• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biskuit - Daya Terima Biskuit dengan Modifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang serta Kontribusinya terhadap Kecukupan Energi, Protein dan Zat Besi Remaja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biskuit - Daya Terima Biskuit dengan Modifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang serta Kontribusinya terhadap Kecukupan Energi, Protein dan Zat Besi Remaja"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biskuit

Biskuit adalah produk pastry yang bahan dasarnya terdiri dari butter, gula,

telur dan tepung terigu yang diaduk sekedar campur, dicetak tipis dan kecil-kecil

diatas loyang pembakar, di oven dan hasilnya kering dan renyah (Subagjo, 2007).

Menurut standar Nasional Indonesia (SNI) “Mutu dan Cara Uji Biskuit” (SNI

-01-2973-1992), biskuit adalah sejenis makanan yang terbuat dari tepung terigu

dengan penambahan bahan makanan lain, dengan proses pemanasan dan pencetakan.

Biskuit terbagi menjadi biskuit keras, cracker, cookies dan wafer. Ciri khas biskuit

adalah memiliki kandungan gula dan lemak yang tinggi serta kadar air rendah

sehingga bertekstur renyah; apabila dikemas akan terlindung dari kelembaban dan

memiliki umur simpan yang lama (Brown, 2000).

Tabel 2.1 Syarat Mutu Biskuit menurut SNI 01-2973-1992

Kriteria Uji Syarat

Energi (kkal/100 gram) Minimum 400

Air (%) Maksimum 5

Protein (%) Minimum 9

Lemak (%) Minimum 9.5

Karbohidrat (%) Minimum 70

Abu (%) Maksimum 1.5

Serat Kasar Maksimum 0.5

Logam Berbahaya Negatif

Bau dan Rasa Normal dan tidak tengik

Warna Normal

(2)

2.1.1 Kandungan Zat Gizi pada Biskuit

Biskuit adalah bahan makanan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat

Indonesia. Biskuit mengandung energi sebesar 458 kilokalori, protein 6,9 gram,

karbohidrat 75,1 gram, lemak 14,4 gram, kalsium 62 milligram, fosfor 87 milligram,

dan zat besi 3 milligram. Selain itu didalam biskuit juga terkandung vitamin A

sebanyak 0 IU, vitamin B1 0,09 milligram, dan vitamin 0 milligram. Hasil tersebut

didapat dari melakukan terhadap 100 gram biskuit, dengan jumlah dapat dimakan

100%.

Tabel 2.2 Komposisi Zat Gizi untuk Berbagai Jenis dan Ukuran Porsi Biskuit Jenis Biskuit Populer Lemak

2.1.2 Proses Pembuatan Biskuit

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit terbagi dalam dua

kelompok, yaitu bahan pengikat dan bahan pelembut. Bahan-bahan yang berfungsi

sebagai pengikat adalah tepung, susu, dan putih telur. Sedangkan bahan-bahan yang

berfungsi sebaai pelembut adalah gula, lemak dan kuning telur (Matz dan Matz,

(3)

Proses pembuatan biskuit meliputi tiga tahap, yaitu pembuatan adonan,

pencetakan, dan pemanggangan adonan. Pembuatan adonan diawali dengan proses

pencampuran dan pengadukan bahan-bahan. Menurut Manley (2000), metode dasar

pencampuran adonan adalah metode krim (creaming method) dan metode all in. Pada

metode krim, bahan baku dicampur secara bertahap. Pertama adalah pencampuran

lemak dan gula, kemudian ditambah pewarna dan perisa, kemudian susu dan bahan

kimia aerasi berikut garam yang sebelumnya telah dilarutkan dalam air. Penambahan

tepung dilakukan pada bagian paling akhir. Metode ini baik untuk biskuit karena

menghasilkan adonan yang bersifat membatasi pengembangan gluten yang berlebihan

(Matz dan Matz, 1978). Sesuai dengan namanya, metode all in dilakukan dengan

pencampuran seluruh bahan lalu diaduk sampai membentuk adonan.

Adonan yang telah dicetak selanjutnya ditata dalam loyang yang telah diolesi

dengan lemak lalu dipanggang dalam oven. Pengolesan lemak berfungsi untuk

mencegah lengketnya biskuit pada loyang setelah dipanggang. Adonan dipanggang

dengan suju ±176.7º (350ºF) selama ±10 menit. Suhu dan lama waktu pemanggangan

mempengaruhi kadar air biskuit. Matz dan Matz (1978) menerangkan bahwa semakin

sedikit jumlah gula dan lemak yang digunakan, semakin pemanggangan dapat dibuat

lebih tinggi (177-204ºC). setalah dipanggang biskuit harus segera didinginkan untuk

mengurangi pengerasan akibat memadatnya gula dan lemak. Pembuatan biskuit

(4)

Gambar 2.1. Diagram Alir Pembuatan Cookies

2.2 Biji Nangka

Nangka diperbanyak dengan bijinya. Biji nangka merupakan bahan yang

sering terbuang setelah dikonsumsi walaupun ada sebagian kecil masyarakat yang

mengolahnya untuk dijadikan makanan tambahan misalnya diolah menjadi kolak. Biji Biskuit dalam

kemasan Pengemasan Pendinginan Pemanggangan

Pencetakan Pengistirahatan

Pengadonan Pencampuran (secara bertahap)*

Penimbangan Bahan-bahan

(5)

nangka berbentuk bulat sampai lonjong, berukuran kecil lebih kurang dari 3,5 cm

berkeping dua dan rata-rata tiap buah nangka berisi biji yang beratnya sepertiga dari

berat buah, sisanya adalah kulit dan daging buah. Jumlah biji per buah 150 - 350 biji

dan panjang biji nangka sekitar 3,5 cm - 4,5 cm. Hingga saat ini biji nangka masih

merupakan bahan non-ekonomis dan sebagai limbah buangan konsumen nangka. Biji

nangka terdiri dari tiga lapis kulit, yakni kulit luar berwarna kuning agak lunak, kulit

luar berwarna putih dan kulit ari berwarna cokelat yang membungkus daging buah.

Potensi biji nangka (Arthocarpus heterophyllus lamk) yang besar belum

dieksploitasi secara optimal. Sangat rendahnya pemanfaatn biji nangka dalam bidang

pangan hanya sebatas sekitar 10% disebabkan oleh kurangnya minat masyarakat

dalam pengolahan biji nangka.

Biji nangka merupakan sumber karbohidrat (36,7 g/100 g), protein (4,2 g/100

g), dan energi (165 kkal/100 g), sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan

yang potensial. Biji nangka juga merupakan sumber mineral yang baik. Kandungan

mineral per 100 gram biji nangka adalah fosfor (200 mg), kalsium (33 mg), dan besi

(1 mg). Selain dapat dimakan dalam bentuk utuh, biji nangka juga dapat diolah

menjadi tepung. Selanjutnya dari tepungnya dapat dihasilkan berbagai makanan

olahan (Nuraini, 2011).

Kandungan glukosa biji nangka setelah difermentasi pada varietas bubur

sebesar 58% lebih tinggi dibandingkan dengan varietas salak sebesar 39,68%.

(6)

proses pembuatan alkohol dengan cara difermentasikan serta kandungan proteinnya

juga tinggi.

2.2.1 Kandungan Gizi Biji Nangka

Limbah biji nangka memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi

dibandingkan dengan bahan makanan serealia lain seperti gandum, beras giling,

jagung segar, dan singkong. Berikut ini perbandingan kandungan biji nangka, dan

sumber karbohidrat lainnya pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Komposisi Biji Nangka dan Sumber Karbohidrat lain per 100 gram Bahan yang dimakan

Tanaman nangka merupakan tanaman yang potensial untuk dikembangkan.

Banyak manfaat yang dapat diambil dari tanaman ini. Hampir semua bagian tanaman

ini dapat dimanfaatkan. Selain buah yang merupakan produk utamanya, bagian akar,

batang, daun, bakal buah, bahkan kulitnya pun dapat dimanfaatkan.

Bijinya enak dimakan setelah direbus, dan daunnya untuk pakan ternak, dan

(7)

tepung yang digunakan sebagai bahan baku industri makanan (bahan makan

campuran). Mineral mikro dan tembaga dalam nangka juga efektif untuk metabolisme

tiroid. Hal ini sangat baik untuk memproduksi hormon dan penyerapan. Kandungan

zat besi dalam buah yang berserat ini membantu mencegah anemia dan meningkatkan

sirkulasi darah dalam tubuh. Dengan phyto-nutrisi dan vitamin C, nangka memiliki

sifat anti kanker dan anti-penuaan. Nutrisi ini bisa menjauhkan diri dari bahaya

kanker dan memperlambat degenerasi sel untuk mencegah tubuh dari penyakit

degeneratif. Buah nangka yang telah matang dapat dibuat dodol dan keripik nangka

yang tahan lama disimpan.

2.2.3 Tepung Biji Nangka

Pengolahan produk setengah jadi merupakan salah satu cara pengawetan hasil

panen, terutama untuk komoditas pangan yang berkadar air tinggi, seperti

umbi-umbian dan buah-buahan. Keuntungan lain dari pengolahan produk setengah jadi,

sebagai bahan baku yang fleksibel untuk industri pengolahan lanjutan, aman dalam

distribusi, serta hemat ruang dan biaya penyimpanan. Teknologi pembuatan tepung

merupakan salah satu proses alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan karena

lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), dibentuk, diperkaya zat

gizi, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis.

Proses pembuatan tepung biji nangka mengalami beberapa tahap pengolahan

agar dihasilkan tepung yang berkualitas dan tidak bau. Proses pertama dalam

pembuatan tepung biji nangka adalah dengan pencucian biji nangka, setelah itu

(8)

nangka dipisahkan dari sisa pulp yang masih menempel. Kemudian biji nangka

diiris-iris (dipotong menjadi bagian-bagian kecil) agar memudahkan pada pengeringan

(Achmad Fadillah, 2008). Pengeringan dilakukan hingga kadar air di dalam biji

nangka hilang seluruhnya. Dilanjutkan dengan penghancuran biji nangka yang sudah

kering hingga menjadi bubuk halus, diayak menggunakan tepung 60 mesh, dan

tepung biji nangka selesai dibuat. Berikut ini kandungan kimia tepung biji nangka per

100 gram bahan dalam tabel 2.4.

Tabel 2.4 Komposisi Kimia Tepung Biji Nangka

Komposisi Kimia Nilai Gizi Tepung Biji Nangka

Air 12,40

Protein (g) 12.19

Lemak (g) 1,12

Serat Kasar (g) 2,74

Abu (g) 3,24

Bahan ekstra tanpa nitrogen 68,80

Pati 56,21

Sumber : Sari (2012)

2.3 Kacang Merah

Kacang merah (Phaseolus Vulgaris L.) mempunyai nama ilmiah yang sama

dengan kacang buncis yaitu Phaseolus vulgaris L, hanya tipe pertumbuhan dan

kebiasaan panennya berbeda, kacangan merah (kacang jogo), sebenarnya merupakan

kacang buncis tipe tegak (tidak merambat) dan umumnya dipanen polong tua,

sehingga disebut Bush bean. Sedangkan kacang buncis umumnya tumbuh merambat

(9)

2.3.1 Kandungan Gizi Kacang Merah

Kacang merah hanya dimakan dalam bentuk biji yang telah tua, baik dalam

keadaan segar maupun yang telah dikeringkan. Biasanya yang dimanfaatkan dari

kacang merah adalah bijinya. Biji kacang merah merupakan bahan makanan yang

mempunyai energi tinggi dan sekaligus sumber protein dan zat besi yang potensial.

Karena itu peranannya dalam usaha perbaikan gizi sangatlah penting. Disamping

kaya protein, biji kacang merah juga merupakan sumber karbohidrat, mineral dan

vitamin (Astawan, 2009). Hasil perbandingan komposisi zat gizi antara kacang merah

segar, kacang merah kering, dan kacang merah rebus dapat dilihat pada tabel 2.5.

Tabel 2.5 Komposisi Zat Gizi per 100 gram Kacang Merah Bahan

tubuh. Beberapa manfaat mengonsumsi kacang merah antara lain, meningkatkan daya

(10)

darah, mengendalikan glukosa darah, detoksifikasi sulfit dan sebagainya (Anonim,

2013).

2.3.3 Tepung Kacang Merah

Pengolahan biji kacang merah menjadi tepung telah lama dikenal oleh

masyarakat, namun diperlukan sentuhan teknologi untuk meningkatkan mutu tepung

kacang merah yang dihasilkan. Pembuatan tepung kacang merah dapat dilakukan

dengan cara mengeringkannya dibawah sinar matahari, maupun dengan

menggunakan alat pengering, seperti oven. Kacang merah kemudian dilepas kulitnya,

disangrai, digiling, dan diayak menjadi tepung (Astawan, 2009).

Keunggulan dari pengolahan kacang merah menjadi tepung kacang merah

adalah meningkatkan daya guna, hasil guna, lebih mudah diolah atau diproses

menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, lebih mudah dicampur dengan

tepung-tepung dan bahan lainnya.

2.4 Pisang

Pisang termasuk dalam family Musaceae, dan terdiri atas berbagai varietas

dengan penampilan warna, bentuk, dan ukuran yang berbeda-beda. Varietas pisang

yang diunggulkan antara lain Pisang Ambon Kuning, Pisang Ambon Lumut, Pisang

Barangan, Pisang Badak, Pisang Raja, Pisang Kepok, Pisang Susu, Pisang Tanduk,

dan Pisang Nangka.

Buah pisang tersusun dalam tendon dengan kelompok-kelompok tersusun

(11)

berwarna kuning ketika matang, meskipun ada beberapa yang berwarna jingga,

merah, ungu, atau bahkan hamper hitam. Buah pisang sebagai bahan panan

merupakan sumber energi (karbohidrat) dan mineral, terutama kalium.

Karbohidrat dalam pisang mentah selain mengandung amilum (tepung) sulit

dicerna juga tidak manis. Pada pisang yang telah masang, amilumnya telah berubah

menjadi zat gula yang mudah dicerna oleh tubuh dan mempunyai rasa yang manis

dan enak. Karbohidrat yang terkandung dalam pisang masak dapat memberi energi

dan kehangatan pada tubuh.

Pisang kepok atau pisang kepok kuning termasuk pisang berkulit tebal dengan

warna kuning menarik kalau sudah matang. Satu tandan terdiri dari 10-16 sisir

dengan berat 14-22 kg. setiap sisir terdapat ± 20 buah. Daging buahnya kuning,

umumnya buah dimakan setelah direbus atau digoreng. Berikut ini merupakan

klasifikasi pisang kepok (musa balbisiana) :

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Bangsa : Zingiberales

Suku : Musaceae

Marga : Musa

(12)

2.4.1 Kandungan Gizi Pisang Kepok

Adapun kandungan gizi yang terdapat pada setiap 100 gram disajikan pada

tabel 2.6.

Tabel 2.6 Kandungan Gizi per 100 gram Pisang Kepok

Unsur Kadar

Sumber : Departemen Kesehatan RI, 2005

2.4.2 Tepung Pisang

Pemanfaatan tepung pisang cukup luas dalam industri pangan, sebagai bahan

baku makanan (bubur) balita juga sebagai bahan baku produk kue, sebagai bahan

baku industri, ketersediaan buah pisang dapat terpenuhi karena tanaman pisang

mudah dibudidayakan, dapat tumbuh diberbagai kondisi lahan dan dapat dipanen

sepanjang tahun atau tidak tergantung musim.

Tepung pisang mempunyai rasa dan bau yang khas sehingga dapat digunakan

pada pengolahan berbagai jenis makanan yang menggunakan tepung (tepung beras,

terigu, dan sebagainya) di dalamnya. Dalam hal ini tepung pisang menggantikan

(13)

cake/pancake, kue kering, kue lapis, puding, makanan bayi/balita, kue pasir dan

lain-lain. Dalam industri pisang banyak digunakan sebagai bahan dalam pembuatan

pudding, makanan bayi, dan roti.

Tepung pisang adalah salah satu cara pengawetan pisang dalam bentuk

olahan. Cara membuatnya mudah, sehingga dapat diterapkan di daerah perkotaan

maupun pedesaan. Pada dasarnya, semua jenis pisang dapat diolah menjadi tepung

pisang, asal tingkat kematangannya cukup. Tetapi, sifat tepung pisang yang

dihasilkan tidak sama untuk masing-masing jenis pisang. Pisang yang paling baik

meghasilkan tepung pisang adalah pisang kapok. Tepung pisang yang dihasilkannya

mempunyai warna yang lebih putih dibandingka dengan yang dibuat dari pisang jenis

lain.

Tabel 2.7 Sifat Fisik dan Kimia Tepung Pisang dari berbagai Varietas Pisang Varietas Warna Kadar air

Pembuatan tepung pisang bertujuan selain untuk memperpanjang daya awet

tanpa mengurangi nilai gizi pisang, juga untuk mempermudah dan memperluas

pemanfaatan pisang sebagai bahan makanan lain seperti untuk kue, keripik dan

lain-lain. Tahap pengolahan tepung pisang adalah pengukusan atau perebusan buah

(14)

atau penggilingan dan pengayakan. Adapun komposisi tepung pisang disajikan pada

tabel 2.8.

Tabel 2.8 Komposisi Kimia Tepung Pisang Kepok dan Rendaman Gaplek Pisang

Komponen (%) Tepung Pisang

Kadar air 5,85 – 11,60

Kadar pati 64,69 – 67,31

Kadar total gula 18,24 – 20,04

Kadar serat kasar 1,96 – 2,51

Kadar protein 3,36 – 4,12

Kadar vitamin C 0,0325 – 0,0326

Kadar total asam 0,36 – 0,71

Rendaman gaplek pisang 15,4 – 18,8

Sumber : Winarno, 2004

2.5 Kebutuhan Gizi Remaja

Penentuan kebutuhan akan zat gizi remaja secara umum didasarkan pada

Recommended Daily Allowances (RDA). Untuk praktisnya, RDA disusun

berdasarkan perkembangan kronologis bukan kematangan. Karena itu jika konsumsi

energi remaja kurang dari jumlah yang dianjurkan, tidak berarti kebutuhannya belum

tercukupi. Status gizi remaja harus dimulai secara perorangan, berdasarkan data yang

diperoleh dari pemeriksaan klinis, biokimiawi, antropometris, diet, serta psikososial.

Banyaknya energi yang dibutuhkan oleh remaja dapat diacu pada tabel RDA.

Secara garis besar, remaja putra memerlukan lebih banyak energi dibandingkan

remaja putri (Arisman, 2010). Kebutuhan akan semua jenis mineral juga meningkat.

Peningkatan kebutuhan akan besi dan kalsium paling mencolok karena kedua mineral

(15)

terpenuhinya zat besi pada tubuh akan berdampak pada terjadinya anemia defisiensi

besi yang akan mempengaruhi pertumbuhan, dan produktivitas remaja.

2.5.1 Energi

Energi dalam makanan yang diperoleh dari karbohidrat, protein dan lemak.

Ketiga zat gizi tersebut disebut makronutrien. Energi diperlukan untuk metabolisme,

utilisasi bajan makanan dan aktivitas (Pudjiadi, 2000). Menurut WHO (1985)

konsumsi energi berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran

energi seseorang bila mempunyai ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat

aktivitas yang sesuai dengan kesehatan jangka panjang dan yang memungkinkan

pemeliharaan aktivitas fisik yang dibutuhkan secara social dan ekonomi (Almatsier,

2010).

Sumber energi dalam tubuh remaja berasal dari tiga sumber, yaitu

karbohidrat, lemak dan protein yang akan dipecah manjadi energi. Energi yang

dihasilkan oleh setiap satu gram karbohidrat sebanyak 4 kalori, yang dihasilkan

lemak sebanyak 9 kalori, dan oleh protein sebanyak 4 kalori (Devi, 2012).

Kekurangan energi terjadi apabila konsumsi energi melalui makanan kurang

dari energi yang dikeluarkan. Akibatnya, berat badan menjadi tidak ideal. Bila terjadi

pada remaja akan menghambat pertumbuhan. Gejala yang ditimbulkan adalah kurang

perhatian, gelisah, lemah, kurang bersemangat dan penurunan daya tahan terhadap

penyakit infeksi (Almatsier, 2010).

Kelebihan energi terjadi bila konsumsi energi melalui makanan melebihi

(16)

Akibatnya ialah terjadi kegemukan. Kegemukan dapat menyebabkan gangguan dalam

fungsi tubuh sehingga meningkatkan resiko untuk menderita penyakit kronis, seperti

diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung koroner, kanker dan memperpendek

harapan hidup (Almatsier, 2010).

2.5.2 Protein

Setelah air, protein merupakan zat gizi yang paling banyak dalam tubuh. Bila

energi makanan cukup, dapat dikatakan semua makanan juga mengandung protein

yang cukup. Akan tetapi, jika protein yang dikonsumsi tidak terpenuhi sesuai

kebutuhan tubuh, hal ini menggambarkan bahwa makanan yang dikonsumsi tidak

mencukupi terhadap kebutuhan energi.

Kebutuhan manusia akan protein dapat dihitung dengan mengetahui jumlah

nitrogen yang hilang (obligatory nitrogen). Setiap harinya nitrogen yang keluar

bersama urin rata-rata 37 mg/kg berat badan dan dalam feses 12 mg/kg berat badan.

Nitrogen yang lepas bersama kulit 3 mg/kg serta melalui jalur lain seperti keringat

meliputi 2 mg/kg sehingga jumlahnya menjadi 54 mg/kg berat badan per hari. Karena

itu nitrogen dibuat oleh tubuh dapat digunakan sebagai pedoman untuk menentukan

kebutuhan minimal protein yang diperlukan badan (Winarno, 2004).

Angka tersebut dapat dikalikan dengan 6,25 (konversi protein dari nitrogen)

menjadi jumlah kebutuhan protein/kg berat badan per hari. Angka ini biasanya masih

ditambah 30% untuk memberi peluang peningkatan terbuangnya nitrogen kelak kalau

(17)

ukuran berat badan, jenis kelamin dan umur. Untuk itu pengamanan angka terakhir

masih harus ditambah lagi menjadi 30% (Winarno, 2004).

Menurut Almatsier (2010), maksimal asupan protein yang dianjurkan untuk

dikonsumsi adalah sebanyak 2 kali dari Angka Kecukupan Gizi (AKG). Protein

terdapat pada pangan nabati maupun hewani. Nilai protein pada bahan pangan

bersumber hewani lebih tinggi dibandingkan dengan bahan makanan nabati. Sumber

protein dari hewani diantaranya adalah ikan, susu, telur, daging, unggas dan kerang.

Sedangkan sumber protein dari nabati diantaranya adalah kacang merah, dan juga

kedelai dan olehannya seperti tempe dan tahu.

Protein ditemukan dalam semua jaringan tubuh. Kebanyakan dari protein

disimpan dalam jaringan otot dan organ-organ tubuh. Sisanya terdapat dalam darah,

tulang dan gigi. Protein memiliki beberapa fungsi yaitu :

1. Membentuk jaringan baru dalam masa pertumbuhan dan perkembangan

tubuh.

2. Memelihara jaringan tubuh sepanjang hidup dan memperbaiki serta

mengganti jaringan yang rusak.

3. Menyediakan asam amino yang diperlukan untuk membentuk enzim-enzim

pencernaan dan metabolisme yang digunakan dalam tubuh serta sebagai

antibodi yang diperlukan.

4. Mengatur keseimbangan air dalam tubuh.

5. Bertindak sebagai buffer, yaitu beraksi dengan asam dan basa untuk menjaga

(18)

6. Sebagai sumber energi, protein ekivalen dengan karbohidrat, karena

menghasilkan 4 kkal/g protein (Almatsier, 2010).

Gangguan gizi yang juga sering terjadi pada remaja ialah kurang energi

protein yang juga disebut kurang kalori-protein. Konsumsi energi yang kurang dapat

menyebabkan penggunaan protein makanan digunakan untuk energi daripada untuk

pertumbuhan dan pemeliharaan. Selain itu, kurang protein tetapi cukup energi dapat

timbul jika pangan pokok yang dimakan mempunyai kandungan protein yang rendah,

misalnya singkong ataupun ubi jalar ataupun jika total konsumsi pangan anak kecil

misalnya sop, bubur ataupun bubur halus juga rendah dalam protein kalori.

Timbulnya penyakit akibat defisiensi protein biasanya disertai dengan penyakit

penyerta berupa infeksi saluran pernapasan serta infeksi saluran pencernaan

(Sulistyoningsih, 2011).

2.5.3 Zat Besi (Fe)

Zat Besi merupakan mikroelemen yang essensial bagi tubuh. Zat ini terutama

diperlukan dalam hemopobsis (pembentukan darah), yaitu dalam sintesa hemoglobin

(Hb). Disamping itu berbagai jenis enzim memerlukan Fe sebagai faktor penggiat

(Hoffbrand, 2006).

Kandungan besi dalam badan sangat kecil yaitu 35 mg per kg berat badan

wanita atau 50 mg per kg berat badan pria. Besi dalam badan sebagian terletak dalam

sel-sel darah merah sebagai heme, suatu pigmen yang mengandung inti sebuah atom

(19)

dalam sel-sel otot, khususnya dalam mioglobin. Berbeda dengan hemoglobin,

mioglobin terdiri dari satu pigmen heme untuk setiap protein (Winarno, 2004).

Pada remaja, jumlah kebutuhan sesuai dengan ukuran tubuh dan terjadinya

menstruasi (Rossander-Hulthen & Hallberg, 1996 dalam Beard, 2000). Kebutuhan zat

besi untuk remaja dihitung menggunakan metode faktorial. Kebutuhan remaja

dihitung dari peningkatan volume darah (0,18 mg/hari pada remaja pria dan 0,14

mg/hari pada remaja wanita). Peningkatan kebutuhan zat besi tersebut termasuk

peningkatan volume darah yang diiringi dengan peningkatan rata-rata konsentrasi Hb

selama pertumbuhan yang pesat.

Kebutuhan zat besi terabsorpsi pada remaja putri diperkirakan sekitar 1,9

mg/hari, berdasarkan rat-rata kebutuhan untuk tumbuh (0,5 mg), basal (0,75 mg), dan

kehilangan darah menstruasi (0,6 mg) (Briawan, 2014). Apabila AKG zat besi 15

mg/hari, dengan asumsi penyerapan zat besi 10-15%, akan menghasilkan asupan zat

besi sekitar 1,5-2,2 mg/hari. Jumlah ini cukup untuk mempertahankan keseimbangan

zat besi di dalam tubh, termasuk untuk penyimpanan sebesar 300 mg (Krummer

Kris-Etherton, 1996).

Tambahan zat besi untuk remaja wanita diperlukan untuk menggantikan

kehilangan zat besi selama menstruasi. Hallberg (1996) menyebutkan bahwa

menstruasi selama remaja tidak berbeda dengan usia reproduktif lainnya. Rata-rata

kehilangan darah menstruasi 84 ml, dengan asumsi kehilangan Hb 133 g/l,

membutuhkan tambahan zat besi 0,56 mg/hari. Tambahan zat besi untuk persentil

(20)

untuk mempertahankan keseimbangan akibat kehilangan darah menstruasi

dibutuhkan 2,1 mg/hari untuk persentil ke-75.

Fairweather-Tait (1996, dikutip dalam Beard, 2000) mengestimasi kebutuhan

zat besi untuk remaja pria antara 1,45-2,03 mg/hari berdasarkan survey di UK dan

Eropa pada tahun 1996. Untuk remaja pria, masa pubertas berkaitan dengan

meningkatnya massa tubuh dan konsentrasi hemoglobin. Kebutuhan untuk pria ini

20% lebih banyak dibandingkan dengan rata-rata kebutuhan wanita mentruasi.

Sedangkan untuk remaja wanita, pertumbuhan masih berlanjut setelah masa

menstruasi. Pada usia 14 tahun, kebutuhan zat besi remaja wanita 30% lebih banyak

dibandingkan ibunya (Tabel 2.9).

Tabel 2.9 Kebutuhan zat besi menurut kelompok usia

Kelompok Usia Kebutuhan mg/hari

Pria dewasa 1

Remaja 2-3

Wanita (WUS) 2-3

Wanita hamil 3-4

Bayi 1

Bioavailabilitas maksimum pada diet 4

Sumber : Frewin et al, 1997

FAO/WHO (2001) menyebutkan zat besi yang dibutuhkan untuk

pertumbuhan remaja adalah 0,55 mg/hari. Asumsi kehilangan zat besi basal 0,65 mg

dan menstruasi 0,48 mg, sehingga kebutuhan zat besi sekitar 1,68 mg per hari.

Kebutuhan tersebut didasarkan pada tingkat fisiologis sehingga jika bioavailabilitas

sebesar 5-10% makan diperlukan zat besi 17-34 mg/hari. Untuk Indonesia, kebutuhan

zat besi menurut angka kecukupan gizi (AKG) dapat dilihat pada tabel 2.10 berikut

(21)

Tabel 2.10 Kecukupan Zat Gizi Besi untuk Remaja menurut AKG Indonesia

Jenis kelamin Usia Zat besi (mg/hari)

Laki-laki

10-12 tahun 13

13-15 tahun 19

16-18 tahun 15

Perempuan

10-12 tahun 20

13-15 tahun 26

16-18 tahun 26

Sumber : WNPG, 2012

Kebutuhan zat besi pada remaja pria yang lebih rendah tersebut menyebabkan

prevalensi anemia pada kelompok pria lebih rendah dibandingkan wanita.

2.6 Uji Organoleptik

Penilaian organoleptik disebut juga dengan penilaian indra atau penilaian

sensorik yang merupakan suatu cara penilaian yang paling primitif atau sudah lama

dikenal. Penilaian organoleptik sangat banyak digunakan untuk menilai mutu dalam

industri pangan dan industri hasil pertanian lainnya. Kadang-kadang penilaian ini

dapat memberikan hasil penilaian yang sangat teliti. Dalam beberapa hal penilaian

dengan indera bahkan melebihi ketelitian alat yang paling sensitif (Susiwi, 2009).

Indera yang berperan dalam uj organoleptik adalah indera penglihatan,

penciuman, pencicipan, peraba dan pendengaran. Panel diperlukan untuk

melaksanakan penelitian organoleptik dalam penilaian mutu atau sifat-sifat sensorik

suatu komoditi, panel bertindak sebagai instrumen atau alat. Panel ini terdiri atas

orang atau kelompok yang bertugas menilai sifat dari suatu komoditi. Orang yang

(22)

Uji hedonik atau kesukaan merupakan salah satu jenis uji penerimaan. Dalam

uji ini panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau

sebaliknya ketidaksukaan, disamping itu mereka juga mengemukakan tingkat

kesukaan/ketidaksukaan. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut orang skala hedonik,

misalnya amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka, netral, agak tidak suka,

tidak suka, sangat tidak suka dan amat sangat tidak suka. Skala hedonik dapat

direntangkan atau diciutkan sesuai yang diinginkan peneliti (Rahayu, 1998).

2.7 Panelis

Menurut Rahayu (1998), dalam penilaian organoleptik dikenal tujuh macam

pael, yaitu panel perseorangan, panel terbatas, panel terlatih, panel agak terlatih,

panel tidak terlatih, panel konsumen dan panel anak-anak. Perbedaan ketujuh panel

tersebut didasarkan pada keahlian dalam melakukan penilaian organoleptik.

1. Panel perseorangan

Panel perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan spesifik

yang sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau latihan-latihan yang sangat

intensif. Panel perseorangan sangat mengenal sifat, peranan dan cara pengolahan

bahan yang akan dinilai dan menguasai metode-metode analisa organoleptik dengan

sangat baik. Keuntungan menggunakan panelis ini adalah kepekaan tinggi, biasa

dapat dihindari, penilaian efisien. Panel perseorangan biasanya digunakan untuk

(23)

2. Panel terbatas

Panel terbatas terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai kepekaan tinggi

sehingga bias lebih dapat dihindari. Panelis ini mengenal dengan baik faktor-faktor

dalam penilaian organoleptik dan mengetahui cara pengolahan dan pengaruh bahan

baku terhadap hasil akhir.

3. Panel terlatih

Panel terlatih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup baik.

Untuk menjadi panelis terlatih perlu didahului dengan seleksi dan latihan-latihan.

Panelis ini dapat menilai veverapa rangsangan sehingga tidak terlampau spesifik.

4. Panel agak terlatih

Panel agak terlatih terdiri dari 15-25 orang yang sebelumnya dilatih untuk

mengetahui sidat-sifat tertentu. Panel agak terlatih dapat dipilih dari kalangan terbatas

dengan menguji datanya terlebih dahulu. Sedangkan data yang sangat menyimpang

boleh tidak digunakan dalam keputusannya.

5. Panel tidak terlatih

Panel tidak terlatih terdiri dari 25 orang awam yang dapat dipilih berdasaran

jenis suku-suku bangsa, tingkat social dan pendidikan. Panel tidak terlatihnya

diperbolehkan menilai sifat-sifat organoleptik yang sederhana seperti sifat kesukaan,

tetapi tidak boleh digunakan dalam uji pembedaan. Panel tidak terlatih biasanya

(24)

6. Panel konsumen

Panel konsumen teridir dari 30 hingga 100 orang tergantung pada target

pemasaran komoditi. Panel ini mempunyai sifat yang sangat umum dan dapat

ditentukan berdasarkan perorangan atau kelompok tertentu.

7. Panel anak-anak

Panel yang khas adalah panel yang menggunakan anak-anak berusia 3-10

tahun. Biasanya anak-anak digunakan sebagai panelis dalam penilaian produk-produk

pangan yang disukai anak-anak seperti permen, es krim dan sebagainya, cara

penggunaan panelis anak-anak harus bertahap, yaitu dengan pemberitahuan atau

dengan bermain bersama, kemudian dipanggil untuk diminta responnya terhadap

produk yang dinilai dengan alat bantu gambar seperti boneka yang sedang sedih,

biasa, atau tertawa.

2.8 Kerangka Konsep

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Biskuit yang dimodifikasi dengan tepung biji nangka, tepung kacang merah, dan tepung pisang.

Daya terima biskuit modifikasi tepung biji nangka, tepung kacang

merah, dan tepung pisang

Nilai gizi energi, protein dan zat besi dari biskuit modifikasi tepung biji nangka, tepung kacang merah, dan

Gambar

Tabel 2.1 Syarat Mutu Biskuit menurut SNI 01-2973-1992
Tabel 2.2 Komposisi Zat Gizi untuk Berbagai Jenis dan Ukuran Porsi Biskuit
Gambar 2.1. Diagram Alir Pembuatan Cookies
Tabel 2.3  Komposisi Biji Nangka dan Sumber Karbohidrat lain per 100 gram Bahan yang dimakan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dan dalil atas qadim Kalam Allah Ta‟ala: bahawasanya jika ia baharu; ia tidak sunyi dari tiga perkara [iaitu]: sama ada ia (kalam yang baharu) berdiri dengan Zat Allah Ta„ala atau

Skripsi KAIZEN COSTING PADA BIAYA PRODUKSI ..... ADLN Perpustakaan

Desain ceilling ruang pamer museum pada Perancangan Interior Omah Batik Solo di

 Perimä (veljellä kielenkehitys meni samaa rataa).  Lukeminen, sadut, lapsen oma aktiiivinen osallistuminen haluaa itse oppia uutta. Joskus kielen kehitys voi olla

[r]

Pengukuran ini dilakukan menggunakan energi listrik bersumber dari PLN dan energi listrik yang dihasilkan modul sel surya dengan mengambil nilai arus dan nilai

Untuk membuktikan kuat lemahnya pengaruh dan diterima tidaknya hipotesa yang diajukan dalam skripsi ini, maka dibuktikan dengan mencari nilai koefisien korelasi

sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah