang
tidak melembaga (informal). Proses pendidikan (belajar) dapat terjadi di mana saja
dan kapan saja. Proses belajar dapat berlangsung dalam kehidupan sehari-hari,
yakni melalui upaya mengamati diri dan lingkungan, terutama lingkungan
manusia-nya. Karenanya, pada setiap masyarakat tertentu selalu terdapat sistem belajar, baik
yang asli (indigenous) maupun yang bukan. Salah satu bentuk sistem belajar
berlatar informal pada masyarakat Minang adalah batandang, yakni berkunjungnya
seseorang ke rumah tetangganya untuk keperluan tertentu, akan tetapi selanjutnya
lebih banyak untuk maota. Maota adalah percakapan dua orang atau lebih yang
tidak mempunyai topik tertentu, yang kadangkala menjurus ke arah pergunjingan.
Dalam peristiwa maota terjadi proses pembelajaran, yang ditandai dengan
pertukaran informasi yang sering bermuatan pengetahuan, keterampilan, dan
nilai-nilai tertentu. Dari grand tour observation terlihat bahwa kegiatan batandang yang
dilakukan oleh wanita nelayan di Kelurahan Pasir Kandang tidak hanya dengan
sesamanya, akan tetapi juga melalui interaksi mereka dengan wanita pendatang.
Sebagai wahana pembelajaran, batandang merupakan sesuatu yang
bersis-tem, yang terdiri dari berbagai komponen yang berinteraksi satu sama lain pada
situasi atau setting naturalistik. Sementara itu, belum diperoleh gambaran tentang
berbagai komponen pembelajaran yang terdapat di dalam kegiatan batandang
wanita nelayan dengan wanita pendatang di Kelurahan Pasir Kandang.
Sehubungan dengan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk mengungkap data tentang (1) nan manjua (pengajar), (2) nan mambali
(pelajar), (3) galeh dan tujuan (bahan dan tujuan belajar), (4) kiek (metode belajar),
dan (5) panilaian (evaluasi belajar) dari proses pembelajaran dalam kegiatan
batandang wanita nelayan dengan wanita pendatang di Kelurahan Pasir Kandang,
Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia Padang.
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan jenis
penelitiannya studi kasus. Subjek penelitian adalah wanita nelayan dan wanita
pendatang di Kelurahan Pasir Kandang, informan dijaring dengan teknik bola salju
atau show ball sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, observasi
partisipasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Data dianalisis dengan model
analisis tiga langkah, yakni (1) reduksi data, (2) display data, dan (3) penarikan
kesimpulan dan verifikasi. Deskripsi dan paparan disajikan dengan memadukan
perspektif etic dan emic.bertindak sebagai nan mambali (pelajar); (3) Galeh dan tujuan (bahan dan tujuan
belajar) merupakan satu kesatuan terpadu, galeh muncul seketika dengan tujuan
yang tidak terencana, yang bermuatan aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan;
(4) Terdapat empat kiek (metode) pembelajaran yang menonjol, yaitu: (a) dialog
berebutan, (b) percontohan, (c) demonstrasi dengan ciri: spontanitas yang tinggi,
kesukarelaan, dan keswaarahan; dan (4) Panilaian (evaluasi belajar) berupa
judgement dari salah satu pihak kepada pihak lain dalam bentuk langsung berupa
pujian dan kritikan, dan tidak langsung berupa tindakan.
Berdasarkan temuan-temuan penelitian dikemukakan rekomendasi sebagai
berikut: (1) Kepada para praktisi pendidikan dan pengembangan masyarakat, baik
dari instansi pemerintah maupun swasta, agar tidak hanya mengandalkan pendi
dikan formal dan nonformal saja dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat,
terutama masyarakat kelas sosial bawah seperti wanita nelayan Kelurahan Pasir
Kandang. Karena temuan penelitian menunjukkan bahwa melalui kegiatan belajar
informal, seperti dalam batandang cukup efektif untuk menimbulkan perubahan
tingkah laku, karena secara sadar atau tidak wanita nelayan sering dibelajarkan oleh
wanita pendatang. Kegiatan tersebut mereka rasakan sebagai suatu kebutuhan
karena berhubungan langsung dengan masalah kehidupan yang mereka hadapi.
Agar kegiatan belajar-membelajarkan dalam latar batandang lebih efektif lagi bagi
peningkatan kualitas hidup wanita nelayan, maka intervensi yang dapat dilakukan
adalah dengan ikut terlibat ke dalam peristiwa batandang sambil memberikan
penguatan terhadap pesan-pesan yang positif dan melemahkan pesan-pesan yang
negatif Akan lebih efektif lagi jika yang ikut terlibat ke dalam peristiwa tersebut
adalah agen pembaharu yang berasal dari latar belakang budaya yang sama; (2)
Kepada penglelola LSM yang bergerak dalam peningkatan kualitas sumber daya
manusia, sebaiknya menggunakan wanita pendatang sebagai saluran guna
menyam-paikan pesan-pesan pembaharuan, karena temuan penelitian menunjukkan bahwa
wanita pendatang lebih sering bertindak sebagai pengajar dalam proses
belajar-membelajarkan pada peristiwa batandang, (3) Kepada wanita nelayan dan tokoh
informal Kelurahan Pasir Kandang. Wanita nelayan, agar tidak menjadikan kegiatan
batandang sebagai suatu kegiatan untuk bercengkrama saja, namun bagaimana
menjadikan peristiwa tersebut sebagai tempat untuk bertukar dan menimba
pengetahuan, keterampilan, dan bahkan memperoleh pandangan baru bagi
peningkatan kualitas hidup. Para tokoh informal, agar memberikan dorongan dandukungan supaya kegiatan batandang lebih bermanfaat bagi peningkatan wawasan
kehidupan warga masyarakatnya; (4) Kepada pakar pendidikan untuk
mengem-bangkan wahana pembelajaran batandang ke dalam bentuk kegiatan saling kunjung
lain, yang di dalamnya terjadi pertukaran pesan yang bermuatan positif bagi
pendidikan dan pengembangan masyarakat. Pengembangan bentuk pembelajaran
tersebut berpeluang besar guna mewujudkan pemerataan kesempatan pendidikan
sekaligus meningkatkan kualitas sumber daya manusia; dan (5) Kepada peneliti
lainnya, untuk dapat melakukan penelitian pilot proyek ke dalam setting di luar
etnis Minangkabau, karena temuan penelitian menunjukkan bahwa wanita nelayan
di Kelurahan Pasir Kandang dapat saling belajar-membelajarkan dengan pihak yang
heterogen (wanita pendatang) dengan mereka. Temuan penelitian tersebut dapat
memperkaya khasanah pengetahuan pendidikan luar sekolah tentang bentukpembelajaran tradisional yang strategis sesuai dengan ragam latar sosial budaya
masyarakatnya.
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN u'
LEMBARAN PENGESAHAN iii
MOTTO 1V
ABSTRAK v
KATA PENGANTAR vii
UNGKAPAN TERIMA KASIH. IX
DAFTAR ISI xiii
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN xvi
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 7
C. Pertanyaan Penelitian 7
D. Tujuan Penelitian 9
E. Definisi Operasional 11
F. Kerangka Alur Penelitian 12
BAB II KAJIAN TEORITIS 14
A. Pendidikan Wanita dalam Jalur Pendidikan Luar Sekolah 14
1. Struktur Masyarakat 14
2. Kondisi Pendidikan Masyarakat Kelas Sosial Bawah 16
3. Pendidikan Wanita dalam Jalur Pendidikan Luar Sekolah 21
B. Sistem Pembelajaran Batandang 26
1. Makna Batandang dalam Kaitannya dengan Anjang Sana 26
2. Konsep tentang Sistem Pembelajaran 27 3. Belajar Informal Sebagai Alternatif. 35
4. Batandang Sebagai Sistem Belajar Asli Masy. Minangkabau 38
5. Belajar Bagi Orang Dewasa 47
6. Masyarakat Kelas Sosial Bawah dan Pendidikan 49
C. Kajian Penelitian yang Relevan 51
BAB III PROSEDUR PENELITIAN 55
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian 55
1. Pendekatan Penelitian 55
2. Jenis Penelitian 56
B. Jenis dan Sumber Data, Subjek Penelitian, dan Teknik
Penja-ringan Informan 57
1. Jenis dan Sumber Data 57
2. Subjek Penelitian 57
3. Teknik Penjaringan Informan 58
C. Teknik Pengumpulan dan Perekaman Data 59
1. Teknik Pengumpulan Data 60
2. Teknik Perekaman Data 63
D. Pemeriksaan Keabsahan Data 64
E. Analisis dan Penarikan Kesimpulan 65
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 67
A. Deskripsi Keadaan Demografi Kelurahan PasirKandang 67
B. Hasil Analisis Data 71
1. Nan Manjua 74
2. Nan Mambali 81
3. Galeh dan Tujuan 89
4. Kiek 102
5. Panilaian 115
C. Pembahasan 120
1. Gambaran Komponen Nan Manjua dan Nan Mambali 121 2. Gambaran Komponen Galeh dan Tujuan 123
3. Gambaran Komponen Kiek. 126
4. Gambaran Komponen Panilaian 129
D. Temuan dan Implikasi Hasil Penelitian 130
1. Temuan Penelitian 130
2. Implikasi Penelitian 136
BABV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 142
A. Kesimpulan 142
B. Rekomendasi 145
DAFTAR KEPUSTAKAAN 148
Lampiran-lampiran 153
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Kerangkka Alur Penelitian 13
Gambar 2.1 Konsep Sistem Pembelajaran 28
[image:8.595.157.446.283.564.2]Gambar 2.2 Paradigma Keterselenggaraan Pendidikan 36
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 APENDIKS 153
Lampiran 2 SURAT-SURAT IZIN PENELITIAN 155
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dua indikator penting kemampuan pendidikan nasional menurut Buchori
(1994) menyangkut tentang: (1) kepuasan umum masyarakat terhadap pelayanan
yang diberikan oleh lembaga pendidikan, dan (2) kemampuan masyarakat secara
keseluruhan untuk memahami sekaligus merespon tuntutan-tuntutan zaman.
Memperhatikan kedua indikator tersebut sehubungan dengan kondisi empirik
pendidikan di Indonesia, dapat disimpulkan bahwa masalah mutu pendidikan di
Indonesia masih dan akan tetap menjadi isu yang sangat krusial. Hal tersebut
ditandai dengan keresahan oleh berbagai pihak, baik masyarakat maupun
pemerintah dan para pakar pendidikan (Darwis, 1993). Sementara kebutuhan akan
sumber daya manusia yang berkualitas di berbagai bidang kehidupan tidak dapat
ditawar-tawar lagi, karena daya saing SDM kita di lingkungan negara-negara Asia menurut Surya Darma dalam Sudjana (1997) berada pada urutan ke-45 atau
terakhir.
Mencermati masalah tersebut, maka salah satu penyebabnya berpangkal dari
pengartian dan pengimplementasian konsep pendidikan secara sempit, yang
seakan-akan hanya terbatas pada sistem persekolahan (Darwis, 1993 dan Buchori, 1994).
Padahal perubahan yang mendasar dan revolusionir di dunia pendidikan
beranggapan bahwa pendidikan tidak lagi dianggap hanya terbatas di sekolah saja
(Adiwikarta, 1988). Meskipun secara legalistik sistem pendidikan kita telah
butir 4 dan bab II tentang satuan, jalur dan jenis pendidikan dari UU RI No. 2
Tahun 1989 tentang Sisdiknas), akan tetapi sampai saat ini kedua sistem pendidikan
tersebut belum secara sadar diperlakukan sebagai satu sistem yang utuh dan terpadu (Buchori, 1994). Berdasarkan perlakuan tersebut, Trisnamansyah (1997)
berpan-dangan bahwa jika dikaitkan dengan upaya penciptaan masyarakat gemar belajar di
Indonesia, kesejajaran kedua sistem pendidikan tersebut baru pada taraf tatanan
konseptual dan belum merealita dalam praktek pendidikan. Di masa depan kedua
sistem pendidikan tersebut semestinya dipandang dan diperlakukan sebagai bagian
yang sentral dari pendidikan nasional serta saling terhubungkan secara fungsional.
Perubahan pandangan yang mendasar dan revolusioner di bidang pendidikan
menyebabkan proses pendidikan (baca: belajar) dapat terjadi di mana saja dan
kapan saja (Axin, 1976), sehingga pada dasarnya proses belajar dapat berlangsung
dalam kehidupan sehari-hari, yakni dalam interaksi seseorang dengan
lingkungannya. Sejalan dengan itu, Abdulhak (1995) mengemukakan bahwa
kemampuan hasil pendidikan atau belajar dapat diperoleh setiap individu dari hasil
mengamati diri dan lingkungannya, melalui pengamatan, mendengar, membaca,
bertanya, membicarakan secara lebih mendalam, sampai kepada mencobakannya
dalam kasus-kasus tertentu.
Bahwa proses belajar dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, sebagai
hasil mengamati diri dan lingkungan, sesuai dengan pepatah Minang yang
mengatakan:
Alam takambang jadi guru,
satitiak jadikan lawik,
sakapa jadikan gunuang.
setetes jadikan laut, sekepal jadikan gunung) (Dt. Rajo Penghulu, 1997: 16)
Pepatah ini memesankan tentang terdapatnya sumber-sumber belajar yang tidak terhingga di alam semesta bagi manusia dalam menjalani kehidupan. Bahkan
dalam kitab suci Al'Quran terdapat ayat yang di antaranya bahwa: "banyak
ayat-ayat Tuhan terdapat pada alam, bagi siapa yang pandai membacanya" (Nasroen:
1971: 24). Satitiak jadikan lauik, sakapa jadikan gunuang mengandung pesan,
bahwa jika suatu proses belajar sudah dijalani, maka hasil belajar tersebut
hendaknya dijadikan bekal untuk belajar lebih lanjut atau yang lebih luas.
Adat Minangkabau memang bersumber dari ajaran-ajaran yang mengambil
i'tibar dari ketentuan-kententuan alam semesta. Sementara agama Islam yang dianut
oleh masyarakat Minangkabau menyebabkan adat itu sendiri bemuansa religius
yang amat kental (Dt. Rajo Penghulu, 1997), seperti tertuang dalam kaidah adat
yangberbunyi:
Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah, Syarak mangato,
adat mamakai
(Adat bersendikan agama (Islam),
agama bersendikan kitabullah (Al-Quran) Agama berisi ketentuan-ketentuan, adat mengimplementasikan) (Dt. Rajo Penghulu, 1997: 16)
Oleh karena pengalaman belajar dapat diperoleh manusia melalui upaya
mengamati diri dan lingkungan, maka pada setiap masyarakat tertentu selalu
terdapat sistem belajar atau sistem belajar masyarakat, baik yang asli (indigenous)
4
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai tertentu ditularkan melalui pembelajaran
di satu pihak, dan belajar di pihak lain, baik dalam latar formal, non formal maupun
informal (Soedomo, 1989).
Salah satu bentuk sistem belajar masyarakat yang berlatar informal pada masyarakat Minangkabau adalah batandang. Batandang adalah berkunjungnya
seseorang (perempuan) ke rumah tetangganya untuk keperluan tertentu, akan tetapi selanjutnya lebih banyak untuk keperluan maota. Maota adalah percakapan dua orang atau lebih yang tidak mempunyai topik tertentu, yang kadangkala menjurus
ke arah bagunjiang (Solfema, dkk; 1998). Dalam peristiwa maota terjadi proses pembelajaran, yang ditandai dengan pertukaran informasi yang sering bermuatan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai tertentu bagi pengembangan sumber daya
mereka yang terlibat di dalamnya. Pengembangan kualitas sumber daya manusia
atau pembelajaran tersebut tentunya ke arah yang positif atau bersifat normatif
sesuai dengan nilai-nilai dan pandangan kelompok masyarakatnya.
Karena kemampuan hasil pendidikan dapat diperoleh setiap individu dari
hasil mengamati diri dan lingkungannya, melalui pengamatan, mendengar, membaca, bertanya, membicarakan, mencobakan, dan seterusnya, maka kehadiran
kompleks perumahan di Kelurahan Pasir Kandang, Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia Padang sejak enam tahun terakhir akanmendorong terjadinya proses apa
yang disebut dengan asimilasi pendidikan. Proses tersebut akan berdampak positif, terutama bagi pengembangan masyarakat nelayan di kelurahan tersebut. Jika
mereka saling berinteraksi, maka secara tidak langsung warga nelayan dengan sendirinya akan ditulari oleh kebiasaan, pandangan, wawasan, dan sebagainya dari
5
Dari grand tour observation terlihat bahwa interaksi antara warga nelayan
dengan warga pendatang tersebut salah satunya adalah melalui kegiatan batandang.
Kegiatan batandang yang dilakukan oleh wanita nelayan di kelurahan Pasir Kandang tidak hanya dengan sesama wanita nelayan, akan tetapi juga melalui interaksi mereka dengan wanita pendatang. Seperti telah dikemukakan sebelumnya,
dalam peristiwa batandang terjadi lontaran-lontaran informasi yang sering bermuatan positif bagi pengembangan sumber daya manusia yang terlibat di
dalamnya.
Sebagai sistem belajar asli (indigeneous learning system) yang berlatar
budaya Minangkabau, batandang merupakan peristiwa unik. Dikatakan unik karena
di samping mengandung segi positif (baca: aspek pembelajaran), batandang juga
punya sisi negatif bila mana ota menjurus ke arah pergunjingan.
Berangkat dari keunikan tersebut, maka batandang merupakan bahan kajian
pendidikan yang manarik. Kemenarikan tersebut sekurangnya disebabkan oleh tiga
hal. Pertama, masalah pendidikan merupakan masalah sosial budaya yang tumbuh
dalam latar budaya bangsa, sehingga permasalahan tersebut seyogianya dianalisis
berhampiran dengan akar budaya bangsa. Dengan penghampiran analisis demikian
dimungkinkan untuk pencarian alternatif peningkatan peran pendidikan yang
strategis dan memiliki daya dukung budaya bangsa (Darwis, 1993). Kedua, sebagai
sistem belajar masyarakat yang asli, batandang tennasuk ke dalam kategori pendidikan tradisional yang menjadi cikal bakal bertumbuhnya pendidikan luar sekolah, khususnya bagi masyarakat Minangkabau. Di mana, pendidikan tersebut terbukti dapat melestarikan dan mewariskan kebudayaan masyarakat secara turun
terorganisir dan kurang sistematis, pendidikan jenis ini merupakan sumber terbesar
dalam pengembangan sumber daya manusia sepanjang hidup, karena pendidikannya
berlangsung dalam latar kehidupan sehari-hari dan dalam latar pekerjaan (Coombs
dan Ahmed, 1984).
Pendidikan merupakan modal yang terbesar dan teramat penting bagi
kehidupan (Ishak; 1995 dan Schumacher dalam Hasanuddin, dkk; 1995). Dalam
kaitannya dengan pengembangan kualitas sumber daya wanita nelayan di Kelurahan
Pasir Kandang, maka alternatif pendidikan yang tepat bagi mereka adalah melalui
belajar informal yang berlangsung dalam kehidupan sehari-hari, karena hampir
mustahil untuk mengembangkan kualitas pendidikan mereka melalui kegiatan
pendidikan yang terorganisir dan melembaga melalui pendidikan formal dan non
formal (Solfema, dkk; 1998).
Karena interaksi dalam peristiwa batandang sering bermuatan positif bagi
pengembagan sumber daya manusia yang terlibat di dalamnya, maka batandang
merupakan salah satu alternatif wahana pembelajaran informal yang strategis bagi
peningkatan kualitas pendidikan wanita nelayan Kelurahan Pasir Kandang.
Alasannya adalah karena kegiatannya menyaru di dalam hidup keseharian mereka,
dan secara sosial budaya batandang menjadi kebiasaan dan kebutuhan tersendiri
bagi sebagian besar wanita Minangkabau pada umumnya dan bagi sebagian wanita
nelayan dan wanita pendatang khususnya.
Berdasarkan pemikiran-pemikiran yang telah dikemukakan tersebut,
menarik sekali untuk mengamati dan memahami kegiatan batandang sebagai
wahana pembelajaran antara wanita nelayan dengan wanita pendatang di Kelurahan
B. Rumusan Masalah
Mengingat strategisnya batandang sebagai salah satu bentuk pembelajaran
wanita nelayan dengan wanita pendatang di Kelurahan Pasir Kandang, maka dibutuhkan suatu kajian yang memadai tentang batandang sebagai suatu wahana pembelajaran informal. Sebagai wahana pembelajaran, batandang dapat dipandang sebagai suatu hal yang bersistem, yang di dalamnya terdapat berbagai komponen
yang berinteraksi antara komponen yang satu dengan komponen yang lainnya. Sehubungan dengan hal tersebut maka masalah penelitian ini berkenaan dengan
komponen-komponen pembelajaran yang terdapat di dalam kegiatan batandang
wanita nelayan dengan wanita pendatang di Kelurahan Pasir Kandang.
Secara terumus, maka masalah penelitian ini ialah: "Bagaimanakah
deskripsi mengenai komponen-komponen pembelajaran yang terdapat di dalam
kegiatan batandang wanita nelayan dengan wanita pendatang di Kelurahan Pasir
Kandang, Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia Padang?"
C. Pertanyaan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka pertanyaan
yang ingin dijawab dalam penelitian ini mengacu kepada rumusan masalah tersebut,
yakni: Bagaimanakah deskripsi tentang komponen-komponen pembelajaran yang
terdapat di dalam kegiatan batandang wanita nelayan dengan wanita pendatang di Kelurahan Pasir Kandang, Kecamatan Koto tangah, Kotamadia Padang?".
Komponen-komponen pembelajaran tersebut meliputi komponen pengajar, pelajar,
peristiwa alamiah yang tidak dapat dipisahkan dari konteks di mana peristiwa itu
terjadi, maka penggunaan nama atau istilah untuk masing-masing komponen
pembelajaran tersebut disesuaikan dengan penamaan yang lazim menurut ungkapan
di setting penelitian, yakni nan manjua untuk komponen pengajar, nan mambali
untuk komponen pelajar, galeh dan tujuan untuk komponen bahan dan tujuan
belajar, kiek untuk komponen metode belajar, dan panilaian untuk komponen
evaluasi belajar. Dengan demikian, secara rinci pertanyaan yang ingin dijawab
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah deskripsi tentang nan manjua (pengajar) dari proses pembelajar
an dalam kegiatan batandang wanita nelayan dengan wanita pendatang di
Kelurahan Pasir Kandang, Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia Padang?
2. Bagaimanakah deskripsi tentang nan mambali (pelajar) dari proses pembelajar
an dalam kegiatan batandang wanita nelayan dengan wanita pendatang di
Kelurahan Pasir Kandang, Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia Padang?
3. Bagaimanakah deskripsi tentang galeh dan tujuan (bahan dan tujuan belajar)
dari proses pembelajaran dalam kegiatan batandang wanita nelayan dengan
wanita pendatang di Kelurahan Pasir Kandang, Kecamatan Koto Tangah,
Kotamadia Padang?
4. Bagaimanakah deskripsi tentang kiek (metode belajar) dari proses pembelajaran
dalam kegiatan batandang wanita nelayan dengan wanita pendatang di
Kelurahan Pasir Kandang, Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia Padang?
5. Bagaimanakah deskripsi tentang panilaian (evaluasi belajar) dari proses pem
belajaran dalam kegiatan batandang wanita nelayan dengan wanita pendatang di
D. Tujuan Penelitian
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk memahami permasalahan dan selanjutnya mencoba menjawab permasalahan yang dikemukakan dalam rumusan
masalah dengan deskripsi dan paparan tentang komponen-komponen pembelajaran
yang terdapat di dalam kegiatan batandang wanita nelayan dengan wanita pendatang di Kelurahan Pasir Kandang, Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia
Padang. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengungkap data tentang nan manjua (pengajar) dari proses pembelajaran dalam kegiatan batandang wanita nelayan dengan wanita pendatang di
Kelurahan Pasir Kandang, Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia Padang.
2. Mengungkap data tentang nan mambali (pelajar) dari proses pembelajaran dalam kegiatan batandang wanita nelayan dengan wanita pendatang di
Kelurahan Pasir Kandang, Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia Padang.
3. Mengungkap data tentang galeh dan tujuan (bahan dan tujuan belajar) dari
proses pembelajaran dalam kegiatan batandang wanita nelayan dengan wanita
pendatang di Kelurahan Pasir Kandang, Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia
Padang.
4. Mengungkap data tentang kiek (metode belajar) dari proses pembelajaran dalam kegiatan batandang wanita nelayan dengan wanita pendatang di Kelurahan Pasir Kandang, Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia Padang.
10
E. Manfaat Penelitian
Temuan empiris melalui penelitian ini diharapkan bermanfaat baik untuk
kepentingan akademik maupun untuk kepentingan praktik. Secara akademik,
temuan penelitian ini diharapkan memperkaya khasanah pengetahuan di bidang pendidikan luar sekolah tentang suatu bentuk pembelajaran informal secara
bersistem yang berlatar sosial budaya Minangkabau.
Secara praktik, temuan penelitian ini dapat bermanfaat dan menjadi
masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam upaya pemberdayaan wanita
nelayan, terutama bagi:
1. Pengelola Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang mengupayakan peningkatkan kualitas sumber daya manusia, khususnya wanita nelayan
Kelurahan Pasir Kandang melalui kegiatan pembelajaran informal.
2. Para agen pembaharu seperti penyuluh pertanian/perikanan, bidan desa,
penyuluh KB, dan sebagainya bagi kemungkinan intervensi mereka terhadap
batandang sebagai wahana atau kendaraan pembelajaran.
3. Pemerhati dan semua orang yang peduli terhadap kegiatan pembelajaran
informal, sebagai masukan untuk dapat ditransferkan ke dalam konteks lain
yang sama atau hampir bersamaan dengan setting penelitian ini.
4. Universitas negeri Padang, khususnya dosen Jurusan PLS FIP UNP untuk
mengkaji agar potensi batandang sebagai kendaraan pembelajaran dapat
bermanfaat bagi peningkatan sumber daya manusia wanita nelayan, khususnya
wanita nelayan Kelurahan Pasir Kandang.
5. Masyarakat nelayan dan pemimpin-pemimpin informal di Kelurahan Pasir
11
manusianya, terutama wanita nelayan melalui kegiatan batandang.
F. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman dan kesalahtafsiran tentang judul penelitian, perlu dikemukakan penjelasan terhadap beberapa istilah yang dianggap
penting sebagai berikut.
1. Batandang
Batandang adalah berkunjungnya seseorang ke rumah tetangganya untuk
keperluan tertentu, akan tetapi selanjutnya lebih banyak untuk keperluan maota,
yang kadangkala menjurus ke arah pergunjingan (Solfema, dkk; 1998). Maota
berasal dari kata benda ota yang berarti percakapan dan mendapat awalan ma, sehingga menjadi maota, yakni percakapan dua orang atau lebih yang tidak
mempu-nyai topik tertentu. Yang dimaksud dengan batandang dalam penelitian ini adalah
kunjungan seorang wanita nelayan ke rumah wanita pendatang atau sebaliknya untuk maksud tertentu, namun selanjutnya lebih banyak untuk memperbincangkan berbagai topik di seputar kehidupan. Di mana, dalam perbincangan tersebut terjadi pertukaran informasi yang sering bermutan pengetahuan, keterampilan, dan sikap
serta nilai-nilai bagi mereka yang terlibat di dalamnya.
2. Wahana
Wahana berarti kendaraan dan sarana atau alat untuk mencapai suatu
tujuan (Depdikbud, 1995). Dalam penelitian ini, wahana diartikan sebagai
kendaraan atau kesempatan, yakni kesempatan untuk pembelajaran. Batandang
12
keterampilan, dan sikap serta nilai-nilai bagi mereka yang terlibat di dalamnya.
3. Pembelajaran
Istilah pembelajaran berasal dari kata belajar, yang berarti perubahan tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. Selanjutnya kata
belajar mendapat konfik pe-an sehingga menjadi pembelajaran, yang berarti
proses, cara, dan upaya menjadikan seseorang belajar (Depdikbud, 1995). Secara etimologis istilah pembelajaran berarti proses yang menjadikan seseorang bcrubah
tingkah lakunya ke arah perbaikan berdasarkan pengalaman yang diperolehnya.
Secara konsep, belajar menurut Winkels (1996) adalah suatu aktivitas
men-tal/psikhis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang
menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap, di mana
perubahan tersebut relatif konstan dan berbekas. Yang dimaksud dengan
pembelajaran dalam penelitian ini adalah proses yang menyebabkan berubahnya
tingkah laku (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) wanita nelayan sebagai akibat
dari interaksinya dengan wanita pendatang dan dengan sesamanya di Kelurahan
Pasir Kandang, Kecamatan Koto Tangah Kotamadia Padang melalui peristiwa
batandang.
G. Kerangka Alur Penelitian
Seperti telah dikemukakan sebelumnya, sebagai sistem belajar asli
(indigenous learning system), batandang merupakan wahana pebelajaran yang
Lembaga Swadaya Masyarakat
One to one learn
ing pada setting
naturalistik
GALEH DAN TUJUAN
BANTANDANG SEBAGAI WAHA
NA PEMBEL AJARAN
T
REKOMENDASI
Pakar dan
Praktisi Pendidikan
Wanita Nelayan
dan Tokoh
Informal
Gambar 1.1
Kerangka Alur Penelitian
Penelitian
5
^DID/j^
<V
BAB III
PROSEDUR PENELITIAN
Pada bab ini dikemukakan beberapa aspek yang berhubungan dengan
prosedur penelitian, yakni: (a) pendekatan dan jenis penelitian; (b) jenis dan
sumber data, subjek penelitian, dan teknik penjaringan informan; (c) teknik
pengumpulan dan perekaman data; (d) pemeriksaan keabsahan data; dan (e) analisis
dan penarikan kesimpulan.
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitataif yang dikenal jugadengan
pendekatan inkuiri naturalistik (Lincoln dan Cuba, 1985). Alasan penggunaan
pendekatan kualitatif karena interaksi antara wanita nelayan dengan wanita
pendatang melalui kegiatan batandang merupakan peristiwa sosial budaya.
Peristiwa sosial budaya bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri, melainkan saling
berkaitan satu sama lain, sehingga ia merupakan suatu kesatuan yang bersifat
holistik (Soegiyanto, 1990).
Alasan lain penggunaan pendekatan kualitatif, di antaranya adalah: (a)
Ontologi alamiah menghendaki agar pemahaman terhadap berbagai kenyataan atau
realita tertentu sebagai keutuhan tidak dapat dipisahkan dari konteksnya, terutama tentang aspek-aspek yang berhubungan dengan penyelenggaraan pendidikan luar
sekolah yang tidak melembaga; (b) Penelitian ini tidak bertujuan untuk
membuktikan kebenaran suatu teori umum {grand theory), akan tetapi berupaya
untuk mengungkap suatu aktivitas pendidikan luar sekolah yang tidak melembaga
56
dari suatu kawasan budaya tertentu, yakni
kawasan budaya Minangkabau,
khususnya kawasan nelayan dan sekitarnya di Kelurahan Pasir Kandang, Kotamadia
Padang; (c) Penelitian ini tidak mencari kebenaran mutlak, karena ada dunia luar
yang tidak dapat dikenali secara mutlak, akan tetapi ditentukan oleh realitas empirik
menurut pandangan suatu kelompok masyarakat dan konsensus masyarakat ilmuan;
dan (d) Melalui penelitian ini diupayakan untuk belajar dari peristiwa-peristiwa
yang terjadi dalam latar interaksi antara wanita nelayan dengan wanita pendatang
(sesama subjek penelitian) dan antara subjek penelitian dengan peneliti sendiri. Jadi
bukan sekedar mempelajari perilaku wanita-wanita tersebut, melainkan juga belajar
dari mereka (Wahid, 1994; Nasution, 1996; danMoleong, 1998).
2. Jenis Penelitan
Penelitian ini tergolong pada jenis studi kasus, karena melalui grand tour
observation yang tidak diikuti dengan mini tour observation, fokus penelitian ini
telah ditentukan, yakni komponen-komponen pembelajaran yang terdapat dalam
peristiwa batandang wanita nelayan dengan wanita pendatang di Kelurahan Pasir
Kandang, Kotamadia Padang. Dengan penentuan fokus tersebut maka peneliti
memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki
(Yin; 1997 dan Solfema, dkk; 1998).
Alasan lain penggunaan studi kasus, di antaranya karena: (a) Fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di dalam konteks
kehidupan nyata interaksi wanita nelayan dengan wanita pendatang di Kelurahan
Pasir Kandang dan (b) Penelitian ini bermaksud untuk memahami fenomena sosial
yang kompleks, sehingga penggunaan studi kasus memungkinkan peneliti untuk
57
nyata pada settingpenelitian (Yin, 1997).
B. Jenis dan Sumber Data, Subjek Penelitian, dan Teknik Penjaringan
Informan
1. Jenis dan Sumber Data
Berdasarkan sifat penelitian kualitatif yang bertujuan menghasilkan suatu
deskripsi, maka jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data tentang
perilaku manusia, khususnya perilaku interaksi wanita nelayan dengan wanita pendatang melalui peristiwa batandang. Perilaku interaksi antara kedua wanita yang berbeda latar belakang tersebut berupa tingkah laku yang dapat diamati dan kata-katanya. Sesuai dengan pertanyaan dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan, maka perilaku wanita nelayan dan wanita pendatang yang menjadi data penelitian adalah kata-kata dan tingkah laku yang berkaitan dengan komponen-komponen
pembelajaran yang terdapat dalam kegiatan batandang. Data tersebut meliputi tentang komponen nan manjua, nan mambali, galeh dan tujuan, kiek, dan panilaian dari kegiatan batandang sebagai suatu wahana pembelajaran.
Sesuai dengan jenis data yang dibutuhkan, maka yang menjadi sumber data
adalah subjek dan informan. Sumber data subjek adalah wanita nelayan dan wanita
pendatang yang terlibat dalam kegiatan batandang di Kelurahan Pasir Kandang, Kotamadia Padang, yang syarat penetapannya akan dikemukakan pada bagian berikutnya. Sedangkan informan adalah wanita pendatang yang terlibat dalam
kegiatan batandang dan informan lainnya yang dianggap tahu tentang informasi
yang berkaitan dengan data yang diperlukan..
2. Subjek Penelitian
58
pembelajaran yang terdapat dalam peristiwa batandang wanita nelayan dengan
wanita pendatang, seperti telah dikemukakan sebelumnya, maka yang menjadi
subjek penelitian ini adalah wanita nelayan dan wanita pendatang. Mengacu kepada
Spredley (1980), maka wanita nelayan yang memenuhi syarat untuk menjadi subjek
penelitian ini adalah wanita nelayan yang: (a) telah bersuamikan nelayan dan tidak sedang mengikuti pendidikan formal dan non formal, dan (b) belum begitu dikenal
oleh peneliti. Sedangkan wanita pendatang yang memenuhi syarat untuk menjadi
subjek penelitian adalah mereka-mereka yang tingal di kompleks perumahan dengan ketentuan: (a) wanita pendatang yang tidak berstatus sebagai isteri nelayan,
dan (b) belum begitu dikenal oleh peneliti.
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa kedua jenis subjek
penelitian (seperti telah dikriteriakan di atas) adalah wanita nelayan dan wanita pendatang yang saling berinteraksi melalui kegiatan batandang di Kelurahan Pasir
Kandang Kotamadia Padang.
2. Teknik Penjaringan Informan
Penjaringan kedua subjek tersebut dilakukan seperti dikemukakan oleh Lincoln dan Guba melalui teknik bola salju atau snow ball sampling (Faisal, 1990). Setelah interaksi dan pengenalan dengan kelompok subjek pertama berhasil,
komponen-59
komponen pembelajaran yang terdapat di dalam peristiwa belajar-membelajarkan
antara wanita nelayan dengan wanita pendatang melalui kegiatan batandang di
Kelurahan Pasir Kandang Kotamadia Padang sesuai dengan tujuan penelitian yang
telah dirumuskan.
C. Teknik Pengumpulan dan Perekaman Data
Sebelum penyajian teknik pengumpulan dan perekaman data perlu
dikemukakan terlebih dahulu tentang aspek yang sangat menentukan dalam rangka
pengumpulan data, yakni peneliti sebagai instrumen penelitian. Peranan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit, karena peneliti memiliki fungsi ganda, yakni sebagai perencana, pelaksana pengumpulan data, penganalisis dan penafsir data, dan sekaligus sebagai pelapor hasil penelitian. Dengan demikian, peneliti menjadi segalanya dalam keseluruhan proses penelitian, sehingga tepat kalau peneliti disebut sebagai instrumen utama penelitian (Nasution, 1996; Brannen,
1997; dan Moleong, 1998). Kemengapaan peneliti sebagai instrumen utama dalam
penelitian, menurut Nasution (1996) dan Moleong (1998) adalah karena sebagai instrumen hanya manusialah yang: dapat responsif dan reaktif, dapat menyesuaikan
diri, dapat memahami dengan utuh, menggunakan/mendasarkan diri atas pengetahuan, dapat memproses data secepatnya, dapat mengambil kesimpulan, dan dapat memperhatikan respon yang aneh.
Berkaitan dengan kedudukan peneliti sebagai pengumpul data, diketahui
GO
sebab itu, peneliti perlu beradaptasi dengan masyarakat objek penelitian dalam
upaya menciptakan suasana hubungan yang kondusif(Spredley, 1980).
Untuk menciptakan suasana hubungan yang kondusif tersebut, maka selama
penelitian berlangsung peneliti kost dan tinggal pada salah satu kompleks
perumahan yang terdapat di setting penelitian, yakni Kompleks Perumahan
Bumi Sirdang Damai (BSD) I. Pemilihan kompleks perumahan tersebut didasarkan
pada hasil penjajakan terhadap subsetting atau site penelitian, di mana di kompleks perumahan tersebut terkonsentrasi cukup banyak keluarga nelayan yang berstatus
sebagai pengontrak.
Oleh karena peristiwa batandang dilakoni oleh kaum wanita (wanita
nelayan dan wanita pendatang), maka. peneliti memanfaatkan isteri sendiri sebagai pembantu dalam proses pengumpulan data, terutama pada tahap-tahap awal
pengenalan dan interaksi dengan kelompok subjek. Pemanfaatan isteri sendiri
sebagai pengumpul data tersebutbukan dengan maksud untuk sewaktu-waktu dapat
menggantikan peran peneliti sebagai pengumpul data penelitian, melainkan lebih
ditujukan untuk membantu peneliti dalam beradaptasi dengan masyarakat objek
penelitian dalam rangka menciptakan hubungan yang kondusif seperti disarankan oleh Spredley. Singkatnya, karena peristiwa batandang dilakoni oleh kaum wanita, dengan didampingi oleh isteri sendiri, maka hambatan perbedaan jenis kelamin dalam memasuki dunia kelompok subjek dengan sendirinya dapat diatasi.
1. Teknik Pengumpulan Data
Dalam rangka pengumpulan data digunakan empat teknik, yakni observasi,
61
dapat pula secara tersendiri. Wawancara yang dilakukan secara simultan dengan observasi dilakukan pada saat-saat permulaan pengumpulan data dalam rangka
penjajakan site. Pada saat permulaan tersebut terkadang hanya dilakukan observasi semata. Melalui penggunaan observasi dan wawancara yang simultan dengan observasi itu diperolehlah tiga site pengumpulan data di tiga kompleks perumahan dan sekitarnya, yakni Kompleks Perumahan BSD I, Kompleks Perumahan Harka
Pasir Permai, dan Kompleks Perumahan Wisma Indah X/BSD II. Sedangkan
wawancara yang dilakukan secara simultan dengan observasi partisipasi adalah wawancara spontan dan tidak terstruktur, dengan pertimbangan untuk menjaga suasana alami pada site. Wawancara yang demikian dilakukan pada saat pengumpulan data guna mengungkap data tentang komponen nan manjua, nan
mambali, galeh dan tujuan, kiek, dan panilaian dari peristiwa belajar-membelajarkan melalui kegiatan batandang wanita nelayan dengan wanita pendatang. Pada saat penjajakan site, secara tidak sengaja terkadang juga sudah mulai diperoleh data awal tentang komponen-komponen pembelajaran tersebut.
Selanjutnya, setelah dilakukan pengkajian terhadap catatan lapangan, baik melalui observasi partisipasi maupun wawancara spontan, jika belum diperoleh pemahaman yang maksimal, dilakukan wawancara tersendiri untuk memperkaya data tentang komponen-komponen pembelajaran yang telah didapat melalui
wawancara yang simultan. Wawancara ini sedikit agak terstruktur dengan tetap
memberikan kebebasan yang lebih besar kepada subjek untuk mengutarakan
pandangan-pandangannya. Informan dari wawancara ini adalah subjek wanita pendatang atau informan lain yang dianggap tahu tentang informasi yang
62
Studi dokumentasi digunakan untuk memperoleh data tentang keadaan demografi Kelurahan Pasir Kandang, yang sebagian besar diperoleh dari dokumentasi yang terdapat di kantor kelurahan. Walaupun rencana perolehan data ini tidak dirumuskan dalam pertanyaan dan tujuan penelitian, tetapi kedudukan data ini cukup penting dalam penelitian kualitatif, terutama dalam menyajikan informasi
untuk mengkaji kemungkinan keteralihan (transferability) temuan penelitian ini ke
dalam konteks lain yang bersamaan atau yang hampir bersamaan dengan setting penelitian ini.
Sehubungan dengan pengumpulan data yang telah diuraikan, perlu dikemukakan bahwa penelitian ini mengandung beberapa keterbatasan. Karenanya, penafsiran hasil penelitian ini harus didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan keterbatasan tersebut. Keterbatasan dimaksud antara lain berkenaan dengan
perolehan data melalui pengamatan berperan serta dan tenaga pembantu pengumpulan data. Berkenaan dengan perolehan data melalui pengamatan berperan
serta, kegiatan belajar informal berlangsung dalam latar kehidupan sehari-hari,
hampir selama dua puluh empat jam, termasuk malam hari. Dalam penelitian ini
peneliti tidak dapat melakukan pengamatan berperan serta di malam hari tersebut.
63
2. Teknik Perekaman Data
Prosedur perekaman data lebih
mengandalkan pencatatan dengan
menempuh dua langkah. Pertama, pencatatan di lapangan (site). Catatan dimaksud
dibuat seringkas mungkin, karena selama observasi dan wawancara berlangsung
banyak peristiwa yang terjadi, sedangkan kemampuan peneliti untuk mencatat
sangat terbatas. Untuk mengatasi keterbatasan tersebut disiapkanlah tape recorder
sebagai alat perekam. Sayangnya, setelah satu dua kali dicobakan, penggunaan alat
tersebut ternyata sangat kontraproduktif karena membuat subjek (terutama wanita
nelayan) menjadi tidak spontan dan berhati-hati sekali dalam melontarkan atau
menanggapi lontaran informasi yang muncul dalam ota mereka. Dalam arti, penggunaan tape recorder tersebut mengganggu suasana alami pada site, sehingga perekaman data di lapangan tersebut lebih mengandalkan pencatatan. Kondisi ini termasuk menjadi bahan pertimbangan kemengapaan peneliti menyewa sebuah
rumah tipe RSS di Kompleks Perumahan BSD I. Bila tidak bisa mencuri-curi
kesempatan untuk melakukan pencatatan di lapangan, maka pencatatan tersebut
terpaksa dilakukan setelah kembali ke rumah kost tersebut.
Kedua, sekembali dari lapangan, maka secepatnya catatan yang ringkas tadi
dikembangkan dengan secermat dan serinci mungkin melalui pengerahan daya
ingat, sehinggasegalaperistiwa yang terjadi di lapangan relatifterekam secara utuh. Kedua catatan tersebut (catatan singkat di lapangan dan pengembangannya sekembali dari lapangan), seperti disarankan Bogdan dan Biklen (1990) memuat tentang: gambaran subjek, rekonstruksi dialog, deskripsi latar fisik, catatan kejadian
64
D. Pemeriksaan Keabsahan Data
Penelitian ini menggunakan empat kriteria pemeriksaan keabsahan data
sebagaimana yang dianjurkan oleh Guba (1981) dan Soegiyanto (1990), yakni (1)
terdapatnya derajat kepercayaan terhadap data, (2) keteralihan (transferbilitas), (3) ketergantungan laporan terhadap data, dan (4) adanya kepastian tentang data.
Pertama, untuk mempertinggi derajat kepercayaan terhadap data yang
diperoleh, dilakukan beberapa teknik yang dianjurkan oleh Moleong (1998), yang
antara lain adalah: (a) memperpanjang keterlibatan jika dikuatirkan ada distorsi
informasi dari pihak informan; (b) ketekunan pengamatan untuk mendapatkan ciri-ciri dan unsur-unsur yang berhubungan dengan fokus penelitian; (c) triangulasi
untuk memperoleh keabsahan data melalui sesuatu yang lain dari data itu sendiri,
berupa triangulasi sumber dan metode; (d) pemeriksaan sejawat untuk memperoleh
pemahaman yang sesuai dengan akal sehat; dan (e) pengecekan anggota, untuk menyesuaikan data yang telah direkam dengan kebenaran informasi yang diberikan
oleh subjek dan informan.
Kedua, untuk membangun keteralihan hasil penelitian ke dalam konteks
lain, disajikan uraian rinci dengan melaporkan hasil penelitian secermat dan
selengkap mungkin. Untuk itu, laporan penelitian tidak hanya mengandalkan perolehan data dari lapangan saja, tetapi juga menggunakan berbagai sumber
kepustakaan untuk menggambarkan konteks dengan rinci dan jelas (Moleong,
1998). Di samping itu, laporan ditulis dengan memadukan perspektif emic dan etic.
Ketiga, untuk membangun ketergantungan laporan terhadap data yang
65
kegiatan lapangan sebagaimana yang terekam dalam segenap catatan lapangan.
Keempat, untuk memberikan gambaran tentang kepastian data diupayakan
dengan topangan catatan lapangan berdasarkan audit ketergantungan serta koherensi internal dalam penyajian, penafsiran, dan kesimpulan penelitian. Hal ini diupayakan dengan dua cara, yakni (a) meminta jasa sejawat seperti dikemukakan sebelumnya,
dan (b) membahas bersama pembimbing melalui proses bimbingan.
£. Analisis dan Penarikan Kesimpulan
Pengolahan dan analisis data berlangsungselama dan sesudah pengumpulan
data. Hal ini mengingat pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yang berdaur ulang atau cyclical (Soegiyanto, 1998 dan Nasution, 1996). Jika terdapat
kekurangan atau keraguan terhadap data yang diperoleh tentang masing-masing
atau suatu komponen pembelajaran, terbuka kemungkinan untuk melakukan pengumpulan data ulang. Menurut Miles dan Huberman (1992), tindakan tersebut
guna mendapatkan data baru untuk mengisi kesenjangan atau menguji hipotesis
baru yang muncul selama kegiatan analisis.
Model analisis data yang digunakan adalah model analisis seperti yang dikemukakan oleh Nasution (1996) yang terdiri dari tiga langkah, yaitu (a) reduksi
data, (b) display data, dan (c) penarikan kesimpulan dan verifikasi. Reduksi data
adalah mencermati dan mempelajari semua catatan lapangan, memilih dan
menfokuskan pada hal-hal pokok, dan mencari tema atau polanya. Singkatnya,
keseluruhan data yang terdapat dalam semua catatan lapangan dipilah-pilah sesuai
66
sebelumnya ke dalam matrik guna membantu dan mempermudah penguasaan
terhadap data. Pengambilan kesimpulan, merupakan pencarian pola, tema,
hubungan, persamaan, hipotesis dan sebagainya terhadap data yang sudah
dimatrikkan. Kesimpulan tersebut masih bersifat tentatif dan membutuhkan
^DlDjj^
5
A?
BABV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan ditarik beberapa butir kesimpulan yang relevan. Selanjutnya, kesimpulan tersebut dijadikan sebagai bahan gunamengajukan beberapa rekomendasi.
A. Kesimpulan
Berdasarkan deskripsi tentang komponen-komponen pembelajaran dalam konteks batandang dan pembahasan yang telah dikemukakan, dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut.
1. Nan manjua dan nan mambali (pengajar dan pelajar) merapakan dua komponen
yang menyebabkan terselenggaranya kegiatan belajar-membelajarkan dalam
latar batandang wanita nelayan dengan wanita pendatang. Namun, keduanya
merupakan satu kesatuan terpadu, sebab dalam peristiwa batandang kedudukan
nan manjua dan nan mambali tidak tetap. Artinya, dalam sesaat kedudukan nan
manjua dapat berubah menjadi nan mambali atau sebaliknya, tergantung kepada
siapa yang menyampaikan dan siapa yang menerima galeh atau pesan belajar.
Wanita pendatang relatif sering bertindak sebagai nan manjua, sedangkan
wanita nelayan relatif sering bertindak sebagai nan mambali. Hal ini karena
wanita pendatang mempunyai pengalaman yang lebih kaya akan galeh dari
proses belajar-membelajarkan yang berlangsung. Sedangkan faktor yang
mendorong pengadopsian pesan oleh nan mambali adalah konformitas, yakni
keinginan untuk beradaptasi dengan situasi kelompok.
143
2. Galeh dan tujuan (bahan dan tujuan belajar) pada kegiatan belajar-membelajar
kan dalam latar batandangwanita nelayan dengan wanita pendatang merupakan
suatu kesatuan yang terpadu pula. Hal tersebut dikarenakan tujuan belajar dalam
konteks ini baru muncul setelah galeh yang mencakup pengetahuan,
keterampilan, dan sikap disajikan oleh nan manjua. Galeh muncul dengan
seketika dalam kegiatan batandang, dan tampa disadari oleh yang bertindak
sebagai nan manjua. Meskipun tujuan belajar muncul setelah galeh "disajikan",
sering nan manjua tidak menyadari bahwa sebenarnya ada tujuan belajar dari
"penyajian galeh". Makanya, tujuan belajar dalam latar batandang tidak pernah
dikatakan, apalagi dirumuskan. Kemunculan galeh dalam bentuk seketika dan
tujuan belajar yang tidak terumus, mencerminkan bahwa orientasi
pembelajarannya untuk peningkatan kemampuan yang langsung dibutuhkan
dalam tugas kehidupan yang riel.
3. Yang dimaksud dengan kiek (metode) pembelajaran dalam konteks batandang
adalah bagaimana suatu galeh dari satu pihak dapat ditanggapi oleh pihak lain
dengan tidak mementingkan apakah tanggapan itu positif atau negatif, apalagi
berharap bahwa galeh akan diserap atau diadopsi. Yang penting bagi mereka
adalah bagaimana agar dapat menyampaikan apa yang terasa, sehingga dalam
latar batandang terdapat empat metode pembelajaran yang menonjol, yaitu:
a. Dialog berebutan, merupakan percakapan tanpa topik tertentu dan tanpa
144
diri mereka sebagai pribadi yang mandiri, karena melalui kiek ini tidak
terdapat pihak yang mendominasi.
b. Percontohan, merupakan perbuatan atau tingkah laku petandang atau
tertandang yang muncul dengan spontan, untuk selanjutnya ditiru dan
diadopsi oleh yang lainnya sehingga disebut sebagai kiek pembelajaran.
Galeh yang tersalurkan melalui kiek ini berkenaan dengan perubahan dan
pembentukan sikap serta keterampilan.
c. Demonstrasi, mirip dengan metode demontrasi dalam pendidikan formal.
Bedanya, dalam latar ini, nan manjua tidak memperlihatkan dominasinya,
sehingga kiek ini memiliki ciri tersendiri, yakni: spontanitas yang tinggi,
kesukarelaan, dan keswaarahan.
d. Reaksi langsung, merupakan reaksi spontan berupa koreksian dari salah satu
pihak terhadap kekeliruan pihak lainnya selama berlangsungnya interaksi
dalam latar batandang. Koreksian tersebut ditanggapi dengan positif oleh
yang dikenai koreksi, sehingga reaksi itu berfungsi sebagai kiek
penyampai-an galeh (bahpenyampai-an belajar), baik berupa pengetahupenyampai-an dpenyampai-an sikap maupun
keterampilan.
4. Panilaian (evaluasi belajar) dalam latar batandang tidak dimulai dengan proses
pengukuran, tetapi langsung kepada judgement dari satu orang atau lebih
petandang terhadap petandang lainnya dalam bentuk pujian, kritikan, atau
tindakan, baik disampaikan secara langsung atau tidak langsung kepada objek
evaluasi. Panilaian lebih banyak berfungsi sebagai motivasi agar mereka dapat
belajar dari pengalaman yang berlangsung selama proses interaksi dalam latar
145
B. Rekomendasi
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan yang telah dikemukakan, maka
dikemukakan rekomendasi secara umum dan secara khusus. Secara umum, oleh
karena dalam latar batandang wanita nelayan dengan wanita pendatang berlangsung peristiwa belajar-membelajarkan, maka kepada pemerhati dan semua orang yang peduli terhadap kehidupan wanita nelayan, perlu kiranya mendayagunakan
pembelajaran melalui batandang bagi peningkatan kualitas hidup wanita nelayan tersebut, karena dengan berbagai kondisi dan keterbatasannya mereka hampir tidak
punya peluang utnuk memperoleh kesempatan pendidikan melalui pendidikan luar
sekolah yang melembaga (nonformal) apalagi pendidikan sekolah (formal).
Secara lebih khusus diajukan rekomendasi sebagai berikut:
1. Kepada para praktisi pendidikan dan pengembangan masyarakat, baik dari instansi pemerintah maupun swasta, agar tidak hanya mengandalkan pendidikan
formal dan nonformal saja dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat,
terutama masyarakat kelas sosial bawah seperti wanita nelayan Kelurahan Pasir Kandang. Karena temuan penelitian menunjukkan bahwa melalui kegiatan
belajar yang tidak melembaga (informal), seperti dalam batandang cukup
efektif untuk menimbulkan perubahan tingkah laku, karena secara sadar atau
tidak wanita nelayan sering dibelajarkan oleh wanita pendatang dalam latar batandang. Kegiatan tersebut mereka rasakan sebagai suatu kebutuhan karena
146
dilakukan adalah dengan ikut terlibat ke dalam peristiwa batandang sambil
memberikan penguatan terhadap pesan-pesan yang positif dan melemahkan
pesan-pesan yang negatif. Akan lebih efektif lagi jika yang ikut terlibat ke
dalam peristiwa tersebut adalah agen pembahara berjenis kelamin sama yang
berasal dari latar belakang budaya yang sama pula.
2. Kepada penglelola Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak dalam
peningkatan kualitas sumber daya manusia, sebaiknya menggunakan wanita
pendatang sebagai saluran guna menyampaikan pesan-pesan pembaharuan,
karena temuan penelitian menunjukkan bahwa wanita pendatang lebih sering
bertindak sebagai pengajar dalam proses belajar-membelajarkan pada peristiwa
batandang sebagai wahana pembelajaran informal.
3. Kepada wanita nelayan dan tokoh informal Kelurahan Pasir Kandang. Kepada
wanita nelayan, agar tidak menjadikan kegiatan batandang sebagai suatu
kegiatan untuk bercengkrama saja, yang lebih penting ialah bagaimana
menjadikan peristiwa tersebut sebagai tempat untuk bertukar dan menimba
pengetahuan, keterampilan, dan bahkan memperoleh pandangan baru bagi
peningkatan kualitas hidup. Kepada para tokoh informal, agar memberikan
dorongan dan dukungan supaya kegiatan batandang lebih bermanfaat bagi
peningkatan wawasan kehidupan warga masyarakatnya.
4. Kepada pakar pendidikan untuk megembangkan wahana pembelajaran
batandang ke dalam bentuk kegiatan saling kunjung lain yang di dalamnya
147
berpeluang besar untuk mewujudkan pemerataan kesempatan pendidikan
sekaligus meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
5. Kepada peneliti berikutnya, untuk dapat melakukan penelitian pilot proyek
pada setting di luar etnis Minangkabau, karena temuan penelitian menunjukkan
bahwa wanita nelayan di Kelurahan Pasir Kandang dapat saling
belajar-membelajarkan dengan pihak yang heterogen (wanita pendatang) dengan
mereka. Temuan penelitian tersebut dapat memperkaya khasanah pengetahuan
pendidikan luar sekolah tentang bentuk pembelajaran tradisional yang strategis
^DID/^
M>
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abdulhak, Ishak. 1986. Strategi Belajar Pendidikan Luar Sekolah. Jakarta:
Karunika, Universitas Terbuka
. 1995. Metodologi Pembelajaran pada Pendidikan Orang Dewasa.
Bandung: Cipta Intelektual
Adiwikarta, Sudardja. 1988. Sosiologi Pendidikan: Isyu dan Hipotesis Tentang
Hubungan Pendidikan dengan Masyarakat. Jakarta: Depdikbud, Dirjen
Dikti, P2LPTK
Arif, Zainudin. 1990. Andragogi. Bandung: Angkasa
Asmawi. 1996. "Wanita dan Pendidikan" dalam Wanita di Sumatera Barat: Beberapa Kumpulan Pemikiran dan Hasil Penelitian. Padang: Lembaga
Penelitian Universitas Andalas
Axin, Nancy W. 1976. Nonformal Education and Rural Development. Michigan:
Michigan State University
Bogdan, Robert C. dan Biklen, Sari Knopp. 1990. Qualitative Researchfor Educat
ion: An Introduction to the Theory and Methods (alih bahasa Munandir).
Jakarta: Dirjen Dikti, Depdikbud
Brannen, Julia. 1997. Memadu Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif (alih
bahasa Nuktah Arfawie Kurde, dkk). Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah
IAIN Antasari Samarinda bekerjasama dengan Pustaka Pelajar Offset
Buchori, Mochtar. 1994. Pendidikan dalam Pembangunan. Jakarta: IKIP Muhammadiyah Jakarta Press
Chabaud, Jacqueline. 1984. Mendidik dan Memajukan Wanita (teijemahan
Koesalah Soebagyo Tour). Jakarta: PT Gunung Agung
Coombs, P.H. 1973. New Paths to Learning for Rural Children and Youth. USA: International Council for Educational Development
Coombs, Philip H. dan Ahmed, Manzoor. 1984. Attacking Rural Poverty, How Nonformal Education Can Help (teijemahan Yayasan Ilmu-ilmu Sosial).
Jakarta: Rajawali
Darwis, Ranidar. 1993. Transformasi Nilai-nilai Tradisi Kekeluargaan dalam
Pendidikan Kewiraswastaan: Studi Kasus Pengembangan Sumber Daya
149
Manusia dalam Pengelolaan Rumah Makan Padang (disertasi).
Bandung: PPs IKIP Bandung
Depdikbud. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Dt. Rajo penghulu, Idras Hakimi. 1997. Pokok-pokok Pengetahuan Adat
Minangkabau. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Faisal, Sanapiah. 1990. Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar dan Aplikasi. Malang:
Yayasan Asih Asah Asuh Malang
Freire, Paolo. 1972. Pendidikan Kaum Tertindas (terjemahan dari judul asli
Pedagogy of The Oppressed. Jakarta: LP3ES
Golthorpe, J.E. 1992. The Sociology of The Third World, Disparaty and Development (Alih Bahasa: Sukadijo). Jakarta: Gramedia
Guba, Egon G. 1981. Toward a Metholology ofNaturalistics Inquiry in Education Evaluation. Los Angeles: University of California
Hanafi, Abdillah. 1984. Memahami Komunikasi Antar Manusia. Surabaya: Usaha Nasional
Hasanuddin, dkk. 1995. Pola Asuh dalam Keluarga Nelayan di Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia Padang (laporan penelitian). Padang: IKIP Padang
Hendropuspito, D. OC. 1989. Sosiologi Sistematik. Yogyakrta: Kanisius
Jamaris. 1996. Pembelajaran Hakekat "Basandi" dalam Keluarga Matrilineal Minangkabau: StudiInteraksi Mamak-Anak Kemenakan-Ibu di Kampung dan Rantau (disertasi). Bandung: PPs IKIP Bandung
Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita. 1992. Wanita dalam
Pembangunan. Jakarta
Knowles, Malcom S. 1986. Adult Learner: A Neglected Species (Third Edition). Houston: Gulf Publishing Company
Koentjaraningrat. 1984. Kebudayan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia
Lincoln, Yvonna. S dan Guba, Egon G. 1985. Naturalistic Inquiry. Baverly Hill: Sage Publications
Lunandi, A. G. 1981. Pendidikan OrangDewasa. Jakarta: Gramedia <fr •»'";'" ^^>,
150
Mayer, Paul A. dan Kegawan, Simon Anyar. 1978. NilaiAnak di Indonesia.
Yogya-karta: Lembaga Kependudukan UGM Yogyakarta
Miko, Alfan dan Asmawi. 1996. "Pendahuluan" dalam Wanita di Sumatera Barat:
Beberapa Kumpulan Pemikiran dan Hasil Penelitian. Padang: Lembaga
Penelitian Universitas Andalas
Miles, Matthew B dan Huberman, A. Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku
Sumber Tentang Metode-metode Baru (penerjemah Tjetjep Rohendi
Rohidi. Jakarta: Universitas Indonesia Press
Moleong, Lexy J. 1998. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Nasroen, M. 1971. Dasar Falsafah Adat Minangkabau. Jakarta: Bulan Bintang Nasution, S. 1996. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito
Pemerintah Daerah Tingkat I Sumatera Barat. 1991. Analisa dan Situasi Wanita di
Sumatera Barat
Rakhmat, Jalaluddin. 1991. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya
Rogers, Everett M. dan Shoemaker, F. Floyd. 1987. Memasyarakatkan Ide-ide Baru
(disarikan oleh Abdillah Hanafi). Surabaya: Usaha Nasional
Salmah, S. dkk. 1998. "Identifikasi Beberpa Isu Wanita dan Pembangunan dalam Rumah Tangga Miskin di Sumatera Barat" dalam Bunga Rampai: Pusat
Studi Wanita Universitas Andalas. Padang: PSW Universitas Andalas
Soedjatmoko. 1995. Dimensi Manusia dalam Pembangunan: Pilihan Karangan.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Soedomo, M. 1989. Pendidikan Luar Sekolah ke Arah Pengembangan Sistem Belajar Masyarakat. Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikti, P2LPTK
Soegiyanto, Saleh. 1990. Penelitian Kualitatif, Teori dan Aplikasi (makalah disam paikan dalam penataran penelitian dosen IKIP Surabaya). Surabaya: Pusat Penelitian IKIP Surabaya
Solfema, dkk. 1998. Bentuk-bentuk Pendidikan Informal dalam Latar Kehidupan Wanita Nelayan Kelurahan Pasir Sebelah Kotamadia Padang (laporan penelitian). Padang: IKIP Padang
151
Soedarsono, Juwono. dkk. 1999. "Filosofi, Kebijaksanaan, dan Starategi Pendidikan Nasional" dalam Konferensi Pendidikan Indonesia: Mengatrasi Krisis
-Menuju Pembaruan. Jakarta: 23-24 Februari
Sudjana, Djudju. 1996. Pendidikan Luar Sekolah: Wawasan, Sejarah Perkembangan, Falsafah, Teori Pendukung, dan Asas. Bandung:
Nusantara Press
. 1997. Memantapkan Eksistensi dan Profesionalisasi Pendidikan Luar Sekolah (makalah disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan Luar
Sekolah dan Konferensi ISPPSI Tahun 1997). Surabaya: PLS FIP IKIP Surabaya
1993. Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatifdalam Pendidikan
Luar Sekolah. Bandung: Nusantara Press
. 1993. Strategi Pembelajaran dalam Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: Nusantara Press
Surakhmad, Winarno. 1977. Mencari Starategi Pembinaan Pendidikan Pembangunan Dewasa Ini. (Tampa Tempat dan Penerbit)
Trisnamansyah, Sutaryat. 1997. Peranan Pendidikan Luar Sekolah dalam
Membangun Masyarakat Gemar Belajar (makalah disampaikan pada
Seminar Nasional Pendidikan Luar Sekolah dan Konferensi ISPPSI
Tahun 1997). Surabaya: PLS FIP IKIP Surabaya
Undang-undang RI Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan
Peraturan Pelaksanaannya. Jakarta: Sinar Grafika. 1995
Wahid,
Syafruddin, 1991. Pembangunan Masyarakat Desa:
Meningkatkan
Partisipasi Melalui Pembelajaran. Padang: FIP IKIP Padang
. 1994. Format-format Pembelajaran dalam Konteks Perdagangan: Studi Etnografi dalam Latar Budaya Perantau Minangkabau di Kotamadya
Malang (tesis). Malang: PPs IKIP Malang
Wijaya, Cece dan Rusyan, Tabrani. 1991. Kemampuan Dasar Guru dalam Proses
Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja RosdakaryaWinkels, W. S. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo
Wisroni. 1996. Agen Pembaru dalam Poses Perubahan Sosial (makalah). Padang:
FIP IKIP Padang152
Mudzakir). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada