• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum 2.1.1 Tanah - Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test) pada Stabilitas Tanah Lempung dengan Campuran Semen dan Abu Sekam Padi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum 2.1.1 Tanah - Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test) pada Stabilitas Tanah Lempung dengan Campuran Semen dan Abu Sekam Padi"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum 2.1.1 Tanah

Tanah merupakan komposisi dari dua atau tiga fase yang berbeda. Jika tanah dalam keadaan kering maka terdiri dari dua fase yaitu partikel padat dan pori-pori udara. Tanah yang jenuh seluruhnya juga terdiri dari dua fase yaitu partikel padat dan air pori. Jika tanah dalam keadaan jenuh sebagian maka terdiri dari tiga fase yaitu partikel padat, pori-pori udara dan air pori. Untuk memperjelas komponen-komponen tanah tersebut maka digambarkan diagram fase seperti terlihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Diagram Fase Tanah

(2)

dan volumenya. Berikut persamaan yang dapat dilihat untuk memeperjelas gambar di atas :

𝑊 =𝑊𝑠+𝑊𝑤+𝑊𝑎 (2.1)

𝑊𝑎 = 0 sehingga persamaan (2.1) menjadi

𝑊= 𝑊𝑠+𝑊𝑤 (2.2)

dan

𝑉 =𝑉𝑠+𝑉𝑤+𝑉𝑎 (2.3)

𝑉𝑣 = 𝑉𝑤+𝑉𝑎 (2.4)

dimana :

𝑊𝑠 = berat butiran padat

𝑊𝑤 = berat air

𝑉𝑠 = volume butiran padat 𝑉𝑤 = volume air

𝑉𝑎 = volume udara

2.1.2 Pemeriksaan Sifat-sifat Fisik Tanah 2.1.2.1 Kadar Air (Water Content)

Kadar air tanah (𝑤%) adalah perbandingan antara berat air (𝑊𝑤) dengan berat butiran (𝑊𝑠) . Besar dari nilai kadar air tanah dinyatakan dalam satuan

persen. Persamaan kadar air tanah (𝑤%) dinyatakan dalam persamaan berikut :

𝑤 (%) = 𝑊𝑤

(3)

2.1.2.2 Derajat Kejenuhan (S)

Derajat Kejenuhan (𝑆) dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara

volume air (𝑉𝑤) dengan volume total rongga pori tanah (𝑉𝑣). Bila tanah dalam keadaan jenuh nilai derajat kejenuhannya = 1 (100%), dan untuk tanah kering nilai derajat kejenuhannya = 0.Kejenuhan suatu tanah (𝑆) dapat dinyatakan dalam persamaan berikut :

𝑆 (%) = 𝑉𝑉𝑤

𝑣 𝑥 100 (2.6)

2.1.2.3 Angka Pori (Void Ratio)

Angka Pori (𝑒) adalah perbandingan antara volume rongga (𝑉𝑣) dengan volume butiran (𝑉𝑠) dalam tanah tersebut yang dinyatakan dalam satuan desimal. Angka Pori tanah (𝑒) dapat dinyatakan dalam persamaan :

𝑒= 𝑉𝑣

𝑉𝑠 (2.7)

2.1.2.4 Porositas (Porocity)

Porositas (𝑛) adalah perbandingan antara volume pori (𝑉𝑣) dengan volume total tanah (𝑉) dalam tanah tersebut yang dinyatakan dalam satuan persen maupun

dalam bentuk desimal. Porositas tanah (𝑛) dapat dinyatakan dalam persamaan :

𝑛= 𝑉𝑉𝑣 𝑥 100 (2.8)

Hubungan antara angka pori dengan porositas dapat dilihat pada persamaan berikut:

𝑒 = 𝑛

1−𝑛 (2.9)

(4)

2.1.2.5 Berat Volume Basah (Wet Volume Weight)

Berat Volume (𝛾𝑏) adalah perbandingan antara berat butiran tanah

termasuk air dan udara (𝑊) dengan volume total tanah (𝑉). Berat Volume Tanah (𝛾𝑏) dinyatakan dalam persamaan berikut :

𝛾𝑏 = 𝑊

𝑉 (2.11)

2.1.2.6 Berat Volume Kering (Dry Volume Weight)

Berat Volume Kering (𝛾𝑑) adalah perbandingan antara berat butiran tanah

(𝑊𝑠) dengan volume total tanah (𝑉). Berat Volume Tanah (𝛾𝑏) dapat dinyatakan dalam persamaan berikut :

𝛾𝑑 = 𝑊𝑉𝑠 (2.12)

2.1.2.7 Berat Volume Butiran Padat (Soil Volume Weight)

Berat Volume Butiran Padat (𝛾𝑠) adalah perbandingan antara berat butiran tanah (𝑊𝑠) dengan volume butiran tanah padat (𝑉𝑠). Berat Volume Butiran Padat (𝛾𝑠) dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:

𝛾𝑠 = 𝑊𝑉𝑠

𝑠 (2.13)

2.1.2.8 Berat Jenis (Specific Gravity)

Berat Jenis Tanah (𝐺𝑠) dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara

(5)

𝐺𝑠 = 𝛾𝑠

𝛾𝑤 (2.14)

Adapun batas-batas besaran Berat Jenis Tanah dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Berat Jenis Tanah (Hardiyatmo, 1992)

Macam Tanah Berat Jenis

Kerikil 2,65 - 2,68

Pasir 2,65 - 2,68

Lanau tak organik 2,62 - 2,68 Lempung organik 2,58 - 2,65

Lempung tak organik 2,68 - 2,75

Humus 1,37

Gambut 1,25 - 1,80

Batas-batas nilai dari Derajat Kejenuhan tanah dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah (Hardiyatmo, 1992)

Keadaan Tanah Derajat Kejenuhan

Tanah kering 0

Tanah agak lembab > 0 - 0,25

Tanah lembab 0,26 - 0,50 Tanah sangat lembab 0,51 - 0,75

Tanah basah 0,76 - 0,99

(6)

2.1.2.9 Batas-batas Atterberg(Atterberg Limit)

Kedudukan fisik tanah berbutir halus pada kadar air tertentu disebut konsistensi. Batas-batas konsistensi tanah berbutir halus tersebut adalah batas cair, batas plastis, batas susut.

Masalah pada tanah yang penting untuk diperhatikan adalah pengaruh penambahan kadar air terhadap sifat-sifat mekanis tanahnya, seperti contoh jika kita mencampurkan suatu sampel tanah dengan air hingga mencapai keadaan cair, maka lama kelamaan campuran tersebut akan mengering sedikit demi sedikit sehingga sampel tanah akan melalui beberapa keadaan tertentu dari keadaan cair sampai keadaan padat . Batas-batas konsistensi dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Batas-batas Atterberg

Penjelasan mengenai batas-batas konsistensi dapat dijabarkan sebagai berikut :

a. Batas Cair (Liquid Limit)

(7)

dilakukan pemukulan dengan cara engkol dinaikkan dan sampai mangkuk menyentuh dasar sampel, sambil dilakukan perhitungan ketukan sampai tanah yang dibelah tadi berhimpit. Pemukulan dilakukan pada kadar air yang berbeda dan banyaknya jumlah pukulan dihitung untuk masing-masing kadar air. Dengan demikian dapat dibuat grafik hubungan antara kadar air dengan jumlah pukulan, sehingga diperoleh kadar air pada pukulan tertentu.Untuk lebih jelasnya, alat uji batas cair dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Alat Uji Batas Cair

b. Batas plastis (Plastic Limit)

(8)

mencapai 3,1 mm. Apabilaa tanah mulai retak atau pecah pada saat diameternya mencapai 3,1 mm, maka kadar air tanah itu adalah batas plastis.

Indeks plastisitas adalah selisih antara batas cair dan batas plastis. Adapun rumusan dalam menghitung besaran nilai indeks plastisitas adalah sesuai dengan persamaan 2.14, seperti yang ditunjukkan pada rumusan dibawah ini:

PI = LL - PL (2.15)

Klasifikasi jenis tanah berdasarkan besar indeks plastisitasnya ditunjukkan pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Indeks Plastisitas Tanah (Hardiyatmo, 1992)

PI Sifat Macam tanah Kohesi

0 Non – Plastis Pasir Non - Kohesif

< 7 Plastisitas Rendah Lanau Kohesif Sebagian 7 - 17 Plastisitas Sedang Lempung berlanau Kohesif

> 17 Plastisitas Tinggi Lempung Kohesif

c. Batas Susut (Shrinkage Limit)

Batas susut adalah kadar air atau batas dimana tanah yang dalam\ keadaan jenuh dan sudah kering tidak akan mengalami penyusutan lagi meskipun dikeringkan secara terus menerus. Batas susut juga dapat diartikan batas dimana meskipun tanah benar-benar telah kehilangan kadar airnya, tidak akan menyebabkan penyusutan volume tanah. Batas.susut dapat dinyatakan dalam persamaan

𝑆𝐿= �(𝑚1−𝑚2𝑚 ) 2 −

(𝑣1−𝑣2)𝛾𝑤

(9)

dengan :

𝑚1 = berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr) 𝑚2 = berat tanah kering oven (gr)

𝑣1 = volume tanah basah dalam cawan (𝑐𝑚3) 𝑣2 = volume tanah kering oven (𝑐𝑚3)

𝛾𝑤 = berat jenis air

2.1.2.10 Klasifikasi Tanah

Kebanyakan klasifikasi tanah menggunakan indeks tipe pengujian yang sangat sederhana untuk menentukan karakteristik tanahnya. Karakteristik tersebut digunakan untuk menentukan kelompok klasifikasinya. Umumnya klasifikasi tanah didasarkan atas ukuran partikel yang diperoleh dari analisa saringan dan plastisitasnya. Sekarang, terdapat dua sistem klasifikasi yang dapat digunakan yaitu Unified Soil Classification System dan AASHTO.

2.1.2.10.1 Sistem Klasifikasi Unified

Klasifikasi berdasarkan Unified System (Das, 1994), tanah dikelompokkan menjadi :

1. Tanah butir kasar (coarse-grained-soil) yaitu tanah kerikil dan pasir dimana kurang dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan no.200. Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal G atau S. G adalah untuk kerikil (gravel) atau tanah berkerikil, dan S adalah untuk pasir (sand) atau tanah berpasir.

(10)

dari 50 % berat total contoh tanah lolos ayakan no.200. Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal M untuk lanau (silt) anorganik, C untuk lempung (clay) anorganik, dan O untuk lanau organik dan lempung organik. Simbol PT digunakan untuk tanah gambut (peat), muck, dan tanah-tanah lain dengan kadar organik yang tinggi. Tanah berbutir kasar ditandai dengan simbol kelompok seperti : GW, GP, GM, GC, SW, SP, SM dan SC. Untuk klasifikasi yang benar, perlu memperhatikan faktor-faktor berikut ini :

1. Persentase butiran yang lolos ayakan no.200 (fraksi halus). 2. Persentase fraksi kasar yang lolos ayakan no.40.

3. Koefisien keseragaman (Uniformity coefficient, Cu ) dan koefisien

gradasi (gradation coefficient, Cc ) untuk tanah dimana 0-12% lolos

ayakan no.200.

(11)
(12)

2.1.2.10.2 Sistem Klasifikasi AASHTO

Sistem AASHTO (American Association of State Highway Transportation Official) berguna untuk menentukan kualitas tanah guna

perencanaan timbunan jalan, subbase dan subgrade. Sistem AASHTO membagi tanah ke dalam 7 kelompok, A-1 sampai dengan A-7. Penentuan klasifikasi ini terlebih dahulu membutuhkanmembutuhkan data-data sebagai berikut :

1. Analisis ukuran butiran.

2. Batas cair dan batas plastis dan Ip yang dihitung. 3. Batas susut.

Gambar 2.5. Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO

2.1.3 Pengujian Sifat-sifat Mekanis Tanah 2.1.3.1 Pemadatan Tanah (Compaction)

(13)

Untuk setiap daya pemadatan tertentu kepadatan yang tercapai tergantung pada banyaknya air didalam tanah tersebut yang disebut kadar air. Tingkat pemadatan tanah diukur dari berat volume kering tanah yang dipadatkan. Air dalam pori tanah berfungsi sebagai unsur pembasah (pelumas) tanah, sehingga butiran tanah tersebut lebih mudah bergerak atau bergeser satu sama lain dan membentuk kedudukan yang lebih padat atau rapat.

Peristiwa bertambahnya berat volume kering oleh beban dinamis disebut dengan pemadatan. Pemadatan tanah dapat dimaksudkan untuk mempertinggi kuat geser tanah, mengurangi sifat mudah mampat (kompresibilitas), mengurangi permeabilitas serta dapat mengurangi perubahan volume sebagai akibat perubahan kadar air dan lainnya.

Pada tanah granuler dipandang paling mudah penanganannya untuk pekerjaan di lapangan. Material ini mampu memberikan kuat geser yang tinggi dengan sedikit perubahan volume sesudah dipadatkan.

Pada tanah lanau yang dipadatkan umumnya akan stabil dan mampu memberikan kuat geser yang cukup dan sedikit kecenderungan mengalami perubahan volume. Namun tanah lanau sangat sulit dipadatkan bila dalam keadaan basah karena permeabilitasnya rendah.

(14)

Derajat kepadatan tanah diukur dari berat volume keringnya. Hubungan berat volume kering (𝛾𝑑) dengan berat volume basah (𝛾𝑏) dan kadar air (%) dinyatakan dalam persamaan :

𝛾𝑑 =1𝛾+𝑏𝑤 (2.16)

Di lapangan biasanya dengan cara menggilas menggunakan peralatan mekanis seperti roller, sedangkan di laboratorium dengan cara memukul. Dalam pengujian di laboratorium alat pemadatan berupa silinder mould yang mempunyai

volume 9,44 x 10−4𝑚3. Tanah dipadatkan di dalam mould dengan menggunakan penumbuk dengan berat 2,5 kg dengan tinggi jatuh 30,5 cm. Tanah dipadatkan dalam 3 lapisan (standart proctor) dan 5 lapisan (modified proctor) dengan pukulan sebanyak 25 kali pukulan.

Proses ini dilakukan sebanyak lima kali pada sampel tanah dengan kadar air tanah yang terus dinaikkan pada setiap proses. Dengan menggambarkan hubungan antara kepadatan kering maksimum dengan kadar air, akan dihasilkan kurv seperti terlihat pada Gambar 2.6.

(15)

2.1.3.2 Uji Kuat Tekan Bebas ( Unconfined Compression Test )

Pada material tanah, parameter yang perlu ditinjau adalah kekuatan geser tanahnya. Pengetahuan mengenai kekuatan geser diperlukan untuk menyelesaikan masalah-masalahyang berkaitan dengan stabilisasi tanah.

Salah satu pengujian yang digunakan untuk mengetahui parameter kuat geser tanah adalah uji kuat tekan bebas.Yang dimaksud dengan kekuatan tekan bebas adalah besarnya beban aksial persatuan luas pada saat benda uji mengalami keruntuhan atau pada saat regangan aksial mencapai 20 %. Percobaan kuat tekan bebas di laboratorium dilakukan pada sampel tanah dalam keadaan asli maupun buatan (remoulded).

Cara pengujian kuat tekan bebas ini memiliki perbedaan dengan uji triaksial, dimana pada uji kuat tekan bebas tidak ada tegangan sel yaitu 𝜎3 = 0. Gambar skematik dari prinsip pembebanan dalam percobaan ini dapat dilihat pada Gambar 2.7.

(16)

Pembebanan pada sampel tanah berasal dari tekanan aksial satu arah (𝜎1) yang diangsur-angsur bertambah sampai benda uji mengalami keruntuhan. Hubungan konsistensi dengan kuat tekan bebas dapat dilihat pada Tabel 2.4. Tabel 2.4 Klasifikasi Tanah Berdasarkan Nilai Kuat Tekan Bebas (Das, 1994)

Tekanan aksial yang bekerja pada tanah dapat dituliskan kedalam persamaan berikut :

𝜎= 𝑃

𝐴 (2.17)

dengan :

P = gaya beban yang bekerja A = Luas penampang tanah

Kuat geser tanah dari tekanan aksial yang ada dapat dituliskan ke dalam persamaan berikut :

𝑐𝑢 = 𝜎1+2𝜎3= 𝜎21 = 𝑞2𝑢 (2.18)

dengan :

𝑐𝑢 = kekuatan geser undrained (undrained shear strength) 𝜎3 = 0

(17)

2.1.3.3 Sensitifitas Tanah Lempung

Uji tekan bebas ini dilakukan pada sampel tanah asli (undisturbed) dan sampel tanah tidak asli (remoulded) lalu diukur kemampuan masing-masing sampel terhadap kuat tekan bebas. Dari nilai kuat tekan maksimum yang dapat diterima pada masing-masing sampel dapat diperoleh nilai sensitifitas tanah. Nilai sensitifitas berguna untuk mengukur bagaimana perilaku tanah jika mengalami gangguan yang diberikan dari luar.

Pada tanah-tanah lempung yang terdeposisi (terendapkan) secara alamiah dapat diamati bahwa kekuatan tekanan tak tersekap berkurang banyak, bila tanah tersebut diujiulang lagi setelah tanah tersebut menderita kerusakan struktural (remoulded) tanpa adanya perubahan dari kadar air, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Kuat Tekan Tanah Asli dan Tanah Remoulded

(18)

kekuatan tanah tersebut diuji dengan cara tekanan tak tersekap. Jadi, sensitifitas diperoleh (acquired sensitivity) dinyatakan dalam persamaan:

𝑆

𝑡

=

𝑞𝑢𝑘𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛𝑞𝑢𝑎𝑠𝑙𝑖 (2.19)

dengan :

St = kesensitifan

Ada beberapa jenis tanah lempung tertentu yang akibat kerusakan tersebut dapat tiba-tiba berubah menjadi cair. Tanah-tanah seperti itu sebagian besar dijumpai di daerah Amerika Utara dan daerah semenanjung Skandinavia yang dulunya tertutup es. Tanah-tanah lempung seperti ini biasa dinamai sebagai quick clays.

Karena beberapa jenis lempung mempunyai sifat sensitif terhadap gangguan yang berbeda-beda, maka perlu diadakan pengelompokan yang berhubungan dengan sifat sensitifnya. Klasifikasi secara umum dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sensitivity (Hardiyatmo, 1992)

Sifat Nilai Sensitivity

< 2 Insensitive

2 – 4 Moderately Sensitive

4 – 8 Sensitive

8 – 16 Very Sensitive

16 - 32 Slightly Quick

32– 64 Medium Quick

(19)

2.2 Bahan-bahan Penelitian 2.2.1 Tanah Lempung

Beberapa definisi tanah lempung dari beberapa ahli antara lain:

1. Das (1988) mendefinisikan bahwa tanah lempung merupakan tanah dengan ukuran mikrokronis sampai dengan sub-mikrokronis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan. Tanah lempung sangat keras dalam keadaan kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang. Pada keadaan air lebih tinggi lempung bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak.

2. Terzaghi (1987) mendefinisikan bahwa tanah lempung merupakan tanah dengan ukuran mikrokonis sampai dengan submikrokonis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan. Tanah lempung sangat keras dalam keadaan kering, dan tak mudahterkelupas hanya dengan jari tangan. Permeabilitas lempung sangat rendah, bersifat plastis pada kadar air sedang. Sedangkan pada keadaan air yang lebih tinggi tanah lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak.

3. Bowles (1986) mendefinisikan bahwa tanah lempung sebagai deposit

yang mempunyai partikel yang berukuran kecil atau sama dengan 0,002 mm dalam jumlah lebih dari 50 %.

2.2.2 Struktur Mineral Lempung

(20)

keadaan basah tanah memiliki kemampuan gaya tarik-menarik yang besar di antara partikel-partikel tanahnya sehingga melekat satu sama lain.

Mineral lempung merupakan pelapukan akibat reaksi kimia yang menghasilkan susunan kelompok partikel berukuran koloid dengan diameter butiran lebih kecil dari 0,002 mm. H oltz & Kovacs (1981) m e n e r a n g k a n satuan struktur dasar dari mineral lempung terdiri dari Silica Tetrahedra dan Alumina Oktahedra.

Satuan-satuan dasar tersebut bersatu membentuk struktur lembaran. Jenis-jenis mineral lempung tergantung dari kombinasi susunan satuan struktur dasar atau tumpukan lembaran serta macam ikatan antara masing-masing lembaran.

Silika Tetrahedra pada dasarnya merupakan kombinasi dari satuan Silika Tetrahedra yang terdiri dari satu atom silicon yang dikelilingi pada sudutnya oleh empat buah atom Oksigen. Kombinasi dari unit-unit silica tetrahedra tersebut membentuk lembaran silika (silica sheet).

Sedangkan Aluminium Oktahedra merupakan kombinasi dari satuan yang terdiri dari satu atom Alumina yang dikelilingi oleh atom Hidroksil pada keenam sisinya.Kombinasi dari unit-unit alimunium oktahedra membentuk lembaran gibbsite (gibbsite sheet).

(21)

valensi (negatif) sebesar satu dan harus diseimbangkan. Bila lembaran silika itu ditumpuk di atas lembaran oktahedra, atom-atom oksigen tersebut akan menggantikan posisi ion hidroksil pada oktahedra untuk memenuhi keseimbangan muatan mereka.

( a ) ( b) ( c )

(d) (e)

Gambar 2.9. Struktur Atom Mineral Lempung ( a ) silica tetrahedra ; ( b ) silica sheet ;

( c ) aluminium oktahedra ; ( d ) lembaran oktahedra (gibbsite) ; ( e ) lembaran silika - gibbsite ( Das, 1994)

Jika ditinjau dari mineraloginya, lempung terdiri dari berbagai mineral penyusun, antara lain mineral lempung (kaolinite, montmorillonite dan illite group) dan mineral-mineral lain yang mempunyai ukuran sesuai dengan batasan

(22)

a. Kaolinite.

Merupakan bagian dasar dari struktur ini adalah lembaran tunggal silika tetrahedral yang digabung dengan satu lembaran alumina oktahedran (gibbsite)

membentuk satu unit dasar dengan tebal kira-kira 7,2 Å (1 Å=10-10 m) seperti yang terlihat pada Gambar 2.9. hubungan antar unit dasar ditentukan oleh ikatan hidrogen dan gaya bervalensi sekunder. Mineral kaolinite berwujud seperti lempengan-lempengan tipis, masing-masing dengan diameter 1000 Å sampai 20000 Å dan ketebalan dari 100 Å sampai 1000 Å dengan luasan spesifik per unit massa ± 15 m2/gr.

Gambar 2.10. Struktur Kaolinite ( Das, 1988)

b. Montmorillonite disebut juga mineral dua banding satu (2:1) karena satuan susunan kristalnya terbentuk dari susunan dua lempeng silika tetrahedral mengapit satu lempeng alumina oktahedral ditengahnya. Struktur kisinya tersusun atas satu lempeng Al2O3 diantara dua lempeng SiO2. Karena struktur

(23)

dikutip (Das, 1988). Hubungan antara satuan unit diikat oleh ikatan gaya Van der Walls, diantara ujung-ujung atas dari lembaran silika itu sangat lemah, maka lapisan air (n.H2O) dengan kation yang dapat bertukar dengan mudah menyusup dan memperlemah ikatan antar satuan susunan kristal mengakibatkan antar lapisan terpisah. Ukuran unit massa sangat besar, dapat menyerap air dengan sangat kuat, mudah mengalami proses pengembangan.

Gambar 2.11. Struktur Montmorillonite ( Das, 1994)

c. Illite.Mineral illite mempunyai hubungan dengan mika biasa, sehingga

dinamakan pula hidrat-mika. Illite memiliki formasi struktur satuan kristal, tebal dan komposisi yang hampir sama dengan montmorillonite. Perbedaannya ada pada :

• Pengikatan antar unit kristal terdapat pada kalium (K) yang berfungsi sebagai penyeimbang muatan, sekaligus sebagai pengikat.

Terdapat ± 20 % pergantian silikon (Si) oleh aluminium (Al) pada lempeng tetrahedral.

• Struktur mineralnya tidak mengembang sebagaimana montmorillonite

(24)

Gambar 2.12. Struktur Illite ( Das, 1994)

Substitusi dari kation-kation yang berbeda pada lembaran oktahedral akan mengakibatkan mineral lempung yang berbeda pula. Apabila ion-ion yang disubstitusikan mempunyai ukuran yang sama disebut ishomorphous. Bila sebuah anion dari lembaran oktahedral adalah hydroxil dan dua per tiga posisi kation diisi oleh aluminium maka mineral tersebut disebut gibbsite dan bila magnesium disubstitusikan kedalam lembaran aluminium dan mengisi seluruh posisi kation, maka mineral tersebut disebut brucite.

2.2.3 Interaksi Air dan Mineral dalam Fenomena Tanah Lempung

Tanah lempung mengandung muatan elektro negatif pada permukaannya. Muatan elektro negatif ini mengakibatkan kemungkinan terjadinya reaksi pertukaran kation., yang mana muatan ini merupakan hasil satu atau lebih dari beberapa reaksi yang berbeda.

(25)

dapat saling mendesak dan bertukar posisi.

Kemampuan dari kation-kation tersebut untuk mendesak dapat dilihat dari besarnya potensi mendesak sesuai urutan berikut:

Al3+>Ca2+>Mg2+NH4+>K+>H+>Na+Li+

Dari reaksi di atas disimpulkan Kation Li+ tidak dapat mendesak kation lain yang berada dikirinya.

Molekul air merupakan molekul dipolar karena atom Hidrogen tidak tersusun simetris disekitar atom oksigen, melainkan membentuk sudut ikatan

105o akibatnya molekul-molekul air berperilaku seperti batang-batang kecil yang mempunyai muatan positif disatu sisi dan muatan negatif disisi lain.Sifat dipolar tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.13.

Gambar 2.13 Sifat Dipolar Molekul Air (Das, 1994)

Interaksi antara molekul-molekul air dengan partikel lempung dapat melalui tiga proses yaitu :

1. Kutub positif molekul dipolar air akan saling menarik dengan muatan negatif permukaan partikel lempung.

(26)

Proses ketiga, penarikan molekul air oleh muatan negatif permukaan empung secara berantai melalui kation yang mengapung dalam larutan air. Faktor paling dominan adalah proses ikatan hidrogen.

Jumlah molekul air yang berinteraksi dengan permukaan lempung akan sangat dipengaruhi oleh jenis mineral yang ada yaitu pada nilai luasan permukaan spesifiknya (specific surface). Besarnya molekul air yang ditarik untuk membentuk lapisan Rangkap (Diffuse Double Layer). dipengaruhi oleh luas permukaan lempung. Kemampuan mineral lempung menarik molekul air atau menunjukkan kapasitas perilaku plastis tanah lempung, terlihat pada Gambar 2.14.

Gambar 2.14 Interaksi molekul air dengan partikel lempung (Das, 1994)

2.2.4 Semen

(27)

Pada mulanya semen digunakan orang-orang Mesir Kuno untuk membangun piramida yaitu sejak abad ke-5 dimana batu batanya satu sama lain terikat kuat dan tahan terhadap cuaca selama berabad-abad. Bahan pengikat ini ditemukan sejak manusia mengenal api karena mereka membuat api di gua-gua dan bila api kena atap gua maka akan rontok berbentuk serbuk. Serbuk ini bila kena hujan menjadi keras dan mengikat batu-batuan disekitarnya dan dikenal orang sebagai batu masonry.

2.2.4.1 Bahan-bahan Pembuatan Semen

Bahan mentah yang digunakan dalam pembuatan semen adalah batu kapur, pasir silica, tanah liat dan pasir besi. Total kebutuhan bahan mentah yang digunakan untuk memproduksi semen yaitu :

1. Batu Kapur digunakan ± 81 %

Batu kapur merupakan sumber utama oksida yang mempunyai rumus CaCO3 (Calcium Carbonat). Pada umumnya tercampur MgCO3 dan

MgSO4. Batu kapur yang baik dalam pengunaaan pembuatan semen

memiliki kadar air ± 5 %.

2. Pasir Silika digunakan ± 9 %

Pasir Silika memiliki rumus SiO2 (Silicon Dioksida). Pada umumnya pasir

silika terdapat bersama oksida logam lainnya, semakin murni kadar SiO2

(28)

3. Tanah Liat digunakan sebanyak ± 9%

Rumus kimia tanah liat yang digunakan pada produksi semen adalah SiO2Al2O3.2H2O . Tanah liat yang baik untuk digunakan memiliki kadar

air ±20%, kadar air SiO2 tidak terlalu tinggi ±46%.

4. Pasir besi digunakan sebanyak ± 1%

Pasir besi memiliki rumus kimia Fe2O3 (Ferri Oksida) yang pada

umumnya selalu tercampur dengan SiO2 dan TiO2 sebagai impuritiesnya.

Fe2O3 berfungsi sebagai penghantar panas dalam proses pembuatan terak

semen. Kadar yang baik dalam pembuatan semen yaitu Fe2O3 ±75% - 80%

. Pada penggilingan akhir digunakan gypsum sebanyak 3 % - 5 % total pembuatan semen.

2.2.4.2 Jenis-jenis Semen

Umumnya jenis semen yang dikenal saat ini antara lain sebagai berikut :

1. Semen Portland (Portland Cement)

(29)

Tipe-tipe semen Portland ada lima, diantaranya :

a. Tipe I (Ordinary Portland Cement)

Semen Portland tipe ini digunakan untuk segala macam konstruksi apabila tidak diperlukan sifat-sifat khusus, misalnya tahan terhadap sulfat, panas hiderasi dan sebagainya. Semen ini mengandung 5 % MgO dan 2,5-3% SO3.

b. Tipe II (Moderate Heat Portland Cement)

Semen Portland tipe ini digunakan untuk bahan konstruksi yang memerlukan sifat khusus tahan terhadap sulfat dan panas hiderasi yang sedang. Biasanya digunakan untuk daerah pelabuhan dan bangunan sekitar pantai. Semen ini mengandung 20% SiO2, 6% Al2O3, 6% Fe2O3 , 6%MgO , dan 8% C3A.

c. Tipe III (High Early Strength Portland Cement)

Semen ini merupakan semen yang digunakan biasanya dalam keadaan-keadaan darurat dan musim dingin. Digunakan juga pada pembuatan beton tekan. Semen ini memiliki kadungan C3S yang lebih tinggi dibandingkan Semen

Portland tipe I dan II sehingga proses pengerasan terjadi lebih cepat dan cepat

mengeluarkan kalor. Semen ini tersusun dari 3,5-45 Al2O3, 6% Fe2O3, 35% C3S,

6% MgO, 40% C2S dan 15% C3A.

d. Tipe IV (Low Heat Portland Cement)

(30)

C3A lebih rendah sehingga kalor yang dilepas lebih rendah. Semen ini tersusun

dari 6,5% MgO, 2,3% SO3, dan 7% C3A.

e. Tipe V (Super Sulphated Cement)

Semen yang sangat tahan terhadap pengaruh sulphat misalnya pada tempat pengeboran lepas pantai, pelabuhan dan terowongan. Komposisi komponen utamanya adalah slag tanur tinggi dan kandungan aluminanya yang tinggi. Semen ini tersusun dari 5% terak Portland Cement, 6% MgO, 2,3% SO2 dan 5% C3A.

2. Semen Putih

Portland cement yang memiliki warna keabu-abuan. Warna ini disebabkan

oleh kandungan oksida silika pada Portland Cement tersebut. Jika kandungan oksida silica tersebut dikurangi 0,4% maka warna semen Portland berubah

menjadi warna putih.

3. Semen Masonry

Semen Masonry dibuat dengan menggiling campuran terak semen Portland dengan batu kapur, batu pasir atau slag dengan perbandingan 1:1 .

4. Semen Sumur Minyak (Oil Well Cement)

(31)

untuk memperlambat pengerasan semen seperti lignin, asam borat, casein dan gula.

5. Semen Alami (Natural Cement)

Semen ini dihasilkan dari kerang batu kapur yang mengandung tanah liat seperti komposisi semen di alam. Material ini dibakar sampai suhu pelelehannya hingga menghasilkan terak. Kemudian terak tersebut digiling menjadi semen halus. Dalam pemakaiannya dicampur dengan semen Portland.

6. Semen Alumina Tinggi (High Alumina Cement)

Semen yang memiliki kandungan alumina tinggi, dimana perbandingan antara kapur dan alumina adalah sama. Semen ini dibuat dengan mencampur kapur, silika dan oksida silika yang dibakar hingga meleleh dan kemudian hasilnya didinginkan lalu digiling hingga halus. Ciri dari semen ini memiliki ketahanan terhadap air yang mengandung sulfat dan air laut cukup tinggi.

7. Semen Pozzolona

(32)

8. Semen Trass

Semen yang dihasilkan dengan menggiling campuran antara 60% - 80% trass atau tanah yang berasal dari debu gunung berapi yang serupa dengan pozzolona dengan menambah CaSO4.

9. Semen Slag (Slag Cement)

Semen slag ini dikenal 2 macam tipe, yaitu : • Eisen Portland Cement

Semen yang dihasilkan dari penggilingan campuran 60% terak Portland dan 40% butir-butir slag tanur tinggi.

High Often Cement

Semen yang dihasilkan dari penggilingan campuran yang mengandung 15% - 19% terak Portland Cement dan 41% - 85 % butir-butir slag dengan penambahan CaSO4.

2.2.5 Abu Sekam Padi

(33)

Sekam padi adalah bagian terluar dari butir padi yang merupakan hasil samping saat proses penggilingan padi dilakukan. Sekitar 20% dari bobot padi adalah sekam padi dan kurang lebih 15% dari komposisi sekam padi adalah abu sekam yang selalu dihasilkan setiap kali sekam dibakar (Hara, 1986).

Sekam padi merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis yang terdiri dari dua bentuk daun yaitu sekam kelopak dan sekam mahkota, dimana pada proses penggilingan padi, sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa atau limbah penggilingan. Dari penggilingan padi akan menghasilkan sekitar 25% sekam, 8% dedak, 2% bekatul dan 65% beras. Sekam tersusun dari jaringan serat-serat selulosa yang mengandung banyak silika dalam bentuk serabut-serabut yang sangat keras.

Sekam padi menduduki 7% dari produksi total padi yang biasanya hanya ditimbun dekat penggilingan padi sebagai limbah sehingga mencemari lingkungan, kadang-kadang juga dibakar. Sekam padi juga dapat digunakan sebagai pupuk, bahan tambahan untuk media tumbuh tanaman sayuran secara hidroponik. Hasil analisis sekam padi dapat dilihat pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Hasil Analisis Sekam Padi (Houston, 1972)

(34)

Sekam padi tidak dapat digunakan sebagai material pengganti tanpa mengalami proses pembakaran. Dua faktor yang perlu diperhatikan pada proses pembakaran yaitu kadar abu dan unsur kimia dalam abu. Kadar abu menjadi penting sebab hal ini menunjukkan atau menentukan berapa jumlah sekam yang harus dibakar agar menghasilkan abu sesuai kebutuhan.

2.2.6 Komposisi Kimia Abu Sekam padi

Selama proses pembakaran sekam padi menjadi abu mengakibatkan hilangnya zat-zat organik yang lain dan menyisakan zat-zat yang mengandung silika. Pada proses pembakaran akibat panas yang terjadi akan menghasilkan perubahan struktur silika yang berpengaruh pada dua hal yaitu tingkat aktivitas pozolan dan kehalusan butiran abu.

Secara umum faktor suhu, waktu dan lingkungan pembakaran harus dipertimbangkan dalam proses pembakaran sekam padi untuk menghasilkan abu yang mempunyai tingkat reaktivitas maksimal. Secara tipikal komposisi kimia abu sekam padi meliputi SiO2, K2O, Fe2O3, CaO, MgO, Cl, P2O5, Na2O3, SO3 dan

(35)

Tabel 2.7 Komposisi Kimiawi Abu Sekam Padi (Houston, 1972)

2.3 Stabilisasi Tanah

Stabilisasi tanah adalah usaha untuk memperbaiki daya dukung (mutu) tanah yang tidak baik dan meningkatkan daya dukung (mutu) tanah yang sudah tergolong baik. Tujuan dari stabilisasi tanah adalah untuk meningkatkan kemampuan daya dukung tanah dalam menahan beban serta untuk meningkatkan kestabilan tanah.

Usaha stabilisasi tanah dapat dilakukan dengan pemadatan, mencampur dengan tanah lain, serta menambahkan bahan pencampur kimiawi. Stabilisator yang sering digunakan yakni semen, kapur, abu sekam padi, abu cangkak sawit,

(36)

Kelebihan stabilisasi dengan menggunakan bahan tambahan (admixtures) adalah sebagai berikut :

a. Meningkatkan kekuatan tanah b. Mengurangi deformasi

c. Menjaga stabilitas volume d. Mengurangi permeabilitas e. Meningkatkan durabilitas

Penelitian ini menggunakan bahan stabilisator berupa Semen Portland dan abu sekam padi.

2.3.1 Stabilisasi Tanah dengan Semen

Stabilisasi tanah dengan semen diartikan sebagai pencampuran antara tanah yang telah dihancurkan, semen dan air, yang kemudian dipadatkan sehingga menghasilkan suatu material baru disebut Tanah – Semen dimana kekuatan, diharapkan dapat sesuai dengan keb utuhan, baik untuk perkerasan jalan, pondasi bangunan dan jalan, aliran sungai dan lain-lain

Semen banyak digunakan untuk stabilisasi tanah di berbagai Negara. Adanya air, kalsium silikat, aluminat pada semen akan membentuk senyawa hidrat yang akan menghasilkan susunan/ ikatan yang kuat dan keras yang menyelimuti dan mengikat material yang dicampur.

(37)

distabilisasi dengan semen , kecuali pada tanah dengan kadar organik tinggi dan berplastisitas sangat tinggi.

Penggunaan kadar semen 2% dari berat kering tanah sudah dapat menghasilkan perubahan sifat tanahnya, sedangkan penggunaan semen lebih dari 2 % dapat menghasilkan perubahan sifat tanah yang sangat signifikan. Disisi lain semen juga mempunyai kekurangan seperti rentan terhadap keretakan pada suhu yang tinggi, getas dan korosif. Selain itu, produksi semen menghasilkan emisi karbon yang sangat tinggi sehingga produksi semen tidak ramah lingkungan.Untuk mengatasi kelemahan dan memanfaatkan kelebihan semen, diperlukan bahan campuran alternatif sebagai pengganti semen.

2.3.2 Proses Kimia pada Stabilisasi Tanah dengan Semen

Tahapan proses kimia pada stabilisasi tanah menggunakan semen adalah sebagai berikut:

 Absorbsi air dan reaksi pertukaran ion;

Partikel semen yang kering tersusun secara heterogen dan berisi

kristal-kristal 3CaO.SiO2, 4CaO.SiO4, 3CaO.Al2O3 dan bahan-bahan yang

pada berupa 4CaO.Al2O3Fe2O3. Bila semen ditambahkan pada tanah, ion

kalsium Ca+++ dilepaskan melalui hidrolisa dan pertukaran ion berlanjut pada permukaan partikel-partikel lempung. Dengan reaksi ini partikel-partikel lempung menggumpal sehingga mengakibatkan konsistensinya tanah menjadi lebih baik.

 Reaksi pembentukan kalsium silikat

(38)

yang berkaitan dengan kekuatan adalah hidrasi dari A-lite (3CaO.SiO2) dan

B-lite (2CaO.SiO2) terdiri dari kalsium silikat dan melalui hidrasi tadi hidrat-hidrat seperti kalsium silikat dan aluminat terbentuk. Senyawa-senyawa ini berperan dalam pembentukan atau pengerasan.

 Reaksi pozzolan

Kalsium hidroksida yang dihasilkan pada waktu hidrasi akan membentuk reaksi dengan tanah (reaksi pozzolan) yang bersifat memperkuat ikatan antara partikel, karena ia berfungsi sebagai binder (pengikat).

2.4 Stabilisasi dengan Semen dan Abu Sekam Padi

Semen banyak digunakan untuk stabilisasi tanah di berbagai Negara. Adanya air, kalsium silikat, aluminat pada semen akan membentuk senyawa hidrat yang akan menghasilkan susunan/ ikatan yang kuat dan keras yang menyelimuti dan mengikat material yang dicampur.

Alasan lain pemakaian semen adalah semen merupakan bahan yang terbilang relatif murah dan mudah didapatkan. Berbagai penelitian dan pekerjaan di lapangan menunjukkan bahwa hampir terhadap semua jenis tanah dapat distabilisasi dengan semen , kecuali pada tanah dengan kadar organik tinggi dan berplastisitas sangat tinggi.

(39)

Abu sekam padi merupakan bahan hasil sampingan produk pertanian, sekam yang dibakar mempunyai sifat pozzolan yang mengandung unsur silikat yang tinggi. Secara visual abu sekam padi yang digunakan dalam penelitian ini adalah berwarna abu-abu (grey colour-ash).

Abu sekam padi merupakan bahan hasil sampingan produk pertanian yang cukup melimpah keberadaannya dan kurang termanfaatkan dengan baikAbu sekam padi mempunyai sifat pozzolan yang mengandung unsur silikat yang tinggi dan sangat reaktif. Dengan sendirinya abu sekam padi akan bereaksi secara kimia dengan tanah yang lembab membentuk tanah yang tersementasi dan akan meningkatkan daya dukung tanah. . Sehingga abu sekam padi dapat dimanfaatkan sebagai bahan alternatif pengganti semen.

Penggunaan abu sekam padi sebagai bahan stabilisasi pada tanah lempung dimungkinkan karena material ini banyak mengandung unsur silikat (SiO2) dan

aluminat (Al2O3), sehingga dikategorikan sebagai pozzolan.

2.5 Penelitian yang pernah dilakukan

Penggunaan abu sekam padi sebagai stabilisator dalam upaya peningkatan daya dukung tanah merupakan bidang penelitian yang aktif . Banyak faktor yang mempengaruhi proses stabilisasi semen dengan abu sekam padi yaitu kadar semen, kadar air tanah, kadar abu sekam padi, sifat kimiawi tanah dan kandungan kimiawi abu sekam padi serta masa peramnya.

(40)

2 % dapat menghasilkan perubahan sifat tanah yang sangat signifikan.Sedangkan variasi kadar abu sekam padi untuk penelitian ini,terlebih dahulu perlu dilakukan beberapa kajian pustaka :

 Basha et al (2005) meneliti pengaruh campuran semen dan sekam padi terhadap pemadatan, kekuatan dan difraksi sinar-X dari tanah residu. Mereka mendapatkan bahwa semen dan abu sekam padi mengurangi plastisitas tanah, mengurangi kepadatan kering maksimum dan meningkatkan kadar air optimum. Mereka menemukan bahwa kandungan semen dan abu sekam padi yang optimal adalah semen 6-8% dan 10-15% abu sekam padi.

 Alhassan dan Mustapha (2007) meneliti tentang pengaruh dari campuran semen dan abu sekam padi terhadap tanah laterit dikumpulkan dari daerah Maikunkele (Minna, Nigeria). Tanah tersebut yang diklasifikasikan sebagai A-7-6 pada klasifikasi AASHTO, distabilkan dengan campuran semen dan abu sekam padi sebesar 2-8% dari berat kering tanah. Dari hasil pengujian CBR (Califiornia Bearing Ratio) dan tekan satu sumbu (Unconfined Compression Test) diperoleh

bahwa kandungan optimal abu sekam padi untuk campuran (abu sekam padi dan semen) adalah sebesar 4-6 %.

(41)

Selain tinjauan pustaka di atas,pelaksanaan pengujian kuat tekan bebas tanah lempung dengan bahan stabilisasi yang berbeda dan variasi campuran yang berbeda juga dilakukan secara bersinergi dengan tujuan untuk mencari bahan stabilisator mana yang menghasilkan kekuatan geser yang lebih baik dan unggul.

Gambar

Gambar 2.1 Diagram Fase Tanah
Tabel 2.1 Berat Jenis Tanah (Hardiyatmo, 1992)
Gambar 2.2 Batas-batas Atterberg
Gambar 2.3 Alat Uji Batas Cair
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengujian sifat mekanis tanah yang telah dicampur dengan bahan stabilisator berupa abu vulkanik dan abu sekam padi ditunjukkan pada Tabel 4.6 dan hubungan antara nilai berat

tanah distabilisasi dengan berbagai variasi kadar limbah karbit diperoleh nilai kuat tekan bebas terbesar terjadi pada kadar penambahan 2% semen + 9% limbah karbit.. yaitu sebesar

Uji index properties tanah asli untuk mengetahui sifat fisis tanah yang dilakukan pada. awal

USCS, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis (CL) yaitu lempung anorganik dengan. plastisitas rendah sampai sedang.Berdasarkan klasifikasi AASHTO,

Tanah sebagai material yang terdiri dari agregrat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan- bahan organik yang

Stabilisasi Tanah Lempung dengan Menggunakan Semen Portland Tipe I dan Abu Vulkanik dengan Pengujian Kuat Tekan Bebas.Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

konstruksi, karena terdapat beberapa jenis tanah dasar yang bermasalah baik dari.. segi daya dukung tanahnya maupun segi penurunan

Menurut Neville, penggunaan silica fume dengan jumlah yang rendah (dibawah 5% dari berat semen) tidak menghasilkan kekuatan yang lebih tinggi dari beton karena jumlah