• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Evaluasi Kinerja Pembangunan Ekonomi Kabupaten / Kota Pemekaran Di Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Evaluasi Kinerja Pembangunan Ekonomi Kabupaten / Kota Pemekaran Di Sumatera Utara"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana

untuk mendirikan provinsi-provinsi baru di Indonesia. Pembentukan provinsi baru ini

didasari atas beberapa hal, misalnya kondisi alam dan ekonomi, keadaan sosial masyarakat,

keterkaitan beberapa kabupaten/kota dalam suatu kesatuan sejarah, suku bangsa dan budaya,

dan lain sebagainya. Alasan yang paling mengemuka adalah wacana tentang pemekaran

daerah yang sejalan dengan semangat otonomi daerah, beberapa provinsi dianggap memiliki

wilayah terlalu luas sehingga diperlukan upaya untuk memudahkan pelayanan administrasi

dan pemangkasan birokrasi dari ibu kota provinsi ke daerah dengan cara pemekaran, yaitu

dengan penyatuan beberapa kabupaten/kota menjadi provinsi baru.

Arti dari pemekaran daerah adalah pembentukan wilayah administratif baru di tingkat

provinsi maupun kota dan kabupaten dari induknya. Landasan hukum terbaru untuk

pemekaran daerah di Indonesia adalah UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Pemekaran Kabupaten dan kota di wilayah atau pembentukan daerah otonomi baru semakin

marak sejak disahkannya UU No 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang kemudian

direvisi menjadi UU No 32 Tahun 2004. Hingga Desember 2008 telah terbentuk 215 daerah

otonom baru yang terdiri dari tujuh provinsi, 173 kabupaten, dan 35 kota. Dengan demikian

total jumlahnya mencapai 524 daerah otonom yang terdiri dari 33 provinsi, 398 kabupaten,

dan 93 kota. Setelah diberlakukannya Undang Undang No. 22 tahun 1999 yang kemudian

diganti dengan munculnya UU No. 32 tahun 2004, pemekaran daerah menjadi kecenderungan

baru dalam struktur pemerintahan daerah di Indonesia. Dari tahun 1999 sampai dengan tahun

(2)

terdiri dari 151 Kabupaten dan 32 Kota, ini artinya pertumbuhan jumlah daerah

Kabupaten/Kota terjadi rata-rata 20 daerah Kabupaten/Kota per tahun.

Berikut ini adalah nama-nama Kabupaten/Kota sebelum ada pemekaran daerah di

wilayah Sumatera Utara (Sumut), yaitu :

1. Kabupaten Asahan

2. Kabupaten Dairi

3. Kabupaten Deli Serdang

4. Kabupaten Karo

5. Kabupaten Labuhanbatu

6. Kabupaten Langkat

7. Kabupaten Nias

8. Kabupaten Simalungun

9. Kabupaten Tapanuli Selatan

10. Kabupaten Tapanuli Tengah

11. Kabupaten Tapanuli Utara

12. Kota Binjai

13. Kota Medan

14. Kota Pematang Siantar

15. Kota Sibolga

16. Kota Tanjung Balai

17. Kota Tebing Tinggi

18. Kabupaten Mandailing Natal

(3)

Dan berikut ini adalah pemekaran kabupaten dan kota di Indonesia yang sebenarnya

sudah berlangsung sejak 1991 khususnya wilayah Sumatera Utara (Sumut) :

1. Kabupaten Pakpak Bharat, pemekaran dari Kabupaten Dairi (25 Februari 2003)

2. Kabupaten Serdang Bedagai, pemekaran dari Kabupaten Deli Serdang (18 Desember

2003)

3. Kabupaten Nias Selatan, pemekaran dari Kabupaten Nias (25 Februari 2003)

4. Kabupaten Mandailing Natal, pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Selatan (23

November 1998)

5. Kota Padangsidimpuan, pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Selatan (21 Juni 2001)

6. Kabupaten Toba Samosir, pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Utara (23 November

1998)

7. Kabupaten Humbang Hasundutan, pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Utara (25

Februari 2003)

8. Kabupaten Samosir, pemekaran dari Kabupaten Toba Samosir (18 Desember 2003)

9. Kabupaten Batubara, pemekaran dari Kabupaten Asahan (2 Januari 2007)

10. Kabupaten Padang Lawas, pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Selatan (17 Juli 2007)

11. Kabupaten Padang Lawas Utara, pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Selatan (17 Juli

2007)

12. Kabupaten Labuhanbatu Utara, pemekaran dari Kabupaten Labuhanbatu (24 Juni 2008)

13. Kabupaten Labuhanbatu Selatan, pemekaran dari Kabupaten Labuhanbatu (24 Juni 2008)

14. Kota Gunung Sitoli, pemekaran dari Kabupaten Nias (29 Oktober 2008)

15. Kabupaten Nias Barat, pemekaran dari Kabupaten Nias (29 Oktober 2008)

16. Kabupaten Nias Utara, pemekaran dari Kabupaten Nias (29 Oktober 2008)

Beberapa aspek yang terkait dalam kinerja pembangunan daerah yaitu pertumbuhan

(4)

berkembang dalam usaha pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

penduduknya. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebar cukup merata dan diikuti dengan

membaiknya taraf hidup dibawah garis kemiskinan. Sasaran yang ingin dicapai pada

umumnya dalam pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah untuk mencapai

tingkat pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk (Robinson, 2004;18). Dalam

mengendalikan perkembangan penduduk diperlukan kebijakan yang terintegrasi sekaligus

antisipatif sehingga harus ditangani secara terpadu dan komprehensif. Kebijakan

pembangunan tidak semata-mata diarahkan hanya untuk mengejar pertumbuhan ekonomi

daerah yang tinggi, tetapi juga ditujukan kepada upaya mengurangi jumlah penduduk miskin,

mengurangi laju pertumbuhan penduduk yang tinggi serta mengurangi tingkat pengangguran

terbuka.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang tata cara

pembentukan, penghapusan dan penggabungan daerah, diisyaratkan bahwa dalam

pembentukan pemerintah daerah yang baru didasari kepada persyaratan administratif, teknis

dan fisik kewilayahan, termasuk kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial

politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, tingkat kesejahteraan masyarakat,

dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Secara administratif

paling sedikit 5 (lima) kabupaten/kota untuk pembentukan suatu provinsi dan paling sedikit 5

(lima) kecamatan untuk pembentukan suatu daerah kabupaten, dan 4 (empat) kecamatan

untuk pembentukan kota termasuk lokasi calon Ibukota, sarana, dan prasarana pemerintahan.

Pada Undang-Undang No 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Nasional telah mengamanatkan 5 (lima) tujuan pelaksanaan sistem perencanaan

(5)

(2) menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi antar daerah, antar ruang, antar

waktu, dan antar fungsi pemerintah, serta antara pusat dan daerah; (3) menjamin keterkaitan

dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan; (4)

mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan (5) menjamin tercapainya penggunaan sumber

daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.

Mengacu pada 5 (lima) tujuan tersebut, maka dalam Rencana Strategis (Renstra)

Bappenas dijelaskan bahwa pelaksanaan tugas Kementerian PPN/Bappenas mencakup 4

peran penting yang saling terkait, yaitu peran sebagai: (1) pengambil kebijakan/keputusan

(police maker) dengan penjabaran pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan rencana

pembangunan; (2) koordinator; (3) think-tank; dan (4) administrator dengan penjabaran

penyusunan dan pengelolaan laporan hasil pemantauan terhadap pelaksanaan rencana

pembangunan dan penyusunan laporan hasil evaluasi.

Dengan demikian, salah satu peran Bappenas adalah melakukan evaluasi terhadap

pelaksanaan rencana pembangunan. Sebagai tindak lanjut dari peran tersebut telah diterbitkan

Peraturan Pemerintah (PP) No. 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi

Pelaksanaan Rencana Pembangunan, yang didalamnya mencakup evaluasi ex-ante, on-going,

dan ex-post. Terkait dengan peran utama Bappenas diatas, maka evaluasi tahunan terhadap

pelaksanaan Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 mutlak diperlukan, demikian juga pencapaian di

tiap daerah.

RPJMN 2010-2014 memiliki 11 prioritas nasional dan 3 prioritas lainnya, yaitu :

1. Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola

2. Pendidikan

3. Kesehatan

(6)

5. Ketahanan Pangan

6. Infrastruktur

7. Iklim Investasi dan Iklim Usaha

8. Energi

9. Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana

10. Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca Konflik

11. Kebudayaan, Kreatifitas, dan Inovasi Teknologi

Tiga prioritas lainnya, yaitu :

1. Kesejahteraan Rakyat

2. Politik, Hukum, dan Keamanan

3. Perekonomian

Pelaksanaan evaluasi kinerja pembangunan daerah akan mengacu pada RPJMN

2010-2014, dengan fokus utama untuk mengetahui : (1) tingkat pencapaian target kinerja RPJMN

tahun 2010 dan 2014 di tiap daerah; (2) relevansi isu strategis, sasaran, arah kebijakan, dan

strategi pengembangan dalam RPJMN 2010-2014 dengan kondisi daerah; dan (3) evaluasi

tematik di tiap daerah; (4) indikator kinerja dalam evaluasi kinerja pembangunan ekonomi

daerah yang terdapat indikator ekonomi. Pelaksanaan evaluasi RPJMN 2010-2014 dilakukan

secara eksternal dengan harapan agar seluruh proses evaluasi tersebut beserta

rekomendasinya berlangsung dalam proses yang lebih independen.

Dalam evaluasi kinerja pembangunan daerah terdapat indikator kinerja pembangunan

daerah yang menggambarkan tentang suatu kinerja yang akan diukur dalam pelaksanaan

suatu kebijakan terhadap tujuannya, serta terdapat isu strategis dan evaluasi tematik.

Indikator yang terkait dalam kinerja pembangunan daerah, yaitu indikator ekonomi. Dalam

indikator ekonomi terdapat pula beberapa hal yang terkait dalam evaluasi kinerja

(7)

berlaku dan harga konstan, PDRB per kapita, pendapatan asli daerah, penanaman modal

dalam negeri, penanaman modal asing, kemiskinan, dan pengangguran.

Dalam indikator ekonomi di Sumatera Utara pada tahun 2009 pertumbuhan ekonomi

mencapai 5.07%, dengan PDRB atas dasar harga berlaku sebesar Rp. 236.353,62, di tahun

2010 mencapai 6.42%, dengan PDRB berdasarkan harga berlaku sebesar Rp. 275.056,51,

pada tahun 2011 sebesar 6.63%, dengan PDRB berdasarkan harga berlaku sebesar Rp.

314.972,44, pada tahun 2012 pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara mencapai

sebesar 6.22%, dengan PDRB berdasarkan harga berlaku sebesar Rp. 351.118,16, sedangkan

pada tahun 2013 pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara mencapai sebesar 6.01%

dengan PDRB berdasarkan harga berlaku sebesar Rp. 403.933,05.

Dalam laju inflasi pada tahun 2009 Tingkat Inflasi terendah dialami oleh Kota Sibolga

(1.59%) dan Tingkat Inflasi tertinggi dialami oleh Kota Pematangsiantar (2.72%). Pada tahun

2010 Tingkat Inflasi terendah dialami oleh Kota Padangsidimpuan (7.42%) dan Tingkat

Inflasi tertinggi dialami oleh Kota Sibolga (11.83%). Pada tahun 2011 Tingkat Inflasi

terendah dialami oleh Kota Medan (3.54%) dan Tingkat Inflasi tertinggi dialami oleh Kota

Padangsidimpuan (4.66%). Pada tahun 2012 Tingkat Inflasi terendah dialami oleh Kota

Sibolga (3.30%) dan Tingkat Inflasi tertinggi dialami oleh Kota Pematangsiantar (4.73%).

Sedangkan pada tahun 2013 Tingkat Inflasi terendah dialami oleh Kota Padangsidimpuan

(7.82%) dan Tingkat Inflasi tertinggi dialami oleh Kota Pematangsiantar (12.02%). Tingkat

(8)

Tabel 1.1.

Tingkat Inflasi Tahun 2008-2013 Menurut Kabupaten/Kota (%)

NO KABUPATEN / KOTA TINGKAT INFLASI (%)

2009 2010 2011 2012 2013

Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara

Pendapatan Asli Daerah menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 yaitu sumber

keuangan daerah yang digali dari wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil

pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan, daerah yang dipisahkan dan

lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Di Sumatera Utara, besar anggaran pendapatan asli

daerah pada tahun 2013 untuk pajak daerah sebesar Rp.1.937.261.087,-, untuk retribusi daerah

sebesar Rp.819.180.418,-, dan untuk hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sebesar

Rp.201.899.721,-.

Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal modal untuk

melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal

dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. Penanaman modal dalam negeri

terdiri atas banyaknya proyek (rencana dan realisasi) dan nilai investasi (rencana dan

realisasi). Pada tahun 2013 penanaman modal dalam negeri di Sumatera Utara pada

banyaknya proyek terdapat 19 rencana dan 84 realisasi, sedangkan pada rencana nilai

investasi sebesar Rp. 3.800.473,77 dan realisasi pada nilai investasi sebesar Rp. 2.565.870,70.

Penanaman modal asing merupakan bentuk investasi dengan membangun jalan,

membeli total atau mengakuisisi perusahaan. Penanaman modal asing juga terdiri atas

banyaknya proyek (rencana dan realisasi) dan nilai investasi (rencana dan realisasi). Pada

(9)

rencana dan 67 realisasi, sedangkan rencana pada nilai investasi sebesar Rp. 757.784,68 dan

realisasi pada nilai investasi sebesar Rp. 682.868,10.

Kemiskinan sering dianggap sebagai musuh utama pembangunan dan kemiskinan ini terjadi

salah satunya disebabkan tingkat pengangguran terbuka yang tinggi di tengah masyarakat. jumlah

persentase penduduk miskin di Sumatera Utara pada tahun 2008 sebesar 12.55%, dan di tahun 2009

menurun menjadi 11.51%, tahun 2010 kembali menurun menjadi 11.31%, sampai pada tahun 2011

terus mengalami penurunan sebesar 10.83%, dan di tahun 2012 tetap menurun mencapai 10.41%,

sedangkan pada tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 10.39%.

Definisi ekonomi tentang pengangguran tidak identik dengan tidak (mau) bekerja.

Tingkat pengangguran terbuka di Sumatera Utara pada tahun 2008 adalah sebesar 9.10%, dan sedikit

mengalami penurunan pada tahun 2009 sebesar 8.45%, sampai pada tahun 2010 terus mengalami

penurunan mencapai 7.43%, di tahun 2011 juga terus menurun sebesar 6.37%, dan pada tahun 2012

penurunan terus terjadi mencapai 6.20%.

Isu strategis dalam evaluasi kinerja pembangunan daerah adalah kondisi atau hal yang

harus diperhatikan atau dikedepankan dalam perencanaan pembangunan, karena dampaknya

yang signifikan bagi entitas (daerah/masyarakat) dimasa datang. Isu strategis juga diartikan

sebagai kondisi/kejadian penting/keadaan yang apabila tidak diantisipasi, akan menimbulkan

kerugian yang lebih besar atau sebaliknya akan menghilangkan peluang apabila tidak

dimanfaatkan. Karakteristik suatu isu strategis adalah kondisi atau hal yang bersifat penting,

mendasar, berjangka panjang, mendesak, bersifat kelembagaan/keorganisasian dan

menentukan tujuan dimasa yang akan datang. Oleh karena itu, untuk memperoleh rumusan

isu-isu strategis diperlukan analisis terhadap berbagai fakta dan informasi kunci yang telah

diidentifikasi untuk dipilih menjadi isu strategis.

Evaluasi tematik dalam pembangunan daerah didasarkan pada isu strategis wilayah

yang akan disepakati dalam Seminar Awal Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah 2014.

(10)

menjadi fokus, yaitu : (1) kerangka regulasi yang merupakan struktur peraturan

perundang-undangan yang dibentuk dalam rangka memfasilitasi, mendorong, dan mengatur perilaku

masyarakat, termasuk swasta, dan penyelenggaraan negara dalam rangka mewujudkan tujuan

bernegara yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945; (2) kerangka kelembagaan

merupakan struktur kelembagaan dimana dapat terlihat interaksi antar aktor, proses transaksi,

stabilitas dan prediktabilitas interaksi dan transaksi tersebut, serta derajat governability dari

suatu pemerintahan; (3) kerangka pendanaan merupakan salah satu komponen penting dalam

perencanaan pembangunan sehingga analisis mendalam mengenai kondisi pendanaan perlu

dilakukan. Kerangka pendanaan dimaksudkan untuk mendapatkan informasi komprehensif

mengenai kebutuhan pendanaan prioritas dalam rencana pembangunan, kebijakan pendanaan

itu sendiri.

Berdasarkan kajian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian melalui

penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Evaluasi Kinerja Pembangunan Ekonomi

Kabupaten / Kota Pemekaran Di Sumatera Utara”. Beberapa kabupaten/kota pemekaran

yang akan diteliti di Provinsi Sumatera Utara antara lain : (1) Kabupaten Serdang Bedagai;

(2) Kabupaten Toba Samosir; (3) Kabupaten Padang Lawas Utara; (4) Kabupaten

Labuhanbatu Utara; dan (5) Kabupaten Labuhanbatu Selatan.

1.2.Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka penulis merumuskan masalah

yang menjadi dasar kajian tersebut adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah evaluasi kinerja pembangunan di kabupaten/kota pemekaran di Sumatera

Utara yang ditinjau dari indikator ekonomi terkait dalam perekonomian daerah,

Pertumbuhan Ekonomi, PDRB Atas Dasar Harga Berlaku, PDRB Atas Dasar Harga

(11)

Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA), Kemiskinan, dan Pengangguran

setelah pemekaran daerah ?

2. Apakah capaian evaluasi kinerja yang diukur sudah tercapai untuk daerah kabupaten/kota

pemekaran atau belum tercapai untuk daerah kabupaten/kota pemekaran ?

1.3.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana evaluasi kinerja pembangunan daerah yang ditinjau dari

indikator ekonomi terkait dalam Pertumbuhan Ekonomi, PDRB Atas Dasar Harga

Berlaku, PDRB Atas Dasar Harga Konstan, PDRB Perkapita, Pendapatan Asli Daerah

(PAD), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), Penanaman Modal Asing (PMA),

Kemiskinan, dan Pengangguran setelah pemekaran daerah.

2. Untuk mengetahui apakah capaian evaluasi kinerja yang diukur sudah tercapai untuk

daerah kabupaten/kota pemekaran atau belum tercapai untuk daerah kabupaten/kota

pemekaran.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi

terutama Departemen Ekonomi Pembangunan yang ingin melakukan penelitian

selanjutnya.

2. Sebagai penambah, pelengkap, sekaligus sebagai pembanding hasil-hasil penelitian

menyangkut topik yang sama.

3. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis khususnya dibidang ekonomi

Gambar

Tabel 1.1.

Referensi

Dokumen terkait

Secara simultan dan parsial, perbedaan pada PDRB perkapita, pembangunan fisik, ekonomi dan sosial signifikan sebagai sumber utama disparitas (ketimpangan) pembangunan

Selanjutnya laju pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 di Propinsi Sumatera Utara pada tahun 2010 tertinggi adalah Kota Medan sebesar

Secara simultan dan parsial, perbedaan pada PDRB perkapita, pembangunan fisik, ekonomi dan sosial signifikan sebagai sumber utama disparitas (ketimpangan) pembangunan

Secara parsial Pertumbuhan Ekonomi yang diproksikan oleh PDRB harga berlaku yang berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten/Kota

Secara simultan dan parsial, perbedaan pada PDRB perkapita, pembangunan fisik, ekonomi dan sosial signifikan sebagai sumber utama disparitas (ketimpangan) pembangunan

Secara simultan dan parsial, perbedaan pada PDRB perkapita, pembangunan fisik, ekonomi dan sosial signifikan sebagai sumber utama disparitas (ketimpangan) pembangunan

Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti pertumbuhan pendapatan perkapita, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi

Dalam penelitian ini untuk mengukur indikator kinerja pemerintah setelah pemekaran daerah digunakan indeks kinerja ekonomi dan indeks kinerja pelayanan publik yang