• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN - BAB II Buku RKPD 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN - BAB II Buku RKPD 2016"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN

2.1 KONDISI GEOGRAFIS DAN DEMOGRAFI 2.1.1 Karakteristik Lokasi dan Wilayah

Secara geografis, Kabupaten Subang terletak di bagian utara Provinsi Jawa Barat dengan batas koordinat yaitu antara 107031’ – 107054’ Bujur Timur dan 6011’ – 6049’

Lintang Selatan, dengan batas-batas wilayah administratif sebagai berikut : a. Sebelah Utara : berbatasan dengan Laut Jawa

b. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat

c. Sebelah Barat : berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta dan Karawang d. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Indramayu dan Sumedang

Sedangkan visualisasi wilayah administratif Kabupaten Subang dapat dilihat dalam gambar peta di bawah ini.

Gambar 1

Peta Administratif Kabupaten Subang

Dilihat dari Topografinya, dengan ketinggian tempat antara 0 – 1500 m di atas permukaan laut, Kabupaten Subang terbagi dalam 3 zona / klasifikasi daerah, yaitu :

(2)

1. Daerah Pegunungan dengan ketinggian antara 500 – 1500 m dpl dengan luas + 41.035,09 Ha atau 20% yang meliputi wilayah Kecamatan Serangpanjang, Sagalaherang, Ciater, Cisalak, Tanjungsiang, sebagian Kasomalang dan Jalancagak.

2. Daerah Bergelombang/Berbukit dengan ketinggian antara 50 – 500 m dpl dengan luas + 71.502,16 Ha atau 34,85% yang meliputi wilayah Kecamatan Cijambe, Cibogo, Subang, Dawuan, Kalijati, Cipeundeuy, sebagian Kecamatan Cikaum dan Purwadadi.

3. Daerah Dataran Rendah dengan ketinggian antara 0 - 50 m dpl dengan luas + 92.639,7 Ha atau 45,15% yang meliputi wilayah Kecamatan Blanakan, Legonkulon, Pusakanagara, Pusakajaya, Pamanukan, Sukasari, Ciasem, Patokbeusi, Pabuaran, Tambakdahan, Binong, Pagaden, Pagaden Barat, Cipunagara, Compreng, sebagian Kecamatan Cikaum dan Purwadadi.

Letak geografis yang berdekatan dengan Ibukota Propinsi dan Ibukota Negara serta berada pada lintasan jalur transportasi pantura Jawa Barat menjadikan Kabupaten Subang memiliki nilai tambah berupa kemudahan akses yang dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan dan perkembangan daerah. Sedangkan potensi tiga zona Topografi memungkinkan untuk pemanfaatan potensi sumber daya alam yang beraneka beragam karena memiliki iklim yang berbeda pada masing-masing zona.

Pada zona pegunungan tumbuh bermacam flora dan fauna, pariwisata alam yang indah dan beragam, potensi kandungan aneka tambang, mata air yang melimpah, potensi perikanan darat. Zona pedataran mendukung pengolahan area pertanian baik perkebunan maupun pertanian tanaman pangan. Lahan yang cukup luas pada zona pedataran menjadikan Subang sebagai salah satu lumbung padi nasional. Sedangkan zona pantai/pesisir laut merupakan sumber potensi perikanan baik tambak maupun perikanan laut, potensi budidaya rumput laut, pengembangan pariwisata, transportasi laut dan lainnya.

2.1.2 Kondisi Pengembangan Wilayah

1. Rencana pola ruang wilayah Kabupaten terdiri atas: a. kawasan lindung; dan

b. kawasan budidaya.

Kawasan lindung sebagaimana dimaksud meliputi: a. kawasan hutan lindung;

(3)

d. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya; e. kawasan rawan bencana alam;

f. kawasan lindung geologi; dan g. kawasan lindung lainnya.

Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud memiliki luas kurang lebih 13.309 (tiga belas ribu tiga ratus sembilan) hektar meliputi:

a. Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Bandung Utara meliputi:

1. Kecamatan Sagalaherang; 2. Kecamatan Serangpanjang; 3. Kecamatan Cisalak;

4. Kecamatan Tanjungsiang; dan 5. Kecamatan Ciater

b. KPH Purwakarta meliputi: 1. Kecamatan Kalijati;

2. Kecamatan Legonkulon; 3. Kecamatan Pusakanagara; 4. Kecamatan Blanakan; 5. Kecamatan Sukasari; 6. Kecamatan Cijambe; dan 7. Kecamatan Cibogo.

Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya:

(1) Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud berupa kawasan resapan air.

(2) Kawasan resapan air sebagaimana dimaksud memiliki luas kurang lebih 60.797 (enam puluh ribu tujuh ratus Sembilan puluh tujuh) hektar meliputi Cadangan Air Tanah (CAT) Subang, CAT Ciater, dan CAT Bekasi Karawang yang berada di:

a. CAT Ciater meliputi :

1. Kecamatan Ciater;

(4)

6. Kecamatan Serangpanjang; 7. Kecamatan Sagalaherang.

b. CAT Subang meliputi :

1. Kecamatan Cibogo; 2. Kecamatan Cipunagara; 3. Kecamatan Cijambe; 4. Kecamatan Subang; 5. Kecamatan Pagaden; 6. Kecamatan Pagaden Barat; 7. Kecamatan Binong;

8. Kecamatan Compreng; 9. Kecamatan Dawuan; 10. Kecamatan Kalijati; 11. Kecamatan Cipeundeuy; 12. Kecamatan Pabuaran; 13. Kecamatan Purwadadi; 14. Kecamatan Cikaum; 15. Kecamatan Patokbeusi.

c. CAT Kerawang Bekasi 1. Kecamatan Cipeundeuy; 2. Kecamatan Pabuaran.

Kawasan Perlindungan Setempat:

(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud meliputi: a. kawasan sempadan pantai;

b. kawasan sempadan sungai;

c. kawasan sekitar danau atau waduk;

d. kawasan ruang terbuka hijau perkotaan; dan

(2) Kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud luas kurang lebih 1.366 (seribu tiga ratus enam puluh enam) hektar meliputi:

a. Kecamatan Blanakan;

b. Kecamatan Sukasari;

c. Kecamatan Legonkulon; dan

d. Kecamatan Pusakanagara.

(5)

a. Kecamatan Sagalaherang; b. Kecamatan Serangpanjang; c. Kecamatan Ciater;

d. Kecamatan Jalancagak; e. Kecamatan Cisalak; f. Kecamatan Tanjungsiang; g. Kecamatan Cijambe; h. Kecamatan Subang; i. Kecamatan Pabuaran; j. Kecamatan Cibogo; k. Kecamatan Cipeundeuy; l. Kecamatan Kalijati; m. Kecamatan Purwadadi; n. Kecamatan Cikaum; o. Kecamatan Pagaden; p. Kecamatan Cipunagara; q. Kecamatan Binong; r. Kecamatan Compreng; s. Kecamatan Patokbeusi; t. Kecamatan Ciasem; u. KecamatanBlanakan; v. Kecamatan Pamanukan; w. Kecamatan Legonkulon; dan x. Kecamatan Pusakanagara.

(4) Kawasan sekitar danau atau waduk sebagaimana dimaksud meliputi:

a. Kecamatan Sagalaherang meliputi: 1. Desa Cicadas; dan

2. Desa Telagasari.

b. Kecamatan Jalancagak meliputi: 1. Desa Tambakan;

2. Desa Kumpay; dan 3. Desa Tambakmekar.

c. Kecamatan Cijambe berada di Desa Gunungtua;

(6)

2. Desa Belendung; dan 3. Desa Jabong.

e. Kecamatan Cibogo meliputi: 1. Desa Cinangsi; dan 2. Desa Cibogo.

f. Kecamatan Cipeundeuy berada di Desa Sawangan;

g. Kecamatan Cipunagara meliputi: 1. Desa Sidajaya;

2. Desa Manyingsal; 3. Desa Padamulya; dan 4. Desa Jati.

h. Kecamatan Binong meliputi: 1. Desa Cicadas;

2. Desa Binong;

3. Desa Karangwangi; dan 4. Desa Wanajaya.

i. Kecamatan Kalijati meliputi: 1. Desa Situsari;

2. Desa Sukasari; 3. Desa Manyeti; 4. Desa Kalijati Timur; 5. Desa Kalijati Barat; dan 6. Desa Marengmang.

j. Kecamatan Pabuaran meliputi: 1. Desa Karangmukti; 2. Desa Kedawung; dan 3. Desa Pabuaran.

k. Kecamatan Purwadadi meliputi: 1. Desa Curuluk;

2. DesaPapatan;

3. Desa Purwadadi Barat; 4. Desa Prapatan;

(7)

l. Kecamatan Cikaum meliputi: 1. Desa Sindangsari;

2. Desa Cikaum Timur; dan 3. Desa Tanjungsari.

m. Kecamatan Pagaden meliputi: 1. Desa Gembor;

2. Desa Gunung Sembung; 3. Desa Sukamulya; 4. Desa Jati;

5. Desa Pangsor; 6. Desa Balingbing; 7. Desa Margahayu; 8. Desa Munjul; 9. Desa Bendungan; 10. Desa Kamarung; dan 11. Desa Gambarsari.

(5) Kawasan ruang terbuka hijau perkotaan sebagaimana dimaksud dengan luas kurang lebih 2.050 (seribu delapan ratus lima puluh enam) hektar atau 30 (tiga puluh) persen luas kawasan perkotaan meliputi:

a. Perkotaan Pamanukan dengan luas kurang lebih 482 (empat ratus delapan puluh dua) hektar;

b. Perkotaan Subang dengan luas kurang lebih 411 (empat ratus sebelas) hektar;

c. Perkotaan Jalancagak dengan luas kurang lebih 136 (seratus tiga puluh enam) hektar; d. Perkotaan Ciasem dengan luas kurang lebih 162 (seratus enam puluh dua) hektar; e. Perkotaan Pagaden dengan luas kurang lebih 125 (seratus dua puluh lima) hektar; f. Perkotaan Kalijati dengan luas kurang lebih 274 (dua ratus tujuh puluh empat)

hektar;

g. Perkotaan Pusakanagara dengan luas kurang lebih139 (seratus tiga puluh sembilan) hektar;

h. Perkotaan Pabuaran dengan luas kurang lebih 44 (empat puluh empat) hektar; i. Perkotaan Blanakan dengan luas kurang lebih 43 (empat puluh tiga) hektar; dan j. Perkotaan Cibogo dengan luas kurang lebih 194 (seratus sembilan puluh empat)

hektar.

(8)

(1) Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya sebagaimana dimaksud meliputi:

a. kawasan cagar alam;

b. kawasan pantai berhutan mangrove; c. kawasan taman wisata alam; dan

d. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan. (2) Kawasan cagar alam sebagaimana dimaksud meliputi:

a. Cagar Alam Tangkubanparahu dengan luas kurang lebih 1.204 (seribu dua ratus empat) hektar meliputi:

1. Kecamatan Sagalaherang; 2. Kecamatan Serangpanjang; dan 3. Kecamatan Ciater.

b. Cagar Alam Burangrang berada di Kecamatan Serangpanjang dengan luas kurang lebih 38 (tiga puluh delapan) hektar.

(3) Kawasan pantai berhutan mangrove sebagaimana dimaksud dengan luas kurang lebih 6.593 (enam ribu lima ratus sembilan puluh tiga) hektar meliputi:

a. Kecamatan Blanakan; b. Kecamatan Legonkulon; c. Kecamatan Sukasari; dan d. Kecamatan Pusakanagara.

(4) Taman wisata alam sebagaimana dimaksud dengan luas kurang lebih 170 (seratus tujuh puluh) hektar meliputi:

a. Kecamatan Sagalaherang; b. Kecamatan Cisalak; dan c. Kecamatan Jalancagak.

(5) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud meliputi: a. Kecamatan Sagalaherang meliputi:

1. Situs Nangkabeurit atau Makam Rd. Aria Wangsa Goparana dan Makam Amapuradiredja;

2. Situs Sagalaherang; 3. Situs Dayeuhkolot;

(9)

7. Situs Perunggu Cijengkol; 8. Situs Eyang Sepuh; dan 9. Situs Karapyak.

b. Kecamatan Jalancagak meliputi:

1. Situs Makam Embah Ngabei Aria Wangsa Sudira atau Sanca; 2. Situs Makam Embah Abdul Kadir atau Sarireja;

3. Situs Makam Aki Leutik atau Sarireja; dan 4. Situs Makam Embah Raksabaya.

c. Kecamatan Cisalak meliputi:

1. Situs Bukanagara atau Eyang Emas atau Eyang Cibadak atau Cupunagara; 2. Situs Gundukan dan Parit atau Cupunagara;

3. Arca Batu atauCisalak; dan

4. Situs Gunung Canggah atau Mayang.

d. Monumen Perjuangan ’45 Ciseupan atau Cibuluh berada di Kecamatan Tanjungsiang:

e. Kecamatan Cijambe meliputi:

1. Makam berinskripsi Cisalak atau Cimenteng; 2. Situs Gunung Tua atau Gunung Tua;

3. Batu Telapak Kaki Manusia dan Binatang; dan 4. Patung Tipe Megalitik Polinesia atau Bantarsari. f. Kecamatan Subang meliputi:

1. Gedung Wisma Karya;

2. Big House atau Gedong Gede; 3. Mesjid Agung;

4. Makam Embah Dongdo atau Karanganyar; 5. Makam Eyang Rangga atau Jabong; dan

6. Makam Embah Dalem Gintung atau Pasirkareumbi. g. Kecamatan Cibogo meliputi:

1. Situs Pasir Benteng; dan 2. Pasir Cabe atau Wanareja. h. Kecamatan Kalijati meliputi:

1. Museum Naskah Kalijati; dan 2. Situs Perunggu Patenggeng. i. Kecamatan Purwadadi meliputi:

(10)

2. Situs Batu Bertulis Desa Purwadadi Barat; dan

3. Makam Karang Turi atau Prapatan. j. Situs Kawunganten berada di Kecamatan Cikaum;

k. Situs Sumur Berengkelatau Telapak Kaki atau Neglasari berada di Kecamatan Pagaden;

l. Kecamatan Cipunagara meliputi: 1. Situs Gelok atau Kosambi; dan 2. Situs Gedong Pasir Tanjung. m. Kecamatan Binong meliputi:

1. Makam Embah Buyut; 2. Makam Syech Jamaludin;

3. Makam Embah Masi atau Cicadas; dan 4. Situs Ibu Ratu Subanglarang.

n. Situs Kibuyut Pera berada di Kecamatan Blanakan;

o. Situs Batu Bertulis Salagebang berada di Kecamatan Pamanukan; dan p. Situs Nagara Damai berada di Kecamatan Legonkulon.

Kawasan Lindung Geologi

(1) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud meliputi: a. kawasan sekitar mata air; dan

b. kawasan rawan bencana alam geologi.

(2) Kawasan sekitar mata air sebagaimana dimaksud dengan luas kurang lebih 4.295 (empat ribu dua ratus Sembilan puluh lima) hektar meliputi:

a. Kecamatan Sagalaherang;

b. Kecamatan Jalancagak;

c. Kecamatan Cisalak;

d. Kecamatan Tanjungsiang;

e. Kecamatan Cijambe;

f. Kecamatan Subang;

g. Kecamatan Cibogo;

h. Kecamatan Kalijati;

i. Kecamatan Cipeundeuy;

(11)

k. Kecamatan Cipunagara;

l. Kecamatan Cikaum; dan

m. Kecamatan Pabuaran.

(3) Kawasan rawan bencana alam geologi sebagaimana dimaksud meliputi: a. kawasan rawan gempa;

b. kawasan rawan letusan gunung berapi; dan c. kawasan rawan gerakan tanah.

(4) Kawasan rawan gempa sebagaimana dimaksud dengan luas kurang lebih 6.716 (enam ribu tujuh ratus enam belas) hektar berada di Kecamatan Tanjungsiang meliputi:

a. Desa Cimeuhmal; b. Desa Cikawung; c. Desa Tanjungsiang; d. Desa Sirap;

e. Desa Buniara; dan f. Desa Sindanglaya.

(5) Kawasan rawan letusan gunung berapisebagaimana dimaksud dengan luas kurang lebih 15.336 (lima belas ribu tiga ratus tiga puluh enam) hektar meliputi:

a. Desa Cipancar berada di Kecamatan Serangpanjang; b. Kecamatan Sagalaherang meliputi:

1. Desa Sagalaherang Kaler; 2. Desa Dayeuhkolot; 3. Desa Mekarsari; 4. Desa Cicadas; 5. Desa Curug Agung; 6. Desa Sukamandi; 7. Desa Leles; dan 8. Desa Sagalaherang. c. Kecamatan Ciater meliputi:

1. Desa Ciater; 2. Desa Nagrak; 3. Desa Cisaat; dan 4. Desa Palasari.

d. Kecamatan Jalancagak meliputi:

(12)

2. Desa Sarireja;

3. Desa Bunihayu;

4. Desa Cibeusi;

5. Desa Cibitung;

6. Desa Jalancagak; dan

7. Desa Tambaka.

(6) Kawasan rawan gerakan tanah sebagaimana dimaksud dengan luas kurang lebih 9.619 (sembilan ribu enam ratus sembilan belas) hektar meliputi:

a. Kecamatan Tanjungsiang meliputi: 1. Desa Gandasoli;

2. Desa Rancamanggung; 3. Desa Cibuluh;

4. Desa Pakuhaji; dan 5. Desa Sindanglaya.

b. Kecamatan Cisalak meliputi: 1. Desa Sukakerti;

2. Desa Pasanggrahan; 3. Desa Bojongloa; 4. Desa Panembong; dan 5. Desa Tenjolaya.

c. Kecamatan Cijambe meliputi: 1. Desa Sukahurip;

2. Desa Bantarsari; 3. Desa Cirangkong; 4. Desa Cikadu; 5. Desa Cimenteng; 6. Desa Gunung Tua; dan 7. Desa Cijambe.

d. Kecamatan Jalancagak meliputi: 1. Desa Palasari;

(13)

7. Desa Kumpay;

8. Desa Kasomalang Wetan; 9. Desa Bunihayu; dan 10. Desa Tambakmekar.

e. Kecamatan Subang meliputi:

1. Kelurahan Parung;

2. Kelurahan Pasirkareumbi; dan

3. Kelurahan Dangdeur.

Kawasan Lindung Lainnya

Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud meliputi:

a. kawasan perlindungan plasma nuftah exsitu berada di Kelurahan Dangdeur Kecamatan Subang; dan

b. kawasan terumbu karang berada di Pantai Bobos Kecamatan Legonkulon.

Kawasan Budidaya

Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud meliputi: a. kawasan peruntukan hutan produksi;

b. kawasan peruntukan hutan rakyat; c. kawasan peruntukan pertanian; d. kawasan peruntukan perikanan; e. kawasan peruntukan pertambangan; f. kawasan peruntukan industri; g. kawasan peruntukan pariwisata; h. kawasan peruntukan permukiman; dan i. kawasan peruntukan lainnya.

Kawasan Peruntukan Hutan Produksi

(1) Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud meliputi:

kawasan peruntukan hutan produksi tetap; dan kawasan peruntukan hutan terbatas.

(2) Kawasan peruntukan hutan produksi tetap sebagaimana dimaksud dengan luas kurang lebih 2.985 (dua ribu sembilan ratus delapan puluh lima) hektar meliputi:

(14)

c. Kecamatan Jalancagak; d. Kecamatan Ciater; e. Kecamatan Cisalak; f. Kecamatan Kasomalang; g. Kecamatan Tanjungsiang; h. Kecamatan Cijambe; i. Kecamatan Subang; j. Kecamatan Kalijati; k. Kecamatan Dawuan; dan l. Kecamatan Cipeundeuy.

(3) Kawasan peruntukan hutan produksi terbatas sebagaimana dimaksud dengan luas kurang lebih 11.392 (sebelas ribu tiga ratus sembilan puluh dua) hektar meliputi:

a. Kecamatan Ciater;

b. Kecamatan Cisalak;

c. Kecamatan Tanjungsiang;

d. Kecamatan Subang;

e. Kecamatan Cibogo;

f. Kecamatan jalancagak;

g. Kecamatan Kalijati;

h. Kecamatan Dawuan;

i. Kecamatan Cipeundeuy; dan

j. Kecamatan Sagalaherang.

Kawasan Peruntukan Hutan Rakyat

Kawasan peruntukan hutan rakyat sebagaimana dimaksud dengan luas kurang lebih 13.573 (tiga belas ribu lima ratus tujuh puluh tiga) hektar meliputi:

a. Kecamatan Sagalaherang;

b. Kecamatan Serangpanjang;

c. Kecamatan Ciater;

d. Kecamatan Cisalak;

e. Kecamatan Kasomalang;

f. Kecamatan Tanjungsiang;

g. Kecamatan Cijambe;

h. Kecamatan Cibogo;

(15)

j. Kecamatan Kalijati;

k. Kecamatan Dawuan;

l. Kecamatan Cipeundeuy;

m. Kecamatan Pabuaran;

n. Kecamatan Purwadadi;

o. Kecamatan Cikaum;

p. Kecamatan Pagaden;

q. Kecamatan Pagaden Barat; dan

r. Kecamatan Cipunagara.

Kawasan Peruntukan Pertanian

(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud meliputi: a. kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan;

b. kawasan peruntukan hortikultura; c. kawasan peruntukan perkebunan; dan d. kawasan peruntukan peternakan;

(2) Kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud meliputi: a. kawasan peruntukan pertanian lahan basah; dan

b. kawasan peruntukan pertanian lahan kering.

(3) Kawasan peruntukan pertanian lahan basah sebagaimana dimaksud meliputi:

a. sawah beririgasi berupa lahan pertanian pangan berkelanjutan dengan luas kurang lebih 77.638 (tujuh puluh tujuh ribu enam ratus tiga puluh delapan) hektar meliputi: 1) Kecamatan Sagalaherang dengan luas kurang lebih 1.112 (satu ribu seratus dua

belas) hektar;

2) Kecamatan Serangpanjang dengan luas kurang lebih 1.316 (satu ribu tiga ratus enam belas);

3) Kecamatan Jalancagak dengan luas kurang lebih 484 (empat ratus delapan puluh empat);

4) Kecamatan Ciater dengan luas kurang lebih 648 (enam ratus empat puluh delapan) hektar;

5) Kecamatan Cisalak dengan luas kurang lebih 1.772 (satu ribu tujuh ratus tujuh puluh dua) hektar;

(16)

7) Kecamatan Tanjungsiang dengan luas kurang lebih 1.688 (satu ribu enam ratus delapan puluh delapan) hektar;

8) Kecamatan Cijambe dengan luas kurang lebih 1.666 (satu ribu enam ratus enam puluh enam) hektar;

9) Kecamatan Cibogo dengan luas kurang lebih 1.460 (satu ribu empat ratus enam puluh) hektar;

10) Kecamatan Subang dengan luas kurang lebih 1.158 (satu ribu seratus lima puluh delapan) hektar;

11) Kecamatan Kalijati dengan luas kurang lebih 541 (lima ratus empat puluh satu) hektar;

12) Kecamatan Dawuan dengan luas kurang lebih 2.137 (dua ribu seratus tiga puluh tujuh) hektar;

13) Kecamatan Cipeundeuy dengan luas kurang lebih 1.233 (satu ribu dua ratus tiga puluh tiga) hektar;

14) Kecamatan Pabuaran dengan luas kurang lebih 2.669 (dua ribu enam ratus enam puluh sembilan) hektar;

15) Kecamatan Patokbeusi dengan luas kurang lebih 5.556 (lima ribu lima ratus lima puluh enam) hektar;

16) Kecamatan Purwadadi dengan luas kurang lebih 1.260 (satu ribu dua ratus enam puluh) hektar;

17) Kecamatan Cikaum dengan luas kurang lebih 1.695 (satu ribu enam ratus sembilan puluh lima) hektar;

18) Kecamatan Pagaden dengan luas kurang lebih 2.701 (dua ribu tujuh ratus satu) hektar;

19) Kecamatan Pagaden Barat dengan luas kurang lebih 3.318 (tiga ribu tiga ratus delapan belas) hektar;

20) Kecamatan Cipunagara dengan luas kurang lebih 4.841 (empat ribu delapan ratus empat puluh satu) hektar;

21) Kecamatan Compreng dengan luas kurang lebih 4.814 (empat ribu delapan ratus empat belas) hektar;

22) Kecamatan Binong dengan luas kurang lebih 3.751 (tiga ribu tujuh ratus lima puluh satu) hektar;

(17)

24) Kecamatan Ciasem dengan luas kurang lebih 6.364 (enam ribu tiga ratus enam puluh empat) hektar;

25) Kecamatan Pamanukan dengan luas kurang lebih 1.887 (satu ribu delapan ratus delapan puluh tujuh) hektar;

26) Kecamatan Sukasari dengan luas kurang lebih 3.664 (tiga ribu enam ratus enam puluh empat) hektar;

27) Kecamatan Pusakanagara dengan luas kurang lebih 3.093 (tiga ribu Sembilan puluh tiga) hektar;

28) Kecamatan Pusakajaya dengan luas kurang lebih 3.907 (tiga ribu sembilan ratus tujuh) hektar;

29) Kecamatan Legonkulon dengan luas kurang lebih 2.563 (dua ribu lima ratus enam puluh tiga) hektar; dan

30) Kecamatan Blanakan dengan luas kurang lebih 5.300 (lima ribu tiga ratus) hektar.

b. sawah tadah hujan dengan luas kurang lebih 7.290 (tujuh ribu dua ratus sembilan puluh) hektar meliputi:

(18)

(4) Kawasan peruntukan pertanian lahan kering sebagaimana dimaksud dengan luas kurang lebih 23.283 (dua puluh tiga ribu dua ratus delapan puluh tiga) hektar meliputi:

a. padi ladang berada di seluruh kecamatan. b. jagung meliputi:

1. Kecamatan Sagalaherang; 2. Kecamatan Serangpanjang; 3. Kecamatan Jalancagak; 4. Kecamatan Ciater; 5. Kecamatan Cibogo; 6. Kecamatan Dawuan;

7. Kecamatan Cipeundeuy; dan 8. Kecamatan Pabuaran.

c. ubi kayu meliputi:

1. Kecamatan Cipeundeuy; 2. Kecamatan Purwadadi; 3. Kecamatan Cijambe; 4. Kecamatan Ciater;

5. Kecamatan Sagalaherang; 6. Kecamatan Serangpanjang; dan 7. Kecamatan Tanjungsiang. d. ubi jalar meliputi:

1. Kecamatan Sagalaherang; 2. Kecamatan Serangpanjang; 3. Kecamatan Jalancagak; 4. Kecamatan Ciater; 5. Kecamatan Cisalak; 6. Kecamatan Kasomalang; 7. Kecamatan Tanjungsiang; dan 8. Kecamatan Cibogo.

(19)

6. Kecamatan Cibogo. f. kedele meliputi:

1.Kecamatan Cijambe;

2.Kecamatan Cibogo;

3.Kecamatan Subang;

4.Kecamatan Kalijati;

5.Kecamatan Dawuan;

6.Kecamatan Cipeundeuy;

7.Kecamatan Pabuaran;

8.Kecamatan Patokbeusi;

9.Kecamatan Purwadadi;

10. Kecamatan Pagaden;

11. Kecamatan Pagaden Barat;

12. Kecamatan Cipunagara; dan

13. Kecamatan Compreng.

(5) Kawasan peruntukan hortikultura meliputi: a. nenas meliputi:

1. Kecamatan Jalancagak; 2. Kecamatan Ciater; 3. Kecamatan Kasomalang; 4. Kecamatan Ciasalak; dan 5. Kecamatan Cijambe b. pisang meliputi:

(20)

12. Kecamatan Dawuan; 13. Kecamatan Cipeundeuy; 14. Kecamatan Pabuaran; 15. Kecamatan Patokbeusi; 16. Kecamatan Purwodadi; 17. Kecamatan Cikaum; 18. Kecamatan Pagaden; 19. Kecamatan Pagaden Barat; 20. Kecamatan Cipunagara; 21. Kecamatan Compreng; 22. Kecamatan Binong; 23. Kecamatan Tambakdahan; 24. Kecamatan Ciasem; 25. Kecamatan Pamanukan; 26. Kecamatan Sukasari; 27. Kecamatan Pusakanagara; 28. Kecamatan Pusakajaya; dan 29. Kecamatan Blanakan. c. rambutan meliputi:

1. Kecamatan Purwadadi; 2. Kecamatan Cikaum; dan 3. Kecamatan Cipeundeuy. d. jeruk siam meliputi:

1. Kecamatan Dawuan;

2. Kecamatan Sagalaherang; dan 3. Kecamatan Serangpanjang. e. mangga meliputi:

4. Kecamatan Tambakdahan; 5. Kecamatan Patokbeusi; 6. Kecamatan Compreng; 7. Kecamatan Pabuaran; 8. Kecamatan Binong;

9. Kecamatan Pagaden Barat; dan 10. Kecamatan Cipunagara.

(21)

1. Kecamatan Tambakdahan;

2. Kecamatan Purwadadi;

3. Kecamatan Binong;

4. Kecamatan Kalijati; dan

5. Kecamatan Cikaum. g. durian meliputi:

1. Kecamatan Cisalak;

2. Kecamatan Sagalaherang;

3. Kecamatan Jalancagak;

4. Kecamatan Cijambe; dan

5. Kecamatan Purwadadi. h. manggis meliputi:

1. Kecamatan Cisalak;

2. Kecamatan Serangpanjang; 3. Kecamatan Ciater;

4. Kecamatan Jalancagak; 5. Kecamatan Kasomalang; 6. Kecamatan Sagalaherang; dan 7. Kecamatan Tanjungsiang;

i. sayuran berupa kacang panjang dan mentimun meliputi: 1. Kecamatan Sagalaherang;

(22)

16. Kecamatan Cikaum; 17. Kecamatan Pagaden; 18. Kecamatan Pagaden Barat; 19. Kecamatan Cipunagara; 20. Kecamatan Compreng; 21. Kecamatan Binong; 22. Kecamatan Tambakdahan; 23. Kecamatan Ciasem;

24. Kecamatan Pusakanagara; dan 25. Kecamatan Pusakajaya. j. tanaman obat-obatan meliputi:

1. Kecamatan Sagalaherang; 2. Kecamatan Serangpanjang; 3. Kecamatan Jalancagak; 4. Kecamatan Ciater;

5. Kecamatan Tanjungsiang; dan 6. Kecamatan Cijambe.

k. tanaman hias berupa anggrek meliputi: 1. Kecamatan Sagalaherang; dan 2. Kecamatan Jalancagak.

(6) Kawasan peruntukan perkebunan meliputi:

a. perkebunan besar dengan luas kurang lebih 18.740 (delapan belas ribu tujuh ratus empat puluh) hektar meliputi:

1. karet meliputi:

a) Kecamatan Subang; b) Kecamatan Cibogo; c) Kecamatan Kalijati;

d) Kecamatan Cipeundeuy; dan e) Kecamatan Dawuan.

2. teh meliputi:

a) Kecamatan Serangpanjang; b) Kecamatan Sagalaherang; c) Kecamatan Ciater;

(23)

e) Kecamatan Kasomalang. 3. tebu meliputi:

a) Kecamatan Cibogo; b) Kecamatan Cipunagara; c) Kecamatan Purwadadi; dan d) Kecamatan Cikaum.

e) Kecamatan Pabuaran; f) Kecamatan Cipeundeuy. 4. kelapa sawit meliputi:

a) Kecamatan Serangpanjang; dan b) Kecamatan Jalancagak

b. perkebunan rakyat dengan luas kurang lebih 8.981 (delapan ribu Sembilan ratus delapan puluh satu) hektar berada di seluruh kecamatan.

(7) Kawasan peruntukan peternakan sebagaimana dimaksud meliputi: a. ternak besar;

b. ternak kecil; dan c. ternak unggas.

(8) ternak besar sebagaimana dimaksud meliputi sapi perah, sapi potonng, dan kerbau denganj kawasan pengembangan yang ditetapkan sebagai berikut :

a. kawasan pengembangan sapi potong meliputi: 1. Kecamatan Serangpanjang;

2. Kecamatan Sagalaherang; 3. Kecamatan Ciater

(24)

14. Kecamatan Cikaum:

15. Kecamatan Cipunagara; dan 16. Kecamatan Purwadadi.

b. kawasan pengembangan sapi perah meliputi: 1. Kecamatan Sagalaherang;

2. Kecamatan Serangpanjang; 3. Kecamatan Ciater;

4. Kecamatan Cijambe; 5. Kecamatan Jalancagak; 6. Kecamatan Cisalak;

7. Kecamatan Kasomalang; dan 8. Kecamatan Tanjungsiang.

c. kawasan pengembangan kerbau meliputi: 1. Kecamatan Cijambe;

2. Kecamatan Sagalaherang; 3. Kecamatan Serangpanjang 4. Kecamatan Cisalak

5. Kecamatan Subang; 6. Kecamatan Dawuan; 7. Kecamatan Ciater; 8. Kecamatan Kalijati; dan 9. Kecamatan Cipeundeuy.

(9) Ternak kecil meliputi ternak domba dan kambing dengan kawasan pengembangan ditetapkan sebagai berikut:

a. kawasan pengembangan domba dan kambing meliputi: 1. Kecamatan Tanjungsiang;

(25)

10. Kecamatan Kasomalang; 11. Kecamatan Tanjungsiang; 12. Kecamatan Cikaum;

13. Kecamatan Jalancagak; dan 14. Kecamatan Dawuan.

(10)Kawasan ternak unggas meliputi ayam buras, ayam ras pedaging, ayam ras petelur, itik, puyuh, merpati, dan aneka unggas lainnya dengan pengaturan kawasan sebagai berikut : a. Kawasan ternak unggas dibagi menjadi:

1. Kawasan pembibitan; dan

2. Kawasan budidaya termasuk di dalamnya budidaya usaha ternak unggas, tempat penampungan (TPnU), pemotongan (RPU/RPA), pengolahan hasil dan pemasaran. b. Kawasan peruntukan pengembangan pembibitan ternak unggas (breeding farm)

meliputi:

1. Kecamatan Cipunagara; 2. Kecamatan Cikaum; 3. Kecamatan Cibogo; 4. Kecamatan Cijambe; dan 5. Kecamatan Serangpanjang

c. Kawasan peruntukan pengembanagan budidaya ternak ayam buras/puyuh/merpati meliputi seluruh kecamatan.

d. Kawasan peruntukan pengembangan budidaya ayam ras pedaging dan petelur meliputi:

1. Kecamatan Jalancagak; 2. Kecamatan Tanjungsiang; 3. Kecamatan Kalijati; 4. Kecamatan Dawuan;

5. Kecamatan Cipeundeuy; dan 6. Kecamatan Pagaden Barat; 7. Kecamatan Purwadadi; 8. Kecamatan Cisalak;

9. Kecamatan Compreng; dan 10. Kecamatan Binong.

(26)

2. Kecamatan Compreng; 3. Kecamatan Binong; 4. Kecamatan Pusakanagara; 5. Kecamatan Pabuaran; 6. Kecamatan Legonkulon; 7. Kecamatan Tambakdahan; 8. Kecamatan Ciasem; 9. Kecamatan Pamanukan; 10. Kecamatan Pusakajaya; 11. Kecamatan Sukasari; dan 12. Kecamatan Sagalaherang.

Kawasan Peruntukan Perikanan

(1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud meliputi: a. perikanan laut dan perairan umum;

b. budidaya perikanan;

c. pengolahan dan pemasaran hasil perikanan; dan d. penyediaan prasarana perikanan.

(2) Perikanan laut dan perairan umum sebagaimana dimaksud meliputi:

a. perairan laut dengan luas kurang lebih 504 (lima ratus empat) hektar meliputi: 1. Kecamatan Blanakan;

2. Kecamatan Sukasari;

3. Kecamatan Legonkulon; dan 4. Kecamatan Pusakanagara.

b. perairan umum rawa meliputi: 1. Kecamatan Blanakan; 2. Kecamatan Sukasari; dan 3. Kecamatan Legonkulon.

c. perairan umum danau atau situ atau cekdam meliputi: 1. Kecamatan Sagalaherang;

(27)

7. Kecamatan Purwadadi; 8. Kecamatan Binong; 9. Kecamatan Cipunagara; 10. Kecamatan Cisalak; 11. Kecamatan Compreng; 12. Kecamatan Cikaum; 13. Kecamatan Cipeundeuy; 14. Kecamatan Tanjungsiang; dan 15. Kecamatan Pabuaran.

d. perairan umum sungai meliputi seluruh kecamatan.

(3) Budidaya perikanan sebagaimana dimaksud dengan luas kurang lebih 9.551 (sembilan ribu lima ratus lima puluh satu) hektar meliputi:

a. budidaya air tawar kolam air tenang meliputi seluruh kecamatan. b. budidaya air tawar kolam air deras meliputi:

1. Kecamatan Sagalaherang; 2. Kecamatan Ciater;

3. Kecamatan Cisalak; 4. Kecamatan Kasomalang; 5. Kecamatan Tanjungsiang; 6. Kecamatan Jalancagak; dan 7. Kecamatan Cijambe.

c. budidaya air tawar mina padi meliputi: 1. Kecamatan Pagaden

2. Kecamatan Pagaden Barat; 3. Kecamatan Binong; dan 4. Kecamatan Purwadadi; 5. Kecamatan Cisalak; 6. Kecamatan Kasomalang; 7. Kecamatan Cikaum; 8. Kecamatan Tanjungsiang; 9. Kecamatan Pabuaran; 10. Kecamatan Compreng; dan 11. Kecamatan Patokbeusi.

(28)

2. Kecamatan Sukasari; 3. Kcamatan Legonkulon; dan 4. Kecamatan Pusakanagara.

(4) Pengolahan dan pemasaran hasil perikanan sebagaimana dimaksud berupa pengembangan industri pengolahan ikan meliputi:

a. Kecamatan Blanakan; b. Kecamatan Legonkulon; dan c. Kecamatan Pusakanagara. d. Kecamatan sagalaherang; e. Kecamatan pamanukan; f. Kecamatan sukasari; g. Kecamatan pagaden; h. Kecamatan binong; i. Kecamatan tambakdahan; j. Kecamatan compreng; k. Kecamatan tanjungsiang; l. Kecamatan cisalak;

m. Kecamatan serangpanjang; n. Kecamatan jalancagak; o. Kecamatan patokbeusi; dan p. Kecamatan subang.

(5) Penyediaan prasarana perikanan sebagaimana dimaksud meliputi:

a. PPI/PPP berada di Kecamatan Blanakan;

b. PPI berada di Kecamatan Legonkulon;

c. PPI berada di Kecamatan Pusakanagara;

d. PPI berada di Kecamatan Sukasari;

e. Hatchery Skala Rumah Tangga (HSRT) milik masyarakat;

f. Balai Benih Ikan (BBI) Tanjungwangi berada di Kecamatan Cijambe;

g. Balai Benih Ikan (BBI) Sukamandi berada di Kecamatan Ciasem; dan

h. Budidaya Perikanan Air Tawar (BPAT) berada di Kecamatan Patokbeusi.

i. Diganti menjadi “Instalasi BBI Rancabango

j. Balai Pengembangan Perikanan Air Tawar Cijengkol (milik Dinas Perikanan dan Kelautan Prov Jawa Barat) di Kecamatan Patokbeusi;

(29)

l. Lokariset Pemuliaan Ikan KKP dan Balai Diklat Aparatur Badan SDM KKP di Sukamandi Kecamatan Ciasem.

Kawasan Peruntukan Pertambangan

(1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud meliputi: a. kawasan peruntukan pertambangan mineral dan batuan;

b. kawasan peruntukan pertambangan minyak dan gas bumi; dan c. kawasan peruntukan pertambangan panas bumi.

(2) Kawasan peruntukan pertambangan mineral dan batuan sebagaimana dimaksud tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Subang

(3) Kawasan peruntukan pertambangan minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud tersebar di seluruh kecamatan termasuk 4 mil laut dari garis pantai.

(4) Kawasan peruntukan pertambangan panas bumi sebagaimana dimaksud meliputi: a. Kecamatan Sagalaherang;

b. Kecamatan Cisalak; c. Kecamatan Cijambe; d. Kecamatan Kasomalang; e. Kecamatan Jalan Cagak; f. Kecamatan Ciater;

g. Kecamatan Serangpanjang; h. Kecamatan Tanjungsiang; i. Kecamatan Dawuan; j. Kecamatan Cibogo.

Kawasan Peruntukan Industri

(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud meliputi: a. kawasan peruntukan industri besar;

b. kawasan peruntukan industri menengah; dan c. kawasan peruntukan industri kecil.

(2) Kawasan peruntukan industri besar dan industri menengah sebagaimana dimaksud dengan luas kurang lebih 11.250 (sebelas ribu dua ratus lima puluh) hektar meliputi: a. kecamatan Cipeundeuy;

(30)

e. Kecamatan Cibogo; f. Kecamatan Pagaden; dan g. Kecamatan Cipunagara;

(3) Lokasi kawasan peruntukan industri besar dan industri menengah yang dapat dikecualikan meliputi kegiatan:

a. pengolahan hasil pertanian setempat;

b. pengolahan hasil pertambangan setempat; dan

c. pengolahan hasil tangkapan dan budidaya ikan setempat. Pada lokasi-lokasi kegiatan industri berlaku ketentuan:

a. memenuhi ketentuan teknis tata ruang dan lingkungan kegiatan industri, efisien, memberikan kemudahan dan daya tarik bagi investasi;

b. tidak mengganggu kelestarian fungsi lingkungan hidup dan menjamin pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan;

c. tidak mengubah kawasan LP2B; dan

d. menyediakan lahan bagi kegiatan usaha kecil dan mikro.

(4) Kegiatan industri pada lokasi-lokasi DAS Cilamaya, DAS Ciasem, dan DAS Cipunagara berlaku ketentuan berikut:

a. limbah utama yang dihasilkan bukan berupa limbah B3 dan non B3; b. bukan jenis industri yang tingkat konsumsi air tinggi; dan

c. audit IPAL secara khusus untuk industri penghasil limbah cair yang sudah berdiri. (5) Kawasan peruntukan industri kecil dan mikro meliputi seluruh kecamatan.

(6) Pada kawasan peruntukan industri kecil dan mikro berlaku ketentuan pengelolaan lingkungan menurut jenis industri.

Kawasan Peruntukan Pariwisata

(1) Kawasan peruntukan pariwisata meliputi: a. pariwisata budaya;

b. pariwisata alam; dan c. pariwisata buatan. (2) Pariwisata budaya meliputi:

a. ruatan bumi berada di Kecamatan Kalijati;

b. mapag Dewi Sri berada di Kecamatan Jalancagak; c. nadran berada di Kecamatan Blanakan;

(31)

f. Desa Wisata Wangunharja berada di Kecamatan Ciater; dan g. Desa Wisata Bunihayu berada di Kecamatan Jalancagak. (3) Pariwisata alam meliputi:

a. Kawah Tangkubanparahu;

b. Curug Cileat berada di Kecamatan Cisalak; c. Curug Paok berada di Kecamatan Cisalak;

d. Curug Kembar berada di Kecamatan Tanjungsiang; e. Curug Cibarubeuy berada di Kecamatan jalancagak; f. Curug Cijalu berada di Kecamatan Sagalaherang; g. Curug Cimuja berada di Kecamatan Serangpanjang; h. Curug Ponggang berada di Kecamatan Serangpanjang; i. Curug Agung berada di Kecamatan Sagalaherang; j. Pantai Blanakan berada di Kecamatan Blanakan; k. Pantai Patimban berada di Kecamatan Blanakan; l. Pantai Pondokbali berada di Kecamatan Legonkulon; m. Air Panas Ciaterberadadi Kecamatan Ciater;

n. Wisata Agro Perkebunan Teh berada di Kecamatan Ciater; o. Situ Cigayonggong berada di Kecamatan Kasomalang;

p. Pemandian Air Panas Batukapur berada di Kecamatan Sagalaherang; dan q. Kampung Jati Mas berada di Kecamatan Jalancagak.

(4) Pariwisata buatan meliputi:

a. sirkuit roadrace berada di Kecamatan Subang;

b. kolam renang prestasi berada di Kecamatan Subang; dan c. kolam renang rekreasi berada di tiap PKL.

Kawasan Peruntukan Permukiman

(1) Kawasan permukiman meliputi: a. permukiman perkotaan; dan b. permukiman perdesaan.

(2) Permukiman perkotaan dengan luas kurang lebih 6.832 (enam ribu seratus delapan puluh lima) hektar meliputi:

(32)

e. Perkotaan Pusakanagara; f. Perkotaan Kalijati; g. Perkotaan Pagaden; h. Perkotaan Pabuaran; i. Perkotaan Blanakan; dan j. Perkotaan Cibogo.

(3) Permukiman perdesaan dengan luas kurang lebih 17.582 (tujuh belas ribu lima ratus delapan puluh dua) hektar meliputi:

a. permukiman perdesaan PPL; dan

b. permukiman desa tersebar di seluruh kecamatan.

Kawasan Peruntukan Lainnya

Kawasan peruntukan lainnya berupa kawasan pertahanan dan keamanan meliputi: a. Batalyon 312 Kala Hitam berada di Kecamatan Subang;

b. Pangkalan TNI Angkatan Udara (Lanud) Suryadarma berada di Kecamatan Kalijati; c. Kodim berada di Kecamatan Subang;

d. Pos Angkatan Laut berada di Kecamatan Blanakan; e. Koramil berada di setiap kecamatan;

f. Kantor kepolisian resor berada di Kecamatan Subang; g. Kantor kepolisian sektor berada di seluruh kecamatan; dan h. Pos polisi air berada di Kecamatan Legonkulon.

2.1.3 Kawasan Rawan Bencana

Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud meliputi: a. kawasan rawan banjir;

b. kawasan rawan banjir Rob; dan c. kawasan rawan abrasi.

Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud mempunyai luas kurang lebih 1.035 (seribu tiga puluh lima) hektar meliputi:

(33)

b. Kecamatan Legonkulon meliputi: 1. Desa Tegalurung;

2. Desa Anggasari; 3. Desa Mayangan; 4. Desa Bobos; dan 5. Desa Pangarengan.

c. Kecamatan Pusakanagara meliputi: 1. Desa Rancadaka;

2. Desa Patimban; dan 3. Desa Pusakanagara. d. Kecamatan Blanakan meliputi:

1. Desa Tanjungtiga; 2. Desa Blanakan; 3. Desa Langensari; dan 4. Desa Muara.

e. Kecamatan Patokbeusi meliputi: 1. Desa Rancaasih; dan 2. Desa Rancabango. f. Kecamatan Ciasem meliputi:

1. Desa Ciasem Tengah; 2. Desa Ciasem Hilir; 3. Desa Dukuh;

4. Desa Mandalawangi; 5. Desa Jatibaru; dan 6. Desa Ciasem Baru.

Kawasan rawan banjir rob sebagaimana dimaksud berada di Kecamatan Legonkulon. Kawasan rawan abrasi pantai sebagaimana dimaksud meliputi:

a. Kecamatan Legonkulon; dan b. Kecamatan Pusakanagara.

2.1.4 Kondisi Demografi

(34)

subyek pembangunan, sumber daya penduduk akan berfungsi sebagai pemikir, perencana, dan pelaksana berbagai program pembangunan yang hasilnya diharapkan mampu meningkatkan kemajuan di berbagai bidang kehidupan.

1. Jumlah Penduduk, LPP, dan Rasio Ketergantungan Anak

Menyadari akan keberadaan penduduk, disalah satu sisi penduduk bisa menjadi potensi manakala SDM dari penduduk tersebut memiliki kualitas tetapi sebaliknya penduduk bisa menjadi masalah tersendiri manakala kurang memiliki kualitas. Adapun karakteristik SDM yang berkualitas adalah diantaranya sehat, memiliki kecerdasan Intelegensi (IQ), memiliki etika, moralitas dan emosi yang baik (EQ), berakhlak mulia (SQ) serta kemampuan bersosialisasi (Sc Q).

Subang merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang memiliki jumlah penduduk yang tidak terlalu padat, dimana hasil Sensus tahun 1971, jumlah penduduk Kabupaten Subang adalah 0,90 juta, meningkat menjadi 1,07 juta pada sensus tahun 1980. Pada sensus berikutnya (tahun 1990) telah mencapai 1,21 juta sedangkan jumlah penduduk dalam kurun waktu 1993 – 2013 adalah berkisar antara 1,23 Juta – 1,51 Juta jiwa. Walaupun demikian, LPP-nya pertahun mengalami penurunan masing-masing periode1971-1980 sebesar 1,72 persen, periode 1980-1990 sebesar 1,25 persen, dan 1980-1990-2000 sebesar 1,01 persen, sedangkan periode 2000 – 2010 adalah sebesar 0.9 persen dan 2010 – 2014 sebesar 0,80%. Dengan laju pertumbuhan penduduk yang demikian dapat diindikasikan bahwa Kabupaten Subang terbukti mampu melaksanakan program-program kependudukan terutama pengendalian laju pertumbuhan penduduk yang secara faktual selama 4 (empat) dasawarsa terakhir menunjukan trend pertumbuhan yang semakin menurun.

Salah satu fokus perhatian para ahli kependudukan yang dilakukan terhadap suatu populasi penduduk, adalah struktur umur penduduk. Hal ini berkaitan dengan pola populasi penduduk, apakah termasuk dalam pola penduduk muda ataukah pola penduduk tua.

Aspek lain yang diamati dari struktur umur adalah rasio beban ketergantungan, yaitu suatu ukuran untuk mengamati seberapa banyak penduduk yang termasuk usia non-produktif menjadi beban usia produktif. Dalam kaitan ini, yang dimaksudkan dengan usia produktif adalah penduduk yang berusia pada kelompok [15-64] tahun; sedangkan yang dimaksudkan dengan usia non produktif adalah penduduk dalam kelompok usia [0-14] tahun dan [65+] tahun.

(35)

Tahun 1994 - 2014

Tahun

Kelompok Umur

Jumlah

Rasio Ketergan tungan Anak

(%) [0-14] [15-64] 65+

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1994 382 046 801 585 48 256 1 231 887 47,66 1995 356 168 815 844 65 679 0 43,66 1996 357 642 821 789 61 218 1 240 649 43,52 1997 344 301 850 658 51 200 1 246 159 40,47 1998 337 563 842 744 74 306 0 40,06 1999 322 870 884 606 67 444 1 274 920 36,50 2000 344 802 889 907 80 690 1 315 399 38,75 2001 341 613 903 335 83 573 1 328 521 37,82 2002 344.920 926462 80 972 1 352 354 37,23 2003 351.383 948.882 70.740 1.371.005 37,03 2004 346.835 945.245 92.230 1.384.310 36,69 2005 374.025 930.852 87.120 1.391.997 40.18 2006 329.547 974.875 97.712 1.402.134 33.80 2007 348.690 960.004 113.334 1.422.028 36.32 2008 380.233 963.767 104.399 1.448.399 39.45 2009 345.223 1.022.589 102.512 1.470.324 33.76 2010 396.313 982.739 98.431 1.477.483 40.33 2011 400.277 992.815 99.052 1.492.144 40,32 2012 402.937 1.003.207 95.503 1.501.647 40.16 2013 405.008 1.004.355 100.243 1.509.606 40,33 2014 385.035 1.032.587 107.048 1.524.670 37,29 Sumber : BPS Kab.Subang

Besaran rasio beban ketergantungan anak merupakan hasil bagi antara penduduk usia [0-14] dengan penduduk usia produktif, hal ini dimaksudkan untuk melihat seberapa besar peningkatan jumlah anak yang berusia [0-14) yang pada akhirnya menjadi beban bagi penduduk usia produktif. Angka rasio beban ketergantungan anak secara konseptual digunakan pula sebagai alat ukur monitoring keberhasilan program Keluarga Berencana (KB) di suatu wilayah, semakin kecil angka ini maka dapat ditafsirkan program KB semakin berhasil dan sebaliknya.

Pada tabel di atas, rasio beban ketergantungan anak memiliki kecenderungan menurun, dimana pada tahun 2010 memiliki rasio tertinggi hingga mencapai 40,33% artinya setiap seratus orang penduduk usia produktif akan menanggung beban untuk menghidupi 40,33 orang yang dikategorikan anak usia [0-14] dan pada tahun 2014 besaran angka mencapai angka terendah sebesar 37,29 %.

(36)

Kemiskinan disamping menunjukkan tingkat pendapatan/kesejahteraan, juga menggambarkan kesenjangan yang terjadi antar kelas kesejahteraan penduduk. Berdasarkan batasan yang digunakan, kemiskinan berarti ketidakmampuan penduduk untuk memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak, baik kebutuhan makanan maupun kebutuhan non makanan yang sangat mendasar. Dapat dikatakan bahwa kemiskinan merupakan ketertinggalan penduduk untuk menikmati hasil pembangunan yang selama ini telah dicapai.

Dalam hal lebih lanjut permasalahan kemiskinan dikaitkan dengan berbagai dimensi lain kehidupan manusia, seperti kesehatan, pendidikan, serta peranan sosial lainnya. Atau dengan kata lain kemiskinan akan menyebabkan permasalahan lainnya seperti :

 Ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (sandang, pangan, papan);

 Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih, dan transportasi);

 Tidak adanya jaminan masa depan (karena tidak adanya investasi untuk pendidikan keluarga);

 Rendahnya kualitas sumberdaya manusia;

Dari paparan data BPS secara makro kemiskinan Kabupaten Subang mengalami kecenderungan menurun dari tahun ke tahun dan pada tahun 2014 menjadi 12,22%. Adapun jumlah sasaran RT Miskin Kabupaten Subang Tahun 2011 sebanyak 139.896 RTM dan tahun 2014/2015 ini sasaran tersebut akan didata kembali oleh BPS.

Walaupun cenderung membaik, kemiskinan di Kabupaten Subang relatif masih tinggi bila dibandingkan dengan Jawa Barat yang hanya sebesar 9,18 % (4,23 juta jiwa) pada tahun 2014. Hal itu apabila dikaji lebih mendalam bahwa masih tingginya kemiskinan tersebut salah satunya dikarenakan rendahnya lapangan kerja dan mata pencaharian serta daya saing SDM yang masih relatif rendah.

(37)

2011 2012 2013 2014 11.80%

12.00% 12.20% 12.40% 12.60% 12.80% 13.00%

13.20% 13.06%

12.47%

12.35%

12.22%

Sumber : BPS Tahun 2014

Untuk mengatasi kemiskinan ini banyak peneliti yang menunjuk pendidikan sebagai investasi dalam mengatasi permasalahan tersebut. Baik Adelman dan Morris (1973) maupun Galbraith (1979) mengemukakan bahwa pendidikan merupakan langkah paling strategis di dalam usaha-usaha mengatasi kemiskinan.

(38)

2.2.1 ASPEK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT 2.2.1.1. Kondisi Ekonomi

Kondisi sosial-ekonomi suatu wilayah (provinsi, kabupaten/kota kecamatan dan Kelurahan/Desa) merupakan salah satu faktor penting dalam mencermati derajat kesejahteraan masyarakat yang berdomisili di wilayah tersebut.

Dalam teori statistik pendapatan regional, besaran angka PDRB akan menggambarkan kemampuan (potensi) suatu wilayah dalam mengakumulasi aktivitas perekonomian di wilayahnya, tanpa melihat siapa pemilik dari unit usaha ekonomi yang beroperasi apakah milik penduduk (residence) wilayah tersebut atau bukan milik penduduk wilayah tersebut. Di sisi lain, hasil kompilasi ini dapat digunakan sebagai alat bantu untuk melihat transformasi perekonomian regional.

A. Laju Pertumbuhan Ekonomi

Struktur perekonomian yang menunjang pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Subang dari tahun ke tahun tidak banyak berubah. Ada tiga sektor utama yang menjadi fokus perhatian, meliputi sektor Primer, sektor Sekunder dan sektor Tersier. Sektor Primer terdiri atas sektor Pertanian dan sektor Pertambangan, Sektor Sekunder mencakup Sektor Industri, Listrik, Gas dan Air, Bangunan, sedangkan sektor Tersier meliputi sektor Perdagangan dan Jasa. Komposisi ketiga sektor teresbut, perkembangannya dari tahun ke tahun dapat dilihat pada grafik 2.2 berikut.

Grafik 2.2 Perkembangan Nilai Tambah Sektoral PDRB Tahun 2011-2013

2011 2012 2013

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00 50.00

43.69 42.6 42.43

17.73 18.25 19.1

38.58 39.15 38.47

NTB ADHB 2011-2013

PRIMER SEKUNDER TERSIER

(39)

Berdasarkan Grafik 2.2 di atas, tampak bahwa sektor primer yang didominasi sektor pertanian masih merupakan sektor utama penunjang pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Subang.

Grafik 2.3 Kontribusi Per Sektor Dalam Perekonomian Tahun 2013

34.89 LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH

Sumber: BPS Tahun 2014

Struktur perekonomian dari tahun ke tahun tidak banyak berubah. Sektor Pertanian, Perdagangan dan Industri merupakan sektor penggerak perekonomian yang mendominasi lebih dari dua pertiganya perekonomian di Kabupaten Subang.

Indikator ekonomi makro yang sering digunakan dalam menggambarkan kinerja pembangunan perekonomian suatu daerah adalah Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE). Pengukuran besarnya laju pertumbuhan ekonomi ini dapat dihitung dari data PDRB atas dasar harga konstan. Makin tinggi laju pertumbuhan ekonomi makin baik kinerja pembangunan di wilayah tersebut. Secara umum dari tahun ke tahun, LPE Kabupaten Subang selalu dibawah LPE Provinsi Jawa Barat. LPE Kabupaten Subang mengalami perlambatan pertumbuhan pada tahun 2013.

Grafik 2.4 Trend Laju Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2010-2014

2010 2011 2012*) 2013**) 2014 (est)

0

(40)

Sebagaimana terlihat pada Grafik 2.4. di atas, pada tahun 2013, perekonomian Kabupaten Subang mengalami pertumbuhan melambat menjadi 3,10 persen, sedangkan pada tahun 2014 LPE kabupaten Subang diharapkan dapat meningkat menjadi sekitar 4,10 persen.

Grafik 2.5 Kinerja Perekonomian Per Sektor Tahun 2011-2013

2011 2012*) 2013**)

-2 0 2 4 6 8 10 12 14

3.99

1.29 1.58

6.15

8.61

6.67 5.93

5.39

3.14

KINERJA PEREKONOMIAN PER SEKTOR

PERTANIAN PERTAM-BANGAN INDUSTRI LISTRIK, GAS DAN AIR KONTRUKSI PERDAGANGAN ANGKUTAN KEUANGAN JASA - JASA

Sumber: BPS Tahun 2014

Pada Grafik 2.5. tampak bahwa sektor Industri mempunyai kinerja yang baik, berada di puncak pertumbuhan pada tahun 2012, sedangkan kinerja sektor Perdagangan dan Pertanian masih harus terus ditingkatkan.

Seperti terlihat pada Grafik 2.6. tampak bahwa Laju Pertumbuhan Ekonomi sektor Pertanian selalu berada dibawah Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Subang, di sisi lain Laju Pertumbuhan Ekonomi sektor Pertanian dan sektor Industri cenderung mempunyai pola yang berlawanan.

(41)

2011 2012*) 2013**) 0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

3.99

1.29 1.58

6.15

8.61

6.67 LPE Sektor Pertanian dan Industri

PERTANIAN INDUSTRI LPE SUBANG

Sumber: BPS Tahun 2014

Pada Grafik 2.7. terlihat bahwa subsektor Tanaman Pangan yang memberikan sumbangan cukup besar di sektor Pertanian tumbuh lambat, sementara sektor Peternakan mempunyai kecenderungan meningkat.

Grafik 2.7 Trend LPE Sektor Pertanian dan Industri Tahun 2011-2013

2011 2012*) 2013**)

-8 -6 -4 -2 0 2 4 6

5.14

1.52 1.28

1.75

0.46

3.06

LPE Sektor Pertanian Tan. Pangan, Perkebunan, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan

TANAMAN PANGAN PERKEBUNAN PETERNAKAN KEHUTANAN PERIKANAN

Sumber: BPS Tahun 2014

(42)

Perdagangan Besar & Eceran; 16.57

Hotel; 0.26

Restoran; 4.16

Sumber: BPS Tahun 2014

Berdasarkan Grafik 2.8 di atas, tampak bahwa kontribusi subesktor perdagangan besar dan eceran dalam perekonomian cukup besar. Pada saat yang sama kinerja subsektor perdagangan, hotel dan restoran terlihat menunukkan trend yang menurun selama periode 2011-2013 seperti pada Grafik 2.9 berikut.

Grafik 2.9 Trend LPE Subsektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Tahun 2011-2013

2011 2012*) 2013**)

0 1 2 3 4 5 6 7 8

7.22

6.61

3.58 5.21

4.12

2.05 2.83

2.35

2.02

LPE PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN

PERDA-GANGAN

HOTEL

RESTORA N

(43)

B. Pendapatan Perkapita dan Daya Beli

Pendapatan perkapita sering dipakai sebagai indikator untuk menggambarkan tingkat kemakmuran masyarakat secara makro. Semakin tinggi pendapatan yang diterima penduduk di suatu wilayah maka tingkat kesejahteraan dapat dikatan bertambah baik. Pendapatan perkapita juga merefleksikan PDRB per kapita. Angka PDRB per kapita diperoleh dengan cara membagi PDRB dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Jumlah penduduk yang dipakai dalam perhitungan ini adalah estimasi penduduk tahun 2014 dari hasil proyeksi penduduk.

Tabel 2.2 PDRB Perkapita Kabupaten Subang Tahun 2010-2014 (Rupiah)

Tahun Harga *) Berlaku

(1) (2)

2010 10.809.728 2011 11.479.006 2012 12.393.629 2013 13.321.068

2014 ** 14.090.470 Ket. **) angka sangat sementara

Berdasarkan tabel di atas dapat kita lihat bahwa secara umum PDRB perkapita yang diterima penduduk Kabupaten Subang baik PDRB perkapita dengan migas maupun tanpa migas dan atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan mengalami peningkatan sehingga menggambarkan tingkat kesejahteraan penduduknya mengalami peningkatan.

Pada tahun 2013 dan 2014 PDRB perkapita dengan migas atas dasar harga berlaku sebesar Rp. . 13.321.068. dan Rp. 14.090.470. Nilai ini menunjukkan bahwa setiap individu di Kabupaten Subang memiliki pendapatan per tahun rata-rata sekitar 14 jutaan rupiah per tahunnya. Namun nilai ini belum menggambarkan secara riil daya beli masyarakat Kabupaten Subang secara umum. Hal ini disebabkan pada PDRB per kapita yang dihitung adalah berdasarkan PDRB atas dasar harga berlaku dan masih mengandung faktor inflasi yang sangat berpengaruh terhadap daya beli masyarakat

(44)

ekonomi internal masyarakat. Terdapat beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap dinamika naik turunnya kekuatan daya beli masyarakat yakni pendapatan dan nilai inflasi. Untuk tahun 2011 - 2014 daya beli Kabupaten Subang mencapai berturut-turut sebesar 631.29, 634,87, 636.80 dan 639.13. Secara perangkaan daya beli Kabupaten Subang telah melampaui target dalam RPJMD yang ditargetkan tahun 2014 mencapai Rp. 636.80 sebagaimana grafik di bawah ini.

Grafik 2.10. Daya Beli Kab. Subang Tahun 2011 – 2014

2011 2012 2013 2014

626.00 628.00 630.00 632.00 634.00 636.00 638.00 640.00

631.29

634.87

636.80

639.13

Daya Beli

Sumber: BPS Tahun 2014

Grafik 2.11. Indek Daya Beli Tahun 2009-2014

2009 2010 2011 2012 2014

60.5 61 61.5 62 62.5 63 63.5 64 64.5 65

61.89

62.42

62.69

63.52

64.51

**) Tahun 2014 angka sangat sementara

Sumber: BPS Tahun 2014

(45)

Sektor ketenagakerjaan merupakan salah satu sektor penting bagi pembangunan khususnya dalam upaya pemerintah untuk mengurangi jumlah penduduk miskin. Ketenagakerjaan merupakan aspek yang amat mendasar dalam kehidupan manusia, karena berkait erat dengan sosial ekonomi.

Di sisi lain, pertumbuhan penduduk selalu terkait dengan masalah ketenagakerjaan dan lapangan kerja. Dengan pertambahan penduduk usia kerja akan meningkatkan angkatan kerja, tetapi apabila yang terjadi pertambahan penduduk bukan usia kerja akan meningkatkan beban tanggungan angkatan kerja.

Meningkatnya angkatan kerja sebaiknya di imbangi dengan kesempatan kerja. Hanya saja kesempatan kerja formal yang tersedia sangat terbatas, sehingga peranan sektor informal memberikan peluang yang baik dalam menciptakan lapangan kerja yang mandiri. Sektor informal yang bercirikan pekerja dengan pendidikan rendah, jam kerja tak teratur dan pendapatan yang rendah memerlukan pemecahan diantaranya melalui program-program yang dapat meningkatkan keterampilan dan produktifitas sehingga mempu meningkatkan kemampuan dalam berusaha. Selanjutnya yang patut mendapat kajian lebih mendalam adalah penurunan jumlah penduduk yang bekerja, peningkatan jumlah pencari kerja, peningkatan penduduk yang bersekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya. Fenomena peningkatan penduduk yang bersekolah merupakan investasi positif akan tetapi peningkatan mengurus rumah tangga dan lainnya menandakan bahwa pembangunan kesetaraan gender dalam bidang tenaga kerja masih belum optimal.

Ada tiga unsur yang sering terkait dengan masalah kesempatan kerja, yaitu pertama, golongan umur penduduk yang akan menuntut kesempatan kerja pada saat sekarang dan waktu yang akan datang; kedua, laju peningkatan golongan umur tertentu dalam pertambahan angkatan kerja di masa yang akan datang; ketiga, pengaruh perkembangan ekonomi yang mampu menyerap angkatan kerja lebih banyak. Oleh karena itu, untuk memberikan kontribusi yang besar pada angkatan kerja, maka upaya yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi berbasis kerakyatan akan lebih menguntungkan dibanding upaya lainnya.

(46)

bahwa pada saat kesempatan kerja rendah sementara permintaan terhadap pasar kerja meningkat, maka cenderung pengangguran akan meningkat.

Grafik 2.12. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Tahun 2009-2014

2009 2010 2011 2012 2013 2014 59.00

60.00 61.00 62.00 63.00 64.00 65.00 66.00 67.00 68.00 69.00

62.47 62.91 62.24

67.57

63.26

68.44

TPAK (%)

2.13. Tingkat Pengangguran Tahun 2009-2014

2009 2010 2011 2012 2013 2014

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00

7.76

8.72 9.10

8.01

7.42

8.01

TPT (%)

Sumber : BPS Kab.Subang

(47)

menyebabkan penurunan daya beli masyarakat. Di mana efek berantai dari kondisi tersebut adalah munculnya ketidak-mampuan rumahtangga (masyarakat) untuk menyekolahkan anak-anaknya. Yang pada akhirnya akan bermuara pada peningkatan kemiskinan.

2.2.1.2 FOKUS KESEJAHTERAAN SOSIAL

1. Pendidikan

Salah satu komponen krusial dalam kompilasi IPM. ialah indeks pendidikan, di mana indeks ini terdiri atas dua komponen krusial, yaitu rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf untuk penduduk yang berusia 15 tahun ke atas.

A. Tingkat Melek Huruf dan Rata-rata Lama sekolah

Kemampuan membaca dan menulis merupakan kemampuan minimum yang harus dimiliki penduduk, karena banyak informasi yang membutuhkan kemampuan tersebut, bahkan untuk supaya berkembang dalam berbagai aspek kehidupan kemampuan membaca dan menulis ini menjadi dasar bagi setiap penduduk.

Pengertian melek huruf adalah banyaknya/persentase penduduk yang berumur 15 tahun ke atas yang mampu membaca dan menulis huruf latin. Kenyataannya masih banyak penduduk usia 15 tahun keatas atau lebih yang tidak mampu membaca dan menulis. Hal ini dapat disebabkan karena memang sejak lahir sampai sekarang penduduk tersebut belum atau tidak pernah sekolah, atau pernah sekolah tetapi putus sekolah sebelum mampu membaca dan menulis. Kedua kondisi diatas besar kemungkinan disebabkan oleh ketidakmampuan orang tua secara ekonomi untuk menyekolahkan anaknya, ataupun karena kurangnya kesadaran orang tua akan arti pentingnya pendidikan.

Sedangkan Rata-rata lama sekolah adalah lama pendidikan penduduk Subang yang berusia 15 tahun ke atas. Angka tersebut memberikan gambaran tentang seberapa lama penduduk Kabupaten Subang dalam mengenyam pendidikan. Sehingga semakin lama penduduk memperoleh pendidikan, maka semakin tinggi pula kualitas SDM penduduk tersebut dan lebih jauh lagi penduduk tersebut akan lebih memiliki peluang untuk memperoleh hidup yang lebih layak.

Tabel 2.3 Angka Melek Huruf dan Rata-rata lama sekolah Kabupaten Subang Tahun 2009-2013

(48)

2014 ***) 92,84 7,21 Sumber : BPS Kab.Subang

***) data tahun 2014 bersifat sangat sementara

Tingkat melek huruf di Kabupaten Subangpada tahun 2009 tercatat 92,4 % dan tahun 2014 meningkat menjadi 92,84%. Dari kenaikan tersebut nampaknya bahwa peningkatannya belum signifikan dari kurun waktu 5 tahun terakhir, hal itu disebabkan antara lain :

1. Penghitungan AMH di mulai dari usia 15 tahun ke atas, sehingga intervensi di bawah usia itu tidak langsung bisa dihitung sebagai capaian AMH tahun berikutnya

2. Tingginya Penduduk usia 10 tahun ke atas yang tidak / belum pernah sekolah, tidak tamat SD dan tamat SD pada tahun 2014 sebesar (65,04%).

3. Usia Buta Huruf di dominasi oleh penduduk yang berusia 45 tahun ke atas. Sehingga perlu ada gerakan buta huruf yang massive

Adapun untuk Rata-rata lama sekolah pada tahun 2009 tercatat 6,91 tahun dan tahun 2014 mencapai 7,21 tahun. Ini berarti bahwa peningkatan rata-rata lama sekolah di Kabupaten Subang mengalami kecenderungan naik tetapi belum signifikan dan masih jauh dari harapan untuk mencapai tahap Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun (dalam pengertian RRLS masih di bawah 9 tahun). Kenaikan yang tidak signifikan tersebut antara lain dikarenakan :

a) Penghitungan RRLS di mulai dari usia 15 tahun ke atas, sehingga intervensi di bawah usia itu tidak langsung bisa dihitung sebagai capaian IPM tahun berikutnya

b) Budaya agraris kurang merangsang tumbuhnya minat melanjutkan sekolah karena pekerjaan petani tidak membutuhkan kualifikasi pendidikan yang tinggi. Sehingga perlu ada gerakan AKSELERASI PERCEPATAN RRLS yang masif.

c) Tingginya Penduduk usia 10 tahun ke atas yang tidak / belum pernah sekolah, tidak tamat SD dan tamat SD pada tahun 2014 sebesar (65,04%).

B. Tingkat Partisipasi Sekolah

Segmentasi penduduk yang harus mendapatkan kesempatan sekolah secara demografis ditentukan pada selang usia (7-18) tahun, di mana secara operasional kelompok umur tersebut dipilah menjadi tiga; yaitu usia (7-12) tahun untuk tingkat Sekolah Dasar (SD.), usia (13-15) tahun untuk tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan umur (16-18) tahun untuk tingkat pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA).

(49)

pemerintah yaitu Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajar Dikdas) – 9 tahun. Dengan demikian, sudah selayaknya-lah apabila pengamatan yang lebih serius diarahkan pada kelompok usia ini. Angka Partisipasi Murni (APM) memberikan informasi yang lebih baik, di mana indikasi jumlah penduduk umur tertentu yang bersekolah pada tingkatan yang sesuai dengan kelompok umurnya. Terlihat besaran APM pada tingkat sekolah dasar cenderung naik, dimana kenaikan yang sangat tajam terjadi pada periode tahun 2009-2011 yang berada dikisaran 91,07 % - 99,88 %, demikian juga untuk APM di tingkat SLTP dan SLTA sebagaimanatabel di bawah ini.

Tabel 2.4 APM, APK SD/MI/PLS, SMP /MTs/PLS dan SMA /MA/PLS Tahun 2009-2013

Indikator Tahun

2009 2010 2011 2012 2013

APK SD

109,8 9

109,7 7

108,1 9

103,2 1

107,2 1

APK SLTP 95% 93 97,49 95,78

108,4 7 APK SLTA 55,67 55,23 60,89 63,37 76,95 APM SD 87,67 95,99 95,04 99,09 99,71 APM SLTP 69,14 69,25 71,82 84,37 97,62 APM SLTA 37,94 36,49 41,06 57,03 69,25

(50)

C. Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan

Pendidikan tertinggi yang ditamatkan penduduk usia 10 tahun ke atas dapat memberikan gambaran akan kondisi dan kualitas sumberdaya manusia secara spesifik. Dari Tabel 5 dapat tergambar bahwa penduduk usia 10 tahun ke atas di Kabupaten Subang secara umum pada tahun 2014 yang menamatkan pendidikan Sekolah Dasar (SD) sebesar 39,25%. Dan fenomena yang harus mendapat perhatian serius adalah meningkatnya penduduk yang belum menamatkan pendidikan setara SD atau yang belum sekolah tahun 2014 mencapai sebesar 19,48 %., sehingga variabel inilah yang menjadikan permasalahan mendasar dalam upaya meningkakan indeks pendidikan, dimana maksimal yang menamatkan SD berkisar antara 65,05 %, sedangkan rinciannya dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.

Tabel 2.5. Penduduk 10 Tahun keatas menurut Tingkat Pendidikan yang ditamatkan Tahun 2014

Tingkat Pendidikan 2014 2014

Jumlah %

Tdk/Blm Pernah Sekolah &

Tidak/Belum Tamat SD 319.370 25,80 %

SD 485.956 39,25%

SLTP 241.128 19,48

SLTA 154.717 12,50 %

DIATAS SLTA 37.073 2,99 %

Jumlah 1.238.063 100%

2. Kesehatan

(51)

Perkembangan Pencapaian Bidang Kesehatan dapat dilihat dari indikator Angka Harapan Hidup (AHH) yang pada tahun tahun 2009 mencapai 69.24 tahun, tahun 2010 mencapai 69.39 tahuntahun 2011 mencapai 79,42 tahun dan tahun 2012 mencapai 69,56 tahun dan tahun 2013 mencapai 69,65 tahun. Keberhasilan pencapaian derajat kesehatan tersebut sangatlah dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kualitas pelayanan, kualitas lingkungan, dan perilaku atau budaya masyarakat.

Grafik 2.14.

Pencapaian AHH Kabupaten Subang Tahun 2009 s/d Tahun 2014

2009 2010 2011 2012 2013 2014

68.9 69 69.1 69.2 69.3 69.4 69.5 69.6 69.7 69.8 69.9

69.24

69.39 69.42

69.56

69.65

69.82

BPS Subang

***) AHH2014 angka masih sangat sementara

Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, telah dilakukan berbagai upaya kesehatan, yakni promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif. Upaya tersebut tercermin antara lain melalui kegiatan penyuluhan kesehatan, pelayanan kesehatan, pembinaan kesehatan, pemberantasan penyakit menular dan lain-lain.

Untuk melihat hasil upaya tersebut, dapat dilihat dari perkembangan derajat kesehatan berupa Angka Harapan Hidup dan indikator lainnya seperti Angka Kematian Bayi, Angka Kematian Ibu, status gizi masyarakat,, kondisi kesehatan lingkungan, Kondisi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), Kondisi Sarana dan Prasarana Pelayanan serta lainnya. Adapun indikator kesehatan lainnya antara lain :

1). Kasus Kematian Bayi

Suatu hal lain yang menarik, kondisi suatu wilayah dapat dilihat dari aspek derajat kesehatan, di mana derajat kesehatan itu sendiri diukur dengan menggunakan angka kematian bayi (AKB.). Berdasarkan kriteria daerah yang direkomendasikan Stan D'Souza1 dari aspek AKB. atau derajat kesehatan, maka

(52)

diinterpretasikan, pada tahun 1980 wilayah kabupaten Subang termasuk daerah soft-rock dan pada kurun waktu 1990-sekarang berdasarkan kriteria Stan D'Souza, Kabupaten Subang masih berada dalam posisi daerah intermediate-rock. Artinya bahwa kematian bayi terjadi karena faktor sosial dan budaya sehingga memerlukan intervensi penyadaran yang cukup intensif di masyarakat.

Pada tahun 2013, terdapat 118 kasus kematian bayi dan menurun bila dibandingkan dengan tahun 2011 dan 2012 dengan rinciannya sebagai berikut :

Tabel 2.6

Jumlah Kematian Bayi menurut Puskesmas di Kabupaten Subang Tahun 2010-2013

NO PUSKESMAS 2010 2011 2012 2013

1 SAGALAHERANG 4 0 0 3 2 SERANGPANJANG 4 3 8 4 3 JALANCAGAK 12 5 12 6 4 KASOMALANG 7 6 2 4

5 PALASARI 4 3 5 3

6 CISALAK 1 0 0 5

7 TANJUNGSIANG 6 0 6 4 8 TANJUNG WANGI 3 5 5 5 9 CIRANGKONG 2 1 0 0

10 CIBOGO 8 9 6 7

11 CIKALAPA 5 6 6 3

12 SUKARAHAYU 6 0 1 1

13 KALIJATI 4 9 1 5

14 RAWALELE 4 2 11 6 15 CIPEUNDEUY 11 5 6 6

16 PABUARAN 1 2 0 1

17 PRINGKASAP 1 0 4 2 18 PATOKBEUSI 0 3 0 2 19 RANCABANGO 4 3 3 4

NO PUSKESMAS 2010 2011 2012 2013

20 PURWADADI 8 4 6 7

21 CIAKUM 3 4 0 3

22 PAGADEN 4 3 3 3

23 GUNUNGSEMBUNG 4 0 2 2 24 CIPUNAGARA 0 2 5 6

25 COMPRENG 6 0 1 4

26 JATIREJA 3 1 0 0

27 BINONG 2 6 0 1

28 TAMBAK DAHAN 2 0 1 0

29 WANAJAYA 5 1 0 1

(53)

31 MANDALAWANGI 1 4 0 0

32 JATIBARU 3 4 1 2

33 PAMANUKAN 2 9 10 2 34 BATANGSARI 5 7 4 3 35 PUSAKANAGARA 3 5 0 1 36 KARANGANYAR 4 4 2 2 37 LEGONKULON 0 1 1 3

38 BLANAKAN 7 5 1 3

39 CILAMAYAGIRANG 0 0 1 1 40 PAGADEN BARAT 1 1 0 1 JUMLAH 270 154 125 118

2.) Kasus Kematian Ibu

Angka Kematian Ibu (AKI) atau maternal mortality rate menunjukkan jumlah kematian ibu karena kehamilan, persalinan dan masa nifas pada setiap 1000 kelahiran hidup dalam suatu kurun waktu tertentu di wilayah tertentu. Angka ini mencerminkan tingkat kesadaran perilaku hidup sehat, status gizi dan kesehatan ibu, keadaan sosial ekonomi, kondisi lingkungan serta fasilitas dan tingkat pelayanan kesehatan prenatal dan obstetri. Beberapa faktor langsung yang mempengaruhi AKI secara langsung adalah status gizi, anemia pada kehamilan, terlambat hamil dan terlalu sering hamil. Beberapa faktor mendasar yang mempengaruhinya adalah tingkat pengetahuan dan pendidikan ibu, lingkungan fisik, budaya dan sosial ekonomi keluarga. Berikut rincian kasus kematian ibu tahun 2009 – 2013 sebagai berikut :

Tabel 2.7

Tabel Jumlah Kematian Ibu menurut Puskesmas di Kabupaten Subang Tahun 2009-2013

NO PUSKESMAS 2009 2010 2011 2012 2013

1 SAGALAHERANG 1

2 SERANGPANJANG 1

3 JALANCAGAK 1 1

4 KASOMALANG 1 2

NO PUSKESMAS 2009 2010 2011 2012 2013

5 PALASARI 1 1 1

6 CISALAK 1

7 TANJUNGSIANG 1

8 TANJUNG WANGI 2 1

9 CIRANGKONG 1

10 CIBOGO 1 2

11 CIKALAPA 1 1

12 SUKARAHAYU 1 2

(54)

14 RAWALELE 1 15 CIPEUNDEUY

16 PABUARAN 1

17 PRINGKASAP 1 18 PATOKBEUSI

19 RANCABANGO 1

20 PURWADADI 2 1 1

21 CIAKUM 2 2 1

22 PAGADEN 1 1

23 GUNUNGSEMBUNG

24 CIPUNAGARA 1 1

25 COMPRENG 1 1 2

26 JATIREJA 2 1

27 BINONG 1 1

28 TAMBAK DAHAN 1 29 WANAJAYA

30 CIASEM 2

31 MANDALAWANGI 32 JATIBARU

33 PAMANUKAN 3 1 1

34 BATANGSARI 1 1

35 PUSAKANAGARA 1

36 KARANGANYAR 2

37 LEGONKULON 2 1 38 BLANAKAN

39 CILAMAYAGIRANG

40 PAGADEN BARAT 1

JUMLAH 10 18 22 12 10

3). Status Gizi Masyarakat

Masalah utama gizi di Kabupaten Subang masih diwarnai dengan masalah gizi buruk (khususnya pada kelompok umur Balita dan ibu hamil), Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), anemia gizi besi dan kurang vitamin A. Dari data status gizi Balita yang didapatkan dari pemantauan status gizi dapat dilihat bahwa Balita dengan status gizi buruk dan gizi kurang pada setiap tahunnya relatif menurun, sedangkan Balita dengan status gizi baik menunjukkan kecenderungan meningkat. Terdapat 2 indikator staus gizi balita, yaitu berdasarkan idikator berat badan dan umur (BB/U) dan berat badan dan tinggi badan (BB/TB).

Tabel 2.7

Status Gizi Balita di Kabupaten Subang Tahun 2009-2013

(55)

1. Status gizi buruk 0,53% 0,58% 0,50% 0,49% 0,44% 2. Status gizi kurang 7,60% 6,22% 4,92% 4,67% 4,03% 3. Status gizi baik 90,60% 91,88% 93,05% 93,54% 94,41% 4. Status gizi lebih 1,12% 1,32% 1,53% 1,31% 1,12%

4). Kondisi Kesehatan Lingkungan

Kondisi kesehatan lingkungan dapat dilihat dari cakupan air bersih, jamban keluarga dan sarana pembuangan air limbah (SPAL). Kondisi lingkungan sangat berpengaruh terhadap penularan penyakit berbasis lingkungan.

Indikator kegiatan Penyehatan Lingkungan selama lima tahun terakhir menunjukan peningkatan, walaupun masih di bawah target. Cakupan jamban keluarga, air bersih, SPAL dan rumah sehat masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari tabel di bawah ini :

Grafik 2.15.

Cakupan Pencapaian Program Penyehatan lingkungan Tahun 2009-2013

2010 2011 2012 2013

0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00% 80.00%

90.00% 82.71% 82.83% 83.32% 83.62%

66.74% 69.11% 71.25%

74.69%

59.16% 62.62% 63.75% 63.81% 66.56% 68.08% 68.19% 68.31%

Air bersih Jamban SPAL

Rumah Sehat

5). Kondisi Perilaku Budaya

Gambar

Grafik 2.4  Trend Laju Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2010-2014
Grafik 2.5  Kinerja Perekonomian Per Sektor Tahun 2011-2013
Grafik 2.8  Konstribusi Subsektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Tahun 2013
Grafik 2.9  Trend LPE Subsektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Tahun 2011-2013
+7

Referensi

Dokumen terkait

value 0,01 yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara pre conference dengan pelaksanaan asuhan keperawatan dengan Odds Ratio = 12,80 artinya bahwa perawat pelaksana

Dengan mengetahui bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal dapat membantu perusahaan makanan dan minuman dalam menentukan bagaimana seharusnya

Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk dapat memetakan pihak - pihak yang berkepentingan (stakeholder) terhadap keberadaan Batur

Migas hanya terbentuk dalam setting geologi dan syarat  –   –   syarat  syarat tertentu dimana migas terakumulasikan yang mana nantinya akan membutuhkan tahapan -

Hal menarik dari metode probabilistik adalah representasi yang eksplisit dari ketidakpastian dalam kajian stabilitas lereng.Nilai faktor keamanan disain lereng

Jika kedua ujung plat metal diberi tegangan listrik, maka muatan-muatan positif akan mengumpul pada salah satu kaki (elektroda) metalnya dan pada saat yang sama muatan-muatan

Metode simulasi merupakan induk dari metode soiodrama, bermain peran ( role playing ), psikodrama, dan permainan. Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan