• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Struktur dan Makna Tari Barong Banjar pada Upacara Perkawinan Masyarakat Banjar di Desa Tanjung Ibus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Struktur dan Makna Tari Barong Banjar pada Upacara Perkawinan Masyarakat Banjar di Desa Tanjung Ibus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki beraneka ragam suku bangsa, yang memiliki budaya dengan ciri khasnya masing-masing, serta menjadi kekayaan yang tidak ternilai bagi bangsa Indonesia. Kesenian sebagai salah satu unsur kebudayaan, menjadi aset yang perlu untuk dijaga dan dikembangkan, dikarenakan kesenian merupakan tradisi yang digunakan untuk tujuan tertentu bagi masyarakatnya. Seni tari sebagai salah satu cabang kesenian, adalah produk yang dihasilkan dan diwariskan secara turun temurun dari generasi kegenerasi berikutnya. Pewarisan tersebut menjadikan seni tari tradisional sebagai identitas dari suatu masyarakat dimana seni tari tersebut hidup. Tari adalah suatu pertunjukan, yang melibatkan seluruh elemen masyarakat pendukungnya, yang juga merupakan warisan budaya leluhur dari beberapa abad yang lampau. Tari tercipta sesuai dengan kebudayaan setempat dengan cara, bentuk, dan dalam konteks yang berbeda-beda. Tari biasanya difungsikan baik untuk kegiatan yang sakral maupun sekuler. Misalnya kegiatan yang berkaitan dengan religi, adat, dan kepercayaan, sebaliknya ada juga yang berfungsi utama sebagai hiburan atau rekreasi. Sistem sosial dan lingkungan alam juga mempengaruhi bentuk dan fungsi tari pada suatu suku (etnik) dan budaya, yang sudah menjadi tradisi bagi masyarakatnya.

(2)

berhubungan erat dengan aspek adat, yang menjadi keharusan dalam pelaksanaannya. Bentuk-bentuk pertunjukan disesuaikan dengan tujuan dari pelaksanannya, sehingga pelaksanaannya memerlukan perlakukan khusus dan aturan-aturan yang mengikatnya. Bentuk seni tari tersebut menjadi seni tradisional yang masih berkembang luas di Indonesia, baik di pedesaan maupun diperkotaan. Tari Barong Banjar merupakan salah satu tari tradisional yang dimiliki suku Banjar yang ada di Tanjung Ibus. Suku Banjar merupakan salah satu dari sekian banyak suku bangsa yang mendiami Pulau Kalimantan. Dalam hikayat Banjar diceritakan bahwa perahu orang Banjar memiliki kemampuan mengharungi samudera dan lautan-lautan luas, konon untuk menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Mekkah (Saudi Arabia) orang Banjar menggunakan perahu sendiri. Oleh karena itu wajar bila orang Banjar banyak didapati di pesisir-pesisir pantai di luar pulau Kalimantan dan diperkirakan sejak ratusan tahun yang lalu sudah ada orang Banjar di Pulau Sumatera. Kemudian, Suku Banjar mulai berkembang di Desa Tanjung Ibus, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara.

(3)

kelompok masyarakat sudah mempunyai lahan pertanian untuk bercocok tanam sehingga tradisi madam sudah tidak dilakukan lagi.

Tradisi madam suku Banjar telah membawa orang Banjar menetap di Sumatera Utara, seperti di Desa Kebun Kelapa, Hamparan Perak/Paluh Kurau, Pantai Cermin, Sei. Ular, dan Pantai Labu. Suku Banjar ini berasal dari DAS (Daerah Aliran Sungai) Barito bagian hilir, DAS Bahan (Negara), DAS Martapura, dan DAS Tabanio di Kesultanan Banjar, Kalimantan Selatan. Menurut Fauzi (2006: 2).“Bersama penduduk lainnya, mereka telah merasakan bahwa “Tanah Deli” merupakan kampung halaman bersama, sehingga mereka mengaku sebagai bagian dari suku Melayu di Sumatera Utara.”

Hal ini diperkuat oleh kesamaan agama yang dianut orang Banjar dan orang Melayu, yakni agama Islam. Dengan demikian, agama Islam menjadi salah satu ciri khas orang Banjar sebagaimana dinyatakan oleh Alfani Daud dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Banjar berikut ini:

“Islam telah menjadi ciri masyarakat Banjar sejak beradab-abad yang silam. Islam juga telah menjadi identitas mereka, yang membedakannya dengan kelompok-kelompok Dayak yang ada disekitarnya, yang umumnya masih menganut religi sukunya. Memeluk Islam merupakan kebanggaan tersendiri, setidak-tidaknya dahulu, sehingga berpindah agama di kalangan masyarakat Dayak dikatakan sebagai “babarasih” (membersihkan diri) di samping menjadi orang Banjar.”

(4)

generasi muda terkini yang tidak mengenal budaya leluhurnya, sungguh pun mereka menyadari bahwa mereka orang Banjar, bahkan sebagian di antaranya tidak lagi mengenal bahasa dan tidak dapat menarikan tari-tarian Banjar. Percampuran budaya ini turut didukung oleh kesamaan agama dan mata pencaharian dengan masyarakat Melayu.

Tari Barong Banjar merupakan salah satu budaya masyarakat Banjar yang cenderung terlupakan oleh generasi penerusnya. Apalagi, Tari Barong Banjar merupakan tari yang bersifat ritual yang dimiliki masyarakat Banjar. Menurut Syarifuddin (2006: 18),“Nenek-moyang masyarakat Banjar pernah menganut kepercayaan animisme atau kaharingan yang mengakui adanya kekuatan magis”. Tari Barong Banjar sepengetahuan penulis dan sudah wawancara dengan (Hakim:januari 2014) hanya dilakukan di Tanjung Ibus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat, dan sudah beradaptasi dengan budaya setempat. Tari Barong Banjar ini memang berasal dari Kalimantan, tetapi tari Barong Banjar yang ada di Tanjung Ibus berbeda dengan yang ada di Kalimantan.

(5)

Junjung Buih. Meskipun demikian, Putri Junjung Buih tetap ingin menikah dengan anak Raja Majapahit yang diyakininya merupakan jodohnya.

Sebelum melangsungkan pernikahan, Putri junjung Buih meminta empat anak adam untuk membuat balai atau rumah yang berwarna kuning yang berasal dari Batung bertulis. Putri Junjung Buih memberitahukan kepada empat anak adam bahwa batung bertulis berasal dari Gunung Halau-Halau. Setelah batung bertulis itu selesai dibuat, Putri Junjung Buih pergi kedarat untuk menikah dengan anak Raja Majapahit. Di Muara Sungai Barito, muncullah dua ekor naga yang bersedia menghantarkan Sang Putri ketanah Jawa. Selanjutnya, dua ekor naga itu menjadi kendaraan Putri Junjung Buih dan anak Raja Majapahit. Itulah sejarah terjadinya Tari Barong Banjar tersebut.

Tari Barong Banjar biasanya dipertunjukkan pada upacara adat penolak bala yang dilakukan setiap setahun sekali, ini wajib dilakukan. Jika tidak dikerjakan, akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan seperti mendapat penyakit atau bencana alam menurut kepercayaan mereka dan pada pesta adat perkawinan.

(6)

dalam upacara itu diantaranya akan ada kemasukan oleh roh para leluhur. Gerak-gerak yang dilakukan para penari walaupun dilakukan secara improvisasi tetapi masih ada menampilkan pola gerak dasar yang sama. Para penari yang menarikan Tari Barong Banjar menampilkan ekspresi yang berbeda sesuai dengan roh leluhur yang masuk ketubuh mereka, ada yang sedih, senang, marah, atau gembira. Apabila dia senang atau gembira berarti roh leluhur yang masuk kedalam tubuh sipenari merasa bahwa dia berkumpul dengan keluarganya diibaratkan lengkaplah keluarganya di acara tersebut. Apabila dia sedih berarti roh leluhurnya merasa bahwa keluarganya tidak berkumpul didekatnya. Apabila dia marah berarti si pemain gendang atau biola salah memainkan musiknya dan leluhurnya akan mengingatkannya.

Melihat dari fenomena – fenomena di atas, maka penulis tertarik ingin meneliti tentang Tari Barong Banjar ini, penelitian ini akan ditulis dengan judul Kajian Struktur, Bentuk Penyajian dan Makna Tari Barong Banjar pada upacara Perkawinan Masyarakat Banjar di Desa Tanjung Ibus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat. Dengan demikian, masyarakat memperoleh gambaran yang lengkap terhadap Tari Barong Banjar pada upacara perkawinan di Indonesia, khususnya di Kabupaten Langkat.

1.2 Rumusan Masalah

(7)

perkembangan tari tersebut, penulis mengidentifikasi beberapa masalah berikut ini:

1. Bagaimanakah struktur Tari Barong Banjar pada upacara perkawinan dalam kehidupan masyarakat di Desa Tanjung Ibus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat?

2. Apakah makna dalam struktur tari Barong banjar yang dikaji dari urutan-urutan motif-motif gerak, syair, pola, music, busana, dan pesan dari tujuan yang disampaikan, pada upacara perkawinan di Desa Tanjung Ibus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat?

3. Bagaimana bentuk penyajian Tari Barong Banjar pada upacara perkawinan di Desa Tanjung Ibus,Kecamatan Secanggang,Kabupaten Langkat?

Perumusan masalah berperan penting dalam suatu penelitian. Menurut Sevilla, (2006: 23) bahwa masalah dalam penelitian haruslah merupakan hal baru, dapat diselesaikan sesuai waktu yang diinginkan, dan tidak bertentangan dengan moral.

Berdasarkan karakteristik rumusan masalah tersebut dan hasil identifikasi masalah yang peneliti lakukan di Desa Tanjung Ibus, maka penelitian ini akan dilakukan berdasarkan rumusan masalah, “Bagaimanakah Kajian Struktur, Bentuk

(8)

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan yang akan dicapai dalam proses penelitian ini adalah:

1. Mengkaji struktur Tari Barong Banjar pada upacara perkawinan di Desa Tanjung Ibus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat.

2. Mengkaji Bentuk penyajian Tari Barong Banjar pada upacara perkawinan di Desa Tanjung Ibus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat. 3. Mengkaji makna Tari Barong Banjar pada upacara perkawinan di Desa

Tanjung Ibus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat. 1.3.2 Manfaat penelitian

Secara umum, hasil penelitian ini memberikan manfaat untuk mengetahui keberadaan kesenian tradisional Banjar berbentuk Tari Barong Banjar yang selama ini tidak diketahui oleh masyarakat luas. Secara khusus, manfaat penelitian ini adalah:

(9)

2. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi yang berguna untuk meningkatkan kualitas seni dan budaya Indonesia sehingga menambah kekayaan khasanah budaya Indonesia.

3. Hasil penelitian ini menjadi bahan masukan para penari, ahli tari, dan peneliti yang ingin melakukan penelitian tari yang berkembang dalam kehidupan masyarakat Banjar di Kabupaten Langkat.

1.4 Kajian Pustaka

Sebelum penulis mengadakan studi lapangan, terlebih dahulu penulis mengadakan studi keperpustakaan antara lain : kajian tentang tari Barong Banjar masih sangat minim sekali, belum banyak yang melakukan kajian-kajian tentang tarian ini. Akan tetapi buku tentang seni tari telah banyak ditulis oleh pakar-pakar seni tari baik di Barat maupun di Indonesia yang digunakan sebagai bahan panduan dan bahan informasi terhadap kajian ini. Selain itu, buku tentang sejarah suku Banjar sebagai masyarakat pemilik tari Barong Banjar juga telah dipublikasikan. Maka dari itu, sebelum melangkah kepada kajian yang dijalankan tahap yang penulis lakukan adalah studi keperpustakaan untuk mempelajari literature yang berkaitan dengan objek kajian.

Dari hasil studi literature tulisan ini akan menggunakan buku-buku yang berkaitan dengan penulisan ini antara lain :

Buku yang berjudul “ Antropologi Tari “ ( Anya Peterson Royce, terjemahan F.X Widaryanto, 2007), “ Antopologi Tari “, merupakan tinjauan

(10)

kajian budaya tari dari segala macam bentuk dan wujud kelompok masyarakat yang ada diberbagai belahan dunia. Dalam dunia tari dianalisis dari sudut pandang sejarah metode perbandingan simbol dan gaya, struktur dan fungsi, morfologi dan fungsi tari pada masyarakat. Buku ini menjadi panduan bagi peneliti dalam mengkaji struktur, makna, dan bentuk pertunjukan pada masyarakat Banjar.

Menurut Ahmad ( 2006) sejarah masyarakat Banjar, budaya dan adat istiadat suku banjar dan perpindahan orang banjar dari Kalimantan ke Sumatera Utara. Buku ini sangat membantu penulisan kajian ini terutama masalah latar belakang masyarakat Banjar di Sumatera Utara dan sejarah budaya masyarakat

Buku yang berjudul Berger, Arthur Asa. Signs in Contemporary culture : An intriduction to semiotics. Terjemahan M. Dwi Marianto dalam “ Pengantar

Semiotika : Tanda-tanda dalam Kebudayaan Kontemporer”, merupakan tanda sebagai kesatuan dari dua bidang yang tidak dapat dipisahkan. Dimana ada tanda disana ada sistem. Tanda akan mengacu ke sesuatu yang lain disebut objek. Tanda baru dapat berfungsi bila diinterpretasikan dalam benak penerima tanda melalui

interpretant. Jadi interpretant ialah pemahaman makna yang muncul dalam diri penerima tanda. Artinya, tanda baru dapat berfungsi sebagai tanda apabila dapat ditangkap dan pemahaman terjadi berkat ground, yaitu pengetahuan tentang sistem tanda dalam suatu masyarakat. Hubungan ketiga unsur yang terkenal dengan nama segitiga semiotik. Buku ini menjadi panduan bagi peneliti dalam mengkaji makna simbol pada masyarakat Banjar.

(11)

Skripsi Hilma Mithalia Shalihat, yang berjudul “ Bentuk dan Makna simbol tari Barong Banjar pada upacara perkawinan masyarakat Banjar di Desa Tanjung Ibus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat” pada tahun 2011. Ada beberapa perbedaan dengan penulisan skripsi S1 dan penulisan untuk tesis S2 peneliti. Pada Skripsi penulis terdahulu berisikan tentang Sejarah Tari Barong Banjar,

bentuk penyajian tari dimana terdapat pada ragam gerak, sesajen, properti dan busana. Pada skripsi hanya dasar-dasarnya yang diambil berbeda dengan Tesis S2 dimana dalam Tesis berisikan tentang Asal mula kedatangan suku Banjar ke Tanah deli, Kebudayaan dalam masyarakat Banjar, bahasa Banjar, rumah adat banjar, upacara dalam kehidupan masyarakat Banjar, Upacara perkawinan adat Banjar dimana ada tata cara pra perkawinan, tata cara perkawinan dan tata cara pasca perkawinan. Di Tesis di bicarakan mengenai struktur Tari Barong Banjar, fungsi Barong Banjar, makna ragam, dan empat puluh satu macam sesajen pada saat upacara adat Barong Banjar. Skripsi ini menjadi acuan peneliti untuk membuat tesis ini, karena peneliti dahulunya juga sudah meneliti tentang masyarakat banjar.

Tesis Sannur Sinaga, yang berjudul “ Tor-tor dalam pesta Horja pada kehidupan masyarakat Batak Toba : Suatu kajian struktur dan Makna”. Merupakan penjelasan tentang kajian struktur dan makna yang akan dibahas juga oleh peneliti.

(12)

Karo” . Tesis ini menjadi panduan untuk peneliti terutama tentang membahas

bagaimana proses trance dan apa makna dari trance tersebut.

Tesis Erma Satifa, yang berjudul “ Syair Madihin pada adat perkawinan Banjar diLangkat : Kajian Prosodi dan fungsi”. Merupakan penjelasan tentang beberapa upacara dalam kehidupan masyarakat Banjar. Tesis ini sangat membantu peneliti dalam bentuk penyajian upacara pada kehidupan masyarakat Banjar.

Tesis Ewidiani, “ Analisis struktur dan pola gerak tari Bello Mesusun

pada masyarakat Alas di Kabupaten Aceh Tenggara” . Tesis ini menjadi acuan peneliti untuk mengkaji tentang nilai-nilai yang ada pada tari Barong Banjar terutama dalam estetika dan etika.

Skripsi Imelda Ningsih, yang berjudul “ Barongsai dan masyarakat Cina di Kota Medan, Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik “. Skripsi ini menjadi acuan untuk membedakan bagaimana tari Barongsai dalam masyarakat Cina dengan tari Barong Banjar dalam masyarakat Banjar.

Selain sumber yang telah dijelaskan di atas penulis juga mendapat beberapa masukan lewat sumber webside antara lain www.google.com dan www.wikipedia.org.

1.5 Kerangka Konsep 1.5.1. Konsep

(13)

peristiwa kongkret. Dalam penulisan tesis ini konsep yang diuraikan adalah tentang : (1) Tari, (2) Barong Banjar (3) Struktur (4) Makna Tari (5) Upacara Adat Perkawinan. Konsep ini terutama mengacu kepada pandangan para ahli di dunia pengetahuan seni dan dari kalangan masyarakat pendukungnya.

(1) Tari pada masyarakat Banjar merupakan salah satu budaya yang diwariskan para leluhurnya. Tari Barong Banjar merupakan tari yang disajikan oleh penari pada upacara yang berkaitan dengan peringatan tingkatan-tingkatan kehidupan, seperti acara pesta perkawinan. Tari ini berfungsi sebagai ritual dalam kehidupan masyarakat Banjar di Desa Tanjung Ibus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat.

(2) Barong menurut tata bahasa Banjar merupakan suatu symbol kebesaran. Dalam Tari Barong Banjar symbol kebesaran itu berupa kepala naga yang disebut “kepala indarok”.

(3) Struktur adalah bangunan (teoritis) yang terdiri atas unsur-unsur yang berhubungan satu sama alain dalam satu kesatuan. Struktur ini bisa dikaitkan dengan pengertian struktur social atau struktur masyarakat. Dalam kaitannya dengan tulisan ini, struktur yang dimaksud adalah merujuk kepada struktur pertunjukan tari. Struktur mencakup etika pembawaan tari, estetika tari maupun prosesnya.

(14)

seni yang demikian itu sebagai significant form (bentuk bermakna) (Sumardjo 2000: 124). De Saussure mengungkapkan “hubungan antara bentuk dan makna tidak bersifat pribadi, tetapi sosial yakni di dasari oleh kesepakatan (konvensi) sosial (Hoed, 2008: 3-4).

Makna dan simbol merupakan dua kata yang berkaitan satu sama lain. “Simbol memiliki makna lambang. Lambang itu sendiri memiliki pengertian (i)

sesuatu seperti benda (lukisan, lencana, dan sebagainya) yang menyatakan suatu hal atau mengandung maksud tertentu; (ii) tanda pengenal yang tetap (menyatakan sifat, keadaan, dan sebagainya); (iii) huruf atau tanda yang digunakan untuk menyatakan unsur, senyawa, sifat, atau satuan matematika.”

Berdasarkan pengertian di atas, kata “makna” dapat diartikan sebagai arti

yang diberikan seseorang kepada suatu hal yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, baik arti sebenarnya maupun arti kiasannya. Sedangkan simbol dapat diartikan sebagai lambang sesuatu yang berlaku dalam kebiasaan masyarakat pada lingkungan atau budaya tertentu. Dengan demikian, makna simbol tari dapat diartikan sebagai arti yang diberikan seseorang kepada bentuk gerakan tertentu dalam tari sesuai dengan sesuatu yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

(15)

Makna simbol yang tersirat dipengaruhi oleh konsep penciptaan tari. Hal ini menunjukkan pentingnya sang penari mengetahui latar belakang penciptaan tari agar dapar memaknai setiap simbol yang ada pada gerakan tari sesuai dengan asat istiadat budaya pemilik tarian. Makna tari melekat erat pada tiap gerakan mulai dari awal tari sampai akhir tarian.

Makna Simbol diartikan sebagai arti yang diberikan seseorang terhadap symbol-simbol yang terdapat pada tarian. Makna simbol tari dalam penelitian ini mengacu pada gerakan tari. Jadi gerakan tari merupakan symbol yang maknanya harus sesuai dengan sesuatu yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

1.6 Landasan Teori

Sebelum mengutarakan teori yang akan dipergunakan, terlebih dahulu penulis akan mengulas tentang apa itu teori. Teori adalah pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan, yang didukung oleh data dan argumentasi. Teori merupakan alat, dasar, pijakan, kerangka atau acuan bagi para peneliti yang akan mengadakan penelitian. Teori diperoleh berdasarkan studi perpustakaan dari para ahli yang sesuai dengan bidang ilmu yang dikaji. Dengan adanya teori, proses pengumpulan dan penganalisisan data bisa dilakukan dengan lebih terarah dan terencana.

(16)

tari, Peterson menawarkan hal-hal yang tersirat di dalam tari dengan membandingkan aspek-aspek komunikasi dari perilaku tari melalui media ekspresi lain. Kapasitas ekspresi tari yang kadang-kadang membuatnya menjadi efektif sebagai pembawa makna.

Untuk itu, penulis menggunakan landasan teoritis sebagai pedoman berpikir dalam melaksanakan penelitian dan membahas hasil penelitian. Landasan teoritis pada penelitian ini diuraikan dalam tiga bagian (1) Struktur Tari (2) Teori Semiotik (3) Bentuk Penyajian.

1.6.1 Teori struktur

Menurut Brown dan Parsons (1989) mengkaji sebuah “ keutuhan struktur social masyarakat “, dengan demikian bahasan tentang tari akan dilihat dari

struktur tari yang akan dipertunjukkan sehingga antara masyarakat yang akan dibahas dalam teori struktur fungsi dan sebuah tari yng dipertunjukkan dipanggung sama-sama mempunyai struktur antara bagian-bagian dari struktur yang tidak dapat dipisahkan atau saling berhubungan secara fungsional.

Kajian struktural tari biasanya berkenaan dengan sesuatu yang menghasilkan tata bahasa dari gaya-gaya tari tertentu. Struktur menunjuk pada tata hubungan antara bagian-bagian dari suatu keseluruhan. Struktur tari harus mengandung nilai-nilai etika tari yang dibawakan sehingga menjanjikan estetika tari dengan menjunjung tinggi aspek keindahan tari di setiap proses tarian.

(17)

keduanya tidak menunjuk pada kesamaan derajat sesuatu benda. Secara sederhana dinyatakan, bahwa morfologi berkenaan dengan bentuk, sementara struktur berkaitan dengan tata hubungan dari bentuk-bentuk tersebut (Anya Peterson Royce 69 : 2007).

Berdasarkan kajian struktur dan morfologi maka dalam mengkaji struktur tari Barong Banjar akan dilihat dari struktur dan morfologi yaitu kajian struktur akan dilihat dari hubungan tari yang ditampilkan pada upacara perkawinan, sedangkan morfologi akan dianalisis dari gerak, tema property, musik, busana,dan kelengkapan lainnya.

Pada umumnya tari memiliki susunan ragam gerak atau patokan gerak. Rangkaian patokan pola-pola gerak atau patokan tersebut merupakan bentuk rangkaian gerak yang pada umumnya dapat diulang langsung tanpa melalui gerak lainnya. Pada dasarnya patokan gerak ini terbagi atas dua bagian yaitu patokan yang disebut gerak pokok dan gerak penghubung (Elin Syamsuri, dkk, 1994 28-29).

1.6.2Teori Semiotik

(18)

atau selama berfungsi sebagai tanda, harus ada dibelakangnya sistem pembedaan dan konvensi yang memungkinkan makna itu. Dimana ada tanda disana ada sistem. (Sumbo, 2008: 11-12)

Menurut Saussure, tanda sebagai kesatuan dari dua bidang yang tidak dapat dipisahkan, seperti halnya selembar kertas. Dimana ada tanda disana ada sistem. Artinya, sebuah tanda (berwujud kata atau gambar) mempunyai dua aspek yang ditangkap oleh indra kita yang disebut dengan signifier, bidang penanda atau bentuk aspek lainnya yang disebut signified, bidang bidang petanda atau konsep atau makna. Aspek kedua terkandung dalam aspek pertama. Jadi, petanda merupakan kinsep atau apa yang dipresentasikan oleh aspek pertama. (Sumbo, 2008: 11-13, Marianto, 2006:135-138)

Menurut Pierce, tanda ialah suatu yang dapat mewakili sesuatu yang lain dalam batas-batas tertentu. Tanda akan selalu mengacu ke sesuatu yang lain, oleh Pierce disebut obyek. Mengacu berarti mewakili atau menggantikan. Tanda baru dapat berfungsi bila diinterpretasikan dalam benak penerima tanda melalui

interpretant. Jadi interpretant ialah pemahaman makna yang muncul dalam diri penerima tanda. Artinya, tanda baru dapat berfungsi sebagai tanda apabila dapat ditangkap dan pemahaman terjadi berkat ground, yaitu pengetahuan tentang sistem tanda dalam suatu masyarakat. hubungan ketiga unsur yang dikemukkan Pierce terkenal dengan nama segitiga semiotik. (Sumbo, 2008: 13-14)

(19)

metafora. Contoh ikon adalah potret. Indeks adalah ada hubungan kedekatan eksistensi, contoh, tanda panah penunjuk panah bahwa disekitar tempat itu ada bangunan tertentu. Simbol adalah tanda yang diakui keberadaannya berdasarkan hukum konvensi. Contoh simbol adalah bahasa tulisan. (Sumbo, 2008: 14)

Barthes mengemukakan teorinya tentang makna konotatif. Ia berpendapat bahwa konotasi dipakai untuk menjelaskan salah satu dari tiga cara kerja tanda dalam tatanan pertandaan kedua. Konotasi menggambarkan interaksi berlangsung tatkala tanda bertemu dengan perasaan atau emosi penggunanya dan nilai-nilai kulturalnya. Ini terjadi tatkala makna bergerak menuju subjektif atau setidaknya intersubjektif. Semuanya ini berlangsung ketika interpretant dipengaruhi sama banyaknya oleh penafsir dan objek atau tanda. (Hoed, 2008: 76, Sumbo, 2008: 15) Bagi Barthes, faktor penting dalam konotasi adlah penanda dalam tatanan pertama. Penanda tatanan pertama merupakan tanda konotasi. Jika teori ini dikaitkan dengan spiritualitas gendang lima sedalanen dalam gendang kematian pada masyarakat Karo, maka setiap pesan yang ada di dalamnya merupakan signifier (lapisan ungkapan) dan signified (lapisan makna). Lewat unsur verbal dan visual, diperoleh dua tingkatan makna, yakni makna denotatif yang terdapat pada semiosis tingkat pertama dan makna konotatif yang didapat dari semiosis tingkat berikutnya. Pendekatan semiotika terletak pada tingkat

signified, makan pesan dapat dipahami secara utuh. (Sumbo, 2008: 15).

(20)

simbol yang membangun sebuah peristiwa seni. Dua tokoh perintis semiotik adalah Ferdinand de Saussure seorang ahli bahasa dari Swiss dan Charles Sanders Peirce, seorang filosof dari Amerika Serikat. Saussure melihat bahasa sebagai sistem yang membuat lambang bahasa itu terdiri dari sebuah imaji bunyi (sound image) atau signifier yang berhubungan dengan konsep (signified). Setiap bahasa mempunyai lambang bunyi tersendiri.

Peirce juga menginterpretasikan bahasa sebagai sistem lambang, tetapi terdiri dari tiga bagian yang saling berkaitan: (1) representatum, (2) pengamat

(interpretant), dan (3) objek. Dalam kajian kesenian berarti kita harus memperhitungkan peranan seniman pelaku dan penonton sebagai pengamat dari lambang-lambang dan usaha kita untuk memahami proses pertunjukan atau proses penciptaan. Peirce membedakan lambang-lambang ke dalam tiga kategori: ikon, indeks, dan simbol. Apabila lambang itu menyerupai yang dilambangkan seperti foto, maka disebut ikon. Jika lambang itu menunjukkan akan adanya sesuatu seperti timbulnya asap akan diikuti api, disebut indeks. Jika lambang tidak menyerupai yang dilambangkan, seperti burung garuda melambangkan negara Republik Indonesia, maka disebut dengan simbol.

Semiotik atau semiologi adalah kajian teradap tanda-tanda (sign) serta tanda-tanda yang digunakan dalam perilaku manusia. Definisi yang sama pula dikemukakan oleh salah seorang pendiri teori semiotik, yaitu pakar linguistik dari Swiss Ferdinand de Sausurre. Menurutnya semiotik adalah kajian mengenai “kehidupan tanda-tanda dengan masyarakat yang menggunakan tanda-tanda itu.”

(21)

John Locke, gagasan semiotik sebagai sebuah modus interdisiplin ilmu, dengan berbagai contoh fenomena yang berbeda dalam berbagai lapangan studi, baru muncul ke permukaan pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, ketika munculnya karya-karya Sausurre dan karya-karya seorang filosof Amerika Serikat, Charles Sanders Peirce.

Dalam karya awal Peirce di lapangan semiotik ini, ia menumpukan perhatian kepada pragmatisme dan logika. Ia mendefinisikan tanda sebagai “sesuatu yang mendukung seseorang untuk sesuatu yang lain.” Salah satu

sumbangannya yang besar bagi semiotik adalah pengkategoriannya mengenai tanda-tanda ke dalam tiga tipe, yaitu: (a) ikon, yang disejajarkan dengan referennya (misalnya jalan raya adalah tanda untuk jatuhnya bebatuan); (b)

indeks, yang disamakan dengan referennya (asap adalah tanda adanya api) dan (c)

simbol, yang berkaitan dengan referentnya dengan cara penemuan (seperti dengan kata-kata atau signal trafik).

Untuk membantu kajian makna dalam penelitian ini juga penulis mengkaji fungsi tari Barong Banjar, dengan menggunakan teori fungsionalisme. Teori

(22)

Dalam masyarakat yang lebih sederhana, masyarakat tribal, partisipasi dalam upacara keagamaan berfungsi untuk mendukung solidaritas sosial di antara kelompok-kelompok manusia yang berhubungan kekerabatannya. Untuk lebih memperinci teori semiotik ini maka penulis mendeskripsikan empat teori semiotik yang digunakan untuk mengkaji makna tari Barong Banjar.

Peirce mengemukakan teori segi tiga makna atau triangle meaning yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign), object, dan interpretant. Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda menurut Peirce terdiri dari simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan), ikon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik), dan indeks (tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat). Sedangkan acuan tanda ini disebut objek. Objek atau acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda (Santosa, 1993:10) dan (Pudentia, 2008:323).

Bagan 1.1: Segitiga Makna

Objek

Representamen Interpretan

(23)

mengkaji objek yang dipahaminya, seorang penafsir yang jeli dan cermat, segala sesuatunya akan dilihat dari tiga jalur logika, yaitu hubungan penalaran dengan jenis penandanya, hubungan kenyataan dengan jenis dasarnya, dan hubungan pikiran dengan jenis petandanya seperti yang tertera dalam bagan 1.2 dan bagan

(24)

diciptakan untuk melepaskan keterkaitan tradisi dan berfungsi sebagai hiburan, baik bersifat estetis maupun komersial. Di dalam hal ini, penari modern selalu mau mencari hal-hal baru, baik dalam tema maupun bentuk dan dasar teknik menarinya. Sedangkan tari tradisional berfungsi untuk mempertunjukkan kaidah-kaidah keindahan tari sesuai dengan persyaratan teknik, bentuk, dan ritme tari sehingga lebih bersifat ritual pada upacara yang berhubungan dengan tingkatan-tingkatan hidup dan perputaran waktu (Sutrisno dan Verhaak ,1993:100).

Bentuk penyajian tari modern dan tari tradisional berkaitan erat dengan proses penyajian tari dan persiapan sebelum membawakan tari. Penyajian tari merupakan rentetan aplikasi dari cara menyajikan tari, tahapan penyajian dan waktu penyajian tari. Sedangkan persiapan merupakan seluruh perlengkapan yang diperlukan dalam menyajikan tari. cara, tahapan waktu, dan perlengkapan penyajian tari merupakan perwujudan estetika tari. Bentuk gerakan sebagai inti dari bentuk penyajian tari.

1.7 Metodologi Penelitian

Penelitian Tari Barong Banjar ini akan dilakukan penulis dengan secara kualitatif. Menurut Bungin (2007: 6),

“Dalam penelitian kualitatif, seorang peneliti memulai berpikir secara induktif, yaitu mengungkap berbagai fakta atau fenomena-fenomena sosial, melalui pengamatan di lapangan, kemudian menganalisisnya dan berupaya melakukan teoritisasi berdasarkan apa yang diamatinya.”

(25)

yang terjadi. Hal ini sejalan dengan pendapat Sevilla, (2006: 71) yang menyatakan,

“Penelitian deskriptif menentukan dan melaporkan keadaan sekarang. Seperti penelitian sejarah tidak memiliki kekuatan untuk mengontrol hal-hal yang telah terjadi, demikian pula penelitian deskriptif tidak memiliki kekuatan untuk mengontrol hal-hal yang sementara terjadi, dan hanya dapat mengukur apa yang ada (exists).”

Berdasarkan hal itu, maka penelitian ini akan menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif untuk mendeskripsikan bentuk penyajian Tari Barong Banjar pada saat penelitian dilakukan. Berdasarkan bentuk penyajian tari ini, maka akan dideskripsikan makna gerakan tari yang melatarbelakangi gerakan tari sesuai dengan adat suku Banjar.

1.7.1 Teknik Pengumpulan Data/ Observasi

Data penelitian ini dikumpulkan dengan cara observasi, wawancara, dan dokumentasi kepustakaan. Ketiga teknik pengumpulan data ini dilakukan secara bertahap dengan terlebih dahulu melakukan observasi. Observasi merupakan cara pengumpulan data dengan pengamatan secara langsung terhadap objek yang diteliti. Di dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengamatan secara langsung terhadap penyajian Tari Barong Banjar di Desa Tanjung Ibus, baik penyajian tari pada acara pesta perkawinan maupun penyajian tari secara khusus yang disajikan di hadapan penulis. Pengamatan meliputi struktur penyajian tari yang dilakukan secara detail dari proses sebelum pelaksanaan upacara hingga penyajian tari Barong Banjar pada upacara perkawinan.

(26)

juga melakukan observasi secara sistematis sehingga diperoleh hasil dokumentasi Tari Barong Banjar yang andal. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif, metode pengumpulan data dan metode analisis data.

Berdasarkan hasil dari suatu percobaan, bahwa metode pengumpulan data kualitatif yang paling independen terhadap semua metode pengumpulan data dan teknik analisis data adalah metode wawancara mendalam, observasi partisipasi, bahan dokumenter, serta metode baru seperti metode bahan visual dan metode penelusuran bahan internet ( Bungin,2007: 107).

Dalam proses penelitian lapangan, digunakan beberapa instrumen pembantu seperti buku notes, pulpen, kamera Canon A495, handycam Sony, kamera Blackberry 9800. Sedangkan dalam proses kerja laboratorium ( laboratory research), digunakan beberapa alat bantu seperti notes,pulpen, 1buah note book,1 buah laptop, printer Canon MP198, dan komputer Tablet Samsung GT-P5100. 1.7.2 Wawancara

Untuk memperoleh data-data yang tidak dapat dilakukan melalui observasi,penulis melakukan wawancara.Wawancara yang dilakukan adalah wawancara yang sifatnya terfokus yaitu terdiri dari pertanyaan yang tidak mempunyai struktur dan yang mempunyai struktur, tetapi selalu terpusat kepada satu pokok tertentu.

(27)

informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Dengan demikian, kekhasan wawancara mendalam adalah keterlibatannya dalam kehidupan informan. Sedangkan bentuk wawancara kedua sedikit formal dan terstruktur jika dibandingkan dengan bentuk wawancara mendalam. Wawancara terarah dilaksanakan secara bebas dan juga mendalam, tetapi kebebasan ini tidak terlepas dari pokok permasalahan yang akan ditanyakan kepada responden dan telah dipersiapkan oleh pewawancara. Kehadiran utama dari wawancara ini adalah dilakukan secara bertahap. Kehadiran pewawancara sebagai penelitian yang sedang mengamati objek penelitian dapat dilakukan secara tersembunyi atau terbuka.

Di dalam penelitian ini, penulis melakukan wawancara terstruktur kepada informan kunci dan wawancara tidak terstruktur kepada masyarakat Banjar di Desa Tanjung Ibus. Model wawancara yang dilakukan adalah wawancara secara langsung dengan teknik catat dan rekam hasil wawancara.

(28)

1.7.3 Teknik penyajian hasil analisis data

Setelah diperoleh data dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi, maka peneliti akan melakukan analisis data dengan mendeskripsikan ragam gerak secara tertulis, baik gerakan tari, makna tari, maupun tata cara penyajian tari. Deskripsi dilakukan secara berurutan sesuai konsep gerak yang terdapat dalam Tari Barong Banjar. Berdasarkan deskripsi gerakan tari dan tata cara penyajian tari, maka dilakukan pembahasan yang berkaitan dengan ragam gerak dalam Tari Barong Banjar.Gerak dan makna didasarkan pada bentuk penyajian tari klasik sebagaimana di ungkapkan oleh Rustam A.A (2007: 6-12) dalam kebudayaan suku Banjar.

1.8 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini terletak di Desa Tanjung Ibus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat. Di Desa Tanjung Ibus inilah ditemukan Tari Barong Banjar sebagai warisan kesenian masyarakat Banjar di kawasan budaya suku Melayu. Lokasi penelitian dapat ditempuh dengan perjalanan darat dari Kota Medan menuju arah Langkat. Jarak tempuh akan memakan waktu sekitar satu setengah jam dengan menggunakan kendaraan umum ataupun kendaraan pribadi.

(29)

1.9 Sistematika Penulisan

Pada sistematika penulisan ini hasil penelitian mempunyai : Pengantar, hasil penelitian dan kesimpulan bagian pertama dalam tulisan ini adalah pendahuluan yang didalamnya berisikan latar belakang dan permasalahan ruang lingkup dan manfaat penelitian, tujuan penelitian, penulisan tinjauan pustaka, teori dalam penulisan, lokasi penelitian, metode penelitian, metode penulisan dan sistematika penulisan.

Didalam bab dua ini penulis mengkaji beberapa hal tentang tinjauan umum masyarakat Banjar diantaranya adalah geografis kabupaten Langkat, data kependudukan Desa Tanjung Ibus, asal mula kedatangan suku Banjar, sistem religi, sistem kekerabatan, mata pencaharian, bidang kegamaan, upacara adat dan juga tidak tertinggal adalah kesenian masyarakat Banjar.

Pada bab ketiga memaparkan tentang sejarah tari Barong Banjar, struktur tari Barong Banjar, tahapan upacara pelaksanaan pada upacara perkawinan masyarakat Banjar, serta penyajian tarinya.

(30)

Referensi

Dokumen terkait

Penentuan kadar fenolik total dapat dilakukan dengan menggunakan metode Folin-Ciocalteu yang menyerap cahaya pada panjang gelombang 765 nm dengan

Dibidang transportasi darat komputer memberikan peranan yang sangat besar baik dalam meningkatkan efisiensi suatu alat transportasi (mengontrol penggunaan bensin), pengujiannya

Tanggal Distribusi Saham secara Elektronik 09 Desember 2013 Tanggal Pengembalian Uang Pemesanan 09 Desember 2013 Tanggal Pencatatan Saham dan Waran pada Bursa 10 Desember 2013

Penelitian ini menggunakan variabel inflasi, dan nilai tukar rupiah terhadap dollar, lalu didukung variabel lainnya yaitu volume saham yang beredar di JII, dan

(Study Deskriptif Motif Pelajar Sma Sekolah Islam Di Gresik Dalam Menonton Tayangan Progam Acara “Islam KTP” Di

Hal ini dikarenakan ibu hamil yang telah dijelaskan mengenai efek samping mengonsumsi tablet besi seperti mual menyalahartikan bahwa gejala mual yang terjadi lebih

This section moves beyond the overall health index and explores the effect of the reform on a variety of additional health outcomes: number of days out of the past 30 not in

- Selanjutnya untuk dan atas nama Pemberi Kuasa berhak menghadap Penyidik Polres Kepanjen, Kejaksaan Kepanjen, dan instansi lain terkait dalam perkara