• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya Hukum Perdata badan hukum perdata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Upaya Hukum Perdata badan hukum perdata"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Bab I Pendahuluan

Dalam suatu perkara perdata, terdapat 2 (dua) pihak yang dikenal sebagai penggugat dan tergugat. Apabila pihak penggugat merasa dirugikan haknya, maka ia akan membuat surat gugatan yang didaftarkan kepada pengadilan negeri setempat yang berwenang dan kemudian oleh pengadilan negeri disampaikan kepada pihak tergugat. Dalam hal surat gugatan yang telah didaftarkan oleh penggugat, maka penggugat dapat melakukan perubahan gugatan. Perubahan gugatan adalah salah satu hak yang diberikan kepada penggugat dalam hal mengubah atau mengurangi isi dari surat gugatan yang dibuat olehnya. Dalam hal ini, baik hakim maupun tergugat tidak dapat menghalangi dan melarang penggugat untuk mengubah gugatannya tersebut. Perubahan gugatan harus tetap mengedepankan nilai-nilai hukum yang ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan.1

Yang dimaksud dengan upaya hukum ialah suatu usaha setiap pribadi atau badan hukum yang merasa dirugikan haknya atau atas kepentingannya untuk memperoleh keadilan dan perlindungan atau kepastian hukum, menurut cara-cara yang ditetapkan dalam undang-undang.

Upaya hukum (pasal 1:12), hak dari terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Dua upaya yang dapat ditempuh:

(1) Upaya hukum biasa, yaitu meliputi: (a) Verzet;

(b) Banding; dan (c) Kasasi

(2) Upaya hukum luar biasa: (a) Derden Verzet; dan

(b) Herziening (Peninjauan Kembali). (c) Kasasi demi kepentingan hukum

Bab II Pembahasan

(2)

A. Upaya Hukum Biasa 1. Verzet

a. Pengertian Verzet

Verzet artinya perlawanan terhadap putusan verstek yang telah dijatuhkan oleh pengadilan tingkat pertama, yang diajukan oleh tergugat yang diputus verstek

tersebut, dalam waktu tertentu, yang diajukan ke pengadilan yang memutus itu juga.

Pada asasnya perlawanan ini disediakan bagi pihak tergugat yang (pada umumnya) dikalahkan. Bagi penggugat yang dikalahkan dengan putusan verstek

tersedia upaya hukum banding.

Jadi apabila terhadap tergugat dijatuhkan putusan verstek, dan dia keberatan atasnya, tergugat dapat mengajukan perlawanan (verzet), bukan upaya banding. Terhadap putusan verstek, tertutup upaya banding, oleh karena itu permohonan banding terhadapnya cacat formil, dengan demikian tidak dapat diterima. Dalam Putusan MA ditegaskan bahwa permohonan banding yang diajukan terhadap putusan verstek tidak dapat diterima, karena upaya hukum terhadap verstek adalah verzet.

Perlawanan (verzet) dihubungkan dengan putusan verstek mengandung arti bahwa tergugat berupaya melawan putusan verstek atau tergugat mengajukan perlawanan terhadap putusan verstek dengan tujuan agar putusan itu dilakukan pemeriksaan ulang secara menyeluruh sesuai dengan proses pemeriksaan kontradiktor dengan permintaan agar putusan verstek dibatalkan serta sekaligus meminta agar gugatan penggugat ditolak.

Dengan demikian, tujuan verzet memberi kesempatan kepada tergugat untuk membela kepentingannya atas kelalaian menghadiri persidangan di waktu yang lalu.

b. Dasar Hukum Verzet

(3)

Apabila telah dijatuhkan putsan verstek dan ternyata penggugat mengajukan banding, maka tergugat tidak dapat mengajukan verzet, melainkan ia boleh mengajukan banding. Tetapi, jika penggugat tidak mengajukan banding, maka tergugat tidak boleh mengajukan banding, melainkan boleh mengajukan

verzet.

c. Syarat Acara Verzet

Menurut pasal 129 ayat (1) dan pasal 83 Rv, yang berhak mengajukan perlawanan hanya terbatas pihak tergugat saja, sedang kepada penggugat tidak diberi hak mengajukan perlawanan, dalam hal ini pihak tergugat tidak oleh pihak ketiga. Perluasan atas hak yang dimiliki tergugat untuk mengajukan perlawanan meliputi ahli warisnya apabila pada tenggang waktu pengajuan perlawanan tergugat meninggal dunia, dan dapat diajukan kuasa. Tergugat yang tidak hadir disebut pelawan dan penggugat yang hadir disebut terlawan.

Dalam praktek peradilan, apabila tergugat yang diputus dengan verstek mengajukan verzet maka kedua perkara tersebut dijadikan satu dan dalam register diberi satu nomor perkara.

Penggugat yang diputus verstek, bisa mengajukan banding, bila ia tidak diterima oleh karena gugatannya dinyatakan tidak dapat diterima atau ditolak. Bila penggugat yang diputus verstek banding, maka tergugat yang tidak hadir tidak bisa verzet. Tenggang waktu mengajukan perlawanan (verzet) adalah 14 hari setelah diberitahukan dan diterimanya putusan verstek oleh tergugat. Jika putusan itu tidak diberitahukan kepada tergugat sendiri, maka perlawanan masih diterima sampai pada hari ke-8 sesudah peneguran atau dalam hal tidak hadir sesudah dipanggil dengan patut sampai pada hari ke-14, ke-8 sesudah dijalankan surat perintah.

Kemudian ketika perkara verzet disidangkan dan tergugat dikalahkan dengan verstek lagi maka tergugat tidak dapat mengalah dengan banding. Dalam praktik verzet ini harus diberitahukan atau dinyatakan dengan tegas dan bila tidak maka pernyataan verzet bersangkutan dinyatakan tidak dapat diterima.

d. Proses Pemeriksaan Verzet

Ada tiga cara dalam proes pemeriksaan diantaranya:

1) Perlawanan diajukan kepada PN yang menjatuhkan putusan verstek. Agar permintaan perlawanan memenuhi syarat formil, maka:

a) Diajukan oleh tergugat sendiri atau kuasanya;

(4)

c) Perlawanan ditujukan kepada putusan verstek tanpa menarik pihak lain, selain daripada penggugat semula.

2) Perlawanan terhadap verstek bukan perkara baru.

Perlawanan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah dengan gugatan semula maka perlawanan bukan perkara baru, akan tetapi merupakan bantahan yang ditujukan kepada ketidakbenaran dalil gugatan, dengan alasan putusan verstek yang dijatuhkan, keliru atau tidak benar. Sedemikian eratnya kaitan perlawanan dengan gugatan semula, menyebabkan komposisi pelawan sama persis dengan tergugat asal dan terlawan adalah penggugat asal.

3) Perlawanan mengakibatkan putusan verstek mentah kembali.

Apabila diajukan verzet terhadap putusan verstek maka dengan sendirinya putusan verstek menjadi mentah kembali yaitu ekstensinya dianggap tidak pernah ada sehingga putusan verstek tidak dapat dieksekusi.

Ekstensi putusan verstek bersifat relatif dan mentah selama tenggang waktu verzet masih belum terlampaui. Secara formil putusan verstek memang ada, tetapi secara materiil, belum memiliki kekuatan eksekutorial.

e. Bentuk Putusan Verzet 1) Verzet tidak dapat diterima

Dasar alasan bagi hakim menjatuhkan bentuk putusan demikian yaitu :

a) Apabila tenggang waktu mengajukan verzet yang ditentukan Pasal 129 ayat (1) HIR, telah dilampaui;

b) Dalam kasus yang seperti itu, gugur hak mengajukan verzet dengan akibat hukum: tergugat dianggap menerima putusan verstek sekaligus tertutup hak tergugat mengajukan banding dan kasasi, dengan demikian putusan verstek memperoleh kekuatan hukum tetap;

c) Dalam bentuk yang menyatakan verzet tidak dapat diterima, harus dicantumkan amar berisi penegasan menguatkan putusan verstek, sehingga amarnya berbunyi:

 Menyatakan pelawan sebagai pelawan yang tidak benar atau pelawan yang salah;

 Menyatakan perlawanan (verzet) dari pelawan tidak dapat diterima; dan

 Menguatkan putusan verstek.

2) Menolak verzet perlawanan

Diktum putusan verzet mesti berisi :

a) Menyatakan pelwan sebagai pelawan yang tidak benar;

(5)

c) Menguatkan putusan verstek.

3) Mengabulkan perlawanan

Terlawan sebagai penggugat asal, tidak mampu membuktikan dalil gugatan. Sehubungan dengan itu,diktumnya memuat pernyataan:

a) Menyatakan sebagai pelawan yang benar; b) Mengabulkan perlawanan pelawan; c) Membatalkan putusan verstek; dan d) Menolak gugatan terlawan.

2. Banding

a. Pengertian Banding

Banding merupakan salah satu upaya hukum biasa dari pihak yang merasa tidak puas dengan putusan Pengadilan tingkat pertama dan dapat diajukan dalam tenggang waktu 14 hari sejak tanggal putusan itu diberitahukan kepada para pihak dan diajukan kepada Pengadilan Tinggi (Pengadilan tingkat banding) melalui Pengadilan tingkat pertama yang memutuskan perkara tersebut. Secara singkat, banding adalah proses menentang keputusan hukum pada pengadilan tingakat pertama untuk mendapatkan keadilan.

Latar belakang upaya hukum banding adalah bahwa hakim adalah manusia biasa yang dikhawatirkan membuat kesalahan dalam menjatuhkan keputusan. Karena itu dibuka kemungkinan bagi orang yang dikalahkan untuk mengajukan permohonan banding kepada Pengadilan Tinggi.

b. Dasar Hukum Banding

Banding diatur dalam pasal 188 s.d. 194 HIR (untuk daerah Jawa dan Madura) dan dalam pasal 199 s.d. 205 RBg (untuk daerah di luar Jawa dan Madura). Kemudian berdasarkan pasal 3 Jo pasal 5 UU No. 1/1951 (Undang-undang Darurat No. 1/1951), pasal188 s.d. 194 HIR dinyatakan tidak berlaku lagi dan diganti dengan UU Bo. 20/1947 tentang Peraturan Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura.

Keputusan pengadilan yang dapat dimintakan banding hanya keputusan pengadilan yang berbentuk Putusan bukan penetapan, karena terhadap penetapan upaya hukum biasa yang dapat diajukan hanya kasasi.

c. Syarat-Syarat Mengajukan Permohonan Banding

(6)

1) Diajukan oleh pihak-pihak dalam perkara; 2) Diajukan dalam masa tenggang waktu banding;

3) Putusan tersebut menurut hukum boleh dimintakan banding; dan 4) Membayar panjar biaya banding, kecuali dalam hal prodeo;

Untuk pemeriksaan tingkat banding dapat dimintakan oleh pihak-pihak yang berperkara. Pihak lain di luar yang berperkara tidak berhak mengajukan banding (pasal 6 UU No. 20/1947), kecuali kuasa hukumnya.

d. Tenggang Waktu Pengajuan Permohonan Banding

Untuk masa tenggang waktu pengajuan banding di tetapkan sebagai berikut: bagi pihak yang bertempat tinggal di daerah hukum Pengadilan yang putusannya dimohonkan banding tersebut maka masa bandingnya 14 (empat belas) hari terhitung mulai hari berikutnya dari hari pengumuman putusan kepada yang bersangkutan. Sedangkan bagi pihak yang bertempat tinggal di luar hukum Pengadilan Agama yang putusannya dimohonkan banding tersebut maka masa bandinya ialah 30 (tiga puluh) hari terhitung mulai hari berikutnya dari hari pengumuman putusan kepada yang bersangkutan. (pasal 7 UU No. 20/1947). e. Prosedur Mengajukan Permohonan Banding

1) Dinyatakan di hadapan Panitera Pengadilan Negeri di mana putusan tersebut dijatuhkan, dengan terlebih dahulu membayar lunas biaya permohonan banding;

2) Permohonan banding dapat diajukan tertulis atau lisan (pasal 7 UU No. 20/1947) oleh yang berkepentingan maupun kuasanya;

3) Panitera Pengadilan Negeri akan membuat akte banding yang memuat hari dan tanggal diterimanya permohonan banding dan ditandatangani oleh panitera dan pembanding. Permohonan banding tersebut dicatat dalam Register Induk Perkara Perdata dan Register Banding Perkara Perdata;

4) Permohonan banding tersebut oleh panitera diberitahukan kepada pihak lawan paling lambat 14 hari setelah permohonan banding diterima;

5) Para pihak diberi kesempatan untuk melihat surat serta berkas perkara di Pengadilan Negeri dalam waktu 14 hari;

(7)

7) Pencabutan permohonan banding tidak diatur dalam undang-undang sepanjang belum diputuskan oleh Pengadilan Tinggi pencabutan permohonan banding masih diperbolehkan.

f. Mencabut Permohonan Banding

Sebelum permohonan banding diputus oleh Pengadilan Tinggi /Pengadilan Tinggi Umum, maka permohonan tersebut dapat dicabut kembali oleh pemohon. Apabila berkas perkara belum dikirimkan kepada Pengadilan Tinggi maka:

1) Pencabutan disampaikan kepada Pengadilan yang bersangkutan;

2) Kemudian oleh panitera dibuatkan akta pencabutan kembali permohonan banding;

3) Putusan baru memperoleh kekuatan hukum tetap setelah tenggang waktu banding berakhir; dan

4) Berkas perkara banding tidak perlu diteruskan kepada PTN.

Sedangkan apabila berkas perkara banding telah dikirimkan kepada PTN, maka:

1) Pencabutan banding disampaikan melalui PA yang bersangkutan atau langsung ke PTN;

2) Apabila pencabutan itu disampaikan melalui PA maka pencabutan itu segera dikirimkan ke PTN;

3) Apabila permohonan banding belum diputus maka PTN akan mengeluarkan “penetapan” yang isinya, bahwa mengabulkan pencabutan kembali permohonan banding dan memerintahkan untuk mencoret dari daftar perkara banding;

(8)

5) Apabila pemohonan banding dicabut, maka putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap sejak pencabutan dikabulkan dengan “penetapan” tersebut. Pencabutan banding itu tidak diperlukan persetujuan dengan pihak lawan.

3. Kasasi

a. Pengertian Kasasi

Kasasi merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan Tinggi. Para pihak dapat mengajukan kasasi bila merasa tidak puas dengan isi putusan Pengadilan Tinggi kepada Mahkamah Agung.

Kasasi berasal dari perkataan "casser" yang berarti memecahkan atau membatalkan, sehingga bila suatu permohonan kasasi terhadap putusan pengadilan di bawahnya diterima oleh Mahkamah Agung, maka berarti putusan tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Agung karena dianggap mengandung kesalahan dalam penerapan hukumnya.

Pemeriksaan kasasi hanya meliputi seluruh putusan hakim yang mengenai hukum, jadi tidak dilakukan pemeriksaan ulang mengenai duduk perkaranya (judex juris) sehingga pemeriksaaan tingkat kasasi tidak boleh/dapat dianggap sebagai pemeriksaan tingkat ketiga.

Sedangkan pengertian pengadilan kasasi ialah Pengadilan yang memeriksa apakah judex factie tidak salah dalam melaksanakan peradilan. Upaya hukum kasasi itu sendiri adalah upaya agar putusan PA dan PTA/PTU/PTN dibatalkan oleh MA karena telah salah dalam melaksanakan peradilan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia arti kasasi adalah sebagai berikut, “Pembatalan atau pernyataan tidak sah oleh MA terhadap putusan hakim, karena putusan itu, menyalahi atau tidak sesuai dengan undang-undang”.

(9)

b. Dasar Hukum Kasasi

Kasasi diatur dalam Pasal 16 UU No. 1 Tahun 1950 jo. Pasal 244 UU No. 8 Tahun 1981 dan UU No. 14 Tahun 1985 jo. UU No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang berbunyi, “Kasasi merupakan pembatalan atas keputusan Pengadilan-pengadilan yang lain yang dilakukan pada tingkat peradilan terakhir dan dimana menetapkan perbuatan Pengadilan-pengadilan lain dan para hakim yang bertentangan dengan hukum, kecuali keputusan Pengadilan dalam perkara pidana yang mengandung pembebasan terdakwa dari segala tuduhan”.

c. Alasan-Alasan Mengajukan Permohonan Kasasi

Alasan mengajukan kasasi menurut pasal 30 UU No. 14/1985 antara lain:

1) Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang. Tidak keberwenangan yang dimaksud berkaitan dengan kompetensi relatif dan absolut pengadilan, sedang melampaui batas bisa terjadi bila pengadilan mengabulkan gugatan melebihi yang diminta dalam surat gugatan;

2) Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku. Yang dimaksud disini adalah kesalahan menerapkan hukum baik hukum formil maupun hukum materil, sedangkan melanggar hukum adalah penerapan hukum yang dilakukan oleh judex factie salah atau bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku atau dapat juga diinterprestasikan penerapan hukum tersebut tidak tepat dilakukan oleh judex factie; dan

3) Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh pertauran perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan. Contohnya dalam suatu putusan tidak terdapat irah-irah.

(10)

Ada beberapa syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam mengajukan kasasi, yaitu sebagai berikut:

1) Diajukan oleh pihak yang berhak mengajukan kasasi; 2) Diajukan masih dalam tenggang waktu kasasi;

3) Putusan atau penetapan PA dan PTA/PTU/PTN, menurut huku dapat dimintakan kasasi;

4) Membuat memori kasasi (pasal 47 ayat (1) UU No. 14/1985); 5) Membayar panjar biaya kasasi (pasal 47); dan

6) Menghadap di Kepaniteraan Pengadilan Agama yang bersangkutan.

e. Alasan-Alasan Kasasi

MA merupakan putusan akhir terhadap putusan Pengadilan Tingkat Banding, atau Tingkat Terakhir dari semua lingkungan Peradilan. Ada beberapa alasan bagi MA dalam tingkat kasasi untuk membatalkan putusan atau penetapan dari semua lingkungan peradilan, diantarannya ialah sebagai berikut:

1) Karena tidak berwenang atau melampaui batas wewenang; 2) Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku; dan

3) Lalai memenuhi syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan (pasal 30 UU No. 14 /1985).

(11)

karena adanya banding tersebut berarti putusan PA telah masuk atau diambil alih oleh PTA/PTU/PTN.

f. Tenggang Waktu Mengajukan Permohonan Kasasi

Permohonan kasasi hanya dapat diajukan dalam masa tenggang waktu kasasi yaitu, 14 (empat belas) hari sesudah putusan atau penetapan pengadilan diberitahukan kepada yang bersangkutan (pasal 46 ayat (1) UU No. 14/1985). Apabila 14 (empat belas) telah lewat tidak ada permhonan kasasi yang diajukan oleh pihak yang bersangkutan maka dianggap telah menerima putusan (pasal 46 ayat (2) UU No. 14/1985). Pemohon kasasi hanya dapat diajukan satu kali (pasal 43 UU No. 14/1985).

g. Prosedur Mengajukan Permohonan Kasasi

1) Permohonan kasasi disampaikan oleh pihak yang berhak baik secara tertulis atau lisan kepada Panitera Pengadilan Negeri yang memutus perkara tersebut dengan melunasi biaya kasasi;

2) Pengadilan Negeri akan mencatat permohonan kasasi dalam buku daftar, dan hari itu juga membuat akta permohonan kasasi yang dilampirkan pada berkas (pasal 46 ayat (3) UU No. 14/1985);

3) Paling lambat 7 (tujuh) hari setelah permohonan kasasi didaftarkan panitera Pengadilan Negeri memberitahukan secara tertulis kepada pihak lawan (pasal 46 ayat (4) UU No. 14/1985);

4) Dalam tenggang waktu 14 hari setelah permohonan kasasi dicatat dalam buku daftar pemohon kasasi wajib membuat memori kasasi yang berisi alasan-alasan permohonan kasasi (pasal 47 ayat (1) UU No. 14/1985);

5) Panitera Pengadilan Negeri menyampaikan salinan memori kasasi pada lawan paling lambat 30 hari (pasal 47 ayat (2) UU No. 14/1985);

(12)

7) Setelah menerima memori dan kontra memori kasasi dalam jangka waktu 30 hari Panitera Pengadilan Negeri harus mengirimkan semua berkas kepada Mahkamah Agung (pasal 48 ayat (1) UU No. 14/1985).

h. Mencabut Permohonan Kasasi (pasal 49 UU No. 14/1985)

Sebelum permohonan kasasi diputuskan oleh MA maka permohonan tersebut dapat dicabut kembali oleh pemohon, tanpa memerlukan persetujuan dari pihak lawan, apabila berkas perkara belum dikirimkan kepada MA, maka:

1) Pencabutan disampaikan kepada PA yang bersangkutan, baik secara tertulis maupun lisan;

2) Kemudian oleh panitera dibuatkan Akta Pencabutan Kembali Permohonan Kasasi;

3) Pemohon tidak dapat lagi mengajukan permohonan kasasi walaupun tenggang waktu kasasi belum habis; dan

4) Berkas perkara tidak perlu di teruskan ke MA.

Apabila berkas perkara sudah dikirimkan kepada MA, maka:

1) Pencabutan disampaikan melalui PA yang bersangkutan atau langsung ke MA;

2) Apabila pencabutan disampaikan melalui PA, maka pencabutan segera dikirimkan kepada MA;

3) Apabila permohonan kasasi belum diputuskan, maka MA akan mengeluarkan penetapan yang isinya bahwa mengabulkan permohonan pencabutan kembali perkara kasasi dan memerintahkan untuk mencoret perkara kasasi; dan

(13)

Referensi

Dokumen terkait

Saya adalah satu-satunya pengarang/penulis Hasil Kerja ini; Hasil Kerja ini adalah asli; Apa-apa penggunaan mana-mana hasil kerja yang mengandungi hakcipta telah dilakukan secara

Berdasarkan hasil rapat pleno Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Padang Lawas Utara yang tertuang dalam Berita Acara Nomor : 95 /PK.03.2-BA/KPU- Kab/X/2017 tanggal 23 Oktober 2017,

Perbedaan hasil penelitian – penelitian terdahulu mengenai faktor – faktor yang berpengaruh terhadap underpricing yang diukur dengan Initial Return (IR) perusahaan mendorong

Berdasarkan tabel 20, tolerance value> 0,10 dan VIF < 10, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel independen yaitu ukuran perusahaan (size), leverage, capital

Setelah selesai pelatihan militer, saya diangkat sebagai penjaga tahanan politik (Tapol) PKI dan tugas saya menjaga orang-orang PKJ yang ditangkap serta mengawasi

Populasi target penelitian ini adalah pasien rawat inap apendektomi yang memperoleh terapi profilaksis dengan seftriakson atau sefotaksim di kelas III RS PKU Muhammadiyah

Penelitian ini dilakukan pada bulan-bulan Maret sampai 15 Mei 2013, di mana objek penelitian di masyarakat petani di Desa Aren oleh Tada Sakaq Mook Mannar Kabupaten

Untuk mengetahui angka bebas jentik maka perlu dilakukan kegiatan pemantauan jentik secara berkala di wilayah desa dan atau kelurahan endemis atau sporadic DBD