• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS STRUKTUR DAN MAKNA CERITA RAKYAT DAYAK KANAYATN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS STRUKTUR DAN MAKNA CERITA RAKYAT DAYAK KANAYATN."

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

vi DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR BAGAN ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Penelitian... 1

1.2 Masalah Penelitian... 9

1.3 Definisi Operasional ... 10

1.4 Tujuan Penelitian ... 11

1.5 Manfaat Penelitian ... 12

1.6 Paradigma Penelitian ... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 14

2.1 Folklor, Tradisi Lisan, dan Sastra Lisan... 14

2.1.1 Folklor ... 14

2.1.2 Tradisi Lisan ... 17

Tradisi Lisan Dayak Kanayatn ... 23

2.1.3 Sastra Lisan... 28

Sastra Lisan Dayak Kanayatn... 30

2.2 Teori Sosiologi Sastra dan Teori Lingkungan Penceritaan... 32

2.2.1 Teori Sosiologi Sastra... 32

2.2.2 Teori Lingkungan Penceritaan ... 36

2.3 Mite, Legenda, dan Dongeng ... 38

2.3.1. Mite... 38

2.3.2 Legenda ... 39

2.3.3 Dongeng ... 43

(2)

vii

2.5 Teori Fungsi... 53

2.6 Teori Terjemahan... 56

2.7 Teori Makna (Nilai ) Budaya... 57

2.8 Pendekatan Hermeneutik untuk Menggali Makna... 59

2.9 Masyarakat Dayak Kanayatn di Kabupaten Landak ... 63

2.9.1 Gambaran Umum Kabupaten Landak ... 63

2.9.2 Masyarakat Dayak Kanayatn... 78

2.10 Kearifan Lokal dan Identitas Dayak ... 82

2.10.1 Kearifan Lokal ... 82

2.10.2 Identitas Dayak ... 84

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 86

3.1 Ancangan Penelitian ………... 86

3.2 Metode ………... 87

3.3 Data dan Sumber Data ... 87

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 88

3.5 Instrumen Penelitian ... 89

3.6 Responden ... 89

3.7 Pengecekan Keabsahan Data... 90

3.8 Teknik Analisis Data... 92

BAB IV ANALISIS DATA ... 96

4.1 Lingkungan Penceritaan dan Klasifikasi 81 Cerita... 96

4.2 Lingkungan Penceritaan, Klasifikasi, Struktur, dan Makna 9 Cerita... 336

4.3 Kemungkinannya sebagai Bahan Pembelajaran ... 504

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...519

BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI ... 529

DAFTAR PUSTAKA ... 533

LAMPIRAN ... 552

(3)

viii

DAFTAR TABEL

2.1 Jenis Tradisi Lisan... 20

2.2 LuasWilayah Kabupaten Landak... 64

2.3 Kalimantan dan Luas Daerahnya... 79

2.4 Kelompok Etnik di Kalimantan Barat ... 81

4.1 Lingkungan Penceritaan dan Klasifikasi 81 Cerita... 328

4.2 Lingkungan Penceritaan, Klasifikasi, dan Struktur 9 Cerita ... 489

4.3 Makna 9 Cerita... 497

(4)

ix

DAFTAR GAMBAR

(5)

x

DAFTAR BAGAN

(6)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

1. Pedoman Wawancara ...552

2. Angket ... 554

3. Responden ... 561

(7)

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini dipaparkan (1) latar belakang penelitian, (2) masalah penelitian, (3) definisi operasional, (4) tujuan penelitian, (5) manfaat penelitian, dan (6) paradigma penelitian.

1.1 Latar Belakang Penelitian

Cerita rakyat merupakan bagian dari sastra lisan yang pernah hidup dan menjadi milik masyarakat, diwariskan secara lisan dan turun-temurun yaitu dari satu generasi ke generasi berikutnya. Cerita rakyat merupakan buah pikiran warisan leluhur bangsa mengandung bermacam-macam pesan. Cerita rakyat sebagai bagian dari kebudayaan mengandung berbagai gagasan dan penuh nilai (makna) yang bermanfaat bagi pembangunan bangsa.

Cerita rakyat Suku Dayak Kanayatn sebagai bagian dari kebudayaan daerah Kalimantan Barat sangat beragam jenis dan isinya. Isinya menunjukkan kekayaan rohani dalam bentuk nilai-nilai moral, gagasan, cita-cita, dan pedoman hidup masyarakat Dayak Kanayatn pada masa lampau baik tentang manusia sebagai pribadi maupun manusia dalam hubungannya dengan alam dan lingkungan hidupnya. Jadi bagaimana para leluhur suku Dayak Kanayatn di Provinsi Kalimantan Barat zaman dahulu memperlakukan lingkungan hidupnya dapat terproyeksikan dalam cerita rakyat.

(8)

tentang sastra lisan merupakan hal yang penting bagi para ahli sastra yang ingin memahami peristiwa perkembangan sastra, asal mula dan timbulnya genre sastra serta penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Ada hubungan antara studi tentang sastra lisan dengan sastra tertulis seperti juga ada kelangsungan antara sastra lisan dengan sastra tertulis yang tidak terputus (Rusyana, 1975:83;

1978: 1).

Sastra lisan yang tersebar di berbagai daerah karena perubahan yang terjadi di masyarakat mungkin ada bagian yang hilang. Oleh karena itu perlu dikumpulkan. Pengumpulan itu hendaknya menggunakan metode yang memadai serta diselenggarakan dengan berencana dan terarah. Dengan demikian sastra lisan dapat dipelihara (diawetkan), diklasifikasikan, dan dikatalogkan (Rusyana, 1975:86). Dengan kata lain bahwa penelitian sastra lisan sangat diperlukan untuk pengawetan (pemeliharaan) dan dalam penelitian semestinya menggunakan metode-metode yang dibenarkan dan diakui secara keilmuan.

(9)

cara pemeliharaannya adalah dengan penelitian karena dalam salah satu bagian penelitian sastra lisan adalah perekaman cerita yang kemudian ditranskripsikan dalam bentuk tulisan.

Dalam sastra lisan umumnya dan cerita rakyat khususnya ditengarai di dalamnya terdapat kearifan lokal masyarakat pemiliknya. Sebagai warisan atau peninggalan leluhur atau nenek moyang, kearifan lokal adalah kekayaan budaya dan tradisi besar yang tidak saja harus dipertahankan atau dilestarikan tetapi sudah sepantasnya dihargai dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari (Alqadrie, 2009:3). Penelitian ini penting dan mendesak untuk dilakukan dalam rangka menggali kearifan lokal yang terdapat dalam cerita rakyat Dayak Kanayatn.

Dalam sastra lisan umumnya dan cerita rakyat khususnya juga ditengarai memuat identitas atau jati diri dari masyarakat pemiliknya. Pandangan masyarakat luar terhadap masyarakat Dayak hingga saat ini masih ada yang berpandangan negatif. Sebagai contoh adanya pandangan bahwa orang Dayak makan orang. Pandangan semacam ini tentu haruslah diubah karena sangat merugikan masyarakat Dayak. Penelitian cerita rakyat Dayak Kanayatn dirasa penting dan mendesak untuk dilakukan dalam rangka menelusuri identitas Dayak Kanayatn yang pada gilirannya dapat mengubah pandangan masyarakat luar terhadap masyarakat Dayak Kanayatn.

(10)

terlihat bahwa sastra lisan Dayak umumnya dan sastra lisan Dayak Kanayatn khususnya belum tersentuh sebagai objek penelitian. Dilihat dari aspek ini maka penelitiaan terhadap sastra lisan Dayak Kanayatn sangat penting dan mendesak untuk dilakukan.

Menurut catatan Effendy (2006a) penelitian terhadap sastra lisan Dayak umumnya dan sastra lisan Dayak Kanayatn khususnya pernah dilakukan oleh perorangan, lembaga penelitian, dan para calon sarjana dalam bentuk skripsi serta calon magister dalam bentuk tesis.

Sejauh data yang terjangkau, Pater Donatus P. Dunselman, OFM Cap adalah orang pertama yang pernah melakukan penelitian sastra lisan Dayak di Kalimantan Barat. Di sela-sela tugasnya sebagai misionaris di tengah masyarakat Dayak Mualang di Kabupaten Sintang, ia berhasil mengumpulkan sastra lisan Dayak yang saat ini masih hidup di Kabupaten Sintang yaitu Kana atau Ngkana. Hasil pekerjaannya diterbitkan dengan judul:”Kana Sera Zang der Zwangenchap” pada tahun 1955 (Teeuw, 1984, Effendy, 2006a:21).

Sesudah karya Dunselman dipublikasikan, hampir tiga dekade kemudian informasi mengenai sastra lisan di Kalimantan Barat mengalami kevakuman sampai munculnya karya besar tahun 1980-an. Karya besar dimaksud adalah Syair

Lawe karya Pater Ding Ngo. Syair Lawe merupakan syair mitologis masyarakat

(11)

Selain perseorangan, terdapat juga lembaga yang mendokumentasikan sastra lisan di Kalimantan Barat tetapi tidak terfokus pada sastra lisan Dayak apalagi sastra lisan Dayak Kanayatn. Lembaga yang dimaksud adalah Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Depdiknas, melalui proyek IDKD (Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah) berhasil membukukan cerita lisan yang ada di Kalimantan Barat. Ada tiga buku yang dihasilkan dari proyek IDKD yaitu (1) ”Cerita Rakyat Kalimantan Barat” (Yusba, 1981/1982). (2) ”Cerita Rakyat Kalimantan Barat” (Yusba, 1982/1983). (3) ”Cerita Rakyat Kalimantan Barat” (Wariso, 1984/1985).

Masing-masing buku berisi antara 20 – 30 cerita rakyat Dayak dan Melayu dari berbagai daerah di Kalimantan Barat. Jadi tidak berisikan khusus cerita Dayak apalagi Dayak Kanayatn. Sayangnya ketiga buku tersebut tidak disertai catatan yang memadai tentang ikhwal penutur, tempat perekaman, fungsi teks dan sebagainya sehingga sulit bagi pembaca untuk mengetahui lebih jauh hal-ikhwal teks tersebut.

(12)

dalam Sastra Lisan Dayak Kanayatn (Priyadi, dkk., 1996/1997). (4) Nilai Budaya dalam Sastra Lisan Dayak Keninjal (Martono, dkk, 1999/2000).

Dalam rangka penyusunan skripsi dan tesis terdapat beberapa penelitian tentang sastra lisan Dayak Kanayatn. Penelitian tersebut yaitu: (1) “Cerita Bukit Batu:Sastra Lisan Dayak Kanayatn Kalbar, Kajian Latar dan Amanat”, skripsi oleh Dalawi (1996), (2) “Nilai Kepercayaan pada Cerita Perang Mlaju Pado Kuanti Malanggar Jawa”, skripsi oleh Yasinta (1997), (3) “Pandangan Hidup dan Sikap Hidup Masyarakat Dayak Kanayatn yang Tercermin dalam Cerita Nek Sayu” skripsi oleh Pornilina (1997), (4) “Nilai Kepercayaan dalam Cerita Nek Baruakng Kulub Sastra Lisan Dayak Kanayatn” skripsi oleh Hanawati (2000), dan (5) “Struktur, Fungsi, dan Nilai Budaya dalam Cerita Rakyat Dayak Kanayatn” tesis oleh Sesilia Seli (1996).

Penelitian tentang sastra lisan Dayak Kanayatn dari tahun 1978 – 2000 hanya 7 buah. Seli (1996) dalam penelitiannya menggunakan teori struktur karya sastra modern yang biasa digunakan untuk meneliti karya sastra Indonesia modern dan teori fungsi Bascom (dalam Danandjaja, 1984:18). Sejauh data yang tersedia, teori struktur naratif Maranda belum pernah digunakan untuk menganalisis cerita rakyat Dayak Kanayatn.

(13)

sebagainya (KR ONLINE, Rabu, 29 Agustus 2007 tersedia dalam http://www.dayakologi.com). Peneliti merasa beruntung karena bisa mendapatkan 103 cerita tersebut dari laptop Bapak Nico Andasputra, wakil direktur Institut Dayakologi. Menurut Nico Andasputra, cerita rakyat yang di laptop merupakan satu-satunya dokumen yang masih ada selain yang telah dilaporkan pada Ford Foundation. Ke 103 cerita inilah yang akan dijadikan data dalam penelitian ini. Setelah diteliti lebih lanjut, dari 103 cerita tersebut ternyata yang memenuhi sebagai sebuah cerita hanya 90 buah cerita. Dengan demikian jumlah data yang akan diklasifikasikan 90 cerita.

Memperhatikan penelitian yang dilakukan oleh Institut Dayakologi ternyata baru sampai pada tahap dokumentasi (pengumpulan cerita dan transkripsi) dan belum sampai pada tahap klasifikasi dan analisis teks apalagi menggali aspek lingkungan penceritaan dan nilai-nilai (makna) yang terdapat di dalamnya. Dari sebab itu dapatlah dikatakan bahwa penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian yang dilakukan oleh Institut Dayakologi.

(14)

Dalam kaitannya dengan pengajaran sastra di Perguruan Tinggi, utamanya dalam Mata Kuliah Sastra Daerah, antara lain terdapat pokok bahasan menganalisis cerita lisan. Sejauh pengamatan dan pengalaman peneliti, pembelajaran Sastra Daerah utamanya di Program Studi Pendidikan Bahasa , Sasra Indonesia dan Daerah, Jurusan PBS, FKIP Universitas Tanjungpura Pontianak, dosen seringkali kesulitan untuk mendapatkan bahan pembelajaran. Untuk itu penelitian ini mendesak dan penting untuk dilakukan untuk melihat kemungkinannya cerita rakyat Dayak Kanayatn dapat digunakan sebagai bahan pembelajaraan sastra lisan di perguruan tinggi utamanya pada Program Studi Pendidikan Bahasa , Sasra Indonesia dan Daerah, Jurusan PBS, FKIP Universitas Tanjungpura Pontianak

Dari uraian di atas, secara terperinci alasan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

(1) Ada keterkaitan antara sastra lisan dengan sastra tulis. Bila ingin mempelajari sastra tulis perlu mempelajari sastra lisan terlebih dahulu. Jadi penelitian tentang sastra lisan (cerita rakyat Dayak Kanayatn) diperlukan sebagai dasar untuk mempelajari sastra tulis Dayak Kanayatn khususnya dan sastra Indonesia pada umumnya.

(15)

cerita rakyat ada aspek perekaman dan transkripsi yang berarti pendokumentasian.

(3) Dalam cerita rakyat Dayak Kanayatn ditengarai banyak terdapat kearifan lokal. Adanya kearifan lokal berarti menjaga kelestarian lingkungan hidup. Hubungan alam – manusia – Pencipta dapat terjalin dengan baik. Jadi penelitian ini diperlukan untuk menggali kearifan lokal yang ada dalam cerita rakyat Dayak Kanayatn .

(4) Selama ini pandangan orang luar terhadap Dayak Kanayatn sangatlah negatif. Misalnya orang Dayak Kanayatn bodoh, terbelakang, dan makan orang. Pandangan negatif tersebut tentu merugikan masyarakat Dayak Kanayatn. Untuk itu perlu penelitian untuk merekonstruksi identitas Dayak Kanayatn. Dari cerita rakyat Dayak Kanayatn dapat digali identitas Dayak Kanayatn.

(5) Kurangnya bahan pembelajaran sastra lisan pada mata kuliah Sastra Daerah di Program Studi Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah FKIP Universitas Tanjungpura menjadi salah satu peendorong untuk dilaksanakannya penelitian ini. Dengan harapan cerita rakyat Dayak Kanayatn dapat dijadikan bahan pembelajaran.

1.2 Masalah Penelitian

(16)

teks berdasarkan teori Maranda, mengamati aspek lingkungan penceritaan, menganalisis makna, dan kemudian melihat kemungkinannya dapat atau tidaknya digunakan sebagai bahan pembelajaran sastra pada Program Studi Pendidikan Bahasa , Sasra Indonesia dan Daerah. Karena itu masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Bagaimanakah lingkungan penceritaan cerita rakyat Dayak Kanayatn? b. Bagaimanakah klasifikasi cerita rakyat Dayak Kanayatn? Dalam hal ini meliputi klasifikasi mite (mitos) , legenda, dan dongeng.

c. Bagaimanakah struktur naratif cerita rakyat Dayak Kanayatn berdasarkan teori Maranda?

d. Bagaimanakah makna cerita rakyat Dayak Kanayatn?

e. Bagaimanakah kemungkinannya cerita rakyat Dayak Kanayatn dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran sastra di perguruan tinggi?

1.3 Definisi Operasional

Agar lebih memahami peristilahan yang digunakan dalam penelitian ini, berikut ini dikemukakan beberapa definisi operasionalnya.

a. Lingkungan penceritaan

(17)

b. Klasifikasi

Klasifikasi adalah penyusunan bersistem di kelompok atau golongan menurut kaidah atau standar yang ditetapkan. Kaidah dan standar yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah penanda utama mite, legenda, dan dongeng. Jadi yang dimaksud dengan klasifikasi dalam penelitian ini adalah pengelompokan cerita rakyat Dayak Kanayatn berdasarkan penanda utama mite, legenda, dan dongeng. c. Analis teks

Analisis teks adalah penguraian teks karya sastra (cerita rakyat) atas unsur- unsurnya untuk memahami pertalian antara unsur-unsur tersebut. Dalam penelitian ini analisis teks dimaknai sebagai cara menguraikan dan mencari hubungan sebab – akibat antara unsur-unsur pembangun karya sastra seperti alur, fungsi, dan tokoh.

d. Makna cerita

Makna cerita dalam penelitian ini adalah nilai yang terdapat pada cerita dalam hubungannya dengan diri sendiri (kepribadian), sesamanya (kemasyarakatan), alam (kealaman), dan hubungannya dengan Sang Pencipta (keyakinan/kepercayaan).

1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan:

a. Menemukan lingkungan penceritaan cerita rakyat Dayak Kanayatn. b. Mengklasifikasikan cerita rakyat Dayak Kanayatn dalam kelompok mite, legenda, dan dongeng.

(18)

Maranda.

d. Menemukan makna cerita rakyat Dayak Kanayatn.

e. Menemukan identitas Dayak Kanayatn dan kearifan lokal Dayak Kanayatn. f. Menjelaskan kemungkinannya cerita rakyat Dayak Kanayatn sebagai bahan pembelajaran sastra di Perguruan Tinggi.

1.5 Manfaat Penelitian

Secara teoritis penelitian ini dapat memperkuat terhadap beberapa teori sastra lisan seperti teori lingkungan penceritaan, klasifikasi, struktur dan makna cerita.

Penelitian ini bermanfaat dalam rangka pelestarian budaya warisan para leluhur. Khasanah cerita rakyat yang telah diinventarisasikan dalam bentuk pendokumentasian, diklasifikasikan, dan dianalisis akan memberikan gambaran tentang warna budaya masyarakat Dayak Kanayantn di Kabupaten Landak Provinsi Kalimantan Barat.

Lingkungan penceritaan dalam cerita rakyat dapat pula dipakai sebagai sumber pengenalan mengenai lingkungan hidup kepada anak-anak. Dengan kata lain bahwa lingkungan penceritaan digunakan sebagai bahan pembelajaran baik secara formal di sekolah maupun di keluarga.

(19)

1.6 Paradigma Penelitian 1.6 Paradigm Teori Lingkungan Penceritaan Teori Klasifikasi Teori Struktur Naratif Teori Makna /Nilai Kebudayaan

Diskusi dengan Dosen Pembimbing, Wawancara dengan Pencerita/Keluarga Pencerita, Angket terhadap guru, dan

(20)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Ancangan Penelitian

Secara paradigmatik, penelitian terhadap struktur dan makna cerita rakyat Dayak Kanayatn termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif (Bungin, 2009:68). Ancangan ini dipilih karena beberapa alasan. Pertama, penggunaan teks cerita sebagai sumber data yang bersifat alamiah. Kedua, peneliti merupakan instrumen kunci maksudnya bahwa peneliti melakukan penafsiran terhadap cerita rakyat Dayak Kanayatn utamanya dalam melihat pengaruh lingkungan terhadap cerita, pengklasifikasian, analisis struktur, fungsi, dan makna cerita. Ketiga, pemaparaan dan pembahasan bersifat deskriptif-interpretatif-eksplanasi. Keempat, selain hasil juga mementingkan proses. Kelima, analisis data dilakukan secara interaktif maksudnya dengan mengkaitkan antara data satu dengan lainnya. Keenam, lingkungan penceritaan, klasifikasi, struktur dan fungsi, serta makna menjadi perhatian utama. Ketujuh, disain penelitian bersifat sementara.

(21)

Dengan rancangan deskriptif kualitatif peneliti berupaya untuk menginterpretasikan lingkungan penceritaan, klasifikasi, struktur, fungsi, dan makna cerita rakyat Dayak Kanayatn.

3.2 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif menggunakan metode kualitatif yaitu pengamatan, wawancara, dan atau penelaahan dokumen ( Moleong, 2007:9). Dalam penelitian ini ketiganya (pengamatan, wawancara, dan menelaah dokumen) digunakan. Peneliti melakukan pengamatan terhadap lingkungan peenceritaan, peneliti melakukan wawancara dengan para pencerita atau keluarga pencerita dan peneliti mengkaji 90 cerita rakyat dan lebih intens terhadap 9 cerita.

3.3 Data dan Sumber Data

Data utama dalam penelitian ini adalah 90 buah cerita yang pernah direkam dan telah ditranskripsikan oleh Institut Dayakologi pada bulan September 1993. Cerita-cerita tersebut terkumpul dalam bentuk solf copy hasil penelitian Institut Dayakologi 1993. Data telah direkam dan ditranskripsikan tetapi belum diterjemahkaan ke dalam bahasa Indonesia. Jadi peneliti yang menterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kemudian mencari lingkungan penceritaan, mengklasifikasikan, dan kemudian menganalisis struktur, fungsi, dan maknanya.

(22)

Selain itu, juga ada hasil angket dari 20 orang guru dari 10 kecamatan yang berbeda. Masing-masing kecamatan diambil 2 orang guru untuk membaca ringkasan 90 cerita kemudian menentukan apakah cerita tersebut terdapat di kecamatan tempat mereka tinggal.

3.4Teknik Pengumpulan Data

Ada tiga teknik yang digunakan dalam pengumpulan data. Pertama adalah teknik dokumentasi, kedua wawancara, dan ketiga dengan menggunakan angket. Teknik dokumentasi maksudnya adalah dengan membaca berulang-ulang terhadap 90 cerita yang digunakan sebagai data penilitian utamanya dalam menentukan klasifikasi, lingkungan penceritaan, struktur, fungsi, dan makna.

Teknik wawancara terutama untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan bagaimanakah lingkungan penceritaan. Wawancara dilakukan terhadap pencerita yang masih hidup dan terhadap keluarga pencerita apabila pencerita telah meninggal dunia.

Teknik angket dimaksudkan untuk memperkuat pendapat pencerita (tukang cerita) ketika menjawab peranyaan tentang penyebaran cerita. Peneliti menyebarkan 20 angket kepada 20 orang guru Agama Katolik pada 10 kecamatan. Jadi setiap kecamatan diambil 2 orang guru agama Katolik. Pemilihan guru agama Katolik sebagai responden didasarkan pada beberapa alasan.

(23)

Kedua, memperhatikan buku pelajaran Agama Katolik (utamanya di Sekolah Dasar), pada setiap pokok bahasan, sebelum dibicarakan bacaaan tertentu dari Alkitab, selalu didahului dengan cerita rakyat. Misalnya sebelum membicarakan kisah Kain dan Abil didahului dengan cerita tentang Gunung Bromo (sama-sama ingin mengisahkan tentang pengorbanan). Guru agama Katolik yang kreatif ternyata menggunakan cerita-cerita rakyat Dayak Kanayatn sebagai bahan perbandingan. Misalnya ketika guru akan menjelaskan tentang kejujuran, konsekuensi dari berhutang, maka guru menggunakan pengantar cerita ”Kancil Berhutang kepada Kodok”.

Ketiga, karena alasan kepraktisan. Para guru agama Katolik tersebut setiap hari Jumat dan Sabtu mengikuti kuliah kelas jauh STP St. Agustinus Keuskupan Agung Pontianak yang pelaksanaannya dilakukan di Pahauman, Kecamatan Sengah Temila, Kabupaten Landak. Jadi peneliti tidak perlu mendatangi setiap guru pada setiap kecamatan yang nota bene jaraknya sangat berjauhan antara kecamatan yang satu dengan kecamatan yang lain.

3.5 Instrumen Penelitian

Sesuai dengan teknik pengumpulan data, ada 3 instrumen yang digunakan yaitu peneliti sebagai instrumen, pedoman wawancara, dan angket. Pedoman wawancara dan angket dapat dilihat pada lampiran.

3.6 Responden

(24)

lingkungan penceritaan secara umum sedangkan kelompok guru dipilih untuk menggali pengebaran cerita. Kelompok responden dapat dilihat pada lampiran. 3.7 Pengecekan Keabsahan Data

Dalam penelitian ini digunakan 4 teknik pemeriksaan keabsahan data yaitu (1) perpanjangan keikutsertaan, (2) ketekunan pengamatan, (3) trianggulasi, dan (4) kecukupan referensial. Perpanjangan keikutsertaan peneliti lakukan dengan berada di lokasi penelitian beberapa waktu. Peneliti berada dan tinggal di kecamatan Sengah Temila selama beberapa minggu tetapi tidak secara berkelanjutan. Tepatnya seminggu pada bulan Desember 2009, seminggu pada bulan Maret 2010 dan sepuluh hari pada bulan Juni 2010. Pada saat itu peneliti mewawancarai para pencerita dan melakukan pengamatan terhadap daerah, sosial dan budaya, tempat pencerita berada.

Ketekunan pengamatan peneliti lakukan dengan membaca dan mencermati terhadap 90 cerita yang digunakan sebagai data penelitian. Pengamatan lebih teliti lagi diarahkan pada 9 cerita yang digunakan sebagai contoh analisis yaitu:

Mitos

(1) Abakng Balungkur (Mitos Adat Pembuka Ladang) (2) Abakng Inal (Mitos Gunung Bawang)

(3) Kale Ngelampe (Mitos Ikan Lele) (4) Sari Ganteng (Mitos Kampunan) Legenda

(5) Katoro Nekok (Legenda terjadinya Hantu Air)

(25)

usul manusia tidak dapat melihat hantu).

(7) Talino Beristri Burung Pune (Legenda terjadinya Bunga Selasih) Dongeng

(8) Si Ungekng

(9) Kancil Berhutang kepada Kodok

Pemilihan terhadap 9 cerita didasarkaan pada wakil cerita karena memiliki karakteristik yang sama. Dari 11 mitos dapat dikategorikan menjadi 4 yakni mitos tentang adat, mitos tentang suatu tempat, mitos tentang binatang, dan mitos tentang peristiwa menyebut makanan (kampunan). Dari 10 legenda dapat dikategorikan menjadi tiga yakni legenda tentang terjadinya hantu, legenda tentang terjadinya benda, dan legenda terjadinya tumbuhan. Masing-masing diwakili oleh satu cerita. Dari 69 dongeng dapat diklasifikasikan menjadi dua yakni dongeng tentang manusia dengan hantu dan dongeng binatang. Masing-masing diwakili oleh satu cerita.

Trianggulasi merupakan teknik pemeriksaan data dengan cara memanfaatkan hal lain. Salah satunya adalah dengan berdiskusi dengan peneliti atau pengamat lainnya. Trianggulasi yang berkaitan dengan metode dan cara mengumpulkan data peneliti lakukan dengan berdiskusi dengan para pembimbing (promotor dan ko-promotor) disertasi yakni Prof. Dr. Iskandarwassid, M.Pd., Prof. Dr. H. Yus Rusyana, dan Prof. Dr. H. Imam Syafi’ie.

(26)

yang relevan dengan masalah penelitian. Pembacaan dilakukan secara berulang-ulang agar diperoleh pemahaman arti yang memadai dan mencukupi.

3.8 Teknik Analisis Data

Ada 5 masalah dalam penelitian ini. Data dianalisis untuk menjawab pertanyaan penelitian. Berikut ini dikemukakan teknik analisis data berdasarkan tiap-tiap masalah.

Masalah 1:

Berdasarkan wawancara dan pengamatan yang mendalam, peneliti menganalisis/menginterpretasikan dan mendeskripsikan:

(1)Daerah pakai maksudnya daerah tempat cerita tersebut bisa ditemukan.. Sebagai contoh cerita Abakng Inal memiliki daerah pakai di Kecamatan Sengah Temila, Menyuke, Menjalin, dan Mempawah Hulu.

(2) Situasi pakai maksudnya adalah situasi penuturan cerita dengan maksud tertentu dan dengan penutur cerita serta kesempatan bercerita tertentu pula.

a.Penutur cerita: jenis kelamin, umur, suku, pekerjaan, bahasa, mendapatkan

cerita dari siapa.

b.Kesempatan bercerita: penutur menuturkan cerita dalam kesempatan apa? (a) Karena ada yang bertanya asal-usul benda,

(b) Santai di sore hari ketika sedang berkumpul dengan anggota keluarga, (c) Suasana yang lebih resmi seperti pada saat ada kenduri, kelahiran, dll. (d) Bagian dari suatu upacara

(27)

c. Cara penyampaian cerita

(a) Cara penyampaian cerita naratif, tanpa dialog (b) Cara penyampaian cerita naratif disertai dialog. d. Pengaruh lingkungan terhadap cerita

Contoh: daerah masih berupa hutan yang cukup lebat melahirkan cerita hantu, daerah yang bergunung-gunung melahirkan cerita tentang asal-usul gunung tersebut dan lain-lain.

Masalah 2:

Semua cerita dibaca secara teliti dan berdasarkan kriteria (indikator) mite, legenda, dan dongeng sebagaimana dikemukakan oleh William R. Bascom (1965 dalam Danandjaja, 1984) dan Rusyana (2000) maka cerita dikelompokkan. Dengan demikian diperoleh klasifikasi mite, legenda, dan dongeng.

Masalah 3

Untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan masalah ke-3 maka ditempuh langkah-langkah sebagai berikut:

(1)Membaca data (cerita) secara teliti dan berulang-ulang (9 Cerita) (2)Menyusun episode

(3)Mengurutkan peristiwa dari setiap episode (4)Menentukan terem

(5)Menentukan fungsi (6)Merumuskan alur

(28)

(8)Merumuskan alur berdasarkan tokohnya (9)Mendeskripsikan alur berdasarkan rumus alur (10)Merumuskan alur berdasarkan fungsinya (11)Mendeskripsikan alur berdasarkan fungsinya

(12) Menyebutkan tokoh cerita dan mendeskripsikan wataknya (karakternya) Masalah 4

Untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan masalah ke-4 maka ditempuh langkah-langkah sebagai berikut:

1.Membaca kembali 9 cerita yang digunakan sebagai contoh secara teliti dan berulang-ulang.

2. Mencermati kembali episode dan susunan peristiwa dari setiap cerita, bila dianggap perlu ditampilkan kembali episode dan susunan peristiwa. 3. Melakukan analisis isi dan interpretasi untuk mendapatkan makna teks. Empat aspek akan diamati yakni

(a) Dalam hubungannya dengan Sang Pencipta (keyakinan/kepercayaan). (b) Dalam hubungannya dengan diri sendiri (kepribadian)

(c) Dalam hubungannya dengan sesama (kemasyarakatan); (d) Dalam hubungannya dengan alam (kealaman ); dan

4. Mendeskripsikan hasil analisis disertai dengan bukti-bukti pendukung berupa kutipan teks

Masalah 5

(29)

1.Membaca kembali cerita secara teliti dan berulang-ulang

2. Membaca kembali secara teliti dan berulang-ulang hasil analisis struktur dan makna

3. Menganalisis berdasarkan kriteria tujuan dan pemilihan bahan 4. Membuat contoh rencana pembelaajaran.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Berkat keahliannya dalam mengurus organisasi, Para pengurus The Jakmania menemukan ide untuk menarik orang sekitar dengan menggunakan mobil kijang dan meneriakan suara

16 Tahun 2014 tentang Pelepasan Tanah Aset Pemerintah Kota Surabaya (dan Peraturan Walikota No. 51 Tahun 2015), terkesan Pemkot Surabaya telah memposisikan diri sebagai pemilik

Dengan diadakannya penelitian ini diharapkan PT Anda Jaya Perkasa dapat mengetahui kinerja waktu dan jadwal selama proyek berlangsung, mengetahui penyebab masalah

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Aisyiyah Muntilan terhadap 54 ibu postpartum tentang hubungan konsumsi asam lemak omega 3 dengan

Asuhan yang berkelanjutan berkaitan dengan kualitas pelayanan dari waktu ke waktu yang membutuhkan hubungan terus menerus antara pasien dengan tenaga kesehatan.Tujuan

Setiap ibu hamil dianjurkan untuk menjaga kebersihan badan selama kehamilan misalnya mencuci tangan sebelum makan, mandi 2 kali sehari dengan menggunakan sabun, menggosok

Hasil penelitian Pasaribu, Syafrizal, Mawarni (2018) menunjukkan bahwa peningkatan dosis pupuk NPK majemuk meningkatkan panjang tanaman mentimun, produksi per plot,