• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. rata-rata konsumsi daging sapi selama periode adalah 1,88

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. rata-rata konsumsi daging sapi selama periode adalah 1,88"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1 I. PENGANTAR

1.1 Latar Belakang

Protein hewani merupakan jenis asupan makanan yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Daging dan susu sapi adalah dua contoh sumber protein hewani yang cukup populer di kalangan masyarakat. Di Indonesia, rata-rata konsumsi daging sapi selama periode 2002-2012 adalah 1,88 kg/kapita/tahun (Respati dkk., 2013). Di sisi lain, konsumsi susu masyarakat Indonesia adalah 13,4 liter/kapita pada 2014 yang lebih tinggi dibandingkan konsumsi pada 2013. Namun demikian, tingkat konsumsi susu tersebut masih lebih rendah dibandingkan negara ASEAN lain yang mencapai 22,1 liter (Philipina), 33,7 liter (Thailand) dan 50,9 liter (Malaysia) pada tahun 2012 (Wright and Meylinah, 2014).

Secara nasional, konsumsi daging dan susu sapi meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan pertumbuhan tingkat pendapatan, jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat terhadap pemenuhan gizi. Data Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional menunjukkan bahwa, pada 2008 konsumsi daging sapi Indonesia adalah 395.244 ton dan terus bertambah setiap tahunnya hingga mencapai 544.896 ton pada 2012 (Anonim1, 2013). Sementara itu, permintaan susu sapi pada 2011 mencapai 3.653.000 ton, meningkat 890.000 ton dari tahun 2007 (Anonim2, 2012).

Secara garis besar, produksi daging dan susu sapi dalam negeri mengalami pertumbuhan tiap tahunnya. Rata-rata produksi daging sapi dalam

(2)

2 negeri selama periode 2008-2012 adalah 324.458 ton, dan mencapai 425.495 ton pada 2012. Sejalan dengan daging sapi, produksi susu sapi dalam negeri juga meningkat tiap tahunnya selama periode 2009-2012, dengan rata-rata produksi per tahun 917.800 ton. Pada 2012, produksi susu dalam negeri mencapai 959.700 ton (Anonim1, 2013). Walaupun produksi dalam negeri terus mengalami peningkatan, jumlah tersebut belum mampu mencukupi permintaan daging dan susu sapi tiap tahunnya (Wright and Meylinah, 2014). Oleh karena itu, pemerintah melakukan impor berupa bibit sapi perah dan sapi potong, sapi bakalan serta daging sapi sebagai salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Berdasarkan Laporan Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Semester 2 tahun 2013, sapi dan daging sapi yang diimpor oleh Indonesia sebagian besar berasal dari Australia dan New Zealand. Walaupun importasi sapi hidup (sapi perah dan sapi potong) dapat meningkatkan populasi sapi perah dan mengatasi kekurangan suplai daging sapi, namun hal tersebut mempunyai resiko, yaitu masuknya penyakit atau agen penyebab penyakit pada sapi dari negara eksportir ke wilayah Indonesia.

Salah satu agen penyebab penyakit pada sapi yang berpotensi masuk ke Indonesia melalui proses impor adalah virus bovine viral diarrhea(BVDV). Virus bovine viral diarrheamerupakan penyebab penyakit reproduksi menular dan diare ganas (bovine viral diarrhea) pada sapi. Belum diketahui dengan jelas sejak kapan virus dan penyakit tersebut masuk ke Indonesia, namun diketahui pada 1988 terjadi wabah diare ganas di beberapa wilayah di Indonesia (Santhia dkk., 1992; Muhammad dkk., 2004).

(3)

3 Infeksi BVDV baik pada sapi perah maupun sapi potong, menyebabkan infertilitas pada sapi, meningkatkan angka aborsi dan menurunkan produksi susu yang berdampak pada produktivitas ternak di berbagai negara, seperti New Zealand, Australia dan beberapa negara di Eropa (Grooms, 2006; Heuer et al., 2007). Selain itu, sering kali infeksi BVDV tidak disertai gejala namun menimbulkan imunosupresi yang menyebabkan ternak menjadi rentan terhadap infeksi oleh virus atau pathogen lain (Chase, 2013). Dengan demikian, adanya infeksi BVDV di suatu wilayah di Indonesia berpotensi mengakibatkan kerugian ekonomi bagi peternak serta produksi daging dan susu sapi dalam negeri.

Berkaitan dengan hal tersebut, pemetaan penyebaran dan status infeksi BVDV di Indonesia dalam rangka kontrol penyakit, penting untuk dilakukan. Penyebaran dan status infeksi BVDV dapat dipelajari melalui uji serologis antibodi total terhadap BVDV. Namun, hasil deteksi antibodi total terhadap BVDV saja tidak dapat menggambarkan status infeksi dengan tepat. Hal tersebut terjadi karena sapi yang terinfeksi oleh BVDV secara alami maupun yang telah menjalani vaksinasi BVD, akan menunjukkan hasil positif pada uji antibodi total terhadap BVDV. Oleh karena itu perlu dilakukan uji lebih lanjut untuk identifikasi mengenai asal infeksi BVDV pada sapi yang terdapat di Indonesia, apakah berasal dari infeksi alami atau vaksinasi, berdasarkan protein p80.

Protein p80 merupakan salah satu protein paling imunogenik pada virus BVD dan bersifat higly conserved diantara anggota genus Pestivirus (Bolin and Ridpath, 1989; Chimeno and Taboga, 2006). Infeksi alami virus BVD dan vaksinasi dengan modified live vaccine (MLV) mampu menginduksi respon imun

(4)

4 humoral yang kuat terhadap p80 (Bolin and Ridpath, 1989), namun tidak pada vaksinasi dengan vaksin inaktif BVDV (Graham et al., 2003). Dengan demikian, protein tersebut dapat digunakan sebagai dasar dalam menentukan asal infeksi BVDV pada sapi yang terdapat di Indonesia, sehingga dapat diperoleh status infeksi BVDV yang lebih meyakinkan untuk menentukan strategi kontrol penyakit yang lebih tepat dan optimal.

1.2 Permasalahan Penelitian

Salah satu respon imun tubuh sapi terhadap infeksi BVDV adalah melalui pembentukan antibodi terhadap virus tersebut. Keberadaan antibodi tersebut dapat digunakan untuk mengetahui status penyebaran infeksi BVDV, melalui uji serologis antibodi total terhadap BVDV. Namun demikian, hasil positif pada deteksi antibodi total BVDV tersebut mempunyai tiga kemungkinan interpretasi hasil, yaitu: (1) Sapi pernah teinfeksi BVDV tetapi sudah sembuh, (2) Sapi sedang dalam kondisi terinfeksi BVDV atau (3) Sapi belum pernah terinfeksi BVDV akan tetapi pernah divaksinasi BVD. Oleh karena itu, uji serologis antibodi total terhadap BVDV saja tidak dapat menggambarkan status infeksi BVDV secara tepat. Dengan demikian timbul suatu masalah, infeksi BVDV di suatu peternakan di wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah dan DIY apakah berasal dari infeksi alami atau berasal dari vaksinasi.

(5)

5 1.3 Keaslian Penelitian

Upaya penanggulangan BVD sebagai penyakit reproduksi menular pada sapi potong maupun sapi perah melalui kajian ilmiah dan penelitian, telah banyak dilakukan di Indonesia. Sejumlah penelitian mengenai BVD pernah dilaporkan, yaitu berkaitan dengan kasus wabah diare ganas di Jawa Timur, Riau, Bengkulu, Lampung, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, NTT, dan NTB yang dikenal dengan wabah penyakit diare ganas (Darmadi, 1989; Wiyono dkk., 1989; Peranginangin, 1991). Selanjutnya pada 1992, Santhia dkk. melaporkan mengenai survei serologis antibodi bovine viral diarrhea pada peternakan sapi di provinsi Bali, NTB dan NTT. Penelitian mengenai penyakit BVD lalu berkembang hingga mencapai tahap isolasi dan identifikasi nonsitopatik BVDV pada sapi perah beserta gangguan reproduksi yang menyertainya (Untari dan Wuryastuti, 1998) dan pembuatan kit diagnosis untuk deteksi imunologis cepat dan dini penyakit diare ganas pada sapi perah dan potong di Indonesia (Wasito, 2002). Selain itu, juga terdapat sejumlah laporan mengenai kasus BVD di beberapa daerah di Indonesia, seperti di Sulawesi Selatan (Muhammad dkk., 2004), Kalimantan Tengah (Utomo dan Widjaja, 2006), BVD berkaitan dengan penyakit Jembrana pada sapi Bali di Kalimantan Timur (Supriyadi dkk., 2006), BVD pada sapi potong impor di daerah Banten dan Jawa Barat (Agustiani, 2013; Septiawaty, 2013).

Sudarisman juga melakukan kajian mengenai infeksi BVDV pada sapi di lapangan (2010) dan permasalahan BVD pada sapi di Indonesia (2011). Namun

(6)

6 demikian, dari penelitian-penelitian tersebut, terutama yang berkaitan dengan kajian serologis, belum ditemukan laporan mengenai identifikasi asal infeksi BVDV, apakah berasal dari infeksi secara alami atau dari vaksinasi berdasarkan berdasarkan protein p80. Oleh karena itu, penelitian tentang identifikasi infeksi alami BVDV melalui deteksi p80-ELISA merupakan sesuatu yang baru dan belum pernah dilakukan sebelumnya.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi sapi perah yang terinfeksi BVDV secara alami di peternakan sapi di wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah dan DIY.

1.5 Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini, diharapkan sapi-sapi yang terinfeksi BVDV secara alami dapat teridentifikasi. Dengan demikian, dapat dilakukan tindakan dan penanganan lebih lanjut untuk mengatasi sumber infeksi tersebut dan mencegah menyebarnya infeksi virus BVDV sehingga produktivitas sapi perah di Indonesia menjadi optimal.

Referensi

Dokumen terkait

Sekolah harus melakukan evaluasi secara berkala dengan menggunakan suatu instrumen khusus yang dapat menilai tingkat kerentanan dan kapasitas murid sekolah untuk

BILLY TANG ENTERPRISE PT 15944, BATU 7, JALAN BESAR KEPONG 52100 KUALA LUMPUR WILAYAH PERSEKUTUAN CENTRAL EZ JET STATION LOT PT 6559, SECTOR C7/R13, BANDAR BARU WANGSA MAJU 51750

Penelitian ini difokuskan pada karakteristik berupa lirik, laras/ tangganada, lagu serta dongkari/ ornamentasi yang digunakan dalam pupuh Kinanti Kawali dengan pendekatan

Implementasi untuk sistem pengukuran demikian dapat dilakukan cukup dengan mempergunakan dua mikrokontroler, yaitu satu master I2C yang melakukan pengukuran dosis radiasi

Dari hasil perhitungan back testing pada tabel tersebut tampak bahwa nilai LR lebih kecil dari critical value sehingga dapat disimpulkan bahwa model perhitungan OpVaR

Sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui yang berasal dari fosil yaitu minyak bumi dan batubara. Jawaban

Dari area bisnis yang ada, ditemukan beberapa hal menyangkut permasalahan yang ada, yaitu: (1) Pihak manajemen dalam melakukan perencanaan penjualan dan produksi memperoleh data dari

Hasil uji reliabilitas instrumen variabel motivasi belajar (Y) akan diukur tingkat reliabilitasnya berdasarkan interpretasi reliabilitas yang telah ditentukan pada