• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Saluran Irigasi Tersier di Desa Sei Beras Sekata Daerah Irigasi Sei Krio Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Saluran Irigasi Tersier di Desa Sei Beras Sekata Daerah Irigasi Sei Krio Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

1. Jaringan Irigasi

Salah satu faktor dari pada usaha peningkatan produksi pangan khususnya padi adalah tersedianya air irigasi di sawah-sawah sesuai dengan kebutuhan. Jika penyediaan air irigasi dilakukan dengan tepat dan benar maka dapat menunjang peningkatan produksi padi sehingga kebutuhan pangan nasional dapat terpenuhi. Untuk itu jaringan irigasi, baik saluran pembawa maupun saluran pembuang dan bangunan irigasinya harus dapat beroperasi dengan baik (Mawardi, 2007).

Menurut Kartasapoetra dan Sutedjo (1994) yang dimaksud dengan jaringan irigasi yaitu prasarana irigasi yang pada pokoknya terdiri dari bangunan dan saluran pemberi air pengairan beserta perlengkapannya. Berdasarkan pengelolaanya dapat dibedakan antara jaringan irigasi utama dan jaringan irigasi tersier.

1. Jaringan Irigasi Utama

Meliputi bangunan bendung, saluran-saluran primer dan sekunder termasuk bangunan-bangunan utama dan pelengkap saluran pembawa dan saluran pembuang. Bangunan utama merupakan bangunan yang mutlak diperlukan bagi eksploitasi meliputi bangunan pembendung, bangunan pembagi dan bangunan pengukur.

2. Jaringan Irigasi Tersier

(2)

bangunan pembagi tersier dan kuarter, beserta bangunan pelengkap lainnya yang terdapat di petak tersier.

Dari segi konstruksi jaringan irigasinya, Pasandaran (1991) mengklasifikasikan sistem irigasi menjadi empat jenis yaitu :

1. Irigasi sederhana

adalah sistem irigasi yang sistem konstruksinya dilakukan dengan sederhana, tidak dilengkapi dengan pintu pengatur dan alat pengukur sehingga air irigasinya tidak teratur dan efisiensinya rendah.

2. Irigasi setengah teknis

adalah suatu sistem irigasi dengan konstruksi pintu pengatur dan alat pengukur pada bangunan pengambilan saja dengan demikian efisiensinya sedang.

3. Irigasi teknis

adalah suatu sistem irigasi yang dilengkapi alat pengatur dan pengukur air pada bangunan pengembalian, bangunan bagi dan bangunan sadap sehingga air terukur dan teratur sampai bangunan bagi dan sadap sehingga diharapkan efisiensinya tinggi.

4. Irigasi teknis maju

(3)

2. Sifat Fisik Tanah Tekstur Tanah

Tekstur suatu tanah mempunyai suatu pengaruh yang sangat penting terhadap aliran air pada tanah, sirkulasi udara dan transformasi kimia yang penting bagi kehidupan tanaman. Petani tidak dapat memodifikasi tekstur tanah dengan suatu peralatan praktis. Untuk petani irigasi tekstur tanah sangatlah penting karena tekstur tanah menentukan kedalaman air yang dapat disimpan dalam suatu kedalaman tanah yang ada (Hansen, ddk, 1992).

Untuk keperluan pertanian berdasarkan ukurannya bahan padatan tanah terbagi atas 3 partikel atau yang biasa disebut separat penyusun tanah yaitu pasir, debu dan liat. Tekstur tanah akan mempengaruhi kemampuan tanah untuk menyimpan dan menghantarkan air, menyimpan dan menyediakan hara tanaman. (Ismail dan Hadi, 1995).

Pasir memiliki luas permukaan yang kecil sehingga kemampuan menyimpan air dan zat hara rendah tetapi daya hantar air cepat. Berbeda dengan tanah liat yang memiliki permukaan yang lebih luas setiap gramnya sehingga tanah liat memiliki kemampuan menyimpan air dan hara tanaman tinggi sedangkan daya hantar air lambat dan sirkulasi udara kurang lancar. Sama halnya seperti tanah debu yang mempunyai kapasitas besar untuk untuk menyimpan air. Tanah dengan kapasitas terbesar untuk menahan air melawan tarikan gravitasi adalah tanah liat (Foth, 1994).

(4)

lebih rinci tekstur tanah digambarkan dalam segitiga USDA seperti yang terlihat dalam Gambar 1(Ismail dan Hadi, 1995).

Gambar 1. Segitiga Berstruktur Menunjukan Batas-Batas Kandungan Pasir, Debu dan Liat (Foth,1994).

Bahan Organik Tanah

Bahan organik adalah pemantap agregat. Bahan organik merupakan salah satu bahan penting dalam menciptakan kesuburan tanah, baik secara fisik, kimia maupun segi biologi tanah. Sumber primer bahan organik adalah jaringan tanaman setelah mengalami dekomposisi (Hakim, dkk., 1986).

(5)

perkembangan dan pertumbuhan tanaman dan mikrobia tanah sebagai sumber

energi, hormon, vitamin dan senyawa perangsang tumbuh lainnya (Hanafiah, 2005).

Terdapat kecenderungan adanya korelasi antara kandungan tanah liat dengan bahan organik pada tanah. Penyediaan air dan hara yang terkombinasi lebih besar mendukung produksi bahan organik yang lebih banyak pada tanah yang bertesktur lebih halus. Adanya tanaman juga akan meningkatkan akumulasi bahan organik pada tanah karena sisa-sisa tanaman akan diurai oleh jasad renik menjadi bahan organik (Foth, 1994).

Adanya bahan organik dalam tanah akan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah seperti meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang dapat melepas asam organik yang tersedia dalam tanah, meningkatkan total ruang pori tanah, menurunkan kepadatan tanah yang dapat menyebabkan kemampuan mengikat air dalam tanah tinggi. (Susanto, 2005).

Kerapatan Massa (Bulk Density)

Kerapatan Massa (Bulk Density) adalah perbandingan dari massa tanah

kering dengan volume total tanah (termasuk volume tanah dan pori) (Hillel, 1971). Bulk density merupakan petunjuk kepadatan tanah dimana semakin

padat suatu tanah, maka semakin tinggi bulk density-nya artinya semakin sulit meneruskan air atau ditembus oleh akar tanaman (Hardjowigeno, 2007).

(6)

yang lebih besar dari struktur pada tanah permukaan yang bertekstur halus menjadi penyebab lebih rendahnya kerapatan massa dibandingkan tanah yang berpasir. Tanah organik memiliki nilai kerapatan massa yang rendah jika dibandingkan dengan tanah mineral. Variasi-variasi yang ada tergantung pada keadaan bahan organik dan kandungan air pada waktu pengambilan cuplikan untuk menentukan kerapatan massa (Foth, 1994).

Kerapatan massa tanah dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

ρ

b

=

Ms

Vt

...(1)

dimana:

ρb = Kerapatan massa (gr/cm3)

Ms = Massa tanah kering (gr)

Vt = Volume total tanah (volume ring) (cm3).

Kerapatan Partikel (Particle Density)

Kerapatan partikel didefinisikan sebagai berat tanah kering persatuan volume partikel-partikel (padat) tanah (jadi tidak termasuk pori tanah). Jelasnya yang dimaksud tanah disini adalah volume tanahnya saja dan tidak termasuk volume ruang pori yang terdapat diantara ruang pori (Hardjowigeno, 2007).

Kandungan bahan organic di dalam tanah sangat mempengaruhi kerapatan butiran tanah. Semakin banyak kandungan bahan organik maka akan semakin kecil nilai kerapatan partikelnya (Hanafiah, 2005).

(7)

Oleh karena itu particle density setiap tanah merupakan suatu tetapan dan tidak bervariasi menurut jumlah partikel. Untuk kebanyakan tanah mineral particle

density-nya rata-rata sekitar 2,6 g/cc (Foth, 1994).

Kerapatan partikel tanah dapat dihitung persamaan sebagai berikut:

ρ

s

=

Ms

Vs ...(2)

dimana : ρs = Kerapatan massa (gr/cm3)

Ms = Massa tanah kering (gr) Vs = Volume partikel tanah (cm3).

Porositas Tanah

Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang pori kosong) yang dapat ditempati oleh udara dan air, serta merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah. Tanah – tanah pasir memiliki pori-pori kasar lebih banyak daripada tanah liat. Tanah yang banyak mengandung pori-pori sulit menahan air sehingga tanahnya mudah kekeringan. Tanah liat mempunyai pori total lebih tinggi dari pada tanah pasir (Hardjowigeno, 2007).

Kerapatan massa berbanding terbalik dengan porositas tanah, bila kerapatan massa tanah rendah maka porositas tinggi dan sebaliknya bila kerapatan massa tanah tinggi maka porositas rendah. Pengelolaan lahan juga turut mempengaruhi proses pemadatan tanah. Dimana partikel halus akan mengisi pori tanah sehingga kerapatan massa akan semakin besar (Monde, 2010).

(8)

melakukan pentrasi secara vertikal dan lateral untuk menyerap unsur hara. Secara tidak langsung akar-akar tanaman akan mengikat butir-butir tanah, sehingga tanah menjadi remah (Saribun, 2007).

Pada penjelasan kerapatan massa, ditunjukkan bahwa tanah permukaan berpasir mempunyai kerapatan massa yang lebih besar daripada tanah liat. Hal ini berarti bahwa tanah berpasir memiliki lebih sedikit volume yang diduduki ruang pori. Meskipun demikian, pengalaman kita sehari-hari mengajarkan kita bahwa air biasanya bergerak lebih cepat melalui tanah berpasir dibandingkan melalui tanah liat. Penjelasan yang kelihatanya bertentangan ini terletak pada ukuran pori-pori yang terdapat pada masing-masing tanah. Ruang pori total pada tanah berpasir mungkin rendah, tetapi sebagian besar tersusun dari pori-pori besar yang sangat efisien untuk pergerakan air dan udara. Persentase volume yang diisi oleh pori-pori kecil pada tanah berpasir adalah rendah yang menjadi penyebab rendahnya kapasitas penahanan air. Sebaliknya, tanah permukaan yang betekstur halus mempunyai ruang pori total yang lebih banyak dan relatif sebagian besar tersusun dari pori-pori kecil sehingga tanah memiliki kapasitas menahan air yang tinggi (Foth, 1994).

Porositas tanah dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Porositas Tanah = (1 - ρρb

s

) x 100% ...(3)

Dimana: ρb = kerapatan massa (gr/cm3)

(9)

3. Debit Air

Agar penyaluran air pengairan ke suatu areal lahan pertanaman dapat diatur dengan sebaik-baiknya (dalam arti tidak berlebihan atau agar dapat dimanfaatkan se-efisien mungkin, dengan mengingat kepentingan areal lahan pertanaman lainnya) maka dalam pelaksanaanya perlu dilakukan pengukuran-pengukuran debit air. Dengan distribusi kendali, dengan bantuan pengukuran-pengukuran tersebut, maka masalah kebutuhan air pengairan selalu dapat diatasi tanpa menimbulkan gejolak di masyarakat petani pemakai air pengairan. Untuk memenuhi kebutuhan air pengairan (irigasi bagi lahan-lahan pertanian), debit air di daerah bendung harus lebih dari cukup untuk di salurkan ke saluran-saluran (induk-sekunder-tersier) yang telah disiapkan di lahan-lahan pertanaman (Kertasapoetra dan Sutedjo, 1994).

Debit air adalah suatu koefisien yang menyatakan banyaknya air yang mengalir dari suatu sumber persatuan waktu, biasanya diukur dalam satuan liter per detik. Pengukuran debit dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain:

1. Pengukuran debit dengan bendung

2. Pengukuran debit berdasarkan kerapatan larutan obat

3. Pengukuran kecepatan aliran dan luas penampang melintang, dalam hal ini untuk mengukur kecepatan arus digunakan pelampung atau pengukur arus dengan kincir

4. Pengukuran dengan menggunakan alat-alat tertentu seperti pengukuran arus magnetis dan pengukuran arus gelombang supersonis

(10)

Pada dasarnya pengukuran debit adalah pengukuran luas penampang basah dan kecepatan aliran. Rumus yang biasa digunakan sebagai berikut:

Q = v x A ...(4) dimana: Q = debit air (m3/detik)

v = kecepatan aliran (m/detik) A = luas penampang aliran (m2) (Soewarno, 1991).

(11)

(current meter) biasanya digunakan untuk mengukur aliran pada air rendah sehingga kurang bermanfaat jika digunakan untuk pengukuran kecepatan aliran pada keadaan air sungai sedang membanjir karena hasilnya akan kurang teliti (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994).

Debit air juga dapat diukur secara langsung dengan menggunakan sekat ukur tipe Cipolleti atau Thomson (Segitiga 90o). Persamaan Cipolleti yang menunjukkan pengaliran adalah:

Q = 0.0186 LH3/2 ...(5) Dimana Q dalam liter tiap detik, L dan H adalah dalam sentimeter. Untuk sekat ukur segitiga 90o (tipe Thomsom) persamaannya adalah:

Q = 0.0138H5/2...(6) di mana Q adalah debit (liter per detik) dan H adalah tinggi muka air (sentimeter). Sekat ukur segitiga 90o (tipe Thomson) baik digunakan untuk pengukuran aliran yang tidak lebih dari 112 l/det atau aliran dengan debit relatif kecil, selain itu sekat ukur segitiga 90o (tipe Thomson) juga sangat mudah konstruksi dan pengaplikasiannya (Lenka, 1991).

Pada alat pengukur Thomson seperti halnya alat pengukur Cipoletti harus dipasang tegak lurus pada sumbu saluran pengukur. Pemasangan alat pengukur ini harus betul-betul mendatar, dengan sudut siku-siku di sebelah bawah (Soekarto dan Hartoyo, 1981).

4. Kehilangan Air

(12)

tanah, macam dan jenis tanaman, keadaan iklim, keadaan topografi, luas areal pertanaman dan kehilangan air selama pengairan dan penyalurannya (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994). Kehilangan air pada tiap ruas pengukuran debit masuk sampai debit keluar diperhitungkan sebagai selisih antara debit masuk dan debit keluar (Tim Penelitian Water Management IPB, 1993).

Biaya awal yang rendah merupakan keuntungan utama dari saluran tanah, namun kerugiannya adalah kehilangan air yang besar akibat rembesan, kecepatan yang rendah sehingga potongan melintangnya relatif besar, terjadi kerusakan akibat gerusan dan injakan hewan, merupakan media tumbuh yang seusai untuk rumput sehingga menahan kecepatan air (Hansen, dkk, 1992).

Menurut Surnadi (1985) kehilangan air pada saluran-saluran irigasi meliputi komponen kehilangan air melalui evapotranspirasi, perkolasi, rembesan dan bocoran. Selain itu besarnya kehilangan air pada saluran dipengaruhi oleh musim, jenis tanah, keadaan dan panjang saluran serta dipengaruhi oleh karakteristik saluran.

Pada perkolasi, perembesan dan bocoran dimana salurannya hanya terbuat dari tanah (tanpa dilapisi dengan bahan penguat seperti tembok dan lain-lain)

umumnya relatif besar dan perlu diperhatikan dengan sebaik-baiknya (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994). Menurut Direktorat Jendral Pengairan (2010)

(13)

Kehilangan air yang disebabkan karakteristik saluran mengakibatkan berkurangnya jumlah air yang dimanfaatkan bagi pertumbuhan tanaman dan rendahnya efisiensi pengairan. Dalam usaha peningkatan efisiensi pengairan, penggunaan air pengairan perlu dilakukan pencegahan terjadinya kerusakan saluran secara periodik maupun dapat menggunakan bahan kedap air untuk pelapisan dasar dinding saluran (Wigati dan Zahab, 2005).

Evapotranspirasi

Semua jenis tanaman memerlukan air untuk kelangsungan hidupnya. Masing-masing tanaman berbeda-beda kebutuhan airnya. Hanya sebagian kecil air saja yang tertinggal di dalam tubuh tumbuh-tumbuhan, sebagian besar air setelah diserap lewat akar-akar dan dahan-dahan ditranspirasikan lewat daun. Dalam kondisi medan (field condition) tidak mungkin membedakan antara evaporasi dengan transpirasi jika tanahnya ditutup oleh tumbuh-tumbuhan. Kedua proses tersebut evaporasi dan transpirasi saling berkaitan sehingga disebut evapotranspirasi (Soemarto, 1995).

(14)

rencana pengairan bagi lahan-lahan pertanian dan merupakan proses penting dalam siklus hidrologi (Kartasoeputra dan Sutedjo, 1994).

Menurut Michael (1978) salah satu metode yang digunakan untuk menentukan nilai kebutuhan air tanaman adalah dengan menggunakan metode Blaney-Criddle. Blaney dan Criddle meneliti besarnya kebutuhan air tanaman dengan menghubungkan temperatur bulanan rata-rata dengan jam siang hari bulanan.

Hubungan yang dikembangkan oleh Blaney-Criddle dapat dinyatakan sebagai berikut:

U = K p (45,7t+813)

100 ……….(7)

dimana:

U = Evapotranspirasi bulanan (mm) K = Koefisien tanaman bulanan t = Suhu rata-rata bulanan (oC)

p = persentase bulanan jam hari-hari terang dalam setahun (Soemarto, 1995)

K = Kt x Kc

Kt = 0,0311t +0,240...(8) dimana:

Kc = koefisien tanaman bulanan Kt = Koefisien suhu

(15)

Perkolasi

Daya perkolasi adalah laju perkolasi maksimum yang dimungkinkan, yang besarnya dipengaruhi oleh kondisi tanah dalam zona tidak jenuh, yang terletak di antara permukaan tanah dengan permukaan air tanah (Soemarto, 1994). Selain itu perkolasi atau resapan air kedalam tanah merupakan penjenuhan yang dipengaruhi oleh tekstur tanah, permeabilitas, tebal top soil dan letak pengukuran air tanah

(semakin tinggi letak muka air tanah semakin rendah perkolasi nya) (Samadiyono, 2010).

Salah satu cara menentukan laju perkolasi di lapangan adalah dengan metode silinder. Pengukuran dengan metode silinder yaitu dengan membenamkan pipa ke tanah sedalam 30-40 cm, lalu diisi air setinggi 10 cm (h1)

(Harianto, 1987 dalam Sutanto 2006). Laju perkolasi dihitung dengan rumus:

P

=

h1−h2

t1−t2 mm/hari ...(9) dimana:

P = Laju Perkolasi (mm/hari)

h1-h2 = Beda tinggi air dalam silinder waktu t1 dan t2 (mm)

t1-t2 = Selisih waktu pengamatan air dalam pipa (hari).

(16)

besar kecilnya perkolasi. Pada tanah bertekstur liat (menurut hasil penyelidikan Jepang, laju perkolasi mencapai 13 mm/hari dan pada tanah bertekstur pasir mencapai 26,9 mm/hari). Hasil penyelidikan selanjutnya, pada tanah bertekstur lempung berpasir laju perkolasi mencapai 3-6 mm/hari, pada tanah lempung laju perkolasi mencapai 2-3 mm/hari dan pada tanah lempung berliat mencapai antara 1-2 mm/hari (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994).

Rembesan

Perembesan air dan kebocoran air di saluran pengairan pada umumnya berlangsung ke samping (horizontal) terutama terjadi pada saluran-saluran pengairan yang dibangun pada tanah-tanah tanpa dilapisi tembok, sedang pada saluran yang dilapisi (kecuali kalau keadaanya retak-retak) kehilangan air sehubungan dengan terjadinya perembesan dan kebocoran tidak terjadi (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994).

Besar rembesan dihitung dengan menggunakan rumus:

Rembesan = (Kehilangan Air) – (P + E)...(10) dimana: Rembesan dan Kehilangan Air (mm/hari)

P = Perkolsi (mm/hari)

E = Evapotranspirasi (mm/hari).

5. Efisiensi Irigasi

(17)

pengairan yang tersedia itu. Ketepatgunaan penyaluran air pengairan (efisiensi) ditunjukkan dengan terpenuhnya angka persentase air pengairan yang telah ditentukan untuk sampai di areal pertanian dari air yang dialirkan ke saluran pengairan. Ketepatgunaan penyaluran ini termasuk juga apa yang telah diperhitungkan dengan kehilangan-kehilangan selama penyaluran (evaporasi, perembesan dan bocoran) (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994).

Konsep efisiensi pemberian air irigasi yang paling awal untuk mengevaluasi kehilangan air adalah efesiensi saluran pembawa air. Kebanyakan air irigasi kemudian datang dari pintu pengambilan dari sungai atau waduk. Kehilangan yang terjadi pada waktu air disalurkan sering berlebihan. Efisiensi saluran pembawa yang diformulasikan untuk mengevaluasi kehilangan tersebut dinyatakan sebagai berikut:

EC = 100 x Wf

Wr

...(11)

Dimana EC = Efisiensi saluran pembawa air

Wf = Air yang disalurkan ke sawah

Wr = Air yang diambil sungai atau waduk

(Hansen, dkk, 1992).

6. Rancangan Saluran

Dalam merancang saluran, faktor-faktor yang perlu di perhatikan adalah: 1. Debit

(18)

Q = v x A

dimana: Q = Debit (m3/det)

v = Kecepatan rata-rata (m/det) A = Luas Penampang (m2). 2. Kecepatan Aliran

Kecepatan aliran diukur melalui aliran permukaan yang dikenal sebagai kecepatan aliran permukaan. Kecepatan aliran tidak sama pada setiap kedalaman saluran atau sungai. Oleh sebab itu untuk menghitung kecepatan rata-rata digunakan kedalaman 0,6D, dimana D adalah kedalaman air di saluran atau sungai. Kecepatan aliran rata-rata dapat dihitung dengan menggunakan rumus persamaan Chezy dan Manning.

a) Kecepatan rata-rata oleh Chezy

V = C x √RS...(12) dimana:

V = Kecepatan aliran (m/det) R = Kedalaman rata-rata hidrolik S = Kemiringan saluran

Persamaan Bazin

C

=

1+87

√R

...(13)

dimana, K = konstansa Bazin

(19)

b) Kecepatan rata-rata oleh Manning V = 1

N R

2/3. S1/2...(14)

dimana:

N = Koefisisen kekasaran (lihat pada Tebel 1) R = Kedalaman rata-rata hidrolik

S = Kemiringan saluran Tabel 1. Nilai Koefisien Kekasaran

No Material N

a). Jika nilai K tidak diberikan maka dapat diasumsikan sebagai berikut: untuk saluran tidak disemen K = 1,30-1,75

untuk saluran yang disemen K = 0,45-0,85

b). Jika nilai N tidak diberikan maka dapat diasumsikan sebagai berikut: untuk saluran tidak disemen K = 0,0225

untuk saluran yang disemen K = 0,333.

3. Kecepatan Aliran Kritis

Kecepatan aliran kritis adalah kecepatan aliran yang tidak menimbulkan pengendapan atau penggerusan di saluran. Kennedy menggeluarkan persamaan kecepatan aliran sebagai berikut:

V0= 0,546 x D0,64...(15)

(20)

Rasio kecepatan aliran kritis adalah perbandingan antara kecepatan rata-rata aliran terhadap kecepatan kritis.

Rkk = V

V0

atau

m = V V0

Jika m = 1, tidak terjadi pengendapan atau penggerusan m > 1, terjadi penggerusan

m < 1, terjadi pengendapan (Basak, 1999).

4. Kemiringan Saluran

Breaking taping merupakan salah satu metode pengukuran kemiringan

yang menggunakan pembagian pengukuran tinggi menjadi beberapa tahap. Pada pekerjaan breaking taping dilakukan pengukuran jarak vertikal antara garis bidik dengan permukaan titik bidik selanjutnya. Alat yang biasa digunakan adalah waterpass, pacak dan tape. Prosedur pengukurannya adalah ditentukan titik yang berjarak 30 m, kemudian jarak pengukuran dibagi masing-masing dengan jarak 5 m. Letakan pacak pada stasiun pertama kemudian ditarik tape dari dasar stasiun selanjutnya menuju pacak pada stasiun pertama, posisi tape harus benar horizontal (gunakan waterpass untuk membuat tape benar-benar pada posisi horizontal). Kemudian diukur tinggi permukaan tanah dan ujung tape pada stasiun pertama. Pengukuran tersebut dilanjutkan pada stasiun berikutnya sampai stasiun terakhir. Dihitung besar kemiringan dengan rumus:

Kemiringan = Beda Tinggi

(21)

5. Penampang Melintang Saluran

Ada beberapa bentuk penampang melintang saluran yang umum yaitu penampang berganda, penampang tunggal trapesium, dan penampang tunggal persegi. Potongan melintang saluran yang paling ekonomis adalah saluran yang dapat melewatkan debit maksimum untuk luas penampang basah, kekasaran dan kemiringan dasar tertentu. Faktor yang terpenting dalam menentukan pilihan bentuk penampang saluran adalah pertimbangan ekonomi (Suripin, 2004).

Untuk ukuran saluran menurut Hansen, dkk (1992) lebar dasar saluran dapat kurang dari kedalamanya atau dapat sepuluh kali atau lebih dari

kedalamanya. Namun potongan melintang hidrolik terbaik adalah B = 2D tan θ

2, dimana θ adalah sudut antara kemiringan tepi dan horizontal.

Hubungan ini juga dipakai pada saluran yang diberi lapisan.

6. Kedalaman Hidrolik

Kedalaman hidrolik adalah perbandingan antara penampang aliran dengan parimeter basah saluran. Persamaan kedalaman hidrolik adalah sebagai berikut:

R = A

Pw

...(17)

dimana A adalah Penampang melintang saluran dan Pw adalah Parimeter basah (Basak,1999).

Penampang melintang saluran dan parimeter basah tergantung pada bentuk saluran:

(22)

Pw = b + 2y

dimana b = lebar saluran y = kedalaman aliran - Saluran berbentuk trapesium

A = (b + zy)y

Pw = b + 2y (�(1 + z)2

dimana b = lebar dasar y = kedalaman aliran

m = kemiringan dinding saluran - Saluran berbentuk segitiga

A = zy2

Pw = 2y√1 +�2

Gambar

Gambar 1. Segitiga Berstruktur Menunjukan Batas-Batas Kandungan Pasir, Debu dan Liat (Foth,1994)
Tabel 1. Nilai Koefisien Kekasaran No Material

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai peserta pada “ Workshop Peningkatan Mutu Dosen dalam Penyusunan Proposal” Program Riset Terapan yang akan diselenggarakan pada tanggal 18 s.d. Untuk

Directorate General of Resources for Science, Technology and Higher Education On behalf of the Government of Indonesia, we would like to convey our sincere. appreciation of

Tim Teknis Pelestari tyto alba yang selanjutnya disebut Tim teknis adalah tim yang dibentuk dalam musyawarah desa yang bertugas sebagai Lembaga Pelestari burung hantu

% tahap studi Awal masuk hingga kolokium 60% kolokium hingga seminar 31% seminar hingga ujian tesis 4% perbaikan tesis 5% Rentang Waktu antara Masuk dan Kolokium

Sistem Informasi Pelayanan Publik adalah rangkaian kegiatan yang meliputi penyimpanan dan pengelolaan informasi serta mekanisme penyampaian informasi dari Penyelenggara

Direktorat Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Pendidikan Tinggi akan menyampaikan hasil seleksi akhir proposal kepada institusi pengusul pada akhir

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Pengaruh Penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dengan Model Pembelajaran ARCS ( Attention, Revance, Confidence,

skripsi ini yang berjudul : “ Faktor-faktor yang mempengaruhi kreatifitas mahasiswa Akntansi (Studi Empiris Pada Mahasiswa Akuntansi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”