• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kecombrang (Nicolaia spesiosa Horan) adalah jenis tanaman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kecombrang (Nicolaia spesiosa Horan) adalah jenis tanaman"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tanaman Kecombrang

Tanaman kecombrang (Nicolaia spesiosa Horan) adalah jenis tanaman rempah dan merupakan tumbuhan tahunan berbentuk terna. Kecombrang (Nicolaia spesiosa Horan) mempunyai nama lain kincung (Medan), siantan (Melayu), kaalaa (Thai), honje (Sunda), bongkot (Bali), bunga kantan (Malaysia) (Anonim, 2010).

Bunga kecombrang berwarna kemerahan seperti jenis tanaman pisang-pisangan jika batang sudah tua bentuk tanamannya mirip jahe dengan tinggi 5 meter. Bunga kecombrang termasuk salah satu anggota famili Zingiberaceae. Batang- batangnya berbentuk semu bulat gilig membesar di pangkalnya tumbuh tegak dan banyak, saling berdekat-dekatan, membentuk rumpun jarang dan keluar dari rimpang yang menjalar di bawah tanah. Rimpangnya tebal, berwarna krem kemerah-jambuan ketika masih muda. Daun 15-30 helai tersusun dalam dua baris berseling di batang semu, helaian daun jorong lonjong dengan ukuran 20-90 cm × 10-20 cm, dengan pangkal membulat atau bentuk jantung tepinya bergelombang dan ujung meruncing pendek, gundul namun dengan bintik-bintik halus dan rapat berwarna hijau mengkilap sering dengan sisi bawah yang keunguan ketika muda (Anonim, 2008).

Klasifikasi tanaman kecombrang dapat dijabarkan sebagai berikut: Kingdom: Plantae (Tumbuhan); Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh); Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji); Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga); Kelas: Liliopsida (Berkeping satu / monokotil); Sub Kelas:

(2)

Commelinidae; Ordo: Zingiberales; Famili: Zingiberaceae (suku jahe-jahean); Genus: Nicolaia serta Spesies: Nicolaia speciosa Horan (Anonim, 2008). Tanaman kecombrang dan bunga kecombrang disajikan pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Gambar 1. Tanaman Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) (Anonim, 2014)

Gambar 2. Bunga Kecombrang (Anonim,2012) 2.2 Manfaat Kecombrang

Kecombrang merupakan salah satu tanaman jenis rempah yang tersebar cukup luas di Indonesia. Bagian tanaman yang umum digunakan adalah bunga dan batangnya. Naufalin (2005) menjelaskan bahwa pemanfaatan bunga

(3)

kecombrang biasanya digunakan sebagai pemberi citarasa pada masakan, seperti urab, pecal, sambal, dan masakan lain. Batangnya dipakai sebagai pemberi citarasa pada masakan daging. Kecombrang juga dimanfaatkan sebagai obat-obatan yang berkaitan dengan khasiatnya, yaitu sebagai penghilang bau badan dan bau mulut (Hidayat dan Hutapea 1991).

Dalam literatur kuno disebutkan juga kegunaan dari tanaman ini yakni sebagai bahan kosmetik alami dimana bunganya dipakai untuk campuran cairan pencuci rambut oleh penduduk lokal di Malaysia. Praktek ini ternyata mempunyai basis ilmiah yakni dalam penelitian Istianto (2008) membuktikan bahwa bagian bunga kecombrang mempunyai aktivitas antibakteri, sehingga dapat membersihkan rambut sekaligus memberikan wangi tertentu.

2.3 Proses Curing

Istilah curing dilakukan untuk menyatakan perlakuan bahan antara pemanenan sampai pengolahan, berhubungan dengan proses metabolisme bahan tanaman yang masih hidup. Curing juga termasuk kedalam proses penundaan, penyimpanan dan pengeringan bahan yang seringkali dilakukan pada pengolahan minyak atsiri karena terbatasnya kapasitas proses pengolahan. Proses oksidasi merupakan dasar curing, yang menyebabkan perubahan fisik dan kimia pada bahan, seperti tembakau dan vanili, yang berdampak pada citarasa karena selama proses tersebut terjadi reaksi enzimatik (Abdullah dan Soedarmanto(1986); Man dan Jones (1995) dalam Wartini et al. (2007)).

Curing dibedakan menjadi empat metode yaitu air curing, sun curing, fire smoke curing, dan flue curing. Metode air curing yaitu pengolahan daun segar dengan cara mengangin-anginkan dalam ruangan yang teduh sehingga tidak

(4)

terkena cahaya matahari secara langsung (Setiawan dan Trisnawati, 1993). Perubahan yang terjadi pada bahan tanaman setelah panen, akibat proses biokimia yang masih berlangsung dan dapat menghasilkan senyawa yang disukai ataupun tidak disukai (Cheetham, 2002).

Berdasarkan penelitian Naufalin et al.(2005) persiapan bahan yang dilakukan pada bunga kecombrang sebelum diekstraksi adalah dengan pengeringan menggunakan oven pada suhu 50oC hingga kadar air 8-10% selama 20 jam. Menurut Lee et al. (1986) proses pengeringan yang dilakukan dalam waktu yang lama akan meningkatkan kerusakan senyawa penyusun antioksidan. Selanjutnya dikatakan bahwa dalam penelitian Hayati et al. (2011) curing yang dilakukan pada bunga rosella menunjukkan bahwa kandungan antosianin terbanyak dijumpai pada suhu pengeringan 50oC selama 2x24 jam. Lebih lanjut diduga pada suhu tersebut merupakan suhu yang tepat untuk pengeringan kelopak rosella kandungan antosianinnya semakin banyak sehingga kadar antosianin sebagai antioksidannya juga tinggi. Pada proses curing terhadap daun tempuyung ternyata cara pengeringan dan lama pelayuan akan berpengaruh terhadap kadar flavonoidnya (Hernani et al. 1997). Dalam penelitian Hernani dan Rahmawati (2009) daun tempuyung yang dikeringkan dengan oven, produk berwarna lebih hijau dibandingkan dengan penjemuran matahari karena suhu oven bersifat lebih stabil dibandingkan dengan suhu sinar matahari yang sangat bervariasi (35-47oC). Kadar flavonoid yang tertinggi dihasilkan dari lama pelayuan 1 hari dengan pengeringan oven suhu 40oC.

(5)

2.4 Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan sifat tertentu, terutama kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda. Pada umumnya ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut yang didasarkan pada kelarutan komponen terhadap komponen lain dalam campuran, biasanya air dan yang lainnya pelarut organik. Bahan yang akan diekstrak biasanya berupa bahan kering yang telah dihancurkan, biasanya berbentuk bubuk atau simplisia (Sembiring, 2007).

Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia yang terdapat pada bahan alam. Bahan-bahan aktif seperti senyawa antimikroba dan antioksidan yang terdapat pada tumbuhan pada umumnya diekstrak dengan pelarut. Pada proses ekstraksi dengan pelarut, jumlah dan jenis senyawa yang masuk kedalam cairan pelarut sangat ditentukan oleh jenis pelarut yang digunakan dan meliputi dua fase yaitu fase pembilasan dan fase ekstraksi. Pada fase pembilasan, pelarut membilas komponen-komponen isi sel yang telah pecah pada proses penghancuran sebelumnya. Pada fase ekstraksi, mula-mula terjadi pembengkakan dinding sel dan pelonggaran kerangka selulosa dinding sel sehingga pori-pori dinding sel menjadi melebar yang menyebabkan pelarut dapat dengan mudah masuk kedalam sel. Bahan isi sel kemudian terlarut ke dalam pelarut sesuai dengan tingkat kelarutannya lalu berdifusi keluar akibat adanya gaya yang ditimbulkan karena perbedaan konsentrasi bahan terlarut yang terdapat di dalam dan di luar sel (Voigt, 1995).

Ekstraksi secara umum dapat digolongkan menjadi dua yaitu ekstraksi padat-cair dan ekstraksi padat-cair-padat-cair. Pada ekstraksi padat-cair-padat-cair, senyawa yang dipisahkan

(6)

terdapat dalam campuran yang berupa cairan, sedangkan ekstraksi padat-cair adalah suatu metode pemisahan senyawa dari campuran yang berupa padatan. Beberapa metode ekstraksi dengan pelarut yang digunakan untuk mendapatkan senyawa aktif pada tanaman diantaranya (Anonim, 2012):

1) Maserasi

Maserasi adalah merupakan proses pengekstraksian simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi maserasi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan terus menerus. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya.

Keuntungan metode ini adalah pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diperoleh. Penelitian sebelumnya ekstraksi bunga kecombrang dilakukan dengan cara maserasi untuk uji antioksidan dan antibakteri (Hudaya, 2010). Selanjutnya dalam penelitian Daud et al. (2011) menunjukan bahwa aktivitas antioksidan daun jambu biji ekstrak etanol yang terbaik cenderung ditunjukan fraksi hasil ekstraksi maserasi dibandingkan hasil ekstraksi sinambung. Berdasarkan penelitian Wrasiati et al. (2011) ekstraksi maserasi dilakukan untuk analisis total fenol dan kadar tanin bunga kamboja selama 24 jam.

Pada proses maserasi, pengambilan zat aktif dilakukan dengan cara merendam bahan dalam cairan pengekstrak yang sesuai selama waktu dan suhu tertentu. Cairan pengekstrak akan masuk ke dinding sel. Isi sel akan larut karena

(7)

adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan pengekstrak melalui proses difusi. Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan setiap hari. Endapan yang diperoleh kemudian dipisahkan dan filtratnya dipekatkan.

2) Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (ekhaustive extraction) pada umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

3) Refluks

Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya adalah ekstraksi berkesinambungan. Bahan yang akan diekstraksi direndam dengan cairan penyari dalam labu alas bulat yang dilengkapi dengan alat pendingin tegak, lalu dipanaskan sampai mendidih. Cairan penyari akan menguap, uap tersebut akan diembunkan dengan pendingin tegak dan akan kembali menyari zat aktif dalam simplisia tersebut, demikian seterusnya. Ekstraksi ini biasanya dilakukan 3 kali dan setiap kali diekstraksi selama 4 jam.

4) Soxhletasi

Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya ekstraksi secara berkesinambungan. Cairan penyari dipanaskan sampai mendidih. Uap penyari akan naik melalui pipa samping, kemudian diembunkan lagi oleh pendingin tegak. Cairan penyari turun

(8)

untuk menyari zat aktif dalam simplisia. Selanjutnya bila cairan penyari mencapai sifon, maka seluruh cairan akan turun ke labu alas bulat dan terjadi proses sirkulasi. Demikian seterusnya sampai zat aktif yang terdapat dalam simplisia tersari seluruhnya yang ditandai jernihnya cairan yang lewat pada tabung sifon. 5) Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengaduk kontinyu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC.

6) Distilasi Uap

Distilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak atsiri) dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara kontinyu sampai sempurna dan diakhir dengan kondensasi fase uap campuran (senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian. Destilasi uap, bahan (simplisia) bercampur sempurna atau sebagian air mendidih, senyawa kandungan menguap tetap terus ikut terdestilasi.

2.5 Jenis Pelarut

Pemilihan pelarut yang akan dipakai dalam proses ekstraksi harus memperhatikan sifat kandungan senyawa yang akan diisolasi. Sifat yang penting adalah polaritas dan gugus polar dari suatu senyawa. Pada prinsipnya suatu bahan akan mudah larut dalam pelarut yang sama polaritasnya (Sudarmadji et al. 1989) sehingga akan mempengaruhi sifat fisikokimia ekstrak yang dihasilkan. Jenis

(9)

pelarut yang digunakan dalam penelitian ini adalah etanol. Cowan (2010) dalam Berutu (2013) menyatakan bahwa etanol dan metanol merupakan pelarut yang paling sering digunakan untuk mengekstrak senyawa antimikroba dan antioksidan dari tumbuhan karena senyawa-senyawa tersebut umumnya merupakan senyawa aromatik dan organik jenuh.

Etanol disebut juga etil alkohol yang di pasaran lebih dikenal sebagai alkohol merupakan senyawa organik dengan rumus kimia C2H5OH, dalam kondisi kamar,

etanol berwujud cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna. Menurut Septiana dan Asnani (2012), pelarut etanol dan metanol dapat mengekstrak senyawa tanin dengan sama optimalnya pada ekstrak rumput laut Sargassum rumput, selanjutnya dikatakan bahwa total fenol tertinggi diperoleh dari ekstrak etil asetat. Total fenol tersebut tidak berbeda nyata dengan total fenol dari ekstrak etanol. Naufalin dan Rukmini (2010) menyatakan bahwa komponen fenol yang terdapat dalam fraksi bagian-bagian tanaman kecombrang diduga memiliki polaritas yang mendekati polaritas etanol, sehingga penggunaan pelarut etanol lebih efektif untuk melarutkan senyawa fenol. Berikut adalah karakteristik fisik dan kimia etanol yang disajikan dalam table 1.

Tabel 1. Sifat Fisik dan Kimia Etanol

Karakteristik Syarat

Rumus Molekul C2H5OH

Massa molekul relative 46,07 g/mol

Titik leleh -114,3oC

Titik didih 78,32oC

Densitas pada 20oC 0,7893 g/cm3

Kelarutan dalam air 20oC Sangat larut

Viskositas pada 20oC 1,17Cp

Kalor Spesifik pada 20oC 0,579 kal/goC Sumber: Rizani (2000)

(10)

2.6 Aktivitas Antioksidan

Di dalam tubuh kita terdapat senyawa yang disebut antioksidan yaitu senyawa yang dapat menetralkan radikal bebas, seperti: enzim SOD (Superoksida Dismutase), gluthatione, dan katalase. Antioksidan juga dapat diperoleh dari asupan makanan yang banyak mengandung vitamin C, vitamin E dan betakaroten serta senyawa fenolik. Bahan pangan yang dapat menjadi sumber antioksidan alami, seperti rempah-rempah, coklat, biji-bijian, buah-buahan, sayur-sayuran seperti buah tomat, pepaya, jeruk dan sebagainya (Prakash, 2001; Frei B,1994; Trevor R, 1995). Salah satu tanaman yang memiliki potensi sebagai sumber antioksidan adalah bunga kecombrang. Menurut Chan et al. (2007) ekstrak etanol dan metanol bunga, daun dan rimpang kecombrang mengandung aktivitas antioksidan. Hasil penelitian Naufalin dan Rukmini (2010) menunjukkan bahwa kandungan antioksidan hasil ekstraksi bunga kecombrang yakni berkisar 61,61%-83,17%.

Senyawa antioksidan digolongkan ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah antioksidan alami, contohnya: superoksida dismutase (SOD), glutation peroxidase, polifenol, flavonoid, karatenoid dan vitamin E. Kelompok kedua adalah antioksidan sintetis antara lain: BHA (butylated hidroxyanisole) dan BHT (butylate hydroxytoluene) (Winarsi, 2007).

Untuk mengetahui aktivitas antioksidan pada suatu bahan dapat dilakukan pengujian terhadap bahan tersebut. Metode pengujian aktivitas antioksidan yang dapat digunakan diantaranya metode DPPH (Blois, 1958 dalam Hanani, 2005), metode NBT (Nurjanah et al. 2009), metode Tiosianat (Mun’im et al. 2003 dalam

(11)

Hanani, 2005), metode malonaldehida (Kikuzaki dan Nakatani, 1993, dalam Septiana et al. 2002), dan metode Carotene Bleaching (Rita et al. 2009).

2.7 Senyawa Bioaktif Bunga Kecombrang

Menurut Khatab (2008) dalam Hardiningtyas (2009) senyawa bioaktif adalah senyawa kimia aktif yang dihasilkan oleh organisme melalui jalur biosintetik metabolit sekunder. Muniarsih (2005), menyebutkan bahwa metabolit sekunder diproduksi oleh organisme pada saat kebutuhan metabolisme primer sudah terpenuhi dan digunakan dalam mekanisme evolusi atau strategi adaptasi lingkungan. Kompetisi ruang dan makanan yang kuat juga mendorong organisme laut menghasilkan metabolit sekunder. Bagian batang, daun dan rimpang kecombrang seperti halnya bunga diketahui mengandung senyawa bioaktif seperti polifenol, alkaloid, flavonoid, steroid saponin dan minyak atsiri yang memiliki potensi sebagai antioksidan (Naufalin dan Rukmini, 2010)

2.7.1 Polifenol

Polifenol adalah kelompok zat kimia yang ditemukan pada tumbuhan. Zat ini memiliki tanda khas yakni memiliki banyak gugus fenol dalam molekulnya. Polifenol berperan dalam memberi warna pada suatu tumbuhan seperti warna daun saat musim gugur. Pada beberapa penelitian disebutkan bahwa kelompok polifenol memiliki peran sebagai antioksidan yang baik untuk kesehatan. Kebanyakan senyawa fenolik tersebar di seluruh bagian tumbuhan baik di kayu, biji, daun, buah, akar, bunga maupun serbuk sari (Sarastani et al. 2002). Naufalin dan Rukmini (2010) melaporkan bahwa nilai rata-rata total fenol selama penyimpanan untuk bunga kecombrang yaitu berkisar antara 484,59 – 959,73 mg/100 g.

(12)

Menurut Tampubolon et al. (1983), senyawa yang terdapat dalam bunga kecombrang yaitu alkaloid, flavonoid, polifenol, terpenoid, steroid, saponin, dan minyak atsiri. Polifenol memiliki sifat yang cenderung asam, artinya ia dapat melepaskan ion H+ dari gugus hidroksilnya. Senyawa fenolik dapat mengalami oksidasi. Oksidasi yang terjadi pada senyawa fenolik dapat mengakibatkan timbulnya warna kecoklatan pada jaringan tanaman. Kemudahan senyawa fenolik teroksidasi menjadikan beberapa dari senyawa ini digunakan sebagai antioksidan pada minyak untuk mencegah terjadinya oksidasi asam lemak.

2.7.2 Tanin

Tanin merupakan senyawa bioaktif yang termasuk ke dalam golongan polifenol, dengan berat molekul besar (lebih besar dari 600) dan tersebar sangat luas pada bagian-bagian tanaman seperti akar, batang, daun, bunga dan buah. Tanin memiliki kemampuan sebagai antioksidan dan antimikroba yang selektif. Gugus –OH pada tanin mampu berfungsi sebagai antioksidan karena dapat meredam radikal bebas superoksida (O2*), hidroksil (*OH), peroksil (ROO*),

hidrogen peroksida (H2O2), singlet oksigen (1O2), oksida nitrit (NO*), dan

peroksinitrit (ONOO*) yang terdapat di dalam tubuh (Hagerman, 2002 dan Siswono, 2005). Bunga kecombrang mengandung senyawa minyak atsiri, flavonoid, tanin, dan steroid/triterpenoid (Depkes, 1995). Bunga kecombrang antara lain mengandung minyak atsiri 0,4 persen, serta tanin sebesar 1 persen (Naufalin dan Rukmini, 2010).

2.7.3 Antosianin

Antosianin tergolong pigmen yang disebut flavonoid yang pada umumnya larut dalam air. Warna pigmen antosianin merah, biru, violet dan biasanya

(13)

dijumpai pada bunga, buah-buahan, sayur-sayuran, dan bunga seperti bunga mawar dan bunga sepatu (Yunita, 2012). Konsentrasi pigmen juga sangat berperan dalam menentukan warna. Pada konsentrasi yang encer antosianin berwarna biru, sebaliknya pada konsentrasi pekat berwarna merah, dan konsentrasi sedang berwarna ungu. Faktor yang mempengaruhi stabilitas antosianin adalah suhu, pH, sinar, dan oksidan. Rumus struktur antosianin disajikan pada gambar 3.

Gambar

Gambar 1. Tanaman Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan)  (Anonim, 2014)

Referensi

Dokumen terkait

Perancangan Water Heater yang akan dibuat adalah untuk mengetahui efektifitas perpindahan energi panas hasil pembakaran gas LPG yang diserap oleh aliran air yang melewati

Tugas guru dalam pembelajaran tidak terbatas pada penyampaian materi pembelajaran, tetapi lebih dari itu guru harus membentuk kompetensi dan pribadi peserta didik. Oleh karena

Gadjah Mada University Press. Hubungan Antara Kepuasan Kerja Dengan Disiplin Kerja Karyawan Operator Shawing Computer Bagian Produksi Pada PT Primarindo Asia Infrastruktur Tbk

Kandungan lemak yang semakin tinggi kering dengan level yang lebih tinggi menghasilkan mengakibatkan bobot "edible portion" karkas persentase "edible portion"

Antara berikut, manakah ciri fizikal yang terdapat di kawasan pinggir lautB. Pentas

Hasil praproses ini di- input-kan pada proses ekstraksi ciri GLCM, sedangkan pada proses ekstraksi PCA data citra yang dihasilkan pada tahap praproses berukuran 60×60 pixel

Walaupun pendekatan inovasi diterapkan dalam PLTV diawal persekolah contohnya sub tajuk Reka Bentuk dan Teknologi didalam kurukulum Kemahiran Hidup tahun lima dan enam dan

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatan hasil belajar