BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di era globalisasi saat ini, permasalahan yang sering dihadapi oleh suatu
lembaga pemerintahan salah satunya adalah tindakan KKN (Kolusi, Korupsi, dan
Nepotisme). Banyaknya kasus korupsi yang terjadi akhir-akhir ini menjadikan
perhatian besar bagi kalangan masyarakat. Masyarakat menuntut akan adanya
transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan oleh lembaga-lembaga
sektor publik, diantaranya yaitu lembaga-lembaga pemerintah, perusahaan milik
negara/daerah maupun organisasi publik lainnya yang ada di negeri ini.
Tuntutan tersebut wajar dilakukan oleh masyarakat karena banyaknya
penyelewangan yang terjadi, disebabkan oleh pengelolaan pemerintah yang buruk
(bad governance) dan kurangnya pengawasan intern pemerintah terhadap proses penyelenggaraan pemerintahan. Untuk mewujudkan pemerintahan yang baik
(good governance) menurut Mardiasmo (2005) terdapat tiga aspek penting yaitu
pengawasan, pengendalian, dan pemeriksaan.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008, Pengawasan Intern
adalah seluruh proses kegiatan audit, review, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan
pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam
rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan
sesuai dengan tolak ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang sistem
pengendalian intern pemerintah, pelaksanaan pengendalian intern tersebut
dilaksanakan oleh aparat pengawasan intern pemerintah (APIP), yaitu Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP); Inspektorat Jenderal;
Inspektorat Provinsi; dan Inspektorat Kota. BPKP sebagai salah satu pelaksana
tugas pengendalian internal pemerintah yang mempunyai tugas melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan keuangan dan pembangunan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut UU RI No.15 Tahun 2004 Pemeriksaan adalah proses identifikasi
masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan
profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran,
kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara. Pemeriksa adalah orang yang melaksanakan
tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara untuk dan
atas nama BPK. Badan Pemeriksa Keuangan, yang selanjutnya disebut BPK,
adalah Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pengawasan dan pengendalian intern pemerintah merupakan fungsi
manajemen yang penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Melalui
pengawasan dan pengendalian intern dapat diketahui apakah suatu instansi
pemerintah telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara
efektif dan efisien, serta sesuai dengan rencana, kebijakan yang telah ditetapkan,
Selain itu, pengawasan dan pengendalian intern atas penyelenggaraan
pemerintahan diperlukan untuk mendorong terwujudnya good governance dan mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang efektif, efisien, transparan,
akuntabel serta bersih dan bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme
(KKN). Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2000, merumuskan arti good governance sebagai berikut: “Kepemerintahan yang mengembangkan dan
menerapkan prinsip-prinsip profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan
prima, demokrasi, efisiensi, efektivitas, supremasi hukum dan dapat diterima oleh
seluruh masyarakat”.
Sesuai dengan UU RI No.15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, pelaksana pemeriksaan
keuangan Negara dilaksanakan oleh BPK. BPK yang merupakan pemeriksa
Keuangan Negara bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan
Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan Lembaga atau badan lain yang
mengelola keuangan negara.
Dalam melaksanakan tugasnya, auditor BPK harus melakukan
pemeriksaan berdasarkan kode etik dan standar audit. Kode etik dimaksudkan
untuk menjaga perilaku auditor dalam melaksanakan tugasnya, sedangkan Standar
Audit dimaksudkan untuk menjaga mutu hasil audit yang dilaksanakan auditor.
sejauh mana auditor pemerintah telah bekerja sesuai dengan standar dan etika
yang telah ditetapkan (Sukriah dkk, 2009).
Dalam menjalankan fungsi audit tersebut, maka BPK perlu didukung oleh
kinerja auditornya. Auditor memiliki peran penting dalam menjalankan fungsi
pemeriksaan. Fungsi audit akan efektif dan optimum apabila kinerja auditor
ditentukan oleh perilaku auditor tersebut. Sebagai penunjang keberhasilan dalam
menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik, sangatlah diperlukan kinerja
auditor yang baik dan berkualitas.
Kinerja auditor adalah kemampuan dari seorang auditor menghasilkan
temuan atau hasil pemeriksaaan dari kegiatan pemeriksaan atas pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan yang dilakukan dalam satu tim pemeriksaan (Yanhari,
2007). Kinerja auditor didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan
waktu yang diukur dengan mempertimbangkan kuantitas, kualitas, dan ketepatan
waktu.
Istilah kinerja seringkali digunakan untuk menyebutkan prestasi atau
tingkat keberhasilan individu atau kelompok individu. Kinerja (prestasi kerja)
dapat diukur melalui pengukuran tertentu (standar), dimana kualitas adalah
berkaitan dengan mutu kerja yang dihasilkan, sedangkan kuantitas adalah jumlah
hasil kerja yang dihasilkan dalam kurun waktu tertentu, dan ketepatan waktu
adalah kesesuaian waktu yang telah direncanakan (Trisnaningsih, 2007).
Dalam hal ini, profesi auditor pemerintah menjadi sorotan di setiap
kalangan masyarakat dalam menjalankan tugasnya. Auditor harus melakukan
masyarakat. Seorang auditor yang mempertahankan integritas, akan bertindak
jujur dan tegas dalam mempertimbangkan fakta, terlepas dari kepentingan pribadi.
Dengan berbagai tekanan yang ada untuk memanipulasi fakta-fakta, auditor yang
berintegritas mampu bertahan dari berbagai tekanan tersebut sehingga fakta-fakta
tersaji seobjektif mungkin.
Auditor yang mempertahankan objektivitas, akan bertindak adil atau tidak
memihak sehingga independensi profesinya dapat dipertahankan. Dalam
mengambil keputusan atau tindakan, ia tidak boleh bertindak atas dasar prasangka
atau bias, pertentangan kepentingan, atau pengaruh dari pihak lain. Auditor yang
objektif adalah auditor yang mengambil keputusan berdasarkan seluruh bukti
yang tersedia, bukan karena pendapat atau prasangka pribadi, maupun tekanan
dan pengaruh orang lain.
Auditor yang menegakkan independensinya, tidak akan terpengaruh dan
tidak akan dapat dipengaruhi oleh berbagai kekuatan yang berasal dari luar diri
auditor dalam mempertimbangkan fakta yang dijumpainya dalam pemeriksaan.
Dalam kaitannya sebagai pemeriksa eksternal di bidang keuangan negara, auditor
BPK dalam melaksanakan tugasnya perlu dilandasi dengan sikap, etika, dan moral
yang baik sehingga auditor dapat menjalankan tugas dan kewajibannya secara
objektif.
Hal tersebut harus dilakukan agar segala kekurangan dalam laporan
keuangan pemerintah dapat dideteksi secara akurat sebagai bahan dalam
memperbaiki sistem pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara serta
lembaga khusus yang independen, objektif, dan tidak memihak dalam memeriksa
laporan keuangan pemerintah. Lembaga yang dimaksud adalah Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK). Penelitian ini didukung oleh penelitian dari Trisnaningsih
(2007) yang menunjukkan adanya pengaruh positif antara independensi auditor
terhadap kinerja auditor. Hal ini menunjukkan bahwa semakin independensi
seorang auditor dalam melakukan audit maka akan semakin mempengaruhi
kinerjanya.
Sebagai bentuk nyata peran BPK sebagai auditor eksternal adalah dalam
lima tahun terakhir, upaya untuk meningkatkan transparansi merupakan salah satu
hal yang menonjol, dimana bos-bos bank umum dan bank sentral bisa dipenjara.
Berbagai kasus korupsi kelas kakap juga dapat terungkap bahkan BPK telah
mengungkap banyak kasus yang menunjukkan buruknya pengelolaan keuangan
negara seperti kasus YPPI dan BI serta tersebarnya rekening liar bernilai puluhan
triliun rupiah.
Hasil pemeriksaan eksternal akan menjadi bahan bagi lembaga perwakilan
untuk melakukan pengawasan terhadap cara pemerintah mempergunakan
anggaran pertimbangan dalam penyusunan anggaran (budgeting) tahun berikutnya. Perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23E ayat (1) menegaskan posisi
BPK sebagai satu-satunya Auditor eksternal. Kemandirian auditor eksternal
sangat penting terutama dalam memberikan penilaian yang tidak memihak
(netral)”. Independensi dapat juga diartikan adanya kejujuran dalam diri auditor
memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya
(Mulyadi, 2002).
Selain itu keberhasilan dan kinerja seseorang dalam suatu bidang
pekerjaan sangat ditentukan oleh budaya organisasinya. Budaya organisasi adalah
sehimpun nilai, prinsip-prinsip, tradisi dan cara-cara bekerja yang dianut bersama
oleh para anggota organisasi dan mempengaruhi cara mereka bertindak (Robbins,
2009). Budaya organisasi juga membentuk dan mengendalikan perilaku dalam
keorganisasian. Budaya organisasi mempengaruhi cara individu untuk merespons
dan menafsirkan segala situasi dan permasalahan yang terjadi di dalam organisasi.
Budaya organisasi merupakan sistem penyebaran kepercayaan dan
nilai-nilai yang berkembang dalam suatu organisasi dan mengarahkan perilaku
anggota-anggotanya. Budaya organisasi dapat menjadi instrumen keunggulan
kompetitif yang utama, yaitu bila budaya organisasi mendukung strategi
organisasi, dan bila budaya organisasi dapat menjawab atau mengatasi tantangan
lingkungan dengan cepat dan tepat.
Hal tersebut didukung dengan Penelitian Nenni Yulistiyani (2014) yang
menyatakan bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja auditor yang
bekerja pada Kantor Akuntan Publik di Surakarta dan Yogyakarta. Sehingga dapat
disimpulkan terdapat hubungan antara budaya organisasi dengan kinerja auditor,
bahwa budaya dalam suatu organisasi mempunyai nilai tinggi yang dianut
bersama oleh anggota organisasi, cenderung membentuk perilaku kelompok
Siagian (2002:200) menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan
salah satu variabel penting bagi seorang pemimpin, karena budaya organisasi
mencerminkan nilai-nilai dan menjadi pedoman bagi anggota organisasi.
Kesesuaian antara individu dengan budaya organisasi sangat penting. Apabila
individu merasa tidak nyaman dalam suatu lingkungan kerjanya atau lingkungan
organisasi, maka akan mengalami ketidakberdayaan, kekhawatiran di dalam
dirinya sendiri sehingga kinerja yang dihasilkannya pun tidak maksimal.
Sebaliknya kalau ia merasa nyaman dengan lingkungannya, ia akan
memperlihatkan sifat positif dan menghasilkan kinerja yang baik dalam
lingkungan organisasi tersebut.
Hasil dari pemeriksaan di BPK yang berkualitas sangat ditentukan oleh
kinerja auditor. Secara ideal di dalam menjalankan profesinya, seorang auditor
hendaknya memperhatikan prinsip dasar good governance dalam organisasi
tersebut. Auditor juga harus mentaati aturan etika profesi yang meliputi
pengaturan tentang independensi, integritas dan objektivitas, standar umum dan
prinsip akuntansi, tanggung jawab kepada klien, tanggung jawab kepada rekan
seprofesi, serta tanggung jawab dan praktik lainnya (Satyo, 2005).
Lebih lanjut Satyo menyatakan memahami kode etik saja tidak cukup
untuk membuat perilaku karyawan dan perusahaan menjadi lebih baik dan etis.
Pemahaman good governance diimplementasikan pada perusahaan secara tepat, terutama untuk memperoleh karakter perusahaan yang kuat dalam menghasilkan
melaksanakan good governance adalah meningkatkan kinerja perusahaan melalui
terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik.
Penelitian ini didukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Trisnaningsih
(2007) yang menyatakan bahwa good governance berpengaruh positif signifikan
terhadap kinerja auditor. Temuan ini memberikan indikasi bahwa good governance mempengaruhi kinerja dari auditor. Seorang auditor yang memahami
good governance secara benar dan didukung independensi yang tinggi, maka akan mempengaruhi kinerja auditor dalam mencapai tujuan akhir sebagaimana
diharapkan oleh berbagai pihak.
Menurut Jusuf (2001) Tingkatan jabatan dalam suatu organisasi akuntan
publik yaitu: partner, manager, supervisor, senior in charge auditor dan asisten.
Tingkatan jabatan yang banyak dijumpai dalam KAP di Indonesia, mengacu pada
Simamora (2002) yaitu: partner, manager, senior auditor dan junior auditor.
Pekerjaan yang dilakukan secara tim yang terdiri dari beberapa staf dan diketuai
oleh supervisor. Hasil kerja tim ditinjau oleh manajer, kemudian manajer
bertanggungjawab terhadap seorang partner. Partner disebut juga sebagai rekan
yang bertanggungjawab penuh terhadap semua operasional dalam kantor-kantor
tersebut.
Penelitian tentang posisi hirarki jabatan yang dilakukan oleh Jimbalvo dan
Pratt (1988) dalam Pratt dan Beulieu (1992) menyimpulkan bahwa perbedaan
tugas dan tanggung jawab akuntan disebabkan karena perbedaan hirarki jabatan,
di mana semakin tinggi level hirarkinya semakin tinggi tingkat
level jabatannya, maka semakin tinggi profesionalisme. Sehingga dalam
penelitian ini, dimaksudkan untuk mengetahui apakah tingkatan jabatan
mempengaruhi kinerja dari auditor tersebut.
Elya Wati, Lismawati, dan Nila Aprilia (2010) dalam penelitiannya
menyebutkan bahwa variabel independen, gaya kepemimpinan, komitmen
organisasi dan pemahaman good governance berpengaruh terhadap kinerja
auditor. Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Pengaruh Independensi, Budaya Organisasi, Good Governance, dan Tingkatan Jabatan Terhadap Kinerja Auditor Pemerintah (Studi Kasus Pada
BPK Perwakilan Sumatera Utara).”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka
rumusan masalah penelitian ini adalah : Apakah independensi, budaya organisasi,
good governance, dan tingkatan jabatan berpengaruh terhadap kinerja auditor pemerintah baik secara parsial maupun simultan?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : Untuk mengetahui dan
menganalisis pengaruh independensi, budaya organisasi, good governance, dan tingkatan jabatan terhadap kinerja auditor pemerintah baik secara parsial maupun
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Bagi Peneliti
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan peneliti di samping
memberikan kontribusi pemikiran dalam bidang audit kinerja pemerintah
khususnya Pengaruh Independensi, Budaya Organisasi, Good Governance,
dan Tingkatan Jabatan terhadap kinerja auditor pemerintah.
2. Bagi Auditor
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada
Auditor baik auditor senior maupun auditor junior dalam menjalankan
pemeriksaan akuntansi (auditing) harus berdasarkan pada prinsip
akuntansi yang berlaku umum dan selalu menegakkan Kode Etik Akuntan
sebagai profesi akuntan publik.
3. Bagi Pihak Lain
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan dan informasi yang
nantinya dapat memberi perbandingan dalam mengadakan penelitian yang