• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang bukan hanya sekedar memberikan pengetahuan bagi siswa, namun guru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang bukan hanya sekedar memberikan pengetahuan bagi siswa, namun guru"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

2.1.1 Teori Belajar Konstruktivisme

Hal yang mendasar dalam teori konstruktivisme adalah peran serta guru yang bukan hanya sekedar memberikan pengetahuan bagi siswa, namun guru berperan untuk mengembangkan kemampuan siswa sehingga siswa dapat membangun sendiri ilmu pengetahuan yang ada di fikiran mereka (Suprihatiningrum, 2013:22). Selain itu dalam konstruktivisme juga menekankan siswa belajar memperoleh pola pemikiran yang dapat digunakan dalam berbagi macam kondisi belajar, serta belajar sosialisasi agar tercipta hubungan timbal balik dengan orang sekitar maupun lingkungan. Menurut peneliti, menyediakan pengalaman belajar dengan mengaitkan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sehingga belajar dapat diperoleh melalui proses pembentukan pengetahuan sebagai berikut:

1. menyediakan alternatif pengalaman belajar, misalnya suatu masalah dapat diselesaikan tidak hanya dengan satu cara;

2. melakukan pembelajaran dengan keadaan yang nyata dan relevan dengan melibatkan pengalaman konkrit, misalnya untuk memahami suatu konsep melalui kenyataan dalam kehidupan sehari-hari;

3. melakukan pembelajaran yang ada interaksi dan kerja sama seseorang dengan orang lain atau dengan lingkungannya;

(2)

Pandangan tentang teori konstruktivistik didasari oleh teori J Piaget, dan Vygotsky. Dalam penelitian ini, teori konstruktiivisme terkait dalam materi bangun ruang yaitu prisma dan limas yang dapat menuntut siswa untuk belajar mandiri menggali kemampuan yang dimiliki dengan mengaitkan materi bangun ruang sebelumnya.

2.1.1.1 Teori Piaget

Piaget mengemukakan bahwa penggunaan operasi formal pada anak sekolah bergantung pada keakraban dengan daerah subjek tertentu. Implikasi penting dalam proses pembelajaran menurut Piaget adalah sebagai berikut:

1. fokus dan memusatkan perhatian pada proses mental siswa, bukan hanya hasilnya;

2. memerhatikan keaktifan siswa dalam keterlibatannya ketika proses pembelajaran sehingga siswa menemukan sendiri pengetahuannya melalui interaksi langsung dengan lingkungan sekitar;

3. menjadikan perbedaan antar siswa sebagai hal yang biasa untuk kemajuan perkembangan siswa sehingga guru dapat melakukan tindakan-tindakan untuk mengatur kegiatan kelas dalam bentuk kelompok kecil (Suprihatiningrum, 2013: 25).

Menurut Poedjiaji, (2005:71) J Piaget lebih menekankan bahwa seseorang memperoleh pengetahuan melalui berbagai tindakan seperti membaca, menelusuri, melakukan percobaan dengan lingkungan sekitar. Haryanto (2010: 14) menyatakan bahwa penekankan pada proses anak secara individu menggali pengetahuan dari interaksi objek yang ada disekitar. Teori ini

(3)

mengemukakan mengenai skema, akomodasi, asimilasi, dan equilibration. Berikut pengertian mengenai pendapat piaget:

a skema

skema merupakan pengetahuan untuk beradaptasi dan bekerja sama dengan lingkungan. Selama seseorang mengalami perkembangan maka skema akan menyesuaikan terhadap perkembangan tersebut;

b asimilasi

suatu proses kognitif untuk menemukan konsep, pendapat, pengalaman yang baru dipeoleh ke dalam skema atau pola yang ada dalam fikiran disebut dengan asimilasi;

c Akomodasi

perubahan pola skema yang ada pada anak karena adanya pengalaman baru dalam pola yang lama;

d Equilibration

equilibration adalah keadaan seimbang dalam proses asimilasi dan akomodasi;

Implikasi teori Piaget dalam penelitian ini adalah kemampuan proses siswa untuk memperoleh pengetahuan atau konsep belajar sehingga siswa benar-benar mengerti karena siswa memiliki pengalaman baru memperoleh konsep tersebut.

(4)

2.1.1.2 Teori Vygotsky

Inti dari teori ini adalah interaksi sosial antar individu maupun dengan lingkungan. Ada dua implikasi dalam teori ini yaitu:

1. ZPD (zone of proximal development)

Vygotsky yakin bahwa pembelajaran terjadi apabila anak belajar atau bekerja pada daerah perkembangan terdekat (ZPD). ZPD merupakan jarak anatar tingkat perkembangan yaitu kemampuan pemecahan masalah dibawah arahan orang lain.

2. Scaffolding

Scaffolding adalah memberikan siswa bantuan dalam pembelajaran lalu mengurangi bantuan tersebut secara perlahan serta member kesempatan anak untuk mempunyai tanggung jawab.

Suprihatiningrum, (2013:27) menyatakan bahwa Vygotsky memandang lingkuangan sosioluktural tidak hanya sekedar memberi stimulasi kognitif yang memicu konflik dan keseimbangan, namun proses mental yang lebih tinggi seperti memerhatika dengan sukarela atau mengingat dengan sukarela dibentuk dan didukung oleh interaksi sosial.

Implikasi teori vygotsky dalam penelitian ini adalah pentingnya siswa untuk berdiskusi sehingga terjalin hubungan sosial antar individu dan meningkatkan motivasi belajar siswa. Peran guru dalam penelitian ini adalah hanya sebagai fasilitator diskusi dan mengajak siswa untuk berfikir kreatif menemukan sebuah konsep dalam belajar.

(5)

2.1.2 Pembelajaran Berbasis Sains

Pembelajaran adalah proses mentransfer ilmu pengetahuan secara dua arah yakni antara guru dan siswa. Sedangkan sains adalah salah satu ilmu pengetahuan yang didapatkan dengan metode tertentu berbasis penelitian, penemuan, ilmiah dan sesuai fakta-fakta. Jadi pembelajaran berbasis sains adalah pembelajaran yang menjadian sains (murni) sebagai metode atau pendekatan dalam proses belajar-mengajar sehingga pembelajaran menjadi lebih kreatif dan aktif dalam proses belajar (Putra, 2013:53). Dalam pembelajaran sains, proses ilmiah tersebut harus dikembangan terhadap siswa sebagai pengalaman yang bermakna sehingga dalam pembelajaran lebih menekankan pada prosesnya.

Beragam keterampilan yang dikembangkan dalam pendekatan sains dijelaskan dalam tabel berikut :

Tabel 2.1 Ragam Keterampilan Proses Sains

No Keterampilan Deskripsi

1 Mengamati (observing) Menentukan objek menggunakan indera

2 Mengklasifikasi Mengelompokkan objek

3 Mengukur Memperkirakan ,mencatat, menggunakan satuan

pengukuran

4 Mengumpulkan,

mencatat data

Mecari data kemudian dicatat sebagai referensi

5 Mengkomunikasi Menggunakan kata-kata tertulis maupun lisan

dalam bentuk presentasi berbasis teknologi

6 Menguraikan Menjelaskan kesimpulan tentang topic tertentu

berdasarkan pengamatan

7 Meramal Mengantisipasi resiko dari pengalaman yang

baru maupun masa lalu

8 Membuat hipotesis Mengusulkan ide atau gagasan berdasarkan

pengamatan

(6)

2.1.3 Efektifitas

Efektifitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah efektifitas penggunaan model pembelajaran STS berpendekatan inkuiri dalam kegiatan belajar mengajar. Menurut Warsito (2008: 287), efektivitas merupakan perbandingan rencana dan tujuan yang hendak dituju. Efektifitas juga dapat diartikan sebagai ketepatan mengelola keadaan. Oleh sebab itu, suatu kegiatan dikatakan efektif jika hasil yang diperoleh sesuai dengan rencana awal. Berikut ini merupakan pengertian efektifitas dalam proses pembelajaran dalam Warsita (2008: 287):

1. pembelajaran yang efektif adalah suatu proses pembelajaran atau transfer ilmu agar siswa dapat belajar berupa ilmu pengetahuan, sikap dalam berperilaku, dan keterampilan yang khas untuk dipelajari siswa (Dick & Reiser, 1989); 2. pembelajaran yang efektif adalah suatu pembelajaran yang dapat memberi

hasil atau bermanfaat dengan proses-proses yang tepat (Miraso,2004);

Suatu pembelajaran dikatakan efektif menurut Guskey (dalam Nugroho 2012:174) adalah sebagai berikut:

1. ketuntasan dalam prestasi belajar dapat tercapai secara optimal; 2. terdapat hubungan dan pengaruh antara variable terikat dan bebas; 3. prestasi belajar kelas eksperimen yang berbeda dengan kelas kontrol.

Berdasarkan pendapat tersebut diatas, peneliti dalam penelitian ini menyimpulkan bahwa efektifitas merupakan suatu keberhasilan yang ditunjukkan melalui tercapai atau tidaknya ketuntasan hasil prestasi belajar, pengaruh antara

(7)

motivasi dan keterampilan proses terhadap hasil belajar, serta perbedaan hasil antara model STS berpendekatan inkuiri dengan model konvensional

2.1.4 Model STS

Poedjiaji, (2005:125) menyatakan bahwa Science Technology Society (STS) berubah dari pendekatan menjadi model karena STS dapat menjangkau siswa yang tergolong pada kelompok berkemampuan rendah dalam kelas karena dirasakan siswa lebih menarik, nyata dan aplikatif. Pengertian model STS adalah model pembelajaran yang disajikan untuk menyesuaikan diri terhadap perkembangan ilmu pengetahun dan teknologi melalui proses sosial sehingga berdampak baik bagi lingkungan. Awalnya STS dikembangkan untuk pembelajaran sains, khususnya sains alam, namun sekarang dapat dikaji penggunaannya pada pembelajaran bidang-bidang lain. Model STS diharap menimbulkan motivasi belajar serta kemampuan proses siswa, karena siswa mengetahui manfaat dari konsep ilmu pengetahuan, bahkan memahami dampak-dampak positif maupun negatif penerapan teknologi terhadap lingkungan dan masyarakat.

Model STS pada dasarnya memberikan pemikiran mengenai kaitan antara sains,teknologi,masyarakat serta lingkungan sehingga teknologi dan sains dalam kaitannya dengan pendidikan memiliki hubungan yang erat. Hubungan ini terjalin karena ilmu pengetahuan menguraikan tentang konsep-konsep, sedangkan teknologi sebagai perwujudan konsep yang telah dipelajari. Jadi perlu adanya kemampuan proses unutk mengatasi permasalahan menggunakan konsep-konsep ilmu pengetahuan dengan teknologi yang dapat dicakup masyarakat serta

(8)

berdampak baik bagi lingkungan sekitar (Poedjiaji, 2005:65). Terdapat 5 domain atau ranah dalam STS menurut Yager, 1996 (dalam Poedjiaji, 2005:105) yaitu: 1) domain konsep yaitu aspek pengetahuan siswa terhadapa pembelajaran;

2) domain proses meliputi hal-hal yang berhubungan dengan observasi, pengukuran, pemahaman,komunikasi dalam kegiatan belajar;

3) domain kreativitas yaitu meliputi visualisasi terhadap materi, pemikiran ide untuk menemukan solusi dengan cara yang baru, bertanya;

4) domain sikap meliputi pengembangan sikap siswa yang baik atau positif terhadap guru, termotivasi dalam belajar, rasa kasih sayang dengan siswa lain maupun dengan lingkungan;

5) domain aplikasi dan keterkaitan meliputi memberi contoh dalam kehidupan sehari-hari, menerapkan konsep dengan keterampilan pada masalah-masalah yang berkaitan dengan teknologi.

Poedjiaji, (2005:114) menyatakan bahwa pola hubungan saling mempengaruhi antara sains, teknologi, masyarakat, dan lingkungan ialah sebagai berikut:

Ilmu (Sains)

Teknologi

Masyarakat Lingkungan

(9)

Ciri khas model ini adalah adanya isu atau masalah yang ada di sekitar masyarakat yang di eksplor dalam kegiatan proses belajar mengajar. Tahapan- tahapan dalam pendekatan STS adalah sebagai berikut:

1) tahap inisiasi: saat penelitian guru meminta siswa untuk membawa benda-benda berbentuk prisma limas yang dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, lalu memberi permasalahan kepada siswa untuk menemukan sebuah konsep yang dapat dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari, sehingga siswa terstimulus untuk berkreasi;

2) tahap eksplorasi atau pembentukan konsep : guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok. Masing-masing kelompok beranggota 5-6 orang. Guru juga memberi lembar kerja diskusi siswa pada tahap ini agar siswa lebih terarah menemukan konsep serta dapat menggali kemampuan mereka;

3) tahap aplikasi konsep dalam kehidupan sehari-hari: siswa diberi kesempatan oleh guru untuk mengaplikasikan konsep yang telah ia dapatkan dalam tahap eksplorasi dalam masalah kehidupan sehari-hari, serta meminta siswa untuk mengaitkan konsep dengan teknologi yang dapat dimanfaatkan bagi masyarakat;

4) tahap pemantapan konsep : guru memberikan umpan balik atau penguatan terhadap konsep yang diperoleh siswa pada saat membahas lembar kerja diskusi siswa dengan perwakilan tiap kelompok untuk maju kedepan memaparkan temuan konsep mereka;

(10)

5) tahap penilaian : penilaian dilakukan dari proses yang dilakukan siswa sampai mendapat hasil yang mampu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari (Poedjiaji, 2005:126).

UNESCO (1996) dalam menetapkan empat pilar dalam pendidikan yang harus diperhatikan secara sungguh-sungguh oleh pengelola dunia pendidikan yaitu: belajar untuk menguasai ilmu pengetahuan (learning to now), belajar untuk menguasai keterampilan (learning to do), belajar untuk hidup bermasyarakat (learning to live together), dan belajar untuk mengembangkan diri secara maksimal (learning to be). Sementara itu, Pendekatan SETS juga menekankan pada peserta didik untuk learning to know, learning to do, learning to be, learning to live together.

2.1.5 Pendekatan Inkuiri

Pendekatan inkuiri menekankan kemandirian siswa dalam memperoleh konsep-konsep baru. Tujuan pendekatan inkuiri adalah agar siswa terstimulus oleh tugas dan aktif mencari penyelesaian (Roestiyah, 2012:76). Selain itu siswa juga dituntut untuk mencari sumber sendiri, dan belajar bersama dalam kelompok serta mampu mempertahankan pendapat yang sesuai dengan sumber yang telah siswa dapatkan. Keunggulan inkuiri adalah sebagai berikut:

1) membentuk dan mengembangkan “self-consept” pada siswa sehingga dapat mengerti tentang konsep-konsep dasar dan ide-ide yang lebih baik;

2) siswa tidak mudah lupa dengan rumus atau kosep baru;

3) mendorong siswa berfikir dan bekerja karena keinginan dan kesadarannya sendiri;

(11)

4) mendorong isswa bersikap obyektif, jujur dan terbuka;

5) mendorong siswa berfikir intuitif dan merumuskan hipotesis yang mereka dapatkan;

6) situasi proses belajar yang lebih menyenangkan dan menarik perhatian siswa; 7) dapat mengembangkan bakat siswa;

8) memberi kebebasan siswa untuk belajar dan berkreasi sendiri (Roestiyah, 2012:76).

Siswa memerlukan waktu untuk menggunakan daya fikirnya untuk memperoleh suatu konsep, prinsip dan teknik dalam proses belajar. Menurut peneliti, hal tersebut dapat ditimbulkan dengan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1) guru meminta siswa menganalisa benda-benda berbentuk prisma dan limas

yang telah dibawa siswa sebagai alat peraga dan guru juga menyediakan lembar kerja diskusi siswa yang dibagikan pada setiap masing-masing anggota kelompok;

2) lembar kerja diskusi siswa yang diberikan guru berupa masalah-masalah untuk menemukan konsep atau rumus baru dan menuntun siswa berfikir kritis;

3) siswa mendapat kebebasan dalam mengerjakan lembar kerja diskusi siswa sesuai dengan kreativitas mereka masing-masing;

4) siswa bekerja sama dalam sebuah kelompok diskusi dan mencatat hasil diskusi secara runtut;

5) siswa menerapkan konsep yang telah didapat dalam permasalah kehidupan sehari-hari;

(12)

6) siswa mempertahankan pendapat yang mereka dapatkan melalui penemuan konsep baru;

7) adanya evaluasi mengenai hasil konsep baru yang ditemukan siswa.

Tahapan penggunaan model STS berpendekatan inkuiri, dapat dilihat dari tabel berikut ini:

Tabel 2.2 Sintak STS dengan pendekatan inkuiri

Tahap Tindakan

Inisiasi Guru memberi masalah kepada siswa mengenai bangun ruang prisma dan limas, kemudian siswa menganalisiss sendiri alat peraga yang telah siswa buat untuk menjawab masalah tersebut.

Eksplorasi Guru membagi lembar kerja diskusi kemudian siswa mengerjakan lembar kerja tersebut secara diskusi dengan kelompoknya. Saat diskusi siswa berupaya menggali potensi yang dimiliki untuk menyelesaiakan soal secara mandiri. Guru juga memberi kesempatan siswa menggali kreativitas yang dimiliki.

Aplikasi Konsep Guru memberi soal yang diaplikasikan dengan permasalahan kehidupan sehari-hari sehingga siswa menerapkan konsep yang telah ditemukan untuk dikaitkan dalam menjawab soal aplikatif secara diskusi. Pemantapan

Konsep

Siswa diberi kesempatan untuk memantapkan konsep yang dimiliki dengan presentasi didepan kelas. Saat presentasi guru memberi umpan balik agar siswa berfikir kritis dan lebih mantap dalam penguasaan konsep. Guru juga memberi tugas rumah untuk siswa memntapkan konsep dengan cara membuat benda berbentuk prisma limas yang bisa dimanfaatkan bagi masyarakat maupun lingkunagan.

Penilaian Guru memberi penilaian pada saat awal siswa menganalisis alat peraga yang digunakan sampai siswa menemukan dan mengaplikasikan konsep yang telah didapatkan.

(13)

2.1.6 Model Konvensional

Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru. Umumnya yang diterapkan yaitu metode ekspositori atau ceramah. Metode ekspositori adalah cara penyampaian materi pelajaran dari seorang guru kepada siswa di dalam kelas dengan cara berbicara di awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal disertai tanya jawab, (Sanjaya 2008:179).

Siswa tidak hanya mendengar dan membuat catatan dalam model ini, namun guru bersama siswa berlatih menyelesaikan soal latihan. Kekurangan dari metode ekspositori menurut Sanjaya, (2008:181) adalah:

1. tidak menekankan penonjolan aktivitas fisik seperti aktivitas mental siswa; 2. kegiatan terpusat pada guru sebagai pemberi informasi (bahan pelajaran); 3. pengetahuan yang didapat dengan metode ekspositori cepat hilang;

4. kepadatan konsep dan aturan-aturan yang diberikan dapat berakibat siswa tidak menguasai bahan pelajaran yang diberikan.

2.1.7 Motivasi Belajar

Motivasi mempunyai fungsi untuk mendorong kemampuan siswa melakukan sesuatu, mencapai tujuan pembelajaran yang akan dicapai, serta memilah kegiatan dalam proses pembelajaran yang harus dilakukan dan tidak harus dilakukan (Suprijono, 2009:163). Strategi memotivasi dalam proses pembelajaran salah satunya adalah dengan penggunaan model pembelajaran atau pendekatan yang aktif, yang dapat berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, menumbuhkan hubungan sosial lingkungan, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan (Suprijono, 2009:164).

(14)

Abraham Maslow (lihat Majid, 2013:314) menyatakan bahwa mengemukakan bahwa setiap individu memiliki kebutuhan pokok atau perbedaan motivasi yang terbentuk dalam 5 tingkatan sebagai berikut:

Gambar 2.2 kebutuhan pokok manusia menurut Maslow dalam (Majid, 2013:314) Kebutuhan pokok diatas dapat diuraikan sebagai berikut:

1) faktor perbedaan fisiologis (physiological needs);

2) faktor perbedaan rasa aman (safety needs), dari segi mental,fisik dan kecerdasan;

3) faktor perbedaan kasih sayang atau afeksi (love needs); 4) faktor perbedaan harga diri (selfesteem needs);

5) faktor perbedaan aktualisasi diri (self actualization) atau kesempatan mengembangkan potensi yang dimiliki.

Ada 2 faktor untuk menstimultan motivasi belajar yaitu:

1) faktor intrinsik, yaitu motivasi yang muncul dari dalam diri siswa tanpa ada paksaan atau dorongan dari orang lain karena adaanya kesadaran dan keinginan diri sendiri untuk belajar;

Penghargaan Sosial

Keamanan

Faal Aktualisasi diri

(15)

2) faktor ekstrinsik, yaitu motivasi yang timbul karena adanya paksaan maupun dorongan pengaruh dari luar seperti lingkungan maupun orang lain yang mempengaruhi keinginan dalam belajar.

Motivasi menurut Sardiman (2010:85) memiliki tiga fungsi yaitu: 1) mendorong manusia melakukan sesuatu sebagai perintis;

2) memberi arahan untuk melakukan sesuatu berdasarkan tujuan yang dituju; 3) memilah kegiatan yang seharusnya dilakukan karena bermanfaat untuk

dirinya.

Motivasi juga berfungsi sebagai pemicu seseorang untuk memperoleh prestasi, penghargaan, pujian, dan untuk menjadi lebih baik lagi dalam melakukan segala sesuatu. Indikator motivasi menurut Sudjana (2009:61) adalah sebagai berikut:

1) minat dan perhatian siswa terhadapa pelajaran; 2) semangat siswa melakukan tugas-tugasnya;

3) tanggung jawab siswa dalam mengerjakan tugas belajar;

4) reaksi yang ditunjukkan siswa terhadap stimulus yang diberikan guru; 5) rasa senang dan puas dalam mengerjakan tugas.

Uno dan Umar (2009:21) menyatakan bahwa, indikator motivasi adalah sebagai berikut:

1) tekun menghadapi tugas; 2) ulet menghadapi kesulitan;

3) tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi;

(16)

5) selalu berusaha brerprestasi sebaik mungkin;

6) mempunyai minat terhadap macam-macam masalah; 7) senang dan rajin belajar;

Menurut peneliti, indikator motivasi adalah sebagai berikut: Tabel 2.3 Indikator Motivasi

Tahap-tahap pada model STS Indikator Motivasi

Tahap Inisiasi 1. Siswa tertarik untuk mencari permasalahan 2. Siswa antusias dan giat dalam mencari

permasalahn untuk diselesaikan

Tahap Eksplorasi 1. Siswa bersemangat untuk menggali kemampuannya

2. Siswa tekun menghadapi kesulitan-kesulitan yang ditemukan

3. Siswa semakin aktif dengan bekerja kelompok menemukan solusi

4. Siswa memiliki dorongan untuk berkontribusi terhadap kelompoknya dalam penyelesaian masalah

5. Siswa mencari strategi penyelesaian masalah yang sesuai

Tahap Aplikasi Konsep dalam kehidupan sehari-hari

1. Siswa selalu ingin berinovasi dengan dikaitkan kehidupan sehari-hari

2. Siswa peka terhadap masalah sehari-hari yang dapat diselesaikan dengan konsep yang didaptkan

3. Siswa lebih mandiri dan kreatif

Tahap Pemantapan Konsep 1. Siswa lebih percaya diri dengan konsep yang ditemukan

Tahap Penilaian 1. Siswa antusias memperoleh nilai sebaik mungkin

2. Siswa berusaha menyelesaiakan pekerjaan semaksimal mungkin agar mendapat reweard atau penghargaan dari guru

(17)

2.1.8 Keterampilan Proses

Konsep dan fakta yang didapatkan dalam pembelajaran harus dikembangkan melalui keterampilan proses sehingga siswa mampu mengembangkan diri, menemukan sesuatu yang baru melalui proses. Penggunaan konsep dan fakta yang tidak banyak, tetapi dipahami oleh siswa sehingga diproses untuk menguasai atau menemukan fakta yang lebih banyak (Darsono, 2008:82). Alasan pentingnya keterampilan proses menurut Darsono, (2008: 83) adalah sebagai berikut:

1. guru tidak mengajarkan konsep kepada siswa karena keterbatasan waktu dan guru hanya menggunakan ceramah dalam mengajar sehingga siswa hanya sebatas memiliki pengetahuan namun tidak terbiasa menemukan dan mengembangkan pengetahuan yang didapat;

2. secara psikologis, siswa dalam usia perkembangan lebih mudah memahami konsep bila disertai contoh nyata, dialami sendiri, dan sesuai lingkungan yang dihadapi, sehingga intisari pengetahuan adalah kegiatan fisik maupun mental siswa;

3. perlu adanya pemikiran kritis, sikap ilmiah untuk membuktikan kebenaran teori;

4. pengembangan pengetahuan menyatu untuk membentuk manusia yang cerdas, ulet, terampil, aktif, mandiri, dan memiliki sikap yang diharapkan melalui proses yang dilalui.

Peneliti menyimpulkan bahwa siswa perlu berperan dalam proses belajar sehingga mereka memiliki ketrampilan yang berbeda-beda dalam berproses

(18)

menyelesaikan masalah atau menemukan konsep baru dalam belajar, sehingga siswa tidak hanya sekedar tahu namun paham mengenai konsep tersebut. Indikator dalam keterampilan proses adalah sebagai berikut:

1) mengajukan pertanyaan untuk meminta penjelasan;

2) mengamati dan menemukan fakta yang relevan dan memadai; 3) menafsirkan dan mencatat setiap pengamatan secara terpisah; 4) meramalkan dengan menggunakan pola-pola;

5) mengatur alat atau bahan;

6) menentukan alat atau bahan yang akan digunakan; 7) menggunakan konsep-konsep yang telah dipelajari;

(19)

Menurut peneliti, indikatornya adalah sebagai berikut:

Tabel 2.4 Indikator Keterampilan Proses Tahap-tahap model

STS

Keterampilan Proses Indikator

Inisiasi 1. Mengajukan

Pertanyaan

1. Siswa mencari masalah baru

2. Siswa mengungkapkan pertanyaan

3. Siswa bertanya dengan dorongan dugaan Eksplorasi 2. Mengamati 3. Menafsirkan pengamatan 4. Meramalkan 5. Mengalur alat/bahan 6. Merencanakan penelitian dengan diskusi 7. Berkomunikasi

1. Siswa mencari fakta agar memperoleh konsep

2. Siswa mencatat setiap pengamatan

3. Siswa membuat tahapan pekerjaan yang harus dilakukan

4. Siswa menentukan alat atau bahan yang dapat digunakan

5. Siswa membuat langkah-langkah kerja

6. Siswa mendiskusikan dengan satu kelompok Aplikasi Konsep 7. Menerapkan konsep 1. Siswa menerapkan

konsep-konsep yang telah ada untuk dikaitkan dengan konsep baru

2. Siswa menerapkan konsep pada pengalaman baru untuk menjelaskan yang sedang terjadi

Pemantapan Konsep 9. Respon menjawab pertanyaan

1. Siswa menjelaskan hasil penemuan konsep

(20)

2.1.9 Media Pembelajaran

Media menurut Sanjaya (2012:58) adalah perantara untuk menyampaikan pesan-pesan pendidikan tertentu dari pengirim ke penerima pesan.

Sutikno (2013:106) menyatakan media pembelajaran adalah sesuatu yang dapat membawa informasi dan pengetahuan dalam interaksi yang berlangsung antara pendidik dengan siswa. Definisi lain menurut Sukmana (2013:4) media pembelajaran adalah segala sesuatu yang bisa digunakan dalam sebagai media pembelajaran. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran merupakan suatu perangkat yang digunakan seorang guru dalam proses pembelajar sebagai pembawa pesan yang akan disampaikan guru terhadap peserta didik agar mudah dimengerti.

Media pembelajaran terbagi menjadi 4 jenis menurut Sudjana (2007:3) media pertama adalah media dua dimensi yang berupa gambar-gambar, diagram, foto, dan sejenisnya. Kedua yaitu media tiga dimensi berupa model padat yang dapat dilihat dari tiga sudut pandang. Ketiga, media proyeksi berupa terbagi dalam 3 jenis yaitu media audio yaitu media yang hanya bersumber dari suara, yang kedua media visual yaitu media yanag berasal dari penglihatan dan yang ketiga yaitu media audiovisual merupakan gabungan dari suara dan gambar. Sedangkan dari segi keadaanya media audiovisual dapat dibedakan menjadi 2 yaitu unsur suara dan gambar berasal dari satu sumber (audiovisual murni), dan unsur suara serta gambar tidak berasal dari satu sumber (audiovisual tidak murni). Penggunaan media sebenarnya tidak dipandang dari segi kecanggihannya melainkan dari segi fungsinya yang membantu kemudahan proses belajar

(21)

mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Penggunaan media juga dapat menunjang proses pembelajaran, sehingga perlu adanya media pembelajaran agar siswa dapat menanggapi masalah, mengemukakan masalah baru, belajar melatih merumuskan pendapatnya, (Sadiman, 2007: 16).

2.1.9.1 Alat Peraga

Alat peraga merupakan media visual. Media visual adalah media yang hanya mengandalkan indera penglihatan (Sutikno, 2013:108). Fungsi utama dari alat peraga adalah untuk membantu menanamkan atau mengembangkan konsep yang abstrak, agar siswa mampu menangkap arti sebenarnya dari konsep tersebut (Sudjana, 2013:99). Melalui melihat, meraba dan memanipulasi obyek atau alat peraga maka siswa mengalami pengalaman-pengalaman nyata dalam kehidupan tentang arti dari suatu konsep. Fungsi dan nilai alat peraga dalam proses belajar mengajar menurut Sudjana (2013:99) adalah sebagai berikut:

1. Sebagai alat bantu mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif; 2. Alat peraga merupakan salah satu unsur yang harus dikembangkan guru; 3. Penggunaan alat peraga harus melihat kepada tujuan dan bahan pelajaran; 4. Penggunaan alat peraga dalam pengajaran untuk mempercepat proses belajar

mengajar dan membantu siswa dalam menerima pelajaran;

5. Penggunaan alat peraga, hasil belajar yang dicapai akan tahan lama diingat siswa.

Alat peraga yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat peraga yang dibuat oleh siswa dari kertas karton yang kemudian dilapisi dengan kertas berwarna sehingga alat peraga nampak menarik. Selain itu, alat peraga yang

(22)

digunakan juga berupa kemasan makanan yang berbentuk prisma dan limas. Berikut ini contoh desain alat peraga yang dibuat siswa:

Gambar 2.3 Kerangka Prisma Tegak Segitiga

(23)

2.1.9.2 Lembar Kerja Diskusi Siswa

Sutikno (2013 :58) menyatakan bahwa lembar kerja diskusi adalah media cetak yang berupa lembaran kertas yang berisi informasi berupa soal atau pertanyaan yang harus dijawab siswa. Sedangkan menurut peneliti, lembar kerja diskusi siswa merupakan salah satu jenis media visual yang digunakan untuk mempermudah proses pembelajaran. Secara umum lembar kerja ini merupakan perangkat pembelajaran sebagai pelengkap atau sarana pendukung pelaksanaan pembelajaran. Kelebihan dari penggunaan lembar kerja ini adalah sebagai berikut:

1) meningkatkan aktivitas belajar;

2) mendorong siswa mampu bekerja sendiri;

3) membimbing siswa secara baik kearah pengembangan konsep. 2.1.9.3 Media Presentasi

Media Presentasi merupakan salah satu media audiovisual karena gebungan dari jenis media audio dan visual. Slide presentasi digunakan melalui penggunaan computer. Penggunaan media yang dapat menarik perhatian siswa merupakan cara efektif untuk menyampaikan informasi kepada siswa. Melalui komputer, teknologi informasi memliki potensi besar untuk meningkatkan kualitas pembelajran. Terlebih dalam pembelajran matematika yang memerlukan daya khayal, visualisasi benda abstrak yang sulit difikirkan oleh peserta didik sehingga perlu adanya media (Yusuf, 2010:12). Peneliti menyimpulkan bahwa, penggunaan media presentasi dengan menggunakan softwere microsoft power

(24)

point atau slide presentasi akan lebih memudahkan siswa karena penggunaannya yang mudah, dapat dimengerti dan menarik.

2.1.12 Prestasi Belajar

Prestasi belajar menurut Sukasni at al (2011: 5) adalah beragam kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah ia memiliki pengalaman belajar. Selain itu, menurut Poerwanto (2007:45) memberikan pengertian prestasi belajar yaitu hasil yang dicapai oleh seseorang dalam usaha belajar sebagaimana yang dinyatakan dalam rapot. Sedangkan Hamdu dan Agustina (2011: 3) menyatakan bahwa prestasi belajar merupakan tingkat kemanusiaan yang dimiliki siswa dalam menerima, menolak dan menilai informasi informasi yang diperoleh dalam proses belajar mengajar.

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa prestasi belajar merupakan hasil yang didapatkan siswa dalam memperoleh pengalaman belajar melalui proses belajar yang dilihat melalui nilai yang diperoleh siswa.

Indikator prestasi belajar menurut Sukasni at all (2011: 5) antara lain : 1) Pengetahuan;

2) Kemampuan;

3) Kebiasaan dan keterampilan; 4) Sikap.

Sedangkan menurut peneliti, indikator prestasi belajar antara lain :

1) Pengetahuan berupa informasi atau permasalahan dalam tahap inisiasi berupa fakta dan gagasan;

(25)

2) Kemauan dan kemampuan berupa usaha dan upaya untuk menyelesaikan permasalahan pada saat tahap eksplorasi;

3) Keterampilan dalam berproses untuk memperoleh strategi menyelesaikan soal dalam tahap aplikasi konsep;

4) Kemantapan dalam mengambil sikap secara lisan maupun tindakan dalam pemantapan konsep .

2.1.13 Materi Luas dan Volume Prisma dan Limas

Berikut ini disajikan tabel mengenai standar kompetensi materi, kompetensi dasar dan indikator yang akan dicapai siswa:

Tabel 2.5 Standar kompetensi, Kompetensi Dasar dan Indikator Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Memahami sifat-sifat

kubus, balok, prisma, limas, dan bagian-bagiannya, serta menentukan

ukurannya.

Menentukan,

menghitung luas dan volume prisma dan limas

1. menentukan rumus luas permukaan prisma dan limas; 2. menghitung luas

permukaan prisma dan limas;

3. menentukan rumus volume prisma dan limas;

4. menghitung volume prisma dan limas.

Materi prisma dan limas dengan model STS berpendekatan inkuiri: 1. Tahap inisiasi

Awal pelajaran guru memberi apersepsi kepada siswa untuk mencari benda-benda disekitar yang berbentuk prisma dan limas, serta menanyakan

(26)

cara menghitung luas dan volume prisma limas kemudian membagi siswa menjadi beberapa kelompok

2. Tahap Eksplorasi

Membagi lembar kerja siswa untuk dikerjakan dengan diskusi menemukan rumus luas dan prisma dan limas hingga mendapat rumus seperti dibawah ini: Luas permukaan prisma

= (2 × ) + ( × )

Luas permukaan limas

= + ℎ

Volume prisma = ×

Volume limas = × ×

3. Tahap Aplikasi konsep

Memberi masalah atau persoalan sesuai dengan kehidupan sehari-hari untuk diselesaikan masing-masing kelompok.

4. Tahap Pemantapan konsep

Membahas soal diskusi bersama dan mengilustrasikan pembahasan soal melalui slide agar lebih mudah dimengerti, serta memberi tugas rumah setiap siswa mencari referensi belajar dari internet untuk memanfaatkan teknologi dan perteman terakhir membuat benda dari bahan daur ulang menjadi berbentuk prisma atau limas beserta volumnya yang dapat dimanfaatkan untuk sekitar

(27)

5. Tahap Penilaian

Penilaian dilakukan dari awal pelajaran siswa berdiskusi, menemukan konsep baru,serta soal yang dikerjakan setiap siswa sebagai evaluasi setiap akhir pelajaran.

2.2 Hasil Penelitian Relevan

Penelitian sebelumnya mengenai model STS adalah sebagai berikut: 1. penelitian yang dialakuan oleh Hidayati (2011) hasilnya menunjukkan bahwa

penerapkan pendekatan Science Technology Socity (STS) atau juga sering disebut Sain Teknologi Masyarakat (STM) dapat meningkatkan prestasi belajar IPS denga hasil dari pra tindakan rata-rata nilai 64,87, pada siklus I 71,04, dan siklus II menjadi 75,43.

2. Penelitian lain juga dilakukan oleh Malik Nur Aini A (2012), hasilnya menunjukkan bahwa penerapan pendekatan STS melalui siklus belajar dapat meningkatkan hasil belajar siswa dengan hasil observasi awal rata-rata 74.28 meningkat menjadi 86.47 pada siklus I. Selanjutnya, pada siklus II meningkat menjadi 87.5. Hasil belajar aspek psikomotorik pada observasi awal rata-rata 74.14 meningkat menjadi 76.46 pada siklus I, selanjutnya pada siklus II meningkat menjadi 88.42.

3. penelitian Sari (2013), hasilnya pemakaian metode inkuiri dalam pembelajaran Bahasa Indonesia pada siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Tanjungpinang mampu meningkatkan hasil belajar siswa dari 47 % menjadi 89 %.

(28)

Berbeda dengan penggunaan STS yang ada, pada penelitian ini penggunaan STS dilakukan dengan pendekatan inkuiri dalam pengerjaan LKS. Selain itu, peran science terletak pada soal yang dikerjakan siswa berupa aplikasi kehiupan sehari-hari, teknologi terdapat pada tugas yang diberikan guru agar siswa mencari referensi belajar dari internet kemudian di print out dan dibawa kesekolah. Peran society atau lingkungan terdapat pada diskusi yang dilakukan siswa. Alat peraga dalam penggunaan STS berperan melatih keterampilan proses siswa sehingga siswa termotivasi untuk belajar.

2.3 Kerangka Berpikir

Belajar bukan hanya menghafal tetapi memahami dan mengerti karena belajar merupakan proses untuk mencapai hal yang diinginkan. Belajar matematika diperlukan keuletan dalam mengerjakan soal, bukan sekedar menghafal rumus tetapi perlu mengerti dan memahami maksud rumus tersebut agar mendapat nilai yang diinginkan. Siswa yang mendapat nilai matematika dibawah batas ketuntasan masih lebih banyak daripada siswa yang memperoleh nilai matematika diatas batas ketuntasan. Terlebih lagi pada materi bangun ruang, nilai siswa lebih rendah dari materi lain pada pelajaran matematika.

Hal itu disebabkan kurangnya pemahaman siswa dalam belajar matematika khususnya dalam menerapkan rumus ketika mengerjakan soal. Kurangnya pemahaman dalam menerapkan rumus dikarenakan siswa kurang latihan dan dalam pembelajaran siswa kurang terlibat untuk menemukan rumus atau konsep tersebut. Keterlibatan siswa menemukan rumus atau konsep kurang terlihat karena

(29)

pembelajaran yang dilakukan masih menggunakan model konvensional atau ceramah.

Model konvensional masih memusatkan perhatian dan aktivitas pada guru, sehingga pembelajaran terkesan monoton dan satu arah. Dampak yang timbul dari pembelajaran monoton adalah kurangnya motivasi dan keterampilan proses siswa. Motivasi siswa yang kurang terhadap pembelajaran yang terpusat pada guru, menjadikan siswa kurang antusias dalam belajar matematika. Hal ini dapat mengakibatkan nilai matematika siswa kurang dari batas ketuntasan yang ditetapkan.

Rendahnya motivasi siswa juga berpengaruh pada keterampilan proses yang dimiliki. Keterampilan proses muncul karena siswa sering berlatih mengasah kemampuan yang dimiliki dalam mengerjakan soal dan mencari solusi jawaban dengan cara yang dianggap paling mudah. Siswa yang memiliki keterampilan proses rendah akan kesulitan dalam mengabstraksikan soal-soal aplikatif. Soal aplikatif tersebut sering muncul pada materi bangun ruang.

Materi bangun ruang menuntut siswa untuk dapat mengabstraksikan bangun tiga dimensi ke dalam benda yang dapat dilihat, dan disentuh. Hal ini dirasa sulit bagi siswa karena daya abstraksi yang dimiliki siswa SMP masih belum optimal, sehingga perlu adanya media. Media yang dapat digunakan adalah alat peraga dan media presentasi. Alat peraga dapat memudahkan siswa mengabstraksi bangun ruang, sedangkan media presentasi dapat menarik minat siswa belajar dan mempermudah pembelajaran.

(30)

Penggunaan alat peraga dan media presentasi dapat didukung dengan penggunaan lembar kerja diskusi. Lembar kerja diskusi meningkatkan pemahaman siswa dengan cara siswa mengerjakan soal berdiskusi kelompok. Pembelajaran dengan diskusi, memanfaatkan teknologi, mengaplikasikan soal bangun ruang dalam kehidupan sehari-hari, melatih kemadirian siswa dalam menemukan rumus dapat menggunakan model pembelajaran Science technology society (STS) berpendekatan inkuiri. Penggunaan model tersebut, menjadikan pembelajaran tidak lagi terpusat pada guru melainkan pada siswa.

Model STS berpendekatan inkuiri menekankan siswa untuk terlibat langsung dalam proses pembelajaran yang berkaitan dengan hal-hal yang terjadi pada kehidupan sehari-hari, menemukan sendiri konsep-konsep baru untuk dikembangkan dan dikaitkan dengan konsep sebelumnya ataupun dengan kehidupan sehari-hari. Model STS berpendekatan inkuiri memiliki lima tahap. Tahap pertama dalam model STS yaitu inisiasi, yaitu guru dapat menanyakan kepada siswa mengenai konsep dasar materi dan membagi kedalam beberapa kelompok diskusi.

Tahap kedua yaitu tahap eksplorasi. Tahap ini siswa bebas berkreativitas mengerjakan lembar kerja diskusi. Tujuannya adalah untuk menemukan sendiri rumus-rumus prisma dan limas. Tahap ketiga, yaitu aplikasi konsep dengan mengaitkan rumus yang telah didapat dengan soal-soal yang berkaitan kehidupan sehari-hari.

Tahap keempat adalah tahap pemantapan konsep, siswa berpegang teguh pada konsep yang telah didapatkan sehingga tidak lagi bergantung pada pemikiran

(31)

orang lain dan juga dapat menjelaskan temuan rumus tersebut melalui presentasi. Tahap kelima adalah penilaian. Penilaian yang dilakukan berupa dorongan bagi siswa yang bertujuan untuk siswa mengerjakan tugas semaksimal mungkin karena penilaian bukan dari hasil melainkan melalui proses-proses yang dilalui hingga memperoleh rumus atau konsep baru, sehingga keterampilan proses yang dimiliki siswa lebih meningkat dari sebelumnya.

Adanya model STS berpendekatan inkuiri diharapkan nilai prestasi belajar matematika pada materi bangun ruang khususnya prisma dan limas dapat mencapai ketuntasan yang telah ditetapkan. Penggunaan model ini juga diharapkan motivasi dan keterampilan proses siswa dapat meningkat, siswa senang belajar dengan model tersebut sehingga prestasi belajar akan meningkat.

(32)

PERMASALAHAN SISWA PENYEBAB

SOLUSI YANG DITAWARKAN

Berbantuan

HASIL YANG DIDAPATKAN

Gambar 2.4 kerangka berfikir

Penggunaan Model STS berpendekatan inkuiri efektif Gambar 2.5 Kerangka Berfikir

• Nilai matematika siswa kelas VIII belum mencapai

ketuntasan

• Nilai siswa pada materi

bangun ruang lebih rendah dari materi lain

• Pemahan konsep yang dimilki kurang sehingga sulit

mengaplikasikan konsep

• Pembelajaran terpusat pada guru sehingga keterampilan proses siswa kurang

• Siswa kurang antusias terhadap pembelajaran matematika

• Siswa sulit mengabstraksi bangun ruang dalam soal aplikatif

Penerapan Model STS berpendekatan inkuiri

• Nilai matematika pada materi bangun ruang prisma dan limas mencapai ketuntasan

• Nilai matematika siswa materi prisma limas meningkat

• Siswa lebih antusias dan terampil dalam belajar matematika

• Siswa senang belajar menggunakan model STS berpendekatan inkuiri

• Media Presentasi Alat Peraga

(33)

2.4 Hipotesis

Berdasarkan latar belakang dan kerangka fikir diatas, peneliti mempunyai hipotesis sebagai berikut:

1. penggunaan model STS dengan pendekatan inkuiri materi prisma dan limas terhadap prestasi belajar siswa kelas VIII efektif, dapat dilihat dari:

a. penggunaan model STS dengan pendekatan inkuiri materi prisma dan limas prestasi siswa kelas VIII mencapai ketuntasan;

b. terdapat pengaruh antara motivasi, dan keterampilan proses terhadap prestasi belajar siswa kelas VIII;

c. terdapat perbedaan antara prestasi belajar siswa yang menggunakan model STS dengan pendekatan inkuiri terhadap prestasi belajar siswa yang menggunakan model konvensional.

2. Respon siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan oleh guru menggunakan model STS dengan pendekatan inkuiri sangat baik, sehingga siswa merasa senang belajar dengan model tersebut.

Gambar

Gambar 2.2 kebutuhan pokok manusia menurut Maslow dalam (Majid, 2013:314)  Kebutuhan pokok diatas dapat diuraikan sebagai berikut:
Gambar 2.3 Kerangka Prisma Tegak Segitiga

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian 1 (Gaol , 2016) Pengaruh Governance terhadap Pertumbuhan Ekonomi di ASEAN  Pertumbuhan ekonomi  Good governance yang diukur menggunakan indikator

Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dilakukan untuk membantu para ibu-ibu dan remaja putri untuk meningkatkan kesehatan keluarga dengan mengurangi pengeluaran

Generator fungsi ini mampu menghasilkan gelombang sinus dan kotak sampai 65Khz Desain juga berhasil menunjukkan hasil yang diinginkan yaitu selisih antara

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan dan pernyataan tertulis kepada ibu rumah tangga RW 06 Kelurahan Kapuk

Gambar 9 Indeks keanekaragaman anakan alam pada rumpang penelitian Pada rumpang hutan terdapat kesesuaian ekologis jenis tumbuhan atau peran jenis (relung/niche) terutama karena

Indikator Kinerja Program (Outcome) dan Kegiatan (Output) Target Kinerja Sasaran Satuan Tahun 2021 Penyusunan LAKIP, LKPJ, TAPKIN dan LPPD jumlah dokumen

ABDUR ROKHIM, Sp.PD.. SATRIA JATI

Penelitian dengan judul Penentuan Umur Panen Tiga Varietas Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) Berdasarkan Akumulasi Satuan Panas ini dilaksanakan di Kebun