• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah swt, yang telah memberikan rahmatnya melimpah ruah di dunia ini. Tanpa campur tangan-nya skripsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KATA PENGANTAR Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah swt, yang telah memberikan rahmatnya melimpah ruah di dunia ini. Tanpa campur tangan-nya skripsi"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)



Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah swt, yang telah memberikan

rahmatnya melimpah ruah di dunia ini. Tanpa campur tangan-Nya skripsi ini tidak mungkin terwujud. Shalawat dan salam untuk kekasih kita Nabi Muhammad Saw. Yang menuntun kita untuk menapaki jalan yang lurus. Kehidupan manusia adalah perpindahan dari fase kepada fase lainya. Kenyataannya, hambatan menjadi lambang dari tingkat kesadaran dan kesabaran manusia dalam menapaki setiap titian fase kehidupan. Untuk menghargai fase yang telah dilaluitiada banyak kata yang penulis ucapkan disini, selain rasa syukur yang cukup mendalam dan ucapan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada orang-orang yang telah berperan dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis sadar tanpa bantuan dan bimbingan dari orang lain skripsi ini tidak akan selesai. Oleh karna itu penulis akan mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Dr. Ridha Ahida, M. Hum. Selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi yang telah memberikan fasilitas kepada penulis dalam menuntut ilmu di IAIN Bukittinggi.

2. Bapak Dr. Asy‘ari, S. Ag, M. Si, selaku Wakil Rektor I, serta bapak Novi Hendri, M. Ag, selaku Wakil Rektor II, dan Ibu Dra. Nuraisyah, M. Ag, selaku Wakil Rektor III Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi, yang telah memberikan fasilitas kepada penulis dalam menuntut ilmu di IAIN Bukittinggi.

(8)
(9)

3. Dr. H. Nunu Burhanuddin, Lc. M. Ag. Selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) IAIN Bukittinggi yang telah memberikan fasilitas kepada penulis dalam menuntut ilmu di IAIN Bukittinggi.

4. Bapak Dr. Wedra Aprison, M. Ag, selaku Wakil Dekan I, serta bapak Charles, M. Pd. I, selaku Wakil Dekan II, dan bapak Drs. Khairuddin, M. Pd, selaku Wakil Dekan III Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi, yang telah memberikan fasilitas kepada penulis dalam menuntut ilmu di IAIN Bukittinggi

5. Bapak Fauzan, M. Ag. Selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam. Terimakasih atas nasehat dan motivasi untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih bapak.

6. Bapak Dr. H. Nunu Burhanuddin, Lc. M. Ag. Selaku pembimbing satu skripsi ini. Yang telah meluangkan waktu ditengah kesibukannya, komentar, catatan dan saran yang konstruktif untuk skripsi ini. Terimakasih.

7. Bapak Mindani, M. Ag. Selaku pembimbing dua sekripsi ini. Yang telah meluangkan waktu, komentar, masukan, saran untuk skripsi ini. Terimakasih bapak.

8. Bapak Dr. Iswantir, M. Ag. Selaku pembimbing akademik yang telah bayak memberikan saran selama penulis menimba ilmu di IAIN Bukittinggi. Terimakasih bapak.

9. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmunya semoga ilmu yang diberikan bermanfaat untuk dunia dan akhirat. Terimakasih.

(10)

viii

10. Bapak dan Ibu StafFakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Bukittinggi atas segala layanan Administrasi penulis. Terimakasih.

11. Kepada kedua orang tua penulis (ayah Zakaria. A dan Ibu Sapiah), yang tidak pernah lelah mendoakan dan mendorong penulis untuk melanjutkan pendidikan. Tanpa doa dan restu mereka berdua mungkin penulis tidak akan dapat menyelesaikan studi ini. Terimakasih atas doa dan dorongannya.

12. Kepada saudara kandung penulis, (abang Muslim, Saipul Lani. Adik penulis, Salmiyati, Agustiranda, Sopiana. Terimakasih atas semua kebaikan, doa dan motivasi untuk terus semangat menyelesaikan pendidikan ini. Terimakasih yang sedalam-dalamnya.

13. Kepada pabak H. Ahmad Rivani, Lc. S. Sos. Dan istri Ibu Yenny Alfawati, Lc. (Pekanbaru). dan Ibu Armainistri (Bukittinggi). Yang terus memberikan semangat, nasehat, motivasi, dukungan seperti anak kandung sendiri. Dan yang lainya yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu.

14. Teman-teman jurusanPendidikan Agama Islamangkatan 2013, dan semua yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terimakasih.

15. Teman-teman Ikatan Pemuda Pelajar Mahasiswa Riau (IPPMR) Bukittinggi. Terima kasih.

16. Pengurus Masjid Darul Falah Aur Kuning. Terimakasih.

17. Kepada Ibuk Silviana Juita, S. Pd. Terimakasih atas segala kebaikan, motivasi, nasehat yang diberikan selama ini. Jazaakumullah.

(11)

18. Pengurus masjid Al-Barqah Belakang Balok, ibu-ibu Majlis Ta‘lim dan semua jamaah. Atas dukungan yang diberikan. Terimakasih.

19. Semua teman-teman seperjuangan penulis dari IPPMI (Ikatan Pemuda Pelajar Mahasiswa Inhil) Tembilahan. Terimakasih.

20. Serta seluruh pihak yang telah membantu kelancaran penulisan skripsi ini. Penulis ucapkan ribuan terimakasih.

Akhirnya penulis mengucapkan semoga semua kebaikan yang diberikan mendapat ganjaran yang terbaik disisi Allah swt. Dan menjadi amal ibadah buat kita semua. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Aamiin.

Bukittinggi, Agustus 2017 Penulis

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i

HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

PERSEMBAHAN... iv MOTTO ... v KATA PENGANTAR ... vi DAFTAR ISI... x ABSTRAK ... xii BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. IdentifikasiMasalah ... 8 C. Rumusan Masalah ... 8 D. BatasanMasalah ... 9 E. TujuanPenelitian ... 9 F. KegunaanPenelitian ... 9 G. Penjelasan Judul ... 10 H. Sistematika Penulisan... 11 I. Kajian Relevan ... 11

BAB II KAJIAN TEORITIK ... 18

A. Integrasi-Interkoneksi... 18

B. Ilmu Pendidikan Islam... 30

a. Al-Qur‘an ... 36

b. As- Sunnah... 39

c. Ra‘yu ... 41

D. Selayang Pandang M. Amin Abdullah ... 43

1. Setting Pemikiran M. Amin Abdullah ... 44

2. Riwayat Karir dan Organisasi... 44

3. Karya-Karya Intelektual ... 45 x

(13)

xi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 47

A. JenisdanSifatPenelitian... 47

B. MetodePenelitian ... 47

C. Teknik Penulisan ... 48

D. Teknik Pengumpulan Data ... 48

a. Sumber Primer ... 48

b. Sumber Sekunder ... 49

E. Metode Analisis Data ... 51

1. Metode berpikir deduktif ... 52

2. Metode berpikir induktif ... 53

BAB IV HASIL PENELITIAN... 55

A. Pemikiran Amin Abdullah Tentang Teori Integrasi-Interkoneksi Ilmu Pendidikan Islam... 55

B. Titik Temu Integrasi - Interkoneksi Ilmu Pendidikan Islam 63 a. Paradigma Normativitas dan historisitas ... 64

b. Paradigma Integrasi-interkoneksi ... 68

c. Hubungan integrasi-interkoneksi ... 71

C. Analisis pemikiran integrasi-interkoneksi ilmu pendidikan islam ... 80

BAB V PENUTUP... 87 A. Kesimpulan ... 87 B. Saran ... 88 DAFTAR KEPUSTAKAAN LAMPIRAN BIODATA PENULIS

(14)
(15)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Ilmu pengetahuan dan pendidikan agama menjadi bagian penting bagi umat Islam karena mereka percaya bahwa menjalankan agama harus mengetahui ajaran-ajarannya agar tidak melanggar dogma dan norma di dalamnya. Agama sebagai landasan dari segala tindak tanduk manusia harus menjadi acuan penting sebagai bentuk mentaati perintah dan menjauhi larangan Allah SWT.

Sebab itu ajaran agama berlaku secara umum dalam aktifitas rutin sehari- hari umat Islam yang berkesinambungan tanpa henti, dimulai dari bangun tidur sampai tidur kembali, dari pranatal sampai manula, dan berlaku bagi kalangan elit-intelektual maupun orang biasa, awam, keluarga kaya maupun miskin, di desa maupun di kota.1

Pentingnya ilmu pengetahuan Islam diimplementasikan dalam kurikulum di sekolah-sekolah. Hal ini terlihat dalam tradisi keilmuan di negara-negara yang mayoritas Islam dengan mamasukkan kurikulum ilmu agama sebagai perangkat keilmuan yang memfokuskan pada bidang teologi (aqidah), moralitas (ahklaq), dan ibadah (ubudiyah) yang dikaji langsung dari sumber dogma Islam, Al-Qur‘an dan Hadits. Tiga tema itu menjadi fokus kajian utama

1

M. Amin Abdullah, Pendidikan Agama Era Multi Kultural Multi Religious, (Jakarta:PSAP, 2005), hal. 67

(16)

2

dalam pengetahuan Islam sehingga ilmu pengetahuan diluarnya dianggap tidak begitu penting.2

Pendidikan Islam umunya diartikan sebagai pendalaman agama (tafaqquh

fi al-din) semata. Ilmu-ilmu mengenai al-Qur‘an, hadits dan turunan-

turunannya (termasuk ilmu tarbiyah) diberi label ilmu-ilmu agama, sementara ilmu antronomi, botani, kimia, fisika, matematika, sejarah, sosiologi, ilmu politik, dan sebagainya di anggap sebagi sains atau ilmu umum, di anggap sekuler atau duniawi belaka. Persoalan baru muncul kepermukaan ketika aktivitas ilmu pengetahuan dan pendidikan Islam dihadapkan pada refleksi krisis kesejahteraan umat Islam dan perkembangan ilmu pengetahuan umum dan teknologi yang begitu pesat. Hal ini menimbulkan dikotomi antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum.

Diakui atau tidak, perubahan ritme sejarah peradaban manusia merupakan akibat lansung dari prestasi umat manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Dalam batas-batas tertentu, perkembangan iptek dirasakan oleh banyak agamawan sebagai tantangan riil, bahkan ancaman bagi kelestarian nilai-nilai kehidupan budaya dan agama yang dari dahulu dipelihara

2

Dalam prakteknya, untuk sekolah dan perguruan tinggi yang berada di bawah Kementrian Agama menerapkan lebih banyak lagi varian ilmu-ilmu agama yang diajarkan kepada para siswa, seperti sejarah kebudayaan Islam, akidah akhlak, fiqh, Qur‘an hadits, bahasa Arab, Ilmu Tajwid, dan lain sebagainya. Hal ini berbeda dengan penerapan ilmu agama di sekolah yang dibawah kementerian Pendidikan Nasional yang hanya menggunakan nama mata pelajaran pendidikan agama Islam saja. Beragam keilmuan yang berkembang dalam Islam diperas menjadi lebih singkat dan padat. Hal ini sebagai bentuk dikotomi dalam praktik pendidikan agama di Indonesia.

(17)

dan diawetkan secara kultural oleh para agamawan dan budayawan di seluruh dunia.3

Dikotomi ilmu-ilmu naqliyah aqliyah memiliki akar sejarah yang panjang, dan rujukan teks agama yang banyak, sehingga pendidikan Islam diyakini sudah lengkap, komprehensif dan holistik (syumuli) dan cukup dengan dirinya sendiri (self-sufficient). Pendidikan Islam di anggap sebagai Islam itu sendiri, tidak memerlukan pemikiran ulang dan pembaharuan melalui intraksi, dialog, dan pemerkayaan. Padahal Islam sebagai agama dan islam sebagai ilmu tidak selalu identik.4 Hal ini telah dibuktikan oleh para pemikir Islam masa lalu yang menjadikan Islam sebagai penyemangat untuk mengebangkan ilmu pengetahuan.

Salah satu sebab mengapa belum ada satu konsep pendidikan Islam yang universal di sepanjang zaman dan segala tempat karena ilmu telah diklasifikasi secara terpisah. Meskipun ada upaya menggabungkan din dan dunya, atau

akhirat dan dunya, pemahaman dan penerapannya berbeda-beda dan berubah

sesuai perkembangan zaman. Dikotomi ilmu dan fokus pada ilmu-ilmu yang dianggap sebagai ilmu agama saja, menyisakan pekerjaan yang terbengkalai untuk meraih dan menguasai dunia modern dari perspektif Islam yang terpadu.

3

M. Amin Abdullah, Pendidikan Agama Era Multi Kultural. hal. 69-70.Sebanarnya, bukan hanya Islam saja yang gelisah dengan adanya dikotomi ilmu agama. Menurut Zainal Abidin Baghir, kegelisahan itu terjadi juga dalam Kresten. Sebab itu, Islam dan Kristen pun sama-sama melakukan upaya integrasi terhadap sains dan agama. Lebih lengkap lihat Zainal Abidin Bagir, Riwayat Barbour, Riwayat “sains dan Agama”, dalam pengantar Ian G. Barbour, Juru Bicara Tuhan: antara Sain dan Agama, (Jakarta: Bandung, 2002), hal. 29-38

4

Muhammad Ali, Mengembangankan Pendidikan Islam Saintific, Makalah Ini Di Sampaikan Pada Seminar Nasional Membangun ―Paradigma Pendidikan Islam Berbasis

Saintifik”, Fakultas Tarbiyah Dan Ilmu Keguruan, Di Istana Bung Hatta Bukittinggi. (IAIN

(18)

4

Menurut Sayyed Hussen Nasr, sebagaimana yang dikutip Azyumardi Azra salah satu faktor kebingungan dan ketidakaturan di dunia pendidikan Islam saat ini adalah taqlid terhadap model-model Barat yang digabungkan secara ad hoc dengan sistem tersisa dari masa lalu, madrasah. Menurut Nasr, tujuan semua sains Islam menunjukkan kesatuan kesalingterkaitan segala sesuatu yang ada, manusia dan kosmos, yang berasal dari kesatuan tuhan (the

divine principle). Bagi Nasr, sistem pendidikan dan lembaga-lembaga

pendidikan meliputi klasifikasi ilmu, seperti yang di lakukan Al-Farabi dan Ibnu Khaldun, perguruan tinggi, observatories, rumah sakit, dan pusat-pusat sufi. Ilmu-ilmu yang berkembang dalam peradaban Islam, menurut Nasr, termasuk kosmologi, geografi, natural history, fisika, matematika, astronomi, medicine, dan kedokteran, ilmu-ilmu homaniora (science of man), kimia, dan filsafat.5

Upaya menghapus dikotomi ilmu agama dan sains semakin kuat era mellenium ini. Ismail Ragi Al-Faruqi, mempromosikan Islamisasi sains (Islamiyyat al-ma‟rifah) sejak awal 1980-an, karna menurutnya sains modern tidak netral dan karenanya harus ―diislamkan‖ dengan memasukkan prinsip

tauhid. Tauhid bagi Al-Faruqi, menyatukan peradaban Islam. Islam

mengandung semua jenis ilmu, bertentangan dengan barat sekuler. Untuk itulah di perlukan penyatuan epistemologi keilmuan sebagai sarana untuk mengantisipasi perkembangan zaman yang serba kompleks dan tidak terduga pada mellenium ketiga ini serta tanggung jawab kemanusiaan bersama secara

5

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Melenium Baru, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hal. 28-29

(19)

global dalam mengelola sumber daya alam yang serba terbatas dan sumber daya manusia yang berkualitas.6

Sedangkan di Indonesia, upaya mempersatukan agama dan sains itu juga semakin gencar dilakukan oleh para cendekia pasca pengenalan pendekatan baru dalam kajian ilmu agama yang diplopori oleh mentri agama Mukti Ali pada 1970-an. Hingga saat ini, dialektika keilmuan itu terus mengalami reinterpretasi terhadap epistemologi keilmuan Islam dan restrukturasi dalam lembaga pendidikan Islam. Di antara mereka tercatat nama Mulyadi Kartanegara, M. Amin Abdullah, Azyumardi Azra, Komaruddin Hidayat, dan lainnya. Pemikiran mereka telah memberikan kontribusi positif bagi perpaduan Islam dan sains di Indonesia dengan menawarkan epistemologi yang khas Indonesia, sentesis ilmu Timur dan Barat dalam ramuan lokal dan nasional Indonesia.7

Salah satu tokoh yang cukup berperan dalam perjumpaan Islam dan sains ini ialah M. Amin Abdullah (selanjutnya akan disebut Amin Abdullah). Ia gencar mengenalkan konsepnya tentang integrasi Islam dan sains ketika menjabat sebagai Rektor Institut Agama Islam Negeri (kini menjadi Universitas Islam Negeri) Sunan Kalijaga Yogyakarta. Hubungan ilmu dan agama tidaklah dibatasi oleh tembok atau dinding tebal yang tidak memungkinkan untuk berkomonikasi, tersekat atau terpisah sedemikian ketat

6

M. Amin Abdullah, dkk. Menyatukan Kembali Ilmu-Ilmu Agama dan Umum: Upaya

Mempertemukan Epistemologi Islam, (Yogyakarta: Suka Press, 2003), hal. 6

7

Hasbi Amiruddin, Usman Husen, Integasi Ilmu Dan Agama, (Banda Aceh: Yayasan PeNA & AR-Raniry Press), hal. 8

(20)

6

dan rigitnya, melainkan saling menembus, saling merembes, saling menembus secara sebagian, dan bukannya secara bebas dan total.

Masih tampak garis batas demarkasi antar bidang disiplin ilmu, namun ilmuan antar berbagai disiplin tersebut saling membuka diri untuk berkomonikasi dan saling menerima masukan dari disiplin di luar dirinya. Hubungan saling menembus ini dapat bercorak klarifikatif, komplementatif,

afirmatif, korektif, verifikatif, maupun transformatif.8 Menurut Amin Abdullah,

ilmu agama dan non keagamaan secara metaforis mirip-mirip dengan ―jaring laba-laba‖ (spider web), dimana antar berbagai disiplin yang berbeda tersebut saling berhubungan dan berintraksi secara aktif-dinamis,yaitu corak hubungan antar barbagai disiplin dan metode keilmuan tersebut bercorak integratif- interkonektif.9

Memang diakui bahwa adanya spesialisasi ilmu adalah sebuah keniscayaan, karena keterbatasan manusia untuk mengetahui semuanya, walaupun objeknya adalah sama yaitu alam. Akan tetapi efek dari bentuk spesialisasi tersebut ternyata juga membawa dampak yang negatif, terjadi suatu arogansi, ketika dihadapkan pada problem-problem realitas kemasyarakatan. Mulanya hanya dalam tataran berpikir-teoretis keilmuan yang bersifat abstrak, tapi pada ujungnya juga berdampak pada tataran bentuk konflik praktis-sosiologis. Contoh, seorang ahli ilmu fiqih akan merasa kebingungan jika dihadapkan pada konteks sosiologis, ahli

8

M. Amin Abdullah, Agama, Ilmu dan Budaya Relevansi Dan Konstribusi Paradigma

Integrasi-Interkoneksi Ilmu Dalam Pendidikan Islam Kontemporer, di sampaikan dalam

Seminar Nasional tentang ―Pendidikan Islam Berbasis Saintifik Dan Budaya‖, Fakultas Tarbiyah Dan Ilmu Keguruan, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi, Di Istana Bung Hatta. 4 November 2015, hal. 7

9

M. Amin Abdullah, Ilmu dan Budaya Relevansi Dan Konstribusi Paradigma Integrasi-

(21)

ekonomi akan kesulitan memahami logika zakat, sehingga tidak jarang sampai terjadi suatu bentuk pengkafiran dalam sebuah pemikiran (takfîr al-fikr).10

Berangkat dari fakta bahwa dunia Islam dewasa ini cenderung membuat dikotomi antara ilmu agama dengan ilmu umum, maka Amin Abdullah, merasa perlu merekonstruksi fakta ini dan membuat sebuah restorasi paradigma keilmuan. Pemahaman dikotomi yang rigid ini membuat polarisasi yang dikotomis antara ilmu sharî„ah dan ilmu ghayr al-sharî„ah. Pemahaman ilmu ghayr al-sharî„ah— yang jumlahnya jauh lebih banyak—tidak penting untuk dipelajari, yang penting adalah ilmu sharî„ah, ilmu yang menuntun orang untuk memasuki surga dan menghindari neraka, merupakan hal yang bisa menghambat kemajuan kajian keislaman.11

Dari latar belakang di atas Amin Abdullah menawarkan alternatif dengan konsep integrasi-interkoneksi keilmuan, sebagai pemecahan masalah dalam pendidikan keislaman maupun umum yang semakin hari semakin kompleks. Persoalan ini perlu mendapat perhatian dan penelitian yang sungguh-sungguh agar nilai-nilai ilmu pendidikan islam tidak kehilangan identitasnya, minimal membuka diri untuk berdiskusi dan berdialog antar semua disiplin keilmuan yang ada dan perlu mendapat perhatian. Ilmu pendidikan merupakan salah satu

10

Fahrudin Faiz, ―Mengawal Perjalanan Sebuah Paradigma‖ dalam Fahrudin Faiz (ed.),

Islamic Studies dalam Paradigma Integrasi-Interkoneksi (Yogyakarta: SUKA Press, 2007),

viii. Di negara-negara Muslim seakan-akan pengkafiran terhadap produk pemikiran sulit untuk berakhir, bahkan kecenderungannya semakin menguat. Sejak Khomeini mengeluarkan fatwa mati untuk Salman Rushdi pada awal tahun 1980-an, kebebasan berpikir menjadi sesuatu yang menakutkan di dunia Islam. Faraj Fawdah, Najîb Mah}fûz}, Nawâl al-Sa„dawî, Fatima Mernissi, Muh}ammad Arkûn, dan Muh}ammad Ah}mad Khalaf Allâh, adalah nama-nama yang terkena pasal ―kebebasan berpikir.‖ Mereka difatwa kafir karena pandanga n-pandangan yang dianggap tidak sejalan dengan ortodoksi Islam. Sebagian mengalami kekerasan dan pembunuhan (seperti yang terjadi pada Fawdah), dan sebagian lainnya mengalami pengusiran seperti yang terjadi pada Nas}r H{âmid Abû Zayd.

11

M. Amin Abdullah, ―Visi Keindonesiaan Pembaharuan Pemikiran Islam Hermeneutik‖,

(22)

8

cabang keilmuan yang memiliki karakteristik tersendiri dibanding dengan ilmu lain, termasuk dalam ilmu pendidikan Islam. Sedangkan pemikiran Amin Abdullah tidak hanya terkait dengan ilmu pendidikan melainkan keilmuan Islam secara umum: syariah, tarbiyah, dakwah, ushuluddin, dan sejarah kebudayaan Islam. Karena itu, peneliti memilih ilmu pendidikan Islam sebagai fokus kajian dalam penelitian ini sesuai dengan bidang studi yang penulis tempuh.

Oleh karna itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Teori Integrasi-Interkoneksi Ilmu Pendidikan Islam (Studi Pemikiran M. Amin Abdullah).

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diidentifikasi masalah yang muncul sebagai berikut:

1. Masih banyaknya pemahaman lembaga pendidikan ditanah air yang bersifat dikotomi.

2. Minimnya pendidikan agama islam di sekolah-sekolah umum.

3. Klasifikasi Pola pikir pendidik secara kolektif terhadap konsep ilmu pendidikan islam secara utuh akan berimbas pada dunia pendidikan islam umumnya.

C. Rumusan Masalah

Mengingat luas dan banyaknya masalah yang muncul kepermukaan dari latar belakang yang diuraikan di atas, maka penulis merumuskan fokus penelitian ini sebagaimana yang menjadi pokok permasalahannya, yaitu:

(23)

Bagaimana teori integrasi-interkoneksi ilmu pendidikan Islam menurut M. Amin Abdullah?

D. Batasan Masalah

Dari rumasan masalah di atas, maka dalam penelitian ini akan dibatasi permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana teori tentang integrasi-interkoneksi M. Amin Abdullah

2. Menganalisa pemikiran M. Amin Abdullah tentang teori integrasi- interkoneksi ilmu pendidikan islam

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujun dalam penelitian ini yaitu:

1. Tujuan penulisan penelitian ini ialah untuk mendiskripsikan teori integrasi- interkoneksi ilmu pendidikan Islam M. Amin Abdullah.

2. Untuk memenuhi salah satu mata kuliah wajib sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu pendidikan agama islam.

F. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dalam penelitian ini yaitu:

1. Secara filosofis, untuk mengetahui teori integrasi-interkoneksi pemikiran M. Amin Abdullah secara objektif dan sistematis dalam ilmu pendidikan Islam. 2. Secara teoritis-konsepsi, sebagai khazanah keilmuan dalam pendidikan

Islam yang berparadigma integrasi-interkoneksi khususnya pada ilmu pendidikan islam dan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan umumnya.

(24)

10 10

3. Secara pedagogis-praktis, penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi calon pendidik, pengamat pendidikan, peserta didik. Sebagai acuan dalam pelaksanaan pendidikan Islam baik muatan kurikulum, metode dan evaluasi. G. Penjelasan Judul

Untuk mempermudah bagi pembaca dalam penelitian ini, maka peneliti perlu menjelaskan judul dari beberapa istilah yang di pakai atau di gunakan sebagaimana akan di jelaskan sebagai berikut:

Integrasi-Interkoneksi : Integrasi-interkoneksi adalah dua istilah yang secara umum mengkaji satu bidang keilmuan dan memanfaatkan bidang keilmuan lainnya itulah integrasi, dan melihat saling keterkaitan antar berbagai disiplin ilmu, itulah interkoneksi. Menjadi satu kesatuan yang utuh, tidak terpisah dengan sendiri-sendiri.12

Ilmu Pendidikan Islam : Ilmu pendidikan islam adalah ilmu pendidikan yang berdasarkan islam, atau teori-teori tentang pendidikan yang berdasarkan islam.13

Jadi secara keseluruhan yang penulis maksudkan dalam judul penelitian ini adalah Teori Integrasi-Interkoneksi Ilmu Pendidikan Islam (Studi pemikiran

M. Amin Abdullah).

12

Pius A Partanto, M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 1994), hal. 264

13

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), hal. 12-21

(25)

H. Sistematika Penulisan

Secara gasis besar untuk memberikan gambaran penulisan proposal ini agar sistematis dan menyeluruh, maka penulis membaginya menjadi lima bab, dengan sistematika sebagai berikut:

Bab pertama: pada bab ini penulis mengelaborasi untuk mengantarkan

arah pembahasan secara umum, yakni berisi tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penjelasan judul, sistematika penulisan, dan diakhiri dengan kajian pustaka.

Bab kedu: berisi landasan teori yang digunakan sebagai pisau analisa

dalam penelitian ini. Teori yang dipaparkan pada bagian ini merupakan landasan berpikir pada langkah demi langkah penelitian. Kemudian disertai Biografi tokoh yang menjadi obyek penelitian.

Bab ketiga: pada bab ini akan di paparkan metodologi penelitian yang

mengantarkan prosedur penelitian yang sesuai dengan langkah-langkah penelitian ilmiah.

Bab empat: diisi dengan hasil penelitian sebagai jawaban atas masalah

pokok yang menjadi fokus penelitian.

Bab lima: diisi dengan kesimpulan hasil penelitian serta saran untuk

pembaca dan kekurangan-kekurangan dalam penelitian ilmiah. I. Kajian Relevan

Penelitian tentang pemikiran Amin Abdullh telah banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya. Hal ini karena pengaruh gagasan pemikiran Amin

(26)

12 12

Abdullah terhadap dinamika keilmuan Islam pada perguruan tinggi agama Islam Negeri STAIN, IAIN, dan UIN dan swasta di seluruh Indonesia. Kajian pustaka ini bertujuan kesinambungan penelitian sehingga tidak mengulang ataupun plagiasi ilmiah sehingga terjadi dialektika keilmuan. Selain itu kajian pustaka ini juga sebagai bentuk pertanggungjawaban secara teoritis-akademis. kajian pustaka terhadap pemikiran Amin Abdullah ini sebatas yang penulis ketahui, khususnya pada kajian integrasi interkoneksi.

Penelitian terbaru terkait konsep integrasi-interkoneksi pemikiran M. Amin Abdullah dilakukan oleh Yu‘timaalahuyatazaka dengan judul Paradigma

Epistemologi Integrasi-Interkineksi dan Implementasinya Dalam Filsafat

Pendidikan Islam (studi analisis pemeikiran M. Amin Abdullah).14 Pola kajian

dalam tesis ini, mengunakan pendekatan filosofis yang didalamnya disertai konsep berpikir kritis-analitis, sistematis, dan logis-rasional terhadap pendidikan Islam. Kajian ini lebih menitikberatkan pada implementasinya konsep integrasi-interkoneksi yang dilihat dari tiga aspek, ontologis, epistemologis dan aksiologis.

Secara ontologis, filsafat pendidikan Islam dapat dirumuskan sebagai konsep berpikir secara logis, kritis, radikal, dan sistematis terhadap pendidikan Islam yang didasarkan pada paradigma integrasi-interkoneksi. Pola yang demikian ini dapat membentuk world view, pandangan kehidupan manusia muslim seutuhnya, dan pola berpikir sistemik-sirkuler, dengan ditandai oleh sikap keterbukaan (open minded dan open attitude) untuk saling mengapresiasi

14

Yu‘timaalahuyatazaka, Paradigma Epistemologi Integrasi-Interkineksi dan Implementasinya Dalam Filsafat Pendidikan Islam (studi analis pemikiran M. Amin Abdullah),

(27)

dan berdialog dengan perspektif lain sebagai salah satu solusi dalam menghadapi tantangan perubahan sosial dan perkembangan ilmu pengetahuan.

Secara epistemologis, dapat dirumuskan konstruksi keilmuan filsafat pendidikan Islam mengunakan paradigma dan pola kerja keilmuan integrasi- interkoneksi. Sumber pengetahuan di dalamnya selain didasarkan pada teks (ajaran normativitas wahyu), juga di dasarkan pada rasio-empirik dan intuitif. Dalam konteks demikian, dapat dihasilkan rumusan tujuan pendidikan Islam, konsep pendidik dan peserta didik, kurikulum dan metode perspektif integrasi- interkoneksi. Secara aksiologis, masalah etika yang mempelajari tentang kebaikan di tinjau dari kesusilaan, sangat dekat dengan pendidikan Islam. Oleh karnanya, pendidikan islan harus mengedepankan dan memprioritaskan etika, moral dan akhlak dalam membina peserta didiknya. Selain itu, pendidikan Islam dapat merespon isu-isu aktual, perkembangan sains dan teknologi, dan problem-problem keagamaan, kebudayaan, dan kemanusian kontemporer.

Abdul Malik dalam penelitiannya yang berjudul Relevansi Pergeseran

Paradigma Islamic Studies Terhadap Pengembangan Kurikulum Pendidikan

Agama Islam: Telaah Pemikiran M. Amin Abdullah.15 menyimpulkan

bahwa:pertama, normativitas-historivitas dapat dijadikan acuan sebagai acuan dalam reformulasi tujuan Pendidikan Agama Islam dengan tuntutan kontemporer, kedua, secara ontologis, pemetaan variabel-variabel ilmu agama (ulum al-din, al-fikr al-Islamy, dan dirasat Islamiyah) relevan dijadikan sebagai acuan dalam merefolmulasi materi ajar pendidikan agama Islam.

15

Abdul Malik, Relevansi Pergeseran Paradigma Islamic Studies Terhadap

Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam: Telaah Pemikiran M. Amin Abdullah,

(28)

14 14

ketiga, secara epistemologis, pendekatan intersubyektif relevan untuk

digunakan sebagai pendekatan keilmuaan pendidikan agama Islam dengan pola metodologi keilmuan yang bersifat sirkuler dalam kerangka integratif dan interkonektif, sehingga pendidikan agama Islam dapat mengapresiasi keberagaman secara subyektif, tetapi tidak sampai tergelincir kearah dogmatif- obsolutis, karena peserta didik juga dibekali pemahaman tentang keberagaman yang menjadi fenomena obyektif.

Ada juga kajian epistimologi pemikiran Amin Abdullah yang dilakukan oleh Alim Roswantoro .16 Kajian yang dilakukan oleh Alim ini mengulas secara umum tentang epistimologi pemikiran Amin Abdullah, baik terkait dengan filsafat, agama, kemanusiaan, dan juga islamic studies. Selain itu, Alim juga melacak sumber-sumber epistimologi pengetahuan Amin Abdullah dari tokoh-tokoh Islam maupun Barat yang dinilai memiliki peranan besar dalam mengkonstruksi pemikirannya. Sedangkan Muhammad Azhar dalam penelitian berjudul Telaah Reflektif Pemikiran Amin Abdullah: Dari Epistimologi ke

Teori-Aksi.17 juga masih membahas secara umum tentang pemikiran Amin

Abdullah. Dalam penelitian terebut, Azhar memetakan kontribusi epistimologi sekaligus respon berbagai pemikiran Amin Abdullah serta prospek masa depan tentang pemikiran Amin Abdullah. Kajian epistimologi yang dilakuan Azhar memang tidak semendalam yang dilakukan oleh Alim.

16

Alim Roswantoro, Epistimologi Pemikiran Islam M. Amin Abdullah, dalam Moch. Nur Ichwan dan Ahmad Muttaqin (ed.), Islam, Agama-agama, dan Nilai Kemanusiaan:

Fastschrief untuk M. Amin Abdullah, (Yogyakarta: CISForm, 2013), hal. 3-40

17

Muhammad Azhar, Telaah Reflektif Pemikiran Amin Abdullah: Dari Epistimologi ke

Teori-Aksi, dalam Moch.Nur Ichwan dan Ahmad Muttaqin (ed.), Islam, Agama-agama, dan Nilai Kemanusiaan: Fastschrief untuk M. Amin Abdullah, (Yogyakarta: CISForm, 2013), hal.

(29)

Adapun penelitian Iwan Setiawan yang berjudul Nalar Pendidikan M.

Amin Abdullah.18 mengungkap tentang nalar pemikiran Amin Abdullah

berdasarkan tradisi keilmuan Islam. Menurut Iwan, prinsip-prinsip dasar pendekatan integrasi-interkoneksi M. Amin Abdullah adalah memahami

hadlarah al-nash (budaya teks), hadlarah al-„ilm (sosial-humaniora, sain dan

teknologi), hadlarah al-falsafah (etik-emansipatoris) dalam saling keterkaitan. Sehingga cendikawan, muslim dapat menghindari jebakan-jebakan keangkuhan disiplin ilmu yang merasa pasti dalam wilayahnya sendiri-sendiri tanpa mengenal masukan dari disiplin di luar dirinya. Bagi Amin Abdullah pendidikan Islam kedepan harus bisa memahami isu-isu kontemporer, semisal Hak Azasi Manusia, kekerasan atas nama agama, psikologi dan masalah lain yang sangat cepat perkembangannya, bila pendidikan Islam tidak bisa merespon masalah ini, maka pendidikan Islam akan mengalami krisis relevansi (tidak banyak memecahkan banyak persoalan) mengalami kemandekan kebuntuan dalam masalah sosial-kemasyarakatan. Tesis Iwan terkesan hanya merekonstruksi pemikiran Amin Abdullah tentang pendidikan. Jadi, kesannya hanya menata ulang secara sestematis pemikiran. Amin Abdullah, sedangkan pemikiran dalam penelitian ini berupaya menemukan teori integrasi- interkoneksi kewilayah kajian filosofis ilmu pendidikan Islam.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Istiqamah Fadillah berujudul

Pendekatan Normativitas dan Historisitas Dalam Studi Islam Menurut

18

Iwan Setiawan, Nalar Pendidikan M Amin Abdullah, (Yogyakarta: Tesis Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, 2012).

(30)

16 16

Pemikiran Amin Abdullah19 menemukan bentuk pemikiran Amin Abdullah

tentang pendekatan historisitas dan normativitas. Sisi historisitas merupakan bentuk sejarah bagaimana dogma etika muncul, sedangkan normativitas aturan baku itu sendiri, yang mana tidak dapat di lepaskan dari pemikiran tentangnya. Dimana penafsiran tentang dogmatika tersebut, tidak hanya ditentukan oleh teks tunggal, melainkan juga kepentingan, kondisi, maupun prejudice yang mendasari penafsiran juga muncul dalam pemikiran keislaman, yang kini telah di bakukan dan dijadikan pedoman mutlak. Penelitian Istiqamah Fadillah hanya mendiskripsikan dan merekonstruksi pemikiran Amin Abdullah tentang historisitas dan normativitas dalam studi Islam. pola pemikiran normativitas dan historisitas berbeda dengan pola kajian integratif- interkonektif keilmuan Amin Abdullah, karena pada ranah studi normativitas dan historisitas masih menampilkan pola berpikir diadik, sementara integrasi-interkoneksi menampilkan pola berpikir triadik.

Adapun penelitian Mashudi dengan judul Reintegrasi Epistemologi

Keilmuan Islam Dan Sekuler: Telaah Paradigma Integrasi-Interkoneksi Dan Relevansinya Terhadap Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga

Yogyakarta M. Amin Abdullah.20 Dengan metode diskriftif-interpretatif-

analisis, yang mencoba menelaah secara intensif tentang problem dikotomi ilmu dan spesialisasi ilmu yang mengakibatkan terjadi “tafkir” antar sesama

19

Istiqamah Fadillah, Pendekatan Normativitas Dan Historisitas Dalam Studi Islam

Menurut Pemikiran Amin Abdullah(Yogyakarta: Skripsi UIN Sunan Kalijaga, 2009).

20

Mashudi, Reintegrasi Epistemologi Keilmuan Islam Dan Sekuler: Telaah

Paradigma Integrasi-Interkoneksi Dan Relevansinya Terhadap Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta M. Amin Abdullah, (Yogyakarta:Skripsi Fakultas Tarbiayah

(31)

muslim yang hanya perbedaan kajian disiplin ilmu. Hal inilah yang dijadikan basis utama dalam penerapan paradigma integrasi-interkoneksi yang kaitannya epistemologi keilmuan dalam Perguruan Tinggi Agama Islam di Indonesia, khususnya dalam konversi IAIN ke UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Penelitian ini lebih fokus pada aplikasi konsep integrasi-interkoneksi dari UIN Sunan Kalijaga.

Dari gambaran di atas, maka perbedaan penelitian yang penulis lakukan ialah terletak pada fokus kajian. Dari senarai kajian pustaka di atas, terlihat bahwa kajian integraasi-interkoneksi tersebut lebih banyak pada pendidikan Islam, sedangkan penelitian ini memfokuskan diri pada ilmu pendidikan Islam. Dengan demikian, penelitian ini berupaya mencari teori integrasi-interkoneksi ilmu pendidikan Islam. Pola kajian dalam penelitian ini, menggunakan pendekata filosofis yang didalamnya disertai konsep berpikir kritis-analitis, sistematis, logis-rasional kewilayah ilmu pendidikan Islam. Meski demikan, penelitian tersebut dan beberapa penelitian lainnya yang mengulas pemikiran Amin Abdullan akan dijadikan sebagai bahan rujukan untuk melengkapi kajian ini sehingga bisa lebih komprehensif.

(32)

BAB II

KAJIAN TEORITIK A. Integrasi-Interkoneksi

Integrasi berasal dari bahasa Inggris ―integration‖ yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. Integrasi ilmu dimaknai sebagai sebuah proses menyempurnaan atau menyatukan ilmu-ilmu yang selama ini dianggap dikotomis sehingga menghasilkan satu pola pemahaman ―integrative” tentang konsep ilmu pengetahuan. Secara harfiah integrasi berlawanan dengan pemisahan suatu sikap yang meletakkan tiap-tiap bidang kehidupan ini dalam kotak-kotak yang berlainan. Integrasi dalam arti generiknya sebagai upaya memadukan ilmu dan agama memang dapat dan telah dimaknai secara berbeda-beda.

Menurut Amin Abdullah, inti dari integrasi adalah paradigma keilmuan baru yang menyatukan, bukan sekedar menggabugkan wahyu Tuhan dan temuan pikiran manusia. Ilmu-ilmu holistik-integralistik tidak mengecilkan peran Tuhan (sekularisme).1

Didalam horizon jaring laba-laba (spider web) Amin Abdullah menjadikan Al-Qur‘an dan Sunnah sebagai pondasi ilmu pengetahuan, sehingga disiplin ilmu yang satu dengan yang lainya tidak bisa dipisahkan (dikotomi). Amin Abdullah menyebutnya teoantroposentrik-integralistik.

Bagi Kuntowijoyo, inti dari integrasi adalah upaya menyatukan (bukan sekedar menggabungkan) wahyu Tuhan dan temuan manusia (ilmu-ilmu

1

M. Amin Abdullah, Islamic Studies,,,hal. 104 18

(33)

integralistik), tidak mengucilkan Tuhan (sekularisme) atau mengucilkan manusia. Integrasi adalah menjadikan Al- Qur an dan Sunnah sebagai grend

theory pengetahuan, sehingga ayat-ayat qauliyah dan kauniyah dapat dipakai.2

Sedangkan Interkoneksi adalah hubungan antar disiplin ilmu yang satu dengan yang lain, atau dengan kata lain melihat saling keterkaitan dari berbagai bidang keilmuan yang ada tidak terpisah dengan rigit dan radikal.

Bagi Amin Abdullah inti dari interkoneksi keilmuan adalah disiplin ilmu apapun tidak bisa berdiri sendiri-sendiri, terpisah, terkotak-kotak antar bidang keilmuan. Tapi saling tegur sapa, dialog, koreksi, terbuka, mau menerima masukan dari disiplin ilmu yang lain. Melihat saling keterkaitan itu dalam horizon jaring laba-laba (spider web), garis pori-pori putus Amin Abdullah menyebutnya dengan istilah pentilasi.

Paradigma Integrasi-interkoneksi yang di populerkan Amin Abdullah memang menjadi perbincangan dikalangan perguruan tinggi di Indonesia, terutama di perguruan tinggi islam baik negeri maupun swasta, khususnya di IAIN sekarang UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Ketika diterbitkan buku yang ditulisnya yang berjudul Islamic Studies di perguruan tinggi, pendekatan integratif-interkonektif.

Pada Tahun 2002 Amin Abdullah menulis dalam artikelnya yang berjudul: Etika Tauhidik Sebagai Dasar Kesatuan Epistemologi Keilmuan

Umum Dan Agama: Dari Paradigma Positivistik-Sekularistik Kearah Teoantroposentrik-Integralistik. Untuk pertama kali Amin Abdullah

2

(34)

20 20

mengunakan istilah ―integralistik‖ keilmuan. Baru pada tahun 2004 Amin Abdullah mengkristalkan istilah ―Integratif-interkonektif‖ dan pada tahun 2011 menggunakan istilah terbalik ―interkonektif-integratif dan terakhir ―interkoneksitas‖ saja tanpa ―integrasi‖ dari semua istilah yang digunakan yang baku digunakan adalah Integrasi-Interkoneksi.3

Khususnya pada integrasi keilmuan secara epistemologi pemikiran Amin Abdullah memang dipengaruhi pemikiran ilmuan Ian G. Barbuar dalam memandang relasi antara sains dan agama dengan empat tipologi, konflik, independensi, dialog, integrasi. Dan Barbuar sendiri menyatakan bersimpati kepada dialog dan integrasi.4

Agama dan Sains tidak selamanya berada dalam pertentangan dan ketidaksesuaian. Banyak kalangan yang berusaha mencari hubungan antara keduanya. Sekelompok orang berpendapat agama tidak mengarahkan pada jalan yang dikehendakinya dan agama juga tidak memaksakan sains untuk tunduk pada kehendaknya. Kelompok lain berpandapat bahwa sains dan agama tidak akan pernah dapat ditemukan, keduanya adalah entitas yang berbeda dan berdiri sendiri, memiliki wilayah yang terpisah baik dari segi objek formal- material, metode penelitian, kriteria kebenaran, serta peran yang dimainkan.

3

M. Amin Abdullah. et. all, Menyatukan Kembali Ilmu-Ilmu Agama Dan Umum: Upaya

Mempertemukan Epistemologi Islam Dan Umum,(Yogyakarta: Suka Press, 2003), hal. 3. Dan Bandingkan Juga Waryani Fajar Riyanto, Integrasi-Interkoneksi Keilmuan Biografi Intelektual M. Amin Abdullah Person, Knowlwdge, And Institution.(Yogyakarta: Suka Press, 2013), hal. 764-766

44

Ian G. Barbour, Juru Bicara Tuhan; Antara Sains dan Agama, terj,(Bandung: Mizan, 2002), hal. 25

(35)

a. Konflik

Pandangan konflik ini mengemuka pada abad ke–19, dengan tokoh- tokohnya seperti: Richard Dawkins, Francis Crick, Steven Pinker, serta Stephen Hawking. Pandangan ini menempatkan sains dan agama dalam dua ekstrim yang saling bertentangan. Bahwa sains dan agama memberikan pernyataan yang berlawanan sehingga orang harus memilih salah satu di antara keduanya. Menolak agama dan menerima sains, atau sebaliknya. Masing- masing menghimpun penganut dengan mengambil posisi-posisi yang berseberangan. Sains menegasikan eksistensi agama, begitu juga sebaliknya. Keduanya hanya mengakui keabsahan eksistensi masing-masing. Agama dan sains adalah dua ekstrem yang saling bertentangan, saling menegasikan kebenaran lawannya.

Barbour menanggapi hal ini dengan argumen bahwa mereka keliru apabila melanggengkan dilema tentang keharusan memilih antara sains dan agama. Kepercayaan agama menawarkan kerangka makna yang lebih luas dalam kehidupan. Sedangkan sains tidak dapat mengungkap rentang yang luas dari pengalaman manusia atau mengartikulasikan kemungkinan-kemungkinan bagi tranformasi hidup manusia sebagaimana yang dipersaksikan oleh agama.5

Dalam konflik pertentangan dipetakan dalam dua bagian yang berseberangan.

5

(36)

22 22

Pertama, Materialisme ilmiah berasumsi bahwa materi sebagai realita

dasar alam (pentingnya realitas empiris), sekaligus meyakini bahwa metode ilmiah adalah satu-satunya cara yang sahih untuk mendapatkan pengetahuan.

Kedua, Literalisme kitab suci Satu-satunya sumber kebenaran adalah

kitab suci, karena dianggap sebagai sekumpulan wahyu yang bersifat kekal dan benar karena bersumber dari Tuhan, sehingga tak memungkinkan bersumber dari yang lain termasuk alam semesta atau al-Kawn. b. Independensi

Memisahkan agama dan sains dalam wilayah yang berbeda, memiliki bahasa yang berbeda, berbicara mengenai hal-hal yang berbeda, berdiri sendiri membangun independensi dan otonomi tanpa saling mempengaruhi. Agama mencakup nilai-nilai, sedangkan sains berhubungan dengan fakta. Dibedakan berdasarkan masalah yang ditelaah, domian yang dirujuk dan metode yang digunakan.

Menurut Barbour Tuhan adalah transendensi yang berbeda dari yang lain dan tidak dapat diketahui kecuali melalui penyingkapan diri. Keyakinan agama sepenuhnya bergantung pada kehendak Tuhan, bukan atas penemuan manusia sebagaimana halnya sains. Saintis bebas menjalankan aktivitas mereka tanpa keterlibatan unsur teologi, demikian pula sebaliknya, karena metode dan pokok persoalan keduanya berbeda. Sains dibangun atas pengamatan dan penalaran manusia sedangkan teologi berdasarkan wahyu Ilahi.6

6

(37)

Barbour mencermati bahwa pandangan ini sama-sama mempertahankan karakter unik dari sains dan agama. Namun demikian, manusia tidak boleh merasa puas dengan pandangan bahwa sains dan agama sebagai dua domain yang tidak koheren.

Agama dan sains adalah dua domain yang terpisah yakni agama atau Tuhan hanya dapat dikenal sebagaimana yang diwahyukan, tidak dapat diketahui kecuali melalui penyingkapan diri. Sedangkan sains dapat dikenali melalui fenomena dan empiris. Sains dibangun berdasarkan pengamatan dan penalaran manusia, sedangkan teologi berdasarkan wahyu.

Sains dan agama ditafsirkan sebagai dua bahasa yang tidak saling berkaitan karena fungsi masing-masing berbeda. Bahasa agama adalah seperangkat pedoman yang menawarkan jalan hidup yang berprinsip pada moral tertentu, sedangkan sains dianggap sebagai serangkaian konsep untuk memprediksi dan mengontrol alam.

c. Dialog

Pandangan ini menawarkan hubungan antara sains dan agama dengan interaksi yang lebih konstruktif daripada pandangan konflik dan independensi. Diakui bahwa antara sains dan agama terdapat kesamaan yang bisa didialogkan, bahkan bisa saling mendukung satu sama lain. Dialog yang dilakukan dalam membandingkan sains dan agama adalah menekankan kemiripan dalam prediksi metode dan konsep. Salah satu bentuk dialognya adalah dengan membandingkan metode sains dan agama yang dapat menunjukkan kesamaan dan perbedaan. Namun, dialog tidak menawarkan

(38)

24 24

kesatuan konseptual sebagaimana diajukan pandangan integrasi. Mengutamakan tingkat kesejajaran antara sains dan agama. Dialog menekankan kemiripan dalam pra anggapan, metode dan konsep.

Pra anggapan Memunculkan pertanyaan batas, mengajukan pertanyaan fundamental, ilmuwan dan agamawan dapat bekerja sama untuk menjelaskan. Kesamaan metodologis dan konseptual Sains tak selamanya obyektif, agama tidak selamanya subyektif.

Barbour memberikan contoh masalah yang didialogkan ini dengan digunakannya model-model konseptual dan analogi-analogi ketika menjelaskan hal-hal yang tidak bisa diamati secara langsung. Dialog juga bisa dilakukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang ilmu pengetahuan yang mencapai tanpa batas. Seperti: mengapa alam semesta ini ada dalam keteraturan yang dapat dimengerti? dan sebagainya. Ilmuwan dan teolog dapat menjadi mitra dialog dalam menjelaskan fenomena tersebut dengan tetap menghormati integritas masing-masing.7

Dalam menghubungkan agama dan sains, pandangan ini dapat diwakili oleh pendapat Albert Einstein, yang mengatakan bahwa ―Religion without

science is blind : science without religion is lame―. Tanpa sains, agama

menjadi buta, dan tanpa agama, sains menjadi lumpuh. Demikian pula pendapat David Tracy, seorang teolog Katolik yang menyatakan adanya dimensi religius dalam sains bahwa intelijibilitas dunia memerlukan landasan

7

(39)

rasional tertinggi yang bersumber dalam teks-teks keagamaan klasik dan struktur pengalaman manusiawi.8

d. Integrasi

Pandangan ini melahirkan hubungan yang lebih bersahabat daripada pendekatan dialog dengan mencari titik temu diantara sains dan agama. Sains dan doktrin-doktrin keagamaan, sama-sama dianggap valid dan menjadi sumber koheren dalam pandangan dunia. Bahkan pemahaman tentang dunia yang diperoleh melalui sains diharapkan dapat memperkaya pemahaman keagamaan bagi manusia yang beriman.

Ada beberapa pendekatan yang digunakan dalam hubungan integrasi ini. Pendekatan pertama, berangkat dari data ilmiah yang menawarkan bukti konsklusif bagi keyakinan agama, untuk memperoleh kesepakatan dan kesadaran akan eksistensi Tuhan. Pendekatan kedua, yaitu dengan menelaah ulang doktrin-doktrin agama dalam relevansinya dengan teori-teori ilmiah, atau dengan kata lain, keyakinan agama diuji dengan kriteria tertentu dan dirumuskan ulang sesuai dengan penemuan sains terkini. Lalu pemikiran sains keagamaan ditafsirkan dengan filasafat proses dalam kerangka konseptual yang sama. Demikian Barbour menjelaskan tentang hubungan integrasi ini.9

Menurut Jhon F. Haught, hubungan agama dan sains diawali dengan titik konflik antara agama dan sains untuk mengurangi konflik, dilakaukan pemisahan yang jelas batas-batas agama dan sains agar tampak kontras atau perbedaaan keduanya. Jika batas keduanya sudah terlihat, langkah berikutnya

8

Ian G. Barbour, Juru Bicara Tuhan; Antara Sains dan Agama,,,hal. 76

9

(40)

26 26

adalah mengupayakan agar keduanya berdialog atau kontak. Setelah tahap ini dapat ditemukan kesamaan tujuan yaitu mencapai pemahaman yang benar tentang alam, selanjutnya antara agama dan sains saling melengkapi atau konfirmasi.10

Dari sinilah Amin Abdullah mengkonseptualisasikan antara ilmu dan agama dalam perspektif islam yang terpadu. Dalam mengadapi tantangan zaman yang terus berubah dan mengahapi perubahan IAIN Menuju UIN terutama di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dalam bukunya Islamic Studies

Diperguruan Tinggi Pendekatan Integratif-Interkonektif.

Semua itu dibicarakan dalam konteks hubungan ilmu dan agama. Seperti tulisnya dalam judul artikel diatas misalnya ia mengatakan, bahwa masih kuat anggapan ditengah masyarakat kita antara ―Agama dan Ilmu‖ adalah dua entitas yang tidak bisa dipertemukan. Keduanya mempunyai wilayah sendiri- sendri, terpisah antara satu dan lainya, baik dari segi objek pormal-material, metode penelitian, kriteria kebenaran, peran yang dimainkan oleh ilmuan maupun status teori masing-masing bahkan sampai ke institusi penyelenggaranya.11

Menurut pemahaman ini untuk mengurangi ketegangan yang rigit seperti itu dan setidaknya ada upaya ingin mengakhiri dikotomi keilmuan yang selama ini berjalan ia menawarkan bangunan keilmuan integralistik.

10

Jonh F. Haught, Perjumpaan Sains dan Agama Dari Konflik Kedialog, (Bandung: Mizan, 2004), hal. 1-2

11

M. Amin Abdullah. et. all, Menyatukan Kembali Ilmu-Ilmu Agama Dan Umum: Upaya

(41)

Sebagai isyarat awal, Dr. J. Sudarminta SJ, Misalnya sebagaimana dikutip Zainal Abidin Bagir pernah mengajukan apa yang disebutnya ―integrasi yang valid‖,(istilah yang digunakannya untuk menyebut kecenderungan mencocok-cocokkan secara dangkal ayat-ayat kitab suci dengan temuan- temuan ilmiah). Ini adalah catatan berikutnya ―integrasi‖ bukan saja bermakna majemuk, melainkan lebih jauh, bisa bersifat posif juga negatif.12

Intelektual Muslim Indonesia Mukti Ali misalnya, juga pernah menjelaskan tentang istilah ―integrasi‖ dalam konteks hubungan agama dan manusia, menurut Mukti Ali sebagaimana dikutip Waryani Fajar Riyanto, tulisnya―integratif‖ adalah pemaduan segenap aktifitas manusia, baik orang seorang maupun sebagai anggota masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan. Dengan kepribadian yang utuh itulah manusia akan mampu menghadapi bermacam-macam tantangan dan resiko kehidupan, dengan kata lain ―integratif‖ menghindarkan diri dari munculnya kepribadian yang pecah.13 Setidaknya ada kekhawatiran dalam pemikiran Mukti Ali sehingga perlu mengintegrasikan antara agama dan manusia sehingga tidak terjadi ketegangan dan ketimpangan dalam kehidupan manusia itu sendiri untuk mencapai kehidupan yang damai dan seimbang.

Cara berpikir integral inilah yang setidaknya mempengaruhi pemikir- pemikir muslim ditanah air sehingga bermunculanlah konsep-konsep integrasi ilmu keislaman dan umum pada dasarnya menunjukkan perkembangan peradaban dibidang pendidikan dan keilmuan baik di Indonesia maupun

12

Zainal Abidin Bagair dkk, Integrasi Ilmu dan Agama:Interpretasi dan Aksi, (Bandung: Mizan 2005), hal 17-18

13

(42)

28 28

dinegara-negara lain karna sejarah pemikiran manusia dalam upaya memahami segala sesuatu telah mengalami perkembangan.14 Khusus untuk istilah interkoneksi misalnya, sebenarnya sudah dipopulerkan Amin Abdullah sejak tahun 2000, bukan baru saja muncul pada tahun 2006, dalam bukunya Islamic Stadies: Pendekatan Integratif-Interkonektif dengan istilah paradigma interkoneksitas. ketika itu Amin Abdullah menggunakan istilah ―interconective

link‖.15

Pendapat dan konsep serta istilah yang dipakai oleh pada pemikir diatas setidaknya ini akan menjadi bahan renungan untuk menggali buah pemikiran Amin Abdullah dalam ranah integrasi-interkoneksi ilmu pendidikan islam. Ternyata jatuh bangun keilmuan islam khususnya kalau di cermati dalam batang tubuh pendidikan islam umumnya juga mengalami klasifikasi disiplin keilmuan, katakanlah, ushuluddin, syariah, bank syariah dan ekonomi islam. Belum lagi ditambah awal-awal kemardekaan Republik ini dengan berdirinya kementerian pendidikan Nasional dan kementerian agama menambah suburnya dikotomi keilmuan ditanah air.

Inilah yang menjadi perhatian dan keprihatinan dikalangan pemikir di Indonesia katakanlah M. Amin Abdullah, Mukti Ali, Kuntowijoyo, Mulyadi Kartanegara, Azyumardi Azra, Kamarudin Hidayat, dan lainya hanya sekedar menyebutkan Nama mereka dengan porsi pemikiran yang berbeda namun dalam rajutan tujuan yang sama agar masyarakat, individu-individu, suku, ras, bahasa, agama, pendidikan di negeri ini bisa dan mampu menjawab kemajuan

14

Waryani Fajar Riyanto, Biografi Intelektual M. Amin Abdullah,,, hal. 763

15

(43)

zaman yang terus berubah. Sehingga hilanglah anggapan dimasyarakat antara agama dan ilmu, agama dan manusia, dan keilmuan lainnya terpisah sendiri- sendiri dan tidak memerlukan yang lain.

Wawasan Al-Qur‘an tentang ilmu pengetahuan dalam segala tingkatan yang ada pada hakikatnya bercorak tauhid, yaitu kesatuan pandangan yang menegaskan adanya kesatuan sistem ilmu pengetahuan sebagai proses hubungan dialektis antara daya-daya ruhaniah manusia dalam usaha memahami ayat-ayat ilahi, baik yang terkandung dalam alam, manusia, sejarah, maupun dalam kitab suci.16

Wawasan tauhid menuntut adanya suatu metodologi yang memungkinkan wawasan tauhid tersebut dapat diaktualisasikan secara konkret dalam rialitas kehidupan.17

Karna itu, ilmu pengetahuan dalam pendidikan berkedudukan sebagai objek, seharunya dapat membangkitkan kesadaran spritual dan meningkatkan tanggung jawab moral manusia pada kehidupan dimuka bumi, sehingga keberadaannya memberikan makna atau nilai dan menjadi rahmat bagi sesama. Salah satu ajaran Al-Qur‘an perintah untuk mempelajari segala sesuatu, yang berhubungan dengan dunia maupun akhirat. Dalam islam tidak dijumpai dikotomi ilmu pengetahuan jika kita perhatikan ayat yang pertama diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Perintah membaca baik teks tertulis maupun tidak Allah berfirman dalam surat al-Alaq ayat 1-5.

16

Musa asy‘arie, Epistemoligi Dalam Perspektif Pemikiran Islam, Dalam Amin Abdullah

Dkk, Menyatukan Kembali Ilmu-Ilmu Agama dan Umum, (Yogyakarta: suka press, 2003), hal. 36

17

(44)

30 30

              

 

         

Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang

Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.(Q. S. Al-Alaq:1-5).

Selama ini proses pembelajaran di madrasah dan disekolah belum mampu mengintegrasikan antara berbagai konsep atau teori keilmuan sains dan demensi nilai agama seperti etika, nilai teologis, dan lain-lain. Sedangkan dalam ajaran islam sebenarnya tidak dikenal dikotomi ilmu pengetahuan.

Ismail Raji Al-Faruqi, mengemukakan kemunduran umat islam yang terjadi sampai sekarang disebabkan kemalasan, yang terletak pada masalah pendidikan.18 Yang memunculkan dualisme dalam pendidikan. Terjadinya dualisme dalam pendidikan ini menyebabkan ketertinggalan umat islam yang sangat jauh dalam bidang sains, ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk mengatasi keterpurukan ini diperlukan upaya untuk mengintegrasikan ilmu dalam pendidikan. Dan inilah yang dilakukan salah satu intelektual muslim Indonesia Amin Abdullah dalam menghadapi dikotomi ilmu pengetahuan yang sangat rigit dan tidak kondusif dengan paradigma integrasi-interkoneksi keilmuan.

B. Ilmu Pendidikan Islam

Secara Etimologi kata‖ilmu‖ diserap dari bahasa arab merupakan akar kata dari ﻢﻋﻠ (‟alima), ﻠﻢﻌﯾ (ya‟lamu), ﻢﻋﻠ („ilman), yang berarti (tahu,

18

Mulyadi Kartanegara, Menembus Batas Waktu, Panorama Filsafat Islam, (Bandung: Mizan, 2002), hal. 85-89

(45)

mengetahui, ilmu).19 Dengan tulisan ﻢﻋﻠ (‗ain,lam,mim), yang berarti pengetahuan yang intensif atau mendalam. Kemudian dalam pengertian yang luas ilmu pendidikan islam meliputi semua ilmu pengetahuan, baik ilmu Al- Qur‘an, Ilmu Hadist, Ilmu Tauhid, Ilmu Fiqh maupun Ilmu Kedokteran, Ilmu biologi, Ilmu Astronomi, Ilmu Alam, Ilmu Tehnik, Ilmu Politik, Ilmi sosial dan sebagainya.20

Secara terminologi Merunut para ahli Archie J. Bahm dalam ―What is

Science‖ ilmu pengetahuan itu setidaknya melibatkan enam jenis komponen

utama. Masalah (problem), sikap (ettitude), metode (method), aktivitas (aktivity), kesimpulan (conclucion), dan akibat (effect). Komponen-komponen ini penting bagi pemahaman utuh tentang hakikat ilmu.

Ralph Ross dan Ernes van Den Haag menulis, science is empherical,

rational, general and cumulative; and it is all four at once. (ilmu itu yang

empirik, rasional, umum, bersusun dan keempatnya serentak). Karl Pearson pengarang karya terkenal ―Grammar of science‖. Merumuskan, science is the complete and consistent description of the facts of exferience in the simlest possible trems. (ilmu itu diskripsi yang lengkap dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sesederhana mungkin). Prof. Dr. Baiquni pernah mengatakan bahwa ilmu atau sains merupakan konsensus umum masyarakat yang terdiri dari para sainstis.21

19

Muhammad Baharun, Islam Idealitas Islam Realitas, (Jakarta: Gema Insani, 2013), hal. 66

20

H. Muhammad. Th. Kedudukan Ilmu Dalam Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), hal. 33

21

(46)

32 32

Dari keterangan para ahli diatas dapat kita pahami bahwa ilmu itu adalah empiris, rasional, sistematis berdasarkan pakta dan diskripsi yang lengkap serta konsisten yang disusun dengan metode ilmiah.

Sedangkan yang dikutip Hery Nuer Aly Makna pendidikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalaui upaya pengajaran dan pelatihan. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB I-Pasal I-Ayat I Diputuskan. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang. Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB I-Pasal I-Ayat I Diputuskan. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sebagian para ahli juga mendefinisikan sebagai berikut:

Ahmad D. Rimba mengatakan pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh sipendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Jamil Salaba dari Lembaga Bahasa Arab Damaskus mengemukakan bahwa pendidikan, (Arab; al-tarbiyah; Prancis; education, Inggris; education, culture,

(47)

Latin, educatio) ialah pengembangan psikis melalaui latihan, sehingga mencapai kesempurnaannya sedikit demi sedikit. Dalam masyarakat islam sekurang-kurangnya terdapat tiga istilah yang menandai konsep pendidikan, yaitu‘ ﺔﯿﺑﺗﺮ (Tarbiyah), مﻠﻲﻌﺗ (Ta‟lim), ﺐﯾﺪﻌﺗ (Ta‟dib). Istilah yang berkembang

sekarang secara umum adalah ﺔﺑﯿﺗﺮ (Tarbiyah)‘.22

Usaha untuk melahirkan ilmu pendidikan islam merupakan pekerjaan raksasa yang memerlukan penanganan bersama oleh segenap anggota masyarakat. Pendidikan yang mengiginkan adanya ilmu pendidikan islam yang relevan dan mampu menampakkan diri sebagai suatu kekuatan kultural islam yang berarti.

Ilmu pendidikan Islam adalah ilmu tentang mendidik agar manusia beragama islam. Ilmu adalah alat usaha yang disebut pendidikan, dan pendidikan adalah alat untuk mencapai tujuan yaitu beragaa islam. Dengan kata lain ilmu pendidikan islam adalah ilmu pendidikan yang berdasarkan islam.23. isi ilmu adalah teori, isi ilmu bumi adalah teori tentang bumu, ilmu sejarah teori tentang sejarah, ilmu alam, (fisika) berisi ilmu tentang alam fisik, isi ilmu pendidikan adalah teori tentang pendidikan, ilmu pendidikan islam berisi kumpulan teori tentang pendidikan berdasarkan islam.

22

Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Ciputat: PT Logos Wacana Ilmu, 1999), hal. 2-3

23

Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam,,, hal. 25-27. Ada dua jalur ilmu ―Ilahiyah dan

Insaniah‖ jalur pertama (Ilahiyah) hanya dimiliki oleh para Nabi dan Rasul sebagai bentuk

kemurahan dan kasing sayang Allah swt. yang didapatkan tanpa harus melalui prosedur epistemologis dan metode ilmuah. Yang kedua (Insaniah) merupakan hasil olah jiwa dan olah pikir serta indra dan pengalaman manusia, sedangkan landasan epistemologisnya harus lewat metode-metode ilmiah. Bandingkan. Muhammad. Th, Kedudukan Ilmu Dalam Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), hal. 34-37

(48)

34 34

Akan tetapi apakah isi ilmu hanya kumpulan teori, secara esensial memang ya, tetapi sebenarnya isi ilmu bukan hanya teori akan tetapi penjelasasn tentang teori itu. Jadi isi ilmu bisa dikatakan teori, penjelasan tentang teori, kemudian data yang mendukung penjelasan itu.24 Kalau penulis gambarkan mungkin Bisa seperti ini.

Gambar. 1.1 Teori Penjelasan Teori Data Tentang Teori

Dari ―Teori+Penjelasan Teori+Data Tentang Teori=Teori, Penjelasan, Data (T;PT;DTT;). Ilmu pendidikan islam memiliki dasar yang jelas. Islam adalah Nama Agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, Islam berisi seperangkat ajaran tentang Manusia ajaran itu dirumuskan berdasarkan Al- Qur‘an, Hadits, serta Akal. Maka ilmu pendidikan islam adalah ilmu pendidikan yang berdasarkan Al-Qur‘an, Hadits, dan Akal.

Tiga sumber ajaran ini dihirarki penggunaannya yang ditetapkan dalam Hadits.

ب

ﺎ ﺘ ﻛ ﰱ

ﺎ ﲟ

ﻰﻀ

ﻗ ا :ل ﺎﻘ ـ ﻓ

؟ﻰﻀ

ﻘ ـ ﺗ

ﻴ ﻛ

:ل ﺎﻘ ـ ﻓ ﻦ ﻤ ﻴﻟ ا

ﱃ ا ذاﺎﻌ ﻣ ﺚ

ﻌ ﺑـ ص ﷲا

ل ﻮ ﺳ ر

نﱠ ا

ﺔ ﱠﻨﺳ ﰱ ﻦ ﻜ

ﻳ ﱂ

ن ﺎ ﻓ :ل ﺎ ﻗ . ﷲا

ل ﻮ ﺳ ر

ﺔ ﱠﻨﺴ ﺒ ﻓ

:ل ﺎ ﻗ ؟

ا

ب

ﺎ ﺘ ﻛ

ﻦ ﻜ

ﻳ ﱂ

ن ﺎ ﻓ .ل ﺎ ﻗ

. ﷲا

ﺬىﻣاﻟﱰ . ﷲا ل ﻮ

ﺳ ر

ل ﻮ

ﺳ ر

ﻖ ﱠﻓو

ي

ﺬ ﱠاﻟ ﷲ ﺪ ﻤ ﳊ ا

:ل ﺎ ﻗ .ﱙ أر

ﺪ ﻬ ﺘﺟ ا :ل ﺎ ﻗ ص؟

ﷲا ل ﻮ ﺳ ر

24

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Rosdakarya, 1992), hal. 12

(49)

Artinya: “Rasullullah saw, mengutus Mu‟adz ke Yaman, kemudian beliau

bertanya, bagaimana kamu mumutuskan satu masalah?‟ ia menjawab” saya akan memutuskannya dengan apa yang terdapat di dalam kitab Allah,” beliau bertanya” apabila keputusan itu tidak terdapat didalam kitab Allah?” ia menjawab” saya akan memutuskannya dengan sunnah Rasulullah,” beliau bertanya lagi, “apabila keputusan itu tidak juga terdapat di dalam sunnah Rasullullah?”ia menjawab” saya berijtihad dengan rakyu,” kemudian beliau bersabda,” segala puji bagi Allah yang telah memberi taufik kepada utusan Rasulmya.‖(HR. Tirmidzi).

Atas dasar inilah yang membuat ilmu pendidikan disebut ilmu pendidikan islam. Tanpa dasar ini tidak akan ada ilmu pendidikan Islam.25 berbeda dengan epistemologi dalam kajian filsafat ilmu bahwa dasar, sumber dan validitas pengetahuan seperti, dari mana manusia memperoleh pengetahuan atau apa sumber pengetahuan itu? Bagaimana hubungan subjek yang mengetahui dengan objek yang diketahui( struktur atau situasi pengetahuan? Apa kretiria pengetahuan yang disebut benar?.Apakah yang menjadi batas wilayah ilmu pengetahuan? Dan pertanyaan lainya.26

Disini perlu digarisbawahi bahwa bukan berarti penulis meletakkan filsafat pada tempat yang bermakna negatif, akan tetapi selagi bisa diterima dan tidak bertentangan dengan ajaran agama khususnya islam sah-sah saja, selagi memenuhi prosedur dan metode ilmiah yang tidak bertentangan. Bisa jadi ilmu pendidikan islam memiliki landasan epistemologis yang bisa diterima, jika ada epistemoligi islam, maka akan lahir metodologi islam.

25

Hery Nuer Aly, Ilmu Pendidikan Islam,,, hal. 31

26

Akhyar yusuf lubis, Filsafat Ilmu; Klasik Hingga Kontemporer, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2015), cet ke-2, hal 31. Lebih jelas dalam cabang filsafat sumber ilmu pengetahuan dikenal dengan istilah epistemologi (teori ilmu pengetahuan). Lebih lengkap lihat Mujamil Qomar, Epistemologi Pendidikan Islam; Dari Metode Rasional Hingga Metode Klasik,,, hal. 163-194

Gambar

Gambar II  Horizon

Referensi

Dokumen terkait

- Untuk indikator ini belum dapat direalisasikan sehingga capaian kinerjanya 0%, karena proses rekomendasi untuk menjadi kebijakan harus menjalani beberapa tahapan yakni :

Wibowo, Arik. Analisis Kesalahan Siswa Berdasarkan Taksonomi Bloom dalam Mengerjakan Soal pada Materi Limit Fungsi. Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas

Mengenai kebenaran beliau, Hadrat Masih Mau'ud ‘alaihis salaam menulis: 'Aku melihat bahwa orang yang mau mengikuti alam dan hukum alam telah diberikan kesempatan bagus oleh

Output yang dihasilkan dari sistem ini memberikan hasil berupa informasi laporan keuangan dan progress pencapaian target bisnis yang dapat diterima oleh pemegang keputusan

Komunikasi hasil penelitian mempunyai arti tersendiri, karena bagaimanapun baiknya suatu penelitian yang telah dilakukan, tapi tanpa dilakukan komunikasi kepada orang

renforcing factors ), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petuygas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari..

KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi

Secara khusus penelitian ini memiliki tujuan untuk menghasilkan penulisan sejarah lokal yang bersifat kritis analitis, Secara Akademis, mampu mejelaskan proses