• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NOVEL, NILAI MORAL DAN BIOGRAFI PENGARANG 2.1 Defenisi Novel 2.1.1 Novel Sebagai Salah Satu Genre sastra - Analisis Pesan Moral dalam Novel “Furinkazan” Karya Yasushi Inoue

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NOVEL, NILAI MORAL DAN BIOGRAFI PENGARANG 2.1 Defenisi Novel 2.1.1 Novel Sebagai Salah Satu Genre sastra - Analisis Pesan Moral dalam Novel “Furinkazan” Karya Yasushi Inoue"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG NOVEL, NILAI MORAL DAN BIOGRAFI PENGARANG

2.1 Defenisi Novel

2.1.1 Novel Sebagai Salah Satu Genre sastra

Dalam arti luas novel adalah cerita berbentuk prosa dalam ukuran yang luas. Kata novel berasal dari bahasa Italia yaitu novella yang berarti “sebuah kisah, sepotong berita” yang kemudian berkembang di Inggris dan Amerika Serikat. Novel dapat dibagi menjadi tiga golongan, yakni novel percintaan, novel petualangan, dan novel fantasi.

Novel percintaan melibatkan peranan tokoh wanita dan pria secara berimbang, bahkan kadang-kadang peranan wanita lebih dominan. Dalam jenis novel ini digarap hampir semua tema, dan sebagian besar novel termasuk jenis ini.

(2)

Novel fantasi bercerita tentang hal-hal yang tidak realistis dan serba tidak mungkin dilihat dari pengalaman sehari-hari. Novel jenis ini mempergunakan karekter yang tidak realistis, setting dan plot yang juga tidak wajar untuk menyampaikan ide-ide penulisnya. Jenis novel ini mementingkan ide, konsep, dan gagasan sastrawannya yang hanya dapat kalau diutarakan dalam bentuk cerita fantastik, artinya menyalahi hukum empiris, hukum pengalaman sehari-hari.

Novel Furinkazan termasuk dalam novel petualangan. Pada novel ini menceritakan tentang kehidupan seorang samurai bernama Yamamoto Kansuke. Novel petualangan identik dengan banyaknya tokoh pria beserta berbagai permasalahan pria dan sedikit memasukkan peranan wanita. Sebagian besar tokoh yang ada dalam novel Furinkazan adalah samurai yang merupakan pria. Di dalam novel Furinkazan juga banyak melibatkan masalah dunia lelaki seperti pertarungan dan peperangan. Di novel ini juga ada sedikit unsur percintaan yang merupakan ciri dari novel petualangan, dimana unsur percintaan hanya cerita sampingan dalam novel petualangan. Seperti pimpinan klan Takeda yang tertarik pada putri penguasa klan Suwa dan bermaksud untuk menjadikannya sebagai istri.

2.1.2 Unsur-Unsur dalam Novel

(3)

Unsur-unsur yang membangun novel terdiri dari unsur ektrinsik dan intrinsik. Unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan dari karya sastra tersebut. Unsur ekstrinsik merupakan segala faktor yang melatarbelakangi penciptaan karya sastra. Unsur ektrinsik karya sastra cukup berpengaruh terhadap totalitas keterpaduan cerita yang dihasilkan oleh pengarang. Unsur ekstrinsik meliputi tradisi dan nilai-nilai, struktur kehidupan sosial, keyakinan dan pandangan hidup, suasana politik, lingkungan hidup, agama dan sebagainya. Sedangkan unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri yang menyebabkan karya itu hadir (Nurgiyantoro, 1998:23). Unsur-unsur yang dimaksud seperti tema, alur (plot), penokohan dan latar (setting).

2.1.2.1 Tema

Menurut Fananie (2000:84) tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi ciptaan karya sastra. Karena sastra merupakan refleksi kehidupan masyarakat, maka tema yang diungkapkan dalam karya sastra bisa beragam. Tema bisa berupa persoalan moral, etika, agama, sosial agama, teknologi, tradisi yang terkait erat dengan masalah kehidupan. Namun, tema bisa berupa pandangan pengarang, ide atau keinginan pengarang dalam menyiasati persoalan yang muncul.

(4)

saudara dan perebutan wilayah melingkupi wilayah Jepang. Kansuke dipandang sebelah mata karena kakinya pincang dan matanya buta sebelah. Hingga suatu ketika ia bertemu dengan Jenderal Itagaki, yang memberinya kesempatan untuk mengabdi kepada daimyo Takeda di Provinsi Kai. Takeda Shingen yang ingin memperluas wilayah kekuasaannya, mengangkat Yamamoto Kansuke sebagai ahli strateginya. Banyak kejadian yang melibatkan kondisi seperti itulah yang menjadi fokus utama cerita dalam novel Furinkazan karya Yasushi Inoue.

2.1.2.2 Alur

Alur dikenal juga dengan istilah plot. Alur (plot) merupakan unsur terpenting dalam membentuk sebuah karya fiksi seperti novel. Menurut Stanton dalam Nurgiyantoro (1998:113) bahwa alur (plot) adalah cerita yang berisi urutan kejadian namun tetap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab-akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa lain.

(5)

berakhir dengan perdebatan Kansuke pada salah satu anggota klan tempat Kansuke tinggal selama ini.

Pada alur tengah diceritakan tentang pimpinan klan Takeda yang bernama Harunobu. Harunobu berniat untuk memperluas wilayah kekuasaannya dengan menyerang klan lain di luar Provinsi Kai. Kepiawaan Kansuke dalam menyusun strategi membuahkan berbagai kemenangan pada klan Takeda.

Pada alur terakhir diceritakan tentang peperangan pasukan Takeda dengan pasukan Uesugi dari Echigo. Peperangan yang begitu sulit sejak awal karena perbedaan jumlah pasukan, membuat pasukan Takeda mengalami kekalahan. Kansuke yang terus berada di sisi Harunobu untuk melindunginya, memutuskan untuk menyerang kemah utama tempat Uesugi berada. Tetapi, usahanya gagal dan berakhir dengan tewasnya diri Kansuke.

2.1.2.3 Penokohan

Sebagian besar tokoh-tokoh karya fiksi adalah tokoh-tokoh rekaan. Jones dalam Nurgiyantoro (1998:165) mengemukakan bahwa penokohan adalah gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Tokoh dalam novel lebih dari satu. Tokoh cerita merupakan pembawa atau penyampai pesan, amanat moral atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca.

(6)

dan kakinya pincang. Kansuke merupakan ahli strategi perang yang handal. Bakat inilah yang membuat pimpinan klan Takeda tertarik untuk mempekerjakannya. Bakat Kansuke dalam diplomasi dan pemahamannya akan strategi perang, membuat klan Takeda sukses dalam berbagai peperangan.

Tokoh-tokoh tambahan lainnya adalah pimpinan klan Takeda yaitu Harunobu. Kemudian ada puteri Yuu, seorang puteri dari penguasa Suwa yang berhasil ditaklukkan klan Takeda. Itagaki Nobutaka yang merupakan pengikut klan Takeda yang membantu Kansuke agar dipekerjakan di klan tersebut.

2.1.2.4 Latar (Setting)

Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1998:126) latar (setting) mengarah pada pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa yang diceritakan.

Dalam karya sastra, latar merupakan lingkungan tempat peristiwa terjadi. Latar bukan hanya menunjukkan tempat saja tetapi juga ada hal-hal lainnya seperti waktu, keadaan sekitar dan sebagainya. Latar dan unsur-unsur lain saling melengkapi agar bisa menampilkan cerita yang utuh.

(7)

a. Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Biasanya dapat dihubungkan dengan waktu faktual atau waktu yang ada kaitannya dengan peristiwa sejarah.

Latar waktu pada novel Furinkazan berlangsung pada masa sengoku-azuchi momoyama. Zaman Sengoku (戦 国 時 代 sengoku jidai, zaman negara-negara berperang) (sekitar1493 – sekitar 1573) adalah salah satu pembagian periode dalam sejarah Jepang yang dimulai sekitar tahun 1493. Hal ini jelas terlihat pada kalimat berikut “Pada pertengahan Februari tahun Tenbun ke-12 utusan dari klan Takeda di Provinsi Kai mendatangi Yamamoto Kansuke di Sunpu untuk menawari pekerjaan.” (hal 21)

Tenbun juga dikenal sebagai Tembun atau Temmon merupakan nama era di Jepang sebelum Koji dan sesudan Kyoroku. Periode tahun Tenbun adalah Juli 1532-Oktober 1555. Dan periode Sengoku Jidai sekitar1493 – sekitar 1573. Itu artinya tahun Tenbun yang disebutkan di dalam novel merupakan salah satu era di dalam Sengoku Jidai.

b. Latar Tempat

(8)

1. Sunpu dan Provinsi Kai : “Pada pertengahan Februari tahun Tenbun ke-12, utusan dari Klan Takeda di Provinsi Kai mendatangi Yamamoto Kansuke di Sunpu.” (hal.21)

Provinsi Kai (甲斐国 kai no kuni) adalah nama provinsi lama Jepang, dilewati jalur Tokaido dan sekarang menjadi prefektur Yamanashi. Daerah bekas provinsi Kai juga dikenal dengan nama Kōshū (甲州).Terletak di bagian tengah pulau Honshu, sebelah barat Tokyo, wilayah terkurung daratan dan sebagian besar merupakan kawasan pegunungan, termasuk di antaranya Gunung Fuji di perbatasan dengan prefektur Shizuoka.

Provinsi Kai sudah ada sejak abad ke-7, dilewati percabangan jalur Tokaido yang menuju provinsi Suruga.Ibu kota provinsi Kai diperkirakan berada di tempat yang sekarang disebut Kasugai-chō atau di Ichinomiya-chō di kota Fuefuki. Kantor penguasa provinsi belum diketahui dengan jelas, tapi sejak akhir zaman Kamakura diperkirakan berada di Isawa yang masih berada di dalam kawasan kota Fuefuki. Kota Kōfu menjadi pusat pemerintahan sejak tahun 1519 sesudah Takeda Shingen membangun rumah kediaman megah bernama Tsutsujigasaki.

2. Kofu : “Sudah berapa kali kau ke Kofu?” tanya Itagaki. (hal. 27)

Kōfu (甲府市 Kōfu-shi) merupakan sebuah ibu kota Prefektur Yamanashi.

Kota ini letaknya di bagian barat di negara itu. Pada tahun 2006, kota ini memiliki jumlah penduduk sebanyak 201.184 jiwa dengan memiliki luas wilayah 212,41 km².Kota ini terkenal dengan sebuah industri dan kebudayaannya. Hasil industri utama di kota ini ialah permata.

(9)

Suwa adalah kota di Prefektur Nagano. Kota ini didirikan pada tanggal 10 Agustus 1941. Kota ini terletak di pinggir Danau Suwa. Wilayah Suwa adalah kawasan industri terkemuka di Nagano dan dulu dikenal sebagai “The Oriental Swiss” di Jepang.

4. Shinano : “Harunobu menghancurkan Benteng Shiga di wilayah Shinano kemudian memasuki dan tinggal di Benteng Komuro bersama 10.000 prajurit.” (hal. 117)

Provinsi Shinano (信濃国 shinano no kuni) adalah provinsi lama Jepang

yang dilewati jalur Tokaido dan mempunyai batas-batas wilayah yang hampir sama Prefektur Nagano sekarang. Wilayah Shinano sampai sekarang dikenal sebagai Shinshū (信州). Provinsi Shinano dikelilingi provinsi Echigo, Etchu, Hida, Kozuke, Mikawa, Mino, Musashi, Suruga dan Tōtōmi.Ibu kota berada di dekat kota yang sekarang bernama Matsumoto . Di zaman Sengoku, wilayah Shinano dibagi-bagi menjadi wilayah han yang lebih kecil dengan istana penguasa yang berada di kota Komoro, Ina dan Ueda. Shinano merupakan pusat kekuasaanTakeda Shingen selama perang berulang-ulang dengan Uesugi Kenshin. Provinsi Shinano berganti nama menjadi Prefektur Shizuoka setelah pemberlakuan sistem prefektur pada tahun 1871.

c. Latar Budaya

(10)

Bushido merupakan konsep pengabdian diri bushi pada zaman feodal Jepang. Bushido terdiri dari kata “bushi” (ksatria atau prajurit) dan “do” (jalan). Bushido atau “jalan ksatria” merupakan suatu sistem etika atau aturan moral keksatriaan yang berlaku dikalangan samurai khususnya di zaman feodal Jepang (abad 12-19).

Di dalam ajaran bushido terdapat nilai-nilai kejujuran, kesopanan, kesetiaan, kehormatan, kebajikan dan keteguhan hati. Pada awalnya konsep pengabdian diri bushi disebut dengan bushido yang ditandai dengan pengabdian diri yang mutlak dari anak buah terhadap tuannya. Makna bushido secara umum adalah sikap rela mati negara atau kerajaan dan kaisar. Bushi merupakan golongan masyarakat birokrat pada zaman Edo. Sejarah bushi sangat identik dengan sejarah feodalisme di Jepang, karena bushi itu sendiri lahir dari fungsinya sebagai pengawas di daerah pertanian yang pada mulanya mereka adalah petani, tetapi mereka dipersenjatai untuk menjalankan fungsi keamanan di wilayah tuannya.

Meski masa feodalisme di Jepang berakhir dan memasuki masa modern yang ditandai dengan adanya restorasi Meiji, nilai-nilai bushido ini tetap dianut sebagian besar orang Jepang karena sudah terinternalisasi dalam masyarakat secara kuat melalui proses selama ratusan tahun.

Di dalam novel Furinkazan juga mencakup latar budaya masyarakat

Jepang berupa giri dan ninjō. Dalam kehidupan masyarakat Jepang, konsep giri

dan ninjō menjadi nilai yang mempengaruhi tindakan mereka dalam berinteraksi

(11)

mengharuskan mereka untuk berinteraksi sepantasnya terhadap satu sama lain.

Sedangkan konsep ninjō menjadi nilai yang menggambarkan pertentangan antara

keinginan manusiawi seseorang yang tidak melihat norma-norma yang mengikat

mereka, dengan konsep giri yang mengharuskan mereka bertindak sebagaimana

diinginkan oleh masyarakat. Apabila giri bersifat moral dan sosial, maka ninjō

bersifat psikologis dan personal.

Giri dan ninjō merupakan satu kesatuan dalam kebudayaan orang Jepang. Namun ada yang berpendapat bahwa giri sebagai konsep umum ditempatkan lebih tinggi daripada ninjō.

2.2 Nilai-nilai Moral dalam Masyarakat Jepang

2.2.1 Giri

(12)

yang akan dibalas bias dalam bentuk jasa, materi, atau bahkan harga diri dan sebagainya.

Giri menurut Ruth Benedict (1982:125) adalah utang-utang yang wajib dibayar dalam jumlah yang tepat sama dengan kebaikan yang diterima dan ada batas waktunya. Dengan adanya ketentuan-ketentuan pembayaran ini, maka giri menjadi begitu mengikat orang Jepang sehingga pemberian dengan resiko giri ini biasanya sedapat mungkin dihindari oleh orang Jepang. Dalam hal ini, apabila pembayaran ditangguhkan melewati jatuh temponya, maka utang bertambah besar seakan-akan terkena bunga.

Giri pada dasarnya, dirasakan sebagai beban yang berat bagi orang Jepang, maksudnya giri merupakan suatu tindakan yang terpaksa harus dikerjakannya atau dilakukannya karena ia telah menerima bantuan orang lain.

Ruth Benedict (1982:125) menjelaskan bahwa giri berdasarkan tujuan kepada siapa akan diberikan balasan dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

a. Giri terhadap dunia

1. Kewajiban terhadap tuan pelindung 2. Kewajiban terhadap sanak keluarga

3. Kewajiban terhadap orang-orang yang bukan keluarga karena kebaikan yang diterima oleh mereka misalnya hadiah atau uang

4. Kewajiban terhadap keluarga tidak begitu dekat, seperti paman, bibi dan kemanakan.

(13)

hubungan-hubungan yang bersifat kontrak. Pernikahan di Jepang merupakan kontrak antara dua keluarga dan melaksanakan kewajiban-kewajiban kontrak tersebut terhadap keluarga mertua selama hidup seseorang adalah ‘bekerja untuk giri’ sehingga bagi seorang istri yang tinggal dengan mertuanya maka hal tersebut dirasakan paling berat.

b. Giri terhadap nama

1. Kewajiban seseorang untuk membersihkan reputasinya dari penghinaan, atau tuduhan atas kegagalannya. Dapat juga berupa pembalas dendam.

2. Kewajiban seseorang untuk tidak menunjukkan atau mengakui kegagalan atau ketidaktahuannya dalam melaksanakan jabatannya. 3. Kewajiban untuk mengindahkan sopan santun Jepang, misalnya

mengekang emosi.

Giri terhadap nama seseorang adalah kewajiban untuk menjaga agar reputasinya tidak ternoda. Giri terhadap nama juga menuntut tindakan-tindakan yang menghilangkan noda yang telah mengotori nama seseorang dan karena itu harus dihilangkan. Giri terhadap nama lebih cenderung mancakup masalah pembalasan dendam.

(14)

perasaan, pengendalian diri yang diharuskan dari seorang Jepang yang mempunyai hal ini merupakan bagian dari giri terhadap nama. Sebagai contoh, ketika terjadi gempa maka orang Jepang yang mempunyai harga diri ia tidak akan sibuk atau panik, tetapi ia akan berusaha membereskan barang-barang miliknya dengan sikap yang tenang.

2.2.2 Ninjō

Ninjō terdiri dari dua karakter kanji yaitu nin (人) yang memiliki arti

“orang” atau “manusia”. Dan (情) yang memiliki arti “emosi”, “perasaan”, “cinta kasih”. Sehingga ninjō (人情) berarti kebaikan hati manusia. Ninjō ini timbul dari hati yang paling dalam karena adanya perasaan kemanusiaan itu sendiri sehingga menyebabkan munculnya suatu kebaikan.

Ninjō secara umum merupakan perasaan manusia yang merupakan perasaan kasih sayang, perasaan cinta, perasaan belas kasih, rasa simpati, rasa iba hati yang dirasakan terhadap orang lain seperti hubungan orang tua dengan anaknya atau antara kekasihnya.

Menurut Nobuyuki Honna dalam Wahyuliana (2005:24) bahwa ninjō merupakan perasaan kemanusiaan dan semua orang Jepang mempercayai bahwa perasaan cinta, kasih sayang, belas kasihan, dan simpati adalah perasaan yang paling penting dalam menjaga hubungan kemanusiaan.

(15)

belahan bumi mana pun mempunyai perasaan tersebut, hanya istilahnya saja yang berbeda. Di Jepang perasaan manusiawi tersebut disebut dengan ninjō.

Ninjō ini berlaku bagi setiap orang dalam semua hubungan di berbagai lingkup kehidupan, baik antara ayah dan anaknya, hubungan sepasang kekasih, maupun hubungan antarsesama.

2.2.3 Kejujuran

Kejujuran dalam Bahasa Jepang disebut shoujiki (正直). Sifat jujur adalah sifat yang paling penting dimiliki oleh semua manusia di muka bumi ini. Menurut Izano Nitobe dalam Fatonah (2008:47) mengatakan bahwa :

“jalan lurus ini, jika diumpamakan dengan badan manusia bagaikan tulang punggung yang berperan penting untuk menegakkan tubuh. Oleh karena itu, tanpa jalan lurus, keberaniaan serta kemampuan yang dimiliki seorang samurai akan menjadi tidak berarti.”

Berdasarkan kutipan di atas dikatakan bahwa pentingnya kejujuran dan berada di jalan yang lurus. Seorang samurai Jepang harus memiliki sifat jujur dan senantiasa berada di jalan lurus sebab tanpa adanya kejujuran dan tidak berada di jalur yang seharusnya, maka semua perbuatan akan terasa sia-sia. Dikarenakan Bushido menjadi dasar perilaku masyarakat Jepang, maka sikap jujur pun harus diterapkan dalam kehidupan semua orang Jepang.

(16)

maka orang tersebut akan selalu berada di jalan yang lurus sebab ia berani untuk mengatakan salah atas sesuatu yang salah begitu pun sebaliknya. Menurut Nitobe dalam Fatonah (2008:48) sifat jujur dimiliki seseorang memang bakat dari dalam dirinya, tetapi adapun yang berasal dari pembelajaran. Nitobe menambahkan meskipun seseorang mempunyai kekurangan dalam berkomunikasi dengan orang lain, namun ia selalu berlaku jujur, maka kekurangan tersebut bukanlah suatu masalah.

2.2.4 Kesetiaan

Kesetian berasal dari kata setia. Dalam bahasa Jepang kesetiaan adalah chuugi (忠義). Setia berarti tidak mengkhianati. Nitobe dalam Fatonah (2008:50) mengatakan bahwa nilai kesetiaan dalam masyarakat feodal Jepang dianggap sangat penting. Dalam zaman feodal Jepang yang dipimpin oleh pemerintahan Tokugawa, kesetiaan merupakan salah satu sikap yang harus dimiliki oleh setiap samurai. Kesetiaan seorang samurai diperlihatkan dengan perilaku terhadap atasannya. Para samurai setia terhadap atasannya atas dasar kecintaan mereka terhadap atasan itu sendiri sehingga mereka tidak pernah meminta balasan atas kesetiaan yang telah berikan kepada atasan.

(17)

Nitobe dalam Fatonah (2008:51) mengatakan bahwa kesetiaan seorang samurai kepada atasannya akan menimbulkan sikap kepatuhan dalam diri individu samurai. Kesetiaan dan kesungguhan hati seorang samurai terhadap atasannnya dapat ditunjukkan dengan sikap berani mati demi atasannya.

Dalam ajaran konfusiusme Cina kesetiaan kepada orang tua menempati posisi teratas sebagai tugas utama manusia. Namun di Jepang, kesetiaan terhadap atasan menempati urutan teratas dibandingkan kesetiaan terhadap siapapun (Nitobe dalam Fatonah, 2008:51).

Nilai kesetiaan merupakan salah satu pedoman moral samurai dalam bertingkah laku yang pada akhirnya harus menembus kepada seluruh lapisan masyarakat Jepang.

2.3 Biografi Pengarang

Yashushi Inoue lahir di Asahikawa di pulau utara Hokkaido pada tanggal 6 Mei 1907. Dia adalah novelis Jepang yang produktif, penulis cerita pendek, esai dan penyair. Saat berumur 6 tahun, Inoue dikirim ke neneknya di Prefektur Shizuoka. Pada saat di Sekolah Menengah Numazu, Inoue mulai membaca puisi. Pada tahun 1926, Inoue pindah ke Kanazawa dimana orangtuanya tinggal.

(18)

Inoue menerbitkan beberapa puisi dan cerita pendek di majalah, tetapi ia kemudian meninggalkan karirnya dalam sastra dan menjadi reporter untuk majalah mingguan Sande Mainichi di Osaka.

Pada tahun 1949, saat Inoue berusia 42 tahun ia menerbitkan karya pertamanya berupa dua novel, yaitu Ryoju dan Togyu. Setahun kemudian, dia menerima penghargaan Akutagawa Prize untuk karyanya Togyu.

Referensi

Dokumen terkait

adalah dokumen rencana induk kebutuhan Barang Operasi yang akan diimpor dan akan digunakan yang disusun oleh Kontraktor/PT Pertamina (Persero) untuk suatu

Skripsi ANALISIS PENGARUH KEPUASAN KERJA TERHADAP ..... ADLN - Perpustakaan

Kemudian untuk mengantisipasi dampak perubahan yang begitu cepat, maka diperlukan implikasi penting untuk penyesuaian-penyesuaian dari berbagai struktur, diantaranya

16 Gereja: GPPD Biskam di Nagapaluh, Gereja Katolik di Napagaluh, Gereja Katolik di Lae Mbalno, Gereja Katolik di Lae Mbalno, JKI Sikoran di Sigarap, GKPPD Siatas, GKPPD

Dalam penelitian ini uji reliabilitas digunakan untuk menunjukkan konsistensi butir pernyataan yang digunakan dalam kue- sioner atau sejauh mana alat ukur dapat

[r]

Penulis berharap apabila dalam mendisain suatu Iklan Demam Berdarah dengan menggunakan Macromedia Flash MX dan Adobe Photoshop versi 7.0 yang menarik nantinya akan dapat pula

Universitas Sumatera Utara... Universitas