A. Deskripsi Data
1. Deskripsi Data di SMAN 1 Kedungwaru Kabupaten Tulungagung
a. Pelaksanaan pembelajaran PAI dengan pendekatan kontekstual
Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
kontekstual (Contekstual Teaching And Learning) di SMAN 1
Kedungwaru meliputi (1) membuat keterkaitan yang bermakna, (2)
pembelajaran mandiri (3) melakukan pekerjaan yang berarti, (4) bekerja
sama, (5) berpikir kritis dan kreatif, (6) membantu individu untuk
tumbuh dan berkembang, (7) mencapai standar yang tinggi, dan (8)
menggunakan penilaian autentik.
1) Membuat keterkaitan yang bermakna
Pembelajaran PAI di SMAN 1 Kedungwaru senantiasa
mengaitkan materi dengan kehidupan nyata dan bagaimana cara
mengaitkannya tergantung pada sub bahasannya dan tidak hanya
dilihat dari aspek religious saja namun juga aspek aspek yang lain
seperti aspek sosiologis, psikologis, pendidikan bahkan kesehatan
yang sebagaimana yang diungkapkan oleh Istiqomah salah satu
GPAI di sekolah tersebut bahwa :
Tergantung materinya bu…misalnya materi tentang pergaulan
berlaku tentang wakaf bisa dari media internet selain dari Al
Qur‟an dan mencari contoh tentang pengelolaan wakaf di
lingkungan rumah atau masyarakat . Untuk materi zakat anak berlatih dengan memberikan dan menginfakkan 2,5 persen dari
uang saku setiap minggunya pada saat pembelajaran.1
Menurut Nunik yang juga salah seorang GPAI di sekolah ini
membuat keterkaitan materi agar lebih bermakna dapat dilakukan
dengan memanfaatkan media yang ada di sekolah, seperti LCD,
dengan mengamati tayangan yang disesuaikan dengan materinya
maka anak akan lebih menjiwai terhadap materi dan tidak gampang
lupa sehingga akan lebih mudah mempraktekkannya dalam
kehidupannya sehari-hari sebagaimana diunkapkannya bahwa :
Klo saya dengan memutarkan video anak mempelajari dengan cara mengamati kemudian mempraktekkannya. Karena dengan langsung praktek, anak-anak lebih menjiwai materi sehingga tidak gampang lupa karena belajar itu akan lebih bermakna
dengan cara melihat, mempelajari kemudian
memprakktekkan.2
Hal senada juga diungkapkan oleh Suryani salah seorang GPAI
sekaligus pembina ekstrakurikuler remaja masjid ;
Saya biasanya menggunakan media terlebih dahulu seperti internet atau tayangan video untuk menunjukkan kejadian yang sebenarnya sebelum anak melaksanakan kegiatan praktek, dengan begitu mereka akan lebih cepat menguasai materi dan
mampu mempraktekkannya dengan baik.3
2) Pembelajaran Mandiri
Pembelajaran secara mandiri juga diterpakan di sekolah ini.
Dalam kegiatan belajar mengajar adakalnya peserta didik ditugaskan
menyiapkan dan mempelajari materinya sendiri yang bisa diperoleh
dari berbagai sumber sebelumnya yang kemudian dipelajari
bersama-sama. Sebagaimana diungkapkan Nunik bahwa :.
Dalam pelaksanaan pembelajaran mandiri, sebagai guru PAI saya senantiasa menerapkan pembelajaran mandiri contohnya ketika mempelajari satu bagian tema dari materi PAI terlebih dahulu siswa saya tugaskan mencari materi sendiri bisa dari internet, buku-buku yang ada di perpustakaan atau sumber-sumber lain yang relevan yang kemudian dipresentasikan di dalam kelas. Disamping itu kegiatan mandiri juga terlihat pada
kegiatan siswa tadarus di hari Jum‟at pagi.4
Pembelajaran mandiri tidak hanya diterapkan di saat KBM di
dalam kelas namun dalam kegiatan Jum‟at pagi, dimana setiap hari
Jum‟at pukul 06.30 sampai dengan pukul 07.00 peserta didik melaksanakan tadarus (membaca) Al Qur‟an terlebih dahulu.
Kegiatan ini dipandu oleh peserta didik sendiri yang tergaung dalam
Remaja Masjid. Remaja Masjid ini bertugas memandu, menjalankan
dan menertibkan kegiatan tadarus Al Qu‟an secara mandiri sedang GPAI hanya mengawasi dan mengevaluasinya saja. Hal ini
sebagaimana yang diungkapkan Suryani salah satu GPAI yang juga
Pembina Ekstrakurikuler Remaja Masjid di SMAN 1 Kedungwaru
ini bahwa :
Saya senantiasa mngarahkan anak untuk belajar mandiri, setiap pembelajaran di kelas mereka juga saya anjurkan mempelajari materi terlebih dahulu. Untuk kegiatan di luar kelas seperti
setiap hari Jum‟at pagi sebelum KBM jam 06.30-07.00 ada kegiatan mengaji bersama yang di pandu oleh anak-anak remus sendiri sedang GPAI hanya mengawasi dan mengontrol kegiatan ini, mereka semua sangat antusias menjalankan program ini, terlihat mereka juga menerapkan sangsi bagi siswa-siswi yang terlambat tidak ikut dalam kegiatan membaca
Al Qur‟an ini. Sangsinya dengan mengulangi kegiatan tadarus
di waktu siangnya di hari Jum‟at itu juga ditambah dengan
menulis Al Qur‟an. Namun jika sangsi ini membuat anak tidak
4
jera maka akan diserahkan kepada GPAI untuk memberikan
sangsinya. 5
Dalam kegiatan tadarus ini dilaksanakan di dalam kelas dengan
cara monitoring. Mentornya terdiri dari dua atau tiga remaja Masjid
dalam satu kelas, mereka yang memandu dan mengabsen kehadiran
peserta didik. Hal ini di ungkapkan oleh Mohammad Sahrian sebagai
ketua remaja Masjid bahwa :
Kita senantiasa dilatih untuk mandiri selain belajar di dalam
kelas juga kegiatan membaca Al Qur‟an di hari Jum‟at pagi
dilaksanakan dengan cara monitoring, yakni setiap 2 sampai 3
remaja masjid mendampingi membaca Al Qur‟an di kelas
sesuai dengan pembagian masing-masing, remaja masjid tersebut bertugas memimpin pelaksanaan kegiatan membaca
Al Qur‟an yang dilaksanakan secara bersama-sama kemudian
mengabsensi kehadiran para siswa.6
Selanjutnya Rahmat Ali sebagai wakil ketua remaja Masjid
menjelaskan tentang sangsi jika mereka tidak hadir atau terlambat
mengikuti kegiatan ini yaitu bahwa :
Bagi mereka yang tidak hadir atau terlambat dalam kegiatan
jum‟at pagi maka akan diberi sangsi, diantara sangsinya adalah
membaca dan menulis Al Qur‟an yang dilaksanakan setelah sholat Jum‟at. Namun Jika masih tidak melaksanakannya, maka yang memberi sangsi adalah guru agama masing- masing.7
Data diatas juga didukung oleh observasi peneliti tentang
kegiatan membaca Al Qur‟an di hari Jum‟at yang berjalan dengan
lancar dengan penuh hikmat. Sudah sejak pagi remaja masjid
berkumpul di emperan masjid untuk melakukan koordinasi . Mereka
sudah menyiapkan Al Qur‟an dan kotak amal yang dijajar secara rapi
untuk kemudian di bawa kekelas sesuai tugas masing-masing. Meski
hanya dipandu oleh peserta didik sendiri yang tergabung dalam
remaja masjid namun peserta didik kelihatan sangat antusias dan
tertib. Kemandirian mereka sangat terlihat dalam mensukseskan
pembelajaran ini. Di dalam kelas remaja masjid memandu kegiatan
dengan penuh percaya diri dan semua peserta didik mengikuti
pembacaan Al Qur‟an dengan tertib. Sedang guru hanya bertugas
mengontrol pelaksanaan pembelajaran ini dan mengevaluasinya.8
Gambar 4 : Persiapan Kegiatan Mandiri Tadarus Al Qur„an9
3) Melakukan pekerjaan yang berarti
Peserta didik juga diajarkan melakukan pekerjaan yang berarti
dalam kehidupannya. Hal ini yang sering diterapkan dalam materi
yang berkaitan dengan zakat, infaq dan sodaqoh. Karena materi ini
akan melibatkan dari orang-orang yang lemah ( kaum dhuafa ) yang
8
O. Kegiatan Tadarus Al Qur‟an, SMAN 1 Ked., 8-5-2015. 9D. Kegiatan Mandiri Tadarus Al Qur‟an
meliputi fakir miskin, anak yatim dan orang-orang cacat ataupun
orang-orang jompo. Peserta didik diharapkan tidak hanya
mengetahui pengertian dari sodaqoh namun mereka menyadari
pentingnya bersodaqoh. Peserta didik diajarkan mengumpulkan dari
uang saku sedikit demi sedikit setiap hari sehingga tidak
memberatkan mereka sehingga akan terkumpul sangat banyak di
akhir tahun dan ini akan diberikan kepada kaum dhuafa sesuai
dengan usulan mereka sebagaimana dituturkan Solehah salah
seorang GPAI yang paling senior di sekolah ini bahwa :
Sebagai implementasi dari materi sodaqoh setiap hari anak dianjurkan untuk menyisihkan uang saku seratus rupiah, dalam seminggu uang itu terkumpul enam ratus rupiah dan dalam sepuluh bulan akan terkumpul sekitar enam juta untuk masing-amasing anak dan itu masih dikalikan jumlah siswa di sekolah ini. Namun kadang ada anak-anak yang tidak telaten mengumpulkan uang sedikit demi sedikit namun mereka langsung mengumpulkan lebih banyak di akhir waktunya. Dana itu akan disalurkan sesuai keinginan anak diantaranya ke fakir, miskin atau anak yatim yang ada disekitar sini dan itu biasa kita sebut dengan peduli famia dan biasanya diberikan dalam bentuk uang atau sembako.Kegitan ini sudah menjadi
rutinitas para peserta didik di sekolah ini tiap tahunnya.10
Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan Istiqomah, bahwa;
Untuk materi zakat anak berlatih dengan memberikan dan menginfakkan 2,5 persen dari uang saku setiap minggunya pada saat pembelajaran untuk diberikan kepada orang-orang
yang tidak mampu, disamping itu mereka juga
menyumbangkan seragam mereka ketika lulus dari sekolah.11
10
W. SK.GPAI, SMAN 1 Ked., 8-5-2015.
11
Gambar 5 : Pemberian Santunan kepada Anak Yatim12
4) Kerjasama
Bentuk kerjasama antara siswa juga diterapkan dalam
pembelajaran PAI, kerjasama bisa berupa kerja kelompok, dalam
satu kelas murid dibagi menjadi beberapa kelompok untuk
mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Hal ini diungkapkan
oleh Suryani “ Bentuk kerjasamanya dengan cara berkelompok bu,
guru memberi arahan dan siswa secara berkelompok mencari data
dari internet, perpus, atau aplikasi Al Qur‟an di HP”.13 Selanjutnya Istiqomah juga menjelaskan tentang kerjasama dalam penyampaian
materi tentang wakaf yang disajikan dengan perpaduan seni drama
dimana peserta didik dibagi secara berkelompok untuk bermain
peran dalam proses pelaksanaan wakaf sebagaimana diungkapkan
oleh Istiqomah bahwa :
12
D. Kegiatan Santunan Anak Yatim, 2015. 13
Dalam materi wakaf kemarin anak-anak saya beri tugas untuk bermain peran dalam tatacara pelaksanaan wakaf, anak-anak membentuk kelompok dan membagi perannya masing-masing, diantaranya siapa yang menjadi wakif, mauquf dan nadzir dan bagaimana melafalkan sighotnya dalam penyerahan harta wakafnya dan siapa saja pihak-pihak yang terkait dalam proses ini, sehingga dari sini akan terlihat jika ana-anak melakukan kerjasama dengan baik maka akan mendapatkan hasil yang baik pula dan Alhamdulillah mereka dapat melaksanakan
dengan sangat baik.14
Hal senada diungkapkan oleh Nunik bahwa kerjasama dapat
diterapkan dengan cara berkelompok dalam mempraqktekkan
tatacara pengurusan jenazah namun sebelumnya peserta didik
mengamati video bagaimana memandikan, menkafani, mensholatkan
dan mengkuburkan jenazah secara benar sebagaimana
diungkapkannya :
Bentuk kerjasamanya secara berkelompok contohnya dalam materi jenazah, anak-anak diperlihatkan tontonan video tentang materi jenazah baik itu memandikan, mengkafanni, mensholatkan dan menguburkan, kemudian mereka membagi tugas untuk mempraktekkannya dan hasilnya akan bagus jika
kerjasama mereka juga bagus”.15
5) Berpikir kritis dan kreatif
Menurut Nunik berpikir kritis dan kreatif itu sangat diperlukan
di zaman sekarang karena untuk bisa bertahan hidup dan mampu
bersaing dengan manusia lain. Menurutnya berpikir kritis dalam
pembelajaran PAI dapat dengan mau bertanya dan banyak mengkaji
kandungan Al Qur‟an sedangkan kreatif peserta didik dapat
14
W. IQ.GPAI, SMAN 1 Ked., 2-5-2015. 15
menyajikan tugasnya dengan dikemas agar menjadi lebih menarik
sebagaimana diungkapkannya bahwa :
Berpikir kritis dan kreatif itu diperlukan dalam pembelajaran PAI, karena pada zaman sekarang orang yang akan survive dalam hidup adalah orang yang kritis dan juga kreatif, dan untuk menumbuhkan kritis pada pembelajaran PAI misalnya dengan memberi kesempatan anak untuk bertanya dan mengungkapkan pengetahuannya dari yang sudah mereka kaji
sebelumnya, sebagai contoh bagaimana memaknai Al Qur‟an
dalam konteks zaman dulu dengan zaman sekarang yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari.Sedang untuk kreatif misalnya di akhir semester siswa mengumpulkan dan
menyusun tugas-tugasnya hingga menjadi sebuah modul.16
Disamping itu untuk menjadikan peserta didik yang mampu
berpikir kritis dan kreatif harus dimulai dari memberi motivasi,
memberi kesempatan bertanya, mencari sumber materi yang lain
dan member kesempatan mengkomunikasikan di hadapan
teman-temannya. Sedangkan menurut Istiqomah bahwa :
Untuk menciptakan siswa yang mampu berpikir kritis dan kreatif dimulai dari memberi motivasi, kemudian diberi
kesempatan bertanya, mengumpulkan data kemudian
mengkomunikasikan atau mendiskusikan diantara mereka sehingga siswa mampu membuat kesimpulan dari materi yang diberikan sedangkan guru sifatnya hanya menguatkan saja dan mengamati proses pembelajaran apakah sudah sesuai dengan
yang dikehendaki dari RPP.17
Data diatas juga didukung oleh observasi peneliti bahwa
berpikir kritis sangat terlihat ketika peserta didik melakukan diskusi
materi yang sedang dipelajari, mereka berdiskusi secara
berkelompok. Disini terlihat peserta didik saling berebut mengajukan
pertanyaan kepada para penyaji materi. Jika penyaji mampu
menjawab secara langsung mereka meminta waktu atau menundanya
untuk mencari jawabannya dari berbagai macam sumber atau
literature.18
Gambar 6 : Suasana Diskusi di Kelas19
6) Membantu individu untuk tumbuh dan berkembang
Membantu peserta didik untuk tumbuh dan berkembang
dengan optimal merupakan tanggungjawab seorang guru. Untuk
dapat membantu tumbuh dan kembang peserta didik dengan baik
maka perlu mengenal peserta didik terlebih dahulu. Mengenal
peserta didik dapat dilakukan dari proses pembelajaran yang
dilakukan sehari-hari. Dari gaya belajar dan keaktifan peserta didik
di dalam kelas tentunya juga dapat diamati selain melakukan
pendekatan emosional yang lain sebagaimana diungkapkan Nunik
bahwa:
18
O. Diskusi di dalam kelas, 2-5-2015. 19
Biasanya saya mengenal siswa dari proses pembelajaran di dalam kelas yang kita lakukan sehari-hari, sebagai contoh jika terdapat salah satu siswa yang tugasnnya kurang atau tidak mengumpulkan tugas saya panggil, saya adakan pendekatan emosional dengan cara saya tanya alasan-alasannya yang membuat mereka melakukan itu. Dari sini saya juga melakukan pendekatan individual terhadap siswa. Sehingga akan terlihat anak yang membutuhkan untuk pendalamn materi/remidi.Ini saya lakukan agar anak yang mempunyai masalah dan tidak mempunyai masalah dalam belajar supaya
dapat berkembang dengan baik dan optimal.20
Dalam rangka membantu peserta didik untuk tumbuh dan
berkembang selain dapat dilakukan melalui proses pembelajaran
juga dapat dilakukan melalui proses penilaian. Dalam pembelajaran
PAI dengan pendekatan kontekstual yang menekankan pada proses,
maka bentuk penilaian dapat berupa penilaian diri sendiri dan
penilaian teman sejawat untuk mengetahui sikap peserta didik, ujian
tulis untuk mengetahui kemampuan kognitif peserta didik maupun
ujian lesan untuk mengetahui kemampuan peserta didik dalam
menyampaikan ide-idenya. Sebagaimana diungkapkan oleh
Istiqomah bahwa :
Untuk mengenal siswa dapat saya lakukan dengan cara mengamatinya dalam proses pembelajaran yang berlangsung setiap harinya, disamping itu melalui proses penilalian, penilaian itu ada berbagai macam bentuknya yaitu penilaian sikap atau penilaian afektif, penilaian kemampuan atau
kognitif dan penilaian psikomotorik atau penilaian
ketrampilan. Untuk penilaian sikap selain observasi
diantaranya ada lembar penilaian diri dan penilaian teman sejawat ini digunakan untuk mengetahui perkembangan sikap anak dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu ada ujian tulis untuk mengetahui kemampuan kognitif anak, ujian lesan untuk mengetahui kemampuan anak dalam beretorika dan masih banyak instrumen- instrumen penilaian lain yang ada dalam kurikulum 2013 yang semuanya dapat membantu kita mengenal anak lebih dalam. Memang sangat sulit untuk
20
mengetahui masing-masing karakteristik anak apalagi beban mengajar guru yang banyak yaitu 24 jam pelajaran perminggu,
namun begitu tetap bisa dilakukan tapi tidak bisa sempurna.21
Hal yang sama juga diungkapkan Suryani, bahwa :
Saya mengenal dan menghafal siswa dari proses pembelajaran di kelas, dari sini saya tahu kelebihan dan kekurangan siswa untuk kemudian diberikan arahan, disamping juga mengadakan
pendekatan individual terhadap mereka.22
7) Mencapai standar yang tinggi
Di sekolah ini mempunyai standar ketercapaian pembelajaran
yang tinggi. Dalam aspek kognitif peserta didik tidak hanya harus
mampu mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) namun
harus melebihi nilai KKM bahkan mendekati nilai sempurna.
Sedang aspek sikap dan ketrampilan peserta didik juga harus mampu
menerapkannya. Sebagaimana diungkapkan Nunik, “ Targetnya ya
sampai bisa melakukan bu untuk praktek dan sikapnya…untuk nilai
ya harus mendekati sempurna tidak hanya melebihi KKM saja”.23 keuntasan dalam pembelajaran, dan untuk menjadikan siswa mempunyai nilai standar yang tinggi tidak hanya mampu mencapai batas minimum nilai ketuntasan dalam belajar
namun mencapai nilai yang lebih tinggi dari itu baik aspek
kognitif, afektif dan psikomotorik.25
Data ini di dukung oleh observasi peneliti yakni dalam rangka
pencapaian standart tinggi peserta didik dibiasakan ketika ulangan
harian mereka secara bergantian. Sebagian peserta didik dalam satu
kelas sedang mengerjakan ulangan harian, sedangkan sebagian yang
lain menunggu dan belajar di luar. Ini dimaksudkan agar peserta
didik mampu mengerjakan sendiri tanpa ada kesempatan meminta
bantuan kepada temannya.Dan ini dapat diterapkan dengan baik di
sekolah ini sehingga peserta didik mampu mencapai standar nilai
yang tinggi.26
8) Menggunakan Penilaian Autentik
Di sekolah ini menggunakan kurikulum 2013 tentu saja
menggunakan penilaian proses. Penilaian proses dalam Kurikulum
2013 merupakan penilaian menyeluruh meliputi penilaian dalam
aspek kognitif (pengetahuan) yaitu berupa tes formatif dan tes
sumatif. Kedua penilaian afektif (sikap) yaitu berupa pengamatan,
penilaian diri serta penilaian antarteman dan ketiga penilaian
psikomotorik yang berupa penilaian praktek, unjuk kerja, penilaian
produk dan potofolio sebagaimana diungkapkan Istiqomah bahwa :
Penilaiannya yang kita gunakan meliputi 3 aspek yaitu yaitu pertama aspek kognitif itu kita dapatkan dari ulangan harian, ulangan tengah semester maupun ulangan semester, kedua aspek afektif, yaitu dengan melakukan observasi terhadap
25
W. IQ.GPAI, SMAN 1 Ked., 2-5-2015. 26
perilaku siswa sehari-hari, ada lembar penilaian diri juga penilaian sejawat atau antar teman, ketiga penilaian psikomotorik seperti praktek ibadah sholat, membaca Al
Qur‟an dan lainnya, unjuk kerja, membuat produk dan portofolio, pokoknya pinilaiannya benar-benar menyeluruh bu.27
Hal tersebut juga diungkapkan oleh Nunik, bahwa ;
Penilaiannya menyeluruh bu…mulai dari penilaian sikap, praktek atau ketrampilan, dan pengetahuan, melalui penilaian antar teman, pengamatan perilaku,praktek ibadah, penilaian
produk , porto folio, tes lesan maupun tes tulis.28
Suryani juga mengungkapakan hal yang senada, “ Karena kita
menerapkan kurikulum 2013, maka kita menggunakan penilaian
autentek meliputi, aspek kognitif, afektif dan psikomotor”.29
b. Implikasi Pembelajaran Contekstual teaching And Learning (CTL)
Pembelajaran kontekstual berakar dari progressivisme Dewey
dengan landasan filosofis konstruktivisme pada tahun 1916. Intinya
peserta didik akan belajar dengan baik apabila apa yang mereka pelajari
berhubungan dengan apa yang telah mereka ketahui serta proses
belajar mengajar akan produktif jika siswa terlibat aktif dalam proses
belajar mengajar. Di SMAN 1 Kedungwaru pembelajaran dengan
pendekatan Contekstual Teaching And Learning (CTL) dalam
Pendidikan Agama Islam sudah diterapkan. Pelaksanaan pembelajaran
ini banyak memberikan implikasi khusunya bagi peserta didik dan
semua yang berhubungan dengan proses pendidikan.
Pembelajaran yang menekankan pada keaktifan peserta didik
tentunya mempunyai dampak yang berbeda dari pembelajaran tradisional
dimana pembelajaran tradisional hanya berpusat pada guru saja (teacher
oriented). Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual mempunyai
banyak komponen yang mengarah pada keaktifan peserta didik.
Komponen tersebut ialah membuat keterkaitan yang bermakna,
pembelajaran mandiri, melakukan pekerjaan yang berarti, bekerja sama,
berpikir kritis dan kreatif, membantu individu untuk tumbuh dan
berkembang, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan penilaian
autentik. Menurut Harim Soejatmiko selaku Kepala Sekolah pendekatan
kontekstual diterapkan dalam semua materi pelajaran, hal ini dianggap
memiliki implikasi penting bagi proses pendidikan yaitu mendidik tidak
hanya bertujuan mentransfer materi pelajaran namun lebih dari itu
bagaimana peserta didik bisa berempati, bersimpati, bersyukur atas
kenikmatan yang diperoleh sebagaimana diungkapkan beliau bahwa :
Semua pembelajaran di sekolah ini menggunakan pendekatan kontekstual, tidak hanya mata pelajaran Agama saja. Mengapa demikaian..ya karena dengan pembelajaran kontekstual kita bertujuan menjadikan anak mampu berempati terhadap apapun tidak hanya sekedar bersimpati saja yang pada akhirnya empati ini akan bermuara pada sikap pensyukuran. Dalam pembelajaran PAI kita sering mengunjungi tempat-tempat sebagai sumber belajar seperti panti asuhan, panti jompo sehingga pembelajaran tidak
sekedar melihat dan mendengar ceramah da‟i, tapi anak-anak benar-benar menyadari dan merasakan. Jadi ilmu itu tidak sekedar
sebuah teori namun bagaimana ilmu itu bisa membumi.30
Waka Kurikulum Nur Khosim mengungkapakan;
30
Pendekatan kontekstual berimplikasi pada proses pembelajaran tidak hanya mentransfer pengetahuan namun juga memberikan pendidikan yang mendalam bagi anak. dan membentuk karakter anak didik, dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak bisa
menjadi bisa dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.31
Hal diatas diperkuat oleh ungkapan Istiqomah, bahwa ;
Komponen-komponen yang ada dalam pendekatan kontekstual jika benar-benar diterapkan akan berdampak pada proses pembelajaran yang tidak hanya pada kegiatan mentransfer pengetahuan saja
namun juga pada pembentukan sikap dan ketrampilan anak.32
Gambar 7 : Melatih Peserta Didik Terampil Berpidato33
Dalam pelaksanaan pembelajaran PAI dengan pendekatan
kontekstual di Sekolah ini diberi keleluasaan fasilitas untuk keberhasilan
dalam pembelajaran PAI, kreatifitas dan ide yang muncul dari para guru
sangat dihargai dan semua kegiatan yang positif akan didukung oleh
Kepala Sekolah, bahkan dukungan itu juga datang dari pihak luar yaitu
sponsor. Hal ini sebagaimana diungkapakan Kepala Sekolah bahwa :
31
W. NK.WKU, SMAN 1 Ked.,1-7-2015.
32
W. IQ.GPAI, SMAN 1 Ked., 2-5-2015. 33
Di sekolah ini kreatifitas guru sangat dihargai, ide banyak muncul dari guru PAI sedang saya sangat mendukung terhadap kegiatan-kegiatan yang positif dan sebisa mungkin memberikan fasilitas. Disamping dari pihak sekolah kegiatan di sekolah ini banyak di dukung dari pihak luar atau dari pihak sponsor sebagai contoh alumni dari sekolah ini memberikan sumbangan untuk pembangunan masjid, dan masjid disini masih baru dan baru juga
diresmikan tahun lalu oleh Bapak Bupati Syahri Mulyo.34
Gambar 8 : Peresmian Masjid Sumbangan Alumni
oleh Bupati Tulungagung35
Hal yang sama juga diungkapkan Sholehah, bahwa ;
Disini kalau ingin mengadakan kegiatan yang melibatkan anak dan itu positif bagi pendidikan anak, sekolah sangat mendukung misalnya dengan memberikan fasilitas jadi ide yang kita usulkan di beri apresiasi yang baik oleh pihak sekolah terutama Kepala
Sekolah, sehingga kita sebagai guru tambah bersemangat.36
Hal ini diperkuat oleh ungkapan Waka Kurikulum ;
Untuk menerapkan proses pembelajaran yang lebih baik, maka juga harus menyediakan fasilitas yang mendukung bagi terlaksananya pembelajaran tersebut. Fasilitas bisa berupa media, dana maupun
waktu.37
34
W. HS.KS, SMAN 1 Ked., 29-5-2015. 35
D. Peresmian Masjid oleh Bupati Tulungagung, 2014.
36
W. SK.GPAI, SMAN 1 Ked., 8-5-2015.
37
Pelaksanaan pembelajaran PAI dengan pendekatan kontekstual
supaya berjalan dengan baik Kepala Sekolah senantiasa mengevaluasi
dengan mengadakan supervise kepada Guru PAI, supervise ini tidak
hanya dilaksanakan di dalam kelas dengan mengevaluasi perangkat
pembelajaran38 dan kegiatan belajar mengajar namun juga ketika guru
melasanakan proses pembelajaran yang ada di luar sekolah seperti
kegiatan social atau yang lainnya sebagaimana diungkapkan beliau :
Saya senantiasa melaksanakan supervise terhadapa guru PAI baik di dalam maupun di luar kelas, kita evaluasi mulai dari perangkat pembelajarannya seperti RPP namun diluar sekolah saya juga pernah mengikuti kegiatan pembelajaran yang diadakan sekolah ini
seperti praktek sholat khusu‟ yang di selenggarakan di Masjid Al
Muslimun baru-baru ini dan saya benar-benar merasakan
hikmahnya.39
Hal senada juga diungkapkan Waka Kurikulum, bahwa ;
Saya selalu mengikuti kegiatan keagamaan siswa, istigosah,
pengajian, praktek sholat khusu‟ dan kegiatan-kegiatan yang lain selama itu kegiatan positif apalagi ibadah, saya mendukungnya. Disitu selain ingin turut menanamkna nila-nilai agama, juga untuk
mengevaluasi kegiatan belajar mengajar di sekolah ini.40
Hal ini diperkuat oleh ungkapan Nunik bahwa ; “Supervisi
biasanya dilakukan di dalam kelas seperti mengevaluasi perangkat
pembelajaran dan proses pembelajaran, namun Kepala Sekolah ikut aktif
mengikuti kegiatan yang dilakukan siswa diluar sekolah”.41
Di SMAN 1 Kedungwaru pendekatan kontekstual dalam
pembelajaran PAI banyak memberikan implikasi sebagaimana tersebut
38
diatas disamping itu juga membawa implikasi kepada peserta didik,
diantaranya memberikan pengalaman yang mendalam, daya
kreatifitasnya meningkat, nilai yang mencangkup aspek pengetahuannya
meningkat, mampu berkomunikasi dengan baik, kedisiplinannya juga
bertambah sebagaimana diungkapkan Suryani bahwa :
Pembelajaran PAI dengan pendekatan kontekstual membuat anak lebih berkesan terhadap materi yang sedang dipelajari,karena mereka belajar tidak hanya teorinya saja, namun juga belajar dengan pengalaman, karena anak berkesan sehingga daya kreatifitas anak bertambah, nilai akademik yaitu aspek kognitifnya juga semakin baik, anak lebih mahir dalam berkomunikasi dengan orang lain, yang tak kalah pentingnya menjadikan anak lebih disiplin.42
Ungkapan diatas diperkuat oleh Istiqomah bahwa pembelajaran
PAI dengan pendekatan kontekstual memberikan implikasi dalam
aspe-aspek kehidupan peserta didik, disamping aspe-aspek religious, peserta didik
juga lebih menjaga hubungan antar teman dikarenakan adanya penilaian
antar teman, berikut pemaparannya ;
Dengan pembelajaran kontekstual memberikan implikasi di berbagai aspek kehidupan anak, aspek religiustik anak dalam mengerjakan sholat dhuha semakin tekun, senantiasa melakukan ibadah puasa baik yang diwajibkan maupun sunnah dan ibadah-ibadah yang lain, aspek social adanya hubungan antar sesame saling menghargai dikarenakan adanya penilaian antar teman, sopan santun terhadap guru karena ada penilaian sikap dan observasi yang dilakukan oleh guru, karena pendekatan kontekstual itu juga menggunakan scientific sehingga pada prinsipnya semua aspek dinilai sehingga anak terbiasa berperilaku jujur sehingga
berimplikasi pada perubahan perilaku anak.43
42
W. SY.GPAI, SMAN 1 Ked., 6-5-2015. 43
Gambar 9 : Peserta Didik Sholat Dhuha pada Jam Istirahat44 Hal senada juga diungkapkan oleh peserta didik di SMAN 1
Kedungwaru ini,mereka menjelaskan berbagai implikasi pembelajaran
PAI dengan menggunakan pendekatan kontekstual, mereka lebih
mengetahui manfaat materi secara nyata, mampu mempraktekkan dan
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana Rahmat Ali
salah seorang siswa klas XI Mia 1 mengungkapkan, bahwa :
Dengan pembelajaran PAI yang senantiasa mengaitkan materi dengan kehidupan nyata saya lebih mengetahui manfaat dari materi yang sedang dipelajari, disamping itu lebih bisa menerapkannya atau mempraktekannya, disamping itu kita tahu dengan lebih nyata, karena jika materi hanya diberikan melalui teori saja maka kita
hanya mengangan-angannya saja.45
Mohammad Syahrian klas XI Mia 3 juga mengungkapkan manfaat
pembelajaran PAI dengan kontekstual disamping mereka dapat
mempraktekkan apa yang dipelajari dengan lebih baik, mereka juga lebih
44
D. Sholat dhuha, 2-5-2015. 45
mandiri, bertanggungjawab, khusu‟ dan disiplin, sebagaimana
unkapannya, bahwa :
Kita dapat mempraktekkan apa yang kita pelajari dengan lebih
baik, disamping itu kita lebih mandiri, bertanggungjawab, khusu‟
dalam beribadah, meninkatkan rasa kekeluargaan dan keakraban
dengan sesame serta meningkatkan kedisipilinan kita.46
Data diatas juga didukung oleh pangamatan peneliti ketika sedang
berada di SMAN 1 Kedungwaru ketika anak-anak remas akan
melaksanakan aktivitasnya seperti biasa yaitu membaca Al Quran‟an
pada hari Jum‟at pagi sebelum kegiatan belajar mengajar. Mereka dengan
penuh semangat dan bertanggungjawab berkumpul di Masjid melakukan
koordinasi. Hubungan mereka terlihat harmonis dan kekeluargaan. Ketua
Remas membagi tugas dan segera mempersilahkan para anggotanya
untuk segera masuk kelas sesuai tugasnya masing-masing. Disini begitu
terlihat anak-anak belajar dengan cara mandiri dan penuh kedisiplinan.47
Implikasi pembelajaran PAI tidak hanya pada peserta didik namun
juga terhadap guru. Guru tidak hanya mengajar dan menjadi fasilitator
saja namun harus mampu menjadi action for example atau menjadi suri
tauladan bagi anak didiknya, dan guru harus senantiasa belajar agar bisa
memberikan yang terbaik kepada peserta didik. Hal ini diungkapkan oleh
Kepala Sekolah bahwa :
Dengan kontekstual guru tidak sekedar mendidik namun lebih pada
action for example, jadi guru menjadi sumber contoh atau sumber tauladan bagi anak, sehingga guru dituntut untuk berperilaku sama dengan anak maksudnya sama-sama belajar sebagai contoh guru
46
W. MS.PS, SMAN 1 Ked., 8-5-2015.
47O. Kegiatan Rutin Tadarus Alqur‟an di Hari Jum‟at, 8
melarang merokok anak namun dia sendiri merokok, guru mengajarkan bagaimana wirausaha yang baik maka seorang guru mampu menata kehidupan ekonomunya dengan baik pula. Disamping hal itu perkembangan keilmuwannya guru tidak boleh
berhenti harus dinamis dan selalu diasah.48
Hal senada juga diungkapkan oleh Waka Kurikulum ;
Sekolah ini merupakan salah satu sekolah favorit di Kabupaten Tulungagung, karena itu harus memilih cara belajar yang senantiasa mampu membentuk kepribadian murid dan juga menjadi pedoman bagi guru berperilaku. Pendekatan kontekstual menjadikan guru untuk senantiasa menjadi contoh atau tauladan bagi anak didiknya.Dan ini terlihat pada kekompakan guru disini setiap dua bulan sekali mengadakan anjangsana untuk menjalin silaturrahmi dimana dalam kegiatan itu selalu diselingi siraman rohani.49
Hal tersebut diatas diperkuat oleh Islami Ayang Nofikasi siswa
kelas XI MIA 6 yang menyatakan bahwa ; “ Bapak dan ibu guru disini
banyak yang memberikan contoh kepada kita, seperti rajin beribadah dan
ikut aktif dalam kegiatan keagamaan siswa”.50
c. Alasan Penerapan Pembelajaran PAI dengan pendekatan Kontekstual
(Contekstual Teaching And Learning) di SMAN 1 Kedungwaru
Proses pembelajaran yang dilakukan di sekolah senantiasa
diarahkan pada pembentukan kepribadian yang lebih baik. Begitu juga
pembelajaran PAI diharapkan mampu menjadikan peserta didik yang
memiliki kepribadian muslim. Dengan pembelajaran menggunakan
pendekatan kontekstual memberikan implikasi kepada peserta didik,
seperti mandiri, tanggungjawab, tekun, disiplin, mampu bekerjasama,
beribadah dan mempunyai kepribadian yang berdasarkan nilai-nilai Islam
sebagaimana tertuang dalam visi misi sekolah ini.51 Hal ini dikarenakan
pendekatan kontekstual dalam pembelajaran PAI merupakan sebuah
proses pendidikan untuk membentuk kepribadian peserta didik
sebagaimana Harim selaku Kepala Sekolah SMAN 1 Kedungwaru
mengungkapkan bahwa:
Begini… ketika berbicara teori-teori yang bagus dan kita bisa
menerapkan sebuah teori tersebut dengan cara yang baik pula pasti akan mendapatkan hasil sesuai yang kita inginkan, kita ingat pada sebuah batu karang jika ditetesi air terus menerus pasti akan berlubang juga. Apalagi disaat sekarang dimana sebagian orangtua yang kurang memperhatiakan perkembangan kepribadian anak dan masyarakat permissive atau tidak mau ikut bertanggungjawab terhadap pendidikan, mungkin dikarenakan masyarakat yang sangat heterogen sehingga pembelajaran PAI dengan pendekatan kontekstual menjadi alternative proses pendidikan yang tepat dalam
membantu penbentukan kepribadian muslim anak.52
Berhubungan dengan hal diatas Nunik mengungkapkan bahwa
komponen-komponen yang ada dalam pendekatan kontekstual membawa
pengaruh bagi pembentukan kepribadian muslim peserta didik,
komponen-komponen itu merupakan sebuah proses dalam rangka
membentuk kepribadian peserta salah satunya komponen yang
mengaitkan materi dengan kehidupan nyata, berikut ungkapannya ;
Sangat berpengaruh pembelajaran PAI dengan pendekatan kontekstual dikarenakan ada perbandingan nyata antara teori dengan kehidupan sehari-hari disamping itu anak mengetahui secara dalam materi sehingga anak mampu mengambil nilai nilai yang ada dalam setiap materi pelajaran dan mereka akan menerapkan nilai-nilai itu atas keikhlasan mereka sendiri, dengan
51
D. Profil Sekolah Terlampir, 2015
52
begitu lambat laun anak menjadi seorang pribadi muslim yang
lebih baik dan mempunyai akhlak yang lebih baik pula”.53
Hal diatas diperkuat oleh Solihah bahwa mengaitkan materi dengan
kehidupan nyata seperti kegiatan sosial yang dilakukan peserta didik
mengadakan santunan langsung berkunjung kepada fakir miskin ataupun
panti jompo merupakan proses pendidikan yang sangat mendalam dan
tepat, peserta didik tidak hanya menyumbang namun juga berempati atas
keadaan mereka tersebut, sebagaimana diungkapkannya, bahwa :
Dengan pendekatan kontekstual salah satunya dengan mengaitkan materi dengan kehidupan nyata misalnya dengan mengadakan kegiatan santunan langsung kepada fakir miskin yang akhirnya
mereka menyumbang dengan hati atau ”trenyuh“ karena melihat sendiri seperti juga santunan yang diadakan di panti jompo anak akan berfikir kelak jika mereka menjadi tua, mereka akan juga merasakan seperti mereka.Hal ini merupakan proses pendidikan yang dapat membentuk karakter atau kepribadian anak menjadi
pribadi muslim.54
Gambar 10: Pembelajaran dengan Mengunjungi Panti Jompo55
53
W. NM.GPAI, SMAN 1 Ked., 29-4-2015. 54
W. SK.GPAI, SMAN 1 Ked., 8-5-2015. 55
Pendekatan Kontekstual sangat sesuai diterapkan dalam
pembelajaran PAI dikarenakan komponen-komponennya dapat dengan
mudah dan menyenangkan peserta didik untuk dilaksanakan, hal ini
diungkapkan Istiqomah sebagai berikut :
Untuk memperdalam pengetahuan anak selain informasi yang di dapat dari guru, anak harus juga belajar mandiri sehingga ketiga aspek dapat dicapai yang meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik dan juga dengan pendekatan ini lebih mengena
karena tidak melangit dan menyenangkan bagi peserta didik.56
Waka Kurikulum Nur Khosim menambahkan ;
Karena pendekatan kontekstual salah satunya mengaitkan materi dengan kehidupan nyata sehingga dalam proses pembelajaran akan menyenangkan, sehingga materi lebih mudah diserap oleh siswa, mudah dipahami sehingga juga mudah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.57
Hal diatas diperkuat oleh ungkapan Islami Ayang Nofikasi siswa
kelas XI MIA 6 bahwa ; “ Saya lebih suka jika dalam proses
pembelajaran tidak hanya ceramah saja, namun ada kegiatan diskusi,
praktek atau melihat kehidupan nyata melalui internet maupun video”.58
56
W. IQ.GPAI, SMAN 1 Ked., 2-5-2015.
57
W. HS.KS, SMAN 1 Ked., 29-5-2015.
58
Gambar 11 : Praktek Sholat Khusu‟59
Pembelajaran kontekstual dalam PAI penilaiannya menggunakan
penilaiana autentik yaitu penilaian menyeluruh dari peserta didik, karena
semua aspek dinilai peserta didik senantiasa membiasakan diri
berperilaku yang baik sehingga semakin lama menjadikan kepribadian
mereka lebih baik. Dalam hal ini Istiqomah mengungkapkan bahwa “
Karena pendekatan kontekstual itu juga menggunakan scientific sehingga pada prinsipnya semua aspek dinilai sehingga anak terbiasa dan membiaskan dirinya berperilaku baik sesuai nilai-nilai Islam yang pada akhirnya perilaku ini mampu membentuk kepribadian anak menjadi pribadi muslim yaitu pribadi yang
berdasarkan nilai-nilai Islam”.60
Hal senada juga diungkapkan Waka Kurikulum, Nur Khosim, bahwa ;
Dalam Kurikulum 2013 setiap aspek itu ada evaluasinya yang meliputi sikap, Pengetahuan dan ketrampilan, aspek pengetahuan meliputi proses pembelajaran di kelas, aspek sikap meliputi perilaku di dalam dan di luar kelas disamping ada penilaian diri, dan penilaian antar teman, dan aspek ketrampilan yang meliputi
59
D. Praktek Sholat Khusu‟, 2015.
60
kegitan praktek dan hasil karya siswa, semua ini membuat siswa menjadi lebih pandai, terampil dan kepribadiannya menjadi lebih baik.61
Hal ini diperkuat oleh ungkapan Suryani, bahwa ;
Karena dalam penilaian menggunakan penilaian autentik yang merupakan penilaian yang nyata dan menyeluruh maka anak
berusaha untuk menjadi insane kamil sesuai dengan syari‟at
Islam.Meskipun pada awalnya termotivasi karena adanya penilaian tapi lama-kelamaan menjadi sebuah kebiasaan dan kebutuhan anak.62
Sedangkan menurut Mohammad Syahrian siswa kelas XI MIA 3
menyebutkan beberapa perubahan akhlak yang ada pada dirinya kearah
yang lebih baik setelah menerapkan pembelajaran PAI dengan
pendekatan yang menuntut mereka untuk senantiasa aktif dalam kegiatan
pembelajaran sebagaimana diungkapkannya, bahwa ;
Karena pembelajaran dengan diskusi, praktek, penugasan, observasi, melakuakan hal-hal yang bermanfaat bagi orang lain seperti santunan ke masyarakat dan bekerjasama dengan kelompok
maka kita menjadi lebih mandiri, bertanggungjawab, khusu‟ dalam
beribadah, meninkatkan rasa kekeluargaan dan keakraban dengan
sesame serta meningkatkan kedisipilinan.63
Hal ini diperkuat oleh Istiqomah, bahwa ;
Karena pembelajarannya senantiasa mengaitkan langsung dan berhubungan dengan amalan sehari-hari menjadikan siswa harus aktif dalam pembelajaran sehingga timbul pembiasaan yang berkesinambungan sehingga membentuk karakter siswa menuju
masa depannya.64
Data ini di dukung observasi peneliti diketahui bahwa dengan
pembelajaran dengan praktek kotbah dalam rangka pembelajaran mandiri
yang dilakukan di Masjid dan diskusi di dalam kelas dalam rangka
melatih berpikir kritis dan kreatif anak menjadi lebih semangat, disiplin
dan bertanggung jawab dalam belajar.65
Hal lain yang nampak di sekolah ini, bahwa ketika jam istirahat
yakni jam 10.00-10.15 masjid tampak ramai. Peserta didik banyak yang
melaksanakan sholat dhuha di jam istirahat tersebut atas kesadaran
mereka sendiri bahkan ada yang menyempatkan diri untuk membaca Al
Qur‟an.66
2. Deskripsi Data di SMAN 1 Boyolangu Kabupaten Tulungagung
a. Pelaksanaan pembelajaran PAI dengan pendekatan kontekstual
Untuk melaksanakan pembelajaran PAI dengan pendekatan
kontekstual ada beberapa komponen pembelajaran yang dapat
dilakukan, diantaranya membuat keterkaitan yang bermakna,
pembelajaran mandiri melakukan pekerjaan yang berarti, bekerja sama,
berpikir kritis dan kreatif, membantu individu untuk tumbuh dan
berkembang, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan penilaian
autentik. Di sekolah ini juga menerapkan pembelajaran dengan
komponen-komponen tersebut, diantaranya ;
a. Membuat keterkaitan yang bermakna
Berbagai cara digunakan oleh guru untuk mengaitkan materi
dengan kehidupan sehari-hari agar mendapatkan makna dari
65
O. Kegiatan Belajar Mengajar, 2-5-2015. 66
pembelajaran, materi pembelajaran PAI dapat dikaitkan dengan
peristiwa yang baru atau sering terjadi dalam lingkungan kehidupan
sehari-hari baik yang kita ketahui dari kehidupan sekeliling kita
maupun peristiwa yang sering kita lihat dari media, hal ini sangat
menarik bagi peserta didik dan meningkatkan semangat belajar
mereka, sebagaimana diungkapan oleh Wildan Hanson bahwa :
Pembelajaran PAI dengan cara mengaitkan hal yang paling actual maksudnya yang marak terjadi dalam kehidupan sehari-hari kita misalnya materi tentang pengendalian diri ini bisa dikatkan dengan perkelahian antar pelajar yang sering terjadi akhir akhir ini. Baik yng diketahuinya dari kehidupan disekitarnya maupun yang dilihat melalui media elektronik seperti tawuran anak SMP,SMA bahkan anak SD, disamping itu kekerasan yang ada di lembaga wakil rakyat sebagai contoh DPR yang melaksanakan sidang dengan baku hantam
karena kurang memahaminya betapa pentingnya
pengendalian diri dan pemahaman bahwa pada dasarnya tidak ada penyelesaian suatu masalah dengan emosi yang
menghasilkan keputusan yang bijaksana.67
Sedangkan Musowidin juga memberikan contoh cara
mengaitkan materi dengan kehidupan sehari-hari disekitar kita,
bahwa ilmu itu sering diketahui oleh manusia hanya
setengah-setengah saja tidak mendalam sehingga berakibat kurang baik
dalam kehidupan manusia tersebut, maka dari itu untuk bisa hidup
lebih baik peserta didik harus mengetahui ilmu secara mendalam
agar kelak jika hidup ditengah masyarakat mampu survive, berikut
ungkapannya :
67
Contoh mengaitkan materi PAI dengan kejadian dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan kita atau yang bisa kita ketahui dari televise atau media internet contohnya dalam hal pernikahan, banyak masyarakat yang menikah tapi tidak tahu makna menikah, pengetahuan tentang pernikahan seharusnya tidak hanya menyangkut hokum nikah saja yakni sunah, mubah, wajib, haram tapi bagaimana menyangkut hubungan suami istri itu halal, kadang apabila sudah menjatuhkan talaq satu yang mestinya mereka itu masih bisa rujuk tapi mereka tidak mengerti, anggapan mereka talaq satu harus menunggu masa iddah yang kemudian harus mbangun nikah lagi. Contoh lain dalam hal ilmu Faraid, pemerintah dalam menetapkan pembagian harta warisan hanya dari segi materi saja,sedang pembagian warisan dalam Islam berlandaskan dari berbagai unsure, dan saya menjelaskan ke anak-anak orang yang mendapat harta warisan tidak dengan menggunakan hokum agama maka hidupnya dipastikan akan sengsara atau tidak bahagia. Untuk meyakinkan hal ini anak-anak saya beri tugas observasi di lingkungan sekitar anak-anak atau lingkungan keluarga kemudian hasil pengamatan itu
dipresentasikan.68
Hal diatas juga di dukung oleh Nena siswi kelas XI MIA 8,
sebagaimana diungkapkannya, bahwa ;
Gambar 12 : Mengaitkan Materi melalui Media Internet70
b. Pembelajaran Mandiri
Pembelajaran mandiri merupakan salah ciri pembelajaran
aktif . Peserta didik senantiasa dilatih kemandirian agar kelak
senantiasa hidup dengan mandiri tanpa selalu mengharap belas
kasihan orang lain. Dalam pembelajaran kontekstual perlu adanya
pembelajaran mandiri. Bentuk-bentuk pembelajran mandiri dapat
dilakukan dengan cara peserta didik mencari materi yang akan
dipelajari terlebih dahulu dari sumber yang relevan melalui media
yang tersedia di sekolah seperti internet dan fasilitas lainnya71 yang
kemudian didiskusikan bersama di dalam kelas, dengan usahanya
sendiri ini peserta didik lebih semangat dalam pembelajaran
sebagaimana diungkapkan oleh Musowidin bahwa :
70
D. Menggunakan Media Internet.2015. 71
Kebetulan kita sebagai guru titik-titik bisa IT, agar anak mandiri anak mencari sumber materi sendiri bisa dilakukan dengan browsing dari internet karena dunia ini sudah dekat dengan anak kemudian hasilnya akan dipresentasikan dan ditayangkan di LCD sebagai contoh bagaimana penerapan hukuman zina di Arab, Afganistan dan Negara Islam lainnya, anak sangat tertarik mencari materi ini sendiri.dan kejadian nyata yang lain di dunia ini yang dapat ditemukan dari masing-masing anak, inilah pentingnya pembelajaran mandiri karena akan menemukan lebih banyak pengetahuan baru lainnyal.72
Hal senada juga diungkapkan oleh Wildan dengan mengacu
pada kurikulum 2013 dimana peserta didik melakukan proses
mengamati, menanya, mengeksplorasi dan kemudian
mengkomunikasikan.Dalam hal ini menurut Wildan bahwa peserta
didik senatiasa dilatih mandiri dan untuk mencari bahan materi
sendiri sebelum pembelajaran, materi tidak hanya melalui internet
saja namun dari buku-buku yang bisa dibaca diperpustakaan yang
kemudian didiskusikan di dalam kelas sebagaimana diungkapkan
bahwa :
Iya, Seperti yang ada di kurikulum 2013, diantaranya mempelajari materi sendiri bisa dengan browsing atau kajian perpus, ini merupakan proses mengamati,kemudian bisa ditanyakan hal-hal yang kurang dipahaminya di dalam kelas, kemudian eksplorasi dan dikomunikasikan di dalam diskusi
Data ini juga di dukung oleh observasi peneliti dimana dalam
kegiatan belajar mengajar peserta didik di beri tugas mencari
materi di Internet secara mandiri sebelum di diskusikan bersama.74
c. Melakukan pekerjaan yang berarti
Melakukan pekerjaan yang berarti penting dalam
pembelajaran PAI. Karena ini merupakan salah satu cara
pencapaian dalam pembentukan kepribadian. Menurut Harun
melakukan pekerjaan yang berarti ini dapat diterapkan dengan cara
peserta didik melaksanaan ibadah sunat disamping ibadah wajib
setiap harinya seperti puasa sunat Senin Kamis, sholat dhuha dan
sholat sunat malam.Kegiatan ini agar berjalan dengan baik harus
senantiasa di evaluasi setiap minggunya, disamping itu yang
menerapkannya dengan baik diberikan apresiasi berupa poin untuk
menambah nilai sebagaimana diungkapkan beliau bahwa :
Anak-anak senantiasa saya anjurkan untuk puasa Senin Kamis, sholat dhuha dan sholat malam. Ini merupakan pekerjaan yang berarti bagi anak. Kegiatan ini saya evaluasi setiap seminggu sekali dan saya akan memberi poin tiap minggunya, minimal melakukan 4 kali kegiatan dalam seminggu akan mendapatkan 1 poin untuk nilai praktek
ibadah. Anak-anak sangat antusias mengerjakannya.75
Banyak hal-hal yang berarti yang dapat dilakukan peserta
didik setiap harinya di sekolah seperti mengucapkan salam ketika
bertemu, berjabat tangan dengan teman maupun gurunya, menjaga
kebersihan lingkungan sekolah. Ada kegiatan lain yang dilakukan
74
O. Kegiatan Belajar Mengajar, 30-4-2015.` 75
tiap minggu seperti sholat jum‟at, mengadakan kajian Islami,
membaca Surat Yasin dan Tahlil. Disamping itu ada juga kegiatan
yang dilakukan dalam tiap tahun seperti mengadakan perlombaan
yang bersifat sosial pada bulan Ramadhan, peringatan Hari
Kelahiran sekolah dengan melakukan Istighosah dan menyantuni
anak yatim begitu juga ketika akan melaksanakan Ujian Akhir
Nasional bagi peserta didik kelas akhir dan lain sebagainya hal ini
diungkapkan oleh Musowidin bahwa :
Mulai dari aktivitas yang paling kecil sampai kegiatan yang paling besar itu merupakan kegiatan yang berarti bagi kehidupan anak, sebagaimana yang mereka lakukan setiap harinya disamping mengerjakan sholat sunah, puasa sauna seperti mengucapkan salam, berjabat tangan, menjaga kebersihan, bahkan kegiatan dalam rangka membantu orangtua memenuhi kebutuhan hidupnya seperti ada anak yang menjual makanan di sekolah dengan cara pembeli mengambil dan membayar sendiri dan semuanya berperilaku jujur, dan ini sangat berarti bagi keduanya. Kemudian
kegiatan mingguan, seperti jum‟atan, siswa melakukan kajian
Islam, pembacaan yasin tahlil tiap hari jum‟at pagi. Dan
kegiatan tahunan seperti ngabuburit dengan lomba-lomba social, santunan anak yatim, Istigosah yang dilaksanakan pada saat harlah (malam terakhir) dan akan melaksanakan
UAN.76
Hal senada juga diungkapkan Waka Kurikulum, yang
menyatakan bahwa ;
Siswa aktif dalam melaksanakan kegiatan keagamaan baik yang bersifat harian seperti sholat berjamaah, sholat dhuha,
senyum salam sapa, mingguan seperti sholat jum‟at,
mengedarkan dan mengisi kotak amal,keiatan bulanan seperti pembacaan surat yasin dan tahlil serta kegiatan tahunan seperti istighosah ketika akan ujuin, even-even yang sifatnya
76
besar, peringatan hari-hari besar dengan mengadakan bakti
sosial, santunan anak yatim dan idul kurban.77
Data ini juga didukung oleh observasi peneliti ketika itu ada
seorang guru yang mengumumkan ada salah seorang dari keluarga
besar SMAN 1 Boyolangu yang meninggal kemudian anak-anak
dihimbau memberikan bantuan shodaqoh seikhlasnya yang akan
diberikan kepada keluarga yang ditinggalkan.78
d. Kerjasama
Kerjasama dalam pembelajaran diwujudkan dengan kerja
kelompok. Dengan pemberian tugas untuk dikerjakan secara
berkelompok maka akan muncul kejasama diantara peserta didik,
sebagaimana diungkapkan Musowidin, ”Contoh dalam materi
kutbah jum‟at, anak kerja kelompok untuk membuat materi kutbah
jum‟at kemudian dikumpulkan dan di praktekkan di masjid”.79 Selain kerjasama dilakukan untuk kegiatan praktek ibadah
seperti yang disebutkan diatas, kejasama dalam bentuk kerja
kelompok dapat dilakukan dalam kegiatan diskusi di kelas, peserta
didik dibagi dalam kelompok kemudian mereka dengan
bekerjasama dengan kelompoknya menyiapkan materi sebagai
bahan diskusi. Hal ini diungkapkan Wildan
Dengan cara pembagian kelompok di dalam kelas ketika kita akan melakukan diskusi, mereka mencari materi
sama temannya bisa dengan browsing, kajian perpus atau dari
buku-buku lain yang mereka dapatkan”.80
Hal diatas didukung oleh ungkapan Iklil siswa kelas X IIS
bahwa ; “ Di dalam kegiatan diskusi kita biasanya dibagai menjadi
beberapa kelompok kemudian kita bekerjasama dalam menyiapkan
materinya”.81
Gambar 13: Peserta didik Melakukan Kerjasama82
e. Berpikir kritis dan kreatif
Peserta didik di sekolah ini sangat perlu dilatih untuk berfikir
kritis dan kreatif. Berfikir kritis dan kreatif dapat dilakukan dengan
memberi kesempatan peserta didik untuk mengajukan pertanyaan,
meskipun jika pertanyaaa itu kurang bagus itu lebih baik dari pada
selalu diam saja, dan jika peserta didik mampu mengajukan
pertanyaan yang bagus dan kritis maka seorang guru harus
80
W. WH.GPAI, SMAN 1 Boy., 28-4-2015.
81
W. IL.PS, SMAN 1 Boy, 6-5-2015. 82
memberikannya apresiasi agar bertambah semangat dalam belajar.
Sedangkan sifat kreatif peserta didik dapat dilakukan dengan
kepandaian peserta dalam mencari sumber pengetahuan
sebagaimana diunkapkan Wildan bahwa :
Sangat perlu anak berlatih berpikir kritis yaitu dengan cara memberi kesempatan anak bertanya dalam setiap kegiatan belajar mengajar, karena menurut saya anak yang bertanya namun salah lebih baik dari pada tidak bertanya kemudian pertanyaan yang bagus harus segera diberikan apresiasi meskipun hanya sekedar tepuk tangan hal ini akan membuat anak lebih semangat, disamping itu saya seneng klo ada anak yang membantah atau berbeda pendapat dalam kegiatan diskusi di kelas sehingga membuat guru untuk mencari jawabannya atau sumber-sumber yang lebih banyak, Sedang untuk aspek kreatif anak dengan cara anak banyak membaca
melalui buku atau internet.83
Kreativitas peserta didik dalam belajar dapat juga
ditumbuhkan juga dengan keaktifan peserta didik dalam
menemukan gejala atau kejadian yang ada di dalam masyarakat
yang memerlukan analisa dan pembahasan di dalam kelas,
sehingga mereka akan lebih paham apa yang telah dilihat atau
ditemukannya di lingkungan mereka sehingga mereka tidak hanya
menonton saja namun dapat mengambil pelajaran dan hikmahnyha
sebagaimana diungkapkan Musowidin bahwa :
Untuk menumbuhkan kreatif anak dengan cara anak mencari kasus di luar atau mengamati kejadian di lingkungannya, jika mereka tidak faham maka di florkan di kelas untuk didiskusikan bersama-sama dengan teman dan gurunya sebagai contoh ketika ada orang yang meninggal dunia, disitu anak banyak yang bertanya mengapa orang yang meninggal
83
di lingkungan mereka ketika masih ditidurkan di rumah diatas atau utara kepalanya di beri lampu dan mengapa ketika berangkat akan dimakamkan disepanjang jalan yang akan
dilaluinya disapu terlebih dahulu,akhirnya setelah
didiskusikan mereka mengetahui makna dan maksudnya dari kebiasaan tersebut yaitu bahwa keluarga mereka yang ditinggalkan tersebut berharap orang yang meninggal tersebut
“dipadangne kubure dan dijembarne kubure” maksudnya
dijauhkan dari siksa kubur. Namun juga harus dipahamkan ke anak bahwa untuk dilapangkan kuburnya manusia harus melaksanakan sholat yang bagus, akhlaknya yang bagus dan sebagainya dan melaksanakan semua yang diperintahkan
Allah SWT dan menjauhi larangannya.84
Data ini juga didukung oleh observasi peneliti ketika masuk
ke dalam kelas dan anak-anak sedang berdiskusi, mereka kritis
bertanya tentang materi yang sedang dibahas.85
f. Membantu individu untuk tumbuh dan berkembang
Dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual
senantiasa ada pengenalan terhadap karakteristik peserta didik . Hal
ini dilakukan dalam rangka membantu peserta didik untuk tumbuh
dan berkembang secara optimal. Di SMUN 1 Boyolangu untuk
mengenal karakteristik peserta didik melalui proses pembelajaran,
seperti dalam kegiatan praktek membaca Al Qur‟an, praktek sholat,
sikap ketika berada di dalam kelas pada saat kegitan KBM. Dari
sini akan nampak karakter masing-masing peserta didik sehingga
guru dapat mengenal dan memperhatikannya agar peserta didik
dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan
84
W. MW.GPAI, SMAN 1 Boy., 30-4-2015. 85
kemampuan masing-masing sebagaimana diungkapkan Musowidin
bahwa :
Untuk mengenal setiap siswa, kita ini melihat ketika anak
praktek membaca Al Qur‟an, praktek sholat, melihat sikap anak ketika menerima pelajaran di kelas. Ketika mengamati praktek kita bisa mengenali karakter anak, kadang yang
berjilbab itu belum tentu bisa membaca Al Qur‟an namun
mereka biasanya memiliki kepribadian yang santun dan
memahami bahwa menutup aurot itu wajib hukumnya.86
Hal yang sama juga diungkapkan Wildan Hanson bahwa
melalui kegiatan praktek ibadah dapat diketahui karakter peserta
disamping itu dapat juga dilakukan dengan menanyainya langsung
tentang aktivitas sehari-hari mereka di rumah untuk kemudian
dianalisa dan ditindak lanjuti oleh guru supaya mereka dapat
berkembang ke arah yang lebih baik, demikian penjelasannya :
Melalui kegiatan membaca Al Qur‟an kemudian anak
dikelompokkan sesuai dengan kategorinya dari yang sangat mahir, mahir dan kurang mahir, juga dari keaktifan sholat mulai yang paling aktif, sedang-sedang saja dan yang kurang aktif, kemudian memperhatikan mereka dengan menanyai masing-masing anak tentang kegiatan sehari-hari mulai dari pertanyaan, kamu bangun jam berapa? sholat jam berapa? kenapa tidak sholat? mereka biasanya menjawab dengan jujur yang kemudian saya beri motivasi agar mereka dapat tumbuh
dan berkembang lebih baik.87
Hal diatas di dukung oleh Harim Soejatmiko selaku Kepala
Sekolah, mengungkapkan bahwa ;
Siswa disekolah ini heterogen dari lingkungan keluarga dan masyarakat yang berbeda disamping itu bermacam-macam karakteristiknya, karena itu seorang guru harus mampu mengidentifikasi mereka mereka melalui proses pembelajaran
86
W. MW.GPAI, SMAN 1 Boy., 30-4-2015.
87
baik di dalam kelas maupun di luar kelas agar mereka dapat
tumbuh dan berkembang secara optimal.88
g. Mencapai standar yang tinggi
Mencapai standar tinggi juga penting dalam pembelajaran
kontekstual karena keberhasilan akan ditentukan diberbagai aspek
baik aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Ada standar nilai
yang diterapkan disekolah ini seperti yang diungkapkan “Disini kan
ada KKM, tapi saya harap anak tidak hanya sekedar memenuhi
KKM baik aspek kognitif, affektik dan psikomotorik”.89
Hal yang sama juga diungkapkan Musowidin bahwa peserta
didik diharapkan tidak hanya mampu mencapai KKM tetapi harus
melebihi bahkan mendekati nilai sempurna. Tidak hanya nilai
aspek kognitif yang harus bagus namun juga aspek sikap dan
ketrampilan lebih jauh diungkapkan oleh Musowidin bahwa:
Ya setelah menerima materi anak bisa melakukan menurut kemampuan, untuk nilai harus mendekati sempurna, KKM itu hanya untuk batasan kalangan bawah saja. Disamping itu anak harus mempunyai ketrampilan yang bagus juga sebagai contoh dalam materi warisan siswa-siswa saya mateng dalam penguasaan materi, saya tidak suka memberikan materi setengah-setengah, sehingga anak-anak terampil dalam menghitung harta warisan untuk bagiannya sendiri dan bagian keluarganya. Klo untuk aspek akhlak anak sudah punya pengetahuannya sejak masih SD dan SMP juga sudah diajarkan mereka tinggal maka ditingkat SMA mereka harus banyak merealisasikannya. Karena kesempurnaan manusia,
Hal tersebut diatas didukung oleh ungkapan Waka Kurikulum
Agus Winoto, bahwa :
Dalam Pembelajaran nilai anak harus mencapai KKM, jika tidak mereka harus diremidi agar masuk dalam criteria tuntas dalam belajar. Namun disini anak diharapkan tiudak hanya mencapai KKM namun harus mendapatkan nilai yang bagus
baik dari aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.91
h. Menggunakan Penilaian Autentik
Penilaian autentik diterapkan dalam kurikulum 2013, sekolah
ini pada saat peneliti mengadakan penelitian menerapkan
kurikulum 2013 . Penilaian di sekolah ini menggunakan penilaian
proses yang meliputi kognitif, afektif dan psikomotorik. Seperti
yang diungkapkan Wildan Hansen;
Ya meliputi penilaian kognitif seperti ulangan harian, tes lesan, ulangan semester dan ulangan akhir semester, sedangkan aspek afektif dapat diambil dari pengamatan
keaktifan siswa dalam kegiatan sholat Jum‟at, peringatan hari
besar Islam, istigosah, dan aspek ketrampilan dari kemampuan praktek ibadah anak disamping itu tugas membuat porto folio, membuat produk seperti madding yang ada di masjid”.92
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Musowidin bahwa
penilaiaannya menggunakan authentic assessment menambahkan
bahwa :
Penilaian menggunakan penilaian autentik yang meliputi sikap, pengetahuan, psikomotor dimana anak dalam kegiatan
keagamaan selalu ada respon, o…anak ini tekun dalam
ibadahnya, respon terhadap pengumuman dan segera datang,
91
W. AW.WKU, SMAN 1 Boy., 7-5-2015.
92
mendengarkan dan melaksanakan tugas yang diberikan
dengan baik.93
Hal ini di dukung oleh ungkapan Rida siswa kelas XI MIA 2,
bahwa ; “ Dalam pembelajaran PAI penilaiannya banyak ada
penilaian pengetahuan, penilaian sikap dan penilaian praktek atau
ketrampilan”.94
b. Implikasi Pembelajaran Contekstual teaching And Learning (CTL)
Pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual
dilatar belakangi oleh adanya berbagai macam karakteristik peserta
didik. Karena itu pembelajaran harus menggunakan pendekatan yang
dapat membelajarkan peserta didik dengan berbagai karakteristiknya.
Peserta didik berasal dari lingkungan keluarga dan masyarakat yang
berbeda karena itu penting menggunakan pendekatan ini karena
pembelajaran tidak hanya mencangkup kognitif saja, namun
ketrampilan dan pembentukan sikap sebagaimana diungkapkan
Kepala Sekolah SMUN 1 Boyolangu bahwa :
Hal senada juga diungkapkan oleh Wakil kepala sekolah
tentang pentingnya pembelajaran PAI dengan pendekatan
kontekstual yang merupakan tuntutan kebutuhan peserta didik pada
saat ini agar lebih mendalam dalam memahami materi sehingga
berimplikasi pembelajaran tidak sekedar pengetahuan hanya bentuk
dogma-dogma saja, namun lebih dari itu, berikut ungkapannya :
Pembelajaran PAI dengan pendekatan kontekstual diterapkan karena tuntutan kebutuhaan anak, jika materi diberikan hanya dengan dogma-dogma saja maka anak hanya mengetahui dasar-dasar materi saja namun secara konteks mereka kurang
faham.96
Hal ini di dukung oleh ungkapan Harun yang menyatakan
bahwa;
Pembelajaran kontekstual itu menjadikan kita sebagai guru tidak hanya memindahkan pengetauan kepada anak didik saja, namun kita juga bertanggungjawab untuk membentuk ketrampilan dan sikap peserta didik yang kita lakukan dalam
proses pembelajaran setiap harinya.97
Pembelajaran PAI dengan pendekatan kontekstual akan dapat
dilaksanakan dengan baik jika semua yang terkait dengan tanggung
jawab pendidikan ikut terlibat, seperti keluarga, lembaga sekolah
dengan semua warganya mulai dari Kepala Sekolah, semua guru tidak
hanya guru PAI saja, sebagaimana diungkapkan Wildan salah seorang
GPAI bahwa :
96
W. AW.WKU, SMAN 1 Boy., 7-5-2015.
97
Kalau menurut pembelajaran PAI dengan pendekatan kontekstual ini akan menjadi lebih baik jika semua yang bertanggungjawab terhadap pendidikan ikut aktif dalam melibatkan dirinya, pertama keluarga ini lembaga yang pertama dan utama dalam memberikan pendidikan kepada anak dan anak pertama kali mendapatkan pendidikan ya dari keluarganya, makanya keluarga harus senantiasa memberikan pendidikan yang terbaik untuk anak, kedua lembaga sekolah yakni semua warga sekolah harus peduli dengan penanaman nilai-nilai agama sebagai salah satu proses mendidik anak dan ini tidak hanya guru agama yang bertanggungjawab. Saya senang klo ada guru non agama juga mengingatkan anak untuk senantiasa berperilaku Islam ini menunjukkan semua komponen peduli, sedang dari Kepala Sekolah wujud dari tanggungjawabnya yakni dengan memberi dorongan atau motivasi, keinginan atau ide yang baik dari kita di dukung, dan pada kenyatannya kami sangat dimudahkan dalam pelaksanaan program-program yang
telah kami rencanakan.98
Hal yang sama juga diungkapkan Musowidin, bahwa ;
Dalam penerapan pembelajaran kontekstual maka keluarga, masyarakat, guru dan warga sekolah akan terlibat, mereka berperan penting dalam pendidikan anak karena mereka
merupakan sumber contoh kehidupan yang dekat dengan anak.99
Hal ini didukung oleh ungkapan Waka Kurikulum Agus Winoto ;
Pendidikan merupakan tanggungjawab bersama yaitu keluarga sekolah dan masyarakat. Dengan pendekatan kontekstual mendorong kita untuk menjadikan ketiga elemen itu terlibat secara aktif dalam proses pendidikan anak. Jadi pendidikan tidak
hanya antara murid dan guru saja.100
Gambar 14 : Keterlibatan Guru dan Kepala Sekolah dalam
Rangka Peduli Lingkungan101
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual
memberi implikasi pada pembentukan kepribadian peserta didik di
SMUN 1 Boyolangu, peserta didik lebih cepat dalam memahami
menguasai materi pelajaran, meningkatnya motivasi peserta didik
untuk senantiasa belajar dengan giat dan dengan cara mandiri,
sebagaimana diungkapkan Harun, bahwa ;
Banyak implikasi yang kita rasakan ketika kita belajar bersama anak-anak dengan pendekatan kontekstual diantaranya anak lebih cepat dalam mencerna materi pembelajaran, anak lebih
giat belajar, anak lebih termotivasi secara mandiri.102
Hal ini juga senada oleh ungkapan Nena,siswi kelas XI MIA 8
bahwa “kita menjadi tahu lebih nyata jika materi dikaitkan dengan
kehidupan nyata, sehingga kita lebih mudah memahami materi dan
101
D. Kegiatan Peduli Lingkungan, 2015.
102