• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Selama ini, Indonesia mengklaim dirinya sebagai negara yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Selama ini, Indonesia mengklaim dirinya sebagai negara yang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Selama ini, Indonesia mengklaim dirinya sebagai negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia. Indonesia juga menyatakan bahwa mereka tetap melindungi para kelompok minoritas, masyarakat adat, dan LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender). Namun, klaim itu dipertanyakan ketika masih ada banyak praktek diskriminasi terhadap minoritas, baik dalam lingkup keagamaan, budaya, etnis, gaya hidup, dan sebagainya. Diskriminasi terhadap agama, merupakan salah satu warna di Indonesia yang tak kunjung bisa dihapuskan. The Wahid Institute dan SETARA Institute menemukan bahwa pada 2008, terjadi 107 insiden pelanggaran kebebasan beragama di Indonesia. Dilihat dari segi pelanggaran, insiden pelanggaran terbesar terkait dengan masalah paham keagamaan (72 insiden, 67%), yang sangat dominan dibanding dua isu lainnya, yakni tempat ibadah (15 insiden, 14%) dan aktivitas kegamaan (12 insiden, 11%) (Munawar-Rachman, 2010: xvi).

Juni 2012 lalu The Fund For Peace merilis kembali Indeks Negara Gagal 2012, dan menempatkan Indonesia pada posisi rentan kegagalan (Fanani, 2012:4). The Fund For Peace menggunakan lebih dari 100 subindikator, antara lain isu-isu seperti pembangunan tidak merata, legitimasi negara, tekanan kelompok masyarakat, dan penegakan hak asasi manusia. Dalam penjelasan indeks ini, penegakan HAM di Indonesia masih lemah dan cenderung memburuk lima tahun

(2)

2

terakhir. Salah satu indikatornya adalah tekanan kelompok mayoritas terhadap minoritas sehingga menciptakan kekerasan. Proses penyelesaian hukum dan HAM terhadap berbagai kasus kekerasan yang menimpa kelompok minoritas keagamaan di negeri ini juga menyisakan rapor merah, salah satunya adalah kekerasan dan pengusiran Syiah di Sampang, Juni 2013 lalu.

Pengungsi Syiah Sampang, Madura, diusir dari Gelanggang Olahraga Kabupaten Sampang, yang selama 3 bulan sejak Maret 2013 lalu dijadikan tempat pengungsian pasca tragedi kerusuhan sebelumnya di Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben, Agustus 2012 lalu. Warga penganut Syiah ini dipindah ke rumah susun Pasar Induk Agrobis (PIA) Jemundo, Sidoarjo, Jawa Timur pada Kamis, 20 Juni 2013. Mereka tak bisa melawan banyak kecuali dengan teriakan dan umpatan pedas.

Menurut Okezone.com pada artikelnya yang berjudul “Ini Kronologi Pengusiran Warga Syiah di Sampang” edisi Jumat, 21 Juni 2013, sehari sebelum hari pengusiran, pemimpin Syiah bernama Ustadz Iklil al-Milal dijemput oleh personel Polres Sampang, dibawa ke Mapolres dengan dalih akan dimintai keterangan. Sampai di sana, sudah berkumpul Kepala Dinas Sosial Sampang dan sejumlah ulama dari Badan Silaturahmi Ulama se-Madura (Bassra). Dalam pertemuan itu, Ustadz Iklil dipaksa menandatangani persetujuan untuk direlokasi, namun ia menolak karena para pengungsi lain masih ingin kembali ke Kampung Nangkrenang, Desa Karang Gayam, kampung halaman mereka. Namun, perwakilan Pemkab Sampang bersikukuh. Ia berdalih, relokasi dilakukan karena halaman GOR akan digunakan sebagai tempat istigasah ulama se-Madura.

(3)

3

Esoknya, acara istigasah tersebut tetap digelar di GOR. Wakil Bupati Sampang, Kepala Dinas Sosial, Kapolres Sampang dan Kapolda Jatim mendatangi GOR bersamaan dengan massa yang hendak mengikuti istigasah. Saat acara dimulai, perwakilan Pemkab, kyai Sunni, dan polisi terus menekan Ustadz Iklil dan Ummi Kultsum (istri Tajul Muluk) agar mau direlokasi bersama seluruh penganut Syiah di sana. Mereka menolak, sehingga membuat perwakilan pemerintahan, polisi dan ulama setengah membentak dan mengintimidasi. Sorenya, barulah para pengungsi dievakuasi ke luar gedung dengan pengawalan ketat.

Merujuk ke artikel majalah Tempo yang terbit pada 30 Juni 2013, tindakan pengusiran ini bukan pertama kalinya terjadi. Sebelumnya, warga Syiah sudah kerap mendapat perilaku diskriminatif oleh anti-Syiah maupun Sunni. Februari 2006 lalu merupakan awal mula lahirnya masalah ini. Saat itu, keberadaan warga Syiah di Sampang mulai dipersoalkan Forum Musyawarah Ulama Sampang Pamekasan. Tahun berikutnya, polisi menetapkan Tajul Muluk sebagai tersangka atas laporan kerabatnya sendiri, Rois Al Hukama. Polisi menjerat Tajul dengan pasal penistaan dan penodaan agama. Bulan berikutnya, terjadi penyerangan terhadap dua warga Sampang yang mengakibatkan dua orang tewas dan sepuluh rumah terbakar. Pada saat inilah sekitar 200 warga penganut Syiah akhirnya mengungsi ke Gedung Olahraga Kabupaten Sampang, hingga akhirnya kemarin mereka diusir kembali.

Terlepas dari sesat atau tidaknya aliran ini, penting untuk melihat bagaimana media mengangkat berita mengenai pengusiran Syiah. Hampir semua

(4)

4

media memberitakan peristiwa itu berikut dengan perkembangan-perkembangan yang terjadi setelahnya. Beberapa surat kabar bahkan memberitakan hal-hal terkait peristiwa Syiah tersebut sebanyak dua hingga tiga artikel dalam satu edisi. Kasus ini juga mendapat sorotan dunia mengingat pergolakan antara Sunni dan Syiah telah terjadi sejak lama, dimulai dari Iran, hingga akhirnya tersebar hingga Indonesia. Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) serta demokrasi beribadah menjadi marak digaungkan oleh media massa.

Pengusiran Syiah Sampang ini mendapat tempat di media massa nasional serta menimbulkan banyak respon dari masyarakat. Terlebih belum lama ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerima penghargaan World Statesment Award 2013 karena dianggap berhasil menangani konflik sipil dan agama di Indonesia. Seharusnya ini bisa menjadi pelecut politik untuk segera mengakhiri konfrontasi terhadap Syiah dan Sunni di Sampang, secara elegan, tanpa merugikan salah satu pihak.

Peristiwa semacam inilah yang membuat media gencar memberitakannya karena nilai berita yang begitu tinggi, antara lain:

1) Pertentangan (conflict)

Berita mengenai pertentangan dapat menjadi nilai jual tinggi untuk memperoleh banyak pembaca. Misalnya berita bernafas pertentangan ialah berita perang, konflik politik, pemogokan, penodaan agama, dan sebagainya. Konflik atau pertentangan merupakan sumber berita yang tak akan habis. Ketika terjadi perselisihan antara dua orang dan mereka

(5)

5

dianggap penting, maka perselisihan yang semula bersifat urusan individual bisa berubah menjadi masalah sosial. Ada atau tidak ada pemihakan, konflik akan berjalan terus karena konflik senantiasa imanen (menyatu) dengan dinamika kehidupan (Effendy, 2000:69). Peristiwa pengusiran Syiah jelas memuat nilai konflik, dimana penganut Sunni tidak setuju dengan adanya penganut Syiah dan menganggap mereka sesat, sehingga timbullah berbagai ketegangan dan pertikaian yang berujung pengusiran.

2) Kedekatan (proximity)

News is nearby. Berita adalah kedekatan. Kedekatan itu mengandung dua

arti: kedekatan geografis dan kedekatan psikologis. Kedekatan geografis merujuk pada suatu peristiwa yang terjadi di sekitar. Semakin dekat, semakin tertarik manusia untuk terus mengikuti perkembangan berita tersebut. Kedekatan psikologis lebih banyak ditentukan oleh tingkat keterikatan pikiran, perasaan, atau kejiwaan seseorang dengan suatu obyek peristiwa. Sebagai pegangan, ada dua aspek yang harus menjadi pertimbangan dalam menentukan berita bernilai kedekatan geografis dan kedekatan psikologis. Pertama, suatu kejadian akan dianggap lebih penting sebagai berita bagi orang atau kelompok masyarakat yang berdekatan dengan tempat peristiwa itu terjadi. Kedua, suatu peristiwa akan memiliki daya tarik dan dianggap penting oleh pembaca jika berkaitan langsung dengan apa yang dipikirkan, dirasakan, dikenang, walau secara fisik geografis tempat peristiwa itu terjadi berjauhan atau tak

(6)

6

bisa dijangkau (Sumadiria, 2005:84). Berita mengenai pengusiran Syiah ini mencakup dua poin di atas, karena peristiwa tersebut terjadi di negara ini Indonesia. Bagi para umat muslim, akan ada keterikatan perasaan yang bisa saja terjadi ketika mendengar berita pengusiran tersebut, terlepas dari bagaimana sejatinya Syiah dimata mereka.

3) Ketertarikan masyarakat (Human interest)

Peristiwa itu tidak mengguncang aparat dan tak menimbulkan perubahan agenda sosial-ekonomi masyarakat, namun karena nurani telah terusik, maka peristiwa itu mengandung nilai berita. Nilai berita yang satu ini dapat terasa terlebih ketika menyimak video aksi pengusiran Syiah di Sampang, Juni lalu. Perempuan-perempuan dan anak-anak ditarik agar pergi dari tanah mereka. Hal itu menggugah nurani masyarakat dan membuat mereka berkicau di Twitter atau Facebook. Inilah salah satu aspek yang membuat berita soal Syiah menjadi perhatian masyarakat.

Berangkat dari latar belakang di atas, peneliti ingin melihat bagaimana media massa dapat mengonstruksikan isu Syiah Sampang. Bagaimana media massa membingkai peristiwa konflik berbau agama dan diskriminatif ini yang juga diindikasi terpengaruh ideologi, kepentingan, maupun pandagan media.

Peneliti memilih Koran Tempo dan Republika sebagai media yang diteliti. Kedua media memiliki perbedaan yang kontras saat bicara mengenai kasus Syiah Sampang. Hal ini berhubungan dengan dua landasan berpikir yang berbeda pada

(7)

7

Koran Tempo dan Republika yang pada akhirnya berimbas dalam pola

pemberitaan yang ia sajikan.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti susun, maka penelitian ini berupaya untuk menjawab permasalahan sebagai berikut:

1) Bagaimana Koran Tempo dan Republika mengkonstruksi peristiwa pengusiran Syiah Sampang?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk:

1) Mengetahui bagaimana konstruksi berita mengenai pengusiran Syiah Sampang dalam Koran Tempo dan Republika.

1.4

Signifikansi Penelitian

1.4.1 Signifikansi Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi tentang pembingkaian atau konstruksi berita yang dilakukan media mengangkat isu yang tengah berkembang terutama terkait dengan konflik agama. 1.4.2 Signifikansi Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pekerja media massa tentang proses framing yang dilakukan media dalam membingkai sebuah

(8)

8

berita. Selain itu juga diharapkan penelitian ini dapat menyuguhkan gambaran umum tentang bagaimana sebuah berita dikemas sedemikian rupa sebelum akhirnya diberitakan kepada masyarakat.

1.5 Batasan Penelitian

Mengingat bahan penelitian ini cukup luas, serta masih dibahasnya relokasi Syiah Sampang di media, maka peneliti memberi batasan penelitian hanya pada artikel berita mengenai pengusiran Syiah Sampang di Koran Tempo dan Republika pada periode 21 Juni 2013 hingga 28 Juni 2013, yaitu selama seminggu, dengan mengambil momen relokasi. Detailnya akan dibahas di bab 3 pada bagian Unit Analisis.

Referensi

Dokumen terkait

Perubahan yang lebih baik kemampuan bicara huruf bilabial pada ketiga subjek ditunjukkan dengan data hasil penguasaan kemampuan bicara sebelum menggunakan media

Prasyarat terwujudnya konservasi kedawung atau konservasi sumberdaya hayati taman nasional lainnya secara nyata di lapangan apabila totalitas dari tri- stimulus amar ( alamiah ,

Hasil ini menunjukkan bahwa kecerdasan emosional bernilai positif artinya setiap kenaikan kecerdasan emosional yang dilakukan perusahaan, maka akan disertai dengan

Kadettialikersantti Kim Wester- lund on tutkinut 1996 valmistuneessa kadettitutkielmassaan ”Iskuosastotoiminta ja kokemuk- set siitä asemasodan aikana Suomen rintamilla” myös

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sudah dilakukan penelitian ilmiah mengenai tanaman kitolod diantaranya yaitu, tanaman kitolod memiliki

Metode yang diusulkan merupakan pengembangan dari metode pengenalan objek orang yang diusulkan oleh [dalal] yaitu dengan memanfaatkan ekstraksi fitur untuk

L : Ya Tuhan Yesus yang telah mati di kayu salib, hanya oleh karena kasihMu kepada orang berdosa ini. P : Ajarilah kami selalu mengingat Tuhan yang mati di kayu

2. Batasan terkait user adalah pengguna moda transportasi umum di jakarta dan sekitarnya yang beragam baik berdasarkan tujuan dan usia user hingga tahun 2030 sesuai RTRW