• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. adalah negara hukum, tidak berdasarkan pada kekuasaan belaka. 1 Menurut I.C

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. adalah negara hukum, tidak berdasarkan pada kekuasaan belaka. 1 Menurut I.C"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peraturan merupakan dasar dari sebuah negara hukum, negara yang pemerintahannya tunduk pada hukum. Sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI) Indonesia adalah negara hukum, tidak berdasarkan pada kekuasaan belaka.1 Menurut I.C Van der Vlies, pada awalnya yang termuat dalam pengertian “negara hukum” hanya keterikatan pemerintah pada Undang-undang.2 Dengan mengikatkan pemerintah pada undang-undang maka perlakuan yang sama oleh pemerintah terhadap tiap orang lebih terjamin, dengan demikian ada kepastian hukum. Lebih lanjut Jimly Asshiddiqie mengungkapkan setiap norma hukum itu haruslah menghasilkan antara nilai kepastian (certainty, zekerheid), keadilan (equity, billijkheid), dan keberguanaan (utility).3

Pembentukan hukum dalam arti undang-undang, merupakan aktivitas penting dalam negara hukum. undang-undang menjadi dasar legalitas bagi seluruh elemen negara, khususnya bagi penyelenggara negara, dalam menyelenggarakan dan mengelola negara.4 Untuk itu, idealnya undang-undang merupakan

1 Lihat Pasal 1 Ayat (3) UUD NRI 1945

2 I.C Van der Vlies, 2005. Buku Pegangan Perancang Peraturan perundang-undangan.

Jakarta: Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI., hlm 1

3 Jimly Asshiddiqie, 2010. Perihal Undang-undang. Jakarta: Rajawali Pers., hlm 3 4 Mahfud MD, Politik Hukum Pembentukan Undang-undang Pasca Amandemen UUD

1945., hlm., XIII. Dalam Kata Pengantar Ketua Mahkamah Konstitusi Pada Sebuah Buku Politik

Hukum Pembentukan Undang-undang Pasca Amandemen UUD 1945, 2012. Pataniari Siahaan. Jakarta. Konpress.

(2)

formalisasi atau kristalisasi norma dan kaidah yang dikehendaki atau sesuai dengan aspirasi masyarakat.

Mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum, negara berkewajiban melaksanakan pembangunan hukum nasional yang dilakukan secara terencana, terpadu, dan berkelanjutan dalam sistem hukum nasional yang menjamin pelindungan hak dan kewajiban segenap rakyat Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945).5 Pembangunan hukum di Indonesia sudah berlangsung cukup lama, yang mana sampai saat ini belum dilakukan evaluasi secara mendasar dan menyeluruh terhadap model hukum yang dibentuk sebagai sarana pembaharuan masyarakat dan menciptakan keadilan serta kepastian hukum.

Perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945) tidak terlepas dari adanya kristalisasi ide-ide demokrasi dari berbagai komponen bangsa dan refleksi atas perjalanan kehidupan kenegaraan dan kebangsaan selama beberapa puluh tahun.6 K. C Wheare mengungkapkan, suatu konstitusi diubah hanya dengan pertimbangan yang matang, dan bukan karena alasan sederhana atau serampangan.7 Tujuan perubahan UUD 1945 yakni menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan pemerintahan negara secara demokratis dan modern, antara lain melalui pembagian kekuasaan yang lebih tegas dengan prinsip check and balance yang ketat dan transparan.

5 Lihat Konsideran menimbang Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang

Pembentukan peraturan perundang-undangan.

6 Agung Djojosoekarto, dalam Pataniari Siahaan, 2012. Politik Hukum Pembentukan

Perundang-undangan Pasca Amandemen UUD 1945. Jakarta: Konpress., hlm. 1

7 K. C. Wheare, 2003. Konstitusi-konstitusi Modern. Surabaya: Pustaka Eureka., hlm

(3)

Sebagai negara modern, Indonesia merupakan salah satu negara yang pernah menganut dua model sistem pemerintahan yaitu sistem parlementer, dan sistem presidensial dalam periode yang berbeda.8 Meskipun pernah menggunakan

sistem pemerintahan yang berbeda, kekuasaan pembentukan peraturan perundang-undangan dalam pola hampir yang sama, yaitu dilakukan bersama-sama antara pemerintah (eksekutif) dan DPR (legislatif).9 UUD 1945 (sebelum perubahan) tidak menjelaskan tentang pembentukan undang-undang dengan lengkap, melainkan hanya menegaskan bahwa Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan DPR10 Mengenai proses pembentukan undang-undang hanya menyebutkan bahwa rancangan undang-undang yang tidak mendapat persetujuan DPR tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan berikutnya.11

Setelah reformasi banyak yang baru dalam tata politik tanah air mengalami perubahan yang signifikan termasuk diantaranya berkaitan dengan kewenangan pembuatan undang-undang. Mengapa hal ini perlu dikedepankan agar kita dapat membaca pikiran dan alur kerja para pembuat undang-undang, termasuk uji kualitas atas capaian. Kenyataan ini sebagai konsekwensi dari empat kali perubahan/amandemen UUD NRI 1945. Setidaknya ada hal strategis berkaitan dengan pembuatan undang-undang yang selama berdirinya republik

8 Saldi Isra, 2010. Pergeseran Fungsi Legislasi, Menguatnya Model Legislasi

Parlementer Dalam Sistem Presidensial Indonesia. Jakarta:Rajawali Pers., hlm. 2.

9 UUD 1945 fungsi legislasi diatur pada Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1), kemudian

dalam Konstitusi RIS juga diatur kekuasaan pembentuk undang-undang yaitu pada eksekutif (pemerintah) dan legislatif (DPR) pada Pasal 127 Konstitusi RIS, dan yang terakhir pada UUD Sementara 1950 kekuasaan pembentuk undang-undang diatur pada Pasal 89.

10 Pasal 5 ayat (1) UUD 1945. 11 Pasal 20 ayat (2) UUD 1945.

(4)

menjadi kewenangan dan berada di tangan presiden12 berpindah tangan kepada DPR13 yang memperjelas begitu berkuasanya DPR saat ini terkait dengan tugas barunya.

Hasil perubahan UUD NRI 1945 itu menempatkan proses pembentukan undang-undang pada titik ekstrim berbeda, yaitu kekuasaan eksekutif ke kekuasaan legislatif.14 Perubahan paradigma fungsi legislasi dilakukan dengan penguatan peran DPR yang dilampiaskan dengan memangkas fungsi legislasi yang dimiliki pemerintah. Secara hierarki, posisi undang-undang terletak dibawah UUD, undang-undang mengatur secara lebih lanjut ketentuan UUD. Pada dasarnya, materi undang-undang merupakan perintah yang ada dalam konstitusi, meskipun pada perkembangannya banyak undang-undang yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan negara diluar amanat eksplisit konstitusi dan juga kebutuhan masyarakat.15

Berkenaan dengan tahapan pembentukan undang-undang, Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU No. 12 Tahun 2011) menegaskan, pembentukan peraturan perundang-undangan adalah yang mencakup tahap perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan dan pengundangan.16 Artinya, perencanaan merupakan salah satu langkah penting dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik.

12 Lihat Pasal 5 UUD 1945 (sebelum amandemen)

13 Lihat Pasal 20 dan 22A UUD NRI 1945 (setelah amandemen)

14 Kekuasaan pembentukan undang-undang sebelum perubahan UUD 1945 berada di

tangan eksekutif (Presiden) setelah perubahan dan menjadi UUD NRI 1945 maka kekuasaan pembentukan undang-undang berada di tangan DPR. Lihat Saldi Isra, 2010. Pergeseran Fungsi…

Op. Cit. hlm 73.

15 Mahfud MD. Politik Hukum… Op. Cit., hlm. XIV

(5)

Substansi sebuah undang-undang dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain soal kapasitas kelembagaan personal DPR untuk menjalankan fungsi legislasinya. Faktor lain yang juga penting untuk ditelusuri lebih jauh adalah keterkaitan antara substansi sebuah undang-undang dengan penyusunannya. Pembentukan/penyusunan undang-undang di Indonesia setelah reformasi diatur oleh Undang-undang Nomor. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU No. 10 Tahun 2004) kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukkan peraturan perundangan (UU No. 12 Tahun 2011). Proses pembuatan undang-undang didefinisikan sebagai rentetan kejadian yang bermula dari perencanaan, pengusulan, pembahasan dan pengesahan.17

Lahirnya UU No. 10 Tahun 2004 idealnya dalam membentuk suatu peraturan perundang-undangan menjadi tertib dan menjadi teratur. Namun apabila dicermati lebih mendalam sebenarnya banyak substansi yang tidak selesai dengan undang-undang tersebut. Misalnya saja soal perencanaan yang ditandai dengan suatu program legislasi nasional (proglegnas).18 Prolegnas ternyata tidak bisa menjadi instrumen perencanaan yang efiktif, yaitu: satu, prolegnas hanya menjadi sebuah draf saja tanpa ada satu politik hukum yang jelas; dua, perencanaan ternyata tidak membidik dengan tepat permasalahan yang akan diselesaikan oleh bangsa, adanya ego sektoral yang tinggi menjadi alasan utamanya; tiga,

17 Lihat Erni Setyowati dkk, 2010. Bagaimana Undang-undang Dibuat. Jakarta: PSHK.,

hlm 70.

18 Undang-undang ini tidak terlalu jelas mengatur konsep prolegnas, apa korelasinya

dengan prolegda dan rencana pembangunan jangka menengah Presiden, yang kemudian pengaturan pengaturan tentang proses penyusunannya pun akhirnya dilimpahkan ke Peraturan Presiden No. 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pembentukan Program Legislasi Nasional. Lihat Erni Setyowati. Ibid.

(6)

perencanaan legislasi tidak menjadi bagian integral dari sistem perencanaan pembangunan nasional.19 Berikut realisasi prolegnas tahun 2005-2009 penulis tampilkan pada tabel dibawah ini.

Tabel 1: Data Realisasi Prolegnas

Tahun Target Realisasi

2005 55 14 2006 76 39 2007 78 40 2008 79 59 2009 76 8 Jumlah 364 160 Sumber: PSHK

Data dengan jumlah 160 undang-undang yang telah dihasilkan dari tahun 2005-2009 pada tabel di atas sesungguhnya tidak berkorelasi langsung dengan target yang telah ditentukan pada Prolegnas. Sebagian besar Rancangan Undang-undang (RUU) yang diselesaikan dan telah menjadi Undang-undang-Undang-undang adalah tentang Pembentukan Daerah Otonom (pemekaran daerah) sebanyak 56 RUU dan pembentukan Pengadilan Tinggi Agama sebanyak 4 RUU. Artinya RUU yang berhasil diselesaikan disusun dan dibahas adalah RUU yang dari segi materi muatannya bersifat mutatis mutandis.20

Lebih jauh, jika dilihat dari aspek materi hukumnya, masih ditemukan materi hukum yang saling tumpang tindih (overlapping) dan tidak konsiten, baik

19 Ibid.

20FX Soekarno, 2009. Arah Kebijakan Penyusunan Prolegnas 2010 – 2014. Makalah

disampaiakan pada Lokakarya Prolegnas Tahun 2009, yang diselenggarakan oleh BPHN,Departemen Hukum dan HAM, tanggal 10 Juni 2009, di Bandung, Jawa Barat

(7)

secara vertikal maupun horizontal, belum menunjukan komitmen dan karakter yang responsif terhadap masalah perlindungan hak asasi manusia, masyarakat lemah, marjinal, nilai-nilai keadilan jender, serta proses pembentukannya kurang partisipatif dan aspiratif. Hal ini ditandai dengan banyaknya undang-undang yang diujimaterikan (judicial riview) ke Mahkamah Konstitusi (MK).21 Berdasarkan data MK sejak tahun 2005 hingga tahun 2009, terdapat 150 putusan MK atas 73 undang-undang yang di judicial review. Dari putusan tersebut 40 putusan diantaranya dikabulkan oleh MK. Hal ini mengindikasikan bahwa kemacetan proses perbaikan suatu undang-undang dalam monitoring dan evaluasi telah diterobos oleh masyarakat melalui hak mereka untuk mengajukan pengujian terhadap suatu undang-undang di MK.22

Secara prinsipiil yang disebut sebagai peraturan perundang-undangan merupakan suatu ketentuan itu berisi norma-norma/kaidah-kaidah yang bersifat dan berlaku untuk umum. Artinya berisi aturan tingkah laku yang harus diindahkan dan dipatuhi ataupun dilaksanakan oleh setiap orang/badan tanpa terkecuali.23 Argumentasi tersebut bersumber dari pandangan Satjipto Raharjo yang mengemukakan bahwa suatu peraturan perundang-undangan yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:24

1. Bersifat umum dan komprehensif, yang dengan demikian merupakan kebalikan dari sifat-sifat yang khusus dan terbatas.

2. Bersifat universal. Hukum diciptakan untuk menghadapi peristiwa-peristiwa yang akan datang yang belum jelas bentuk konkritnya. Oleh

21 Erni Setyowati dkk, 2010. Bagaimana Undang…. Op. Cit., hlm. 15.

22 Badan Legislasi DPR RI, Kinerja dan Evaluasi Periode 2004 – 2009, diterbitkan tahun

2009., hlm. 20.

23 B. Hestu Cipto Handoyo, 2008. Prinsip-prinsip Legal Drafting dan Desain Naskah

Akademik. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta., hlm 61

(8)

karena itu hukum tidak dapat dirumuskan untuk mengatasi peristiwa-peristiwa tertentu saja.

Mengacu pada Undang-undang 12 Tahun 2011, dalam proses pembentukan undang-undang harus didahului dengan naskah akademik yang merupakan suatu persyaratan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan.25 Dari beberapa pengertian para ahli naskah akademik merupakan kumpulan argumentasi yang memenuhi standar-standar akademik. Menurut Jimly Asshiddiqie seperti yang dikutip oleh Saldi Isra, naskah akademik sebagai suatu hasil kajian yang bersifat akademik, tentu naskah akademik sesuai dengan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan, yaitu: rasional, kritis, objektif, dan impersonal.26 Karena itu, pertimbangan-pertimbangan yang melatarbelakanginya tentulah berisi ide-ide normatif yang mengandung kebenaran ilmiah dan diharapkan terbebas dari kepentingan-kepentingan yang bersifat pribadi atau kelompok, kepentingan politik golongan, kepentingan politik kepartaian, dan sebagainya.

Naskah Akademik bukan merupakan hal baru dalam kerangka pembentukan suatu peraturan perundang-undangan di Indonesia, hal ini sebelumnya telah ada Keputusan Presiden (keppres) Nomor 188 Tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-undang yang dikeluarkan pada tahun 1998. Dalam keppres tersebut istilah Naskah Akademik disebut “Rancangan Akademik”.27 Istilah atau terminologi “Naskah Akademik” bukan merupakan hal

25 Lihat Pasal 29 Ayat (3) Undang-undang No. 12 Tahun 2011.

26 Lihat Saldi Isra, 2010. Urgensi Naskah Akademik dalam Penyusunan Peraturan

perundang-undangan. Makalah disampaikan dalam dalam diklat Legal Drafting Lembaga

Administrasi Negara (LAN) di Pusat diklat LAN Jakarta 18 Maret 2009.

27 Lihat Keppres nomor 188 Tahun 1998 Tentang Tata Cara Mempersiapkan

(9)

baru dalam kerangka proses pembentukan undang-undang di Indoensia. Pada tanggal 29 Desember 1994, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), menerbitkan sebuah petunjuk teknis penyusunan Naskah Akademik, melalui Surat Keputusan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional No.G-159.PR.09.10 Tahun 1994 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Naskah Akademik Peraturan Perundang-undangan yang, antara lain, menjelaskan mengenai nama/istilah, bentuk dan isi, kedudukan serta format dari Naskah Akademik.28

Kemudian dikuatkan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Peraturan Presiden, disebutkan bahwa Naskah Akademik adalah naskah yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah mengenai konsepsi yang berisi latar belakang, tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan dan lingkup, jangkauan, objek atau arah arah pengaturan rancangan undang-undang.29

Naskah akademik dalam proses penyusunan RUU merupakan potret ataupun peta tentang berbagai hal terkait dengan peraturan perundang-undangan yang hendak diterbitkan. Dari potret itu dapat ditentukan apakah peraturan tersebut akan melembagakan apa yang telah ada dan berjalan di masyarakat

28 Lihat Keputusan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Nomor G- 159.PR.09.10

Tahun 1994 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Naskah Akademik Peraturan Perundang-undangan

29 Lihat pasal 1 ayat (7) Peraturan Presiden Nomor 68 tahun 2005 tentang Tata Cara

Mempersiapkan Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Peraturan Presiden.

(10)

(formalizing) atau membuat aturan yang bertentangan sehingga dapat mengubah masyarakat (law as a tool for social engineering).30

Naskah akademik merupakan salah satu cara meminimalisir permbentukan peraturan perundang-undangan yang saling tumpang tindih. Naskah akademik yang baik, akan sangat membantu bagi para perancang peraturan perundang-undangan dalam membuat norma hukum, para pengambil kebijakan (decision maker), para hakim untuk memutuskan perkara khususnya yang berkaitan dengan judicial review, karena dapat ditelusuri perdebatannya sampai kepada suatu norma.

Berkaitan dengan hal tersebut diatas penulis melihat, demi terwujudnya suatu peraturan perundang-undangan yang baik, dan untuk memenuhi kebutuhan akan pengaturan berbagai masalah yang ada, maka diperlukan suatu instrumen yang dapat menjangkau kebutuhan tersebut. Oleh karena penyusunan naskah akademik ini tidak dapat dipisahkan dari pembentukan undang-undang, maka penulis perlu menganalisa dalam sebuah penelitian yang berjudul “Kegunaan

Naskah Akademik dalam Proses Penyusunan Rancangan Undang-undang”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka ada tiga masalah yang dapat dirumuskan yaitu:

1. Bagaimana politik hukum pembentukan undang-undang?

30 Hikmahanto Juwana, Penyusunan Naskah Akademik sebagai Prasyarat dalam

Perencanaan Pembentukan Undang-Undang., dalam Wicipto Setiadi. Naskah Akademik Pasca diundangkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011., hlm. 556. Jurnal Legislasi Indonesia. Vol. 8. No. 4 – Desember 2011.

(11)

2. Bagaimana pengaturan naskah akademik dalam pembentukan undang-undang?

3. Apa urgensinya naskah akademik dalam pembentukan undang-undang?

C. Keaslian Penelitian

Keaslian penelitian dapat diartikan bahwa masalah yang dipilih belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya, atau harus dinyatakan dengan tegas bedanya dengan penelitian yang sudah dilakukan.31 Berdasarkan hasil penelusuran penulus di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, maupun di media elektronik seperti internet, hinga sampai saat ini penelitian selesai dilakukan, penulis belum menemukan karya ilmiah dalam bentuk tesis dengan judul dan rumusan yang sama dengan penelitian ini. Apalagi permasalahan yang diteliti oleh penulis ini tergolong baru, yakni setelah berlakunya Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan. Namun harus diakui, terdapat beberapa tulisan, baik dalam bentuk buku, skripsi, tesis, disertasi, laporan penelitian maupun artikel dengan topik yang hampir sama atau berkaitan dengan penelitian ini antara lain:

a. Disertasi Saldi Isra yang berjudul Pergeseran Fungsi Legislasi dalam Sistem Pemerintahan Indonesia Setelah Perubahan Undang-undang Dasar 1945. Pada Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Tahun 2009. Disertasi ini mengulas tentang bergesernya fungsi legislasi di Indonesia yang pada mulanya ada dalam kekuasaan presiden, beralih pada kekuasaan DPR pasca amandemen.

31 Maria S.W. Sumoharjono, 2001. Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian. Jakarta:

(12)

Disertasi ini mengambil empat masalah yang dikaji yakni, (1) Bagaimana fungsi legislasi dalam sistem pemerintahan Indonesia sebelum perubahan UUD 1945? (2) Bagaimana gagasan pergeseran fungsi legislasi dalam perubahan UUD 1945? (3) Bagaimana perubahan Pasal 5 Ayat (1) dan Pasal 20 UUD 1945 jika diletakkan dalam gagasan pemurnian (purifikasi) sistem presidensial?, dan (4) Faktor apa yang mempengaruhi fungsi legislasi setelah perubahan UUD 1945?.

b. Tesis Anshori Saleh, yang berjudul Urgensi Prolegnas dalam Pembangunan Hukum Masional. Pada Program Magister Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Tahun 2009. Yang mengkaji urgensi program legislasi nasional dalam dalam pembentukan undang-undang termasuk hambatan-hambatan pelaksanaan program legislasi nasional. Tesis ini mengambil tiga permasalahan yaitu, (1) Apa urgensi prolegnas dalam pembangunan hukum nasional? (2) Mengapa seringkali muncul peraturan perundang-undangan yang tidak konsisten baik secara vertikal maupun secara horizontal? (3) Faktor pendukung dan penghambat apa saja yang dapat mempengaruhi efektivitas prolegnas?

c. Tesis Soimin, yang berjudul Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Negara Indonesia, pada program pasca sarjana Universitas Muhammadiyah Malang, Tahun 2009. Yang kemudian dibukukan. Yang mengkaji lembaga negarayang berwenang merumuskan kebijakan dalam penyunan naskah peraturan perundang-undangan, baik lembaga negara yang berada pada pemerintah pusat maupun yang berada di pemerintah daerah. Kemudian analisa pembahasan mengetengahkan kajian politik

(13)

hukum berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pemebentukan Peraturan perundang-undangan.

d. Disertasi Saifudin, yang berjudul, Proses Pembentukan Undang-undang, Studi tentang Partisipasi Masyarakat dalam Proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di Era Reformasi. Pada Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia, yang kemudian dibukukan dengan judul Partisipasi Publik dalam Pemebntukan Peraturan perundang-undangan. Disertasi ini mengkaji tentang demokrasi partisipatoris dalam proses pembentukan undang-undang. Perbedaan pokok dengan penelitian yang penulis lakukan terletak pada fokus penelitian yaitu kegunaan naskah akademik dalam proses penyusunan peraturan perundang-undangan, penulis lebih menitik beratkan pada kegunaan sebuah naskah akademik dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

Mencermati berbagai hasil penelitian diatas, maka dapat disimpulkan proposal yang penulis susun memiliki karakteristik (keaslian penelitian) tersendiri. Justifikasi orisinalitas penelitian merupakan bentuk etika keilmuan penulis untuk menjunjung kejujuran akademis dalam penulisan karya ilmiah dengan tidak melakukan plagiarism terhadap karya orang lain dengan cara mencantumkan setiap kutipan atau pemikiran yang penulis tuangkan kembali dala bahasa penulis sendiri dengan mencantumkan sumber kutipan di catatan kaki.

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan maslaah diatas, adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

(14)

a) Untuk mengetahui politik hukum pembentukan undang-undang sebelum perubahan UUD NRI 1945 hingga setelah perubahan UUD 1945 .

b) Untuk mengetahui histori pengaturan naskah akademik dalam pembentukan undang-undang.

c) Untuk mengetahui urgensi naskah akademik sebagai landasan dalam proses pembentukan undang-undang.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penulisan penelitian ini adalah: a. Manfaat akademis

Memenuhi persyaratan dalam meraih gelar “M.H” (Magister Hukum) pada Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

b. Manfaat Teoritis

Memberikan informasi dan sumbangsih pemikiran bagi pengembangan Hukum Tata Negara, khususnya yang berkaitan dengan Kegunaan Naskah Akademik dalam Penyusunan Peraturan Perundang-undangan.

c. Manfaat Praktis

a. Sebagai salah satu referensi perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta;

b. Memberikan informasi sekaligus masukan kepada pemerintah, pembentuk undang-undang, dan masyarakat mengenai Kegunaan Naskah Akademik dalam Proses Penyusunan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia.

Gambar

Tabel 1: Data Realisasi Prolegnas

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis IFAS dan EFAS atau faktor internal dan eksternal bahwa diketahui ada banyak macam kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman.

1) Penggunaan antibiotik untuk terapi empiris adalah penggunaan antibiotik pada kasus infeksi yang belum diketahui jenis bakteri penyebabnya. 2) Tujuan pemberian

Hal ini berbeda dengan penelitian yang telah dilaksanakan pada anak remaja putri Widya Husada Semarang menunjukkan, bahwa sebagian kecil jumlah responden yang anemia

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan rerata Hb antara kelompok wanita vegetarian dengan non vegetarian.. Studi lebih

Penilaian materi di dalam media interaktif berbasis adobe flash dalam pembelajaran menulis eksposisi pada siswa kelas V yang dilakukan oleh ahli materi

Penelitian ini juga memberikan manfaat bahwa usaha UMKM tidak hanya berpusat dalam permasalahan sektor ekonomi, melainkan juga lingkungan budaya yang menjadi prinsip

(4) Mentaati segala ketentuan yang telah diatur dalam Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, keputusan Rapat Anggota, kontrak kerja dan ketentuan lainnya yang berlaku pada

Memimpin Pemberontakan Petani Terhadap Pemerintah Kolonial Belanda Di Nganjuk 1907) memiliki tiga fokus penelitian, yaitu: Bagaimanakah riwayat hidup Kyai Darmodjojo,