• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN USAHA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN INDRAGIRI HILIR, PROVINSI RIAU Moris Adidi Yogia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN USAHA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN INDRAGIRI HILIR, PROVINSI RIAU Moris Adidi Yogia"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN USAHA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN INDRAGIRI

HILIR, PROVINSI RIAU

Moris Adidi Yogia

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Riau,

Jl. Kaharuddin Nasution KM 11, No, 113 Marpoyan Simpang Tiga Pekanbaru

Abstract

Implementation of development policies and the development of oil palm plantations in Indragiri Hilir regency, Riau province have not been able to leverage in achieving policy objectives in reducing poverty, it is seen from the informant to the implementation of the policy responses undertaken. This dissertation aims to develop a new concept of policy implementation. The method used is descriptive qualitative analysis method. With the source of data sources consist of primary data and secondary data relating to the circumstances of the empirical implementation of development policies and the development of oil palm plantations in Indragiri Hilir regency, Riau province. Data collection techniques with observation and interviews.

The research was conducted in the desa Selensen, desa Balui Water, kecamatan Kemuning, desa Mumpa, kecamatan Tempuling, Indragiri Hilir district of Riau Province. Based on the results of implementation of development policies and the development of oil palm plantations by using the theory of Merilee Grindle's then discovered the relationship between the content of policy and context of implementation for reduction of poverty.

The research findings from the analysis is the successful implementation of the policy is dependent on the support program implementation and support of influential parties in the location policy is implemented, based on the findings of that study proposed a new concept: the implementation level, communication is a key factor to facilitate the implementation process policy.

(2)

PENDAHULUAN

Pertumbuhan ekonomi provinsi Riau sangat tinggi, yaitu 4,67 persen, dan diperkuat oleh produk domestik regional bruto per kapita yang juga tinggi, Rp 13,2 juta. Jika dilihat dari estimasi pertumbuhan ekonomi di Riau, tanpa melibatkan minyak dan gas, diketahui sektor pertanian tumbuh sekitar 6,47 persen pada 2004, sektor industri tumbuh 5,57 persen, sedangkan pertambangan 4,45 persen, dan perdagangan 5,88 persen. Pada umumnya penduduk miskin Riau bergerak di sektor pertanian, dengan kondisi seperti ini diharapkan perhatian dari Pemerintah Provinsi Riau melalui berbagai paket program kebijakan ekonomi kerakyatan mampu mengangkat keterpurukan sosial ekonomi penduduk Riau umumnya dan khususnya mereka yang bekerja di sektor pertanian. Provinsi Riau memiliki potensi lahan perkebunan kelapa sawit seluas 600 ribu hektar, berdasarkan data Dinas Perkebunan Riau, luas kawasan perkebunan di Riau sejumlah 2,7 juta hektar yang terdiri dari perkebunan sawit seluas 1,5 juta hektar, perkebunan kelapa 475 ribu hektar, karet seluas 514 ribu hektar dan perkebunan lainnya seluas 118 ribu hektar. Dari 624.450 Jiwa jumlah penduduk kabupaten Indragiri Hilir, mata pencaharian utama sebagian besar di bidang pertanian dan perkebunan sebesar 69,01 %, sektor Industri 1,54 %, perdagangan 7,74%, bidang jasa 8,58% dan bidang lainnya 13,3%.

Provinsi Riau dalam mempercepat pembangunan masyarakat miskin mengeluarkan kebijakan pembangunan dan pengembangan usaha perkebunan kelapa sawit yang terangkum dalam

Peraturan daerah Provinsi Riau no 2 tahun 2006.

Didalam pelaksanaan program tersebut ditemukan beberapa fenomena, adapun beberapa fenomena yang ditemukan yaitu keputusan dalam menentukan lokasi/tempat pelaksanaan kebijakan/ program akan menentukan keberhasilan suatu kebijakan sangat lemah dalam arti penentuan lokasi pelaksanaan kebijakan di temui kendala yaitu persyaratan lahan tersebut terdiri dari 500 Hektar hamparan tidak terpisah. Persyaratan tersebut menyebabkan banyaknya areal lokasi kebijakan pembangunan dan pengembangan usaha perkebunan bukan merupakan lokasi yang merupakan kantong-kantong kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir. Areal lahan yang di persyaratkan dalam petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan kegiatan tidak tersedia di daerah kantong-kantong kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir, bahkan merupakan sisa areal lahan marjinal dan jauh dari infrastruktur.

METODE

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, bahwa metode penelitian kualitatif ini sangat bergantung pada pengamatan mendalam terhadap perilaku manusia dan lingkungannya. Orientasi kualitatif penelitian ini berupaya untuk mengungkapkan implementasi kebijakan pembangunan dan pengembangan usaha perkebunan kelapa sawit di kabupaten Indragiri Hilir, provinsi Riau.

(3)

menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati. Melalui penelitian kualitatif, penulis dapat mengenali subjek dan merasakan apa yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan menurut Miles dan Huberman (1994:6), penelitian kualitatif adalah :"Conducted through an intense and or prolonged contact with a "field" or life situation. These situation are typically "banal" or normal ones, reflective of the everyday life individuals, groups, societies and organizations. ".

Berkaitan dengan hal tersebut dalam rangka menganalisis secara terfokus, tajam dan mendalam maka penelitian ini dibatasi dan hanya membahas tentang :

a) Content of policy;

b) Context of

implementation;

c) Dampak implementasi padatarget group

HASIL DAN PEMBAHASAN

Target group dari implementasi kebijakan pembangunan dan pengembangan usaha perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau, berdasarkan ketentuan umum yang terdapat dalam peraturan gubernur nomor Kpts.327/ VIII/ 2006 adalah Petani K2-I yang tergabung dalam wadah koperasi melalui suatu “sistem kerjasama usaha patungan”. Petani K2-I tersebut adalah peserta program yang ditetapkan dengan keputusan Bupati/Walikota sebagai penerima hak pemilikan kebun K2-I.

Pelaksanaan Implementasi kebijakan pembangunan dan pengembangan usaha perkebunan kelapa

sawit atau kebun K2-I ini dalam prosesnya mendapatkan beberapa permasalahan yang diantaranya adanya penyerobotan lahan oleh oknum-oknum masyarakat di lokasi areal lahan yang direncanakan digunakan untuk pelaksanaan program kebijakan. Persoalan lainnya yang ditemukan dilapangan adalah pemilihan petani yang dianggap layak sebagai peserta program kebijakan juga menjadi persoalan yang harus segera di selesaikan oleh pemerintah. Masyarakat sudah merasakan manfaat yang besar dari implementasi kebijakan pembangunan dan pengembangan usaha perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau. Indikator kepentingan masyarakat ini dapat dijelaskan dalam kepentingan secara personal, kelompok tani peserta program dan masyarakat secara umum. Dalam pelaksanaan kebijakan pembangunan dan pengembangan usaha perkebunan kelapa sawit, pemerintah selaku implementor membentuk kelompok tani untuk mewadahi dan sebagai institusi yang akan mengikat petani sehingga akan memudahkan dalam transfer pengetahuan antar sesama petani sebagai peserta program juga akan memudahkan dalam proses pengawasan pelaksanaan program kebijakan pembangunan dan pengembangan usaha perkebunan kelapa sawit.

(4)

adalah adanya kekacauan pendataan di tingkat kecamatan dan desa serta adanya sedikit di tingkat RT/RW yang berbau KKN. Namun demikian, secara umum relatif bisa ditangani dan diselesaikan dengan baik. Kendala lain adalah tidak efektifnya penyerahan kebun K2-I adalah masih belum maksimalnya proses sosialisasi ke petani peserta program tentang bagaimana cara merawat kebun kelapa sawit yang benar, hal ini memerlukan koordinasi yang memakan waktu dan yang pasti memerlukan biaya tambahan. Secara riil praktik penyerahan kebun K2-I terasa sangat mengena dan langsung bisa dirasakan namun adanya miskomunikasi dan miskoordinasi kabupaten dengan kecamatan, desa atau RT/RW membuat adanya kecurigaan diantara masyarakat penerima kebun K2-I dengan masyarakat yang tidak menerima Kebun K2-I. Oleh karena itu kunci keberhasilan implementasi kebijakan tidak sekedar tergantung pada

implementability atau kemampuan

pelaksana program, tetapi juga harus ditopang oleh keikutsertaan kelompok sasaran secara keseluruhan, sehingga manfaat kebijakan dapat dirasakan oleh kelompok sasaran, baik secara individu, anggota keluarganya, maupun masyarakat secara keseluruhan.

Mengacu pada pendapat Grindle (1980:8) bahwa semakin derajat perubahan dapat dirasakan langsung dan cepat oleh target group, maka implementasi kebijakan dianggap semakin efektif, maka derajat perubahan yang harus dirasakan dampaknya secara langsung saat implementasi kebijakan pembangunan dan pengembangan usaha perkebunan kelapa sawit dilaksanakan di Kabupaten Indragiri Hilir adalah

perubahan status sosial, taraf hidup dan daya beli masyarakat miskin di lokasi pelaksanaan kebijakan. Keadaan kehidupan masyarakat miskin pada awal pelaksanaan kebijakan pada umumnya berada pada kondisi yang sangat memprihatinkan, antara lain dilihat dari tempat tinggal mereka, tingkat kesehatan dan pemenuhan gizi keluarga, kondisi sanitasi, dan lain-lain sangat terbatas. Perubahan status sosial, taraf hidup, dan daya beli ini juga harus disikapi dan dicermati oleh pemerintah untuk tidak menciptakan masyarakat konsumtif di pedesaan. Karena peningkatan tersebut dapat menciptakan shock culture di masyarakat yang berakibat akan hilangnya nilai-nilai kearifan lokal yang berguna dalam kesinambungan pelaksanaan kebijakan pembangunan dan pengembangan usaha perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Indragiri Hilir.

Keberagaman dan letak geografis menentukan keberhasilan sebuah program. Semakin homogen dan dekat letak geografis pengambilan keputusan ke lokasi dimana kebijakan tersebut diimplementasikan, maka semakin tinggi kemungkinan keberhasilan kebijakan itu. Demikian pula sebaliknya, semakin beragam atau jauh letak pengambilan keputusan, maka semakin lemah kemungkinan berhasilnya suatu kebijakan mencapai tujuannya.

(5)

pengembangan usaha perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Indragiri Hilir adalah, areal lahan di Kabupaten Indragiri Hilir merupakan daerah pasang surut yang akan mengganggu pertumbuhan kelapa sawit, selain itu penguasaan areal di lokasi yang dianggap layak bagi pelaksanaan kebijakan dikuasai oleh pihak adat atau dikenal dengan istilah tanah/lahan ulayat. Objektivitas pemilihan lokasi dianggap layak jika melibatkan pihak yang dianggap netral seperti perguruan tinggi atau LSM yang bergerak di bidang perkebunan.

Peran pihak swasta yaitu PT. Gerbang Eka Palmina sebagai rekanan pembangunan kebun sawit seharusnya dioptimalkan oleh implementor, bukan sekedar sebagai pihak pelaksanaan pembangunan tetapi juga ikut serta sebagai pihak yang menjalin kerjasama dengan petani untuk mengembangkan usaha perkebunan.

Implementator kebijakan dituntut memiliki kemampuan manajerial, kemampuan teknik, telah melakukan pembagian tugas sesuai peran masing-masing, dan bertanggungjawab terhadap implementasi kebijakan pembangunan dan pengembangan usaha perkebunan. ”Implementation is that set of activities directed toward putting out a program into effect” (Grindle 1980:26). Dalam proses pelaksanaan kebijakan pembangunan dan pengembangan usaha perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Indragiri Hilir, pemerintah Provinsi Riau menunjuk perusahaan pengembang untuk melaksanakan pembangunan perkebunan sawit, perusahaan tersebut adalah PT. Gerbang Eka Palmina.

Masyarakat sebagai target group

dalam proses implementasi kebijakan

merupakan objek dari program pembangunan dan pengembangan usaha perkebunan kelapa sawit di kabupaten Indragiri Hilir. Sebagai objek kebijakan, masyarakat desa juga berperan dalam mengontrol dan mengevaluasi terlaksananya kebijakan, contoh yang bisa dilakukan adalah kontroling bagi petani yang layak menerima bantuan kebun, atau mengevaluasi tentang kinerja tenaga pendamping dalam proses pelaksanaan kebijakan.

Implementor kebijakan agar dapat mengimplementasikan kebijakan dengan baik dipengaruhi oleh hal-hal berikut: Kepemimpinan, Komitmen, Perencanaan, Dukungan financial, Dukungan staff yang professional, Koordinasi, Sinkronisasi, Sistem dan prosedur, Ketepatan waktu, Bebas pengaruh.19

Prinsip kerja dan prosedur yang dimiliki masing-masing instansi dalam mengelola kebijakan pembangunan dan pengembangan usaha perkebunan memerlukan koordinasi untuk membangun kesepahaman atas peran yang terkait dalam proses implementasi kebijakan pembangunan dan pengembangan usaha perkebunan kelapa sawit, peran fungsi koordinasi antar instansi yang terlibat dalam kebijakan ini menjadi penting untuk efektifitas dan meminimalkan kendala dalam pelaksanaan kebijakan pembangunan dan pengembangan usaha perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau.

Ketersediaan sumberdaya manusia dan sumberdaya alam dalam pelaksanaan implementasi kebijakan pembangunan dan pengembangan usaha perkebunan

19

(6)

kelapa sawit membuat program kebijakan menjadi tepat waktu, tepat sasaran dan tepat pelaksanaan. Ketersediaan aparat/pegawai yang dikhususkan untuk mengelola kebijakan ini diharapkan mampu membina petani peserta program menjadi lebih mahir dan mampu menjalankan instruksi seperti yang sudah dijelaskan dalam petunjuk pelaksanaan kebijakan.

Grindle (1980:3) mengemukakan bahwa implementasi berkaitan dengan berbagai faktor antara lain: resources,

intergovernmental relations,

commitment bureaucracy, and reporting mechanisms.Resourcesdalam perspektif Grindle sebelum kebijakan itu dibuat seharusnya sudah dirancang anggaran biayanya. Anggaran biaya menentukan keberhasilan kebijakan, jika tidak direncanakan dengan baik maka kemungkinan besar kebijakan itu akan mengalami kegagalan. Hubungan antar sumber daya (resource) dengan kondisi sosial, ekonomi dan politik dalam batas wilayah organisasi tertentu dapat dikemukakan bahwa tersedianya dana dan sumber lain dapat menimbulkan tuntutan dari warga masyarakat swasta, kelompok kepentingan yang terorganisir untuk ikut berperan dalam melaksanakan dan mensukseskan suatu kebijakan.

Power, interest and strategies of actors involved dapat merefleksikan variabel implementasi kebijakan pembangunan dan pengembangan usaha perkebunan kelapa sawit dan memiliki posisi strategis dalam masyarakat sehingga sangat menentukan keberhasilan implementasi kebijakan pembangunan dan pengembangan usaha perkebunan di kabupaten Indragiri Hilir provinsi Riau dalam upaya lebih mengefektifkan produksi perkebunan kelapa sawit.

Power, interest and strategies of actors

involved dikembangkan menjadi

meliputi: power capabilities, Political will, Dukungan masyarakat, dan tekanan

interest group.

Beberapa aspek yang bisa diperankan oleh tokoh-tokoh masyarakat

dalam mendukung setiap

program/kebijakan yang diarahkan pada masyarakat sangat banyak, antara lain meliputi: sebagai penyuluh, sebagai penggerak, sebagai motivator, sebagai fasilitator, sebagai katalisator, sebagai teladan.20

Dukungan dari pemerintahan yakni legislatif dan eksekutif sangat diperlukan dalam pelaksanaan kebijakan pembangunan dan pengembangan usaha perkebunan. Legislatif yaitu DPRD dengan fungsi yaitu legislasi (pembuatan undang-undang), anggaran, pengawasan, dalam fungsinya DPRD Propinsi Riau sebagai pihak yang membuat aturan hukum yaitu Peraturan Daerah no 2 tahun 2006 jo no 6 tahun 2009 tentang penganggaran tahun jamak, dimana salah satu pasal menyebutkan tentang kebijakan pembangunan dan pengembangan usaha perkebunan serta alokasi anggaran yang diperuntukan dalam implementasi kebijakan tersebut. Permasalahan yang di sorot oleh DPRD Propinsi Riau lebih menekankan kepada efektivitas pengelolaan anggaran dan perkembangan kebijakan berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan dalam implementasi kebijakan di lokasi kegiatan serta adanya pergantian pejabat di lingkungan Dinas perkebunan dalam proses implementasi kebijakan.

(7)

Cheema (1983:30), memperkenalkan teori implementasi kebijakan yang orientasinya lebih menekankan kepada hubungan pengaruh faktor-faktor implementasi kebijakan desentralisasi terhadap lembaga daerah di bidang perencanaan dan administrasi pembangunan. Konsistensi pelaksanaan kebijakan pembangunan dan pengembangan usaha perkebunan kelapa sawit sesuai dengan peraturan yang ditetapkan merupakan salah satu komponen dalam pengukuran suatu implementasi telah tepat sasaran atau belum. Konsitensi ini dimulai dari tahap perencanaan sampai pengawasan dari sebuah implementasi kebijakan. Hambatan dalam pelaksanaan kebijakan pembangunan dan pengembangan usaha perkebunan sehingga tidak dapat terselesaikan sesuai dengan waktu yang telah dijadwalkan dalam peraturan. Hambatan ini disebabkan karena terbatasnya areal lokasi lahan yang ada di daerah, serta hambatan dana sharing yang tidak di anggarkan dalam APBD kabupaten untuk pelaksanaan kebijakan pembangunan dan pengembangan usaha perkebunan.

Responsivitas para unsur pelaksana kebijakan dengan pelaksanaan kebijakan yang menyangkut terhadap kebutuhan petani yang tergabung didalam kelompok petani peserta kebijakan sangat baik, hal ini disebabkan faktor komunikasi yang terjalin antar lini yang sudah baik. Faktor komunikasi merupakan proses penyampaian pesan dari komunikator yaitu unsur pelaksana kebijakan kepada para komunikan yaitu

target group. Berhasil atau tidaknya pesan yang sampaikan, dapat dimaknai bila pesan tersebut dapat dimengerti oleh

target group. Komunikasi sebagai sarana dari interaksi dari orang lain tentang pola pikir, merasakan dan bertindak, dimana hal tersebut akan sangat penting untuk menghasilkan tingkat partisipasi tari target group yang efektif. Komunikasi akan memberikan kontribusi besar pada kehidupan masyarakat yaitu memberikan dasar atau pondasi kepada tiap individu untuk lebih memahami maksud dan tujuan dari suatu kebijakan. Hal ini akan menciptakan suatu iklim yang kondusif di masyarakat.

Menurut Grindle (1980: 12), dalam upaya mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan, pelaksana menghadapi dua persoalan yaitu pertama bagaimana mengatasi masalah untuk mencapai tuntutan hasil akhir yang telah ditetapkan dalam kebijakan. Bagaimana mendapat dukungan elit politik, ketaatan agen pelaksana, dukungan birokrat yang melaksanakan program, dukungan politikus di akar rumput, dan para penerima manfaat.

SIMPULAN DAN SARAN

Implementasi kebijakan pembangunan dan pengembangan usaha perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Indragiri hilir, Provinsi Riau sudah mampu untuk mengakomodir kepentingan masyarakat tersebut, manfaat implementasi kebijakan sudah dapat dirasakan manfaatnya secara langsung oleh masyarakat. Dampak implementasi kebijakan sudah memperlihatkan perubahan status sosial secara langsung oleh masyarakat baik peserta program atau masyarakat yang

berada dalam lingkungan

(8)

sosialisasi dan komunikasi antar implementor. Sedangkan saran dalam implementasi kebijakan pembangunan dan pengembangan usaha perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau adalah Pembangunan pabrik pengolah kelapa sawit (PKS) sebagai sarana pengolahan untuk meningkatkan nilai jual hasil panen petani peserta program dan pembangunan akses komunikasi maupun transportasi yang lebih baik. Adanya pelatihan pengolahan hasil produksi atau pengolahan pengembangan hasil kebun yang akan membantu peningkatan taraf hidup ataupun kemampuan ekonomi masyarakat, seperti pembuatan pakan ternak dari pelepah sawit dan lainnya.

UCAPAN TERIMA KASIH

Tiada kata yang patut diucapkan kecuali puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat dan hidayah-Nya, sehingga tulisan ini dapat terselesaikan. Selanjutnya, terselesaikannya tulisan ini tidak terlepas dari dorongan, bantuan dari berbagai pihak, terutama Tim Promotor yakni Prof. Dr. Drs. H. Tachjan, M.Si, Prof. Dr. Drs. H. Asep Kartiwa, SH.MS. dan Prof. Dr. Drs. H. Sam’un jaja Raharja, MSi., Untuk itu penulis menghaturkan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas ketulusan dalam memberikan membimbing dan arahan, mulai dari penentuan topik/gagasan sampai pada penyempurnaan tulisan ini.

DAFTAR PUSTAKA

Black, James.A dan Champion, Dean J. 2009. Metode dan Masalah Penelitian Sosial. Alih Bahasa oleh:

E. Koeswara, Dira Salam, Alfin Ruzhendi Bandung: Refika Aditama

Grindle, Merilee. S 1980. Politics and Policy Implementation in The

Third World. New Jersey :

Princeton University Press.

G. Shabbir Cheema and Dennis A. Rondinelli (eds), 1983. Decentralizing Governance: Emerging Concepts and Practices. Washington, DC: Brookings Institution Press.

Ripley, Randal B and Franklin, Grace A., 1986 Policy Implementation and Bureaucracy, Chicago: The Dorsey Press

Rosenbloom, David H. and Robert S. Kravchuk, 2005, Public

Administration, Understanding

Management, Politics, and Law In The Public Sector, New York: McGraw Hill.

Tachjan. H, 2006 Implementasi Kebijakan Publik, Bandung : AIPI Bandung bekerja sama dengan Puslit KP2W Lembaga Penelitian Unpad.

Peraturan perundangan :

Peraturan Daerah Propinsi Riau Nomor 2 Tahun 2006 jo Nomor 6 tahun 2009 tentang Pengikatan Dana Anggaran Kegiatan Tahun Jamak Peraturan Daerah Kabupaten Indragiri

Hilir No.14 Tahun 2006 tentang Dana Cadangan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit K2I Keputusan Gubernur Riau Nomor:

(9)

Peraturan Gubernur Riau no.52 tahun 2006 tentang petunjuk pelaksanaan Program K2-I dalam pengentasan kemiskinan melalui

pembangunan dan

pengembangan perkebunan pola kemitraan usaha patungan berkelanjutan Keputusan Kepala Dinas Perkebunan

Referensi

Dokumen terkait

Film Wadjda merupakan salah satu film yang menggambarkan kehidupan perempuan Arab Saudi yang hidup dengan tekanan budaya patriarkhi yang dibalut dengan Ajaran Agama Islam sebagai

Beberapa nilai siswa tidak mencapai kriteria ketuntasa minimal (KKM), namun setelah menggunakan Mobile Learning Media bermuatan ethnoscience menunjukkan bahwa

Dilakukan disain ulang mengenai kontrol antisurge, berdsarkan garis line surge dari kompresor, sehingga material dapat menahan baban aerodinamika yang diberikan atau mengganti

Pada tahap siklus I, secara terperinci motivasi siswa pada siklus I (setelah ada tindakan) dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan materi Pembelaan Negara

Dalam usaha untuk menemukan marka molekuler atau segmen DNA yang berkaitan dengan fenotipe tertentu, penelitian untuk mengkaji asosiasi polimorfisme lokus

Sedangkan Maximal Principal Stress (tegangan utama maksimum) sebesar 3,349 MPa dan Equivalent Stress sebesa 3,397 MPa. Ini berarti kanopi surya untuk sepeda motor listrik

Synthesis of Fatty Acid Methyl Ester from Crude Jatropha ( Jatropha curcas Linnaeus) Oil Using Aluminium Oxide Modified Mg-Zn Heterogeneous Catalyst.. Production