• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Kualitas Hidup Wanita Lansia Di Desa Ketapang Mameh Kecamatan IDI Rayeuk Kabupaten Aceh Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Gambaran Kualitas Hidup Wanita Lansia Di Desa Ketapang Mameh Kecamatan IDI Rayeuk Kabupaten Aceh Timur"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Gambaran Kualitas Hidup Wanita Lansia Di Desa

Ketapang Mameh Kecamatan IDI Rayeuk

Kabupaten Aceh Timur

Herlina A.N Nasution1

1Dosen Program Studi Keperawatan STIKes Bina Nusantara

ABSTRAK

Setiap individu memiliki kualitas hidup yang berbeda tergantung dari masing-masing individu dalam menyikapi permasalahan yang terjadi dalam dirinya. Jika menghadapi dengan positif maka akan baik pula kualitas hidupnya, tetapi lain halnya jika menghadapi dengan negatif maka akan buruk pula kualitas hidupnya.Penelitian bertujuan untuk mengetahuigambaran kualitas hidup wanita lansia Di Desa Kuala Peudawa Puntong Kecamatan Idi Rayeuk Kabupaten Aceh Timur Tahun 2014.

Desain Penelitian adalah deskriptif.Penelitian dilakukan pada tanggal 12-25 Agustus 2014, dengan jumlah responden 49 orang dan alat pengumpulan data berbentuk kuesioner. Hasil identifikasi kualitas hidup lansia secara umum di desa Kuala peudawa Puntong Kecamatan Idi Rayeuk Kabupaten Aceh Timur, dapat disimpulkan bahwa dari 49 responden, 30 (61,2%) responden memiliki kualitas hidup baik, dan 19 (38,8) responden memiliki kualitas hidup yang kurang. Menurut pengakuan dari responden, keadaan hidup yang dialami oleh para lansia sudah secara umum diterima secara ikhlas.

Keadaan keluarga dan lingkungan yang mendukung serta memberikan dorongan untuk terus menjaga kesehatan berimbas pada kuliatas hidup lansia

Kata Kunci :Kualitas Hidup, Wanita, Lansia

A. PENDAHULUAN

Selain ditinjau dari perbedaan jumlah dan angka harapan hidupnya, lansia pria dan wanita juga memiliki perbedaan pada tingkat kualitas hidupnya. Usia harapan hidup serta jumlah wanita lansia yang lebih tinggi dari pria Lansia. Namun, Dragomirecka & Selepova (2002) dalam studinya mengungkapkan bahwa kualitas hidup pria lansia lebih tinggi dari pada wanita lansia. Pada pria lansia dilaporkan secara signifikan bahwa pria lansia

(2)

lebih tinggi serta jumlah wanita lansia yang lebih banyak. Meningkatnya jumlah lansia tentu tidak lepas dari proses penuaan beserta masalahnya.

Pertambahan jumlah lanjut usia (lansia) di Indonesia dalam kurun waktu 1990 sampai 2025 diperkirakan sebagai pertumbuhan lansia yang tercepat di dunia. Jumlah lansia di Indonesia mencapai 16 juta jiwa pada tahun 2002. Data sensus badan pusat statistik pada tahun 2000 menunjukkan bahwa jumlah penduduk lansia sebanyak 15.054.877 jiwa dengan jumlah lansia wanita 52,42% dan pria 47,58%. Tahun 2007 menunjukkan bahwa jumlah lansia di Indonesia mencapai 18,96 juta jiwa (Statistik Indonesia, 2010).

Menurut Darmojo dan Martono (2006) pertambahan lansia di Indonesia dipengaruhi oleh perbaikan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan sosio-ekonomi, yang pada akhirnya akan meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat dan

memperpanjang usia harapan hidup. Hasil survei united nation development program (UNDP) dalam rentang tahun 1980 sampai 2008 menunjukkan peningkatan angka harapan hidup masyarakat Indonesia dari 54,4 tahun sampai 70,4 tahun. Pada tahun 1995 sampai tahun 2000, usia harapan hidup pria meningkat menjadi 63,33 tahun dan wanita 69 tahun (Hardywinoto & Setiabudhi, 2005). Menurut Bappenas (2009) proyeksi angka harapan hidup pada tahun 2025 diperkirakan mencapai 73,7 tahun. Proses penuaan merupakan proses fisiologis yang pasti dialami individu dan proses ini akan diikuti oleh penurunan fungsi fisik, psikososial dan spiritual. Perubahan dari segi biologis

pada wanita lansia identik dengan gejala menopause, antara lain ketidaknyamanan seperti rasa kaku dan linu yang dapat terjadi secara tiba-tiba di sekujur tubuh, misalnya pada kepala, leher dan dada bagian atas. Kadang-kadang rasa kaku ini dapat diikuti dengan rasa panas atau dingin, pening, kelelahan dan berdebar-debar (Hurlock, 1992).

Selain itu terdapat perubahan yang umum dialami lansia. Misalnya perubahan sistem imun yang cenderung menurun, perubahan sistem integumen yang menyebabkan kulit mudah rusak, perubahan elastisitas arteri pada sistem kardiovaskular yang dapat memperberat kerja jantung, penurunan kemampuan metabolisme oleh hati dan ginjal serta penurunan kemampuan penglihatan dan pendengaran (Watson, 2003). Penurunan fungsi fisik tersebut ditandai dengan ketidakmampuan lansia untuk beraktivitas atau melakukan kegiatan yang tergolong berat. Perubahan fisik yang cenderung mengalami penurunan tersebut akan menyebabkan berbagai gangguan secara fisik sehingga mempengaruhi kesehatan, serta akan berdampak pada kualitas hidup lansia. Beberapa gejala psikologis yang menonjol pada wanita lansia adalah mudah tersinggung, sukar tidur, tertekan, gugup, kesepian, tidak sabar, tegang (tension), cemas dan depresi. Ada juga lansia yang kehilangan harga diri karena menurunnya daya tarik fisik dan seksual, mereka merasa tidak dibutuhkan oleh suami dan anak-anak mereka, serta merasa kehilangan femininitas karena fungsi reproduksi yang hilang (Kuntjoro, 2002).

(3)

dengan perubahan fisik, lingkungan tempat tinggal dan hubungan sosial dengan masyarakat (Miller, 2002 dalam Stanley & Beare, 2007). Sebagian besar lansia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan. Teori disengagement menyatakan bahwa lansia berangsur-angsur menarik diri dalam berinteraksi dengan orang lain dan kehidupan sosialnya (Darmojo & Martono, 2006). Stressor psikososial yang berat, misalnya kematian pasangan hidup, kematian keluarga dekat, dapat menyebabkan perubahan psikologis yang mendadak, misalnya bingung, panik, depresif, apatis.

Perubahan spiritual pada lansia ditandai dengan semakin matangnya lansia dalam kehidupan keagamaan. Agama dan kepercayaan terintegrasi dalam kehidupan dan terlihat dalam pola berfikir dan bertindak sehari-hari (Nugroho, 2000). Perkembangan spiritual yang matang akan membantu lansia untuk menghadapi kenyataan, berperan aktif dalam kehidupan, maupun merumuskan arti dan tujuan keberadaannya dalam kehidupan. Perubahan spiritual merupakan salah satu parameter yang mempengaruhi kualitas hidup lansia (WHO, 1996). Pengaruh yang muncul akibat berbagai perubahan pada lansia tersebut jika tidak teratasi dengan baik cenderung

akan mempengaruhi kesehatan lansia secara menyeluruh. Perlu adanya suatu pelayanan untuk mengatasi masalah kesehatan pada lansia dan meningkatkan kualitas hidup lansia.

Salah satu solusi yang dilakukan perawat untuk meningkatkan kualitas hidup lansia dengan cara melakukan

promosi kesehatan untuk

mengorganisasi dan memberikan asuhan keperawatan bagi lansia (Stanley & Beare, 2007). Stanley & Beare (2007) menyatakan bahwa lansia lebih banyak memraktikkan prilaku promosi kesehatan dari pada kelompok usia lainnya. Menurut hasil penelitian Indarwati (2006) peran perawat pada pelayanan komunitas posyandu lansia meliputi mediator pemberi informasi, mediator pemeriksaan fisik, mediator bagi lansia utuk mempertahankan status kesehatan melalui kegiatan senam, mediator tenaga medis yang memberikan pengobatan pada lansia.

(4)

biologis, psikologis, sosial, dan lingkungan. Dampak yang menyeluruh tersebut akan memengaruhi kualitas hidup lansia. Kualitas hidup merupakan persepsi individu terhadap posisinya di dalam kehidupan dalam konteks budaya sebuah sistem nilai dimana mereka tinggal dan dalam hubungannya dengan tujuan mereka, harapan, standar dan kepedulian (WHO, 1996). Jenis kelamin juga cenderung memberikan pengaruh terhadap kualitas hidup. Penelitian yang dilakukan oleh Chandra (2006) menunjukkan adanya perbedaan tingkat kecemasan antara lansia pria dan wanita terhadap aspek kehidupannya. Lansia wanita memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi terhadap seluruh aspek kehidupannya daripada lansia pria. Kualitas hidup

digunakan untuk mengukur

kesejahteraan lansia secara menyeluruh. Kualitas hidup yang baik diperlukan lansia untuk melewati sisa hidupnya dengan sejahtera, sehat dan bermartabat.

Menurut WHO (1994) dalam (Bangun 2008), kualitas hidup didefenisikan sebagai persepsi individu sebagai laki-laki atau wanita dalam hidup, ditinjau dari konteks budaya dan system nilai dimana mereka tinggal, dan berhubungan dengan standar hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian mereka.Hal ini merupakan konsep tingkatan, terangkum secara kompleks mencakup kesehatan fisik, status psikologis, tingkat kebebasan, hubungan social dan hubungan kepada karakteristik lingkungan mereka.

Di dalam bidang kesehatan dan aktivitas pencegahan penyakit, kualitas hidup dijadikan sebagai aspek untuk menggambarkan kondisi kesehatan

(Wilson dkk dalam (Larasati, 2012). Adapun menurut Cohen & Lazarus dalam (Larasati, 2012) kualitas hidup adalah tingkatan yang menggambarkan keunggulan seorang individu yang dapat dinilai dari kehidupan mereka. Kualitas hidup individu tersebut biasanya dapat dinilai dari kondisi fisiknya, psikologis, hubungan sosial dan lingkungannya WHOQOL Group (1998) dalam (Larasati, 2012).

Kualitas hidup ditetapkan secara berbeda dalam penelitian lain. Namun dalam penelitian ini kualitas hidup adalah tingkatan yang menggambarkan keunggulan kualitas hidup seorang individu yang dapat dinilai berdasarkan konsep WHOQOL Group (1998) dari kesehatan fisik, psikologis, hubungan sosial dan lingkungan.

2. Dimensi–Dimensi Kualitas Hidup

Menurut WHOQOL group

Lopez dan Sayder (2004) (dalam Sekarwiri 2008), kualitas hidup terdiri dari enam dimensi yaitu kesehatan fisik, kesejahteraan psikologis, tingkat kemandirian, hubungan sosial, hubungan dengan lingkungan dan keadaan spiritual. Kemudian WHOQOL dibuat lagi menjadi instrument WHOQOL – BREF dimana

dimensi tersebut diubah menjadi empat dimensi yaitu kesehatan fisik, kesejahteraan psikologis, hubungan sosial dan hubungan dengan lingkungan.

Dalam hal ini dimensi fisik yaitu aktivitas sehari-hari, ketergantungan obat-obatan dan bantuan medis, energi dan kelelahan, mobilitas, sakit dan ketidaknyamanan, tidur dan istirahat, serta kapasitas kerja. Menurut Tarwoto dan Martonah (2010) aktivitas sehari –

(5)

untuk bergerak dalam memenuhi kebutuhan hidup dimana aktivitas dipengaruhi oleh adekuatnya system persarafan, otot dan tulang atau sendi.

Ketergantungan obat-obatan dan bantuan medis yaitu seberapa besar kecenderungan individu menggunakan obat-obatan atau bantuan medis lainnya dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Energi dan kelelahan merupakan tingkat kemampuan yang dimiliki oleh individu dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Sedangkan mobilitas merupakan tingkat perpindahan yang mampu dilakukan oleh individu dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari. Kemudian sakit dan ketidaknyamanan menggambarkan sejauh mana perasaan keresahan yang dirasakan individu terhadap hal-hal yang menyebabkan individu merasa sakit (Sekarwiri, 2008). Menurut Tarwoto dan Martonah (2010) istirahat merupakan suatu keadaan dimana kegiatan jasmaniah menurun yang berakibat badan menjadi lebih segar. Sedangkan tidur adalah suatu keadaan relative tanpa sadar yang penuh ketenangan tanpa kegiatan yang merupakan urutan siklus yang berulang-ulang dan masing-masing menyatakan fase kegiatan otak dan badaniah yang

berbeda. Kapasitas kerja

menggambarkan kemampuan yang dimiliki individu untuk menyelesaikan tugas-tugasnya.

Bodily dan appearance menggambarkan bagaimana individu memandang keadaan tubuh serta penampilannya. Perasaan negative menggambarkan adanya perasaan yang tidak menyenangkan yang dimiliki oleh individu. Perasaan positif merupakan

gambaran perasaan yang

menyenangkan yang dimiliki oleh

individu. Self – esteem melihat

bagaimana individu menilai atau menggambarkan dirinya sendiri. Berfikir, belajar, memori, dan konsentrasi dimana keadaan kognitif individu yang memungkinkan untuk berkonsentrasi, belajar dan menjelaskan fungsi kognitif lainnya (Sekarwiri, 2008).

Partisipasi dan kesempatan untuk melakukan rekreasi atau kegiatan yang menyenangkan merupakan sejauhmana individu memiliki kesempatan dan dapat bergabung untuk berkreasi dan menikmati waktu luang. Sedangkan lingkungan fisik menggambarkan keadaan lingkungan tempat tinggal individu (keadaan air, saluran udara, iklim, polusi, dll). Transportasi yaitu sarana kendaraan yang dapat dijangkau oleh individu (Sekarwiri, 2008).

3. Pengukuran Kualitas Hidup

Skevington, Lotfy dan O’

Connell (2004) dalam Sekarwiri (2008) pengukuran kualitas hidup dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengukuran kualitas hidup secara menyeluruh (kualitas hidup dipandang sebagai evaluasi individu terhadap dirinya secara menyeluruh atau hanya mengukur domain tertentu saja (kualitas hidup diukur hanya melalui bagian tertentu saja dari diri seseorang. Pengukuran kualitas hidup oleh para ahli belum mencapai suatu pemahaman pada suatu standar atau metoda yang terbaik.

Pengukuran kualitas hidup alat

WHOQOL – BREF merupakan

(6)

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup

Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh WHOQOL (dalam Power, 2003), persepsi individu mengenai kualitas hidupnya dipengaruhi oleh konteks budaya dan sistem nilai dimana individu tinggal. Hal ini juga sesuai degnan apa yang dikatakan Fadda dan Jiron (1999) bahwa kualitas hidup bervariasi antara individu yang tinggal di kota/ wilayahsatu dengan yang lain bergantung pada konteks budaya, sistem, dan berbagai kondisi yang berlaku pada wilayah tersebut. Berbagai penelitian mengenai kualitas hidup menemukan beberapa faktor-faktor lain yang mempengaruhi kualitas hidup. Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas hidup yaitu : a. Gender atau Jenis Kelamin

Moons, dkk (2004) dalam (Noftri, 2009)mengatakan bahwa gender adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Bain, dkk (2003) dalam (Nofitri, 2009) menemukan adanya perbedaan antara kualitas hidup antara laki-laki dan perempuan, dimana kualitas hidup laki-laki cenderung lebih baik daripada kualitas hidup perempuan. Bertentangan dengan penemuan Bain, dkk (2004) dalam (Nofitri, 2009) menemukan bahwa kualitas hidup perempuan cenderung lebih tinggi daripada laki-laki. Ryff dan Singer (1998) dalam (Nofitri, 2009) mengatakan bahwa secara umum, kesejahteraan laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda, namun perempuan lebih banyak terkait dengan aspek hubungan yang bersifat positif sedangkan

kesejahteraan tinggi pada pria lebih terkait dengan aspek pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik.

b. Usia

Moons, dkk (2004) dan Dalkey (2002) dalam (Nofitri, 2009) mengatakan bahwa usia adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Penelitian yang dilakukan oleh Wagner, Abbot, & Lett (2004) dalam (Nofitri, 2009) menemukan adanya perbedaan yang terkait dengan usia dalam aspek-aspek kehidupan yang penting bagi individu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ryff dan Singer (1998) dalam (Nofitri, 2009), individu dewasa mengekspresikan kesejahteraan yang lebih tinggi pada usia dewasa madya. Penelitian yang dilakukan oleh Rugerri, dkk (2001) dalam (Nofitri, 2009) menemukan adanya kontribusi dari faktor usia tua terhadap kualitas hidup subjektif. c. Pendidikan

(7)

Moons, dkk (2004) dalam (Nofitri, 2009) mengatakan bahwa terdapat perbedaan kualitas hidup antara penduduk yang berstatus sebagai pelajar, penduduk yang bekerja, penduduk yang tidak bekerja (atau sedang mencari pekerjaan), dan penduduk yang tidak mampu bekerja (atau memiliki disablity tertentu). Wahl, dkk (2004) dalam (Nofitri, 2009) menemukan bahwa status pekerjaan berhubungan dengan kualitas hidup baik pada pria maupun wanita.

e. Status pernikahan

Moons, dkk (2004) dalam (Nofitri, 2009) mengatakan bahwa terdapat perbedaan kualitas hidup antara individu yang tidak menikah, individu bercerai ataupun janda, dan individu yang menikah atau kohabitasi. Penelitian empiris di Amerika secara umum menunjukkan bahwa individu yang menikah memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi daripada individu yang tidak menikah, bercerai, ataupun janda/duda akibat pasangan meninggal Glenn dan Weaver (1981) dalam (Nofitri, 2009) .Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahl, dkk (2004) dalam (Nofitri, 2009) menemukan bahwa baik pada pria maupun wanita, individu dengan status menikah atau kohabitasi memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi. f. Penghasilan

Baxter, dkk (1998) dan Dalkey (2002) dalam (Nofitri, 2009) menemukan adanya pengaruh dari faktor demografi berupa penghasilan dengan kualitas hidup yang dihayati secara subjektif. Penelitian yang

dilakukan oleh Noghani,

Asgharpour, Safa, dan Kermani (2007) dalam (Nofitri, 2009) juga menemukan adanya kontribusi yang lumayan dari faktor penghasilan terhadap kualitas hidup subjektif namun tidak banyak.

g. Hubungan dengan orang lain

Baxter, dkk (1998) dalam (Nofitri, 2009) menemukan adanya pengaruh dari faktor demografi berupa faktor jaringan sosial dengan kualitas hidup yang dihayati secara subjektif. Kahneman, Diener, & Schwarz (1999) dalam (Nofitri, 2009) mengatakan bahwa pada saat kebutuhan akan hubungan dekat dengan orang lain terpenuhi, baik melalui hubungan pertemanan yang saling mendukung maupun melalui pernikahan, manusia akan memiliki kualitas hidup yang lebih baik baik secara fisik maupun emosional. Penelitian yang dilakukan oleh Noghani, Asgharpour, Safa, dan Kermani (2007) dalam (Nofitri, 2009) juga menemukan bahwa faktor hubungan dengan orang lain memiliki kontribusi yang cukup besar dalam menjelaskan kualitas hidup subjektif.

h. Standard referensi

O’Connor (1993) dalam

(8)

hidup akan dipengaruhi oleh harapan, tujuan, dan standard dari masing-masing individu. Glatzer dan Mohr (1987) dalam (Nofitri, 2009) menemukan bahwa di antara berbagai standard referensi yang digunakan oleh individu, komparasi sosial memiliki pengaruh yang kuat terhadap kualitas hidup yang dihayati secara subjektif. Jadi,

individu membandingkan

kondisinya dengan kondisi orang lain dalam menghayati kualitas hidupnya.

B. Wanita Lansia

1. Defenisi wanita lansia

Menurut Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 yang dimaksud dengan lanjut usia adalah penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Zulsita, 2011). 2. Perubahan –Perubahan Pada Wanita

Lansia

Perubahan – perubahan yang terjadi

pada wanita lansia: a. Perubahan fisik

Beberapa perubahan fisik yang terjadi pada wanita lansia:

1) Sel

Jumlah sel berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh menurun, dan cairan intraseluler menurun.

2) Kardiovaskular

Katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah

menurun (menurunnya kontraksi dan volume), elastisitas pembuluh darah menurun, serta meningkatnya retensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah meningkat.

3) Respirasi

Otot-otot pernafasan

kekuatannya menurun dan kaku, elastisitas paru menurun, kapasitas residu meningkat sehingga menarik nafas lebih berat, alveoli melebar dan

jumlahnya menurun,

kemampuan batuk menurun, serta terjadi penyempitan pada bronkus.

4) Persarafan

Saraf pancaindra mengecil sehingga fungsinya menurun serta lambat dalam merespons dan waktu bereaksi khususnya yang berhubungan dengan stres. Berkurang atau hilangnya lapisan myelin akson, sehingga menyebabkan berkurangnya respons motorik dan refleks. 5) Muskuloskletal

Cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh (osteoporosis), bungkuk (kifosis), persendian membesar dan menjadi kaku (atrofi otot), kram, tremor,

tendon mengerut, dan

mengalami sklerosis. 6) Gastrointestinal

Esofagus melebar, asam lambung menurun, lapar menurun, dan peristaltik menurun sehingga daya absorpsi juga ikut menurun. Ukuran lambung mengecil serta fungsi organ aksesori menyebabkan berkurangnya produksi hormone dan enzim pencernaan.

7) Genitourinaria

(9)

kemampuan mengonsentrasi urine ikut menurun.

8) Vesika urinaria

Otot – otot melemah,

kapasitasnya menurun, dan retensi urine.

9) Vagina

Selaput lendir mengering dan sekresi menurun. Penyebabnya adalah kekurangan estrogen yang menyebabkan liang vagina menjadi lebih tipis, lebih kering dan kurang elastis. Alat kelamin mulai mengerut, Liang senggama kering sehingga menimbulkan nyeri pada saat senggama, keputihan, rasa sakit pada saat kencing.

10) Pendengaran

Membran timpani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran. Tulang – tulang

pendengaran mengalami

kekakuan. 11) Penglihatan

Respons terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun, akomodasi menurun, lapang pandang menurun, dan katarak.

12) Endokrin

Produksi hormone menurun. 13) Kulit

Keriput serta kulit kepala dan rambut menipis. Rambut dalam hidung dantelinga menebal. Elastisitas menuru, rambut memutih, kelenjar keringat menurun, kuku keras dan rapuh, serta kuku kaki tumbuh berlebihan seperti tanduk.

14. Belajar dan Memori

Kemampuan belajar masih ada tetapi relative menurun. Memori

(daya ingat) menurun karena proses encoding menurun.( Maryam, 2008)

b. Perubahan Psikososial

Nilai seseorang sering diukur melalui produktivitasnya dan identitasnya dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila mengalami pensiun, seseorang akan mengalami kehilangan, antara lain :

1) Kehilangan financial

(pendapatan berkurang)

2) Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan/posisi yang cukup tinggi, lengkap dengan semua fasilitas).

3) Kehilangan teman/kenalan atau relasi

4) Kehilangan pekerjaan/kegiatan 5) Merasakan atau sadar terhadap

kematian, perubahan cara hidup (memasuki rumah perawatan, bergerak lebih sempit).

6) Kemampuan ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan. Biaya hidup meningkat pada penghasilan yang sulit, biaya pengobatan bertambah.

7) Adanya penyakit kronis dan ketidakmampuan.

8) Timbul kesepian akibat pengasingan dari lingkungan social.

9) Adanya gangguan saraf panca-indra, timbul kebutaan dan ketulian.

10) Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.

11) Rangakaian kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan keluarga.

(10)

terhadap gambaran diri, perubahan konsep diri). (Nugroho, 2008)

B. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah bersifat deskriptif, pada penelitian ingin melihat gambaran kualitas hidup wanita lansiaDi Desa Ketapang Mameh Kecamatan IDI Rayeuk Kabupaten Aceh Timur.

1.Populasi dan Sampel a. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang akan diteliti (Notoatmojo, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah wanitalansia yang berada di Desa Ketapang Mameh Kecamatan IDI Rayeuk Kuala Kabupaten Aceh Timur sebanyak yaitu 49 orang.

b. Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karateristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Maka penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakantotal sampling (dalam Umar, 2004 ). Maka diperoleh jumlah sampel secara keseluruhan sebanyak 49wanita lansia.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Hasil Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan mulai tanggal 14-25 Agustus 2014 di Desa Ketapang Mameh Kecamatan IDI Rayeuk Kuala Kabupaten Aceh Timur Tahun 2014, dengan jumlah responden yang berpartisipasi dalam penelitian sebanyak 49 orang, dimana hasilnya dapat dilihat pada tabel dibawa ini :

Tabel 5.1

Distribusi Frekwensi tentangGambaran Kualitas Hidup Wanita Lansia Di Desa

Ketapang Mameh Kec.IDI Rayeuk Kuala Kabupaten

Aceh Timur Tahun 2015

No

Kualitas

hidup

F %

1. Baik 30 61,2

2. Kurang 19 38,8

Jumlah 49 100

Sumber : Data Primer (Tahun 2015)

Berdasarkan tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa dari 49 responden, 30 (61,2%) responden memiliki kualitas hidup baik, dan 19 (38,8) responden memiliki kualitas hidup yang kurang.

b. Pembahasan

Berdasarkan hasil analisa data dari jawaban responden penelitian, hasil identifikasi kualitas hidup lansia secara umum di desa Kuala peudawa Puntong Kecamatan Idi Rayeuk Kabupaten Aceh Timur, dapat disimpulkan bahwa dari 49 responden, 30 (61,2%) responden memiliki kualitas hidup baik, dan 19 (38,8) responden memiliki kualitas hidup yang kurang

Peneliti melakukan wawancara terpimpin denngan responden saat pengisian kuisioner. Menurut pengakuan dari responden, keadaan hidup yang dialami oleh para lansia sudah secara umum diterima secara ikhlas. Keadaan keluarga dan lingkungan yang mendukung serta memberikan dorongan untuk terus menjaga kesehatan berimbas pada kuliatas hidup lansia.

(11)

sungguh-sungguh karena perawatan lansia diharapkan tidak hanya menghilangkan gejala perubahan fisik dan psikologis tapi juga dapat meningkatkan kualitas hidup, oleh sebab itu dalam melakukan pengawasan/perawatan terhadap lansia, keluarga diharapkan tidak hanya fokus pada kehidupan dan kesehatan lansia saja, tetapi juga harus melakukan pengawasan terhadap faktor sosial yangdapat mempengaruhi kualitas hidup mereka (DepKes, 2008).

Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Falce dan Perry (1995), mengatakan kondisi kehidupan tertentu tidak menghasilkan reaksi yang sama pada setiap individu, karena tiap-tiap individu memiliki definisi masing-masing mengenai hal-hal yang mengindentifikasi kualitas hidup yang baik dan buruk. Secara logis dpat diasumsikan bahwa beberapa aspek kehidupan adalah relevan bagi semua orang (universal), namun seberapa penting aspek-aspek tersebut bagi tiap-tiap individu akan bervariasi dalam budaya yang berbeda-beda, sedangkan aspek-aspek lainya mungkin hanya dianggap penting oleh individu tertentu saja (Carr&Higginson, 2001). Dengan kata lain, suatu area kehidupan yang tidak berjalan dengan baik bagi individu tertentu namun tidak memiliki nilai kepentingan tertentu akan memberikan pengaruh yang lebih rendah terhadap kualitas hidup individu tersebut jika dibandingkan dengan area kehidupan lain yang tidak berjalan baik namun dianggap sangat penting oleh individu tersebut.

Penelitian Noerhamdani (2012), dengan judul Perbedaan tingkat kualitas hidup pada wanita lansia di komunitas dan panti. Desain penelitian deskriptif analitik komparatif dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian 44 responden

untuk komunitas dan 36 responden untuk kelompok panti yang diambil dengan cara purposive sampling. Hasil uji mann whitney, dengan α = 0,05 disimpulkan

tidak ada perbedaan tingkat kualitas hidup pada wanita lansia di komunitas dan panti (p = 0,477). Berdasarkan hasil penelitian dapat disarankan untuk terus meningkatkan aspek lingkungan yang berupa peningkatan produktivitas wanita, akses terhadap pelayanan kesehatan dan informasi pada wanita lansia, terutama pada wanita lansia di panti

Penelitian Tambariki (2012), Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hubungan antara latihan fisik dan kualitas hidup pada lansia serta perbedaan signifikan pada kualitas hidup lansia Responden dalam penelitian ini adalah lansia usia 60 tahun ke atas, pria dan wanita, dan lansia potensial (mandiri) yang berdomisili di desa Laikit, Dimembe, Warukapas, Tetey, dan Lumpias. Jumlah respondent adalah 157. Hasil aspek kualitas hidup menggunakan Chi-square Contingency yaitu 0.001. Pada penggunaan Wilcoxon Sign Test, didapati bahwa aspek fisik (0.046), mental (1.000), sosial (0.000), dan

spiritual (1.000) mengacu pada nilai (α =

0.05). Hasil penelitian ini menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara latihan fisik dan kualitas hidup pada lansia.

(12)

antara lansia yang aktif dengan lansia yang tidak aktif ke Posyandu Lansia.

Handayani (2009), Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kualitas hidup keluarga dan penderita pasca serangan stroke (dengan gejala sisa) Desain penelitian ini adalah Penelitian Eksploratif,. Subyek adalah 5 (lima) keluarga yang terlibat perawatan penderita pasca stroke di Desa Tumiyang Kecamatan Pekuncen, Kab. Banyumas. Hasil penelitian ini menunjukan adanya perubahan aktivitas sehari-hari, pola komunikasi, aktivitas kerja, hubungan sosial, istirahat dan rekreasi serta kondisi psikologis pada penderita dan keluarga pasca stroke. Aspek-aspek tersebut merupakan indikator atau ukuran yang menunjukkan adanya penurunan kualitashidup pada penderita dan keluarga pasca stroke.

D. PENUTUP a. Kesimpulan

Hasil identifikasi kualitas hidup lansia secara umum di Desa Ketapang Mameh Kecamatan IDI Rayeuk Kuala Kabupaten Aceh Timur, dapat disimpulkan bahwa dari 49 responden, 30 (61,2%) responden memiliki kualitas hidup baik, dan 19 (38,8) responden memiliki kualitas hidup yang kurang. Menurut pengakuan dari responden, keadaan hidup yang dialami oleh para lansia sudah secara umum diterima secara ikhlas. Keadaan keluarga dan lingkungan yang mendukung serta memberikan dorongan untuk terus menjaga kesehatan berimbas pada kuliatas hidup lansia.

b. Saran

1. Bagi Peneliti Agar dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat selama kuliah, menambah wawasan

dan pengalaman dalam

meningkatkan kualitas hidup lansia 2. Institusi Kesehatan agarSebagai

bahan masukan dalam memberikan

asuhan keperawatankepada

Keluargadan masyarakat

pengalaman dalam meningkatkan kualitas hidup lansia

3. Bagi Masyarakat agar dapat memberimotivasi dan informasi dalam memberi dukungan kepada lansia, dalam meningkatkan kualitas lansia

4. Bagi responden agar dapat menambah informasi agar lansia dapat mengetahui tentang pentingnya menyadari konsep diri dalam meningkatkan kualitas hidup lansia

5. Institusi pendidikan, dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai bahan masukan dalam

pengembangan keperawatan

gerontik, serta dapat menambah referensi kepustakaan yang telah ada.

DAFTAR PUSTAKA

Darmojo dan Martono(2006) Fisioterapi pada Lansia.Jakarta : EGC

Departemen Kesehatan. (2008). Jumlah Penduduk Lanjut Usia Meningkat. Diakses pada tanggal 17 Juni 2013 . (2010). Pedoman Puskesmas Santun

Lanjut Usia bagi Petugas Kesehatan. Diakses pada Tanggal

1 Oktober 2013 dari

http://www.perpustakaan.depkes.g

o.id/cgi-bin/koha/opac-ISBDdetail.pl?biblionumber=3490 Donald, A. (2009). What is Quality of

(13)

2013dari

http://www.medicine.ox.ac.uk/ban dolier/painres/download/whatis/W hatisQOL.pdf

Effendi, F., Makhfudli. (2009).

Keperawatan Kesehatan

Komunitas: Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Diakses pada tanggal 16 Juli 2012 dari http://books.google.co.id/books?id =LKpz4vwQyT8C&pg=PT233&d q=tugas+kesehatan+keluarga+men urut+bailon+dan+maglaya&hl=id &sa=X&ei=dWUDUIvQGcLmrAe 30dCTBg&ved=0CDcQ6AEwAA

Hardywinoto & Setiabudhi. (2006). Quality Of Life Pada Lanjut Usia Studi Perbandingan pada Janda atau Duda Lansia antara yang Tinggal di Rumah Bersama Keluarga dengan yang Tinggal di Panti Werdha. Tesis Universitas Atma Jaya. Diakses pada Tanggal

3 Oktober 2013 dari

http://adl.aptik.or.id/default.aspx?t abID=61&src=k&id=124555

Friedman, M. (1998). Keperawatan Keluarga.Jakarta : EGC

Friedman, M.M., Bowden, V.R., & Jones, E.G. (2003). Family Nursing, Research, Theory and Practice. New Jersey: Prentice Hall

Hurlock, E. (2009). Development psychology (Edisi Kelima). Jakarta: Erlangga.

Kuntjoro, Z.S. (2002). Masalah kesehatan jiwa lansia. Diakses pada tanggal 17 Juni 2013 dari http://www.e-psikologi.com/epsi/lanjutuisa_detai

l.asp?id=182-17k-Mansjoer, A. (2000). Kapita Selekta Jilid 1.Jakarta : Media Aesculapius Martono, H. (2011). Lanjut Usia dan

Dampak Sistemik Dalam Siklus Kehidupan. Diakses pada tanggal 2

Oktober 2013 dari

http://www.komnaslansia.or.id/mo dules.php?name=News&file=print &sid=63

Tarwoto dan Martonah (2010). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Komunitas 2. Jakarta : CV. Sagung Seto

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Nugroho, W. (2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta : EGC.

Nursalam. (2011). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Edisi 3. Jakarta : Salemba Medika

Maryam, (2008).Fisioterapi pada Lansia. Jakarta : EGC

Putri, W.A.R. & Iman, P. (2012). Hubungan Fungsi Keluarga dengan Kualitas Hidup Lansia di

Kelurahan Wirobrajan

Yogyakarta. Diakses pada Tanggal 28 September 2012 dari W Amilia Rosmita Putri - FKIK (Pendidikan

Dokter), 2012

-publikasi.umy.ac.id

Moons, dkk (2004) dalam (Nofitri, 2009). Gambaran Kualitas Hidup Dewasa Muda Berstatus Lajang melalui Adaptasi Instrumen WHOQOL-BREF dan SRPB. Depok: Pascasarjana Fakultas Psikologi UI.

(14)

pada Tanggal 28 September 2012 dari http://pasca.uns.ac.id/?p=1627 WHO. (1994). Department of Psychiatry

Centre for Participant Report Outcomes.Diakses pada tanggal 17

Juni 2013 dari

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan dari hasil studi pendahuluan di Dusun Kaliabu Gamping Sleman Yogyakarta dari 10 Kepala keluarga yang mempunyai anak pra pubertas meliputi ayah dan

Boiler adalah suatu kombinasi antara sistem- sistem dan peralatan yang dipakai untuk perubahan energi kimia dari bahan bakar fossil menjadi energi termal dan pemindahan

Host atau perangkat yang terletak pada subnet yang sama dapat berkomunikasi antara satu sama lain secara langsung (tanpa melibatkan router atau routing ). Berikut ini

Dari penelitian yang telah dilakukan, Haar memiliki keunggulan pada hit rate atau dapat mendeteksi wajah lebih banyak, sedangkan LBP memilik i keunggulan dalam

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Peran Humas PT PLN (Persero) APJ Surakarta dalam Menjalin Hubungan Baik dengan Pelanggan melalui Media Radio. Metode penelitian

Oleh sebab jumlah tabungan rumah tangga pada waktu perekonomian mencapai penggunaan tenaga kerja penuh akan selalu sama dengan jumlah seluruh investasi

Dari beberapa media cetak yang ada di Kota Palopo penulis memilih instansi media cetak Seru!Ya untuk dijadikan tempat penelitian karena instansi ini salah satu instansi media cetak

Oleh sebab pembesaran kenduran berkadar terus dengan puncaganda dua panjang Oleh sebab pembesaran kenduran berkadar terus dengan puncaganda dua panjang span, pemilihan span