• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan Cadangan Karbon Serasah Pada Agroforestri Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis) di Desa Marjanji Asih Kabupaten Simalungun Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendugaan Cadangan Karbon Serasah Pada Agroforestri Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis) di Desa Marjanji Asih Kabupaten Simalungun Chapter III V"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Desa Marjanji Asih Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun dan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2016 sampai Oktober 2016.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital, kantong plastik, tali raffia, GPS (Global Positioning Systems), kompas, spidol permanen, ember, kertas label, ayakan dengan ukuran lubang 2 mm, sekop kecil, tally sheet, parang, kuadran kayu dan alat tulis. Sedangkan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah nekromasa dan serasah di atas permukaan tanah agroforestri tanaman karet di Desa Marjanji Asih Tanah Jawa Kabupaten Simalungun.

Metode Penelitian

Penentuan Daerah Penelitian

(2)

Analisis Vegetasi

Dalam kegiatan analisis vegetasi dilakukan pengukuran secara keseluruhan terhadap pohon per plot. Adapun parameter yang diukur adalah sebagai berikut : 1. Diameter merupakan garis lurus yang menghubungkan dua titik di tepi batang

dan melalui sumbu batang, Diameter yang diukur adalah Dbh (Diameter Setinggi Dada) atau diukur 1,3 m dari permukaan tanah.

2. Tinggi total, yaitu jarak terpendek dari titik puncak tegakan dengan titik proyeksinya pada bidang datar.

3. Tinggi bebas cabang, yaitu jarak terpendek dari titik sebelum cabang pertama dengan titik proyeksinya pada bidang datar.

4. Berat basah tegakan, yaitu hasil penjumlahan semua berat basah dari tegakan. Data hasil pengukuran lapangan tersebut dicatat pada tally sheet. Kriteria pertumbuhan yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Semai : anakan pohon mulai kecambah sampai setinggi < 1,5 m

2. Pancang : anakan pohon yang tingginya > 1,5 m dan diameter sampai 10 cm 3. Tiang : pohon muda dengan diameter setinggi dada 11-19 cm

4. Pohon : pohon dewasa berdiameter > 20 cm

Data vegetasi yang dikumpulkan dianalisis untuk mendapatkan nilai Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR), Dominansi Relatif (DR), dan Indeks Nilai Penting (INP) pada tumbuhan bawah dan pohon. Rumus yang digunakan mengacu kepada buku acuan Ekologi Hutan (Indriyanto, 2006).

a. Kerapatan

(3)

Kerapatan Relatif (KR) = Kerapatan suatu jenis

Kerapatan Total Suatu Jenis× 100%

b. Frekuensi

Frekuensi =Jumlah Plot Yang Ditempati Suatu Jenis Jumlah Seluruh Plot Pengamatan

Frekuensi Relatif (FR) = Frekuensi Suaatu Jenis

frekuensi Total seluruh Jenis× 100%

c. Dominansi

Dominansi =Luas Bidang Dasar Suatu Jenis Luas Petak Contoh

Dominansi Relatif =Dominansi Suatu Jenis

Dominansi Total × 100 %

d. Indeks Nilai Penting (INP)

INP= KR + FR (untuk semai dan pancang) INP= KR + FR +DR (untuk tiang dan pohon) Dimana:

INP = Indeks nilai penting KR = Kerapatan relatif FR = Frekuensi relatif DR = Dominansi relative

e. Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman

H′ =− �ni ln pi

n i=1

Dimana:

(4)

N = Jumlah total individu seluruh jenis.

Pi = Ratio jumlah species dengan jumlah total individu dari seluruh spesies (ni/N).

E = H′ H maks Dimana:

E = Indeks Keseragaman S = Jumlah Spesies H' = Indeks Keanekaragaman

H maks = Indeks Keanekaragaman Maksimum (Lns)

Desain plot penelitian

Penelitian dilakukan sebanyak 6 Sub plot utama pada 2 lahan yang berbeda, yaitu agroforestri karet dan monokultur karet.Pada agroforestri karet terdapat 3 Sub plot utama dan pada monokultur karet juga 3 sub plot utama. Sub plot utama yang digunakan berukuran 40 x 60 m2. Pada setiap sub plot utama dibuat 3 petak contoh berukuran 1x1 m, sehingga jumlah petak contoh yang diteliti sebanyak 18 petak contoh.Petak contoh pengamatan diletakkan secara systematic sampling. Desain plot pengamatan dapat dilihat pada gambar 1.

60 m

40 m Gamb ar 1. Desain Plot Penelitian

(5)

Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari pengukuran langsung di lapangan yaitu pengukuran simpanan karbon (C) pada agroforestri tanaman Karet di Desa Marjanji Asih Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun. Serta menghitung berat basah serasah kasar dan serah halus pada tiap sub plot serta pengukuran keseluruhan data cadangan karbon.

Batasan Penelitian

a. Nekromasa yang dianalisis ialah pohon mati yang sudah roboh, cabang dan ranting utuh yang berdiameter ≥5cm denga n panjang ≥0.5 m yang terdapat

dalam plot contoh.

b. Serasah yang dianalisis dibagi menjadi dua yaitu serasah kasar dan serasah halus, serasah kasar terdiri dari serasah daun yang masih utuh dan ranting yang berdiameter ≤5cm dengan panjang ≤5m dan serasah halus terdiri dari bahan organik lainnya yang telah terdekomposisi sebagian yang berukuran > 2 mm.

Prosedur Penelitian

Pengukuran biomassa

(6)

Prosedur Penelitian di Lapangan

Penelitian di lapangan yaitu pengambilan data dilakukan dengan mengambil seluruh nekromasa berkayu berdiameter ≥5cm dengan panjang ≥0.5

m, serasah daun yang masih utuh (seresah kasar), ranting pohon dan bahan

organik lainnya yang telah terdekomposisi sebagian yang berukuran > 2 mm

(serasah halus) yang terdapat pada setiap petak contoh. Penentuan sample plot dilakukan dengan mengguna kan metode sistematis dengan menggunakan petak contoh dengan ukuran 1m x 1m (Hairiah, 2011).

Pengumpulan Data Nekromasa di Lapangan

Cara pengambilan nekromasa adalah sebagai berikut :

a. Diukur diameter atau lingkar batang dan panjang atau tinggi semua pohon mati

yang berdiri maupun yang roboh, tunggul tanaman mati, cabang dan ranting.

Pada pohon yang mati berdiri, diameter diukur pada 1.3 m di atas permukaan

tanah.Pada pohon yang mati rebah cabang, ranting dan tunggul, pengukuran

diameter dilakukan pada kedua ujungnya.

b. Dicatat dalam lembar pengukuran Tabel untuk nekromasa yang berdiameter >

30 cm dan Tabel untuk nekromasa yang berdiameter antara 5 – 30 cm.

c. Apabila dalam sub plot utama maupun plot terdapat batang roboh melintang ,

maka diukurlah diameter batang pada dua posisi (pangkal dan ujung) dan

panjang batang hanya diukur pada contoh yang masuk dalam sub plot utama

atau plot saja.

d. Diambil contoh kayu dari nekromasa yang diamati dengan ukuran 10 cm x 10

cm x 10 cm, timbang berat basahnya, masukkan dalam oven suhu 80 C selama

(7)

e. Diduga persentase bagian nekromasa yang belum terlapuk, sebagai contoh

100% untuk nekromasa yang masih utuh dan 50% untuk nekromasa yang

setengan bagian terlapuk.

Pengumpulan Data Serasah Kasar di Lapangan

Cara mengambil contoh seresah kasar adalah sebagai berikut :

a. Digunakan kuadran kayu/bambu/aluminium diambillah contoh seresah kasar

langsung setelah pengambilan contoh biomasa tumbuhan bawah, lakukan pada

sub plot dan luas kuadran yang sama dengan yang dipakai untuk pengambilan

contoh biomasa tumbuhan bawah.

b. Diambil semua sisa-sisa bagian tanaman mati, daun-daun dan ranting-ranting

gugur yang terdapat dalam tiap-tiap kuadran, dimasukkan ke dalam kantong

kertas dan beri label sesuai dengan kode sub plotnya.

c. Untuk memudahkan penanganan, diikat semua kantong kertas berisi seresah

yang diambil dari satu plot. Dimasukkan dalam karung besar untuk

mempermudah pengangkutan kelaboratorium.

d. Dikeringkan semua seresah di bawah sinar matahari, bila sudah kering,

digoyang-goyangkan agar tanah yang menempel dalam seresah rontok dan

terpisah dengan seresah. Ditimbang contoh seresah kering matahari

(g per 0.25 cm ).

e. Diambil sub-contoh seresah sebanyak 100-300 g untuk dikeringkan dalam oven

pada suhu 80 C selama 48 jam. Bila biomasa contoh yang didapatkan hanya

sedikit (< 100 g), maka timbang semuanya dan jadikan sebagai subcontoh

f. Ditimbang berat keringnya dan catat dalam lembar pengamatan yang telah

(8)

Pengumpulan Data Serasah Halus di Lapangan

Cara mengambil contoh seresah halus adalah sebagai berikut :

a. Diambil semua seresah halus yang terletak di permukaan tanah yang terdapat di

dalam kuadran, biasanya setebal 5 cm, tetapi ketebalan ini bervariasi

tergantung pada pengelolaan lahannya. Dihentikan pengambilan seresah halus

bila telah sampai pada tanah mineral.Batas antara tanah mineral dan lapisan

seresah ditandai oleh perbedaan warna.Tanah mineral berwarna lebih terang.

b. Dimasukkan semua seresah halus yang terdapat pada kuadran ke dalam ayakan

dengan lubang pori 2 mm, ayaklah. Ambil seresah halus dan akar yang

tertinggal di atas ayakan, ditimbang berat basahnya (BB per kuadran). Ambil

100 g sub-contoh seresah halus, keringkan dalam oven pada suhu 80 C selama

48 jam. Bila biomasa contoh yang didapatkan hanya sedikit (< 100 g), maka

timbang semuanya dan jadikan sebagai sub-contoh.

c. Ditimbang berat keringnya dan catat dalam lembar pengamatan yang

disediakan.

d. Dimasukkan seresah halus ke dalam kantong plastik dan beri label untuk

keperluan analisa kandungan karbon (C-organik).

e. Seresah halus yang lolos ayakan dikelompokkan sebagai contoh tanah,di ambil

50 gram untuk analisa kandungan karbon (C-organik) atau unsur hara lainnya

sesuai keperluan.

(9)

Analisis di Laboratorium

Kadar air

Cara pengukuran kadar air contoh uji adalah sebagai berikut :

1. Contoh uji dikeringkan dalam tanur suhu 103 ± 2oC sampai tercapai berat konstan, kemudian dimasukkan ke dalam eksikator dan ditimbang berat keringnya.

2. Penurunan berat contoh uji yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur ialah kadar air contoh uji.

Pengukuran kadar karbon

Pengukuran kadar karbon dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : 1. Kadar zat terbang

Prosedur penentuan kadar zat terbang menggunakan American Society for Testing Material (ASTM) D 5832-98. Prosedurnya adalah sebagai berikut :

a. Diambil sampel sub-contoh nekromasa

b. Sampel kemudian dioven pada suhu 80oC selama 48 jam.

c. Sampel kering digiling menjadi serbuk dengan mesin penggiling (willey mill).

d. Serbuk hasil gilingan disaring dengan alat penyaring (mesh screen) berukuran 40-60 mesh.

(10)

f. Contoh uji dimasukkan ke dalam tanur listrik bersuhu 950oC selama 2 menit. Kemudian didinginkan dalam desikator dan selanjutnya ditimbang.

g. Selisih berat awal dan berat akhir yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering contoh uji merupakan kadar zat terbang.

2. Kadar abu

Prosedur penentuan kadar abu menggunakan American Society for Testing Material (ASTM) D 2866-94. Prosedurnya adalah sebagai berikut :

a. Sisa contoh uji dari penentuan kadar zat terbang dimasukkan ke dalam tanur listrik bersuhu 950oC selama 6 jam.

b. Selanjutnya didinginkan di dalam desikator dan kemudian ditimbang untuk mencari berat akhirnya.

c. Berat akhir (abu) yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur contoh uji merupakan kadar abu contoh uji.

3. Kadar karbon

Penentuan kadar karbon contoh uji dari nekromasa menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995, dimana kadar karbon contoh uji merupakan hasil pengurangan 100% terhadap kadar zat terbang dan kadar abu.

Pengolahan Data

(11)

1. Perhitungan Kadar Air

Perhitungan persentase kadar air dihitung dengan rumus:

% KA =BB−BKT

BKT × 100%

Keterangan:

% KA= Persentase Kadar Air (%) BB = Berat Basah contoh sampel (g) BKT = Berat Kering Tanur (g)

2. Perhitungan Biomassa

Massa kering/Biomassa serasah dihitung dengan menggunakan rumus (Haygreen dan Bowyer, 1996 dalam Purwitasari, 2011):

Bo = BB 1 +�%KA

100�

Keterangan: Bo = Massa Kering/Biomassa Serasah (ton/ha)

BB = Berat basah total per luas areal petak contoh (ton/ha) %KA = Persen Kadar Air

3. Perhitungan Karbon

Kadar zat terbang

Kadar zat yang mudah menguap dinyatakan dalam persen berat dengan rumus sebagai berikut :

Kadar Zat Terbang = A−B

A × 100% Dimana :

(12)

B = Berat contoh uji dikurangi berat berat cawan dan sisa contoh uji berat cawan dan sisa contoh uji pada suhu 950OC

Kadar abu

Besarnya kadar abu dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kadar Abu = Berat Abu

Berat Contoh Uji Kering Oven × 100%

Kadar karbon

Penentuan kadar karbon terikat (fixed carbon) ditentukan berdasarkan rumus berikut ini:

Kadar karbon terikat arang(%) = 100% − kadar zat terbang arang(%) − kadar abu(%)

Analisis Data

Analisis data ini adalah untuk melihat perbedaan potensi karbon serasah dan nekromassa pada agroforestri karet dan monokultur karet. Maka perlu dilakukan uji T dengan menggunakan software SPSS. Uji T yang digunakan adalah uji Independent Sample t-test. Kriteria pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut:

(13)

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara, Kab. Simalungun, Kec. Hotunduhan, Kampung Saribu Asih desa Marjanji Asih. Kabupaten Simalungun ini memiliki luas 1450 Ha dengan batas wilayah sebelah utara dengan desa Maligas Tonga, batas sebelah selatan dengan desa Bt. Turunan, sebelah Barat dengan desa T.Batu dan sebelah timur dengan desa Jawa Tengah, jarak dari kota Medan sekitar 152 km terletak antara 2,36° – 3,18° LU dan 98,32° – 99,35° BT, berada pada ketinggian 20 – 1.400 m diatas permukaan laut. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Karo, sebelah timur dengan Kabupaten Asahan, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai dan sebelah selatan dengan Kabupaten Toba Samosir.

(14)
(15)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sistem Agroforestri

Sistem agroforestri yang ditemukan di Desa Marjanji Asih termasuk agroforestri sederhana.Dikarenakan tegakan karet merupakan tamanan yang mendominasi pada lahan tersebut, dan diselingi dengan berbagai tanaman perkebunan yaitu kakao dan juga tanaman yang dapat dimanfaatkan buahnya seperti durian dan jengkol serta berbagai tanaman pertanian lainnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan ICRAF (2013) yang menyatakan bahwa pada agroforestri karet sederhana, pohon non karet yang sengaja ditanam atau hasil regenerasi alami yang dipertahankan menempati sepertiga dari luas lahan, terdiri dari 5 - 20 spesies non-karet dengan tinggi lebih dari 2 meter, dan terdiri dari 5 – 20 spesies pohon non-karet yang memiliki tinggi sama dengan pohon karet atau lebih tinggi dari pohon karet yang ada.

(16)

bahan bakar, karet, obat dan uang. Fungsi konservasi meliputi : perbaikan tanah, pelindung dan nilai spiritual.

Berdasarkan hasil pengamatan yangdilakukandi agroforestri karet Desa Marjanji Asih, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, diperoleh jenis-jenis tanaman yaitu : Durian (Durio zibethinus), Jengkol (Archideendron pauciforum), Petai (Parkisa speciosa), Kakao (Theobroma cacao), Pisang (Musa paradisiaca), Pinang (Areca catechu), Singkong (Manihot esculenta), Aren (Arenga pinnata), Sawit (Elaesis guineensis), Bambu (Bambusa vulgaris), Nangka (Artocarpus heterophyllus).

Jumlah tanaman lain yang ditemukan pada agroforestri karet sebanyak 11 jenis. Jenis-jenis yang ditemukan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis Tanaman yang Terdapat pada Agroforestri Karet

Pada agroforestri karet ditemukan pohon sebanyak 52 karet dan tiang sebanyak 20 sedangkan pada monokultur karet ditemukan pohon sebanyak 114 karet dan tiang sebanyak 60. Hal ini dikarenakan pola penanaman pada agroforestri acak dan terlihat lebih berjarak dibandingkan dengan monokultur yang memiliki jarak tanam hanya 3 m × 3 m sehingga jumlah tegakan karet yang ditemukan lebih banyak pada monokultur karet.

No Nama Lokal Nama Ilmiah Jumlah

1 Kakao Theobroma cacao 44

2 Pinang Areca catechu 23

3 Bambu Bambusa vulgaris 1

4 Pisang Musa paradisiacal 11

5 Singkong Manihot esculenta 38

6 Sawit Elaesis guineensis 8

7 Petai Parkisa speciosa 1

8 Nangka Artocarpus heterophyllus 1

9 Aren Arenga pinnata 1

10 Jengkol Archidendron pauciflorum 1

(17)

Analisis Vegetasi

Dilakukan analisis vegetasi yang meliputi kerapatan, kerapatan relatif, frekuensi, frekuensi relatif, indeks nilai penting pada kedua lokasi agroforestri dan monokultur.Adapun dihitung mulai dari semai, pancang, tiang, dan pohon.

a. Semai

Hasil analisis vagetasi pada lahan agroforestri dan monokultur tingkat semai dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3.

Tabel 2. Indeks Nilai Penting Tingkat Semai pada Agroforestri Karet

No

Nama

Lokal Nama Ilmiah

Jumlah

Keterangan: KR= Kerapatan Relatif; FR= Frekuensi Relatif; INP= Indeks Nilai Penting

Tabel 3. Indeks Nilai Penting tingkat semai pada Monokultur Karet

NO

Nama

Lokal Nama Ilmiah

Jumlah

Keterangan: KR= Kerapatan Relatif; FR= Frekuensi Relatif; INP= Indeks Nilai Penting

Dari tabel 2 dan tabel 3 diketahui bahwa jumlah semai paling banyak terdapat pada monokultur yaitu 24 karena jumlah pohon karet pada lahan ini jauh lebih banyak dibandingkan dengan lahan agroforestri karet. Dikarenakan pada lahan monokultur lebih banyak ditemukan jumlah pohon sehingga lebih memungkinkan lebih banyaknya biji yang jatuh ke tanah dan tumbuh menjadi semai.

b. Tiang

(18)

Tabel 4 . Indeks Nilai Penting Tingkat Tiang pada Tegakan Monokultur Karet

Keterangan: KR= Kerapatan Relatif; FR= Frekuensi Relatif; INP= Indeks Nilai Penting

Tabel 5 . Indeks Nilai Penting Tiang pada Tegakan Agroforestri Karet

Nama Keterangan: KR= Kerapatan Relatif; FR= Frekuensi Relatif; DR= Dominansi Relatif; INP= Indeks Nilai Penting

Indeks Nilai Penting (INP) pada tiang agroforestri karet lebih tinggi pada karet yaitu 239.45 % dan pada monokultur INP karet yaitu 300 %.

c. Pohon

Berdasarkan hasil analisis vegetasi diperoleh pohon yang mendominasi pada tegakan karet adalah pohon karet (Hevea brasiliensis) dengan nilai INP 208.05 %, kemudian durian (Durio zibethinus) Jengkol (Archidendron pauciflorum) INP 8,26 % dan petai (Parkisa speciosa) 8,13 %. Indeks nilai penting (INP) pada agroforestri karet dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 . Indeks Nilai Penting Pohon pada Agroforestri Karet

Nama

Lokal Nama Ilmiah KR (%) FR (%) DR (%) INP (%)

Durian

Durio

zibethinus 18.1818 38.8869 18.49 75.5587

Jengkol

Archidendron

pauciflorum 1.5151 5.5552 1.19 8.2603

Karet

Hevea

brasiliensis 78.7878 50.0025 79.26 208.0503

Petai

Parkisa

speciosa 1.5151 5.5552 1.06 8.1303

(19)

Pada tabel 6 dapat dilihat bahwa tanaman yang paling dominan yaitu karet (Hevea brasiliensis). Hal ini dikarenakan tanaman karet menjadi tanaman unggulan masyarakat yang akan dimanfaatkan lateksnya. Masyarakat lebih mangutamakan tanaman karet dibandingkan tanaman lain. Pada lorong-lorong antar tanaman karet ada beberapa tanaman yang diselipkan, kebanyakan adalah kakao.Karena selain pemeliharaan yang mudah, harganya juga cukup memuaskan.

Dominasi Relatif pohon karet sebesar 79,26 % yang merupakan tanaman dominan pada lahan agroforestri tersebut. Tanaman karet ini yang menjadi indikator ekosistem dalam lahan agroforestri tersebut. Kerapatan dari suatu jenis merupakan nilai yang menunjukkan penguasaan suatu jenis terhadap jenis lain pada suatu komunitas. Makin besar nilai dominansi suatu jenis, makin besar pengaruh penguasaan jenis tersebut terhadap jenis lain. INP suatu jenis merupakan nilai yang menggambarkan peranan keberadaan suatu jenis dalam komunitas.Makin besar INP suatu jenis makin besar pula peranan jenis tersebut dalam komunitas.INP yang merata pada banyak jenis juga sebagai indikator semakin tingginya keanekaragaman hayati pada suatu ekosistem.

Nilai INP yang diperoleh pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan INP pada penelitian Saragih (2015) dimana hasil analisis vegetasi di lapangan diperoleh data bahwa pohon yang mendominasi pada tegakan Pinus adalah pohon pinus (Pinus merkusii) dengan nilai INP 249,27.

(20)

=33.77%. Sedangkan tembawang di Dusun Tukun di dominansi oleh tanaman durian dengan INP =47.60%, kemudian rambutan INP = 35.15% dan belian 24.17%. Kehadiran suatu jenis tertentu yang dominan menunjukkan kemampuan tanaman tersebut dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungan setempat, sehingga jenis yang mendominasi memiliki kemampuan toleransi yang lebar terhadap lingkungan.

Hasil analisis vegetasi menunjukkan Indek Nilai Penting (INP ) karet sebesar 300 %, hal ini dikarenakan pada monokultur karet hanya terdapat satu jenis pohon yaitu pohon karet. Indeks Nilai Penting monokultur karet dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 . Indeks Nilai Penting Pohon pada Monokultur Karet

Nama Keterangan: KR= Kerapatan Relatif; FR= Frekuensi Relatif; DR= Dominasi Relatif; INP= Indeks Nilai Penting

(21)

(20,1%), dan Ficus alba (19,9%). Jadi 46% dariseluruh jenis tingkat pohon memiliki nilai penting yangtinggi.

Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman

Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh Indeks Keanekaragaman (H’) pada agroforestri karet sebesar 0.62 dan pada Karet monokultur sebesar 0. Hal ini menunjukkan jumlah jenis diantara jumlah total individu seluruh jenis yang ada termasuk dalam kategori rendah. Menurut Mason (1980), jika nilai Indeks Keanekaragaman lebih kecil dari 1 berarti keanekaragaman jenis rendah, jika diantara 1-3 berarti keanekaragaman jenis sedang, jika lebih besar dari 3 berarti keanekaragaman jenistinggi.

Indeks Keseragaman (E) pada agroforestri karet sebesar 0.149 dan pada Karet monokultur sebesar 0.Nilai tersebut menunjukkan nilai keseragaman tegakan termasuk dalam kategori tinggi. Krebs (1985) menyatakan bahwa Indeks Keseragaman rendah 0<E<0,5 dan keseragaman tinggi apabila 0,5<E<1.

Kadar Air

Hasil perhitungan laboratorium diperoleh nilai kadar air pada agroforestri karet dan pada monokultur karet dapat dilihat pada Tabel 8, data lengkap Kadar Air dapat dilihat pada (Lampiran 3 ).

Tabel 8. Rekapitulasi Kadar Air (%) Serasah pada Agroforestri Karet dan pada Monokultur Karet

No No Plot KA pada Agroforestri KA pada monokultur

(22)

Berdasarkan dari jenis tegakan, hasil kadar air serasah pada kedua tegakan bervariasi. Dilihat dari jenis tegakannya, kadar air agroforestri karet untuk serasah halus sebesar 128,51% dan kadar air serasah kasar sebesar 87,69%. Sedangkan kadar air monokultur karet untuk serasah halus sebesar 107,47% dan kadar air serasah kasar sebesar 90,63%. Perbedaaan ini disebabkan adanya perbedaan kelembapan pada kedua tegakan.Sumardi dan Widyastuti (2004) mengatakan bahwa semakin lebat suatu lahan, maka tingkat kelembapan akan semakin tinggi.

Massa Kering Serasah

Hasil perhitungan massa kering diperoleh nilai massa kering serasah pada agroforestri karet dan padamonokultur pada Tabel 9, untuk data lengkap massa kering serasah dapat dilihat pada (Lampiran 1).

Tabel 9. Rekapitulasi Rataan Massa Kering (ton/ha) Serasah pada Agroforestri Karet dan Monokultur Karet

Keterangan : SH = Serasah Halus; SK = Serasah Kasar

(23)

3,05ton/ha dan pada agroforestri karet sebesar 2,71 ton/ha. Perbedaan besar nilai total massa kering serasah pada kedua tegakan yaitu sebesar 0,34 ton/ha. Perbedaan massa kering serasah pada kedua tegakan diakibatkan karena lebih banyaknya jumlah serasah yang terdapat pada monokultur karet.

Jumlah serasah yang didapat berbeda dikarenakan penutupan tajuk yang berbeda dikedua tegakan, pada tegakan monokultur karet penutupan tajuk lebih tebal karena jarak tanam yang lebih rapat dibandingkan penutupan tajuk pada agroforestri karet karena jarak tanam lebih lebar untuk ditanami kakao, sehingga jumlah massa kering yang dihasilkan berupa daun, ranting dan cabang pohon yang sudah mati lebih banyak terdapat pada monokultur karet. Yuniawati (2013) mengatakan bahwaserasah pada kerapatan tegakan yang tinggi memungkinkan lebih banyak daun atau ranting yang gugur sehingga memiliki produksi serasah lebih tinggi.Pada kerapatan tegakan rendah cahaya matahari dapat masuk ke lantai hutan akibatnya suhu tanah lantai hutan meningkat. Akibatnya dapat mempercepat aktivitas dekomposer dalam proses perombakan serasah.

(24)

Total massa kering serasah tertinggi terdapat pada Serasah Kasar (SK) yaitu 1,84 ton/ha pada agroforestri dan 1,65 ton/ha pada monokultur dan massa kering terendah terdapat pada Serasah Halus (SH) yaitu 0,87 ton/ha pada agroforestri serta 1,1 ton/ha pada monokultur. Dikarenakan serasah halus yang diambil sampai kedalaman 5 cm telah mengalami dekomposisi baik sebagian maupun seluruhnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Iskandar (2014) yang menyatakan mikroorganisme tanah sebagai perombak bahan organik paling banyak ditemukan pada daerah rizosfer yaitu dikedalaman 0 sampai 10 cm. Cepatnya terjadi perombakan serasah pada kedalaman 10 cm ini dikarenakan banyaknya mikroorganisme tanah sebagai dekomposer yang menyebabkan turunnya bobot serasah tersebut.

Karbon Serasah

Hasil perhitungan karbon diperoleh nilai karbon pada agroforestri karet dan monokultur karet pada Tabel 10, untuk data lengkap karbon serasah dapat dilihat pada (Lampiran 2).

Tabel 10. Rekapitulasi Rataan Karbon (ton/Ha) Serasah pada Agroforestri Karet dan Monokultur Karet

Plot

Karbon Serasah (ton/Ha)

Agroforestri Monokultur

Rataan

Keterangan : SH = Serasah Halus; SK = Serasah Kasar

(25)

total karbon serasah yang dihasilkan pada agroforestri karet sebesar 0,56 ton/ha dan rata-rata total karbon pada monokultur sebesar 0,71 ton/ha.

Nilai karbon serasah halus pada kedua penggunaan lahan lebih rendah dibandingkan dengan nilai karbon serasah kasar. Karena serasah halus marupakan bagian tanaman yang telah terdekomposisi baik sebagian maupun seluruhnya dan diambil sampai kedalaman 5 cm. Iskandar (2014) juga menjelaskan bahwa mikroorganisme tanah sebagai perombak bahan organik paling banyak ditemukan pada daerah rizosfer yaitu dikedalaman 0 sampai 10 cm. Cepatnya terjadi perombakan serasah pada kedalaman 10 cm ini dikarenakan banyaknya mikroorganisme tanah sebagai decomposer. Mikroorganisme menggunakan unsur C untuk menyusun selnya dengan membebaskan CO2 serta dihasilkan senyawa-senyawa lain sebagai hasil dekomposisi. Kebutuhan C diambil mikroorganisme dari bahan organik sehingga selama proses dekomposisi terjadi penurunan persentase C.

(26)

monokultur lebih rapat di bandingkan jarak tanam agroforestri, jarak tanaman mempengaharui kerapatan pohon, kerapatan pohon di monokultur lebih tinggi dibandingkan di agroforestri.

Haryati et al (2014) mengatakan bahwa semakin besar tanaman maka semakin besar juga serapan cadangan karbon pada pohon.Dari aspek konservasi, perkebunan karet secara potensial memiliki kapasitas konservasi lingkungan yang cukup baik.Konservasi perkebunan karet diperkirakan dapat memenuhi kepentingan ekonomi dan konservasi lingkungan.Perkebunan karet juga dapat merupakan penambat CO2 yang efektif.

Perbandingan nilai massa kering serasah dan karbon pada agroforestri karet dan monokultur dengan penelitian lain. Pada penelitian Stevanus dan Suhari (2014) menunjukkan hasil massa kering dan karbon serasah pada berbagai pola penanaman. Nilai massa kering dan karbon serasah lebih besar pada pola tanam Karet dan Trembesi yaitu 0,71 ton/ha dan 0,323 ton/ha. Pola Penanaman Karet dengan Jati yaitu 0,11 ton/ha dan 0,051 ton/ha. Sedangkan Pola Tanam yang hanya menanam karet yaitu 0,01 ton/ha dan 0,005 ton/ha. Hal ini menunjukkan bahwa pola tanam yang menkombinasikan tanaman karet dengan tanaman kehutanan seperti Jati dan Trembesi akan menghasilkan cadangan karbon yang lebih tinggi dibandingkan dengan pola tanam yang hanya menanam karet saja.

(27)

dimanfaatkan sebagai alternatif bahan bakar. Selain serasah sebagai penyimpan karbon serasah juga memiliki manfaat ekologi yaitu menciptakan lingkungan mikro setempat bagi organisme tanah, memperkecil run off air permukaan, membantu proses penyerapan air masuk ke dalam tanah dan menjadi sumber hara. Zamroni (2008) menyatakan bahwa produksi serasah merupakan bagian yang penting dalam transfer bahan organik dari vegetasi ke dalam tanah. Unsur hara yang dihasilkan dari proses dekomposisi serasah di dalam tanah sangat penting dalam pertumbuhan berbagai ekosistem.

(28)

Uji Beda Rata-rata Kandungan Karbon

Uji rata-rata kandungan karbonagroforestri karet dan monokultur karet dapat dilihat pada Tabel 12, untuk data lengkap statistik dapat dilihat pada (Lampiran 4).

Tabel 12. Hasil Independent Sample t-test Karbon Serasah pada Agroforestri Karet dan Monokultur Karet

Karbon serasah Rata-rata

karbon (ton/ha)

Beda rata-rata karbon

Uji t hitung

Agroforestri 0.56 0.15 1.533

Monokultur 0.71 1.533

(29)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Hasil analisis vegetasi menunjukkan jenis pohon yang mendominasi pada agroforestri adalah karet dengan Indeks Nilai Penting (INP) sebesar 208,05 %, kemudian durian INP= 75,55 %, jengkol INP= 8,26 %, dan petai INP= 8,13 %. Sedangkan pada lahan monokultur diperoleh Indeks Nilai Penting (INP) karet sebesar 300 %.

2. Potensi rata- rata total massa kering serasah pada agroforestri karet sebesar 2,71 ton/ha dan pada tegakan monokultur yaitu sebesar 3,05 ton/ha. Potensi rata-rata total karbon serasah pada agroforestri yaitu sebesar 0,56 ton/ha sedangkan pada monokultur karet sebesar 0,71 ton/ha

Saran

Gambar

Tabel 1. Jenis Tanaman yang Terdapat pada Agroforestri Karet
Tabel 4 . Indeks Nilai Penting Tingkat Tiang  pada Tegakan Monokultur Karet
Tabel 8. Rekapitulasi Kadar Air (%) Serasah pada Agroforestri Karet dan pada Monokultur Karet
Tabel 9. Rekapitulasi Rataan Massa Kering (ton/ha) Serasah pada Agroforestri Karet dan Monokultur Karet
+3

Referensi

Dokumen terkait

Jakarta, 27 May 2010: PT Indosat Tbk (“Indosat” or the “Company”) (Ticker: ISAT: IDX, IIT: NYSE) announced today that it is postponing the release of its Q1 2010

Pola laju pertumbuhan daun lamun secara umum sangat terkait dengan pola dasar perairan yang terpapar pada saat surut rendah.. Pertumbuhan dan Produksi Lamun

Adapun permasalahan yang dibahas dalam karya tulis ini adalah system pengadaan barang, system penyimpanan minuman, pengendalian pengadaan dan penyimpanan minuman,

Metode pembelajaran partisipatif atau dikenal dengan nama students centered learning akan lebih efektif jika didukung dengan sistem digital learning terintegrasi.. Sistem

Penghasilan Panduan Pentaksiran Berasaskan Sekolah (PBS) ini ialah usaha Lembaga Peperiksaan untuk memastikan pelaksanaan Pentaksiran Berasaskan Sekolah (PBS) yang

2.1 Semua murid terlibat dan mengambil bahagian dalam pertandingan membuat kad ucapan Hari Raya Aidilfitri yang mengandungi nilai-nilai Pendidikan Moral.. Hadiah disediakan untuk

Pada dasarnya Tugas Akhir ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi

Direktur, pemilik, tim member dan manajer proyek dapat melakukan pengontrolan proyek terhadap ruang lingkup, waktu, biaya, kualitas, dan sumber daya manusia dengan