BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kawat gigi atau behel (bahasa Inggris: dental braces) adalah salah satu alat yang digunakan untuk meratakan dan merapikan gigi.3 Menurut jenisnya,
bracket (bagian yang menempel) pada kawat gigi untuk tujuan estetis atau
kosmetik ada yang bisa dilihat dan tidak bisa dilihat. Siapa yang sangka bahwa kawat gigi atau behel telah ada dan terus berkembang sejak Sebelum Masehi (SM). Dahulu penggunaan behel berfungsi untuk menjaga gigi yang goyang, tetapi dengan terus berkembangnya zaman dan pengetahuan, kawat gigi biasanya digunakan untuk underbites, maloklusi, overbites, gigitan silang, gigitan terbuka, gigitan yang mendalam, gigi bengkok, dan kelemahan lain seperti gigi dan rahang.4
Semakin berkembangnya zaman, Penggunaan kawat gigi di Indonesia semakin meningkat. Bahkan penggunaan kawat gigi ini bukan lagi untuk kesehatan gigi dan mulut melainkan menjadi trend bagi kalangan anak muda zaman sekarang. Meningkatnya minat masyarakat akhir - akhir ini untuk memakai kawat gigi cukup baik yakni selain untuk kesehatan juga untuk memperbaiki penampilan. 3 http://www.mitrakeluarga.com/gading/mengenal-kawat-gigi-lebih-dekat/ diunduh 18 September 2015 23.30 WIB
4 Agam Ferry Erwana, Seputar Kesehatan Gigi dan Mulut, ( Yogyakarta : Andi Publisher,
Kawat gigi merupakan teknologi dibidang kedokteran gigi untuk membantu orang yang memiliki susunan gigi tidak teratur, atau istilah kedokteran disebut maloklusi. Pada umumnya, maloklusi terjadi akibat faktor bawaan yang antara lain termasuk gigi berjejal, adanya ruang atau celah antar gigi. Kelebihan atau kekurangan gigi, serta kelainan pada rahang dan muka. Selain itu maloklusi juga dapat ditimbulkan oleh kebiasaan buruk atau faktor lain, seperti kebiasaan menghisap jari tangan sejak kecil, kebiasaan menjulurkan lidah, atau kondisi pasca kecelakaan yang melibatkan bagian muka, kehilangan gigi terlalu dini, dan banyak faktor lainnya.5 Untuk mengatasi maloklusi biasanya melibatkan banyak faktor dan membutuhkan perawatan khusus dengan menggunakan alat - alat
ortodonti seperti kawat gigi.6
Penerapan kawat gigi berfungsi untuk memindahkan gigi akibat dari gaya dan tekanan pada gigi. Ada empat dasar yang diperlukan untuk membantu memindahkan gigi. Dalam kasus logam tradisional atau kawat gigi, satu menggunakan bracket, bahan pengikat, kawat lengkung, dan elastis ligatur, juga disebut “cincin O” untuk membantu meluruskan gigi. Gigi bergerak ketika kawat lengkung memberikan tekanan pada bracket dan gigi. Kawat gigi memiliki tekanan konstan, yang dari waktu kewaktu, memindahkan gigi ke posisi yang tepat.
7
5 Ardyan Gilang Ramadhan, Serba-serbi kesehatan Gigi dan Mulut, ( Jakarta :Bukune,
2010), hal 155
6 Ibid.
7 Siti Yundali Hongini dan Mac Aditiawarman, Kesehatan Gigi dan Mulut, ( Bandung :
Kawat gigi sebagian besar digunakan dalam mengobati gigi pada anak - anak maupun orang dewasa. Mereka terdiri dari bracket kecil yang menempel kedepan tiap gigi dan geraham disesuaikan dengan pita yang mengelilingi gigi. Keuntungannya adalah salah satunya bisa makan dan minum sambil mengenakan
brace sedangkan kerugiannya adalah mereka harus diperketat secara berkala oleh
dokter gigi.
Prosedur yang harus dialami didalam pemasangan kawat gigi adalah setiap orang atau pasien harus berkonsultasi kepada dokter secara visual. Pemeriksaan tersebut membutuhkan waktu perawatan dari enam bulan sampai enam tahun, tergantung beratnya kasus, lokasi, usia, dan lain - lain, meskipun penelitian telah menunjukkan bahwa durasi rata - rata adalah 1 tahun dan 4 bulan.8
Semakin meningkatnya perkembangan teknologi kedokteran tentu cukup membuat semakin kuatnya kepedulian masyarakat terhadap kesehatan. Pemasangan kawat gigi yang seharusnya hanya menjadi kewenangan dokter spesialis ortodonti tetapi pada kenyataannya mereka yang bukan dokter gigi pun turut menawarkan praktek di pinggir jalan dengan label : “Ahli Gigi Terima Pasang Kawat Gigi”. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 339 / Menkes / Per /V / 1989 Tentang Pekerjaan Tukang Gigi dimana dikatakan, bahwa tukang gigi adalah “ mereka yang melakukan pekerjaan di bidang penyembuhan dan pemulihan kesehatan gigi dan tidak mempunyai pendidikan berdasarkan
kedokteran gigi serta telah mempunyai Izin Menteri Kesehatan untuk melakukan pekerjaannya ”.9
Tukang gigi tidak pernah mempelajari secara langsung pada gigi yang terdapat pada tengkorak manusia. Tukang gigi tidak pernah tahu dan belajar mengenai aspek medis terkait alat - alat yang digunakan. Ketua Persatuan Dokter Gigi Indonesia ( PDGI ) Zaura Rini Matram mengatakan “kawat gigi yang dipasang tidak pada prosedur selain dapat menyebabkan gigi bergeser juga dapat menimbulkan beragam penyakit. Pemasangan kawat gigi seharusnya didasarkan pada pemahaman dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran gigi”.
10
Hal ini jarang sekali disadari oleh pengguna kawat gigi. Resiko kedua adalah tumbuhnya bakteri di mulut. Celah antara gigi dan kawat gigi dan antar kawat gigi yang satu dengan yang lain dapat menjadi tempat tumbuhnya bakteri. Dengan adanya banyak celah di dalam mulut, bakteri akan mempunyai banyak tempat baru untuk hidup. Untuk mencegah masalah dengan bakteri, maka
Praktek pemasangan kawat gigi oleh tukang gigi ditentang oleh PDGI. PDGI beralasan, Kawat gigi yang dipasang sembarangan dapat menimbulkan resiko infeksi bagi jaringan yang hidup didalam gigi, berikut resiko kawat gigi yang dipasang oleh tukang gigi. Pertama, penggunaan kawat gigi dapat menyebabkan peregangan di tulang gusi. Tekanan yang terus menerus bisa membuat gigi terkoyak karena tempat berpijaknya gigi akan bergeser.
9
Lihat dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 339/MENKES/PER/V/1989 Tentang Pekerjaan Tukang Gigi Pasal 1 huruf a.
10 http://health.kompas.com/read/2011/04/04/14572541/tukang.gigi.dan.risiko.infeksi
perawatan yang maksimal pada seluruh bagian dalam mulut harus sangat diperhatikan. Satu hal yang harus diperhatikan adalah bahaya infeksi atau penularan penyakit. Memasang gigi di tempat yang kurang bersih atau sembarangan dapat memberikan resiko tertular penyakit. Pemasangan kawat gigi di tempat yang tidak resmi atau berijin dan tergolong murah akan menyebabkan lebih banyak resiko, termasuk penularan penyakit. Tentu saja, ini adalah bahaya gigi yang sangat utama.11
“suatu moral community ( masyarakat moral ) yang memiliki cita - cita dan nilai - nilai bersama. Anggota - anggota profesi disatukan oleh latar belakang pendidikan yang sama dan bersama sama mempunyai keahlian yang tidak dimiliki oleh orang lain, sehingga memperoleh kewenangan tersendiri, dan oleh karena itu mempunyai tanggung jawab khusus”.
Menurut Paul F. Camgigenisch, profesi adalah :
12
Dalam penulisan ini hal - hal tersebut ingin dikaji yaitu mengenai kewenangan tukang gigi dalam memberikan jasa ortodonti kepada konsumen. Kajian untuk mengetahui apakah pemberian layanan jasa ortodonti oleh tukang Meskipun telah diatur mengenai kewenangan tukang gigi didalam Peraturan Menteri Kesehatan, masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui mengenai peraturan mengenai kewenangan tukang gigi dan apa sebenarnya resiko bagi konsumen yang menerima jasa ortodonti yang ditawarkan oleh tukang gigi daripada pelayanan ortodonti yang ditawarkan oleh dokter spesialis ortodonti karena tarif yang ditawarkan oleh tukang gigi jauh lebih murah dibandingkan tarif jasa dokter spesial ortodonti.
11
http://artikelkesehatanwanita.com/bahaya-gigi-behel-di-dokter-profesional-maupun-tukang-gigi.html diunduh 26 September 2015 pukul 23.00 WIB
12 Danny Wiradharma, Etika Profesi Medis, Cet 2. ( Jakarta : Universitas Trisakti, 2005),
gigi ditinjau dari Undang - Undang mengenai Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan yang mengatur kewenangan pekerjaan tukang gigi merupakan pelanggaran terhadap hak setiap konsumen dan bagaimana peraturan tersebut dapat melindungi konsumen tehadap fenomena kawat gigi saat ini. Oleh karena itu, maka penelian dengan judul “ Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Jasa Tukang Gigi berdasarkan UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen” dianggap perlu untuk diteliti.
B. Permasalahan
Berdasarkan pengamatan dan penelahaan dari berbagai informasi, literature serta peristiwa - peristiwa yang terjadi di masyarakat dalam hal penelitian ini :
1. Bagaimana hubungan transaksi antara konsumen dengan Ahli Tukang Gigi ?
2. Bagaimana tanggung jawab Ahli Tukang Gigi terhadap konsumen (penerima layanan jasa ortodonti) berdasarkan Undang - Undang Perlindungan Konsumen, dan Undang - undang Kesehatan ?
3. Bagaimana penyelesaian sengketa yang timbul antara konsumen dan Ahli Tukang Gigi apabila terjadi persoalan hukum dikemudian hari ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan mengangkat judul skripsi tentang “ Perlindungan Konsumen Terhadap Konsumen Jasa Tukang Gigi Berdasarkan UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen”.Ingin melakukan penelitian yang bertujuan :
1. Untuk mengetahui secara konkret bagaimana hubungan konsumen dan Praktik Ahli Gigi (khususnya di Kota Medan), sudah memenuhi unsur - unsur hukum dan kepastian hukum.
2. Untuk mengetahui aspek hukum apa sajakah yang ditimbulkan akibat tidak dilindunginya hak konsumen.
3. Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian sengketa konsumen apabila terjadi pelanggaran dalam praktik Pemasangan Gigi Kawat oleh Tukang Gigi
Adapun manfaat dari penelitian penulisan skripsi ini adalah : 1. Secara Teoritis
a. Untuk lebih mengetahui secara mendalam mengenai prosedur- prosedur Pemasangan Gigi Kawat oleh Ahli Gigi dan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku serta lebih khususnya bagi perlindungan konsumen terhadap adanya praktik tersebut
b. Untuk mengetahui prosedur maupun langkah-langkah baik litigasi maupun non litigasi apabila terjadi sengketa dalam praktik pemasangan gigi kawat oleh Ahli Gigi
2. Secara Praktis :
a. Dapat menambah wawasan maupun ilmu pengetahuan mengenai praktik pemasangan gigi kawat
b. Agar masyarakat khususnya konsumen dapat mengetahui apasaja yang menjadi hak-haknya apabila terjadi pelanggaran serta apabila perlindungan hukum terhadap konsumen itu dilanggar.
D. Keaslian Penulisan
Berdasarkan penelusuran dan penelitian di perpustakaan, bahwa tidak ada menemukan skripsi yang berjudul “ Perlindungan Konsumen Terhadap Konsumen Jasa Tukang Gigi Berdasarkan UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen” Penulisan skripsi ini dimulai dengan mengumpulkan bahan - bahan yang berkaitan dengan judul skripsi ini baik melalui literatur yang diperoleh dari perpustakaan atau literatur yang diperoleh dari dosen - dosen Fakultas Hukum USU maupun dari media cetak, media elektronik serta disamping itu juga dilakukan penelitian.
Sehubungan judul skripsi ini telah dilakukan pemeriksaan pada perpustakaan Fakultas Hukum USU untuk membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum ada ataupun belum terdapat di perpustakaan Fakultas Hukum USU. Skripsi yang berkaitan dengan kesehatan gigi adalah :
1. M. Roihan / 070200404 “Perjanjian Perlindungan Kesehatan Terhadap Staf, Karyawan, Dan Pensiunan” ( Studi Pada Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan )
2. Rizki Widatul Husna / 080200222 “Perlindungan Hukum Pasien Pengguna Jamkesmas Dalam Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan di R.S.U.P H.Adam Malik”
3. Kartika P.L.M / 110200071“Perlindungan Hukum terhadap Hak - Hak Pasien Berdasarkan Hukum Positif Indonesia” (Studi Pada Unit Pelayanan Teknis Balai Kesehatan Indera Masyarakat Medan)
Dengan demikian, penulisan skripsi ini dapat dikatakan yang pertama kali dilakukan, sehingga keaslian penulisan ini dapat dipertanggungjawabkan secara akademik dan moral.
E. Metode Penelitian
Metode penulisan pada dasarnya merupakan suatu cara pencarian, bukan hanya sekedar mengamati dengan teliti suatu obyek.13
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Dalam penulisan skripsi metode penelitian sangat diperlukan agar penelitian skripsi menjadi lebih terarah dengan data yang dikumpulkan melalui pencarian - pencarian data yang terhubung dengan permasalahan dalam skripsi ini. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :
Jenis penelitian yang digunakan dalam menjawab permasalahan dalam pembahasan skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif, yaitu penelitan hukum mengenai norma - norma serta ketentuan - ketentuan hukum yang telah ada atau telah berlaku baik secara tertulis maupun tidak tertulis14 dan metode yuridis empiris, yaitu penelitian hukum mengenai cara atau prosedur yang digunakan untuk memecahkan masalah penelitian dengan meneliti data sekunder terlebih dahulu untuk kemudian meneliti data primer yang ada di lapangan.15
13 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Grafindo Persada,
2003), hal 28
14 Ibid, Hal 71
15 Soerjono Soekamto, Penelitian Hukum Normatif, ( Jakarta : Rajawali Press, 1995 ) hal
52
Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis, yaitu dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan ataupun gejala - gejala sosial yang ditimbulkan pemasangan kawat gigi yang dilakukan tukang gigi.16
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang merupakan data yang diperoleh langsung dari narasumber atau langsung dari sumber pertama dan data sekunder yang merupakan data yang diperoleh dari dokumen - dokumen yang resmi, buku - buku, hasil - hasil penelitian,17
a. Bahan hukum primer ialah bahan - bahan hukum contohnya undang - undang perlindungan konsumen no. 8 tahun 1999, undang - undang kesehatan 36 tahun 2009, peraturan menteri kesehatan tentang pekerjaan tukang gigi, peraturan pemerintah, kitab undang - undang hukum perdata, dan lain - lain.
yang terdiri atas :
b. Bahan hukum sekunder ialah bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti hasil - hasil penelitian, pendapat pakar hukum, dan lain - lain.
c. Bahan hukum tersier ialah bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus umum, kamus hukum, majalah yang menjadi
16
Zainuddin Ali, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Radja Grafindo Persada, 2009) hal 174
17 Tampil Anshari, Metodologi Penelitian Hukum Penulisan Skripsi, ( Medan : Pustaka
tambahan bagi penulisan skripsi iniyang berkaitan dengan penelitian ini.18
3. Metode Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah adalah :
a. Studi kepustakaan (Library research) : yakni dengan membaca, mempelajari dan menganalisa buku-buku yang berhubungan dengan skripsi ini.
b. Studi Lapangan ( Field research) : yakni dengan mengadakan wawancara kepada Konsumen Pengguna Jasa Ortodonti dan Ahli Gigi.
4. Lokasi Penelitian dan Sampel
Adapun lokasi penelian akan dilakukan di 10 ahli pasang gigi atau tukang gigi yang ada di Medan
Teknik pengambilan sampel merupakan proses memilih suatu bagian yang representif dari sebuah populasi. Teknik pengambilan sampel yang dipakai dalam penelitian ini adalah non random sampling, yaitu karena tidak semua individu dalam populasi dapat dijadikan sampel19
18
Abdurahman, Sosiologi dan Metodelogi Penelitian Hukum, (Malang : UMM Press : 2009), hal 25
19 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, ( Jakarta: Sinar Grafika, 1991 )
hal 43
. Sampel yang ditentukan dalam penelitian ini adalah tukang gigi di Medan.
Syarat - syarat yang harus diperhatikan dalam pengambilan sampel adalah sebagai berikut :20
a. Harus didasarkan pada ciri - ciri, sifat - sifat, atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri - ciri utama dari populasi
b. Subjek yang diambil sebagai sampel harus benar - benar merupakan subjek yang paling banyak mengandung ciri - ciri yang terdapat pada populasi
c. Penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan teliti dalam studi pendahuluan
Adapun yang menjadi responden adalah : a. Dokter gigi Spesialis Ortodonti b. Tukang gigi
c. Konsumen
Adapun yang menjadi informan adalah salah satu pengurus Persatuan Dokter Gigi Indonesia ( PDGI) yang ada di Medan.
5. Analisis Data dan Penarikan Kesimpulan
Setelah semua data yang diperlukan terkumpul secara lengkap dan disusun secara sistematis, selanjutnya akan dianalisis. Dalam penelitian ini menggunakan metode analisis data secara kualitatif yaitu suatu kegiatan yang dilakukan untuk
20 Ronny Hanitjo Soemitro, Metode Penulisan Hukum Dan Jurimetri, ( Jakarta : Ghalia
menentukan isi atau makna suatu aturan hukum yang dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang menjadi obyek kajian.21
Penarikan kesimpulan dari proses berfikir dianggap valid bila proses berpikir tersebut dilakukan menurut cara tertentu, misalnya cara penarikan kesimpulan secara deduktif. Deduktif ialah cara pengambilan kesimpulan dari umum ke khusus. Didalam deduktif, kesimpulan harus mengikuti alasan (premis) yang diberikan, alasan yang dikatakan berarti kesimpulan dan merupakan suatu bukti (proof).22
F. Sistematika Penulisan
Jadi penarikan kesimpulan secara deduktif dapat dilakukan secara
langsung dan tidak langsung oleh peneliti terhadap objek penelitian Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Jasa Tukang Gigi berdasarkan UU No. 8 Tahun 1999.
Penulisan skripsi ini dibagi atas 5 ( lima ) bab, dimana masing- masing bab dibagi lagi atas beberapa sub bab. Uraian singkat atas bab- bab dan sub - sub bab tersebut akan diuraikan sebagai berikut :
Bab Pertama merupakan bab yang menguraikan tentang hal - hal yang umum yang mendasari penulisan skripsi ini, yang terdiri dari latar belakang, permasalahan, manfaat dan tujuan penulisan ,kerangka teori , metode penulisan dan sistematika penulisan.
Bab Kedua merupakan bab yang berisi tentang gambaran umum tentang perlindungan tentang konsumen dan perlindungan konsumen, yang dimulai
21 Bambang Sunggono, Op Cit, hal 30
22 J. Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, ( Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hal
dengan latar belakang hukum perlindungan konsumen, pengertian konsumen dan hukum perlindungan konsumen, asas, prinsip, dan tujuan hukum perlindungan konsumen, hak dan kewajiban konsumen, serta hak dan kewajiban pelaku usaha.
Bab Ketiga merupakan bab yang menguraikan gambaran mengenai Peran dari Pemerintah dan Ikatan dokter gigi di Indonesia, pelayanan jasa ortodonti, sejarah orttodonti, dasar hukum pemberian layanan jasa ortodonti, dasar hukum pemberian layanan jasa ortodonti, peran pembinaan dan pengawasan Pemerintah di Bidang Kesehatan,
Bab Keempat ini merupakan bab yang membahas tentang pokok permasalahan yakni aspek perlindungan hukum konsumen dalam praktik Ahli Gigi Ditinjau dari UU No. 8 Tahun 1999, yang terdiri dari : Hubungan transaksi antara konsumen dan tukang gigi khususnya di Kota Medan, Tanggung jawab pelaku usaha terhadap pelanggaran praktik Ahli Gigi, penyelesaian sengketa konsumen apabila terjadi pelanggaran
Bab Kelima berisikan mengenai penutup yaitu kesimpulan dan saran dari pembahasan dan penguraian dari bab- bab sebelumnya.