• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tampilan ANALISIS PEMBERIAN ANTIBIOTIK OLEH TENAGA TEKNIS KEFARMASIAN TANPA RESEP DOKTER DI SALAH SATU APOTEK WILAYAH BANJARMASIN UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Tampilan ANALISIS PEMBERIAN ANTIBIOTIK OLEH TENAGA TEKNIS KEFARMASIAN TANPA RESEP DOKTER DI SALAH SATU APOTEK WILAYAH BANJARMASIN UTARA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISISPEMBERIAN ANTIBIOTIK OLEH TENAGA TEKNIS KEFARMASIAN TANPA RESEP DOKTER DI SALAH SATU

APOTEK WILAYAH BANJARMASIN UTARA

Iwan Yuwindry1)

1)AKBID Bunga Kalimantan Banjarmasin

Masyarakat terlalu mudah untuk memperoleh antibiotik dan hal ini akan menimbulkan berbagai masalah. Pemberian antibiotik tanpa resep dokter mengakibatkan penggunaan antibiotik sulit untuk dikontrol sehingga menjadi sumber terjadinya kesalahan pengobatan dan resistensi bakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyerahan antibiotik tanpa resep dokter dan mengetahui pemberian informasi tentang antibiotik kepada masyarakat serta mengukur pengetahuan masyarakat akan obat antibiotik dan manfaatnya. Penelitian ini dilakukan secara observasi dan menggunakan alat kuesioner dengan cara studi prospektif selama 3 bulan dari tanggal 21 Desember 2016 sampai 7 Februari 2017. Hasil observasi terhadap responden menunjukkan bahwa responden yang paling banyak adalah laki-laki 57 orang (54,3%) dan responden dewasa 70 orang (66,7%). Antibiotik golongan penisilin merupakan antibiotik yang paling banyak diperoleh responden tanpa resep dokter sebanyak 49 obat (46,7%). Obat antibiotik yang paling banyak adalah amoksisilin tablet 38 obat (36,2%). Hasil kuesioner dan observasi menunjukkan 105 responden rata-rata tidak diberikan informasi obat antibiotik oleh Apoteker maupun dari Tenaga Teknis Kefarmasian. Tingkat pengetahuan dan perilaku responden terhadap ketentuan dan penggunaan antibiotik yang tepat dinyatakan kurang memadai sehingga sering terjadi kesalahan pengobatan. Nilai korelasi pada penelitian ini tergolong kuat (>0,600) dan memiliki nilai positif sehingga dapat dikatakan pola hubungan antara pengetahuan dan perilaku responden adalah searah.

Kata Kunci : Analisis, Antibiotik, Tenaga Teknis Kefarmasian, Resep, Apotek

ABSTRACT

eoples are too easy to obtain antibiotics and this will cause problems. Giving antibiotics without a doctor's prescription would be difficult to control and cause of medication errors and bacterial resistance. The aims of this study was to determine giving antibiotics without a prescription and provision of information to the public about antibiotics and measured public knowledge of antibiotics and its benefits. Observations on 3 months from date of december 21, 2016 until February 7, 2017 respondents indicated that most respondents were male 57 (54,3 %) and adult 70 respondents (66,7%). Penicillin was the most type of antibiotic that respondents obtained without a prescription, 49 drug (46.7%). The most widely used of antibiotics drug was amoksisilin tablets, 38 drugs (36,2%). The results of the questionnaire and observations show an average 105 respondents were not given information on the antibiotic drug by Pharmacist and Technical Staff of Pharmacy. The level of knowledge and attitudes of respondents to the provision and use of appropriate antibiotics declared inadequate so that caused frequently the medication errors. Strong correlation values in this study (> 0,600) and positive value indicated that the pattern of the relationship between knowledge and behavior of the respondents is unidirectional.

Key words : Analysis, Antibiotics, Technical staff, Prescription, Pharmacy

Pendahuluan

Penyebaran antibiotik di masyarakat sekarang ini sudah sulit untuk dikontrol. Kebutuhan masyarakat yang tinggi terhadap antibiotik memberikan peluang untuk penggunaan antibiotik secara bebas. Masyarakat menggunakan antibiotik secara kurang tepat, antara lain untuk penyakit-penyakit yang sebenarnya tidak memerlukan antibiotik, bahkan masyarakat seakan ketagihan dalam penggunaan antibiotik, dalam hal penyakit apapun antibiotik menjadi pilihan utama. Masyarakat kurang memahami akan bahaya antibiotik yang digunakan secara tidak tepat. Intensitas penggunaan antibiotik yang relatif tinggi menimbulkan berbagai permasalahan terutama resistensi bakteri terhadap antibiotik

yang dapat membahayakan pasien (WHO, 2001).

(2)

yaitu dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian, apoteker dapat menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuai dengan ketentuan peraturan. Pemberian antibiotik tanpa resep dokter akan menjadi sumber terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) karena keterbatasan pengetahuan masyarakat akan obat dan penggunaannya. Apoteker sebagai salah satu profesi kesehatan sudah seharusnya berperan sebagai pemberi informasi obat. Pelayanan Informasi Obat (PIO) didefinisikan sebagai kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, komprehensif, terkini oleh apoteker kepada pasien, masyarakat maupun pihak yang memerlukan. Dengan pemberian pelayanan informasi obat ini pasien akan mengetahui antibiotik yang mana saja yang harus diserahkan dengan resep dokter dan antibiotik yang mana saja yang dapat diserahkan tanpa resep dokter. Hal ini dikarenakan beberapa antibiotik untuk penggunaan tropikal termasuk dalam obat wajib apotek no. 1 (Tetrasiklin, Kloramfenikol, Framisetine SO4, Neomisin SO4, Gentamisin SO4, Eritromisin), sehingga dapat diserahkan tanpa menggunakan resep dokter. Dengan masih banyaknya masyarakat yang tidak mengetahui dan tidak mengerti terhadap antibiotik dan penggunaannya, hal ini dapat mengancam kesehatan masyarakat itu sendiri (Anonim, 2009).

Melihat fenomena yang terjadi di masyarakat terhadap bebasnya penyebaran antibiotik tanpa resep dokter, maka peneliti bermaksud untuk melakukan analisis pemberian antibiotik oleh tenaga teknis kefarmasian (TTK) tanpa resep dokter di salah satu apotek wilayah Banjarmasin Utara.

Metodologi

Penelitian ini menggunakan metode observasi (pengamatan) dengan cara studi prospektif (cohort) selama 3 (tiga) bulan.

Metode penelitian ini meliputi penelusuran pustaka, penetapan kriteria obat, penetapan sampel, pengambilan data, pengolahan data meliputi (data karakteristik responden, data obat, data Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) yang memberikan informasi tentang antibiotik, data pengetahuan responden akan obat antibiotik serta penggunaannya dan hasil penelitian), analisis dan penyajian data, pengambilan kesimpulan dan saran.

Prosedur Kerja

Desain penelitian utama yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian observasi (pengamatan) dan menggunakan

bantuan alat pengumpulan data yaitu kuesioner dengan cara studi prospektif (cohort) selama 3 (tiga) bulan. Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini dimulai dengan langkah-langkah sebagai berikut :

Penelusuran pustaka dilakukan dengan mengkaji beberapa pustaka yang berhubungan dengan antibiotik, apotek, pekerjaan kefarmasian dan resep. Untuk pustaka antibiotik meliputi teori pengertian antibiotika, aktivitas dan spektrum antibiotika, mekanisme kerja antibiotika, golongan antibiotika, resistensi antibiotika, epidemiologi kejadiaan resistensi bakteri terhadap antibiotika, penyalahgunaan antibiotika dikalangan masyarakat, epidemiologi pengobatan sendiri dengan antibiotika, prinsip penggunaan antibiotika secara rasional dan peraturan perundang-undangan tentang distribusi antibiotika. Untuk pustaka apotik pada penelitian ini menjelaskan tentang pengertian apotek, tugas dan fungsi apotek, persyaratan apotek. Kemudian untuk pustaka pekerjaan kefarmasian sendiri menjelaskan tentang pengertian pekerjaan Kefarmasian, Tenaga Kefarmasian dan pelayanan Kefarmasian. Untuk pustaka resep sendiri pada penelitian ini menjelaskan tentang pengertian resep, bagian-bagian resep, ketentuan umum tentang resep, aspek etika resep dan obat, ketentuan pelayanan resep.

Penetapan kriteria obat adalah semua obat antibiotik yang diberikan tanpa resep dokter oleh Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) baik yang termasuk DOWA maupun yang tidak termasuk dalam DOWA. Obat antibiotik yang termasuk daftar wajib apotek sendiri meliputi obat kulit topikal antibiotik tetrasiklin atau oksitetrasiklin, kloramfenikol, framisetine SO4, neomisin SO4, gentamisin SO4, eritromisin. Kemudian obat luar untuk infeksi jamur lokal yaitu polimiksin B sulfat. Selain itu antiinfeksi umum untuk anti tubekulosis yaitu isoniazid, rifampisin, pirazinamid, etambutol. Kemudian obat-obat antibiotik untuk organ-organ sensorik yaitu obat mata dan obat telinga.

Responden yang dilibatkan dalam penelitian ini yaitu responden yang datang ke apotek untuk membeli obat antibiotik yang diserahkan tanpa resep dokter oleh Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) di apotek baik antibiotik yang termasuk dalam DOWA maupun antibiotik yang tidak termasuk dalam DOWA dengan semua klasifikasi usia yaitu anak, remaja, dewasa dan lanjut usia, baik itu pria maupun wanita.

(3)

yaitu kuesioner dengan cara studi prospektif (cohort) selama 3 (tiga) bulan. Sementara itu, untuk data Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) yang memberikan informasi tentang antibiotik menggunakan alat pengumpulan data kuesioner terhadap responden dan observasi wawancara terhadap Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK). Alat pengumpulan data yang digunakan pada pengambilan data pengetahuan responden akan obat antibiotik serta penggunaannya yaitu menggunakan kuesioner. Metode observasi merupakan kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut. Penggunaan metode observasi atau pengamatan terlibat sebagai metode pengumpulan data sesuai dengan sifat penelitian ini. Peneliti harus mencari data sendiri dengan cara terjun langsung kelokasi penelitian untuk memperoleh data yang diperlukan sesuai dengan permasalahan yang diajukan. Studi prospektif (cohort) adalah penelitian yang bersifat melihat kedepan (forward looking), artinya penelitian dimulai dari variabel penyebab atau faktor resiko, kemudian diikuti akibatnya pada waktu yang akan datang. Penelitian ini akan dilakukan selama 3 (tiga) bulan ke depan.

Data yang diperoleh pada tahap sebelumnya dikaji berdasarkan data karakteristik responden yang ada, kemudian berdasarkan data obat, data Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) yang memberikan informasi tentang antibiotik dan data pengetahuan responden akan obat antibiotik serta penggunaannya. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan pengolahan data statistik. Data karakteristik responden meliputi jenis kelamin, sebaran responden berdasarkan usia dan sasaran responden pengguna antibiotik yang datang ke apotek untuk membeli antibiotik non DOWA maupun antibiotik yang termasuk dalam DOWA tanpa resep dokter dan diserahkan oleh Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) di apotek tersebut. Data obat pada penelitan ini meliputi jenis obat antibiotik, golongan antibiotik, bentuk dan kekuatan obat, rute dan cara pemakaian, DOWA dan Non DOWA, pemberian obat antibiotik dan perbandingan obat antibiotik tanpa resep dokter dengan obat antibiotik menggunakan resep dokter di apotek. Data Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) yang memberikan informasi tentang antibiotik meliputi jumlah responden yang menerima informasi tentang antibiotik secara sangat jelas, jelas, kurang jelas serta jumlah pasien yang tidak menerima informasi tentang antibiotik dari Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK). Data pengetahuan responden akan obat

antibiotik serta penggunaannya pada penelitian ini meliputi jumlah responden yang sangat tahu, tahu, kurang tahu dan tidak tahu tentang obat antibiotik serta meliputi jumlah responden yang selalu, sering, kadang-kadang dan tidak mematuhi tentang penggunaan antibiotik secara tepat.

Data obat dianalisa dengan cara mengklasifikasikan kemudian mentabulasikan obat antibiotik berdasarkan jenis obat antibiotik, golongan antibiotik, bentuk dan kekuatan obat, rute dan cara pemakaian, DOWA dan Non DOWA, pemberian obat antibiotik dan perbandingan obat antibiotik tanpa resep dokter dengan obat antibiotik menggunakan resep dokter di apotek. Data karakteristik responden dianalisis dengan cara mengklasifikasikan dan mentabulasi berdasarkan jenis kelamin, sebaran responden berdasarkan usia dan sasaran responden pengguna antibiotik. Data obat dan data karakteristik responden disajikan dengan menggunakan grafik yang menunjukkan jumlah dan persentase berdasarkan kriteria-kriteria dari data obat dan data karakteristik responden yang telah ditetapkan. Data Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) yang memberikan informasi tentang antibiotik dianalisis berdasarkan hasil dari kuisioner yang diberikan kepada responden dan hasil dari observasi wawancara terhadap Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) di apotek yang kemudian ditabulasikan untuk memudahkan menganalisis. Kemudian untuk data pengetahuan responden akan obat antibiotik serta penggunaannya dianalisis berdasarkan hasil dari kuisioner yang diberikan kepada responden yang kemudian ditabulasikan untuk memudahkan menganalisis. Data Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) yang memberikan informasi tentang antibiotik dan data pengetahuan responden akan obat antibiotik serta penggunaannya disajikan menggunakan tabel yang menunjukkan jumlah dan persentase dari hasil analisis. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif.

(4)

Hasil Penelitian Dan Pembahasan

Penelitian ini dilakukan di salah satu apotek wilayah Banjarmasin Utara. Data diambil secara prospektif (cohort) selama 3 (tiga) bulan dari tanggal 21 Desember 2016 sampai dengan tanggal 7 Februari 2017. Data yang diperoleh yakni sebanyak 105 responden. Data yang diperoleh meliputi data karakteristik responden, data obat, data Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) yang memberikan informasi tentang antibiotik dan data pengetahuan responden akan obat antibiotik serta penggunaannya.

Data Karakteristik Responden

Data karakteristik responden yang dikaji terdiri dari jenis kelamin, sebaran responden berdasarkan usia dan sasaran responden pengguna antibiotik.

Jenis Kelamin

Menurut Hungu (2007) jenis kelamin adalah perbedaan antara perempuan dan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. Data jenis kelamin pada penelitian ini menunjukkan bahwa responden terbanyak adalah laki-laki dengan jumlah 57 responden atau 54% dan responden perempuan berjumlah 48 orang atau 46%.

Sebaran Responden Berdasarkan Usia Umur atau usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Jumlah sebaran responden berdasarkan usia responden pada penelitian menunjukkan bahwa responden dewasa yang paling banyak memperoleh obat antibiotik tanpa resep dokter dengan jumlah 70 responden atau 66,7 %.

Sasaran Responden Pengguna Antibiotik Responden menebus obat antibiotik tanpa resep dokter yang terbanyak yaitu ditujukan untuk penggunaan pada diri sendiri yaitu sebanyak 92 responden atau 87,6 %. Hal ini dikarenakan di apotek kebanyakan responden melakukan swamedikasi, sehingga obat antibiotik yang diperoleh tanpa resep dokter oleh responden mayoritas ditujukan untuk penggunaan diri sendiri.

Data Obat

Data Obat Berdasarkan Jenis Obat Antibiotik

Jenis obat antibiotik yang paling banyak diperoleh responden tanpa resep dokter adalah obat Amoksisilin tablet dengan jumlah 38 obat atau 36,2 %. Faktor-faktor yang mendukung amoksisilin menjadi obat antibiotik yang paling banyak diperoleh responden tanpa resep

dokter yaitu rendahnya tingkat pemberian informasi obat kepada responden sehingga responden tidak mengenal lebih dalam mengenai obat antibiotik tersebut dan selalu membelinya secara bebas tanpa resep dokter. Faktor lainnya juga dikarenakan kebiasaan petugas di apotek yang selalu langsung memberikan obat antibiotik amoksisilin apabila responden meminta diberikan obat antibiotik tanpa mengetahui jelas diagnosa dari penyakit yang dialami responden. Faktor selanjutnya dikaitkan dengan farmakoekonomi, apotek selalu membebaskan responden untuk memperoleh antibiotik tanpa resep dokter dikarenakan alasan keuntungan yang didapat, sehingga obat antibiotik ini sangat mudah diperoleh di apotek dengan harga yang murah.

Data Obat Berdasarkan Golongan Antibiotik

Golongan penisilin merupakan golongan antibiotik yang paling banyak diperoleh responden tanpa resep dokter yaitu sebanyak 49 obat atau 46,7 %. Golongan penisillin merupakan golongan antibiotik spektrum luas yang memiliki contoh obat antibiotik yang paling popular dimasyarakat yaitu amoksisilin, sehingga golongan penisillin merupakan golongan antibiotik yang paling banyak diperoleh tanpa resep oleh responden.

Data Obat Berdasarkan Bentuk dan Kekuatan Obat

(5)

Data Obat Berdasarkan Golongan (DOWA atau Non DOWA)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa obat antibiotik yang paling banyak diperoleh responden tanpa resep dokter merupakan obat antibiotik yang tidak termasuk dalam Daftar Obat Wajib Apotek (Non DOWA) yaitu sebanyak 93 obat atau 88,6 %. Faktor yang menyebabkan obat antibiotik yang paling banyak diperoleh responden adalah non DOWA dikarenakan dari 13 jenis obat-obat antibiotik yang diperoleh responden tanpa resep dokter, 10 diantaranya merupakan antibiotik yang termasuk non DOWA dan hanya 3 jenis obat antibiotik dalam penelitian ini yang merupakan antibiotik termasuk DOWA.

Data Obat Berdasarkan Pemberian Obat Antibiotik

Metode observasi juga dilakukkan pada penelitian ini terhadap pemberian obat antibiotik yang diserahkan oleh Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) kepada responden, dimana pada pemberian obat antibiotik ini dikaji berdasarkan apakah responden memperoleh obat antibiotik atas permintaan sendiri atau berdasarkan indikasi yang dialami oleh responden. Hasil penelitian menunjukkan responden paling banyak memperoleh obat antibiotik tanpa resep dokter yaitu atas permintaan sendiri dengan jumlah 78 obat atau 74,3 %. Faktor yang menyebabkan mayoritas responden memperoleh obat atas permintaan sendiri karena responden kebanyakan sudah mengenal dan pernah menggunakan obat antibiotik tersebut untuk mengobati penyakit yang dialaminya. Sehingga responden sudah tidak asing lagi dengan obat antibiotik yang diperolehnya. Selain itu, faktor lainnya yaitu responden sudah pernah memeriksakan penyakitnya kedokter dan mendapatkan resep antibiotik kemudian responden tersebut mengingat nama antibiotiknya yang selanjutnya apabila penyakitnya kembali, mereka akan menebus obat antibiotik itu tanpa memeriksakan lagi penyakitnya kedokter dan menebus obat antibiotiknya tanpa resep dokter.

Perbandingan Obat Antibiotik Tanpa Resep Dokter dengan Obat Antibotik Menggunakan Resep Dokter di Apotek

Penelitian ini membandingkan antara obat antibiotik yang diperoleh tanpa resep dokter dengan obat antibiotik yang diperoleh menggunakan resep dokter di apotek. Periode waktu resep yang terdapat antibiotik sama dengan periode waktu penelitian. Jumlah obat antibiotik yang diperoleh tanpa resep dokter dengan obat antibiotik yang diperoleh

menggunakan resep dokter dapat dilihat dari tabel di bawah ini.

Tabel 1

Perbandingan Obat Antibiotik Tanpa Resep Dokter Dengan Obat Antibotik Menggunakan Resep Dokter di

Apotek

No. Antibiotik Jumlah Persentase

(%)

1 Tanpa Resep

Dokter

105 42,2 %

2 Menggunakan

Resep Dokter

144 57,8 %

Jumlah Total 249 100 %

Faktor yang menyebabkan obat antibiotik yang diperoleh menggunakan resep dokter paling banyak yaitu selain memang seharusnya golongan obat keras diperoleh menggunakan resep dokter juga disebabkan karena pada apotek tersebut memiliki tempat praktek dokter sendiri, sehingga resep yang masuk keapotek kebanyakan dari praktek dokter di apotek tersebut. Namun dapat kita lihat juga jumlah dan persentase obat antibiotik yang diperoleh tanpa resep dokter cukup banyak, bahkan dalam 3 (tiga) bulan periode penelitian ini jumlah dan persentase obat antibiotik yang diperoleh menggunakan resep dokter dan tanpa resep dokter hampir berimbang.

Data Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) yang Memberikan Informasi Tentang Antibiotik

Hasil kuesioner dan observasi tersebut menunjukkan bahwa responden lebih banyak tidak diberikan informasi tentang antibiotik, dimana dari hasil kuesioner didapatkan sebanyak 79 responden atau 75,2 % tidak mendapatkan informasi tentang antibiotik, hal ini berbanding lurus dengan hasil observasi yang dapat kita lihat pada tabel V.3 dimana sebanyak 80 responden atau 76,2 % tidak mendapatkan informasi tentang antibiotik.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa petugas apotek lebih banyak tidak memberikan informasi tentang aturan pakai obat pada saat pemberian obat antibiotik kepada responden. dapat diketahui bahwa sebanyak 66 % pemberian obat antibiotik tidak disertai dengan informasi obat antibiotik tentang aturan pakai oleh petugas apotek.

(6)

Hasil kuesioner yang dilakukan diperoleh hasil bahwa responden paling banyak tidak diberikan informasi mengenai efek samping dari antibiotik, dimana sebanyak 95 responden atau 90,5 % tidak mendapatkan informasi tentang efek samping dari antibiotik. Hal ini berbanding lurus dengan hasil observasi yang dilakukan yaitu sebanyak 97 responden atau 92,4 % tidak mendapatkan informasi tentang efek samping dari antibiotik.

Hasil kuesioner dan observasi yang dilakukan menunjukkan bahwa hampir semua responden tidak mendapatkan informasi tentang resistensi antibiotik, dimana pada hasil kuesioner 100 responden atau 95,2 % tidak mendapatkan informasi tentang resisitensi antibiotik, bahkan pada hasil observasi seluruh responden yaitu sebanyak 105 responden atau 100 % tidak mendapatkan informasi tentang resisitensi antibiotik.

Hasil kuesioner dapat diketahui bahwa responden paling banyak tidak diberikan informasi mengenai cara penyimpanan antibiotik, dimana sebanyak 101 responden atau 96,2 % tidak mendapatkan informasi dari petugas apotek tentang cara penyimpanan antibiotik, hal ini berbanding lurus dengan hasil observasi dimana sebanyak 104 responden atau 99 % tidak mendapatkan informasi dari petugas apotek tentang cara penyimpanan antibiotik.

Regresi Linier Hubungan Antara Pengetahuan Responden Tentang Antibiotik Terhadap Perilaku Responden

Regresi linier ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara pengetahuan responden tentang antibiotik terhadap perilaku responden mengenai penggunaan antibiotik tersebut. Hasil analisis diketahui bahwa korelasi parsial antara pengetahuan dan perilaku responden product moment by pearson. Hasil korelasi parsial didapat nilai r hitung sebesar 0,720. Nilai korelasi ini tergolong kuat (>0,600) dan memiliki nilai positif sehingga dapat dikatakan pola hubungan antara pengetahuan dan perilaku responden adalah searah. Secara teoritis, ada hubungan antara pengetahuan responden dengan perilaku responden. Berdasarkan teori perilaku menunjukkan bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam mempengaruhi perilaku seseorang (Notoadmodjo, 2007). Artinya, semakin tinggi pengetahuan responden terhadap antibiotik maka perilaku responden pun akan semakin tinggi. Koefisien determinasinya (KD) menunjukkan nilai

sebesar 0,518 atau sebesar 51,80 %. Artinya variasi perubahan perilaku dipengaruhi oleh pengetahuan sebesar 51,80 % dan sisanya 48,20 % dipengaruhi oleh faktor lain selain pengetahuan terhadap antibiotik.

Kesimpulan Dan Saran Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut :

Responden laki-laki merupakan responden yang paling banyak dalam penelitian ini yaitu sebanyak 54,3 % dan kelompok usia dewasa merupakan responden terbanyak yang memperoleh antibiotik tanpa resep dengan jumlah 66,7 %. Kebanyakan responden menggunakan antibiotik untuk dirinya sendiri sebanyak 87,6 %.

Data obat menunjukkan gologan beta laktam khususnya penisilin merupakan golongan antibiotik yang paling banyak diperoleh responden tanpa resep dokter dengan jumlah 46,7 % dengan obat amoksisilin tablet merupakan obat yang paling banyak didapat responden tanpa resep dokter dengan jumlah 36,2 %. Kaplet 500 mg merupakan bentuk dan kekuatan obat antibiotik terbanyak dengan jumlah 44,8 %. Rute pemakaian antibiotik yang paling banyak adalah per oral sebanyak 88,6 % dan cara pemakaian yang terbanyak adalah ditelan dengan jumlah 77,1 %. Antibiotik yang masuk dalam golongan Non DOWA merupakan yang paling banyak diperoleh tanpa resep dengan jumlah 88,6 %. Penyaluran obat antibiotik tanpa resep paling banyak di apotek berdasarkan atas permintaan sendiri dari responden dengan jumlah 74,3 %. Penyerahan antibiotik menggunakan resep dokter sebanyak 57,8 %, lebih banyak dari pada penyerahan antibiotik tanpa resep dokter dengan jumlah 42,2 %.

(7)

dapat dikatakan pola hubungan antara pengetahuan dan perilaku responden adalah searah.

Saran

1.Apoteker perlu memberikan pengawasan lebih terhadap penyaluran antibiotik tanpa resep dokter untuk menjamin tecapainya efek terapi yang diinginkan kepada pasien.

2.Apoteker lebih bekerja keras dalam menunjukkan keberadaannya di apotek kepada masyarakat untuk menjalankan tanggung jawab apoteker yaitu memberikan informasi obat kepada pasien.

3.Masyarakat harus lebih aktif untuk meminta informasi obat kepada petugas apotek pada saat penyaluran antibiotik. 4.Masyarakat harus mematuhi penggunaan

antibiotik secara tepat sesuai dengan informasi yang diberi petugas apotek untuk menjamin tercapainya keberhasilan terapi, memaksimalkan efek terapi dan meminimalkan resiko efek samping.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.(1990).Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 347/ MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotik.

Anonim.(2009).Peraturan Pemerintah Republik Indonesia NOMOR 51 TAHUN 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian.

Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Departemen Kesehatan. 2006.

Pedoman Konseling Pelayanan

Kefarmasian di Sarana Kesehatan. Jakarta.

Ganiswara G. 2005. Farmakologi dan Terapi Edisi ke 4. Jakarta: Bagian Farmakologi Universitas Kedokteran Universitas Indonesia.

Harvey R.A., Champe P.C. 2009.

Pharmacology. 4nd ed. China: Lippincott William & Wilkins.p.249-60.

Jawetz, E. 1997. Principle of antimicrobial drug action. Basic and clinical pharmacology. Third edition. Appleton and Lange, Norwalk. Katzung, B.G., Masters, S.B., Trevor, A.J.

2007. Basic & Clinical Pharmacology, 11th Ed. New York:McGraw-Hill.

Keputusan Menteri Kesehatan tentang Persyaratan Apotek. 2002. No. 1332/Menkes/SK/X/2002.

Keputusan Pemerintah Republik Indonesia tentang Pekerjaan Kefarmasiaan. 2009. Nomor 51 Tahun 2009.

Kimin, A. 2009. Antibiotika Baru : Berpacu dengan Resistensi Kuman. Available from : www.apotekputer.com. Accesed February 15th 2009.

Lüllmann, H., H. Mohr, L. Hein and D. Bieger. 2000. Color Atlas of Pharmacology 2 rd ed, 266-280.

Notoadmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Prilaku. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta.

Setiabudy, R. 2008. Pengantar Antimikroba Farmakologi dan Terapi Edisi 5.

Jakarta : Balai Penerbit FKUI. World Health Organization. (2001).

Gambar

Tabel 1

Referensi

Dokumen terkait

Ketiga kesalahan tersebut sering ditemukan pada teks bacaan dan kalimat perintah (petunjuk) dalam mengerjakan soal, dan soal-soal pilihan ganda. Kesalahan bidang sintaksis yang jarang

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti merumuskan rumusan masalah yaitu “Apakah ada hubungan konsep diri dan pola asuh orang tua dengan perilaku asertif siswa SMA Negeri 1

ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI DARI DAUN KESTURI (Citrus microcarpa B.) DENGAN.. GC – MS DAN

Undang-Undang Nomor 12 Drt Tahun 1957 Tentang Peraturan Umum Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1957 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat 9 jenis sayuran yang menjadi komoditas unggulan di Kabupaten Batang yaitu kentang, kubis, sawi, wortel,

Untuk menunjang keberhasilan individu dalam hidup maka sejak kecil anak perlu menguasai berbagai kemampuan terutama kemampuan sosial emosional yang baik, karena menurut

undangan di bidang pertanahan, bank selaku kreditur dapat membeli agunannya melalui lelang, dengan ketentuan menyampaikan surat pernyataan dalam bentuk Akta

jenis inisering digunakan dalam usaha-usaha pemadatan material yang berbutir kasar.Untuk menambah bobot dari three wheel roller ini, maka roda silinder yangkosong