• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sebab Sebab kekeliruan dalam penafsiran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sebab Sebab kekeliruan dalam penafsiran"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an merupakan kitab suci Islam. Untuk lebih memahami isi dan makna al-Qur’an, kajian tafsir al-Qur’an sangat diperlukan guna mengetahui pesan Allah dibalik teks-teksnya yang terdapat dalam semua perintah dan larangan yang telah ditetapkan-Nya bagi sekalian manusia, dan untuk menemukan serta memahami petunjuk Allah di segala bidang. Al-Qur’an memiliki posisi sentral dalam membentuk ajaran, pemikiran dan peradaban.

Al-Qur’an secara teks memang tidak berubah, tetapi penafsiran atas teks, selalu berubah, sesuai dengan konteks ruang dan waktu. Karenanya, Al-Qur’an selalu membuka diri untuk dianalisis, dipersepsi, dan diinterpretasikan dengan berbagai alat, metode, dan pendekatan untuk menguak isi sejatinya. Aneka metode dan tafsir yang berkembang merupakan usaha untuk membedah makna terdalam dari Al-Qur’an itu.1

Penafsiran Al-Qur’an telah berlangsung sejak zaman Rasul, Rasul sendiri adalah mubayyin awal sesuai dengan kapasitasnya sebagai penyampai wahyu dan menjelaskannya kepada Sahabat, tentang arti dan kandungan dari al-Qur’an, walaupun harus diakui bahwa penjelasan tersebut tidak semua tersampaikan akibat tidak sampainya riwayat-riwayat atau karena memang Rasulullah sendiri tidak menjelaskan semua kandungan al-Qur’an,2 penafsiran ini berlanjut pada

zaman sahabat, tabi’in dan terus berlangsung sampai dewasa ini.

Penelitian tafsir-tafsir Al-Qur’an ditulis oleh para mufasirin sesuai dengan zamannya masing-masing, sejak zaman para sahabat Nabi hingga zaman sekarang. Tampak jelas bahwa masing-masing tafsir terpengaruh oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan perubahan sosial yang semakin menonjol pada zamannya, dan tercermin di dalam pandangan, pendapat, dan aliran. Jarang

1 Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Quran, kajian tematik atas Ayat-ayat hukum dalam al-Qur’an, (Jakarta: Penamadani, 2005) hlm. 3

(2)

sekali tafsir Al-Qur’an yang samasekali tidak terpengaruh oleh pendapat, pemikiran, dan hukum sesuai dengan zamannya, Maka dari ini tafsir tidak luput dari kekurangan bahkan kesalahan dan penyimpangan.

B. Rumusan masalah 1. Apa Pengertian tafsir?

2. Apa Pengertian Kekeliruan dalam menafsirkan al-Qur’an?

3. Apa Faktor-faktor kekeliruan dalam menafsirkan al-Qur’an?

4. Bagaimana contoh kekeliruan dalam menafsirkan al-Qur’an?

C. Pedoman Penulisan

(3)

PEMBAHASAN A. Tafsir

1. Pengertian Tafsir

Tafsir menurut Bahasa yaitu berasal dari kata رسفلا berarti ةنابلا

menyingkapkan sesuatu dan menerangkan pengertian yang masuk akal3. Dengan

demikian dapat dikatakan memberi penjelasan tentang sesuatu atau memberi penjelasan begini dan begitu juga disebut tafsir. Tafsir yaitu menyingkapkan maksud dari lafaz-lafaz yang sulit. Dalam al-Qur’an dikatakan:

ًاررِيس

س ف

ف تت ن

ت س

ت ح

ف أتوت ق

ق ح

ت لفِابس ك

ت ِانتئفجس للإس للثتمتبس ك

ت نتُوتتأفيت لتوت

Artinya: “Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya” (QS. Al-Furqan: 33)

Menurut terminologi kata tafsir di kalangan para ulama tafsir mempunyai pengertian:

a. Pengertian pertama yaitu penjelasan tentang kalam Allah dengan memberi pengertian mengenai pemahaman kata demi kata, susunan kalimat yang terdapat dalam al-Qur’an.

b. Pengertian kedua bahwa tafsir itu merupakan bagian dari ilmu badi’ yaitu salah satu cabang ilmu sastra Arab yang mengutamakan keindahan makna dalam penyusunan kalimat. Tafsir itu sangat dibutuhkan, karena seseorang dapat membicarakan serta mengemukakan pikiran dengan cara menyampaikan serangkaian kata-kata, kalimat yang kadangkala tidak dapat dimengerti maksud dan tujuannya yang jelas tanpa disusul kata-kata lain, atau kalimat yang menjelaskannya.4

Sedangkan Yusuf al-Qaradhawi mengutip pendapat as-Suyuthi yang dikutip dari az-Zarkasyi tafsir menurut istilah adalah ilmu untuk memahami kitab Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan merupakan penjelasan makna-makna serta kesimpulan hikmah dan hukum-hukum.5

3 Mana’ul quthan, Pembahasan Ilmu al-Quran 2, terj. Halimuddin (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), hlm. 163

4 Dr. Ahmad Syurbasy, Studi tentang sejarah perkembangan tafsir al-Quran al-Karim, (Jakarta: Kalam Mulia, 1999) hlm. 7

(4)

Pada intinya tafsir adalah suatu kata yang menunjukkan sesuatu yang khusus dalam Islam yang ditunjukan dalam menafsirkan al-Quran, baik itu tentang sebab-sebab turunnya ayat, nasakh wa mansukh dan lain-lain.

2. Syarat-Syarat Mufasir

Sebagaimana yang kita maklum, bahwa al-Qur’an adalah kitab pedoman hidup al-Qur’an (the way of life). Keterbatasan bahasa al-Qur’an yang mengandung banyak penafsiran harus diuraikan dengan benar secara metodologis, agar dapat dipahami dan dijadikan pedoman bagi umat Islam. Membaca dan memahami al-Qur’an memang adalah hak, bahkan kewajiban setiap umat Muslim, namun menafsirkan kandungan ayat al-Qur’an, tidak semua orang diperbolehkan melakukanya. Terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh Seorang mufasir. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi salah penafsiran (mal Praktek) akibat tidak adanya ilmu yang mumpuni yang dikuasai mufasir.

Dr. Ahmad Syurbasyi mengutip pendapat Imam as-Sayuthi dalam kitabnya “al-Itqan” ilmu yang harus dikuasai oleh mufasir sebagai berikut:

1. Ilmu Bahasa dalam menafsirkan al-Qur’an

2. Ilmu Nahu karena suatu makna bisa saja berubah-ubah dan berlainan sesuai dengan perbedaan i’rab.

3. Ilmu Sharaf karena dengannya dapat diketahui binâ’ (struktur) dan shîghah (tense) suatu kata

4. Ilmu Etimologi 5. Ilmu Balaghah

6. Ilmu Qiraat karena dengannya dapat diketahui cara mengucapkan al-Qur’an dan kuat tidaknya model bacaan yang disampaikan antara satu qâri’ dengan qâri’ lainnya

(5)

8. Ilmu ushul fiqh karena dengannya dapat diketahui wajhal-istidlâl (segi penunjukan dalil) terhadap hukum dan istinbâth

9. Ilmu asbabun nuzul (sebab-sebab turunnya ayat) karena dengannya dapat diketahui maksud ayat sesuai dengan peristiwa diturunkannya.

10. Ilmu nasikh dan mansukh agar diketahui mana ayat yang muhkam (ditetapkan hukumnya) dari ayat selainnya.

11. Ilmu hadits karena hadits penjelas untuk menafsirkan yang mujmal (global) dan mubham (tidak diketahui).

12. Ilmu mauhabah (bakat), yaitu ilmu yang Allah ta‘ala anugerahkan kepada orang yang mengamalkan ilmunya

13. Ilmu sain dan teknologi.6

Dari segi akhlak mufasir harus memiliki:

1. Hendaklah mufasir itu mempunyai akidah yang sah

2. Hendaklah mufasir itu kuat serta teguh pendiriannya pada Sunnah Nabi Muhammad SAW, ajaran agama Islam.7

B. KEKELIRUAN DALAM TAFSIR

1. Pengertian Kekeliruan Dalam Penafsiran Al-Qur’an

Keliruan mempunyai arti kesalahan atau kekhilafan8, kekeliruan dalam

penafsiran adalah kesalahan atau kekhilafan yang dilakukan mufasir dalam melakukan penafsiran dalam al-Qur’an.

Perkembangan ilmu tafsir al-Qur’an telah mencapai kemajuan pesat sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan modern. Dari abad ke abad para ilmuwan Islam di bidang tafsir tampil ke panggung sejarah menyumbangkan pikirannya bagi umat manusia dalam rangka memahami dan menghayati al-Qur’an sebagai sumber petunjuk dan ilmu. Menafsirkan al-al-Qur’an adalah tugas mulia yang harus dikerjakan dengan sangat hati-hati mengingat kaitannya dengan

Kalam Rabbil ‘alamin, yang mengandung berita-berita dari Allah Yang Maha

6

Ahmad Syurbasy, Studi tentang sejarah………… hlm. 31

7 Ahmad Syurbasy, Studi tentang sejarah………… hlm. 38

(6)

Kuasa. Karena itu para mufasir sangat berhati-hati dalam menafsirkan al-Qur’an agar tidak menimbulkan kekeliruan dalam penafsiran al-Qur’an.

Seorang mufasir tidak mungkin dapat menafsirkan al-Qur’an dengan pengertian yang benar kecuali berdasarkan keterangan dari Rasul Allah SAW yang disampaikan melalui sahabat-sahabatnya, dan sahabat-sahabat merasa perlu menerangkan kepada tabi’in dan berlanjut kepada tabi’i tabi’in ini yang disebut dengan tafsir bi al-ma’tsur, setelah itu barulah lahir tafsir bi ar-ra’yi yang menggunakan nalar untuk menafsirkan al-Qur’an, dalam bidang inilah timbul berbagai aliran dan bermacam-macam pendapat yang berlawanan, karenanya tafsir ada yang dipuji dan ada pula yang dicela mengingat dekat jauhnya dengan hidayah al-Qur’an.9

2. Faktor-Faktor Kekeliruan Dalam Penafsiran Al-Quran

Faktor-faktor yang mengakibatkan kekeliruan dalam penafsiran al-Qur’an adalah sebagai berikut:

a. Subjektivitas dalam menerapkan metode atau kaidah b. Kekeliruan dalam menerapkan metode atau kaidah c. Kedangkalan dalam ilmu-ilmu alat

d. Kedangkalan pengetahuan tentang materi uarain (pembicaraan) ayat e. Tidak memperhatikan konteks, baik asbab al-nuzul, hubungan antara ayat,

maupun kondisi sosial masyarakat

f. Tidak memperhatikan siapa pembicara dan terhadap siapa pembicara ditujukan.10

Dr. M. Quraish Shihab juga menyebutkan salah satu sebab pokok kekeliruan dalam memahami dan menafsirkan al-Qur’an adalah keterbatasan pengetahuan seseorang menyangkut subjek bahasan ayat-ayat al-Qur’an. Beliau memberi contoh seorang mufasir mungkin sekali akan terjerumus kedalam kesalahan apabila ia menafsirkan ayat-ayat kauniyyah tanpa memiliki

9 Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Quran, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009) hlm. 189

(7)

pengetahuan yang memadai tentang astronomi, demikian pula dengan pokok-pokok bahasan ayat yang lain.11

Menurut Dr. Yusuf Qaradhawi, beliau berpendapat salah satu sebab-sebab pokok yang membawa kepada penyimpangan dan kesesatan dari pemahaman yang benar atas al-Qur’an dan Sunnah adalah dia meninggalkan pokok-pokok yang jelas dan dali-dalil yang kuat, untuk kemudian mengikuti nas-nash yang

mutasyabihat yang mengandung banyak penakwilan, yang seharusnya nash-nash yang mutasyabihat harus bersandarkan kepada nash-nash yang muhkamat.12

Secara lebih terperinci, DR.Thahir Mahmud Muhammad Ya’qub dalam kitab Asbab al-Khata‘fi al-Tafsir: Dirasatu wa Tashiliyyatu, menjelaskan empat penyebab timbulnya kesalahan penafsiran yang sering ditemukan dalam kitab-kitab tafsir yang ada, yaitu:

a. Berpaling dari sumber dan dasar tafsir yang otentik dan shahih.

Ada beberapa penyebab kesalahan penafsiran al-Qur’an yang termasuk dalam kategori penyimpangan terhadap dasar dan sumber asli, diantaranya:

1) Menggunakan ijtihad dalam menafsirkan ayat, padahal ada nash lain yang menjelaskan maksud ayat tersebut

2) Berpegang pada hadits maudu‘dan dha’if 3) Mengambil riwayat israiliyat

4) Berpegang pada prasangka dan dongeng

5) Hanya berpedoman pada makna bahasa semata dan mengutamakannya dibanding riwayat yang shahih

6) Berpegang pada kewajiban yang bersifat majaziyah dan tunduk pada tamsil dan imajinasi

7) Terlalu mendalam dalam membicarakan filsafat dan ilmu kalam 8) Hanya mengandalkan perkataan dari ahli bid’ah dan mengikuti hawa

nafsu

b. Tidak teliti dalam memahami teks ayat dan dalalah-nya

11 Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran…….hlm.133

(8)

c. Menundukkan Nash al-Qur’an untuk kepentingan hawa nafsu, fanatisme madzhab, dan bid’ah

d. Mengabaikan sebagian syarat-syarat mufasir13

3. Contoh-Contoh Kekeliruan Dalam Penafsiran Al-Qur’an

Berikut ini dijabarkan tentang contoh-contoh penyimpangan dan katakan): Bunuh dirilah atau keluarlah dari dalam rumah-rumahmu....’

Mereka menafsirkan ayat ini dengan, “Bunuh dirilah dengan melawan hawa nafsumu, atau keluarlah dari dalam rumah-rumahmu, dengan membuang perasaan cintamu kepada kenikmatan duniawi dari dalam hatimu....”14

b. Penafsiran dalam Tafsir Al-Khazin, surat al-Anbiya’: 83-84 sebagai Tuhanku), Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan yang Maha Penyayang di antara semua Penyayang. Maka Kami pun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya

13 Mustofa Kamal, Studi Analisis Terhadap Sebab-Sebab Kekeliruan Dalam Penafsiran Al-Qur’an,http://abcd.unsiq.ac.id/source/LP3MPB/Jurnal/Manarul%20Quran/06.%20Studi %20Analisis%20Terhadap%20Sebab-Sebab%20Kekeliruan%20-%20M.A.%20Mustofa %20Kamal.pdf (di akses pada 1 Desember 2015)

(9)

dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah”.

Al-Khazin meriwayatkan sebuah kisah panjang yang tidak masuk akal dan juga tidak bisa dibenarkan oleh agama. Kemudian Al-Khazin mengemukakan beberapa buah keterangan yang menggelikan mengenai cara pemusnahan harta Ayub. Tetapi, anehnya Al-Khazin merampungkan cerita ini tanpa memberikan komentar dan menyatakan kecurigaan akan adanya manipulasi dan kelemahan dalam kisah tersebut.15

c. Penafsiran dari para Kaum Khawarij yang terdapat dalam beberapa surat, antara lain dalam Surat Al-Maidah ayat 44, yang berbunyi:

…ن

أ ورجفممىك

أ ْ مجهجْ ك

ذلٱ

أ ٮمٮمىـلأواأجفأْ هجلنل ْ لأزأَنأأْ امأبمْ مكج يأْ لنْ ِنمأوأ…ْ

ٱ

ذح ذم

Artinya: “…Barangsiapa yang tidak menghukumi dengan hukuman yang diberikan Allah maka mereka adalah orang-orang kafir…”.

Berdasarkan ayat tersebut di atas mereka mengatakan bahwa setiap orang yang melakukan dosa berarti telah mengambil keputusan hukum dengan hukum selain daripada yang diturunkan Allah.

Disamping itu mereka juga menggunakan firman Allah dalam Surat At-Taghabun ayat 2 sebagai landasan, yang berbunyi:

ن

أ ُومملجمأ تأْ َامممأبمْ هجمملنل وأْ مم ممميْ مممك

ذع

ٱ نررنن ذؤ

ج نمموأْ فمَاممكْ ممكجنممفأْ كجقألأخأْ ىذملن ْ ُوأهج

رنر

ذم

ذم

ٱ

رريص

م بأ

ْ

Artinya: “Dialah (Allah) yang menciptakan kamu semua; di antara kamu ada yang kafir (ingkar) dan ada yang mukmin (beriman)”.

Menurut mereka ayat ini merupakan ketetapan bahwa orang yang tidak beriman berarti kafir; sedangkan orang yang fasiq juga bukan mukmin karena itu dia pun kafir.16

15 Muhammad Husein Adz-Dzahabi, Penyimpangan-penyimpangan Dalam ....hlm.31

(10)

Salah satu kekeliruan penafsiran disebabkan kedangkalan seorang mufasir dalam menguasai bahasa adalah pendapat Mu’tazilah dalam menafsirkan QS. Al-Baqarah ayat 255

ُوأمىمأس

ن ل ْ هجييس

ٱ

م ك

ذر

ج ْ عأس

م وأ…

ا

ْ .…ض

أ

ذرذلٱ

وأْ ت

م

“….Kursi Allah meliputi langit dan bumi….” (Al-Baqarah: 255)

Dengan pengertian ilmu Allah meliputi langit dan bumi, penafsiran ini dikuatkan dengan sebuah syair yang tidak popular:

ق

ر لجَخمأْ همللاْ م

ج لاعمْ ئ

ج س

م رمك

ا يرلأوأ

Ibn Qutaibah menyatakan bahwa seakan-akan syair itu menurut Mu’tazilah berbunyi:

ق

ر ُوالجَخامأْ همللاْ مألاعمْ مجلأعايألأوأ

Mahkluk tidak mengetahui ilmu Allah

Padahal dalam kata

هجييس

م ك

ذر

ج

ْ

tidak terdapat hamzah, sedangkan dalam kata

ئ

ج ممس

م رمك

ا يرْ

terdapat hamzah. Dia (ibnu Qutaibah) mengatakan bahwa yang mendorong kaum Mu’tazilah berpendapat demikian dengan meninggalkan makna yang sebenarnya, karena mereka tidak yakin bahwa Allah mempunyai kursi (singgsana) dan menurut mereka ‘arasy mempunyai pengertian yang berbeda dengan itu.17

Tafsir-tafsir yang disusun oleh firqah-firqah islam, kembali kepada tafsir

bi ar-ra’yi dan masuk ke dalam kategori yang dicela, dikarenakan maksud tafsir-tafsir mereka itu untuk mengokohkan pendirian mereka atau membela mazhab mereka, sebagai contoh tafsir-tafsir kaum Mu’tazilah, tafsir mereka sangat dipengaruhi oleh akal dan oleh ilmu mantiq berdasarkan kaidah mereka: “yang baik ialah dipandang baik oleh akal dan yang buruk ialah yang dipandang buruk oleh akal”, nash-nash yang diperoleh dari Nabi dijadikan pegangan yang kedua, atau bahkan sedikit sekali menggunakan nash-nash nabi untuk menerangkan makna-makna ayat.18

17 Supiana, dan M.Karman, Ulumul Quran Dengan Pengenalan Metodologi Tafsir, (Bandung: Pustaka Islamika, 2002) hlm.274

(11)

Tgk. Hasbi ash-shiddiqiey memberi contoh tafsir yang dicela adalah tafsir al-jubba’y dan al-qadhi abd al-Jabar, untuk tafsir az-Zamakhsyari sebagian pendapat mengatakan tafsir tersebut termasuk tafsir yang tercela karena didalamnya terdapat paham-paham Mu’tazilah, akan tetapi sebagian lainnya mengatakan tafsir tersebut termasuk tafsir terpuji, karena didalamnya terdapat banyak faedah ilmiah yang penting.19

Dr. Yusuf Al-Qaradhawi menyebutkan contoh kekeliruan dalam menafsirkan al-Quran karena berpegang pada ayat mutasyabih untuk mendukung pendapat yang rusak dan keyakinan yang batil, yaitu Muhyiddin Bin Arabi berdalil dengan QS. Al-Baqarah ayat 115 untuk membenarkan mazhabnya yang membenarkan semua keyakinan, baik yang mempunyai kita suci, atau paganisme, dia menyamakan antara tauhid dan kemusyrikan dan antara ka’bah dengan berhala.

Dia berkata: “Hendaklah engkau tidak mengikat diri dengan suatu kepercayaan (akidah tertentu) untuk kemudian mengkafirkan yang lainnya, sehingga engkau kehilangan banyak kebaikan. Hendaknya dalam dirimu terdapat ruang bagi seluruh bentuk kepercayaan, karena Allah SWT lebih luas dan lebih agung untuk diikat oleh suatu kepercayaan dan keyakinan saja, dia menafsirkan “kemanapun kamu menghadap disitulah wajah Allah…” dimana pun, akan ada wajah Allah SWT, dan wajah sesuatu adalah hakikat-Nya dan dia menjelaskan bahwa Dia berada dalam setiap arah, dan arah-arah itu adalah kepercayaan-kepercayaan, oleh karena itu, semuaya dalah benar, dan setiap yang benar akan mendapatkan pahalanya, dan setiap yang mendapatkan pahala akan bahagia, dan setiap yang bahagia diridhai .”20

Bunyi ayat tersebut adalah:

عرممس

م اوأْ هألنل ْ ن

ٱ

ن إمْ لنل ْ هج وأْ منثأفأْ ااُوليُوأتجْ َامأنأ أ

نرهه ٱ ذج

ذي نربب ذغ ذلٱ

أ فأْ رم مأ وأْ قجرم مأ ْ هملنلموأ

ذش ذلٱ

ْ يلمع

رنم

أ

19 Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Quran…… hlm.218

(12)

Artinya: “Dan kepunyaan Allahlah timur dan barat, maka kemana pun kamu menghadapa disitulah wajah Allah, sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi maha mengetahui.”(QS. Al-Baqarah ayat 115).

Contoh kekeliruan penafsiran dikarenakan pemenggalan kata-kata dalam ayat al-Qur’an, belakangan ini para da’i sering memenggal ayat 112 dari surat Ali-‘Imran “hablun minan-nas” sebagai dalil untuk kerukunan antar umat beragama dan sebagai landasan Allah sangat peduli dengan kerukunan antarmanusia, meskipun mereka bukan orang mukmin, para da’i memberi gambaran kalau sudah berpegang teguh kepada tali Allah secara vertical kepada Allah dan secara horizontal kepada sesama manusia, maka manuasia akan jauh dari kehancuran dan kehinaan.21

Apabila dilihat dari keseluruhan ayat tersebut, maka sangat tidak tepat apabila ayat tersebut dijadikan dalil untuk mewujudkan kerukunan antar umat beragama, sebab ayat ini tidak berbicara tentang manusia melainkan menceritakan tentang kaum kafir, tepatnya kaum Ahli Kitab, yaitu kaum Yahudi dan Nasrani, jadi kata mereka diawal ayat itu tidak sesuai bila diartikan manusia, sebab ayat sebelumnya berbicara tentang orang-orang Ahli Kitab, dan ayat itu juga ditutup dengan berbicara tentang orang-orang kafir.22

21 Ali Mustafa Yaqub, Islam Masa Kini, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), hlm. 23

(13)

PENUTUP A. Kesimpulan

Tafsir adalah suatu kata yang menunjukkan sesuatu yang khusus dalam Islam yang ditunjukan dalam menafsirkan al-Quran, baik itu tentang sebab-sebab turunnya ayat, nasakh wa mansukh dan lain-lain. Untuk menjadi seorang mufasir harus memiliki

Dari keseluruhan pembahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa penafsiran terhadap al-Qur’an sangat diperlukan untuk dapat mengetahui makna dari al-Quran. Tetapi dibalik keharusan tersebut, dibutuhkan pengetahuan yang khusus, berakhlak yang mulia dan juga kehati-hatian mufasir dalam menafsirkan al-Qur’an sehingga menghasilkan penafsiran yang benar, dan memerlukan persyaratan-persyaratan lainnya yang tidak selayaknya dilanggar. Meskipun beberapa persyaratan yang dikemukakan oleh para ulama tersebut merupakan hasil ijtihad, tetapi minimal dapat dipahami sebagai patokan dasar yang selayaknya diperhatikan.

Pelanggaran terhadap patokan-patokan dasar tersebut kemungkinan terjadinya kesalahan, dan juga pengaruh perbedaan mazhab dan aliran turut mewarnai perbedaan penafsiran. Bahkan adanya fanatisme yang berlebihan dari seorang mufasir sering kali melahirkan kesalahan-kesalahan pada produk tafsir yang dihasilkan, seperti contoh yang sudah dikemukakan di atas.

B. Saran

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Syurbasy, Studi tentang sejarah perkembangan tafsir al-Quran al-Karim, Jakarta: Kalam Mulia, 1999

Ash-Shiddieqy, Muhammad Hasbi, Ilmu-ilmu Al-Quran, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009

Adz-Dzahabi, Muhammad Husein, Penyimpangan-penyimpangan Dalam Penafsiran Al-Qur’an, Jakarta: CV. Rajawali, 1986

Mana’ul quthan, Pembahasan Ilmu al-Quran 2, terj. Halimuddin Jakarta: Rineka Cipta, 1994

Supiana, dan M.Karman, Ulumul Quran Dengan Pengenalan Metodologi Tafsir, Bandung: Pustaka Islamika, 2002

Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Quran, kajian tematik atas Ayat-ayat hukum dalam al-Qur’an, Jakarta: Penamadani, 2005

Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, 1994

Yaqub, Ali Mustafa, Islam Masa Kini, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001

Yusuf al-Qaradhawi, Berinteraksi dengan Al-Quran, Jakarta: Gema Insani, 1999 Ebta Setiawan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, kemendikbud, 2012-12015) http://kbbi.web.id (diakses 01 Desember 2015)

Mustofa Kamal, Studi Analisis Terhadap Sebab-Sebab Kekeliruan Dalam Penafsiran Al-Qur’an, http://abcd.unsiq.ac.id/source/LP3MPB/Jurnal/Manarul %20Quran/06.%20Studi%20Analisis%20Terhadap%20Sebab-Sebab

Referensi

Dokumen terkait

PERDAMAIAN DALAM PERSEPEKTIF AL QUR’AN KAJIAN ATAS PENAFSIRAN MUFASIR NUSANTARA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S Ag ) Oleh Agus

yang sudah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “Pengembangan Aplikasi Pengendali Distribusi LPG

Usaha Konfeksi dan Sablon sebagai pemasok Factory Outlet, distro dan clothing untuk daerah Jakarta, terutama daerah Dago (Jl.Ir.H.Juanda) di Kota Bandung. Salah

Dalam program ini ada 3 Kegiatan yang mendukung, yakni Penyediaan Prasarana dan sarana Pengelolaan Persampahan dalam mewujudkan Revitalisasi TPS, pemeliharaan

Dalam kajian untuk menentukan sejauh manakah penggunaan lagu dapat meningkatkan penglibatan murid dalam pelajaran, apakah kaedah pengumpulan data yang sesuai.

Selain mendapatkan sumber pembiayaan dalam bentuk pinjaman, Pemerintah Indonesia juga menerima hibah dari berbagai lembaga-lembaga multilateral dan negara-negara lain sebagai

Aplikasi perpustakaan tidak selalu harus berada di depan, bisa saja untuk kepentingan integrasi dan kemudahan pengguna, dibuatkan satu antarmuka baru dengan teknologi

secara lebih baik sehingga akan menghasilkan keputusan yang optimal, dapat meningkatkan efisiensi serta terciptanya budaya kerja yang lebih sehat, meningkatkan produktivitas