SKRIPSI
Oleh:
Nama : Condro Wahyu Sujati Nomor Mahasiswa : 01313015
Progam Studi : Ekonomi Pembangunan
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FAKULTAS EKONOMI
SKRIPSI
disusun dan diajukan untuk memenuhi syarat ujian akhir guna memperoleh gelar Sarjana jenjang strata 1
Progam Studi Ekonomi Pembangunan, pada Fakultas Ekonomi
Universitas Islam Indonesia
Oleh:
Nama : Condro Wahyu Sujati Nomor Mahasiswa : 01313015
Progam Studi : Ekonomi Pembangunan
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FAKULTAS EKONOMI
“Saya yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa skripsi ini telah ditulis dengan sungguh-sungguh dan tidak ada bagian yang merupakan penjiplakan karya orang lain seperti dimaksud dalam buku pedoman penyusunan skripsi Progam Studi Ekonomi Pembangunan FE UII. Apabila di kemudian hari terbukti bahwa perrnyataan ini tidak benar maka Saya sanggup menerima hukuman/sanksi apapun sesuai peraturan yang berlaku.”
Yogyakarta, 9 Pebruari 2007 Penulis,
Pada Bank-Bank Umum di Indonesia (Pada tahun 2004:02-2005:12)
Oleh:
Nama : Condro Wahyu Sujati Nomor Mahasiswa : 01313015
Progam Studi : Ekonomi Pembangunan
Yogyakarta, 10 Pebruari 2007 Telah disetujui dan disahkan oleh
Dosen Pembimbing,
memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana jenjang Strata 1 pada Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia
Nama : Condro Wahyu Sujati Nomor Mahasiswa : 01313015
Progam Studi : Ekonomi Pembangunan
Yogyakarta, 21 Maret 2007 Disahkan oleh,
Pembimbing Skripsi : Drs. Nur Feriyanto, M.Si …………. Penguji I : Drs. Priyonggo Suseno, M.sc …………. Penguji II : Dra. Sarastri Mumpuni, M.si ……...
Mengetahui Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia
Segala puji bagi Alloh Yang mengadakan dan Yang mengembalikan makhluk-Nya, Yang Maha Membuat apa yang Dia kehendaki. Pemilik arsy yang agung Pemberi ancama siksa yang pedih, Pemberi petunjuk kepada hamba-hamba pilihan-Nya menuju aturan (manhaj)-Nya yang lurus dan “jalan”yang kokoh. Pemberi nikmat kepada mereka setelah menyatakan syahadat tauhid dengan memelihara akidah mereka dari kegelapan akibat keraguan dan kebimbangan. Pembimbing mereka untuk mengikuti jejak rasul pilihan-Nya Muhammad saw. Dan berpijak kepada perilaku sahabatnya yang mulia dan dimuliakan dengan diteguhkan dan diluruskan, Yang tampak jelas bagi mereka dalam Dzat dan pekerjaan-pekerjaan (Af’al)-Nya dengan keindahan Sifat-sifat-Nya yang hanya bisa dipahami oleh orang yang telah diberi kemampuan “mendengar” dan bisa “menyaksikan”. Dia adalah tunggal dalam Dzat-Nya, lagi Maha Esa dan tidak bersekutu, sendiri tiada banding menjadi sandaran segala makhluk yang tiada tanding, Dia Qodim tiada yang mengawali, Azali tiada awal Langgeng Kekal Yang Tiada berujung, Berjaga dan selalu berbuat tiada henti, Berdiri sendiri tiada putus, dan senantiasa disifati dengan sifat-sifat keagungan, tiada berhenti dan terpenggal dengan terputusnya abab dan bergantinya masa. Dia-lah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Nyata dan Yang Batin dan Dia Maha Mengetahui terhadap segala sesuatu.
Skripsi ini telah selesai dibuat berkat petunjuk dan bimbingan-Nya, sungguh suatu kenikmatan yang tiada terkira atas pemberian-Nya, yang patut senantiasa untuk disyukuri dengan harapan tiada mengecewakan-Nya sehingga ditambahkan kenikmatan-Nya. Tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi bagi penulis. Skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alokasi KUK Pada Bank-Bank Umum di Indonesia” (Pada tahun 2004:02-2005:12) secara subtantif adalah berisikan tentang bagaimana dan apakah yang mempengaruhi Kredit Usaha Kecil yang dialokasikan oleh/dari bank-bank umum di Indonesia kepada usaha kecil. Suku bunga riil pinjaman ( KUK ), tingkat inflasi dan jumlah penghimpunan dana bank ternyata setelah diteliti memiliki hubungan dan mempengaruhi alokasi KUK pada usaha kecil. Dengan hasil penelitian dalam skripsi ini diharapkan dapat membantu bank-bank umum di Indonesia, pemerintah dan juga masyarakat bisnis sektor riil dari unit usaha kecil dapat mengambil banyak manfaat darinya, sehingga dunia ekonomi Indonesia menjadi lebih baik.
3. Sahabudin sidiq, SE., MA selaku dosen pembimbing akademik 4. Nur Feriyanto, SE., Msi selaku dosen pembimbing skripsi penulis
5. Sarastri Mumpuni, SE., Msi selaku dosen penguji dan pembimbing revisi 6. Priyonggo Suseno, SE., Msc selaku dosen penguji dan pembimbing revisi
7. Orang tua tercinta-ku yaitu Ayah-ku Bapak Sukarji Sarjana Muda Geografi UGM terimakasih atas kasih sayang dan limpahan cinta serta dukungan yang engkau berikan kepada Ananda penulis yang dengan sabar dan doa dengan memberikan segenap daya upaya dan kemampuannya untuk bisa menyekolahkan dan mendidik Ananda penulis sampai dewasa, jasa-mu yang besar tiada dapat Ananda ganti dengan apapun, tapi usaha membalas jasa-mu akan selalu senantiasa Ananda usahakan walupun tak sebanding dengan pengorbanan-mu wahai Ayah !!!
8. Yang Kedua adalah Yang tercinta Ibunda-ku Ibu Suwartini pantas aku nyanyikan syair lagu ini untuk-mu wahai Ibu “Kasih Ibu kepada beta tak terhingga sepanjang masa, hanya memberi tiada kembali bagai sang surya menerangi dunia” sungguh jasa-mu dan Ayah tidak akan aku lupakan sampai ajal menjemput-ku.
9. Rekan-rekan dan organisasi tempat aku banyak belajar dan berfikir keras Himpunan Mahasiswa Islam MPO FE UII
10. Rekan-rekan dan organisasi Jamaah Al-Muqtashidin FE UII 11. Rekan-rekan dan organisasi “Shopisticated Investor” FE UII
12. Rekan-rekan dan organisasi Takmir Masjid El-Hasan Sagan Yogyakarta dimana aku banyak belajar memperdalam Agama tercinta-ku ad diin al Islam
13. Rekan-rekan dan organisasi “Rausyan Fiqr” yang membuat aku semakin tangguh dalam berfikir untuk Agama
14. dan seluruh teman-teman-ku yang tidak bisa aku sebutkan secara individu karena kekhawatiran lupa mencantumkan salah satunya karena terlalu banyak maka akan menimbulkan kecemburuan. Mohon dimengerti…
Atas semua dukungannya selama ini penulis dengan tulus ikhlas mengucapkan banyak trimakasih.!!!! Semoga Alloh Swt membalas setiap amal ibadah kita Amiin Ya Robbal A’lamiin.
Yogyakarta 27 Maret 2007 Penulis Skripsi
Halaman Judul………... i
Halaman Pernyataan Bebas Plagiarisme... ii
Halaman Pengesahan Skripsi………..……….…….. iii
Halaman PengesahanUjian………….………...… iv
Halaman Kata Pengantar……… v
Halaman Daftar Isi………. vii
Halaman Daftar Tabel……… x
Halaman Daftar Gambar……… xi
Halaman Daftar Lampiran………. xii
Halaman Abstrak... xiii
BAB I PENDAHULUAN……….. 1
1.1 Latar Belakang………..….. 1
1.2 Rumusan Masalah………...…. 11
1.3 Tujuan Penelitian………...….. 11
1.4 Manfaat Penelitian………...…….. 12
1.5 Sistematika Penulisan………... 12
BAB II TINJAUAN UMUM SUBJEK PENELITIAN………..….. 16
2.1 Kodisi Bank-Bank Umum……… 16
2.2 Kebijakan Bank Indonesia dan Bank-Bank Umum Dalam Penyaluran Kredit Usaha Kecil……….…… 19
2.3 Kebijakan Pemerintah Dalam Mengembangkan Usaha Kecil di Indonesia……….… 21
2.4 Kondisi Historis Usaha Kecil di Indonesia dan Prospek Kedepan………... 22
2.5 Perkembangan Kredit Perbankan……….…… 25
2.6 Perkembangan dan Kondisi Kredit Usaha Kecil (KUK) Jumlah Penghimpunan Dana Tingkat Inflasi serta Suku Bunga Kredit Bank-Bank Umum di Indonesia………... 26
2.6.1 Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Umum di Indonesia………. 26
2.6.2 Jumlah Penghimpunan Dana Bank-Bank Umum di Indonesia………... 29
2.6.3 Tingkat Inflasi Indonesia Masa Penelitian……… 31
3.2 Pembahasan Penelitian Sebelumnya Pada Area yang Sama……… 35
3.3 Kesimpulan Tentang Dua Penelitian Sebelumnya dan Hubungannya dengan Penelitian Penulis……….. 37
BAB IV LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS……… 39
4.1 Landasan Teori………..……… 39
4.1.1 Pengertian Kredit……….….. 39
4.1.2 Unsur-Unsur Kredit……….….. 39
4.1.3 Jenis-Jenis Kredit……….. 41
4.1.4. 1 Pengertian dan Jenis Kredit Usaha Kecil (KUK)………... 45
4.1.4. 2 Ketentuan Peminjaman KUK……… 46
4.1.5 Pengertian Usaha Kecil………. 47
4.1.6 Bentuk dan Jenis Usaha Kecil………... 47
4.1.6.1 Bentuk Usaha Kecil………..… 48
4.1.6.2 Jenis Usaha Kecil……….…… 49
4.1.7 Pengertian Bank………. 50
4.1.7.1 Pengertian Bank Umum………... 51
4.1.7.2 Kegiatan Bank………..… 51
4.1.8 Jumlah Penghimpunan Dana Bank……… 51
4.1.9 Suku Bunga Kredit Pinjaman……… 53
4.1.10 Inflasi……….……... 56
4.1.11 Gambar Alur Pikir dalam Diagram Hubungan Anta Variabel dari Penelitian……….. 65
4.2 Hipotesis Penelitian……….. 66
BAB V METODE PENELITIAN……….……… 67
5.1 Metode Penelitian……….……… 67
5.1.2 Metode Pengumpulan Data………... 67
5.1.3 Jenis dan Sumber Data……….. 67
5.2 Metode Analisis Data………... 68
5.2.1 Analisis Diskriptif………. 68
5.2.2 Analisis Kuantitatif……… 68
5.3 Pengujian Model Terbaik Dengan Menggunakan MWD Test………... .….. 69
5.4 Pengujian Hipotesis……….. 70
5.4.1 Analisis Varian (Uji F)………..….. 70
5.5.2 Uji Heterokedastisitas………..……. 76
5.5.3 Uji Autokorelasi………. 77
BAB VI ANALISIS DAN PEMBAHASAN……….…… 79
6.1 Hasil Pengujian Model Dengan MWD Test………. 79
6.2 Pengujian Hipotesis………..……… 79
6.2.1 Analisis Varian (Hasil dari Uji F)………..……..……… 79
6.2.2 Analisis Varian ( Hasil dari Uji t )……… 80
6.2.3 R Square……… 81
6.3 Uji Asumsi Klasik……… 81
6.3.1 Uji Multikolinearitas………..….………. 81
6.3.2 Uji Heteroskedastisitas………..…….. 82
6.3.3 Uji Autokorelasi……… 83
6.4 Intepretasi/Evaluasi Koefisien Hasil Regresi LN………..…… 83
BAB VII SIMPULAN DAN IMPLIKASI……….... 86
7.1 Simpulan………. 86
7.2 Implikasi………...……….. 88 DAFTAR PUSTAKA
Industri Kecil Di Indonesia Periode 1991-1997………... 7
1.2 Tenaga Kerja Industri Menengah/Besar Dan Industri Kecil Di Indonesia Periode 1993-1997……….. 8
2.1 Jumlah Alokasi KUK Bank-Bank Umum……… 28
2.2 Jumlah Penghimpunan Dana Bank-Bank Umum………. 30
2.3 Tingkat Inflasi Indonesia Tahun 2003-2005……… 32
Besar-Menengah-Kecil………. 24
2.2 Jumlah Alokasi KUK………28
2.3 Jumlah Penghimpunan Dana……… 30
2.4 Tingkat Inflasi Indonesia……….. 32
2.5 Tingkat Suku Bunga Kredit……….. 34
4.1.Gambar Grafik Hubungan Suku Bunga Kredit Dan Jumlah Alokasi Kredit……….. 54
4.2.Gambar Grafik Demand Pull Inflation……… 61
4.3.Gambar Grafik Cost Push Inflation………. 62
4.4.Gambar Diagram Hubungan Antar Variabel……….. 65
5.1 Grafik Distribusi Probabilitas (t) Positif………... 74
5.2 Grafik Distribusi Probabilitas (t) Negatif………... 74
II. Data Diolah Menjadi LN………... 89
III. (Hasil Olah Data Regresi LN)………. 90
IV. (Model Regresi LN)………. 91
V. (Uji Multikolinearitas)………. 92
VI. (Uji Heterokedastisitas)………... 93
VII. (Uji Autokorelasi)……….... 94
VIII. (Uji Mwd Z1)………... 95
investasi dan atau modal kerja, yang diberikan dalam rupiah dan atau valuta asing kepada nasabah usaha kecil dengan plafond kredit keseluruhan maksimal Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) untuk membiayai usaha yang produktif. Dalam pemerintahan SBY-JK sekarang, telah ditetapkan kebijakan perekonomian untuk menggalang bangkit berkembangnya usaha kecil melalui
microeconomicyears, kebijakan tersebut mengakibatkan exspansi moneter dan akhirnya juga akan membuat perbankkan mengucurkan dana dengan intesitas tinggi. Salah satunya adalah penyaluran kredit untuk usaha kecil yaitu KUK. KUK sangat membantu usaha kecil jika teralokasikan atau terlaksana secara baik.
Mengetahui faktor-fator yang mempengaruhi alokasi KUK adalah sangat penting bagi masyarakat khususnya bank dan pemerintah begitu juga dengan UKM. Keputusan atau pembuatan policy untuk memperbaiki perekonomian melalui pengembangan Usaha Kecil dapat dibuat dengan bedasar pada penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi KUK. Untuk itulah penelitian ini dibuat/ditulis. Regressi linier berganda menggunakan model logaritma natural dengan metode OLS menjadi pilihan penulis, dikarenakan dengan metode tersebut dapat memberikan pengetahuan kepada kita tentang faktor-faktor yang mempegaruhi KUK dengan sangat jelas.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Permasalahan ekonomi Indonesia sejak krisis menerpa pada tahun 1998
sampai kini masih tidak bisa kita lupakan baik secara mental maupun ekonomi
dan menjadi beban tanggungan bagi siapapun. Pemerintah mempunyai beban
paling besar dikarenakan harus menanggung keluh kesah masyarakat.
Kemiskinan, inflasi dan pengangguran menjadi tema sentral permasalahan
ekonomi yang menyita pikiran pemerintah untuk segera dipecahkan. Berbagai
cara, daya dan upaya telah diusahakan untuk mengatasinya tetapi tidak juga
kunjung usai.
Dunia juga melihat dengan persepsi yang sama bahwa kemiskinan, inflasi
dan pengangguran menjadi musuh bersama bagi kesejahteraan manusia. PBB
yang merupakan representative dari bangsa-bangsa didunia memiliki rencana
kedepan untuk bisa mengatasi masalah tersebut. Rencana itu dikenal dengan
MGDs (Millenium Development Goals).
Tahun ekonomi mikro menjadi slogan pemerintahan terpilih dalam progam
micro economic year. Permodalan bagi usaha kecil-menengah UMKM atau UKM
menjadi salah satu tema pokok didalamnya. Kemudian dengan berbagai regulasi
yang dikeluarkan pemerintah diharapkan dapat dijadikan problem solveng bagi
permasalahan pengangguran dan kemiskinan. Pemerintah Indonesia telah
melaksanakan beberapa kebijakan tersebut, seperti yang kita dengar dalam
Kebijakan moneter dan perbankan pemerintahan SBY dan JK yang berkaitan
dengan ekspansi keuangan untuk modal pada industri kecil atau usaha kecil
menengah sangat menarik perhatian kita semua terlebih pada dunia usaha. Seperti
yang telah kita ketahui diatas bahwa sebenarnya kebijakan ini sangatlah krusial
dalam menangani masalah kemiskinan. Banyak penduduk dunia yang ada di
bawah garis kemiskinan absolut dan kebanyakannya berada di negara dunia ketiga
seperti indonesia membutuhkan cara keluar daripadanya, yang cara salah satunya
adalah menciptakan lapangan kerja melalui usaha kecil.
Pemerintah Indonesia dengan sangat antusias bergerak untuk
mengembangkan usaha kecil, karena sebenarnya usaha kecillah yang dahulu
ketika krisis moneter 1998 terjadi tidak begitu parah terkena dampak dari krisis
tersebut. Usaha besar banyak berjatuhan dan kesulitan dalam menghadapi krisis
sehingga kasus PHK menjadi hal yang wajar dan marak mewarnai dunia ekonomi
Indonesia, tetapi usaha kecil malah mampu bertahan dari krisis tersebut. Inilah
yang mendorong pemerintah untuk mengembangkan usaha kecil, terbukti dengan
ditetapkannya regulasi dan kebijakan dari sektor perbankan yang berbeda dan
lebih ekspansif dari sebelumnya, khususnya pada alokasi kredit sektor mikro atau
KUK.
Terhitung sejak tanggal 4 Januari 2001. Bank Indonesia telah
menyempurnakan ketentuan tentang Kredit Usaha Kecil (KUK). Melalui
peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 3/2/PBI/2001 tentang Pemberian Kredit
Usaha Kecil yang pokok-pokonya meliputi (i) bank dianjurkan menyalurkan
pemberian KUK dalam rencana kerja anggaran tahunan (RKAT), (iii) bank wajib
mengumumkan pencapaian pemberian KUK kepada masyarakat melalui laporan
keuangan publikasi, (iv) plafon KUK disesuaikan menjadi Rp 500.000.000, per
nasabah, (v) bank yang menyalurkan KUK dapat meminta bantuan teknis dari
Bank Indonesia, dan (vi) pengenaan sangsi dan insentif dalam rangka pencapaian
kewajiban KUK dihapuskan. (Tiktik SP dan Abd. Rachman S, 2002, 33)
Bagi UKM, sebenarnya terdapat dua sumber permodalan atau pendanaan
untuk pengembangan usaha UMKM, yaitu kredit program dan dana perbankan.
Dalam kebijakan kredit perbankan, BI menganjurkan agar perbankan
menyalurkan kredit UMKM dengan membuat business plan dalam upaya
menyebar risiko portfolio perkreditan. Selanjutnya, bank diminta untuk
mempublikasikannya dalam laporan keuangan publikasi sehingga masyarakat
dapat menilai bank-bank mana yang berpihak terhadap usaha kecil.
Abdul Salam (2003) mengungkapkan, bahwa dalam business plan tahun
2002, 14 Bank umum yang menguasai 80 persen aset perbankan nasional
(systemically important banks) dan BPR, telah menetapkan rencana penyaluran
kreditnya kepada sektor UMKM. Total penyaluran Rp 30, 89 triliun, terdiri dari:
kredit usaha mikro Rp 4,41 triliun, kredit usaha kecil Rp12,7 triliun dan kredit
kepada usaha menengah sebesar Rp 13,8 triliun.
Pada akhir 2002, kenyataan dari business plan tersebut mencapai Rp 35,9
triliun atau 116 persen dari target awal. Untuk tahun 2003, business plan kredit
perbankan kepada UMKM mengalami peningkatan menjadi Rp 42,4 triliun, yang
15,2 triliun (36 persen) dan kredit kepada usaha menengah sebesar Rp 19,7 triliun
(46 persen). Sampai triwulan II tahun 2003, kenyataan business plan tersebut telah
mencapai Rp 18,5 triliun atau 43,6 persen. Alokasi KUK semakin tahun semakin
meningkat sehingga membuat sektor UKM gembira karenanya.
Kecenderungan pada saat ini memang kebijakan moneter dan perbankan
memihak pada sektor UKM dengan mengeluarkan berbagai regulasi guna
meningkatkan kredit usaha kecil (KUK). KUK menjadi andalan bagi
keberlangsungan sektor UKM, karena tanpa KUK sektor UKM tidak bisa tumbuh
berkembang dan permasalahan ekonomi yang berupa kemiskinan, pengangguran
tidak bisa teratasi.
Hal yang demikian merupakan terobosan baru dan menyenangkan bagi
pengusaha kecil, dikarenakan selama ini mereka kekurangan modal untuk usaha.
Kesulitan dalam mengakses modal dari berbagai sumber keuangan yang ada baik
lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan non bank menjadi masalah
utamanya.
Jika kita tinjau dari segi makroekonomi hal ini menjadi berita bagus bagi
makroekonomi Indonesia. Analisis makroekonomi menjelaskan bahwa, jika
suntikan atau investasi dinaikan maka akan mempengaruhi keseimbangan
pendapatan nasional sehingga ikut mengalami kenaikan. Hal ini dapat terlihat
yaitu jika investasi atau suntikan keatas pengusaha kecil swasta naik, maka akan
mengakibatkan produktifitas berkembang, karena mereka mendapatkan modal
Pengusaha yang menggunakan dana ini diharapkan mampu untuk
menghasilkan pertambahan barang-barang dan jasa, sehingga akan mempengaruhi
kenaikan permintaan agregat atas konsumsi rumah tangga dan selanjutnya akan
berpengaruh kepada kenaikan output total sehingga menyebabkan GDP ikut naik
Jika kondisi demikian berjalan terus sampai beberapa tahun kedepan maka
pertumbuhan ekonomi akan mengalami kenaikan sehingga pendapatan
perkapitapun akan semakin tinggi, serta memungkinkan untuk meningkatkan
kesejahteraan penduduk. Tingkat pengangguran juga akan mengalami penurunan.
Efek multiplayer seperti inilah yang berasal dari suntikan atau investasi
diharapkan akan membantu mengatasi permasalahan pokok ekonomi Indonesia.
Tepat kiranya jika pemerintah dalam ekspansi moneter melalui perbankan
titik tekannya ditujukan kepada alokasi KUK dengan tujuan mencapai kenaikan
produktifitas, dan karena KUK adalah langsung dihujamkan kepada kondisi sektor
riil ekonomi. Dalam hal ini dapat terlihat pada regulasi perbankan yang
berhubungan dengan KUK.
Secara umum (menurut Paket Kebijakan 29 Mei 1993 dan didukung dengan
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 26/24/Kep/Dir tanggal 29 Mei
1993). Kategori yang dimaksud dengan kredit untuk usaha kecil adalah kredit
yang diberikan kepada nasabah usaha kecil dengan platfon kredit maksimum Rp
250 Juta untuk membiayai usaha yang produktif.
Usaha produktif adalah usaha yang dapat memberikan nilai tambah dalam
menghasilkan barang dan jasa. Kredit tersebut dapat berupa Kredit Investasi
maksimum Rp 600 juta tidak termasuk tanah dan bangunan yang ditempati. Kredit
yang diberikan kepada nasabah usaha kecil dengan platfon kredit sampai dengan
Rp 25 juta biasanya dianggap sebagai kredit kepada usaha mikro. (Totok B dan
Sigit T, 2006,121)
Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia UKM (Usaha Kecil Menengah)
selalu digambarkan sebagai sektor yang mempunyai peranan sangat penting,
karena sebagian besar jumlah penduduk berpendidikan rendah dan hidup dalam
kegiatan usaha kecil baik disektor tradisional maupun modern. Peranan usaha
kecil tersebut menjadi bagian yang diutamakan dalam setiap perencanaan tahapan
pembangunan yang dikelola oleh dua departemen, yaitu :
1. Departemen Perindustrian dan Perdagangan;
2. Departemen Koperasi dan UKM.
Namun demikian, usaha pengembangan yang telah dilakukan masih belum
memuaskan hasilnya, karena pada kenyataannya kemajuan UKM sangat kecil
dibandingkan kemajuan yang sudah dicapai usaha besar.
Pelaksanaan kebijakan UKM oleh pemerintah selama orde baru, sedikit saja
yang dilaksanakan, lebih banyak hanya merupakan semboyan saja dan merupakan
janji politik belaka, sehingga hasilnya sangat tidak memuaskan. Pemerintah lebih
berpihak kepada pengusaha besar hampir pada semua sektor, antara lain
perdagangan, perbankan, kehutanan, pertanian dan industri. Industri kecil
menengah atau UKM di jadikan anak tiri pembangunan ekonomi, padahal dari
data dan sisi rasionalitas ekonomi, sektor UKM sangat membantu dan menjadi
Kegiatan UKM meliputi berbagai kegiatan ekonomi, namun sebagian besar
berbentuk usaha kecil yang bergerak dalam sektor pertanian. Pada tahun 1996
data BPS menunjukan jumlah UKM adalah 38,9 juta, dimana sektor pertanian
berjumlah 22,5 juta (57,9 %), sektor industri pengolahan adalah 2,7 juta (6,9 %),
sektor perdagangan, rumah makan dan hotel adalah 9,5 juta (2,4%) dan sisanya
bergerak dibidang lain. Dari segi nilai ekspor nasional BPS data 1998 sebesar
6,2%. (Tiktik SP dan Abd. Rachman S, 2002, 20)
BPS juga menunjukkan bahwa 99,3% dari jumlah unit industri merupakan
industri kecil. Jumlah pekerja yang diserap industri kecil lebih besar dibandingkan
dengan jumlah pekerja yang diserap industri besar yaitu 67%:23% seperti yang
terlihat pada tabel 1.1 dan 1.2 di bawah ini:
TABEL 1.1
JUMLAH UNIT INDUSTRI MENENGAH/BESAR DAN INDUSTRI KECIL DI INDONESIA
PERIODE 1991-1997
Tahun
Industri Skala
Menengah/Besar Industri Skala Kecil Jumlah
Persen (%)
1991 16,494 0.66 2,473,765 99.34 2,490,256 100
1992 17,648 0.71 2,474,235 99.29 2,491,883 100
1993 18,219 0.73 2,478,549 99.27 2,496,768 100
1994 19,017 0.74 2,503,529 99.26 2,522,305 100
1995 21,551 0.8 2,641,339 99.2 2,662,662 100
1996 22,997 0.87 2,679,130 99.13 2,702,595 100
1997 23,386 0.71 3,543,397 99.3 3,566,783 100
TABEL 1.2
TENAGA KERJA INDUSTRI MENENGAH/BESAR DAN INDUSTRI KECIL DI INDONESIA
PERIODE 1993-1997
Industri Skala Menengah/Besar Industri Skala Kecil Jumlah Pekerja
Tahun Pekerja ( orang ) Bagian ( % ) Pertumbuhan ( % ) Pekerja ( orang ) Bagian ( % ) Pertumbuhan ( % ) Pekerja ( orang ) Bagian ( % )
1993 5,574,829 32.38 7.93 7,464,011 67.6 6.1 11,038,820 100
1994 3,813,670 33.2 6.68 7,674,687 66.8 2.8 11,488,357 100
1995 4,174,142 34.2 9.45 8,016,397 65.8 4.45 12,190,539 100
1996 4,214,967 33.8 0.98 8,255,747 66.2 2.98 12,470,714 100
1997 4,170,093 33.25 -1.06 8,371,327 66.7 1.4 12,541,420 100
Sumber : BPS, 1997
Oleh karena itu, pemerintah sudah seharusnya memberikan perhatian yang
kusus bagi berkembangnya UKM. Sebenarnya setiap kebijakan pembangunan
ekonomi pemerintah sejak PELITA I punya ciri dan arah yang berbeda-beda
tergantung dari situasi dan kondisi ekonomi yang dihadapi bangsa. Termasuk
kebijakan ekonomi tentang KUK (Kredit Usaha Kecil) dan koperasi. Sejarah
perekonomian Indonesia mencatat, bahwa sejak dulu sektor swasta khususnya
adalah pengembangan UKM memang mendapat perhatian yang cukup besar
karena memang sudah seharusnya pantas, serta tepat untuk dijadikan skala
prioritas kebijakan ekonomi pemerintahan.
Pemerintah pada tanggal 1 Juni tahun 1983 telah mengeluarkan kebijakan
untuk meningkatkan efisiensi dalam memobilisasi dana dengan prinsip
memantapkan stabilitas moneter guna mendukung proses penyesuaian
perekonomian sehingga dapat mendorong sektor swasta bertambah maju.
Pertumbuhan ekonomi meningkat pada tahun 1988 setelah dikeluarkannya
Pakto 88 yaitu pada tanggal 27 Oktober 1988, yang diupayakan untuk dapat
menggerakkan dana. Bank-bank menaikkan kredit dan reserves requirement turun
menjadi 2% dari 15% sehingga kredit semakin meningkat. Kemudahan perizinan
untuk mendirikan bank menjadi bagian penting dalam sejarah perbankan
Indonesia dalam usaha untuk menaikan kredit karena adanya pakto 88.
(Insukindro, 1993, 68)
Porsi alokasi KUK yang diberikan oleh bank-bank umum yang notabene
memiliki aset paling besar menjadi sangat berarti bagi berkembangya UKM. KUK
adalah penentu bagi hidup matinya UKM yang diharapkan menjadi sebuah solusi
bagi masalah perekonomian kini. Tanpa KUK maka UKM akan kehilangan
potensi untuk tumbuh dan berkembang dikarenakan support utama berdirinya
UKM adalah KUK, jadi keduanya tidak bisa terlepas. Perkembangan, porsi serta
penentu dari alokasi KUK oleh bank-bank umum di Indonesia harus selalu
diperhatikan. Perhatian kepadanya membutuhkan cara-cara khusus dan intensif
sehingga selalu terpantau yaitu faktor-faktor dimana situasi dan kondisi yang
menciptakan pengaruh hubungan antara alokasi KUK yang teralokasikan dengan
sektor riil ekonomi UKM.
Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan atau mempengaruhi alokasi KUK
dengan demikian layak untuk diteliti. Jika tidak ada penelitian tentangnya
terjadi problem, kendala yang menghambat alokasi KUK tidak dapat diketahui
apa penyebab sebenarnya, sehingga tidak mampu untuk mencari solusi terbaik
dalam mengatasi masalah yang ada.
Penulis berkeinginan untuk meneliti apa saja faktor-faktor yang
mempengaruhi KUK dalam sektor perbankkan. Faktor tersebut adalah; Jumlah
dana yang dihimpun oleh bank-bank umum, tingkat bunga kredit dan tingkat
inflasi akan menjadi subjek penelitian penulis. KUK yang teralokasikan dapat
terpengaruh oleh jumlah dana yang dihimpun bank karena jika semakin banyak
dana yang diperoleh bank dari masyarakat maka akan semakin banyak pula yang
ia alokasikan untuk kredit karena bank ingin mendapatkan keuntungan yang besar.
Tingkat suku bunga juga mempengaruhi KUK karena semakin tinggi tingkat suku
bunga maka akan menimbulkan keengganan masyarakat yaitu UKM untuk
meminjam dana jika tidak sebanding dengan keuntungan yang diperoleh UKM
dari peminjaman dana KUK tersebut. Inflasi juga berpengaruh terhadap KUK
karena jika terjadi inflasi maka bank sentral akan menaikan bunga kemudian
berdampak pada penaikan bunga oleh bank-bank umum sehingga bunga KUK
ikut naik, juga dikarenakan jika terjadi inflasi dunia usaha akan mengalami
kelesuan sebab permintaan agregat akan turun.
Berdasarkan kepentingan di atas Penulis berkeinginan untuk meneliti dan
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi alokasi KUK. Penelitian
diharapkan bisa dilaksanakan sesegera mungkin karena kepentingannya yang
berkepentingan dengannya dapat memanfaatkan hasil yang sebesar-besarnya.
Penelitian ini oleh penulis dijadikan sebagai skripsi dengan judul
“Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alokasi KUK Pada
Bank-Bank Umum di Indonesia (Pada tahun 2004:02-2005:12)”
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan diatas, maka
dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah jumlah dana yang dihimpun oleh bank-bank umum di
Indonesia berpengaruh positif dan signifikan terhadap alokasi KUK
pada bank-bank umum di Indonesia ?.
2. Apakah tingkat suku bunga riil kredit ( Pinjaman ) berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap alokasi KUK pada bank-bank umum
di Indonesia ?.
3. Apakah tingkat laju inflasi di Indonesia berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap alokasi KUK pada bank-bank umum di
Indonesia ?.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang akan diperoleh dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apakah jumlah dana yang dihimpun oleh
bank-bank umum di Indonesia berpengaruh positif dan signifikan terhadap
2. Untuk mengatahui apakah tingkat suku bunga riil kredit ( pinjaman )
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap alokasi KUK pada
bank-bank umum di Indonesia
3. Untuk mengetahui apakah tingkat laju inflasi di Indonesia
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap alokasi KUK pada
bank-bank umum di Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian
Beberapa manfaat yang akan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagi penulis adalah untuk mendapatkan gelar S1
2. Bagi pemerintah dan masyarakat adalah untuk informasi bagaimana
pemerintah dan masyarakat dapat meningkat sektor industri kecil
atau UKM sebagai usaha untuk meningkatkan GDP serta berguna
bagi pembanding bagi penelitian yang serupa
3. Bagi bank-bank umum di Indonesia adalah untuk sumber referensi
dan informasi bagaimana membuat kebijakan yang berkaitan dengan
alokasi KUK serta strategi peningkatan UKM
1.5 Sistematika Penulisan
Penelitian, skripsi yang akan dilaksanakan oleh penulis direncanakan
memiliki beberapa pokok bab bahasan yang akan mengatur jalannya kelancaran
proses penelitian tersebut. Bab bahasan dalam skripsi ini memiliki 7 pokok bab
bahasan yang akan digunakan sebagai acuan dalam menyelesaikan penelitian/
1. Bab I : Pendahuluan
Unsur-unsur pokok yang termuat dalam bab pertama
ini adalah tentang latar belakang penulisan, rumusan
masalah penelitian, manfaat dan tujuan diadakannya
penelitian tersebut dan urut-urutan dalam sitemetika
penulisan penelitian.
2. Bab II : Tinjauan Umum Subjek Penelitian
Bab ini merupakan uraian/deskripsi/gambaran umum
atas subjek penelitian yang akan diteliti. Dilakukan
dengan merujuk kepada data ataupun fakta yang
bersifat umum sebagai wacana umum
variabel-variabel yang berkaitan dengan penelitian.
3. Bab III : Kajian Pustaka
Bab ini berisi tentang pendokumentasian dan
pengkajian hasil dari penelitian sebelumnya pada
area yang sama. Dari proses ini akan ditemukan
hubungan, kelebihan dan kelemahan antar penelitian
sehingga menunjukan penting dan bermanfaatnya
penelitian ini bagi ilmu pengetahuan.
4. Bab IV : Landasan Teori dan Hipotesis
Bab ini ada dua bagian penting yang pertama adalah
mengenai landasan teori yang harus memberikan
dalam penelitian yang saling terlibat. Bagian kedua
adalah formulasi hipotesis sehingga dengan
diformalkannya hipotesis maka ia akan siap untuk
diuji.
5. Bab V : Metode Penelitian
Bab ini menguraikan tentang metode analisis yang
digunakan dalam penelitian dan data-data yang
digunakan beserta sumber data.
6. Bab VI : Analisis dan Pembahasan
Bab ini menguraiakan tentang semua temuan-temuan
yang dihasilkan dalam penelitian dan analisis
statistik.
7. Bab VII : Simpulan dan Implikasi
Bab ini berisi dua hal yang pertama adalah tentang
simpulan yaitu akan menguraikan
simpulan-simpulan yang langsung diturunkan dari seksi
diskusi dan analisis yang dilakukan dalam bagian
sebelumnya, juga sudah dapat digunakan dalam
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada pada
rumusan masalah. Pada hal yang kedua tentang
implikasi yaitu sebagai hasil dari simpulan sebagai
jawaban atas rumusan masalah haruslah dapat ditarik
Diharapkan dengan ketujuh proses pokok bab pembahasan tersebut kelancaran
BAB II
TINJAUAN UMUM SUBJEK PENELITIAN
2.1 Kondisi Bank-Bank Umum
Jumlah bank umum sejak krisis moneter tahun 1998 berkurang lebih 100
bank. Suatu pengurangan jumlah yang besar. Saat ini, jumlahnya tinggal 131 bank
umum, di mana 60 persen di antaranya bank kecil dengan aset Rp 1 triliun ke
bawah. Dari sisi finansial atau aset, 15 bank menguasai lebih dari 80 persen
industri perbankan. (SEKI:BI)
Pada tahun 2004, perbankan nasional memasuki pertumbuhan tinggi, sektor
perbankan menguasai pasar, emiten perbankan memimpin pergerakan saham di
pasar modal. Penyelenggaraan pemilu memang sedikit menghambat laju
penyaluran kredit di kuartal pertama, tetapi fundamental yang kuat menghasilkan
optimisme besar memandang perbankan.
Masa konsolidasi perbankan bisa dikatakan telah usai tahun 2003 lalu.
Pembubaran Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan divestasi Bank
Permata menjadi penanda telah berakhirnya masa itu.
Semua bank yang tadinya di bawah BPPN telah menyelesaikan program
restrukturisasi, hal ini berjalan dengan lancar, terutama sekali restrukturisasi kredit
bermasalah (NPL). Konsolidasi lain, yaitu konsolidasi secara akuntansi, seperti
halnya kuasi reorganisasi juga telah selesai. Kuasi reorganisasi adalah prosedur
akuntansi yang ditetapkan perusahaan dan disetujui pemegang saham untuk
paid-up capital (modal disetor). Dalam proses tersebut, aktiva yang dinilai terlalu tinggi
juga harus diturunkan.
Selesainya kuasi reorganisasi ini membuat posisi bank berubah sama sekali.
Dari keuangan yang negatif besar, menjadi positif. Secara fundamental posisi
permodalan bank nasional sudah sangat tinggi, mencapai Rp 120 triliun. Naik Rp
20 triliun dari bulan sebelumnya yang Rp 100 triliun. Atau telah melambung jauh
dari posisi modal pada masa krisis tahun 1999 yang negatif Rp 21 triliun suatu
berita yang sangat menyenangkan.
Sampai dengan tahun 2003, perbankan boleh dikatakan disibukkan oleh
kegiatan konsolidasi intern dan ekstern, melakukan berbagai efisiensi dari soal
operasional, jaringan, kantor cabang, serta efisiensi biaya modal dengan
membuang beban. Yang paling kentara adalah pergeseran sumber dana dari dana
mahal berupa deposito ke dana murah berupa tabungan dan giro.
Pada bulan Juni 2003 posisi deposito berjangka yaitu terhitung masih 52
persen dari total dana pihak ketiga, dan terus turun sehingga pada Desember 2003
menjadi 48 persen. Tahun 2004, total deposito berjangka Rp 405 triliun, atau 45
persen dari total dana pihak ketiga yang Rp 897 triliun. 55 persen dana pihak
ketiga telah berbentuk dana murah berupa tabungan dan giro. Bahkan struktur
pendanaan ini lebih baik daripada masa sebelum krisis, di mana porsi deposito di
atas 50 persen bahkan bisa mencapai 54 persen dari dana pihak ketiga. ( SEKI :
Bank Indonesia )
Faktor lain yang membuat bank merasa kokoh adalah obligasi pemerintah di
masih banyaknya obligasi pemerintah dikritik habis karena menunjukkan masih
lemahnya fungsi intermediasi bank. Tetapi, di sisi lain obligasi pemerintah ini
cukup mendukung kinerja perbankan. Sekalipun tidak ideal, hal itu membantu
bank dari sisi pendapatan, dan aliran dana tunai ketika sektor riil belum siap
menyerap kredit.
Keberhasilan BI mempertahankan suku bunga sangat rendah memberi dua
keuntungan kepada bank. Pertama beban bunga menurun tajam, dari Juni tahun
2003 ke Juni tahun 2004 turun 35-40 persen, adalah suatu prestasi yang harus
diteruskan. ( SEKI : Bank Indonesia ) Selain dari turunnya suku bunga kredit,
penurunan beban bunga ini juga diperoleh dari penggeseran sumber dana bank
yaitu dari yang mahal berupa deposito ke murah berupa tabungan dan giro.
Dari berbagai indikator yang menunjukkan pemulihan kinerja perbankan,
yang masih berbeda dengan kondisi sebelum krisis hanya soal rasio kecukupan
modal (CAR) dan rasio penyaluran kredit dibandingkan dana pihak ketiga (loan
deposit ratio/LDR). Perbedaan utama ini terkait dengan faktor aset bank yang
sebagian besar masih berbentuk obligasi pemerintah. Jadi, besar sekali piutang
yang tidak dalam bentuk kredit, tetapi berbentuk obligasi pemerintah yang tidak
dapat diberi bobot risiko. Menjadi tidak terlalu mengherankan kalau CAR tinggi,
LDR rendah karena dana pemerintah tersebut.
Dengan selesainya konsolidasi, perbankan tidak lagi melulu sibuk
mengurusi perbaikan internal. Bankir mulai bisa fokus berpikir tentang bagaimana
untuk tumbuh dan berkelanjutan. Caranya bisa bermacam-macam seperti ekspansi
Ardhian ( 2004 ) menyebutkan tanda-tanda fase pertumbuhan tinggi ini bisa
dilihat pada semaraknya merger, akuisisi dan berbagai langkah lain tersebut.
Sebut saja akuisisi Central Sari Finance (CSF) oleh Bank Central Asia, Adira
Dinamika Multi Finance oleh Bank Danamon, masuknya OCBC Bank Singapore
yang membeli 22,5 persen saham Bank NISP, Bank Buana menggandeng Bank
asal Singapura lainnya, UOB, dengan melepaskan 23 persen saham dengan nilai
Rp 602 miliar.
Pertanda yang paling mencolok adalah begitu banyaknya bank lokal yang
mengikuti tender divestasi Bank Permata. Akuisisi terhadap bank lain sudah jelas
dampaknya bagi peningkatan kemampuan bank. Akuisisi terhadap perusahaan
pembiayaan akan membantu mendongkrak penyaluran kredit. Akuisisi atau aliansi
strategis dengan perusahaan sekuritas atau asuransi akan membantu kemampuan
sebaran pelayanan bank sehingga dana nasabah tidak akan lari ke mana-mana dan
dapat diolah secara lebih maksimal.
2.2 Kebijakan Bank Indonesia dan Bank-Bank Umum dalam Penyaluran
Kredit Usaha Kecil
Dengan berlakunya UU No.23/1999, BI tidak lagi dimungkinkan untuk
memberikan kredit, sehingga tugas pengelolaan kredit program dialihkan kepada
tiga BUMN yang ditunjuk pemerintah, yaitu BRI, BTN dan PT Permodalan
Nasional Madani (PNM). Dalam hal ini, tersedia alternatif pendanaan berupa
Surat Utang Pemerintah (SUP). SUP yang penerbitannya dimaksudkan untuk
mengganti dana KLBI yang jatuh tempo tahun 2000 dan 2001, akan dicairkan
dengan tetap memperhatikan program moneter. Sampai akhir Maret 2003, dana
SUP yang tersedia adalah sekitar Rp 3 triliun. Untuk mengoptimalkan dana SUP
tersebut, perlu dilakukan upaya penyiapan program yang dapat memanfaatkan
dana tersebut yang kunci pokoknya dipegang oleh BI.
BI memiliki strategi guna kelancaran proses pengucuran dana tersebut
kepada UMKM dengan berbagai point penting yaitu:
1. Meningkatkan hubungan bank dengan lembaga keuangan (linkage
program).
Dalam rangka meningkatkan kemampuan BPR dalam menyalurkan kredit
kepada usaha mikro dan membantu bank dan lembaga keuangan dalam
meningkatkan penyaluran kredit kepada UMKM, maka BI mendorong linkage
program antara BPR dan bank umum/lembaga keuangan. Sinergi bank umum
dan BPR dalam bentuk linkage program merupakan salah satu strategi dalam
memperkuat kapasitasnya. Berdasarkan data sampai Juni 2003, kerjasama
tersebut telah melibatkan 923 BPR dengan 29 lembaga keuangan (28 bank
umum dan PT PNM), dengan plafon Rp 548 miliar dan baki debet Rp 331
miliar.
2. Membentuk Unit Layanan Mikro (ULM).
Beberapa bank umum seperti BRI dan Bank BNI telah membentuk unit
layanan mikro (ULM) untuk melayani KUK
3. Pembentukan UKM Centre.
Beberapa bank umum seperti Bank Niaga dan Bank Danamon telah
diharapkan dapat berfungsi untuk merealisasikan business plan penyaluran
kredit kepada UKM, pelaksanaan linkage program dengan BPR dalam
penyaluran kredit kepada UKM dan sumber informasi bagi masyarakat yang
memerlukan.
4. Pola Kemitraan Terpadu.
Untuk mempermudah akses kepada layanan perbankan, beberapa bank umum
juga memberikan kredit kepada usaha mikro dan usaha kecil dengan pola
kemitraan, yaitu keterkaitan antara usaha besar dengan UKM yang
mempunyai potensi keterkaitan dengan memperhatikan prinsip saling
memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.
Bank Indonesia dan bank-bank umum telah melakukan suatu tindakan
strategis untuk meningkatkan perkembangan sektor riil melalui kredit yang
disalurkan kepada UKM. UKM sebagai sasaran pokok dari strategi kebijakan
perbankan dalam perkreditan KUK tersebut diharapkan dapat menyerap penuh
dana dari bank-bank umum. Penyerapan dana dari bank-bank umum oleh UKM
dengan demikian patut untuk selalu diperhatikan, sehingga jika ditemukan
kendala ditengah jalan dapat segera dicarikan solusinya.
2.3 Kebijakan Pemerintah dalam Mengembangkan Usaha Kecil di Indonesia
Melalui berbagai departemen seperti Departemen Tenaga Kerja,
Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil, Departemen Perindustrian
maupun Departemen Perdagangan, pemerintah melancarkan progam-progam
pembinaan yang terpadu pada pengembangan Usaha Kecil. Pemerintah tetap
Kecil, hal tersebut dibuktikan melalui Pola Kebijaksanaan dan Pengembangan
Industri/Usaha Kecil sebagai berikut:
1. Sistem keterkaitan Bapak Angkat-Mitra Usaha.
2. Penjualan saham perusahaan besar yang sehat kepada koperasi.
3. Mewajibkan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN ) menyisihkan dana pembinaan sebesar 1%-5% dari keuntungan bersih.
4. Menugaskan lembaga perbankan mengalokasikan dana kredit usaha kecil dan koperasi sebanyak 20% dari portofolio kredit yang disalurkan ( KUK )
2.4 Kondisi Historis Usaha Kecil di Indonesia dan Prospek Kedepan
Pemerintah telah bertekat untuk mengembangkan sektor small-of business
atau industri/usaha berskala kecil dalam Progam Pembangunan Jangka Panjang
Tahap II ( PJPT II ). Hal ini terbukti dengan terbentuknya Departemen Koperasi
dan Pembinaan Pengusaha Kecil pada masa pemerintahan dalam kabinet
Pembangunan dalam Pelita ke VI. Oleh karena itu merupakan momentum yang
sangat tepat untuk kalangan wirausaha dan calon wirausaha di Indonesia untuk
memulai melangkah dan mengembangkan kemampuan kewirausahaannya
berkompetisi dengan usaha-usaha kecil yang telah lebih dulu ada.
Pemerintah melalui Departemen Perindustrian, Departemen Tenaga Kerja,
Departemen Perdagangan serta pihak Perbankan telah melakukan upaya yang
semaksimal mungkin dalam membantu pengusaha kecil, industri kecil maupun
sektor informal. Melaului strategi pengembangan usaha kecil, pada akhir pelita III
Pulau Jawa kurang lebih berjumlah ( 76,54 % ) serta di Propinsi lainnya ( 23,46
%) ( Harimurti, 2001, 6 ).
Menurut Drs. Hidayat MA, dalam majalah forum ekonomi, presentase
sektor usaha kecil dan sektor informal di sebagian kota-kota besar di Indonesia
adalah; Jakarta sebesar 50 %, Bandung sebesar 65 %, Semarang sebesar 40 %,
Yogyakarta sebesar 35 %, Surabaya sebesar 45 %. Presentase tersebut sebagian
besar berusaha dalam usaha perdagangan. Bidang perdagangan merupakan bidang
yang lebih memungkinkan, karena memiliki syarat usaha yang tidak seperti usaha
besar yaitu keahlian khusus dan modal permulaan yang besar.
Hubungan bisnis yang saling menunjang pasti dibutuhkan oleh perusahaan
besar atau perusahaan perdagangan yang besar untuk memacu penggunaan
keterampilan dan nilai ekonomis dari usaha kecil. Perusahaan-perusahaan besar
harus membeli bahan baku dan mengangkutnya ke pabrik, subkontrak pembuatan
komponen, membangun jaringan distribusi, penjualan dalam jumlah besar
maupun eceran, serta jaringan jasa pelayanan dan perbaikan. Aktivitas saling
tunjang ini dapat dilaksanakan oleh usaha kecil, karena perusahaan besar
umumnya hanya menangani pekerjaan dalam skala besar yang lebih vital.
Perusahaan besar menyadari pentingnya peran perusahaan kecil, tentunya
akan mengadakan hubungan dan melaksanakan pembinaan, pelatihan serta
pengembangan usaha kecil yang berlokasi dekat dengan perusahaannya.
Wirausaha yang dinamis dan ulet mampu melihat peluang dan seringkali menjadi
atau pedagang besar juga pada akhirnya, agen jasa ( misal: catering dan lainnya )
atau perbengkelan yang besar.
Dengan adanya share atau bagian pekerjaan yang terbuka sedemikian
karena terciptanya suatu sistem produksi, maka sebenarnya selalu ada peluang
dengan pola hubungan keterkaitan antara perusahaan besar dan perusahaan kecil
dengan berbagai model keterkaitan kerjasama yang menguntungkan. Pola
hubungan yang ideal tersebut dapat dirumuskan menjadi seperti pada gambar 1.1
berikut:
GAMBAR 2.1
POLA HUBUNGAN KERJASAMA PERUSAHAAN BESAR-MENENGAH-KECIL
Perusahaan Besar Perusahaan Menengah Perusahaan Kecil
Perdagangan Grosir Agen dan pengecer
Industri Supplier bahan baku Reparasi, jasa,
transportasi
Perusahaan Ekspor Pengumpul barang
kerajinan
Industri kecil (
produsen )
Sumber : Harimurti , 2001, 48
Usaha besar, menengah dan kecil sudah seharusnya melaksanakan
sinergisitas dalam perekonomian. Penyerapan tenaga kerja pengurangan
pengangguran akan dapat terlaksana jika ketiga skala usaha ini dapat bekerjasama
mampu untuk menciptakan regulasi policy yang dapat mengakomodasi dan
melancarkan proses pola hubungan tersebut.
2.5 Perkembangan Kredit Perbankan
Sekalipun LDR belum pulih kembali seperti pada masa sebelum krisis,
tetapi fungsi intermediasi perbankan nasional secara bertahap terus menunjukkan
perbaikan. Terutama pertumbuhan kredit di sektor usaha mikro kecil dan
menengah (UMKM) dan konsumer.
Posisi kredit perbankan pada bulan Juni di tahun 2004 mengalami
peningkatan Rp 15,3 triliun menjadi Rp 528,7 triliun. Sekalipun pada kuartal
pertama tahun 2004 penyaluran kredit sempat seret, hanya tumbuh Rp 6,8 triliun.
Tetapi kondisi itu pada kuartal kedua membaik. Dalam bulan Juni 2004 saja,
kredit baru yang dikucurkan mencapai Rp 11,8 di mana 44,4 persen di antaranya
disalurkan untuk usaha mikro kecil menengah (UMKM). Secara kumulatif,
sampai Juni 2004, total kredit baru perbankan mencapai Rp 31,9 triliun.
Peningkatan kredit tersebut jika dilihat dari sisi penawaran antara lain
disebabkan oleh peningkatan dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp 17,7 triliun atau
sekitar 2 persen dari total DPK yang Rp 897 triliun. Di lihat dari sisi permintaan,
volume kenaikan kredit didorong oleh relatif rendahnya tingkat suku kredit
perbankan. Meskipun demikian, dalam bulan Juni 2004 terdapat tambahan
undisburse loan, kredit yang sudah disetujui tetapi belum dicairkan, yakni Rp 1,7
triliun. Secara keseluruhan, kredit yang sudah disetujui tetapi belum dicairkan
Tingginya jumlah kredit yang telah disetujui oleh pihak bank, tetapi belum
ditarik tersebut adalah mengisyaratkan bahwa sektor riil masih menghadapi
banyak kendala, sehingga hanya memiliki sedikit ruang gerak. Tidak heran kalau
porsi kredit terbesar masih dari kredit konsumsi, sementara kredit investasi paling
rendah. Pada Mei 2004, dari total kredit baru Rp 24,4 triliun, kredit investasi baru
Rp 5,1 triliun atau 20,1 persen, kredit konsumsi Rp 7,8 triliun atau 32 persen, dan
kredit modal kerja Rp 11,5 triliun atau 47 persen.
Dari sudut kualitas kredit, pada bulan Juni terjadi peningkatan kualitas yang
membanggakan yaitu terlihat pada penurunan rasio NPL kotor maupun bersih
yang masing-masing menurun menjadi 7,6 persen untuk kotor dan 2,4 persen
untuk bersih. Aspek permodalan industri perbankan masih memadai, yakni
tercatat sebesar 20,9 persen. Meskipun demikian, harus diperhatikan pengaruh
faktor besarnya aset berbentuk obligasi pemerintah terhadap CAR dan LDR.
2.6 Perkembangan dan Kondisi Kredit Usaha Kecil ( KUK ) Jumlah
Penghimpunan Dana Tingkat Inflasi serta Suku Bunga Kredit Bank-Bank
Umum di Indonesia
2.6.1 Kredit Usaha Kecil ( KUK ) Bank Umum di Indonesia
Dari data yang dikumpulkan oleh Bank Indonesia dalam Statistik Ekonomi
Keuangan Indonesia ( SEKI ), menunjukan bahwa jumlah alokasi KUK pada
bank-bank umum sangat memuaskan. Jumlah besar dalam triliyun rupiah
diperlihatkan, pada awal tahun penelitian 2003 bulan Januari sebesar Rp 60
triliyun. Alokasi KUK kemudian stabil sampai dengan bulan September
menunjukan bahwa sektor riil mulai mengalami pertumbuhan yang subur. Kondisi
demikian bertahan sampai empat bulan kedepan yaitu pada bulan Desember tahun
2003.
Data SEKI BI kemudian memperlihatkan pada tahun awal 2004 alokasi
KUK mangalami penurunan dari bulan pada tahun sebelumnya yaitu dari bulan
Desember 2003 sebesar Rp 72 triliyun menjadi sebesar Rp 69 triliyun bulan
Januari tahun 2004. Kondisi seperti ini stabil sampai tujuh bulan mendatang,
hampir sama seperti keadaan alokasi KUK pada tahun sebelumnya juga stabil
pada posisi RP 60 triliyun selama delapan bulan. Kemudian pada bulan
selanjutnya yaitu Agustus baru mengalami kenaikan sebesar Rp 70 triliyun,
dilanjutkan mengalami kenaikan menjadi Rp 80 triliyun pada bulan September
tahun yang sama 2004. Bulan Oktober sampai Nopember tahun 2004 jumlah
alokasi KUK mengalami penurunan lagi yaitu sebesar Rp 70 triliyun.
Pada bulan awal tahun 2005 dan bulan akhir tahun 2004 alokasi KUK
menunjukan kenaikan yaitu sebesar Rp 80 triliyun, kondisi ini tetap stabil sampai
bulan Juli 2005. Data kemudian menunjukan pada bulan Agustus 2005 sampai
bulan tutup tahun menunjukan peningkatan alokasi KUK yaitu sebesar Rp 90
triliyun. Kondisi alokasi KUK secara sepintas jika kita mengamati akan
menunjukan kepuasan dalam pelaksanaannya. Seperti yang diperlihatkan kepada
kita bagaimana alokasi KUK ini berjalan dapat diamati dengan mudah dari tabel
2.1 beserta gambar grafik 2.2 tentang alokasi KUK pada bank-bank umum yang
diambil sumbernya dari Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia ( SEKI : BI )
TABEL 2.1
JUMLAH ALOKASI KUK BANK-BANK UMUM
Tahun/Bulan
2003;01 60672.1 2004;07 69368
2003;02 62656.3 2004;08 70575
2003;03 62075.5 2004;09 81356
2003;04 63454.26 2004;10 79376 2003;05 64158.67 2004;11 79629 2003;06 66381.07 2004;12 85191
2003;07 67195 2005;01 82651
2003;08 69725 2005;02 86576
2003;09 72194 2005;03 88980
2003;10 72393 2005;04 89333
2003;11 73546 2005;05 89069
2003;12 72647 2005;06 88493
2004;01 69275 2005;07 88867
2004;02 68850 2005;08 90712
2004;03 69009 2005;09 91245
2004;04 69060 2005;10 92044
2004;05 69864 2005;11 92290
2004;06 69456 2005;12 96580
2.6.2 Jumlah Penghimpunan Dana Bank-Bank Umum di Indonesia
Dari data SEKI BI dapat ditelusuri tentang bagaimana kondisi jumlah
penghimpunan dana dari pihak ketiga pada bank-bank umum di Indonesia. Pada
awal tahun penelitian yaitu 2003 bulan Januari jumlah penghimpunan dana
sebesar Rp 677 triliyun, jumlah ini cukup besar dan kiranya menggembirakan bagi
kita bawa bukti kondisi perbankan sudah menunjukan pemulihannya dimata
masyarakat dapat terlihat. Kondisi tersebut stabil selama lima bulan kedepan.
Baru pada bulan Juni mulai menunjukkan peningkatan sebesar Rp 710 triliyun,
kemudian secara mengejutkan kondisi ini stabil selama delapan belas bulan
kedepan sampai pada bulan November tahun 2004 menunjukan jumlah sebesar Rp
783 triliyun.
Suatu kondisi yang menyenangkan perbankan, karena dengan melihat data
yang demikian kita dapat mengetahui bahwa perbankan telah tepat menerapkan
strateginya untuk menghimpun dana pihak ketiga. Dana pihak ketiga merupakan
modal utama bagi bank untuk menunjukan eksistensinya pada dunia ekonomi.
Kegembiraan ini kemudian tetap menunjukan peningkataannya karena pada akhir
tahun 2004 dan selama dua belas bulan kedepan jumlah penghimpunan dana
bank-bank umum di Indonesia naik sejumlah Rp 800 triliyun, kemudian ditutup
dengan akhir tahun penelitian yaitu 2005 bulan Desember dengan jumlah Rp 932
triliyun. Perkembangan yang menarik ini jika kita pantau lebih dalam lagi dapat
terlihat seperti dalam tabel 2.2 dan ditunjukan sepintas dengan melalui gambar
TABEL 2.2
JUMLAH PENGHIMPUNAN DANA BANK-BANK UMUM
Tahun/Bulan
Jmlh Pnghimpnan
Dana ( Milyard Rp ) Tahun/Bulan
2.6.3 Tingkat Inflasi Indonesia Masa Penelitian
Pada data yang ada dalam SEKI BI menunjukan tingkat laju inflasi
Indonesia pada umumnya mengalami alur zigzag yaitu tinggi rendah tingkat
inflasi selalu terjadi pada tahun penelitian. Bulan Januari tahun 2003 menunjukan
laju inflasi sebesar 8,68 % kemudian bulan berikutnya sudah turun menjadi 7,6 %
dan stabil pada kisaran tersebut sampai bulan Mei 2003. Bulan Juni sampai
Oktober tingkat inflasi kembali menunjukkan penurunan yaitu sebesar 6 %, dan
turun terus pada bulan November dan Desember 2003 sebesar 5,5 dan 5,1 %.
Kondisi demikian menarik karena masyarakat akan mulai menikmati sarana
pembiyaan bank yang berupa kredit, sehingga sektor riil dapat bergerak,
dikarenakan tren dari laju inflasi menunjukkan penurunan terus menerus. Inflasi
pada bulan Januari tahun 2004 sampai Februari mengalami penurunan yang
drastis yaitu sampai sebsar 4%. Penurunan tersebut tidak lama kemudian inflasi
kembali merangkak mengalami kenaikan. Bulan berikutnya yaitu pada bulan
maret april mulai naik menjadi 5,1 dan 5,9%. Mei dan Juni kembali naik sebesar
6,4 dan 6,8%, bulan depannya menjadi 7% dan kemudian turun menjadi 6% stabil
sampai lima bulan kedepan yaitu sampai bulan Desember 2004.
Setelah bulan Desember 2004 ke bulan Januari 2005 inflasi mengalami tren
peningkatan yang terus menerus sampai akhir tahun 2005 pada bulan Desember
sebesar 17,11%, walaupun diiringai pasang surut tetapi inflasi tetap menunjukan
jauhnya peningkatan dibanding pada bulan awal penelitian. Perkembangan inflasi
yang demikian menimbulkan kekhawatiran terhadap sektor riil karena dengan
diperkirakan akan naik seiiring dengan naiknya inflasi. Keadaan yang demikian
dapat kita saksikan seperti dalam tabel 2.3 dan gambar grafik 2.4 dibawah ini :
TABEL 2.3
LAJU INFLASI INDONESIA TAHUN 2003-2005
Tahun/Bulan Inflasi % Tahun/Bulan Inflasi %
2.6.4 Suku Bunga Kredit KUK Bank-Bank Umum di Indonesia
Dalam data SEKI BI menunjukkan kondisi suku bunga kredit bank-bank
umum yang menjadi sumber penelitian mulai tahun 2003 sampai 2005. Secara
garis besar kondisi perkembangan suku bunga kredit tersebut adalah mengikuti
alur tren pasang-surut, naik-turunya tingkat laju inflasi di Indonesia. Jika tingkat
inflasi naik maka bank Indonesia akan menaikan BI rate nya maka otomatis
bank-bank umum juga akan meningkatkan suku bunga nya baik simpanan maupun
pinjaman untuk mengatasi negative spread.
Laju perkembangan suku bunga kredit bank umum pada awal tahun 2003
bulan Januari menunjukkan 18,26% tingkat suku bunga yang termasuk tinggi,
tetapi pada bulan-bulan selanjutnya mengalami penurununan terus menerus
sampai bulan Agustus 2005 yaitu sebesar 13,4% suatu prestasi kredit yang
membanggakan. Selanjutnya dikarenakan tingkat inflasi yang meninggi maka
suku bunga kredit akhirnya mulai mengikuti kenaikan tersebut, yaitu pada bulan
September 2005 sampai Desember 2005 sebesar 14,51% sampai 16,23%.
Kondisi demikian membuat sektor riil diperkirakan mengalami gangguan
karena sumber dana pembiyaan dari pihak bank menjadi meningkat bebannya
dikarenakan suku bunga kredit yang cenderung meningkat menyusul laju
peningkatan inflasi. Kenaikan inflasi secara moneter memang mengharuskan
otoritas moneter meningkatkan suku bunga. Perkembangan tingkatan suku bunga
kredit bank-bank umum dapat terlihat seperti pada tabel 2.4 dan dengan mudah
dapat kita mengerti dalam gambaran grafik tingkat suku bunga kredit seperti
TABEL 2.4
TINGKAT SUKU BUNGA KREDIT BANK-BANK UMUM
Tahun/Bulan Skb Kredit U K (%) Tahun/Bulan Skb Kredit U K (%)
2003;01 18.26 2004;07 13.99 2003;02 18.25 2004;08 13.84 2003;03 18.08 2004;09 13.8 2003;04 17.87 2004;10 13.64 2003;05 17.75 2004;11 13.57 2003;06 17.41 2004;12 13.41 2003;07 16.88 2005;01 13.4 2003;08 16.36 2005;02 13.37 2003;09 16.07 2005;03 13.31 2003;10 15.77 2005;04 13.31 2003;11 15.45 2005;05 13.2 2003;12 15.07 2005;06 13.36 2004;01 14.99 2005;07 13.42 2004;02 14.79 2005;08 13.4 2004;03 14.61 2005;09 14.51 2004;04 14.48 2005;10 15.18 2004;05 14.27 2005;11 15.92 2004;06 14.1 2005;12 16.23 Sumber : SEKI BI, 2005
GAMBAR 2.5
TINGKAT SUKU BUNGA KREDIT
BAB III
KAJIAN PUSTAKA
3.1 Tujuan Kajian Pustaka
Tujuan diadakannya kajian pustaka adalah untuk mendokumentasikan dan
mengkaji hasil-hasil dari penelitian yang pernah ada pada area yang sama. Proses
kajian pustaka akan menunjukkan fungsi dan kepentingan dalam penulisan
penelitian. Diperolehnya beberapa penelitian yang sejenis pada area yang sama
dapat diketahui pola hubungan antar penelitian, bermanfaatnya penelitian,
ditemukannya kelebihan dan kelemahan sebagai sarana proses kesempurnaan
kajian pada bidang yang sama tersebut, sekaligus menghindari duplikasi.
3.2 Pembahasan Penelitian Sebelumnya Pada Area yang Sama
Ada beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya oleh beberapa
peneliti tentang KUK dan UKM penelitian tersebut antara lain:
1. Erwin (1998) “Penelitian Tentang Penyaluran KUK di Indonesia
(1990-1995)”
Penelitian tersebut ditulis dengan tema KUK dan UKM, tentang penyaluran
KUK di Indonesia yang dilakukan dengan sampel yang diambil tahun 1990-1995.
Variabel dependen dalam penelitian tersebut adalah alokasi KUK di Indonesia,
sedangkan variabel independen penelitian tersebut yaitu jumlah dana yang
dihimpun bank, volume GDP. Menggunakan OLS dengan mencari tahu hubugan
variabel independen tersebut terhadap variabel dependennya. Dalam penelitian
tersebut juga menganalisis hubungan antara inflasi dengan tingkat suku bunga
Penelitian tersebut kemudian menghasilkan beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
a) Variabel independen Jumlah dana yang dihimpun bank berpengaruh
positif dan signifikan terhadap variabel dependen alokasi KUK
b) Pada tingkat suku bunga deposito ternyata variabel inflasi tidak
berpengaruh signifikan terhadap tingkat suku bunga deposito,
sehingga jumlah dana yang dihimpun tidak terpengaruh signifikan
c) Variabel independen GDP riil berpengaruh signifikan terhadap
Variabel dependen alokasi KUK
Penelitian diatas menggunakan data tahun 1990 sampai dengan tahun 1995,
seperti yang telah kita ketahui penelitian diatas dilakukan sebelum terjadinya
krisis ekonomi 1998. Dengan mengadakan penelitian yang serupa pada area yang
sama paska krisis ekonomi 1998 diharapkan dapat memperbaharui informasi
tentang KUK dan UKM, karena pada saat krisis ekonomi 1998 dikhawatirkan
sektor riil termasuk didalamnya adalah KUK menjadi terhambat
perkembangannya. Krisis ekonomi 1998 yang berpangkal pada krisis moneter
sangat menghambat UKM dan alokasi KUK karena inflasi yang tinggi
menyebabkan suku bunga kredit yang tinggi sehingga UKM diperkirakan akan
terganggu.
2. Ngatiman (1998) “ Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyaluran Dana
KUK Oleh Bank Pembangunan Daerah ( BPD ) D.I.Y ( 1985- 2002) “
Penelitian tersebut meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
dependen dari penelitian tersebut adalah alokasi KUK di bank BPD Yogyakarta,
sedangkan variabel independennya adalah jumlah dana jumlah dana yang
terhimpun pada bank BPD Yogyakarta, tingkat suku bunga kredit dan PDRB.
Penelitian tersebut menganalisis hubungan antara variabel dependen dengan
independennya menggunakan analisis regresi model OLS.
Dengan memperoleh beberapa kesimpulan penting didalamnya sebagai
berikut ini:
a) Variabel independen Jumlah dana yang terhimpun di bank BPD
Yogyakarta ternyata berpengaruh positif dan signifikan terhadap
variabel dependen yaitu alokasi KUK pada bank BPD Yogyakarta
b) Variabel independen Tingkat suku bunga ternyata tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap variabel dependen alokasi KUK pada bank
BPD Yogyakarta
c) Variabel independen PDRB ternyata berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel dependen alokasi KUK pada bank BPD Yogyakarta
3.3 Kesimpulan Tentang Dua Penelitian Sebelumnya dan Hubungannya
dengan Penelitian Penulis
Penelitian diatas menggunakan data 1985 sampai dengan tahun 2002
sebelum dan sesudah krisis ekonomi 1998. Dikhawatirkan data yang digunakan
sudah tidak relevan lagi untuk masa sekarang. Diperlukan perbaharuan data dan
penelitian yang serupa kembali untuk memberikan informasi yang lebih baru guna
Kedua penelitian diatas tidak semua variabel yang dipakai menggunakan
variabel dari sektor perbankan karena kedua penelitian diatas memasukkan
variabel PDRB, data yang diambil dari sektor regional untuk penelitian yang
kedua. Penulis ingin mengadakan penelitian tentang kredit yang pada area yang
sama dengan analisis terfokus kepada sisi kebijakan perbankan. Sisi kebijakan
perbankan seperti jumlah penghimpunan dana, laju tingkat inflasi dan suku bunga
kredit sebenarnya sangat mungkin berpengaruh terhadap kelancaran pengucuran
dana kredit usaha kecil lebih daripada sisi intern pengusaha kecil itu sendiri.
Manajemen yang merupakan salah satu sisi intern pengusaha kecil, kelebihan dan
kekurangannya serta kondisi eksternal seperti halnya GDP memang juga memiliki
kemungkinan untuk mempengaruhi alokasi KUK, namun karena KUK merupakan
kewajiban moral bagi sektor perbankan terhadap sektor riil maka layak untuk
medapatkan perhatian yang serius.
Banyaknya penelitian tentang KUK mengisyaratkan bahwa sebenarnya
informasi yang didapat dari hasil penelitian pada area yang sama tersebut sangat
bermanfaat bagi masyarakat, terutama bagi pihak perbankan dan sektor UKM.
Maka penulis ingin meneliti dengan tema yang sama yang brjudulkan “Analisis
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alokasi KUK Pada Bank-Bank Umum di
BAB IV
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
4.1 Landasan Teori
4.1.1 Pengertian Kredit
Menurut yang diungkapkan Kasmir (2004), kata kredit berasal dari kata
Yunani “Credere” yang berarti kepercayaan atau berasal dari bahasa Latin
“Creditum” yang berarti kepercayaan akan kebenaran. Pengertian tersebut
kemudian dibakukan oleh pemerintah dengan dikeluarkan Undang-Undang Pokok
Perbankan No. 14 Tahun 1967 bab 1 pasal 1,2 yang merumuskan pengertian
kredit sebagai berikut : “Kredit adalah penyediaan uang atau yang disamakan
dengan itu berdasarkan persetujuan pinjam meminjam antara bank dengan lain
pihak peminjam berkewajiban melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu
dengan jumlah bunga yang telah ditentukan”.
Selanjutnya pengertian kredit tersebut disempurnakan lagi dalam
Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, yang mendefinisikan pengertian kredit
adalah : “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam untuk
melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga”.
4.1.2 Unsur-Unsur Kredit
Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas kredit
1. Kepercayaan
Yaitu suatu keyakinan pemberi kredit yang diberikan (berupa
uang, barang, jasa) akan benar-benar diterima kembali dimasa
tertentu dimasa datang. Kepercayaan ini diberikan oleh bank,
dimana sebelumnya sudah dilakukan penelitian penyelidikan
tentang nasabah bank baik secara intern maupun secara ekstern.
Penelitian dan penyelidikan tentang kondisi masa lalu dan
sekarang terhadap nasabah pemohon kredit ;
2. Kesepakatan
Disamping unsur percaya didalam kredit juga mengandung unsur
kesepakatan antara pemberi kredit dengan si penerima kredit.
Kepercayaan itu dituang dalam suatu perjanjian dimana
masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajiban masing-masing-masing-masing ;
3. Jangka Waktu
Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu,
jangka waktu ini mencakup masa pengambilan kredit yang jelas
disepakati. Jangka waktu tersebut bisa berbentuk jangka pendek,
jangka menengah, atau jangka panjang ;
4. Risiko
Adanya suatu tenggang waktu pengembalian menyebabkan suatu
resiko tidak tertagihnya/macet pemberian kredit. Semakin panjang
suatu kredit semakin besar resikonya, demikian juga sebaliknya.
oleh nasabah yang lalai maupun oleh resiko yang tidak sengaja,
misalnya terjadi bencana alam atau bangkrutnya usaha nasabah
tanpa ada unsur kesengajaan ;
5. Balas Jasa
Merupakan keuntungan atas pemberian kredit atau jasa tersebut
yang kita kenal dengan nama bunga. Balas jasa dalam bentuk
bunga dan administrasi ini merupakan keuntungan bank.
Sedangkan bank yang berdasarkan prinsip syariah balas jasa
ditentukan dengan bagi hasil.
4.1.3 Jenis-Jenis Kredit
Beragamnya jenis usaha, menyebabkan beragam pula kebutuhan akan dana.
Kebutuhan dana yang beragam menyebabkan jenis kredit juga menjadi beragam.
Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan dana yang diinginkan nasabah.
Dalam praktiknya kredit yang diberikan bank umum dan bank perkreditan
rakyat untuk masyarakat terdiri dari berbagai jenis. Secara umum jenis-jenis kredit
dapat dilihat dari berbagai segi antara lain :
1. Dilihat Dari Segi Kegunaan
a. Kredit Investasi
Kredit investasi merupakan kredit jangka panjang yang biasanya
digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun
proyek/pabrik baru atau untuk keperluan rehabilitas. Contoh kredit
investasi misalnya untuk membangun pabrik atau membeli