• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai Pendidikan Pada Anak (Studi Kasus: Masyarakat Pesisir di Desa Rantau Panjang Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Nilai Pendidikan Pada Anak (Studi Kasus: Masyarakat Pesisir di Desa Rantau Panjang Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, perlu mengemukakan

teori-teori sebagai karangka berfikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti

menyoroti masalah yang dipilih. Landasan teori itu perlu ditegakkan agar

penelitian itu mempunyai dasar yang kokoh, dan bukan sekedar perbuatan

coba-coba. Dalam penelitian ini yang menjadi tinjauan pustakanya adalah sebagai

berikut.

2.1 Tindakan Sosial dalam Teori Perspektif Talcott Parson

Teori Parson yang umum sifatnya mengenai tindakan sosial (dalam

Johson, 1986:113) menekankan orientasi subyektif yang mengendalikan

pilihan-pilihan individu. Pilihan-pilihan-pilihan ini secara normativ bersama. Hal ini berlaku

untuk tujuan-tujuan yang ditentukan individu serta alat-alat yang digunakan untuk

mencapai tujuan-tujuan itu juga dalam memenuhi kebutuhan fisik yang dasar ada

pengaturan normatifnya.

Prinsip-prinsip dasar ini menurut Parson bersifat universal dan

mengendalikan semua prilaku tipe perilaku manusia, tanpa memandang konteks

sosial budaya tertentu. Meskipun suatu dasar kokoh bagi prinsip-prinsip universal

itu penting sebagai titik tolak, tujuan akhir setiap teori ilmiah adalah untuk

menjelaskan variasi-variasi yang terdapat dalam gejala-gejala yang sedang

diperhatikan. Untuk mendapai tujuan ini, penting untuk membentuk suatu strategi

(2)

mengembangkan seperangkat kategori untuk mengklasifikasi tipe-tipe kasus yang

berbeda.

Penelitian ini difokuskan pada nilai pendidikan pada anak di desa pesisir

yaitu Desa Rantau Panjang Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang.

Desa ini merupakan salah satu desa yang penduduknya adalah Suku Melayu

sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan menganalisis

berdasarkan teori tindakan sosial. Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan

peneliti di Desa Rantau Panjang tersebut peneliti melihat dari hasil pertanyaan

berupa jawaban dari informan bahwa Desa Rantau Panjang merupakan salah satu

desa yang penduduknya masih menomorsekiankan pendidikan, dimana

masyarakat tersebut masih mementingkan kehidupan masa sekarang dari pada

masa yang akan datang dengan cara masyarakat tersebut lebih utama memilih

bekerja tanpa dibekali dengan ilmu serta pendidikan terlebih dahulu. Tentunya hal

ini merupakan tindakan sosial yang dapat dipengaruhi baik lingkungan sosial,

lingkungan keluarga dan nilai budaya masyarakat.

Dalam buku Parsons yang berjudul Toward A General Theory Of Action

(dalam Jhonson, 1986:144) meliputi pengembangan berbagai kategori dalam

sistem klasifikasi untuk menganalisa orientasi subyektif individu. Dalam

sistem-sistem klasifikasi ini, variabel berpola mungkin yang paling banyak dikenal dan

sering dikutip. Tetapi variabel ini harus dilihat dalam konteks kerangka Parson

yang lebih umum sifatnya. Dalam karangka umum itu, orientasi orang yang

bertindak itu terdiri dari dua elemen dasar yaitu : orientasi motivasional dan

(3)

Orientasi motivasional merupakan orientasi yang bersifat individu yang

menunjuk pada keinginan individu yang bertindak untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya. Kebutuhan yang dimaksud menyangkut kepuasan jangka panjang dan

kepuasan jangka pendek atau dengan kata lain tujuan utama yang ingin dipenuhi

dapat memeperbesar kepuasan dan memperkecil kekecewaan. Satu segi dari

permasalahan ini adalah ikhtiar untuk menyeimbangkan kebutuhan-kebutuhan

langsung yang memeberikan kepuasan dengan tujuan jangka panjang (yang sering

menuntut pembatalan pemuasan). Orientasi nilai yang bersifat sosial merupakan

orientasi yang menunjuk pada standar-standar normatif (yang membedakan baik

atau buruk, benar atau salah) dan prioritas sehubungan dengan adanya

kebutuhan-kebutuhan dan tujuan-tujuan yang berbeda dalam wujud agama atau tradisi

setempat (Johson, 1986 : 114).

Masing-masing element dalam orientasi individu selanjutnya dibagi lagi

ke dalam tiga dimensi yang berbeda-beda, masing-masing ada dalam setiap

orientasi individu. Dimensi itu adalah sebagai berikut :

2.2 Orientasi Subyektif dalam hubungan Sosial: Variabel-variabel Berpola

Teori parson yang pada umum sifatnya (action theory) mengenai tindakan

sosial menekankan orientasi subjektif yang mengendalikan pilihan-pilihan

individu. Pilihan-pilihan ini secara normativ diatur atau dikendalikan oleh nilai

dan standart normativ bersama (Doyle, 1986: 113). Dalam kerangka umum itu,

(4)

a. Orientasi motivasional (motivasional orientation).

Orientasi Motivasional menunjukkan pada ke inginan individu yang

bertindak itu untuk memperbesar kepuasan dan mengkurangi kekecewaan dan

terbagi menjadi tiga bagian yaitu:

1. Dimensi kognitif

Dimensi kognitif dalam orientasi motivasional pada dasarnya menunjuk

pada pengetahuan orang yang bertindak itu mengenai situasinya, khususnya kalau

dihubungkan dengan kebutuhan dan tujuan-tujuan pribadi. Dimensi ini

mencerminkan kemampuan dasar manusia untuk membedakan antara

rangsangan-rangsangan dan membuat generalisasi dari satu rangsangan-rangsangan dengan rangsangan-rangsangan

lainnya.

2. Dimensi katektik

Dimensi katektik dalam orientasi motivasional menunjukkan pada

orientasi efektif atau emosional orang yang bertindak terhadap situasi atau

berbagai aspek di dalamnya, ini juga mencerminkan kebutuhan dan tujuan

individu. Umumnya, orang memiliki suatu reaksi emosional positif terhadap

elemen dalam lingkungan yang memberikan kepuasan atau dapat digunakan

sebagai alat dalam mencapai tujuan dan reaksi yang negative terhadap

aspek-aspek dalam lingkungan yang mengecewakan.

3. Dimensi evaluatif

Dimensi evaluatif dalam orientasi motivasional menunjukkan pada dasar

pilihan seseorang antara orientasi kognitif atau katektik secara alternatif. Orang

selalu memiliki banyak kebutuhan dan tujuan, dan kebanyakan atau kalau bukan

(5)

Kriteria yang digunakan individu untuk memilih dari alternatif-alternatif ini

merupakan dimensi evaluatif. Sebagai ilustrasi, sebuah piring yang penuh dengan

makanan berkalori dapat dinterprestasikan sebagai satu pesta dimana orang

bersenang-senang, atau sebagai yang menyebabkan kegemukan yang harus

dihindari, reaksi mana yang diambil akan menecerminkan perioritas kebutuhan

untuk memuaskan keinginan akan makanan dan kebutuhan untuk mengontrol

kegemukan (Jhonson, 1986: 114-116

b. Orientasi Nilai (value orientation)

Orientasi nilai menunjukkan pada standar normatif umum, bukan

keputusan dalam orientasi tertentu standart normatif yang mengendalikan

pilihan-pilihan individu atau alat dan tujuan dan perioritas sehubungan dengan adanya

kebutuhan-kebutuhan dan tujuan-tujuan yang berbeda, orientasi nilai terbagi

menjadi tiga yaitu :

1. Dimensi kognitif

Dalam orientasi nilai menunjukkan pada standart-standart yang digunakan

dalam menerima atau menolak berbagai interprestasi kognitif mengenai situasi.

Kaum ilmuan misalnya, tidak akan menerima penjelasan yang bersifat magis

mengenai alam.

2. Dimensi apresiatif

Menunjuk pada standart yang tercakup dalam pengungkapan perasaan atau

keterlibatan afektif, misalnya : diharapkan untuk mencintai anak-anaknya, tetapi

(6)

3. Dimensi moral

Menunjukkan pada standar-standar abstrak yang digunakan untuk menilai

tipe-tipe tindakan alternatif menurut implikasinya, baik individual maupun sosial,

dimana tindakan itu berakar. Orientasi nilai keseluruhan mempengaruhi dimensi

evaluatif dalam orientasi motivasional (Jhonson, 1986: 114-116).

Ketiga dimensi orientasi nilai itu mencerminkan pola-pola budaya yang

diresapi individu, sistem kepercayaan budaya, dimensi apresiatif dengan sistem

budaya dan orientasi subyektif individu. Dimensi ini dapat digunakan untuk

mengklasifikasikan aspek-aspek sistem budaya yang berbeda. Dimensi kognitif

berhubungan dengan sistem sistem budaya yang berhubungan dengan sistem

budaya dalam orientasi nilai.

Meskipun dimensi kognitif, katektik dan evaluatif selalu ada dalam

orientasi individu mungkin ada variasi menurut prioritasnya. Kalau dimensi

kognitif mendapat prioritas, tipe tindakan yang dihasilkan berupa kegiatan

intelektual, kegiatan ekprisif akan muncul kalau dimensi katektik yang

diprioritaskan dan kalau dimensi evaluatif yang diprioritaskan hasilnya akan

berupa tindakan moral. Seperti halnya dengan berbagai dimensi orientasi tindakan

invividu diklasifikasikan secara sistematis, begitu pula halnya dengan berbagai

dimensi situasi, pembedaan yang pundamental adalah antara benda-benda

nonsosial dan yang sosial. Benda-benda non sosial adalah baik individu-individu

lainnya maupun kolektivitas-kolektivitas dengan siapa orang itu berinteraksi.

Tekanan dalam analisa Parson adalah orientasi pada orang lain dengan siapa

(7)

Rendahnya pendidikan anak di Desa Rantau Panjang penulis

menggunakan teori orientasi baik orientasi motivasinonal maupun orientasi nilai.

Dalam menganalisis masalah nilai pendidikan pada anak serta orientasi

pendidikan anak dapat dilihat dari motivasi dan dorongan orangtua, lingkungan

sosial terhadap pendidikan.

2.3 Nilai pendidikan pada anak dalam perspektif sosiologis

Masyarakat sebagai suatu system memiliki struktur yang terdiri dari

banyak lembaga, dimana masing-masing lembaga memiliki kompleksitas yang

berbeda-beda, hal ini ada pada setiap masyarakat. Misalnya, lembaga sekolah

mempunyai fungsi mewariskan nilai-nilai yang ada kepada generasi baru. Semua

lembaga yang ada di masyarakat akan senantiasa saling berinteraksi satu sama

lain, akan tetapi melaksanakan penyesuaian sehingga masyarakat dapat senantiasa

berada pada keseimbangan.

Dalam tulisan Talcott Parson membagi menjadi beberapa pendekatan yang

representatif sebagai berikut.

1. Sekolah sebagai sarana sosialisasi utama Parson melihat dari fungsi

sekolah, yaitu :

a. Mengarahkan anak dari orientasi asktraptif ke orientasi prestasi.

b. Alokasi seleksi atau differensial ke peran-peran dewasa yang diberi

penghargaan (hadiah) yang tidak sama.

Parson mengakui bahwa ada sarana-sarana lain yang terlibat dalam proses

sosialisasi semasa tahun-tahun sekolah, termasuk keluarga, dan organisasi

(8)

kerja, sekolahlah yang merupakan sarana sosialisasi utama. Parson

mengungkapkan, fungsi sosialisasi sebagai perkembangan komitmen dan

kapasitas yang merupakan syarat-syarat epesensial dari kegiatan peran mereka di

kemudian hari (Parson, 1959).

2.4 Pendidikan dan Mobilitas Sosial

Mobilitas sosial adalah sebuah gerakan masyarakat dalam kegiatan menuju

perubahan yang lebih baik. Henry Clay Smith (1968) mengatakan mobilitas sosial

(gerakan antar individu dengan kelompoknya). Haditiono (1991) mengatakan

mobilitas sosial adalah perpindahan seseorang atau kelompok dari kedudukannya

yang satu dengan kedudukan yang lain, tetapi sejajar. Paul B.Horton dan Chester

L.Hutt (1992) mengatakan mobilitas sosial adalah suatu gerak perpindahan dari

satu kelas ke kelas lainnya. P.A.sorokin (1928). Begitu juga dengan menurut

Horton dan Hunt (1987), mobilitas sosial dapat diartikan sebagai satu gerakan

perpindahan dari satu kelas sosial lainnya. Mobilitas sosial bisa berupa

peningkatan atau penurunan dalam segi status sosial dan biasanya termasuk pula

segi penghasilan , yang dapat dialami oleh beberapa individu atau keseluruhan

anggota kelompok. Tingkat mobilitas sosial pada masing-masing masyarakat

berbeda-beda. Pada masyarakat bersistem kelas sosial terbuka, maka mobilitas

sosial warga masyarakat akan cenderung tingi. Tetapi, sebaliknya pada sistem

kelas sosial tertutup seperti masyarakat feodal atau masyarakat kasta maka

mobilitas sosial warga masyarakatnya akan cenderung sangat rendah dan sangat

(9)

Horton dan Hunt (1987) dalam buku Soerjono Soekanto mencatat ada dua

faktor yang mempengaruhi tingkat mobilitas pada masyarakat modern,yakni :

1. Faktor stuktual , yakni relatif dari kedudukan tinggi kedudukan yang

bisa dan harus diisi serta kemudahan untuk memperolehnya

ketidakseimbangan jumlah lapangan kerja yang tersedia dibandingkan

dengan jumlah pelamar atau pencari kerja adalah termasuk faktor

struktural.

2. Faktor individu. Yang dimaksud dengan faktor individu adalah kualitas

orang per orang baik ditinjau dari tingkat pendidikannya, penampilan

pribadi dan lain-lain, termasuk faktor kemujuran yang menentukan

siapa yang akan berhasil mencapai kedudukan itu (Narwoko, 2004:

211).

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan diperlukan

dirinya, masyarakat bangsa dan bernegara. Pendidikan dapat menjadi suatu

persiapan menjadi salah satu persiapan bagi struktur pekerjaan dan pendidikan

juga memberikan peluang-peluang bagi individu untuk meningkatkan status

pekerjaan dibandingkan dengan misalnya status pekerjaan ayahnya. Dalam

membandingkan status pekerjaan ayah dan anak telah menjadi mobilitas sosial

antar generasi. Mobilitas juga terjadi dalam bentuk mobilitas integrasi

(integenarational movent) atau sejauh mana individu mengalami perubahan status

(10)

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya mobilitas sosial melalui

saluran pendidikan, pada dasarnya sama dengan faktor-faktor yang mempengaruhi

terjadinya mobilitas sosial pada umumnya antara lain:

1. Perubahan kondisi sosial

2. Ekspansi teritorial dan gerakan populasi

3. Komunikasi yang bebas

4. Pembangian kerja

5. Tingkat pertilitas yang berbeda

6. Kemudahan dalam akses pendidikan

Faktor penghambat terjadinya mobilitas sosial dalam pendidikan antara

lain :

1. Perbedaan kelas rasial

2. Agama

3. Diskriminasi kelas

4. Kemiskinan

5. Perbedaan jenis kelamin

Jadi dapat dijelaskan bahwasanya mobilitas pendidikan merupakan

perpindahan seseorang atau kelompok dari status sosial yang satu ke status sosial

yang lain. Mobilitas sosial dalam pendidikan adalah perpindahan seseorang atau

kelompok sosial dari status yang satu ke status yang lain dalam ruang lingkup

pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu jalan untuk mencapai kedudukan

yang lebih baik dalam masyarakat. Dengan pendidikan, status sosial seseorang

(11)

mobilitas sosial, selain lembaga agama, angkatan bersenjata, perkawinan,

organisasi politik, ekonomi dan keahlian.

2.5 Fungsi keluarga dalam pendidikan anak

Dalam masyarakat terdapat 5 lembaga atau pranata sosial, yakni keluarga,

pendidikan, agama ekonomi, dan pemerintah. Setiap pranata sosial memiliki

fungsi dan tanggungjawab masing-masing. Adapun ciri-ciri prananta sosial antara

lain adalah : memiliki lambang atau symbol, memiliki tata tertib dan tradisi,

memiliki usia lebih tingkat kekebalan tertentu, dan memiliki alat kelengkapan.

Bruce J.Cohen (1992) menentukan sejumlah karaktristik ciri atau pranata sosial

antara lain adalah: memberikan bagi peranan pendidikan, bertindak sebagai

pranata transfer warisan kebudayaan, memperkenalkan kepada individu

masyarakat, mempersiapkan individu dengan berbagai peranan sosial yang

dikehendaki, memberikan landasan bagi penilaian dan pemahaman status relatif,

meningkatkan kemajuan melalui pengikutsertaan dalam riset ilmiah dan

memperkuat penyesuaian dalam riset ilmiah dan memperkuatkan diri dan

mengembangkan hubungan sosial.

Salah satu lembaga atau pranata yang utama dalam kehidupan sosial yaitu

lembaga keluarga. Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan,

kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan

budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial

dan tiap anggota keluarga. Orang tua mempunyai peran yang penting dalam

perkembangan kepribadian anak melalui proses sosialisasi, salah satunya dalam

Referensi

Dokumen terkait

umumnya bukan merupakan inang utama dari spesies ini, namun keberadaan tanaman hutan di suatu habitat dapat berperan sebagai inang alternatif bagi lalat buah di suatu

Representasi penyelesaian Soal nomor 1 , dari deskripsi data diperoleh bahwa terjadi hambatan semantik dan sintaksis, dimana pada ST 1. mengalami hambatan

Nilai ini merupakan kelengkapan usulan penilaian dan penetapan angka kredit yang bersangkutan dalam rangka kenaikan jabatan fungsional/ pangkat.. Yogyakarta, November 2016 Penilai : 1

Siswa mampu memahami soal ujian tentang berbagai bentuk pecahan (biasa, campuran, desimal, dan persen) dan hubungan diantaranyaC. Siswa mampu menjawab pertanyaan soal-soal ujian

Nilai ini merupakan kelengkapan usulan penilaian 、。ョセョ・エ。ー。ョ angka kredit yang bersangkutan dalam rangka kenaikan jabatan fungsional/

Nilai ini merupakan kelengkapan usulan penilaian dan penetapan angka kredit yang bersangkutan dalam rangka kenaikan jabatan fungsional/ pangkat. Yogyakarta, November 2016 Penilai : -

Tukarlah uang berikut dengan berbagai pecahan yang nilainya sama.. Bentuk kelompok sesuai

[r]