BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan perekonomian, perdagangan, dan perindustrian yang
semakin meningkat telah memberikan kemajuan yang luar biasa kepada
konsumen karena ada beragam variasi produk barang dan jasa yang bisa
dikonsumsi. Perkembangan globalisasi dan perdagangan besar didukung oleh
teknologi informasi dan telekomunikasi yang memberikan ruang gerak yang
sangat bebas dalam setiap transaksi perdagangan, sehingga barang/jasa yang
dipasarkan bisa dengan mudah dikonsumsi. Konsumen memiliki kebebasan untuk
menentukan jenis dan kualitas barang/jasa sesuai dengan kebutuhannya.2
Kelebihan - kelebihan atas suatu produk terbaru mendorong masyarakat
(konsumen) semakin tergiur untuk memilikinya meskipun secara finansial, dana
yang dimiliki untuk membeli barang tersebut tidak mencukupi. Kondisi inilah
yang menyebabkan tumbuh dan berkembangnya lembaga pembiayaan sebagai
salah satu sumber pembiayaan alternatif untuk memenuhi kebutuhan konsumen
atas barang-barang konsumtif yang dibutuhkannya.
3
Istilah lembaga pembiayaan mungkin belum sepopuler dengan istilah
lembaga keuangan dan lembaga perbankan. Belum akrabnya dengan istilah ini
2
Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, (Jakarta : Visimedia, 2008), hal. 2
3
bisa jadi karena dilihat dari eksistensinya lembaga pembiayaan memang relatif
masih baru jika dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensional, yaitu
Bank.4
Bank yang selama ini sudah dikenal luas oleh masyarakat ternyata tidak
mampu memenuhi berbagai keperluan dana yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Hal tersebut diakibatkan keterbatasan jangkauan penyebaran kredit oleh bank,
keterbatasan sumber dana, dan keterbatasan lain yang mengakibatkan kurang
fleksibel dalam melakukan fungsinya.5
Menurut Pasal 1 (satu) Peraturan Presiden Republik Indonesia No 9 Tahun
2009 tentang Lembaga Pembiayaan, menyatakan “bahwa lembaga pembiayaan
adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk
penyediaan dana atau barang modal.”
Mengingat banyaknya kendala untuk
memperoleh dana dari bank ini, lembaga pembiayaan ini merupakan salah satu
sumber dana alternatif yang penting dan potensial yang patut dipertimbangkan.
6
Lembaga pembiayaan ini kegiatan usahanya lebih menekankan pada fungsi
pembiayaan, yaitu dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak
menarik dana secara langgsung dari masyarakat.7
4
Rudyanti Dorotea Tobing, Op.cit., hal. 37 5
Munir Fuady, Hukum Tentang Pembiayaan (Teori dan Praktik), (Bandung : Citra Adya Bakti, 1995), hal. 2 (selanjutnya disebut Munir Fuady 1)
6
Prayogi Engga dan Superteam RN, 233 Tanya Jawab Seputar Hukum Bisnis, (Jakarta : Pustaka Yustisia, 2011), hal. 91
7
Rudyanti Dorotea Tobing, Op.cit., hal. 38
Lembaga pembiayaan dalam
menjalankan kegiatannya dilaksanakan oleh perusahaan pembiayaan. Kegiatan
lembaga pembiayaan ini diatur dengan Perpres No. 9 Tahun 2009 tentang
2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan.
Berdasarkan kedua peraturan tersebut yang dapat melakukan kegiatan dalam
lembaga pembiayaan adalah bank, lembaga keuangan bukan bank dan perusahaan
pembiayaan.
Sesuai dengan Perpres No. 9 Tahun 2009 Pasal 2 maka lembaga
pembiayaan dibagi menjadi 3 (tiga) bidang yaitu Perusahaan Pembiayaan,
Perusahaan Modal Ventura, dan Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur, kemudian
dalam Pasal 3 disebutkan Perusahaan Pembiayaan dibagi lagi menjadi 4 (empat)
bidang usaha yaitu sewa guna usaha (leasing), anjak piutang (factoring),
pembiayaan konsumen (consumer finance), kartu kredit (credit card).
Berdasarkan uraian tersebut maka pembiayaan konsumen adalah salah satu
bidang yang masuk dalam lingkup lembaga pembiayaan. Menurut A.
Abdurahman bahwa “kredit konsumen adalah kredit yang diberikan kepada
konsumen guna pembelian barang konsumsi dan jasa seperti yang dibedakan dari
pinjaman yang digunakan untuk tujuan produktif atau dagang.”8
Pembiayaan konsumen merupakan lembaga pembiayaan yang kegiatannya
berupa penyedia dana oleh perusahaan pembiayaan konsumen kepada konsumen
untuk pembelian suatu barang dari pemasok (supplier), yang pembayarannya
dilakukan secara berkala (angsuran) oleh konsumen.9
8
Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hal. 96 9
Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk dalam Hukum Perlindungan Konsumen, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2008), hal. 6
Dengan demikian, dalam
transaksi pembiayan konsumen ada tiga pihak yang terlibat dalam hubungan
hukum pembiayaan konsumen, yaitu perusahaan pembiayaan konsumen,
lazim disebut finance, merupakan jawaban atas kebutuhan masyarakat akan
keinginan untuk memiliki barang-barang yang harganya relatif mahal dengan cara
kredit, misalnya kendaraan bermotor dan barang-barang bergerak lainnya.
Munculnya pembiayaan konsumen ini telah memberikan kontribusi positif
bagi masyarakat, karena dengan adanya pembiayaan konsumen maka
masyarakat sangat terbantu, yaitu “cukup” dengan uang muka, motor atau mobil
pun sudah bisa dibawa. Apalagi didukung dengan uang muka minim yang
dikenakan, yaitu cukup, 5-10 % (lima sampai sepuluh persen) dari harga
kendaraan, bahkan ada pula yang tanpa uang muka, kendaraan sudah bisa dibawa,
sedangkan sisanya diangsur.
Disinilah peran PT. Kembang 88 MultiFinance sebagai salah satu lembaga
pembiayaan konsumen yang sudah cukup lama mengeluti bidang pembiayaan ini,
mereka selalu ingin melayani masyarakat dengan berbagai kemudahan yang
mereka tawarkan. Cukup dengan mengisi formulir dan menandatangani perjanjian
pembiayaan, maka konsumen sudah bisa memiliki kendaraan bermotor dan
benda-benda bergerak lainnya sesuai dengan keinginan.
Perjanjian pembiayaan konsumen dilaksanakan dengan cara konsumen
yang berkepentingan menghubungi perusahaan pembiayaan konsumen agar dapat
membayar secara tunai harga kebutuhan barang yang dibelinya dari
supplier/dealer dengan ketentuan pembayaran kembali harga barang itu kepada
perusahaan pembiayaan konsumen yang dilakukan secara angsuran dan hubungan
ketiga pihak tersebut dituangkan dalam pejanjian pembiayaan konsumen.10
10
Perjanjian pembiayaan konsumen merupakan perjanjian standar karena
perjanjian tersebut berisikan klausul-klausul baku yang sudah dibuat dan
disiapkan terlebih dahulu secara sepihak.
Perjanjian standar adalah
“suatu kontrak tertulis yang dibuat oleh salah satu pihak dalam perjanjian tersebut, bahkan sering kali perjanjian tersebut sudah tercetak (boilerplate) dalam bentuk formulir – formulir tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini ketika perjanjian tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan data – data informatif tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam klausula – klausulanya, dimana pihak lain dalam perjanjian tersebut tidak mempunyai kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasikan atau mengubah klausula – klausula yang sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut, sehingga biasanya perjanjian standar sangat berat sebelah.”11
Posisi tawar menawar yang lemah dalam hal kemampuan ekonomi selalu
berpengaruh pada klausul-klausul yang dimuat dalam kontrak sehingga posisi
debitur atau konsumen seringkali menjadi lemah, karena konsumen menghadapi
situasi dan keadaan yang tidak mungkin menghindar dari alternatif tersebut
“dengan terpaksa” harus menyetujui saja isi perjanjian yang telah disiapkan dalam
bentuk baku tersebut. Disinilah pada akhirnya konsumen atau debitur selalu
menjadi objek yang dijadikan kreditur sebagai sumber untuk meraih keuntungan
yang sebesar-besarnya. Inilah salah satu sisi yang ditemukan dalam perjanjian Dalam perjanjian baku (standart contract) konsumen dianggap sudah
mengerti isi dari perjanjian sehingga hal itu dapat mengakibatkan kerugian bagi
konsumen.
11
yang dirumuskan dalam klausula baku yang cenderung mengabaikan kepentingan
konsumen.12
Perjanjian baku dapat dikatakan sebagai perjanjian yang tidak seimbang,
yang selalu menempatkan pihak pelaku usaha dalam posisi yang lebih kuat.13
Pencantuman klausul baku tersebut jelas merugikan konsumen karena
adanya ketidakseimbangan hak dan kewajiban para pihak sebagaimana yang
diatur di dalam kontrak standar, pihak kreditur cenderung melindungi Ketidakseimbangan dari para pihak dalam membuat perjanjian dapat
memunculkan adanya klausula baku dalam perjanjian. Pencantuman klausula
baku tersebut diperparah dengan bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca
secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. Hal ini jelas-jelas
melanggar UUPK Pasal 18 dan klausula baku tersebut dinyatakan batal demi
hukum.
PT. Kembang 88 Multi Finance, sebagai salah satu lembaga pembiayaan
konsumen juga mencantumkan klausul baku dalam perjanjian pembiayaan
konsumen, hal ini bisa dilihat dalam Pasal 4 tentang Bunga Pinjaman, disebutkan
bahwa:
“Pihak Pertama berhak untuk merubah suku bunga dari waktu ke waktu atas kebijakan Pihak Pertama. Pihak Pertama akan memberitahukan perubahan tersebut melalui surat kepada Pihak kedua atau melalui pengumuman pada kantor – kantor cabang pihak pertama dan perubahan tersebut akan mulai berlaku terhitung sejak saat pemberitahuan tersebut. Dengan demikian besar angsuran per bulan akan disesuaikan sebagaimana dimaksud pada awal perjanjian ini.”
12
Adrian Sutedi, Op.cit., hal. 1 13
kepentingannya sedemikian rupa dengan menetapkan kewenangan mutlak (tak
terbantah), sehingga hak-hak debitur menjadi terbatas.
Perlindungan konsumen berfungsi untuk menyeimbangkan kedudukan
konsumen dan pelaku usaha. Keadaan yang seimbang diantara para pihak yang
saling berhubungan akan menciptakan keserasian dan keselarasan materil diantara
keduanya.14
Mengamati deskripsi diatas, dapat terlihat bahwa posisi konsumen terlalu
sering berada pada kondisi dimana mereka di hadapkan dengan prinsip dari
klausula baku “take it or leave it” maka konsumen akan berada pada keadaan
yang sangat sulit. Hal ini sangat diperlukan pengaturan tentang klausula baku, Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Pasal 18 ayat 1 huruf (g), disebutkan :
“Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila, Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan, dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya”.
Oleh sebab itu, perusahaan pembiayaan harus memperlakukan dan
melayani konsumen secara benar dan jujur dan tidak diskriminatif, sesuai dengan
ketentuan dalam Pasal 7 huruf (c) Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Itikad baik untuk melaksanakan perjanjian harus selalu ada, baik pada konsumen
maupun pada perusahaan pembiayaan.
14
karena hal ini diperlukan untuk melindungi masyarakat terutama masyarakat
ekonomi lemah terhadap ekonomi kuat.15
B. Permasalahan
Berdasarkan hal diatas, sebagai bagian dari masyarakat pada umumnya dan
mahasiswa yang sedang mendalami kajian Hukum Perdata pada khususnya, hal
ini menjadi perhatian untuk membahas masalah klausula baku dan perlindungan
konsumen dalam bentuk skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis terhadap
Klausula Baku dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen (finance) dikaitkan
dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
(Studi pada PT. Kembang 88 Multi Finance)”
Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam skripsi ini adalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana pengaturan hubungan hukum antara konsumen dengan PT.
Kembang 88 Multi Finance dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen?
2. Apakah akibat hukum pencantuman klausula baku dalam perjanjian
pembiayaan konsumen di PT. Kembang 88 Multi Finance?
3. Bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan oleh konsumen atas
pencantuman klausul baku pada Perjanjian Pembiayaan Konsumen
(finance) pada lembaga pembiayaan PT. Kembang 88 Multi Finance?
15
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Adapun tujuan mengangkat judul skripsi tentang “Tinjauan Yuridis
terhadap Klausula Baku dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen
(finance) dikaitkan dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen”. Ingin melakukan penelitian yang bertujuan :
a. Untuk mengetahui bagaimana Pengaturan Hubungan Hukum antara
Konsumen dengan PT. Kembang 88 Multi Finance dalam
perjanjian Pembiayaan Konsumen.
b. Untuk mengetahui apakah Pencantuman Klausul Baku yang
terdapat dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen di PT. Kembang
88 Multi Finance bertentangan dengan UU No. 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen.
c. Untuk mengetahui bagaimana upaya hukum yang dapat di lakukan
atau diambil oleh konsumen atas Pencantuman Klausul Baku pada
Perjanjian Pembiayaan Konsumen (finance) di PT. Kembang 88
Multi Finance.
2. Adapun yang menjadi manfaat dari penulisan skripsi ini adalah sebagai
berikut :
a. Manfaat Teoretis
Untuk memberikan manfaat dibidang pengetahuan baik melalui
pengembangan wawasan dan pemikiran untuk mahasiswa dan
kalangan akademis serta masyarakat tentang perlindungan hukum
karena penggunaan klausul baku yang dibuat secara sepihak oleh
lembaga pembiayaan konsumen.
b. Manfaat Praktis
1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan
dan pengetahuan bagi para pihak terkait penggunaan klausul
baku dalam perjanjian pembiayaan konsumen. Sehingga
hak-hak dan kepentingan masyarakat sebagai konsumen tidak
merasa dirugikan.
2) Dapat menjadi salah satu masukan bagi pemerintah yakni para
pejabat dan instasi terkait untuk memperhatikan peraturan yang
dapat memberikan jaminan hukum bagi anggota masyarakat
sebagai debitur yang berhubungan dengan perjanjian baku
dalam perjanjian pembiayaan konsumen.
D. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran dan penelitian di perpustakaan, bahwa tidak ada
menemukan skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis terhadap Klausula Baku
dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen (finance) dikaitkan dengan
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen”. Sehubungan judul
skripsi ini telah dilakukan pemeriksaan pada perpustakaan Fakultas Hukum USU
untuk membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum ada ataupun belum
terdapat di perpustakaan Fakultas Hukum USU. Skripsi yang berkaitan dengan
1. Nama : Rizky Fauzi
NIM : 070200373
Judul : Pencantuman Klausula Baku Dalam Akad Pembiayaan
Syariah Dikaitkan Dengan Undang – Undang
Perlindungan Konsumen” (Studi Pada PT. Bank
Muamalat Cab. Medan)
Tahun : 2012
Permasalahan
a. Apakah yang menjadi latar belakang pencantuman klausula baku
dalam akad pembiayaan pada PT. Bank Muamalat Cabang Utama
Medan?
b. Bagaimanakah penerapan klausula baku dalam akad pembiayaan di
PT. Bank Muamalat Cabang Utama Medan dikaitkan dengan
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen?
2. Nama : Melva Theresia Simamora
NIM : 090200333
Judul : Aspek Hukum Pelaksanaan Perjanjian Baku oleh
Developer Properties (Studi Pada PT. Multi Cipta
Property)
Tahun : 2013
Permasalahan
a. Bagaimana perlindungan terhadap konsumen dengan adanya
b. Bagaimana prosedur yang dilakukan oleh developer property dalam
pembuatan perjanjian baku?
3. Nama : Winda Agustina S
NIM : 100200163
Judul : Aspek Hukum Pembebanan Jaminan Fidusia Antara
Perusahaan Pembiayaan Dengan Nasabah” (Studi Pada PT.
Dipo Star Finance Cabang Medan)
Tahun : 2014
Permasalahan
a. Bagaimana pelaksanaan pembebanan Jaminan fidusia pada PT. Dipo
Star Finance Cabang Medan?
b. Bagaimana akibat hukum dari pembebanan Jaminan Fidusia yang tidak
didaftarkan?
Dengan demikian, penulisan skripsi ini dapat dikatakan yang pertama
kali dilakukan, sehingga keaslian ini dapat dipertanggungjawabkan secara
akademik dan moral.
E. Metode Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya merupakan suatu cara pencarian, bukan
hanya sekedar mengamati dengan teliti suatu objek16
16
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : PT. Grafindo Persada, 2003), hal.28
. Dalam penulisan skripsi
terhubung dengan permasalahan dalam skripsi ini. Metode penelitian yang
digunakan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam menjawab permasalahan dalam
pembahasan skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif, yaitu
“penelitian hukum mengenai norma-norma serta ketentuan-ketentuan
hukum yang telah ada atau telah berlaku baik secara tertulis maupun
tidak tertulis.”17 Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis, sifat
penelitian ini adalah dengan cara memberikan uraian berdasarkan
Undang-Undang Perlindungan Konsumen terhadap kedudukan
perlindungan konsumen dalam perjanjian baku yang terjadi pada
Perjanjian Pembiayaan Konsumen di Indonesia kemudian dianalisis
dari sudut pandang Hukum Perdata.18
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
yang terdiri atas :
a. Bahan hukum primer ialah bahan – bahan hukum contohnya
undang-undang perlindungan konsumen No. 8 tahun 1999, KUH
Perdata tentang Perikatan, Undang-Undang No. 21 tahun 2011
tentang Otoritas Jasa Keuangan, Keppres RI No. 61 tahun 1988
tentang Lembaga Pembiayaan yang telah diubah dengan Perpres
No. 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, SK Menkeu RI
17
Ibid, hal.71 18
No. 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, sebagaimana telah diubah
dengan SK Menkeu RI No. 1256/KMK.00/1989, diubah dengan
SK Menkeu RI No.448/KMK.017/2000 dan terakhir diubah dengan
Keputusan Menteri Keuangan No. 172/KMK.06/2002 tentang
Perusahaan Pembiayaan dan lain-lain.
b. Bahan hukum skunder ialah bahan yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer seperti buku/literatur, hasil-hasil
penelitian, pendapat pakar hukum, dan lain-lain.
c. Bahan hukum tersier ialah bahan hukum yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
bahan hukum skunder seperti kamus umum, kamus hukum, dan
ensiklopedia yang menjadi tambahan bagi penulisan skripsi ini
yang berkaitan dengan penelitian ini.19
3.Metode Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah :
a. Studi kepustakaan (Libary research) : yakni dengan membaca,
mempelajari dan menganalisa buku-buku yang berhubungan
dengan skripsi ini.
19
b. Studi Lapangan (Field research) : yakni dengan mengadakan
wawancara pada pihak lembaga pembiayaan PT. Kembang 88
MultiFinance Medan.
Adapun alat pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah :
a. Studi Dokumen
Studi Dokumen dilakukan dengan mengumpulkan dan
menganalisis bahan-bahan tertulis yang digunakan dalam peristiwa
hukum seperti surat perjanjian, dan sebagainya.
b. Pedoman Wawancara
Untuk memperoleh data, pedoman wawancara digunakan sebagai
alat untuk melakukan pengkajian data secara mendalam dengan
mempersiapkan garis besar pertanyaan yang akan digunakan
sebagai acuan untuk melakukan wawancara di lapangan.
4. Metode Analisis Data
Setelah semua data yang diperlukan terkumpul secara lengkap dan disusun
secara sistematis, selanjutnya akan dianalisis. Dalam penelitian ini menggunakan
metode analisis data secara kualitatif yaitu suatu kegiatan yang dilakukan untuk
menentukan isi atau makna suatu aturan hukum yang dijadikan rujukan dalam
menyelesaikan permasalahan hukum yang menjadi objek kajian.20
Penarikan kesimpulan dari proses berfikir dianggap valid bila proses
berpikir tersebut dilakukan menurut cara tertentu, misalnya cara penarikan
20
kesimpulan secara deduktif yaitu cara pengambilan kesimpulan dari umum ke
khusus. Didalam deduktif, kesimpulan harus mengikuti alasan (premis) yang
diberikan, alasan yang dikatakan berarti kesimpulan dan merupakan suatu bukti
(proof).21
F. Sistematika Penulisan
Jadi penarikan kesimpulan secara deduktif dapat dilakukan secara
langgsung dan tidak langgsung oleh peneliti terhadap objek penelitian
Penggunaan Klausula Baku dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen (finance)
dikaitkan dengan Undang – Undang No. 8 Tahun 1999.
Penulisan ini dibuat secara terperinci dan sistematis agar memberikan
kemudahan bagi pembacanya dalam memahami maknanya dan memperoleh
manfaatnya. Gambaran secara keseluruhan mengenai skripsi ini akan dijabarkan
dengan cara menguraikan sistematika penulisannya yang terdiri atas 5 (lima) bab
yaitu :
Bab I : Pendahuluan, merupakan bab yang memberikan ilustrasi guna
memberikan informasi yang bersifat umum dan menyeluruh serta sistematis dari
skripsi ini yang terdiri dari latar belakang, permasalahan, tujuan dan manfaat
penulisan, metode penelitian, keaslian penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II : Aspek Hukum Mengenai Perjanjian Secara Umum Dan
Perlindungan Konsumen bab ini merupakan awal dari pembahasan terhadap
masalah yang telah dirumuskan sebelumnya dalam pendahuluan. Yang dibahas
dalam bab ini adalah pengertian perjanjian secara umum, syarat sahnya sebuah
21
perjanjian, jenis-jenis dan asas-asas perjanjian, hak dan kewajiban konsumen dan
pelaku usaha, hubungan hukum antara konsumen dan pelaku usaha, pengertian
perlindungan konsumen, batasan hukum perlindungan konsumen, serta asas dan
tujuan Perlindungan Konsumen.
Bab III, Tinjauan Umum Pembiayaan Konsumen Dan Klausula Baku bab
ini akan membahas tentang pengertian dan sejarah lahirnya pembiayaan
konsumen, pengaturan pembiayaan konsumen di Indonesia, para pihak dalam
pembiayaan konsumen, hak dan kewajiban para pihak dalam pembiayaan
konsumen, pengertian klausula baku, pengaturan klausula baku dalam UUPK,
bentuk dan ciri klausula baku serta berlakunya perjanjian dengan klausula baku.
Bab IV, Tinjauan Yuridis Terhadap Klausula Baku Dalam Perjanjian
Pembiayaan Konsumen (finance) dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen merupakan bab yang berisikan
tentang hasil penelitian dan pembahasan, menguraikan tentang hasil penelitian
terhadap pengaturan hubungan hukum antara konsumen dengan PT. Kembang 88
Multi Finance dalam perjanjian pembiayaan konsumen, akibat hukum
pencantuman klausula baku dalam perjanjian pembiayaan konsumen di PT.
Kembang 88 Multi Finance, dan upaya hukum yang dapat dilakukan oleh
konsumen atas pencantuman klausula baku pada perjanjian pembiayaan
konsumen (finance) pada lembaga pembiayaan PT. Kembang 88 Multi Finance.
Bab V, Kesimpulan dan Saran, merupakan bab penutup yang di dalamnya
dalam skripsi ini dan diakhiri dengan saran-saran. Sebagai pelengkap skripsi ini,