BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Jepang merupakan salah satu negara yang memiliki beragam budaya, diantaranya keberagaman dalam bentuk tarian, makanan, budaya, olahraga, dan banyak hal yang bisa ditemukan dari negara Matahari terbit ini. Nilai kebudayaan yang dijunjung dan dijaga menjadi nilai khusus bagi penduduk Jepang. Penduduk Jepang bangga akan kebudayaan yang mereka miliki. Permainan-permainan rakyat masih terpelihara dengan baik meskipun zaman semakin berkembang. Permainan rakyat Jepang dapat dibagi dua bagian besar yaitu permainan untuk bermain dan permainan untuk bertanding.
Permainan untuk bertanding mempunyai lima sifat khusus yaitu 1) terorganisasi, 2) bersifat perlombaan (competitive), 3) harus dimainkan paling sedikit setidaknya oleh dua orang peserta, 4) mempunyai kriteria siapa yang menang dan siapa yang kalah, 5) mempunyai peraturan permainan yang telah disepakati bersama oleh para pesertanya (Danadjaja, 1994:171).
Permainan bertanding dapat dibagi lagi kedalam beberapa golongan seperti: 1) permainan bertanding yang bersifat ketrampilan fisik, 2) permainan bertanding yang bersifat siasat, 3) permainan bertanding yang bersifat untung-untungan (Danandjaja, 1994:171).
Salah satu permainan bertanding yang ada dalam masyarakat Jepang hingga masa sekarang adalah olahraga tradisional yang mereka miliki yaitu sumo. Sumo (相撲) merupakan olahraga saling dorong antara dua orang pesumo (rikishi)
yang berbadan gemuk hingga salah seorang rikishi didorong keluar dari lingkaran atau terjatuh dengan bagian badan selain telapak kaki menyentuh tanah di bagian dalam lingkaran. Rikishi perlu berbadan besar dan gemuk karena semakin tambun seorang rikishi sumo semakin besar pula kemungkinannya untuk menang.
Sumo adalah olahraga yang sangat kuno dan sudah dipertandingkan sejak berabad-abad yang lalu. Tidak ada yang benar-benar yakin kapan muncul, tetapi ada bukti bahwa pertandingan sumo diselenggarakan sebagai bagian dari penanaman festival padi di Jepang kuno, dua atau tiga ribu tahun yang lalu. Menurut Nihon Shoki, buku sejarah tertua di Jepang, pada tahun 642 seorang bangsawan bernama Hakusai (atau Hakuzai) mengatur festival sumo untuk merayakan pembukaan kuil baru yang telah ia bangun. Ini adalah catatan tertulis pertama dari pertandingan sumo. Sumo telah ada sejak periode Nara (646-796) dan telah menjadi olahraga professional pada permulaan periode Edo (1600-1868) (Danandjaja, 1997:201). Nihon Shoki mencatat pertandingan sumo terkenal di akhir periode Nara, antara dua juara terbesar pada zaman itu Nominosukune dan Taimanokehaya.
Sumo tampaknya telah dimulai sebagai bagian dari perayaan keagamaan untuk berdoa bagi panen yang baik, tapi selama bertahun-tahun itu perlahan-lahan berkembang dan dikembangkan. Selama lebih dari 300 tahun, sampai tahun 1174, sebuah festival sumo diselenggarakan di Kyoto setiap tahun pada 7 Juli, untuk menghibur Kaisar. Pada masa Kamakura (1185-1336) sumo digunakan sebagai latihan kemiliteran yaitu sebagai salah satu teknik latihan yang dipergunakan selama peperangan berlangsung. Pada tahun 1300an dan 1400an, sumo sudah menjadi bagian dari perayaan keagamaan. Selama Sengoku jidai (usia
negara-negara berperang), banyak rikishi sumo pada masa tersebut, dan beberapa daimyo mendirikan aula pelatihan khusus untuk melatih rikishi muda. Selain itu diadakan pertandingan antara rikishi yang didukung oleh panglima perang yang bersaing.
Olahraga sumo juga mempunyai daya tarik tersendiri, hal ini dikarenakan dalam pertandingan sumo memiliki ritual-ritual (upacara) yang unik dan bahkan ritual-ritual ini berjalan lebih lama daripada pertandingan sumo itu sendiri. Ritual-ritual ini tidak terlepas dari pengaruh agama Shinto yang cukup lekat dalam masyarakat Jepang. Shinto pada mulanya adalah kepercayaan yang muncul dengan sendirinya di kalangan masyarakat Jepang dapat dikatakan merupakan kepercayaan rakyat.
Bagi orang luar kekhasan olahraga ini terletak pada bentuk dari para pemainnya yang sangat gemuk, seluruh tubuhnya dipenuhi oleh lemak sehingga otot-otot tubuhnya hampir tidak kelihatan lagi. Kesan ini menjadi lebih kuat lagi karena mereka boleh dikatakan dalam keadaan telanjang bulat pada saat bertanding rikishi tidak memakai apapun kecuali memakai kain cawat (mawashi) sebagai penutup tubuhnya (Danandjaja, 1997:200).
Olahraga sumo dipertandingan di sebuah arena yang disebut dohyo. Dalam setahun ada enam turnamen besar yang diadakan yang disebut Grand
Tournaments. Grand Tournaments dilaksanakan di beberapa kota di Jepang pada
bulan-bulan tertentu. Berdasarkan hasil dari pertandingan tersebut disusun sebuah daftar peringkat rikishi yang disebut Banzuke. Sistem peringkat ini telah digunakan sejak zaman Edo. Peringkat rikishi dapat naik atau turun berdasarkan hasil dari pertandingan yang dijalaninya. Peringkat tertinggi yang ingin dicapai oleh setiap rikishi yaitu menjadi yokozuna (juara agung). Tetapi terlebih dahulu
harus menjalani pertandingan-pertandingan untuk menaikkan peringkat yang lebih tinggi.
Di setiap pertandingan sumo selalu menarik perhatian banyak orang. Tidak hanya masyarakat yang menonton pertandingan secara langsung, tetapi juga seluruh stasiun televisi dan radio di seluruh Jepang meliput pertandingan sumo secara langsung. Pertandingan sumo ini telah menjadi acara agenda tahunan stasiun televisi dan radio di seluruh Jepang.
Berdasarkan penjelasan yang diatas penulis tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang olahraga tradisional kebanggaan masyarakat Jepang ini sehingga penulis membahasnya melalui skripsi yang berjudul “ SISTEM KENAIKAN PERINGKAT DALAM SUMO ”.
1.2. Perumusan Masalah
Sumo (相撲) adalah olahraga saling dorong antara dua orang rikishi yang
berbadan gemuk sampai salah seorang didorong keluar dari lingkaran atau terjatuh dengan bagian badan selain telapak kaki menyentuh tanah di bagian dalam lingkaran. Sumo olahraga asli Jepang dan sudah dipertandingkan sejak berabad-abad yang lalu. Pada literatur klasik Jepang berabad-abad ke-8 Masehi, bentuk awal sumo dikenal dengan sebutan Sumai. Sumo memiliki berbagai upacara dan tradisi unik yang sangat menarik bila dilihat, salah satunya adalah menyebarkan garam sepanjang pertandingan untuk mengusir bala. Rikishi (pesumo) perlu berbadan besar dan gemuk karena semakin tambun seorang rikishi sumo semakin besar pula kemungkinannya untuk menang.
Tidak hanya ukuran badan rikishi yang mempengaruhi hasil pertandingan tetapi teknik yang dipergunakan rikishi juga sangat berpengaruh dalam memberikan hasil di atas arena. Ada beberapa teknik yang tidak diperbolehkan untuk dipergunakan karena dianggap berbahaya. Selain itu, sumo juga memiliki berbagai ciri khas yang menjadi hal yang unik dan menjadi perhatian bagi orang luar seperti arena (dohyo), kain cawat (mawashi), rencengan tali (sagari), wasit (gyoji), atap arena (yakata). Di beberapa negara tetangga Jepang seperti Mongolia dan Korea juga terdapat olahraga gulat tradisional yang mirip dengan sumo.
Dalam sumo terdapat peringkat-peringkat rikishi yang dibagi dalam beberapa divisi. Peringkat tertinggi yang dapat diperoleh oleh seorang pesumo adalah peringkat yokozuna (juara agung). Sedang pesumo (rikishi) pemula berada pada divisi paling bawah yaitu jonokuchi. Rikishhi dapat naik ke divisi yang lebih tinggi apabila memnuhi syarat yang telah ditentukan. Ini merupakan proses yang bertahap.
Berdasarkan uraian yang di atas, penulis mencoba menjawab masalah yang dirumuskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :
1. Bagaimana sejarah munculnya sumo di Jepang?
2. Bagaimana perkembangan sumo di Jepang pada masa sekarang? 3. Bagaimana sistem kenaikan peringkat dalam sumo?
1.3. Ruang Lingkup Pembahasan
Dalam penulisan skripsi ini penulis membatasi ruang lingkup pembahasan yang lebih difokuskan kepada sistem kenaikan peringkat rikishi dalam olahraga
sumo. Hal ini dimaksudkan agar masalah penelitian tidak terlalu luas dan bekembang jauh,sehingga penulisan dapat lebih terarah dan terfokus.
Untuk mendukung masalah tersebut, penulis akan membahas terlebih dahulu tentang sejarah lahirnya olahraga sumo yang memiliki sejarah yang menarik dan perkembangan sumo yang ada di Jepang dewasa ini. Juga akan dibahas peringkat yang ada dalam sumo dan pertandingan-pertandingan yang terdapat dalam sumo.
1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1. Tinjauan Pustaka
Olahraga adalah aktivitas untuk melatih tubuh tidak hanya secara jasmani tetapi juga rohani. Olahraga membuat keadaan fisik seseorang menjadi lebih kuat dan memiliki ketahanan yang lebih lama terhadap suatu kondisi tertentu. Seiring dengan perkembangan zaman maka ragam bentuk olahraga pun berkembang lebih beraneka. Hal tersebut tidak terlepas dari kebudayaan suatu masyarakat. Melville J. Herkovits dan Bronislaw Malinowaki mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herkovits memandang kebudayan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Edward B. Taylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, huku m, adat istiadat,dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi
berpendapat, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa dan cipta masyarakat (Wikipedia Indonesia).
Jepang memiliki beberapa olahraga tradisional yang salah satunya adalah sumo. Sumo (相撲) merupakan permainan bertanding tradisional Jepang yang
bersifat ketrampilan fisik dalam olahraga gulat yang unik (Danadjaja 1997:201). Taylor (1997:126) mengatakan sumo adalah gulat khas Jepang yang merupakan olahraga sederhana, dilengkapi dengan upacara ritual yang dipimpin oleh wasit (gyoji). Dalam pertandingan sumo terdapat upacara ritual yang dipergunakan yaitu agama Shinto. Shinto berarti jalannnya para dewa (Webb 1989:142).
Rikishi sumo (rikishi) dengan ciri khas berbadan gemuk berbobot tubuh
137 kg dan ada juga yang mencapai 200 kg. bila mencapai tingkat yokozuna bukan hanya uang saja yang diperoleh tetapi kepopulerannya melebihi seorang artis ternama (Danadjaja, 1997:205).
1.4.2. Kerangka Teori
Setiap penelitian memerlukan landasan atau kejelasan berpikir dalam memecahkan masalah atau menyorotinya. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti (Nawawi,2001 : 39-40).
Kerangka teori menurut Kontjaraningrat (1976:1) berfungsi sebagai pendorong proses berpikir deduktif yang bergerak dari bentuk yang abstrak kedalam bentuk yang nyata. Soekanto (2003:27) berpendapat, suatu teori pada hakikatnya merupakan hubugan antara dua fakta atau lebih, atau pengaturan fakta
mengembangkan fakta, membiba struktur konsep-konsep serta mengembangkan definisi-definisi yang penting untuk penelitian.
Penelitian ini lebih mengarah pada penelitian kebudayaan. Budaya menurut sir Edward B.Taylor dalam Ben Haryo (2005:14) adalah seluruh kompleksitas yang terbentuk dalam sejarah dan diteruskan dari generasi ke generasi melalui tradisi yang mencakup sosial, ekonomi, hukum, agama, seni, teknik, kebiasaan, dan ilmu kebudayaan selalu bersifat sosial dan historik.
Menurut kontjaraningrat(1980:192) menyatakan kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Masih menurut Kontjaraningrat, kebudayaan terdiri atas 3 wujud:
1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.
2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan dari manusia dalam masyarakat.
3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1. Tujuan Penulisan
Dalam sebuah penelitian haruslah memiliki suatu tujuan. Maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui sejarah munculnya sumo di Jepang. 2. Untuk perkembangan sumo di Jepang pada masa sekarang.
1.5.2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Manfaat penelitian antara lain:
1. Menambah pengetahuan dan wawasan tentang sejarah munculnya sumo di Jepang.
2. Menambah pengetahuan dan wawasan tentang perkembangan sumo di Jepang.
3. Menambah pengetahuan dan wawasan tentang sistem kenaikan peringkat
rikishi.
1.6. Metode Penelitian
Sebuah penelitian membutuhkan metode sebagai penunjang untuk mencapai tujuan. Metode adalah bentuk/cara melaksanakan penelitian. Maka dalam penulisan skripsi ini digunakan metode deskriptif. Menurut Koentjaraningrat (1976:30), penelitian yang bersifat deskriptif yaitu memberikan gambaran secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu.
Selanjutnya dalam pengumpulan data-data penelitian ini, digunakan teknik studi kepustakaan (library research). Studi kepustakaan merupakan suatu aktifitas yang sangat penting dalam kegiatan penelitian yang ditujukan untuk mewujudkan jalan memecahkan masalah penelitian. Beberapa aspek penting perlu dicari dan digali, meliputi: masalah, teori, konsep dan penarikan ksempulan dan saran (Nasution 2001:14). Dalam memecahkan permasalahan penelitian, penulis
mengumpulkan, menyusun, mengklasifikasikan, mengkaji serta menginterpretasikan seluruh data yang ada. Berdasarkan teknik studi kepustakaan, penulis mengambil sumber acuan dari berbagai buku dan artikel yang berkaitan dengan sumo, sejarah Jepang serta buku-buku panduan lain yang ada hubungannya dengan permasalahan yang dibahas. Disamping itu, penulis juga menggunakan media internet untuk mengambil data yang berkaitan dengan pembahasan.