BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Preeklampsia 2.1.1 Definisi
Preeklampsia merupakan kumpulan gejala atau sindroma yang mengenai
wanita hamil dengan usia kehamilan > 20 minggu dengan tanda yang utama berupa
adanya hipertensi dan proteinuria, biasanya terkait dengan ibu obesitas dan hal-hal lain
yang berhubungan dengan obesitas, misalnya hipertensi, intoleransi glukosa, resistensi
insulin dan hiperlipidemia.
Preeklampsia, terjadi pada 3,4% – 8,5% kehamilan dengan morbiditas dan
mortalitas ibu dan bayi, adalah sindrom spesifik yang menyebabkan berkurangnya
perfusi organ sekunder untuk vasospasme dan aktivasi endotel pada kehamilan. (11)
(12)
2.1.2. Etiologi
Sampai saat ini etiologi pasti dari preeklampsia belum diketahui secara pasti.
Pengetahuan mengenai etiologi dan patogenesis pada tahun-tahun belakangan ini telah
berubah secara dramatis. Semula preeklampsia hanya dianggap sebagai kelainan
kejang saja, kemudian berkembang menjadi penyakit yang berhubungan dengan
gangguan ginjal dan hipertensi. Preeklampsia dipandang sebagai kelainan multiorgan
dengan terjadinya disfungsi vaskuler.
Beberapa teori menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan tersebut diatas, sehingga
Sampai saat ini etiologi preeklampsia masih belum jelas, terdapat hipotesis
mengenai etiologi preeklampsia
1. Invasi trofoblast abnormal (12,13)
Tidak seperti pada implantasi normal, pada preeklampsia trofoblast mengalami
invasi inkomplit.
2. Faktor imunologis
Resiko gangguan hipertensi meningkat cukup besar pada keadaan-keadaan
ketika pembentukan antibodi menjadi penghambat terhadap tempat-tempat
antigen di plasenta mungkin terganggu.
3. Maladaptasi maternal terhadap perubahan kardiovaskular dan peradangan dari
kehamilan normal dalam berbagai cara diperlihatkan bahwa peradangan akan
diikuti oleh lepasnya mediator/agen yang dapat memicu kerusakan endogen.
4. Faktor nutrisi
Sejumlah defisiensi atau berlebihnya kandungan dalam diet seperti protein dan
lemak dianggap berperan pada terjadinya preeklampsia.
5. Faktor psikologi
Ibu yang berada dalam tekanan psikologi (stress) memiliki resiko
berkembangnya penyakit hipertensi dalam kehamilan.
2.1.3. Insidens dan Faktor Resiko Preeklampsia
Insidens preeklampsia dan eklampsia berkisar antara 3,4% – 8,5% pada wanita
hamil, 3-7 % terjadi pada nullipara dan 0,8-5 % pada multipara. Angka kejadian
Penelitian di Medan oleh Girsang (2004), melaporkan angka kejadian
preeklampsia berat di RSUP. H. Adam Malik dan RSUD. Dr. Pirngadi Medan periode
2000-2003 adalah 5,94 %, sedangkan eklampsia 1,07 %.
Wanita dengan resiko kehamilan resiko tinggi perlu diperiksa untuk memprediksi
dan mencegah terjadinya preeklampsia. Kejadian preeklampsia ditemukan meningkat
pada wanita diabetes yaitu 9,9% dibandingkan pada wanita yang tidak menderita
diabetes. Adanya hipotiroidisme yang tidak diterapi juga memicu terjadinya
preeklampsia-eklampsia.
(15)
Kehamilan multipel merupakan salah satu faktor resiko terjadinya preeklampsia.
Kehamilan kembar akan meningkatkan resiko 4x lipat. Usia ibu lebih dari 40 tahun juga
ditemukan lebih beresiko untuk menderita preeklampsia. (16)
(17)
Pada preeklampsia ringan tidak ditemukan adanya pengaruh keturunan, tetapi
riwayat preeklampsia berat pada keluarga merupakan faktor resiko. Dari sebuah
penelitian pada wanita dengan preeklampsia, ditemukan ibu pasien tersebut 14%
menderita preeklampsia berat.
Nullipara merupakan faktor resiko terjadinya preeklampsia, dimana preeklampsia
di diagnosis pada 64% wanita nulipara dan hanya pada 36% wanita multipara. Wanita
dengan BMI (Body Mass Index) lebih dari 35 sebelum kehamilan akan memiliki faktor
resiko 4x lipat lebih berat dibandingkan wanita dengan BMI 19 – 27, Pada wanita
dengan BMI <20 merupakan faktor resiko terjadinya preeklampsia. (18)
2.1.4. Klasifikasi
Preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia berat dan preeklampsia ringan
Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai
1. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg
2. Tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg
3. Proteinuria yang terjadi pada kehamilan lebih dari 20 minggu (≥ 5 g dalam jumlah urin selama 24 jam atau dipstick ≥ +3)
2. Preeklampsia ringan
(15)
Tanda dan gejala preeklampsia ringan (16)
1. Tekanan darah sistolik antara 140-160 mmHg
2. Tekanan darah diastolik 90-110 mmHg
3. Proteinuria minimal (≥ 2g/L/24 jam) 4. Tidak disertai gangguan fungsi organ
3. Jika terjadi tanda – tanda preeklampsia yang lebih berat dan disertai
adanya kejang, maka dapat digolongkan kedalam eklampsia
Preeklampsia berat dibagi dalam beberapa kategori,yaitu:
a. PEB tanpa impending eklampsia
(11,26)
b. PEB dengan impending eklampsia dengan gejala – gejala impending adalah nyeri
kepala, mata kabur, mual, muntah, dan nyeri epigastrium.
2.1.5. Onset Dini (Early onset) dan Onset Lambat (Late onset) preeklampsia
Preeklampsia juga dibedakan menjadi Onset dini dan Onset lambat. Onset dini
preeklampsia apabila manifestasi klinis timbul sebelum 34 minggu kehamilan dan onset
Saat ini penelitian mulai menemukan jika onset dini dan onset lambat
preeklampsia memiliki patofisiologis berbeda yang menunjukkan pada onset dini
preeklampsia sering dihubungkan dengan morbiditas dan mortalitas perinatal dan
maternal yang lebih tinggi, karena pada onset dini preeklampsia ditemukan gangguan
perfusi uteroplasenta (peningkatan resistensi aliran uteroplasenta), sementara onset
lambat preeklampsia sering dihubungkan dengan faktor maternal seperti obesitas pada
wanita hamil.(28)
Onset dini dan onset lambat preeklampsia memiliki perbedaan etiologi sehingga
manifestasi klinisnya berbeda. Pada onset lambat preeklampsia dihubungkan dengan
pertumbuhan janin yang baik tanpa adanya tanda-tanda gangguan pertumbuhan janin
dengan gambaran velosimetri doppler arteri uterina yang normal atau sedikit meningkat,
dimana tidak terdapat gangguan aliran darah umbilikus dan lebih beresiko pada wanita
dengan plasenta yang besar dan luas. Onset dini preeklampsia sering menimbulkan
kasus dengan klinis yang berat, yaitu dihubungkan dengan adanya invasi trofoblast
yang abnormal pada arteri spiralis sehingga menimbulkan perubahan aliran darah di
arteri subplasenta, peningkatan resistensi aliran darah dan arteri umbilikal serta adanya
tanda-tanda gangguan pertumbuhan janin.
(29)
2.1.6. Gejala klinis
Dua gejala yang sangat penting pada preeklampsia adalah hipertensi dan proteinuria.
Gejala ini merupakan keadaan yang biasanya tidak disadari oleh wanita hamil. Pada
waktu keluhan lain seperti sakit kepala, gangguan penglihatan, dan nyeri epigastrium
a) Tekanan darah Kelainan dasar pada preeklampsia adalah vasospasme arteriol
sehingga tanda peringatan awal muncul adalah peningkatan tekanan darah.
Tekanan diastolik merupakan tanda prognostik yang lebih baik dibandingkan
tekanan sistolik dan tekanan diastolik sebesar 90 mmHg atau lebih menetap
menunjukan keadaan abnormal.
b) Peningkatan berat badan yang mendadak serta berlebihan terutama
disebabkan oleh retensi cairan dan selalu dapat ditemukan sebelum timbul gejala
edema nondependen yang terlihat jelas, seperti edema kelopak mata, kedua
lengan, atau tungkai yang membesar. Penambahan berat badan ½ kilogram
seminggu pada orang hamil dianggap normal. jika > 1 kg seminggu atau 3 kg
dalam sebulan dapat dicurigai adanya preeklampsia.
(28)
c) Proteinuria Derajat proteinuria sangat bervariasi menunjukan adanya suatu
penyebab fungsional dan bukan organik. Proteinuia disebabkan vasospasme
pembuluh darah ginjal. Pada preeklampsia awal, proteinuria mungkin hanya
minimal atau tidak ditemukan sama sekali.
(29)
d) Nyeri epigastrium Nyeri epigastrium merupakan keluhan yang sering ditemukan
pada preeklampsia berat dan dapat menjadi prediktor serangan kejang yang akan
terjadi. Keluhan ini mungkin disebabkan oleh peregangan kapsula hepar akibat
edema atau perdarahan.
(30)
e) Nyeri kepala Gejala ini jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi semakin
sering terjadi pada kasus yang lebih berat. Nyeri kepala sering terasa pada daerah
frontalis dan oksipitalis, dan tidak sembuh dengan pemberian analgesik biasa.
Pada wanita hamil yang mengalami serangan eklampsia, nyeri kepala hebat
hampir selalu mendahului serangan kejang pertama.
(31)
f) Gangguan penglihatan Gangguan penglihatan yang dapat terjadi di antaranya
pandangan yang sedikit kabur, skotoma, hingga kebutaan sebagian atau total.
Keadaan ini disebabkan oleh vasospasme, iskemia, dan perdarahan petekie pada
korteks oksipital.(3)
2.1.7. Patogenesis
Patogenesis dari Preeklampsia dianggap melibatkan 3 tahap: cacat plasentasi,
iskemia plasenta dan disfungsi sel endotel. Pertumbuhan vaskuler abnormal dan
gangguan fungsi endotel pada plasenta terkait dengan kondisi kehamilan abnormal
seperti preeklampsia, yang terjadi akibat dari invasi trofoblas yang tidak layak dari arteri
spiralis ibu selama awal kehamilan.(19)
Gambar 1. implantasi plasenta(14)
Preeklampsia telah dipelajari secara ekstensif selama beberapa dekade, dan
sering diduga mengalami dua tahap patogenesis. Pada tahap pertama yaitu pada
masa awal kehamilan, proses endotelialisasi dari sitotrofoblas mengalami gangguan
spiralis tetap mengecil. Terjadilah plasentasi abnormal dan iskemia dari plasenta yang
akan menimbulkan keadaan hipoksia (stress oksidatif). Tahap kedua terjadi pada
kehamilan lanjut.(3)
Gambar 2. Perbedaan arteri spiralis pada kehamilan normal dan PE(3)
Pada perkembangan plasenta yang normal, invasi trofoblast ke arteri spiralis
menyebabkan diameter yang kecil menjadi membesar untuk memenuhi kebutuhan
perfusi dalam perkembangan janin. Selama proses invasi vascular sitotrofoblas
berubah dari fenotip epitel menjadi fenotip endotel (Pseudovaskulogenesis) pada
preeklampsia, sitotrofoblas gagal melakukan invasi tersebut, yang menyebabkan
Perubahan pokok yang didapatkan pada preeklampsia adalah adanya spasme
pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Bila spasme arteriolar juga
ditemukan di seluruh tubuh, maka dapat dipahami bahwa tekanan darah yang
meningkat merupakan kompensasi mengatasi kenaikan tahanan perifer agar oksigenasi
jaringan tetap tercukupi. (33)
Sedangkan peningkatan berat badan dan edema yang disebabkan penimbunan
cairan yang berlebihan dalam ruang interstitial belum diketahui penyebabnya. Beberapa
literatur menyebutkan bahwa pada preeklampsia dijumpai kadar aldosteron yang
rendah dan kadar prolaktin yang tinggi dibandingkan pada kehamilan normal.
Aldosteron penting untuk mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air
serta natrium. Pada preeklampsia permeabilitas pembuluh darah terhadap protein
meningkat.
Turunnya tekanan darah pada kehamilan normal ialah karena vasodilatasi perifer
yang diakibatkan turunnya tonus otot polos arteriol. Hal ini kemungkinan akibat
meningkatnya kadar progesteron di sirkulasi, dan atau menurunnya kadar
vasokonstriktor seperti angiotensin II, adrenalin, dan noradrenalin, dan atau
menurunnya respon terhadap zat-zat vasokonstriktor. Semua hal tersebut akan
meningkatkan produksi vasodilator atau prostanoid. Pada trimester ketiga akan terjadi
peningkatan tekanan darah yang normal seperti tekanan darah sebelum hamil. (34)
2.2. Adiponektin
Lemak merupakan organ yang secara pasif menyimpan kelebihan
energi (seperti trigliserida). Namun bukti terkini menyarankan bahwa jaringan lemak
khususnya jaringan lemak visceral dipertimbangkan sebagai organ endokrin. Lemak
visceral saat ini dikenal sebagai pemeran utama dalam terjadinya berbagai faktor resiko
dan dalam perubahan vaskular. Studi eksperimental pada adiposit mencatat bahwa
adiposit menghasilkan dan mengsekresi berbagai substansi yang disebut adipositokin.
Terdapat 2 tipe adipositokin : adipose tissue spesific bioactive substances (true
adipositokin) contohnya adalah adiponektin dan leptin dan adipositokin yang
disekresikan secara berlebihan dari jaringan lemak tetapi tidak spesifik untuk jaringan
lemak, contohnya adalah Plasminogen Activator Inhibitor (PAI-I) dan Tumor Necrosis
Faktor (TNF).(25)
2.2.1. Definisi
Adiponektin yang dikenal juga sebagai Adiposity Complement Related Protein 30
kilodalton (ACRP 30), AdipoQ, Adiposa Most Abundant Gene Transcript I (APMI) dan
Gelatin Binding Protein 28 kilodalton (GBP 28) adalah salah satu adipositokin yang
pertama kali ditemukan pada tahun 1995 oleh Scherer, Adiponektin diinduksi pada awal
diferensiasi sel sel lemak (adiposit) dan sekresinya distimulasi oleh insulin dalam
sirkulasi konsentrasi adiponektin lebih tinggi dibandingkan adipositokin lainnya yaitu
Gambar 3. Struktur adiponektin(24)
Adiponektin terdiri dari suatu kolagen dengan terminal N dan domain globular
dengan terminal C, dan memiliki struktur yang homolog dengan subunit faktor
komplemen CIq. (24)
Adiponektin adalah hormon yang berasal dari adiposit yang bertindak sebagai
adipokin anti diabetik, anti atherosklerotik dan anti inflamasi, dan penurunan
konsentrasi adiponektin sirkulasi terkait dengan obesitas, resistansi insulin dan diabetes
tipe 2.
Adinopektin adalah hormon penting yang berasal dari adiposit yang bisa
melindungi endotelium.(20)
2.2.2. Struktur
Struktur Adiponektin adalah protein yang terbentuk dari 247 asam amino yang
terdiri dari 4 bagian yaitu, terminal asam amino, regio variabel, domain collagenous
(cAd) dan domain globular terminal karboksiGlobular C-terminal domain of adiponectin
(gAd). Adiponektin termasuk superfamili kolagen yang larut dan memiliki struktur yang
Gambaran kristalografi X-ray dari gAd menampakkan struktur yang homolog dengan
TNF-α. Hal ini mengindikasikan adanya kaitan perkembangan evolusi antara TNF-α
dengan adiponektin. Kedua komponen tersebut memiliki fungsi yang berlawanan yaitu
TNF-α sebagai proinflamasi dan adiponektin sebagai anti inflamasi.(20)
Bentuk dasar adiponektin adalah trimer yang dibentuk ikatan tiga monomer
pada domain globular. Bentuk monomer tidak ditemukan disirkulasi tetapi tertahan di
adiposit. Empat sampai enam trimer membentuk struktur yang lebih tinggi disebut
oligomer dengan konsentrasi dalam plasma 5 – 30 μg/ml. (24)
Gambar 4. Bentuk multimer adiponektin (24)
Bentuk multimer adiponektin terdiri dari High Molecular Weight (HMW, 12-36
mers), Medium Moleculer Weight (MMW, Hexamer), Low Moleculer Weight (LMW,
Trimer). Dengan aktivitas berbeda-beda. Kadar HMW lebih tinggi pada perempuan
dibandingkan pria. Berbagai penelitian menyebutkan bahwa bentuk multimer HMW
adalah bentuk aktif.
Terdapat 2 reseptor adiponektin yaitu AdipoRl dan AdipoR2. AdipoRl lebih
banyak diproduksi diotot skeletal dan adipoR2 dihati. AdipoRl memediasi aktivasi
Peroxisome Proliferator Activator Receptor-a (PPAR-a), Adenosin Monophosphate
meningkatkan glukoneogenesis. AdipoR2 terlibat dalam aktivasi nuclear reseptor PPAR
untuk memediasi B oksidasi dan penangkapan ROS.(24)
2.2.3 Sekresi
Jaringan adiposa mengsekresi berbagai macam protein ke dalam sirkulasi. Protein ini secara kolektif disebut adipositokin yang sekarang lebih sering disebut
sebagai adipokin. Adipokin ini terdiri dari adiponektin, Free Fafty Acid (FFA), leptin,
TNF-α, Plasminogen Activator lnhibitor-l (PAl-l), adipsin, resistin, Bone Morphogenic
Protein (BMP), lnsulin like Growth Factor (lGF), interleukin (lL), Transforming Growth
Factor (TGF) dan asam lemak.(23)
Adiponektin diproduksi selama diferensiasi sel lemak (adiposa). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa jaringan adiposa bukan hanya sebagai tempat penyimpanan
lemak, tetapi juga merupakan organ endokrin yang berperan penting dalam interaksi
signal endokrin, metabolik, dan inflamasi untuk mengatur homeostatis energi tubuh.
Beberapa studi menunjukkan bahwa jika terdapat peningkatan jaringan adiposa
maka terjadi juga peningkatan dari sekresi adipokin proinflamasi, bersamaan dengan itu
terjadi penurunan dari sekresi adiponektin yang bersifat protektif, begitu juga sebaliknya
dapat disimpulkan bahwa adiponektin
(22)
berperan sebagai anti inflamasi yang menekan proses inflamasi.
Adiponektin merupakan golongan adipokin baru dan mempunyai peranan
penting dalam berbagai efek biologis jaringan adiposa. Komponen c Deoksibo Nucleate
Acid (cDNA) Adiponektin pertama kali diisolasi dalam jumlah besar dengan random
protein yang mirip dengan kolagen, yang secara khusus disintesis di jaringan adiposa
putih, dan diproduksi saat diferensiasi serta bersirkulasi dalam konsentrasi cukup tinggi
dalam serum. (20)
Penurunan kadar adiponektin bisa disebabkan oleh faktor genetik, seperti di
jepang telah diketahui 10 tipe genotip yang berpengaruh terhadap kadar adiponektin,
salah satunya adalah genotip SNP 276.
(20,24)
Mekanisme Tindakan Adiponektin
1. Sensitivitas insulin
(24)
Adiponektin mengurangi kandungan trigliserida jaringan dan mengatur kenaikan
pemberian sinyal insulin. Dalam otot skeletal, adiponektin meningkatkan ekspresi
molekul-molekul yang terlibat dalam pengangkutan asam-lemak seperti CD36, dalam
pembakaran asam-lemak seperti acetylcoenzym A oxidase, dan dalam pelepasan
energi seperti pelepasan protein. Perubahan-perubahan ini menyebabkan penurunan
kandungan trigeliserida jaringan dalam otot skeletal.
Peningkatan kandungan trigeliserida jaringan dilaporkan mengganggu aktivasi
phosphatidylinositol (PI) 3-kinase distimulasi insulin dan translokasi transporter 4
glukosa selanjutnya dan penyerapan glukosa, yang menyebabkan resistensi insulin.
Dengan demikian, penurunan kandungan trigliserida jaringan dalam otot mungkin
memberi kontribusi kepada peningkatan transduksi sinyal insulin. (20)
Gambar 5. Obesitas, resistensi adiponektin, dan resistensi insulin. (14)
Beberapa studi mendukung hipotesis adiponektin berfungsi Sebagai insulin
sensitisasi melalui penurunan keluaran glukosa hepatik dan berkontribusi pada
pengaturan homeostasis glukosa seluruh tubuh. Hipoadiponektinemia berhubungan
dengan resistensi insulin dan telah dibuktikan pada penderita diabetes gestasional dan
diabetes tipe 2. Hipoadiponektinemia berkontribusi langsung terhadap pengaturan
homeostasis glukosa dan penurunan sensitivitas insulin pada penderita diabetes.(22)
2. Anti aterogenik
Efek anti aterogenik adiponektin adalah meningkatkan efek vasodilatasi endotel,
penekanan tahapan atherosklerosis, menekan ekspresi molekul adhesi, menghambat produksi TNF α, mengurangi efek pertumbuhan sel otot polos,menghambat efek
oxLDL, menekan proliferasi dan produksi superoksida dan aktivitas N4APK,
meningkatkan produksi NO, merangsang proses angiogenesis, menghambat proliferasi
dan migrasi sel endotel, mengurangi penebalan tunika intima dan proliferasi sel otot
Goldstein et al melaporkan adiponektin mampu menghambat proliferasi sel yang
diinduksi oleh oxidized Low Density Lipoprotein (oxLDL), menghambat pengeluaran
superoxide yang diinduksi dan diaktifasi p24/p44 MA-PK oleh oxLDL. Dampak oxLDL
tersirkulasi pada dinding vaskuler mengakibatkan terbentuknya sel busa, inaktifasi
endothelial Nitric Oxide (eNO), induksi respon inflamasi dan pembentukan Reactive
Oxygen Species (ROS). Semua komponen tersebut diketahui berperan aktif pada
proses atherogenesis, dari penelitian ini didapatkan kadar kolesterol yang tinggi
terutama LDL menekan kadar adiponektin.(30)
3. Anti Inflamasi
Secara in vitro, adiponektin menghambat signal transkripsi nuclear faktor NF-kβ
di endotel yang memediasi efek TNF-α dan sitokin proinflamasi lain. Adiponektin juga
menstimulasi produksi Nitric Oxyde (NO) di sel endotel vaskuler dan menghambat
ekspresi molekul – molekul adhesi, menghambat ekspresi reseptor scavenger kelas A
di makrofag dan menghambat proliferasi dan migrasi sel-sel otot polos aorta pada
manusia.
Peran adiponektin dan TNF-α menghambat produksi satu sama lain pada
jaringan adiposa. Ekspresi C Reactive Protein (CRP) diregulasi negatif oleh adiponektin
pada jaringan lemak. Ekspresi adiponektin ditekan oleh lL- 6 (20)
pada jaringan lemak. Adiponektin menghambat perlekatan monosit dan ekspresi
molekul adhesi yang diinduksi oleh TNF-α , transfomasi makrofag menjadi sel busa,
ekspresi TNF-α di makrofag dan proliferasi sel otot polos.(22)
Adiponektin dapat memperbaiki dampak negatif dari TNF-α terhadap fungsi
inhibitory Nuclear Factor Kappa β (NF-kβ ) dan aktifasi NF-kβ tanpa mempengaruhi
aktifasi. Adiponektin menghambat pembentukan koloni leukosit, menurunkan aktifitas
fagositosis, dan sekresi TNF-α.(24)
Gambar 6. Peran adiponektin pada kaskade inflamasi (24)
2.2.4 Faktor yang berpengaruh terhadap kadar Adiponektin
Nien (2007) melakukan penelitian pengukuran adiponektin terhadap usia
kehamilan dan Indeks Massa Tubuh, dari penelitiannya tidak terdapat perbedaan yang
bermakna antara usia kehamilan terhadap kadar adiponektin, tetpi pengukuran
terhadap Indeks Massa Tubuh terdapat perbedaan yang signifikan antara hamil dengan
IMT < 25% dibanding wanita hamil dengan Indeks Massa Tubuh >25%. Pada penelitian ini Nien mendapat kadar adiponektin pada hamil aterm yaitu 8,87 μ/mL.
Abbasi (2006) dalam penelitiannya terdapat perbedaan yang signifikan antara
kadar adiponektin yang merokok dan tidak merokok [8,6 μ/l (6,9-10,8) vs 11,7 μg/l (9,2
tidak perokok. Pada perokok terdapat peningkatan kadar zat pro inflamasi dan ROS
yang berasal dari rokok, sehingga kerjanya menekan adiponektin yang bersifat anti
inflamasi.
Pada proses infeksi dan inflamasi, terjadi mekanisme patobiologi yang rumit
dengan pengerahan organ dan sistem seluler dan humoral, dan secara empiris terbukti
bahwa selain perubahan pada endotel pembuluh darah, kelompok protein (sitokin)
berperan besar : kelompok sitokin yang menimbulkan dan menyebabkan peradangan,
disebut sitokin proinflamasi yang dimotori oleh sitokin TNF-α. Tentu saja hal ini sangat
berpengaruh terhadap kadar adiponektin, karena adiponektin mempunyai kerja
berlawanan dengan sitokin pro inflamasi. (36)
(37)
2.3. Adiponektin pada preeklampsia
Preeklampsia merupakan penyakit yang muncul selama kehamilan setelah usia
kehamilan > 20 minggu. Penyakit ini ditandai oleh vasospasme arteriol secara umum,
akibat disfungsi endotel. Peningkatan tekanan darah lebih atau sama dengan 140/90
mmHg dan terdapatnya proteinuria sebagai diagnostik preeklampsia, dimana lolosnya
protein 300 mg per 24 jam atau terdapat protein dalam 30 mg/dl (+1 dipstik) pada
sampel urin sewaktu)
Preeklampsia menampilkan banyak konsep patofisiologi yang berhubungan
dengan aterosklerosis, disfungsi endotel, resistensi insulin, dan inflamasi. Banyak
hormon adiposit misalnya tumor necrosis factor (TNF α), leptin, adiponektin, dan
interleukin 6 (IL 6), yang secara kolektif disebut adiponektin memainkan peran penting
banyak protein spesifik jaringan lemak diekspresikan dan disekresikan secara spesifik
dari jaringan lemak. (22)
Pada preeklampsia terjadi defisiensi imunologi invasi trofoblas ke arteri spiralis
yang menyebabkan hipoperfusi plasenta, keadaan ini mendorong dilepaskannya zat-zat
kedalam sirkulasi ibu, perubahan ini memicu aktivasi endotel vaskular. Endotel yang
utuh akan memiliki sifat anti koagulan dan menumpulkan respon otot polos pembuluh
terhadap agonis. Sebaliknya endotel yang rusak akan mengaktifkan sel-sel endotel
untuk meningkatkan pembekuan serta kepekaan terhadap zat vasopresor.
Adiponektin merupakan protein plasma adiposit diyakini terlibat terutama dalam
pengaturan resistensi insulin dan homeostasis glukosa. Studi eksperimental dan klinis
telah menyatakan bahwa kadar adiponektin plasma rendah terkait dengan metabolik
yang berhubungan dengan obesitas dan penyakit pembuluh darah. keduanya yang
merupakan faktor risiko untuk preeklampsia. Resistensi insulin, kadarnya meningkat
pada kehamilan trimester ketiga. Selain itu, resistensi insulin meningkat pada kehamilan
dengan komplikasi dan preeklampsia.
(14)
Adiponektin berinteraksi dengan banyak faktor risiko preeklampsia, misalnya
resistensi insulin, gangguan inflamasi dan reaktivitas vaskular yang abnormal. (12)
Adiponektin berperan memperbaiki sensitivitas insulin, menghambat inflamasi
pembuluh darah. Hipoadiponektinemia diduga merupakan risiko independen untuk
hipertensi, terutama preeklampsia..
(20)
Beberapa laporan menunjukkan bahwa peningkatan indeks massa tubuh (IMT)
meningkatkan dua kali lipat risiko preeklampsia dan mengajukan bahwa obesitas
mengekspresikan berbagai protein seperti leptin, TNF-α dan adiponektin, yang
mengatur pengeluaran energi, metabolisme lipid dan resistensi insulin.
Peningkatan pelepasan adiponektin oleh jaringan adiposit pada pasien dengan
preeklampsia dapat menjadi umpan balik (feedback) positif untuk memperkecil
akumulasi lemak di jaringan pada wanita dengan preeklampsia. Peningkatan
konsentrasi adiponektin juga dapat menekan perlengketan (adhesi) molekul-molekul
lain pada endotel pembuluh darah dan produksi sitokin dari makrofag. Hal tersebut
yang menghambat proses inflamasi yang menjadi salah satu patofisiologi terjadinya
preeklampsia.
(19)
Obesitas adalah faktor risiko untuk preeklampsia dan adiponektin adalah hormon
penting yang berasal dari adiposit yang bisa melindungi endotelium. Disfungsi endotel
dapat terjadi akibat obesitas. Akan tetapi, obesitas juga berhubungan dengan
peningkatan resistensi insulin, yang memiliki peran penting dalam mengakibatkan
preeklampsia. (23)
(24)
Dari penjelasan diatas benang merah antara adiponektin dengan preeklampsia.
Adiponektin mempunyai sifat sebagai anti inflamasi dan sebagai anti aterosis serta
sensitivitas insulin yang sangat berperan untuk mencegah terjadinya preeklampsia.
Telah dijelaskan bahwa preeklampsia terjadi karena adanya disfunsi endotel yang
2.4. Pemeriksaan Adiponektin
Metode yang ada sekarang adalah metode radioimmunoassay(RlA)
(24)
untuk mengukur bentuk multimerik dan Enzyme Linked lmmunosorbent Assay (ELISA)
untuk mengenali bentuk monomer yang mengalami denaturasi. Kadar adiponektin yang
terdeteksi pada kedua metode tersebut memberikan hasil yang hampir sama. RIA
kompetitif dan ELISA sandwich adalah salah satu jenis pemeriksaan untuk mengukur
adiponektin manusia. RIA (Linco Research, Inc) memiliki batas deteksi yang rendah
yaitu 1 μg/L dan rentang linier 0,78 - 200 μg/L, sedangkan ELISA (R&D Systems)
memiliki batas deteksi yang lebih rendah yaitu 0,079 - 0,891 μg/L dan rentang linier
3,58 – 9,66 μg/mL. Kadar adiponektin manusia stabil hingga 36 jam di dalam spesimen
whole blood yang disimpan dalam Vacutainers EDTA atau heparin natrium jika
2.5. Kerangka Teori
- Disfungsi sel endotel - Iskemia plasenta - Cacat plasentasi
Reaksi Inflamasi
Interleukin 6, TNFα, CRP
stress oksidatif
Preeklampsia Berat
Hamil Normal
2.6. Kerangka Konsep
232
HAMIL
HAMIL NORMAL
HAMIL
PREEKLAMPSIA
BERAT
ADIPONEKTIN
- Obesitas
- Infeksi
- Rokok
Variabel yang diteliti
Variabel independen
Variable dependen
2.7. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan teori pada uraian kepustakaan diatas, maka dibuat hipotesis,
terdapat perbedaan antara kadar serum adiponektin pada hamil
preeklampsia berat dengan ibu hamil normal, dimana kadar serum
adiponektin pada ibu hamil preeklampsia berat lebih rendah dibandingkan