BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biskuit
Biskuit adalah produk pastry yang bahan dasarnya terdiri dari butter, gula,
telur dan tepung terigu yang diaduk sekedar campur, dicetak tipis dan kecil-kecil
diatas loyang pembakar, di oven dan hasilnya kering dan renyah (Subagjo, 2007).
Menurut standar Nasional Indonesia (SNI) “Mutu dan Cara Uji Biskuit” (SNI
-01-2973-1992), biskuit adalah sejenis makanan yang terbuat dari tepung terigu
dengan penambahan bahan makanan lain, dengan proses pemanasan dan pencetakan.
Biskuit terbagi menjadi biskuit keras, cracker, cookies dan wafer. Ciri khas biskuit
adalah memiliki kandungan gula dan lemak yang tinggi serta kadar air rendah
sehingga bertekstur renyah; apabila dikemas akan terlindung dari kelembaban dan
memiliki umur simpan yang lama (Brown, 2000).
Tabel 2.1 Syarat Mutu Biskuit menurut SNI 01-2973-1992
Kriteria Uji Syarat
Energi (kkal/100 gram) Minimum 400
Air (%) Maksimum 5
Protein (%) Minimum 9
Lemak (%) Minimum 9.5
Karbohidrat (%) Minimum 70
Abu (%) Maksimum 1.5
Serat Kasar Maksimum 0.5
Logam Berbahaya Negatif
Bau dan Rasa Normal dan tidak tengik
Warna Normal
2.1.1 Kandungan Zat Gizi pada Biskuit
Biskuit adalah bahan makanan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia. Biskuit mengandung energi sebesar 458 kilokalori, protein 6,9 gram,
karbohidrat 75,1 gram, lemak 14,4 gram, kalsium 62 milligram, fosfor 87 milligram,
dan zat besi 3 milligram. Selain itu didalam biskuit juga terkandung vitamin A
sebanyak 0 IU, vitamin B1 0,09 milligram, dan vitamin 0 milligram. Hasil tersebut
didapat dari melakukan terhadap 100 gram biskuit, dengan jumlah dapat dimakan
100%.
Tabel 2.2 Komposisi Zat Gizi untuk Berbagai Jenis dan Ukuran Porsi Biskuit Jenis Biskuit Populer Lemak
2.1.2 Proses Pembuatan Biskuit
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit terbagi dalam dua
kelompok, yaitu bahan pengikat dan bahan pelembut. Bahan-bahan yang berfungsi
sebagai pengikat adalah tepung, susu, dan putih telur. Sedangkan bahan-bahan yang
berfungsi sebaai pelembut adalah gula, lemak dan kuning telur (Matz dan Matz,
Proses pembuatan biskuit meliputi tiga tahap, yaitu pembuatan adonan,
pencetakan, dan pemanggangan adonan. Pembuatan adonan diawali dengan proses
pencampuran dan pengadukan bahan-bahan. Menurut Manley (2000), metode dasar
pencampuran adonan adalah metode krim (creaming method) dan metode all in. Pada
metode krim, bahan baku dicampur secara bertahap. Pertama adalah pencampuran
lemak dan gula, kemudian ditambah pewarna dan perisa, kemudian susu dan bahan
kimia aerasi berikut garam yang sebelumnya telah dilarutkan dalam air. Penambahan
tepung dilakukan pada bagian paling akhir. Metode ini baik untuk biskuit karena
menghasilkan adonan yang bersifat membatasi pengembangan gluten yang berlebihan
(Matz dan Matz, 1978). Sesuai dengan namanya, metode all in dilakukan dengan
pencampuran seluruh bahan lalu diaduk sampai membentuk adonan.
Adonan yang telah dicetak selanjutnya ditata dalam loyang yang telah diolesi
dengan lemak lalu dipanggang dalam oven. Pengolesan lemak berfungsi untuk
mencegah lengketnya biskuit pada loyang setelah dipanggang. Adonan dipanggang
dengan suju ±176.7º (350ºF) selama ±10 menit. Suhu dan lama waktu pemanggangan
mempengaruhi kadar air biskuit. Matz dan Matz (1978) menerangkan bahwa semakin
sedikit jumlah gula dan lemak yang digunakan, semakin pemanggangan dapat dibuat
lebih tinggi (177-204ºC). setalah dipanggang biskuit harus segera didinginkan untuk
mengurangi pengerasan akibat memadatnya gula dan lemak. Pembuatan biskuit
Gambar 2.1. Diagram Alir Pembuatan Cookies
2.2 Biji Nangka
Nangka diperbanyak dengan bijinya. Biji nangka merupakan bahan yang
sering terbuang setelah dikonsumsi walaupun ada sebagian kecil masyarakat yang
mengolahnya untuk dijadikan makanan tambahan misalnya diolah menjadi kolak. Biji Biskuit dalam
kemasan Pengemasan Pendinginan Pemanggangan
Pencetakan Pengistirahatan
Pengadonan Pencampuran (secara bertahap)*
Penimbangan Bahan-bahan
nangka berbentuk bulat sampai lonjong, berukuran kecil lebih kurang dari 3,5 cm
berkeping dua dan rata-rata tiap buah nangka berisi biji yang beratnya sepertiga dari
berat buah, sisanya adalah kulit dan daging buah. Jumlah biji per buah 150 - 350 biji
dan panjang biji nangka sekitar 3,5 cm - 4,5 cm. Hingga saat ini biji nangka masih
merupakan bahan non-ekonomis dan sebagai limbah buangan konsumen nangka. Biji
nangka terdiri dari tiga lapis kulit, yakni kulit luar berwarna kuning agak lunak, kulit
luar berwarna putih dan kulit ari berwarna cokelat yang membungkus daging buah.
Potensi biji nangka (Arthocarpus heterophyllus lamk) yang besar belum
dieksploitasi secara optimal. Sangat rendahnya pemanfaatn biji nangka dalam bidang
pangan hanya sebatas sekitar 10% disebabkan oleh kurangnya minat masyarakat
dalam pengolahan biji nangka.
Biji nangka merupakan sumber karbohidrat (36,7 g/100 g), protein (4,2 g/100
g), dan energi (165 kkal/100 g), sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan
yang potensial. Biji nangka juga merupakan sumber mineral yang baik. Kandungan
mineral per 100 gram biji nangka adalah fosfor (200 mg), kalsium (33 mg), dan besi
(1 mg). Selain dapat dimakan dalam bentuk utuh, biji nangka juga dapat diolah
menjadi tepung. Selanjutnya dari tepungnya dapat dihasilkan berbagai makanan
olahan (Nuraini, 2011).
Kandungan glukosa biji nangka setelah difermentasi pada varietas bubur
sebesar 58% lebih tinggi dibandingkan dengan varietas salak sebesar 39,68%.
proses pembuatan alkohol dengan cara difermentasikan serta kandungan proteinnya
juga tinggi.
2.2.1 Kandungan Gizi Biji Nangka
Limbah biji nangka memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi
dibandingkan dengan bahan makanan serealia lain seperti gandum, beras giling,
jagung segar, dan singkong. Berikut ini perbandingan kandungan biji nangka, dan
sumber karbohidrat lainnya pada tabel 2.3.
Tabel 2.3 Komposisi Biji Nangka dan Sumber Karbohidrat lain per 100 gram Bahan yang dimakan
Tanaman nangka merupakan tanaman yang potensial untuk dikembangkan.
Banyak manfaat yang dapat diambil dari tanaman ini. Hampir semua bagian tanaman
ini dapat dimanfaatkan. Selain buah yang merupakan produk utamanya, bagian akar,
batang, daun, bakal buah, bahkan kulitnya pun dapat dimanfaatkan.
Bijinya enak dimakan setelah direbus, dan daunnya untuk pakan ternak, dan
tepung yang digunakan sebagai bahan baku industri makanan (bahan makan
campuran). Mineral mikro dan tembaga dalam nangka juga efektif untuk metabolisme
tiroid. Hal ini sangat baik untuk memproduksi hormon dan penyerapan. Kandungan
zat besi dalam buah yang berserat ini membantu mencegah anemia dan meningkatkan
sirkulasi darah dalam tubuh. Dengan phyto-nutrisi dan vitamin C, nangka memiliki
sifat anti kanker dan anti-penuaan. Nutrisi ini bisa menjauhkan diri dari bahaya
kanker dan memperlambat degenerasi sel untuk mencegah tubuh dari penyakit
degeneratif. Buah nangka yang telah matang dapat dibuat dodol dan keripik nangka
yang tahan lama disimpan.
2.2.3 Tepung Biji Nangka
Pengolahan produk setengah jadi merupakan salah satu cara pengawetan hasil
panen, terutama untuk komoditas pangan yang berkadar air tinggi, seperti
umbi-umbian dan buah-buahan. Keuntungan lain dari pengolahan produk setengah jadi,
sebagai bahan baku yang fleksibel untuk industri pengolahan lanjutan, aman dalam
distribusi, serta hemat ruang dan biaya penyimpanan. Teknologi pembuatan tepung
merupakan salah satu proses alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan karena
lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), dibentuk, diperkaya zat
gizi, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis.
Proses pembuatan tepung biji nangka mengalami beberapa tahap pengolahan
agar dihasilkan tepung yang berkualitas dan tidak bau. Proses pertama dalam
pembuatan tepung biji nangka adalah dengan pencucian biji nangka, setelah itu
nangka dipisahkan dari sisa pulp yang masih menempel. Kemudian biji nangka
diiris-iris (dipotong menjadi bagian-bagian kecil) agar memudahkan pada pengeringan
(Achmad Fadillah, 2008). Pengeringan dilakukan hingga kadar air di dalam biji
nangka hilang seluruhnya. Dilanjutkan dengan penghancuran biji nangka yang sudah
kering hingga menjadi bubuk halus, diayak menggunakan tepung 60 mesh, dan
tepung biji nangka selesai dibuat. Berikut ini kandungan kimia tepung biji nangka per
100 gram bahan dalam tabel 2.4.
Tabel 2.4 Komposisi Kimia Tepung Biji Nangka
Komposisi Kimia Nilai Gizi Tepung Biji Nangka
Air 12,40
Protein (g) 12.19
Lemak (g) 1,12
Serat Kasar (g) 2,74
Abu (g) 3,24
Bahan ekstra tanpa nitrogen 68,80
Pati 56,21
Sumber : Sari (2012)
2.3 Kacang Merah
Kacang merah (Phaseolus Vulgaris L.) mempunyai nama ilmiah yang sama
dengan kacang buncis yaitu Phaseolus vulgaris L, hanya tipe pertumbuhan dan
kebiasaan panennya berbeda, kacangan merah (kacang jogo), sebenarnya merupakan
kacang buncis tipe tegak (tidak merambat) dan umumnya dipanen polong tua,
sehingga disebut Bush bean. Sedangkan kacang buncis umumnya tumbuh merambat
2.3.1 Kandungan Gizi Kacang Merah
Kacang merah hanya dimakan dalam bentuk biji yang telah tua, baik dalam
keadaan segar maupun yang telah dikeringkan. Biasanya yang dimanfaatkan dari
kacang merah adalah bijinya. Biji kacang merah merupakan bahan makanan yang
mempunyai energi tinggi dan sekaligus sumber protein dan zat besi yang potensial.
Karena itu peranannya dalam usaha perbaikan gizi sangatlah penting. Disamping
kaya protein, biji kacang merah juga merupakan sumber karbohidrat, mineral dan
vitamin (Astawan, 2009). Hasil perbandingan komposisi zat gizi antara kacang merah
segar, kacang merah kering, dan kacang merah rebus dapat dilihat pada tabel 2.5.
Tabel 2.5 Komposisi Zat Gizi per 100 gram Kacang Merah Bahan
tubuh. Beberapa manfaat mengonsumsi kacang merah antara lain, meningkatkan daya
darah, mengendalikan glukosa darah, detoksifikasi sulfit dan sebagainya (Anonim,
2013).
2.3.3 Tepung Kacang Merah
Pengolahan biji kacang merah menjadi tepung telah lama dikenal oleh
masyarakat, namun diperlukan sentuhan teknologi untuk meningkatkan mutu tepung
kacang merah yang dihasilkan. Pembuatan tepung kacang merah dapat dilakukan
dengan cara mengeringkannya dibawah sinar matahari, maupun dengan
menggunakan alat pengering, seperti oven. Kacang merah kemudian dilepas kulitnya,
disangrai, digiling, dan diayak menjadi tepung (Astawan, 2009).
Keunggulan dari pengolahan kacang merah menjadi tepung kacang merah
adalah meningkatkan daya guna, hasil guna, lebih mudah diolah atau diproses
menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, lebih mudah dicampur dengan
tepung-tepung dan bahan lainnya.
2.4 Pisang
Pisang termasuk dalam family Musaceae, dan terdiri atas berbagai varietas
dengan penampilan warna, bentuk, dan ukuran yang berbeda-beda. Varietas pisang
yang diunggulkan antara lain Pisang Ambon Kuning, Pisang Ambon Lumut, Pisang
Barangan, Pisang Badak, Pisang Raja, Pisang Kepok, Pisang Susu, Pisang Tanduk,
dan Pisang Nangka.
Buah pisang tersusun dalam tendon dengan kelompok-kelompok tersusun
berwarna kuning ketika matang, meskipun ada beberapa yang berwarna jingga,
merah, ungu, atau bahkan hamper hitam. Buah pisang sebagai bahan panan
merupakan sumber energi (karbohidrat) dan mineral, terutama kalium.
Karbohidrat dalam pisang mentah selain mengandung amilum (tepung) sulit
dicerna juga tidak manis. Pada pisang yang telah masang, amilumnya telah berubah
menjadi zat gula yang mudah dicerna oleh tubuh dan mempunyai rasa yang manis
dan enak. Karbohidrat yang terkandung dalam pisang masak dapat memberi energi
dan kehangatan pada tubuh.
Pisang kepok atau pisang kepok kuning termasuk pisang berkulit tebal dengan
warna kuning menarik kalau sudah matang. Satu tandan terdiri dari 10-16 sisir
dengan berat 14-22 kg. setiap sisir terdapat ± 20 buah. Daging buahnya kuning,
umumnya buah dimakan setelah direbus atau digoreng. Berikut ini merupakan
klasifikasi pisang kepok (musa balbisiana) :
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Bangsa : Zingiberales
Suku : Musaceae
Marga : Musa
2.4.1 Kandungan Gizi Pisang Kepok
Adapun kandungan gizi yang terdapat pada setiap 100 gram disajikan pada
tabel 2.6.
Tabel 2.6 Kandungan Gizi per 100 gram Pisang Kepok
Unsur Kadar
Sumber : Departemen Kesehatan RI, 2005
2.4.2 Tepung Pisang
Pemanfaatan tepung pisang cukup luas dalam industri pangan, sebagai bahan
baku makanan (bubur) balita juga sebagai bahan baku produk kue, sebagai bahan
baku industri, ketersediaan buah pisang dapat terpenuhi karena tanaman pisang
mudah dibudidayakan, dapat tumbuh diberbagai kondisi lahan dan dapat dipanen
sepanjang tahun atau tidak tergantung musim.
Tepung pisang mempunyai rasa dan bau yang khas sehingga dapat digunakan
pada pengolahan berbagai jenis makanan yang menggunakan tepung (tepung beras,
terigu, dan sebagainya) di dalamnya. Dalam hal ini tepung pisang menggantikan
cake/pancake, kue kering, kue lapis, puding, makanan bayi/balita, kue pasir dan
lain-lain. Dalam industri pisang banyak digunakan sebagai bahan dalam pembuatan
pudding, makanan bayi, dan roti.
Tepung pisang adalah salah satu cara pengawetan pisang dalam bentuk
olahan. Cara membuatnya mudah, sehingga dapat diterapkan di daerah perkotaan
maupun pedesaan. Pada dasarnya, semua jenis pisang dapat diolah menjadi tepung
pisang, asal tingkat kematangannya cukup. Tetapi, sifat tepung pisang yang
dihasilkan tidak sama untuk masing-masing jenis pisang. Pisang yang paling baik
meghasilkan tepung pisang adalah pisang kapok. Tepung pisang yang dihasilkannya
mempunyai warna yang lebih putih dibandingka dengan yang dibuat dari pisang jenis
lain.
Tabel 2.7 Sifat Fisik dan Kimia Tepung Pisang dari berbagai Varietas Pisang Varietas Warna Kadar air
Pembuatan tepung pisang bertujuan selain untuk memperpanjang daya awet
tanpa mengurangi nilai gizi pisang, juga untuk mempermudah dan memperluas
pemanfaatan pisang sebagai bahan makanan lain seperti untuk kue, keripik dan
lain-lain. Tahap pengolahan tepung pisang adalah pengukusan atau perebusan buah
atau penggilingan dan pengayakan. Adapun komposisi tepung pisang disajikan pada
tabel 2.8.
Tabel 2.8 Komposisi Kimia Tepung Pisang Kepok dan Rendaman Gaplek Pisang
Komponen (%) Tepung Pisang
Kadar air 5,85 – 11,60
Kadar pati 64,69 – 67,31
Kadar total gula 18,24 – 20,04
Kadar serat kasar 1,96 – 2,51
Kadar protein 3,36 – 4,12
Kadar vitamin C 0,0325 – 0,0326
Kadar total asam 0,36 – 0,71
Rendaman gaplek pisang 15,4 – 18,8
Sumber : Winarno, 2004
2.5 Kebutuhan Gizi Remaja
Penentuan kebutuhan akan zat gizi remaja secara umum didasarkan pada
Recommended Daily Allowances (RDA). Untuk praktisnya, RDA disusun
berdasarkan perkembangan kronologis bukan kematangan. Karena itu jika konsumsi
energi remaja kurang dari jumlah yang dianjurkan, tidak berarti kebutuhannya belum
tercukupi. Status gizi remaja harus dimulai secara perorangan, berdasarkan data yang
diperoleh dari pemeriksaan klinis, biokimiawi, antropometris, diet, serta psikososial.
Banyaknya energi yang dibutuhkan oleh remaja dapat diacu pada tabel RDA.
Secara garis besar, remaja putra memerlukan lebih banyak energi dibandingkan
remaja putri (Arisman, 2010). Kebutuhan akan semua jenis mineral juga meningkat.
Peningkatan kebutuhan akan besi dan kalsium paling mencolok karena kedua mineral
terpenuhinya zat besi pada tubuh akan berdampak pada terjadinya anemia defisiensi
besi yang akan mempengaruhi pertumbuhan, dan produktivitas remaja.
2.5.1 Energi
Energi dalam makanan yang diperoleh dari karbohidrat, protein dan lemak.
Ketiga zat gizi tersebut disebut makronutrien. Energi diperlukan untuk metabolisme,
utilisasi bajan makanan dan aktivitas (Pudjiadi, 2000). Menurut WHO (1985)
konsumsi energi berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran
energi seseorang bila mempunyai ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat
aktivitas yang sesuai dengan kesehatan jangka panjang dan yang memungkinkan
pemeliharaan aktivitas fisik yang dibutuhkan secara social dan ekonomi (Almatsier,
2010).
Sumber energi dalam tubuh remaja berasal dari tiga sumber, yaitu
karbohidrat, lemak dan protein yang akan dipecah manjadi energi. Energi yang
dihasilkan oleh setiap satu gram karbohidrat sebanyak 4 kalori, yang dihasilkan
lemak sebanyak 9 kalori, dan oleh protein sebanyak 4 kalori (Devi, 2012).
Kekurangan energi terjadi apabila konsumsi energi melalui makanan kurang
dari energi yang dikeluarkan. Akibatnya, berat badan menjadi tidak ideal. Bila terjadi
pada remaja akan menghambat pertumbuhan. Gejala yang ditimbulkan adalah kurang
perhatian, gelisah, lemah, kurang bersemangat dan penurunan daya tahan terhadap
penyakit infeksi (Almatsier, 2010).
Kelebihan energi terjadi bila konsumsi energi melalui makanan melebihi
Akibatnya ialah terjadi kegemukan. Kegemukan dapat menyebabkan gangguan dalam
fungsi tubuh sehingga meningkatkan resiko untuk menderita penyakit kronis, seperti
diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung koroner, kanker dan memperpendek
harapan hidup (Almatsier, 2010).
2.5.2 Protein
Setelah air, protein merupakan zat gizi yang paling banyak dalam tubuh. Bila
energi makanan cukup, dapat dikatakan semua makanan juga mengandung protein
yang cukup. Akan tetapi, jika protein yang dikonsumsi tidak terpenuhi sesuai
kebutuhan tubuh, hal ini menggambarkan bahwa makanan yang dikonsumsi tidak
mencukupi terhadap kebutuhan energi.
Kebutuhan manusia akan protein dapat dihitung dengan mengetahui jumlah
nitrogen yang hilang (obligatory nitrogen). Setiap harinya nitrogen yang keluar
bersama urin rata-rata 37 mg/kg berat badan dan dalam feses 12 mg/kg berat badan.
Nitrogen yang lepas bersama kulit 3 mg/kg serta melalui jalur lain seperti keringat
meliputi 2 mg/kg sehingga jumlahnya menjadi 54 mg/kg berat badan per hari. Karena
itu nitrogen dibuat oleh tubuh dapat digunakan sebagai pedoman untuk menentukan
kebutuhan minimal protein yang diperlukan badan (Winarno, 2004).
Angka tersebut dapat dikalikan dengan 6,25 (konversi protein dari nitrogen)
menjadi jumlah kebutuhan protein/kg berat badan per hari. Angka ini biasanya masih
ditambah 30% untuk memberi peluang peningkatan terbuangnya nitrogen kelak kalau
ukuran berat badan, jenis kelamin dan umur. Untuk itu pengamanan angka terakhir
masih harus ditambah lagi menjadi 30% (Winarno, 2004).
Menurut Almatsier (2010), maksimal asupan protein yang dianjurkan untuk
dikonsumsi adalah sebanyak 2 kali dari Angka Kecukupan Gizi (AKG). Protein
terdapat pada pangan nabati maupun hewani. Nilai protein pada bahan pangan
bersumber hewani lebih tinggi dibandingkan dengan bahan makanan nabati. Sumber
protein dari hewani diantaranya adalah ikan, susu, telur, daging, unggas dan kerang.
Sedangkan sumber protein dari nabati diantaranya adalah kacang merah, dan juga
kedelai dan olehannya seperti tempe dan tahu.
Protein ditemukan dalam semua jaringan tubuh. Kebanyakan dari protein
disimpan dalam jaringan otot dan organ-organ tubuh. Sisanya terdapat dalam darah,
tulang dan gigi. Protein memiliki beberapa fungsi yaitu :
1. Membentuk jaringan baru dalam masa pertumbuhan dan perkembangan
tubuh.
2. Memelihara jaringan tubuh sepanjang hidup dan memperbaiki serta
mengganti jaringan yang rusak.
3. Menyediakan asam amino yang diperlukan untuk membentuk enzim-enzim
pencernaan dan metabolisme yang digunakan dalam tubuh serta sebagai
antibodi yang diperlukan.
4. Mengatur keseimbangan air dalam tubuh.
5. Bertindak sebagai buffer, yaitu beraksi dengan asam dan basa untuk menjaga
6. Sebagai sumber energi, protein ekivalen dengan karbohidrat, karena
menghasilkan 4 kkal/g protein (Almatsier, 2010).
Gangguan gizi yang juga sering terjadi pada remaja ialah kurang energi
protein yang juga disebut kurang kalori-protein. Konsumsi energi yang kurang dapat
menyebabkan penggunaan protein makanan digunakan untuk energi daripada untuk
pertumbuhan dan pemeliharaan. Selain itu, kurang protein tetapi cukup energi dapat
timbul jika pangan pokok yang dimakan mempunyai kandungan protein yang rendah,
misalnya singkong ataupun ubi jalar ataupun jika total konsumsi pangan anak kecil
misalnya sop, bubur ataupun bubur halus juga rendah dalam protein kalori.
Timbulnya penyakit akibat defisiensi protein biasanya disertai dengan penyakit
penyerta berupa infeksi saluran pernapasan serta infeksi saluran pencernaan
(Sulistyoningsih, 2011).
2.5.3 Zat Besi (Fe)
Zat Besi merupakan mikroelemen yang essensial bagi tubuh. Zat ini terutama
diperlukan dalam hemopobsis (pembentukan darah), yaitu dalam sintesa hemoglobin
(Hb). Disamping itu berbagai jenis enzim memerlukan Fe sebagai faktor penggiat
(Hoffbrand, 2006).
Kandungan besi dalam badan sangat kecil yaitu 35 mg per kg berat badan
wanita atau 50 mg per kg berat badan pria. Besi dalam badan sebagian terletak dalam
sel-sel darah merah sebagai heme, suatu pigmen yang mengandung inti sebuah atom
dalam sel-sel otot, khususnya dalam mioglobin. Berbeda dengan hemoglobin,
mioglobin terdiri dari satu pigmen heme untuk setiap protein (Winarno, 2004).
Pada remaja, jumlah kebutuhan sesuai dengan ukuran tubuh dan terjadinya
menstruasi (Rossander-Hulthen & Hallberg, 1996 dalam Beard, 2000). Kebutuhan zat
besi untuk remaja dihitung menggunakan metode faktorial. Kebutuhan remaja
dihitung dari peningkatan volume darah (0,18 mg/hari pada remaja pria dan 0,14
mg/hari pada remaja wanita). Peningkatan kebutuhan zat besi tersebut termasuk
peningkatan volume darah yang diiringi dengan peningkatan rata-rata konsentrasi Hb
selama pertumbuhan yang pesat.
Kebutuhan zat besi terabsorpsi pada remaja putri diperkirakan sekitar 1,9
mg/hari, berdasarkan rat-rata kebutuhan untuk tumbuh (0,5 mg), basal (0,75 mg), dan
kehilangan darah menstruasi (0,6 mg) (Briawan, 2014). Apabila AKG zat besi 15
mg/hari, dengan asumsi penyerapan zat besi 10-15%, akan menghasilkan asupan zat
besi sekitar 1,5-2,2 mg/hari. Jumlah ini cukup untuk mempertahankan keseimbangan
zat besi di dalam tubh, termasuk untuk penyimpanan sebesar 300 mg (Krummer
Kris-Etherton, 1996).
Tambahan zat besi untuk remaja wanita diperlukan untuk menggantikan
kehilangan zat besi selama menstruasi. Hallberg (1996) menyebutkan bahwa
menstruasi selama remaja tidak berbeda dengan usia reproduktif lainnya. Rata-rata
kehilangan darah menstruasi 84 ml, dengan asumsi kehilangan Hb 133 g/l,
membutuhkan tambahan zat besi 0,56 mg/hari. Tambahan zat besi untuk persentil
untuk mempertahankan keseimbangan akibat kehilangan darah menstruasi
dibutuhkan 2,1 mg/hari untuk persentil ke-75.
Fairweather-Tait (1996, dikutip dalam Beard, 2000) mengestimasi kebutuhan
zat besi untuk remaja pria antara 1,45-2,03 mg/hari berdasarkan survey di UK dan
Eropa pada tahun 1996. Untuk remaja pria, masa pubertas berkaitan dengan
meningkatnya massa tubuh dan konsentrasi hemoglobin. Kebutuhan untuk pria ini
20% lebih banyak dibandingkan dengan rata-rata kebutuhan wanita mentruasi.
Sedangkan untuk remaja wanita, pertumbuhan masih berlanjut setelah masa
menstruasi. Pada usia 14 tahun, kebutuhan zat besi remaja wanita 30% lebih banyak
dibandingkan ibunya (Tabel 2.9).
Tabel 2.9 Kebutuhan zat besi menurut kelompok usia
Kelompok Usia Kebutuhan mg/hari
Pria dewasa 1
Remaja 2-3
Wanita (WUS) 2-3
Wanita hamil 3-4
Bayi 1
Bioavailabilitas maksimum pada diet 4
Sumber : Frewin et al, 1997
FAO/WHO (2001) menyebutkan zat besi yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan remaja adalah 0,55 mg/hari. Asumsi kehilangan zat besi basal 0,65 mg
dan menstruasi 0,48 mg, sehingga kebutuhan zat besi sekitar 1,68 mg per hari.
Kebutuhan tersebut didasarkan pada tingkat fisiologis sehingga jika bioavailabilitas
sebesar 5-10% makan diperlukan zat besi 17-34 mg/hari. Untuk Indonesia, kebutuhan
zat besi menurut angka kecukupan gizi (AKG) dapat dilihat pada tabel 2.10 berikut
Tabel 2.10 Kecukupan Zat Gizi Besi untuk Remaja menurut AKG Indonesia
Jenis kelamin Usia Zat besi (mg/hari)
Laki-laki
10-12 tahun 13
13-15 tahun 19
16-18 tahun 15
Perempuan
10-12 tahun 20
13-15 tahun 26
16-18 tahun 26
Sumber : WNPG, 2012
Kebutuhan zat besi pada remaja pria yang lebih rendah tersebut menyebabkan
prevalensi anemia pada kelompok pria lebih rendah dibandingkan wanita.
2.6 Uji Organoleptik
Penilaian organoleptik disebut juga dengan penilaian indra atau penilaian
sensorik yang merupakan suatu cara penilaian yang paling primitif atau sudah lama
dikenal. Penilaian organoleptik sangat banyak digunakan untuk menilai mutu dalam
industri pangan dan industri hasil pertanian lainnya. Kadang-kadang penilaian ini
dapat memberikan hasil penilaian yang sangat teliti. Dalam beberapa hal penilaian
dengan indera bahkan melebihi ketelitian alat yang paling sensitif (Susiwi, 2009).
Indera yang berperan dalam uj organoleptik adalah indera penglihatan,
penciuman, pencicipan, peraba dan pendengaran. Panel diperlukan untuk
melaksanakan penelitian organoleptik dalam penilaian mutu atau sifat-sifat sensorik
suatu komoditi, panel bertindak sebagai instrumen atau alat. Panel ini terdiri atas
orang atau kelompok yang bertugas menilai sifat dari suatu komoditi. Orang yang
Uji hedonik atau kesukaan merupakan salah satu jenis uji penerimaan. Dalam
uji ini panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau
sebaliknya ketidaksukaan, disamping itu mereka juga mengemukakan tingkat
kesukaan/ketidaksukaan. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut orang skala hedonik,
misalnya amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka, netral, agak tidak suka,
tidak suka, sangat tidak suka dan amat sangat tidak suka. Skala hedonik dapat
direntangkan atau diciutkan sesuai yang diinginkan peneliti (Rahayu, 1998).
2.7 Panelis
Menurut Rahayu (1998), dalam penilaian organoleptik dikenal tujuh macam
pael, yaitu panel perseorangan, panel terbatas, panel terlatih, panel agak terlatih,
panel tidak terlatih, panel konsumen dan panel anak-anak. Perbedaan ketujuh panel
tersebut didasarkan pada keahlian dalam melakukan penilaian organoleptik.
1. Panel perseorangan
Panel perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan spesifik
yang sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau latihan-latihan yang sangat
intensif. Panel perseorangan sangat mengenal sifat, peranan dan cara pengolahan
bahan yang akan dinilai dan menguasai metode-metode analisa organoleptik dengan
sangat baik. Keuntungan menggunakan panelis ini adalah kepekaan tinggi, biasa
dapat dihindari, penilaian efisien. Panel perseorangan biasanya digunakan untuk
2. Panel terbatas
Panel terbatas terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai kepekaan tinggi
sehingga bias lebih dapat dihindari. Panelis ini mengenal dengan baik faktor-faktor
dalam penilaian organoleptik dan mengetahui cara pengolahan dan pengaruh bahan
baku terhadap hasil akhir.
3. Panel terlatih
Panel terlatih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup baik.
Untuk menjadi panelis terlatih perlu didahului dengan seleksi dan latihan-latihan.
Panelis ini dapat menilai veverapa rangsangan sehingga tidak terlampau spesifik.
4. Panel agak terlatih
Panel agak terlatih terdiri dari 15-25 orang yang sebelumnya dilatih untuk
mengetahui sidat-sifat tertentu. Panel agak terlatih dapat dipilih dari kalangan terbatas
dengan menguji datanya terlebih dahulu. Sedangkan data yang sangat menyimpang
boleh tidak digunakan dalam keputusannya.
5. Panel tidak terlatih
Panel tidak terlatih terdiri dari 25 orang awam yang dapat dipilih berdasaran
jenis suku-suku bangsa, tingkat social dan pendidikan. Panel tidak terlatihnya
diperbolehkan menilai sifat-sifat organoleptik yang sederhana seperti sifat kesukaan,
tetapi tidak boleh digunakan dalam uji pembedaan. Panel tidak terlatih biasanya
6. Panel konsumen
Panel konsumen teridir dari 30 hingga 100 orang tergantung pada target
pemasaran komoditi. Panel ini mempunyai sifat yang sangat umum dan dapat
ditentukan berdasarkan perorangan atau kelompok tertentu.
7. Panel anak-anak
Panel yang khas adalah panel yang menggunakan anak-anak berusia 3-10
tahun. Biasanya anak-anak digunakan sebagai panelis dalam penilaian produk-produk
pangan yang disukai anak-anak seperti permen, es krim dan sebagainya, cara
penggunaan panelis anak-anak harus bertahap, yaitu dengan pemberitahuan atau
dengan bermain bersama, kemudian dipanggil untuk diminta responnya terhadap
produk yang dinilai dengan alat bantu gambar seperti boneka yang sedang sedih,
biasa, atau tertawa.
2.8 Kerangka Konsep
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Biskuit yang dimodifikasi dengan tepung biji nangka, tepung kacang merah, dan tepung pisang.
Daya terima biskuit modifikasi tepung biji nangka, tepung kacang
merah, dan tepung pisang
Nilai gizi energi, protein dan zat besi dari biskuit modifikasi tepung biji nangka, tepung kacang merah, dan