• Tidak ada hasil yang ditemukan

2016 KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2016 KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1

Aan Amelia, 2016

KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Setiap orang pasti berharap dapat memiliki masa depan yang sukses. Akan tetapi, untuk merealisasikannya tidak cukup hanya dengan berharap. Berbagai usaha harus dilakukan untuk mencapai masa depan yang sesuai dengan harapan. Salah satu usahanya yaitu dengan mempersiapkan diri sejak dini. Selain berfokus pada usaha yang dilakukan saat ini, untuk mempersiapkan masa depan, individu juga harus dapat memutuskan arah dan tujuan dalam hidupnya.

Usia remaja diidentifikasi sebagai masa yang penting untuk mengembangkan orientasi masa depan. Menurut Trommsdorff, G. (1986, hlm. 121), remaja harus menghadapi ketidakamanan yang berkaitan dengan pembentukan identitas diri sekarang dan masa depan mereka, juga terhadap lingkungan masa depan mereka. Remaja dihadapkan pada berbagai macam tugas perkembangan diantaranya pembentukan identitas peran gender, pembuatan pilihan karir, dan memperoleh otonomi dari orang tua. Pencapaian tugas-tugas perkembangan ini tentunya akan berpengaruh terhadap pencapaian tugas pada periode perkembangan selanjutnya di masa depan, seperti pernikahan, pekerjaan, dan gaya hidup (Nurmi, J.E., 1991, hlm. 9).

Pada masa remaja, individu mulai membayangkan akan menjadi apa mereka di kemudian hari dan muncul keinginan-keinginan untuk mencapai sesuatu yang pada masa sekarang belum bisa mereka capai. Hal ini sejalan dengan pendapat Rarasati, N. dkk. (2012, hlm. 1264) yang menyebutkan bahwa orientasi masa depan tentu saja memengaruhi cara remaja mempersiapkan kehidupan sekarang untuk mencapai tujuan mereka.

Salah satu minat remaja dalam mengembangkan orientasi masa depan adalah minat terhadap pendidikan yang juga dipengaruhi oleh minat mereka pada pekerjaan. Jika mereka mengharapkan pekerjaan yang menuntut pendidikan tinggi, maka pendidikan akan dianggap sebagai batu loncatan. Biasanya remaja

(2)

2

Aan Amelia, 2016

KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

lebih menaruh minat pada pelajaran-pelajaran yang nantinya akan berguna dalam bidang pekerjaan yang dipilihnya (Hurlock, E.B., 1980, hlm. 220).

(3)

Aan Amelia, 2016

KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Bagi remaja, aspirasi masa depan dapat dikonseptualisasikan sebagai pendidikan dan jabatan impian yang mereka miliki untuk pekerjaan masa depan mereka. Sebuah penelitian besar menunjukkan bahwa aspirasi remaja di masa depan, di bidang karir, pendidikan dan keluarga, secara signifikan mempengaruhi pengalaman hidup mereka nantinya (Sirin, S.R., dkk, 2004, hlm. 438). Semua studi mengenai harapan, tujuan, dan ekspektasi menunjukkan bahwa remaja paling tertarik dalam pekerjaan dan pendidikan masa depan mereka (Nurmi, J.E., 1991, hlm. 16). Sehingga, dapat dinyatakan bahwa salah satu bidang yang menjadi pusat perhatian atau titik berat pandangan remaja tentang masa depan adalah bidang pekerjaan.

Berpikir dan merencanakan masa depan sangat penting bagi remaja karena beberapa alasan. Pertama, remaja dihadapkan dengan sejumlah tugas perkembangan normatif (Dittmann-Kohli, 1986; Havighurst, 1948/1974), yang ditetapkan oleh orang tua mereka, teman sebaya, dan guru, yang sebagian besar berhubungan dengan perkembangan selama rentang kehidupan. Oleh karena itu, Nurmi, J.E. menekankan bahwa berpikir tentang masa depan adalah penting. Kedua, keputusan orientasi masa depan remaja, berkaitan dengan karir, gaya hidup, masa depan keluarga, dan hal-hal penting yang memengaruhi kehidupan dewasa mereka nanti. Ketiga, cara remaja melihat masa depan memainkan peran penting dalam pembentukan identitas mereka, yang sering didefinisikan dalam hal eksplorasi dan komitmen mengenai kepentingan orientasi masa depan (Bosma, 1985; Marcia, 1980) (dalam Nurmi, J.E., 1991, hlm. 1).

Dalam buku penataan pendidikan professional konselor dan layanan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan (Depdiknas, 2008, hlm. 197), menyebutkan bahwa tujuan pelayanan bimbingan dan konseling ialah agar konseli dapat: (1) merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupannya di masa yang akan datang; (2) mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin; (3) menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat, serta lingkungan kerjanya; (4) mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja. Dengan demikian,

(4)

Aan Amelia, 2016

KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

bimbingan dan konseling di sekolah harus mampu membantu peserta didik mengembangkan orientasi untuk masa depannya.

Perencanaan pekerjaan di masa depan berkaitan dengan pendidikan yang dipilih pada masa sekarang, seperti dalam peminatan atau penjurusan di Sekolah Menengah. Pada setiap tahun, banyak anak muda yang menamatkan studi dari jenjang pendidikan tertentu. Banyak dari mereka mengharapkan dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Namun, ada juga yang memang tidak bermaksud untuk melanjutkan pendidikan tetapi langsung memasuki dunia pekerjaan, yang tentunya mereka juga mengharapkan agar dapat diterima pada lapangan kerja yang sesuai (Prayitno & Amti, E., 2004, hlm. 276).

Hal tersebut memang tidak akan menjadi masalah bagi individu yang sudah mempersiapkan diri menghadapi transisi setelah masa kelulusan. Akan tetapi, tidak sedikit remaja yang merasa bingung, cemas, dan bahkan tidak punya rencana sama sekali. Beberapa diantara mereka yang membuat rencana hanya berdasarkan kemauan dan keinginannya, tidak menyesuaikan dengan kemampuan dan bakat yang dimiliki. Bahkan ada diantaranya hanya ikut-ikutan teman. Sehingga, ketika lulusan sudah masuk pada lembaga pendidikan atau jurusan tertentu, mereka tidak dapat mencapai hasil belajar yang baik. Pada akhirnya, mereka pun mengundurkan diri, pindah jurusan ataupun pindah sekolah. Sama halnya ketika seseorang yang diterima pada lapangan pekerjaan tertentu, yang setelah masuk mereka merasa tidak sesuai dengan pekerjaan tersebut, sehingga pemenuhan tugas-tugas atau kewajiban-kewajiban tidak berjalan dengan baik dan hasilnya pun tidak sesuai dengan harapan.

Bagi lulusan SMK yang memang pada masa pendidikan disekolahnya sudah diarahkan atau disiapkan untuk menghadapi lapangan kerja, mungkin tidak akan terlalu sulit dalam menentukan rencana setelah menamatkan sekolah. Hal ini dilihat dari spesialisasi jurusan yang beragam pada pendidikan di SMK dan banyaknya praktek yang dilakukan pada masa sekolah. Namun, bagi lulusan SMA tentunya akan berbeda, karena spesialisasi jurusan di SMA hanya terdiri dari jurusan IPA/MIA, IPS/IIS, dan Bahasa. Di SMK, siswa dibekali dengan ilmu-ilmu yang bersifat aplikatif dalam bentuk-bentuk keterampilan tertentu. Sehingga,

(5)

Aan Amelia, 2016

KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

lulusan SMK sudah langsung siap menghadapi dunia kerja, walaupun tidak menutup kemungkinan bagi lulusan yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Akan tetapi, di SMA, siswa lebih diajarkan teori atau dasar-dasar keilmuan yang nantinya akan dilanjutkan pada program studi yang lebih spesifik di perguruan tinggi.

Beberapa individu yang pindah jurusan ketika di perguruan tinggi dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, salah satunya yaitu pertimbangan karir dan prospek ekonomi di masa depan. Oleh karena itu, penting bagi siswa SMA yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, agar mempersiapkan diri lebih baik, yaitu memilih peminatan dengan memperhatikan kemampuan, minat dan bakat yang dimiliki sehingga setelah lulus SMA dan memasuki perkuliahan nantinya secara bertahap akan membangun jaringan yang sesuai kompetensi dan akan mempermudah dalam memasuki bidang pekerjaan yang diharapkan di masa depan. Dengan demikian, penting adanya pengembangan orientasi masa depan bidang pekerjaan bagi siswa.

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa orientasi tujuan masa depan remaja dan dewasa awal dipengaruhi oleh konteks sosial budaya di tempat mereka dibesarkan (Jambori, S., dan Sallay, H., 2003, hlm.131). Chen, P. dan Vazsonyi, A.T., (2013, hlm. 67) meneliti tentang orientasi masa depan, konteks sekolah, dan perilaku bermasalah pada sampel sebanyak 9163 siswa kelas 9 sampai kelas 12 dari 85 Sekolah National Longitudinal Study of Adolescent Health. Hasil penelitian memberikan bukti bahwa orientasi masa depan remaja dikaitkan secara independen dan negatif dengan masalah perilaku. Penelitian Iovu, M.B. (2014, hlm. 433) tentang harapan positif dan kekhawatiran masa depan remaja pada transisi mereka menuju dewasa, dengan partisipan sebanyak 3509 siswa, menunjukkan bahwa remaja merasa masa depan mereka sebagian besar dalam hal yang positif. Pengaruh terbesar bagi harapan positif yaitu kepercayaan diri dan dukungan guru, sementara ekspektasi negatif diprediksi oleh rendahnya dukungan guru, percaya diri, dan dukungan teman sebaya.

Selain itu, dalam sebuah penelitian, perbedaan usia pada orientasi masa depan melalui sampel dari 935 individu dengan usia antara 10 dan 30 tahun

(6)

Aan Amelia, 2016

KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

menggunakan delay discounting task yang merupakan pengukuran baru self-report. Remaja awal secara konsisten menunjukkan orientasi yang lebih lemah untuk masa depan daripada individu berusia 16 dan lebih tua, serta dalam karakteristik dirinya, mereka kurang peduli tentang masa depan dan lebih kecil kemungkinannya untuk mengantisipasi konsekuensi dari keputusan mereka (Steinberg, L. dkk., 2009, hlm. 28).

Penelitian Rufaidah, I. (2010, hlm. 84) dengan responden siswa SMA sebanyak 123 orang (51 %) dan siswa SMK sebanyak 120 orang (49 %) menunjukkan adanya perbedaan signifikan terhadap orientasi masa depan, dilihat dari hasil perhitungan dengan uji t sebesar 2,306 dan nilai probabilitas (0,022) lebih kecil dari alpha (0,05), sehingga penelitian tersebut menyimpulkan bahwa siswa SMA memiliki orientasi masa depan yang secara signifikan lebih tinggi dibandingkan siswa SMK.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Baswedan mengakui tak semua lulusan SMA/sederajat bisa meneruskan ke jenjang perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta. Menurut Anies hanya 60 persen yang bisa melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi. Mereka yang tak melanjutkan kuliah, pilihan utamanya bekerja. Namun hal ini pun tak mudah. Data di Kemendikbud menunjukkan, serapan kerja lulusan SMK sebesar 85 persen (dari total 1.170.748 jumlah lulusan SMK pada 2014). Sementara lulusan SMA angkanya jauh di bawah itu (dilansir dari Kaltim Post, 2015).

Khusus lulusan SMA yang terpaksa mencari kerja, mereka dihadapkan pada persaingan yang tidak berimbang dengan lulusan SMK dari segi keterampilan dan mentalitas kerja. Vivi Alatas, analisis Ekonom Senior Bank Dunia mengungkapkan, “Sebanyak 20 persen tenaga kerja lulusan SMA banyak bekerja di sektor tanpa keterampilan, 65 persen semi-skilled”, statistik ini disebabkan minimnya akses lulusan SMA ke bursa kerja dan mengambil lapangan kerja yang diperuntukkan untuk lulusan SD dan SMP. Fenomena ini imbas dari kegagalan lulusan pendidikan tinggi, khususnya para sarjana yang juga menganggur, dan akhirnya mengambil jatah lulusan SMA (Meidianoor, Undas.co, 2015).

(7)

Aan Amelia, 2016

KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Selain itu, faktor-faktor yang juga mempengaruhi masalah terkait bidang pendidikan dan pekerjaan seperti contoh kasus diatas yaitu kesejahteraan keluarga, rendahnya harapan peserta didik dan orang tua terhadap proses pendidikan, dan kurangnya orientasi untuk masa depan. Selain itu, ada beberapa penelitian sebelumnya yang mendukung data tersebut. Dalam sebuah penelitian dengan partisipan sebanyak 1.774 orang (51,9% perempuan) berusia antara 9 dan 16 tahun yang melaporkan keterhubungan (connectedness) mereka dengan keluarga dan sekolah dengan persepsi mereka tentang orientasi masa depan. Temuan tersebut menunjukkan persepsi yang lebih positif dari orientasi masa depan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui efek dari variabel konteks satu sama lain (Crespo, C. dkk, 2013, hlm. 993).

Dalam interaksi dengan orang tua, teman sebaya, dan guru, individu mempelajari harapan normatif mengenai perkembangan kehidupan, model peran yang terkait, dan standar perilaku (Nurmi, J.E., 1991, hlm. 30), sehingga hal-hal tersebut akan mempengaruhi cara pandang individu tentang masa depan. Hal ini karena, dari interaksi dengan orang-orang terdekat, individu mendapatkan informasi-informasi yang bisa dijadikan sebagai referensi dalam perencanaan masa depannya.

Lembaga pendidikan membuat konteks penting lain dari banyaknya kehidupan remaja, yang secara khusus ditujukan untuk memberikan sumber daya pada remaja dalam mempersiapkan mereka untuk masa dewasa (Brown, B.B. & Larson, R.W., 2002, hlm. 7). Di sekolah siswa-siswa dibimbing dan dibina serta diberikan ilmu pengetahuan sebagai bekal untuk menjalankan kehidupannya. Hal ini juga didukung oleh pendapat Sirin, S.R., dkk. (2004, hlm. 437), yang menyebutkan bahwa sekolah dan mentoring disediakan untuk remaja oleh orang tua dan orang dewasa lainnya, yang bertujuan membantu mempersiapkan mereka menuju peran dewasa yang sesuai dengan budaya.

Menurut Bowlby (dalam Crespo, dkk., 2013, hlm. 995), orientasi masa depan mungkin berkembang dengan baik saat remaja merasa terhubung dengan baik dengan konteks keluarga dan sekolah yang dapat memberikan basis rasa aman untuk mengeksplorasi pilihan masa depan dan menavigasi dunia sosial. School

(8)

Aan Amelia, 2016

KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

connectedness mengacu pada kepercayaan siswa bahwa orang dewasa di sekolah peduli tentang pembelajaran mereka seperti halnya mereka sebagai individu (Blum, R.W. & Libbey, H.P., 2004, hlm. 231).

Sejauh ini, telah dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memprediksi orientasi masa depan dan menguji faktor-faktor tersebut dalam membentuk pemikiran dan perencanaan remaja tentang masa depan mereka. Dilihat dari penelitian sebelumnya, khususnya di Indonesia, secara spesifik penelitian tentang keterhubungan sekolah (school connectedness) dan orientasi masa depan belum dilakukan. Maka dari itu, penelitian ini bermaksud untuk meneliti seberapa besar kontribusi keterhubungan sekolah (school connectedness) terhadap orientasi masa depan siswa dalam bidang pekerjaan.

Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan di SMA Negeri 6 Bandung pada tanggal 23 maret 2016 melalui wawancara dengan guru BK, diketahui bahwa untuk kurikulum yang digunakan saat ini mengharuskan peminatan dimulai sejak siswa masuk ke SMA. Penetapan belajar siswa dilakukan sesuai dengan kondisi dan daya dukung masing-masing satuan pendidikan. Guru BK/Konselor mempertimbangkan beberapa alternatif dalam proses pemilihan dan penetapan peminatan siswa, dintaranya yaitu berdasarkan prestasi belajar siswa ketika di SMP/MTs, prestasi UN, prestasi non akademik di SMP/MTs, minat belajar siswa, data deteksi/rekomendasi dari guru BK di SMP/MTs, serta perhatian dan harapan orang tua. Namun, ketika penetapan peminatan tersebut sudah diumumkan, ada beberapa siswa yang tidak setuju dengan hasil penetapan tersebut. Hal itu terjadi setiap tahunnya, yaitu ketika penerimaan siswa baru. Berbagai alasan melatarbelakangi ketidaksetujuan terhadap hasil keputusan peminatan, seperti siswa yang memang merasa tidak berkeinginan masuk pada jurusan tertentu atau menginginkan masuk pada jurusan tertentu, yang biasanya disebabkan karena siswa memandang suatu jurusan lebih unggul dibandingkan dengan jurusan lainnya. Selain itu, orangtua siswa yang menginginkan anaknya memasuki jurusan tertentu karena obsesi mereka agar anaknya dapat masuk jurusan yang menurut mereka lebih unggul ataupun pandangan mereka tentang masa depan pekerjaan anaknya nanti.

(9)

Aan Amelia, 2016

KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Hal tersebut menjadi sulit ketika keinginan siswa/orangtua siswa tidak didasarkan atau tidak mempertimbangkan kemampuan yang dimiliki siswa. Ketika masalah tersebut muncul, maka guru BK memberikan pemahaman kepada siswa dan orangtua yang tidak setuju dengan hasil peminatan yang telah ditetapkan. Namun, jika siswa/orangtua siswa tetap bersikeras agar pindah peminatan, maka guru BK mencari alternatif lain yaitu dengan melihat persyaratan untuk memasuki suatu peminatan, apakah kemampuan siswa tersebut cukup memadai walaupun tidak terlalu tinggi, selanjutnya siswa pun diberi kesempatan untuk pindah peminatan. Dampaknya, beberapa siswa yang pindah peminatan tapi tidak sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, ketika di semester 2 atau ketika memasuki kelas XI, beberapa diantaranya ada yang mengeluh karena merasa tertinggal dari teman-temannya, sehingga prestasi siswa tersebut pun cenderung rendah.

Berdasarkan studi pendahuluan tersebut, menunjukkan bahwa beberapa siswa ketika memutuskan untuk memasuki suatu peminatan di SMA, diantaranya tidak memperhatikan/mempertimbangkan kemampuannya dengan tuntutan dalam suatu peminatan/jurusan yang berkaitan dengan pengembangan dirinya dalam mempersiapkan masa depan terutama dalam bidang pekerjaan. Sehingga hal ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian dengan salah satu penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa orientasi masa depan remaja SMA sudah tinggi, dan memang seharusnya pada masa remaja, seseorang harus sudah mampu mengembangkan orientasi masa depannya, namun kenyataannya beberapa remaja masih belum memiliki orientasi masa depan yang jelas, termasuk dalam bidang pekerjaannya. Ketidaksesuaian itulah yang dijadikan gap dan melatar belakangi penelitian ini.

Dalam penelitian ini akan mengungkap bagaimana orientasi masa depan siswa dalam bidang pekerjaan atau karir, karena ketika siswa memutuskan untuk memasuki suatu peminatan/jurusan, tentunya penting untuk mempertimbangkan prospek kedepannya dari pilihan peminatan ketika di SMA dan kesesuaian peminatan tersebut terhadap pemilihan jurusan di Perguruan Tinggi dan cita-cita pekerjaannya di masa depan. Selain itu, sekolah juga berperan dalam

(10)

Aan Amelia, 2016

KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pengembangan orientasi masa depan siswa. Dukungan-dukungan dari berbagai pihak sekolah akan membantu siswa dalam mendapatkan ilmu pengetahuan untuk bekal menjalani kehidupan dan mempersiapkan masa depan, termasuk juga membantu siswa dalam mendapatkan informasi-informasi yang berkaitan dengan karir masa depan. Berdasarkan wawancara dengan guru BK SMA Negeri 6 Bandung, diketahui bahwa beberapa siswa kelas XI masih merasa bingung dalam mempersiapkan diri untuk menghadapi masa depannya, terutama masa depan bidang pekerjaan.

Menurut Hurlock, E.B. (1980, hlm. 221), anak SMA mulai memikirkan masa depan mereka secara bersungguh-sungguh. Remaja akhir/remaja yang lebih tua lebih memikirkan apa yang akan dilakukan dan apa yang mampu dilakukan. Semakin mereka mendengar dan membicarakan berbagai jenis pekerjaan, semakin ia kurang yakin mengenai apa yang akan dilakukan. Remaja juga memikirkan cara untuk memperoleh pekerjaan yang diinginkan.

Penelitian tentang kontribusi keterhubungan sekolah (school connectedness) terhadap orientasi masa depan siswa dalam bidang pekerjaan perlu dilakukan untuk mendapatkan data yang empiris tentang orientasi masa depan bidang pekerjaan dan keterhubungan sekolah (school connectedness). Penelitian ini diharapkan mampu dijadikan pertimbangan dalam pembuatan layanan bimbingan dan konseling yang nantinya setelah diketahui kontribusinya, konselor mampu menyusun layanan yang dapat meningkatkan keterhubungan sekolah (school connectedness) siswa di sekolah, sehingga dapat mengembangkan orientasi masa depan mereka.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Tujuan dan kepentingan pribadi memainkan peran penting pada perkembangan manusia karena keduanya mengarahkan perencanaan kehidupan, pengambilan keputusan, dan tentu saja untuk kehidupan masa depan. Tujuan remaja biasanya berhubungan dengan pekerjaan masa depan dan pendidikan (Nurmi, J.E., 1992, hlm. 487).

(11)

Aan Amelia, 2016

KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Teori di lapangan setuju bahwa orientasi masa depan dibentuk oleh kekuatan-kekuatan dalam dunia sosial remaja dan harus dipahami pada kerangka relasional, baik secara kontekstual dan interpersonal (Nurmi, 1991; Nuttin, 1984). Pada tingkat kontekstual, hal itu adalah dalam konteks sosialisasi primer seperti keluarga dan sekolah, saat pandangan diri, orang lain, dunia, dan masa depan disampaikan dan diperoleh. Pada tingkat interpersonal, remaja sering membahas rencana masa depan mereka dengan orang-orang penting dalam hidup mereka seperti orang tua, saudara, teman dan guru (dalam Crespo, C., dkk, 2013).

Berkenaan dengan pengaruh sekolah, literaturnya masih jarang. Namun, penelitian Israelashvili, M. (1997, hlm. 525) menemukan hubungan antara rasa keanggotaan sekolah yang tinggi dan harapan masa depan remaja. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Goodenow, C. dan Grady, K.E. (2010, hlm. 60) menunjukkan hubungan positif antara rasa memiliki sekolah dan hasil (outcome) yang dekat dengan orientasi masa depan seperti harapan siswa, motivasi sekolah dan usaha/ketekunan pada pekerjaan akademik yang sulit.

Penelitian Steinberg, L. dkk., (2009, hlm. 28) menyatakan bahwa remaja awal secara konsisten menunjukkan orientasi yang lebih lemah untuk masa depan daripada individu berusia 16 dan yang lebih tua. Selain itu, penelitian Crespo, C. dkk. (2013, hlm. 993) dengan partisipan sebanyak 1.774 orang (51,9% perempuan) berusia antara 9 dan 16 tahun yang melaporkan keterhubungan (connectedness) mereka dengan keluarga dan sekolah dengan persepsi mereka tentang orientasi masa depan. Temuan tersebut menunjukkan persepsi yang lebih positif dari orientasi masa depan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui efek dari variabel konteks satu sama lain.

Penelitian Rufaidah, I. (2010, hlm. 84) dengan responden siswa SMA sebanyak 123 orang (51 %) dan siswa SMK sebanyak 120 orang (49 %) menunjukkan adanya perbedaan signifikan terhadap orientasi masa depan, dilihat dari hasil perhitungan dengan uji t sebesar 2,306 dan nilai probabilitas (0,022) lebih kecil dari alpha (0,05), sehingga penelitian tersebut menyimpulkan bahwa siswa SMA memiliki orientasi masa depan yang secara signifikan lebih tinggi dibandingkan siswa SMK. Sedangkan pada kenyataannya, masih ada beberapa

(12)

Aan Amelia, 2016

KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

siswa SMA yang memiliki orientasi masa depan yang masih kurang atau belum jelas.

Menurut Bowlby (dalam Crespo, C. dkk., 2013, hlm. 995), orientasi masa depan mungkin berkembang dengan baik saat remaja merasa terhubung dengan konteks keluarga dan sekolah yang dapat memberikan basis rasa aman untuk mengeksplorasi pilihan masa depan dan menavigasi dunia sosial. Persepsi siswa tentang dukungan guru dan rasa memiliki sekolah (school belonging) memainkan peran krusial dalam perasaan keterhubungan ke sekolah dan kesejahteraan sosio-emosional (Stracuzzi, N.F. & Mills, M.L. 2010, hlm. 7). Dengan demikian, siswa terhubung dengan lingkungan sekolah ketika terjalinnya hubungan yang positif dan saling menghormati dan/atau menghargai antara siswa dengan orang-orang yang ada di sekolah, seperti guru, staf sekolah dan siswa lainnya. Hal ini salah satunya ditunjukkan dengan perasaan siswa yang mendapat dukungan kuat dari gurunya dalam proses pembelajaran.

Siswa yang merasa terhubung pada sekolah, suka untuk pergi ke sekolah, mereka menyukai guru mereka dan siswa lainnya, dan mereka berkomitmen untuk belajar, menyelesaikan tugas mereka, dan melakukan yang terbaik. Menurut Eccles (1993) sebagian besar saat di SD, siswa merasa terhubung pada sekolah mereka, school connectedness pada umumnya mulai menurun di SMP. Di SMA, sebanyak 40-60% dari semua remaja, baik itu remaja urban (perkotaan), sub urban, dan rural (pedesaan), melaporkan terputus dari sekolah/tidak terhubung ke sekolah (Klem & Connel, 2004), menunjukkan bahwa mereka tidak menyukai guru mereka, kurangnya minat di sekolah, dan tidak menemukan pekerjaan sekolah yang bermakna atau menarik (dalam Monahan, K.C. dkk., 2010, hlm. 3).

Survei BC Kesehatan Remaja (2008 dan 2013) menegaskan bahwa siswa yang melaporkan school connectedness yang tinggi lebih mungkin berharap untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (BC School Centered Mental Health Coalition, 2014, www.healthyschoolbc.ca).

Beberapa penelitian telah menunjukkan betapa pentingnya orientasi masa depan bagi remaja, selain membantu merencanakan juga membantu mempersiapkan diri untuk menghadapi masa depan. Namun, beberapa remaja

(13)

Aan Amelia, 2016

KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

masih kesulitan dalam menentukan arah dan tujuan dalam hidupnya, seperti dalam menentukan pentingnya pendidikan bagi kehidupan mereka di masa yang akan datang, dengan kata lain kurangnya orientasi masa depan dalam diri mereka.

Penelitian-penelitian sebelumnya di Indonesia, telah menghubungkan berbagai faktor yang berpengaruh terhadap orientasi masa depan remaja, seperti dukungan orangtua dan hubungan dengan teman sebaya, namun belum ada yang secara spesifik meneliti tentang school connectedness dengan orientasi masa depan. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian kembali di Indonesia pada usia remaja serta disesuaikan dengan budaya lokal, agar didapat data empiris tentang seberapa besar kontribusi keterhubungan sekolah (school connectedness) terhadap orientasi masa depan siswa khususnya di Indonesia.

Berdasarkan identifikasi masalah penelitian yang telah dipaparkan diatas, maka rumusan masalah dijabarkan ke dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimana gambaran umum keterhubungan sekolah (school connectedness) siswa kelas XI di SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2015/2016?

1.2.2 Bagaimana gambaran umum orientasi masa depan bidang pekerjaan siswa kelas XI di SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2015/2016?

1.2.3 Seberapa besar kontribusi keterhubungan sekolah (school connectedness) terhadap orientasi masa depan bidang pekerjaan siswa kelas XI di SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2015/2016?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pernyataan yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian ini adalah menghasilkan gambaran empirik mengenai:

1.3.1 Gambaran umum orientasi masa depan bidang pekerjaan siswa kelas XI di SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2015/2016.

1.3.2 Gambaran umum keterhubungan sekolah (school connectedness) siswa kelas XI di SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2015/2016.

(14)

Aan Amelia, 2016

KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1.3.3 Kontribusi keterhubungan sekolah (school connectedness) terhadap orientasi masa depan bidang pekerjaan siswa kelas XI di SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2015/2016.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan serta referensi khususnya mengenai gambaran keterhubungan sekolah (school connectedness) dengan orientasi masa depan serta membantu perkembangan teori orientasi masa depan, khususnya dalam seting sekolah.

1.4.2 Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini dapat bermanfaat, yaitu:

a. Menjadi pertimbangan konselor/guru BK untuk meningkatkan orientasi masa depan siswa terutama dalam bidang pekerjaan melalui layanan bimbingan dan konseling dengan pendekatan yang juga meningkatkan keterhubungan sekolah (school connectedness) bagi seluruh siswa di sekolah.

b. Bahan kajian dan pengetahuan bagi peneliti selanjutnya yang berhubungan dengan keterhubungan sekolah (school connectedness) dan orientasi masa depan, diharapkan peneliti selanjutnya mengembangkan hasil penelitian ini dengan menguji seberapa efektif intervensi dengan menggunakan pendekatan keterhubungan sekolah (school connectedness) pada siswa terhadap orientasi masa depan bidang pekerjaannya.

1.5 Struktur Organisasi Skripsi

Struktur organisasi skripsi mengenai kontribusi keterhubungan sekolah (school connectedness) dengan orientasi masa depan bidang pekerjaan, studi deskriptif pada siswa kelas XI SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2015/2016 terdiri dari lima bab. Bab 1 Pendahuluan, memaparkan latar belakang penelitian, identifikasi dan rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi skripsi. Bab II Kajian pustaka memaparkan

(15)

konsep-Aan Amelia, 2016

KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

konsep/teori-teori dalam bidang yang dikaji, penelitian terdahulu yang relevan, dan kerangka pemikiran. Bab III Metode penelitian memaparkan desain penelitian, partisipan penelitian, populasi dan sampel, perumusan dan pengembangan instrumen penelitian, prosedur penelitian, dan anlisis data. Bab IV Temuan dan pembahasan memaparkan tentang temuan penelitian berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data sesuai dengan urutan rumusan permasalahan penelitian Bab V Simpulan, implikasi, dan rekomendasi terdiri dari simpulan, implikasi, rekomendasi, utamanya bagi yang berkaitan dengan bimbingan dan konseling serta peneliti selanjutnya.

Referensi

Dokumen terkait

Strategi SO tersebut menghasilkan empat strategi yaitu (1) Kualitas benih jagung yang baik akan dapat memenuhi kebutuhan benih jagung, (2) Merek Celeron sudah terdaftar

Jika hari ini mereka mengalami salju atau hujan maka besok akan bercuaca sama dengan peluang separuhnya.. Jika terdapat perubahan cuaca dari salju atau hujan, hanya separuh dari

[r]

Pada Pembubaran yang demikian ini, bahwa Pembubaran yang dimaksud adalah penghentian operasional Perseroan Terbatas yang dilakukan oleh organ-organ Perseroan

4 Karena bagi Engel, gereja merupakan institusi sosial yang hidup, berkembang dan melaksanakan tugas panggilannya di tengah-tengah masyarakat sehingga bukan

Umur simpan produk emulsi (yang diwakili oleh jenis emulsi A), untuk dapat dikatakan sebagai minuman emulsi yang kaya kandungan beta karoten (100 ppm kadar beta karoten)

Model pembelajaran the power of two adalah pembelajaran yang dipergunakan guru dalam mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. The power of two sebagaimana

Pengaruh likuiditas dan profitabilitas terhadap return saham pada sub sektor konstruksi dan bangunan yang terdaftar di bursa efek indonesia.. Universitas Pendidikan Indonesia |