• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH DISIPLIN KERJA DAN BEBAN KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI DENGAN KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH DISIPLIN KERJA DAN BEBAN KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI DENGAN KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

SEBAGAI VARIABEL INTERVENING

(Studi Kasus Pada Bappeda Provinsi Banten)

Arfian Alwi1 dan Indra Suhendra2

Program Pascasarjana Magister Manajemen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

arfianalwi@gmail.com1, indras_23@yahoo.com2

Abstract

This research was conducted at Bappeda Banten Provincial Government. The phenomenon that occurs is the performance generated employees have not met the overall performance standards set. This may be influenced by unsuitable discipline and workload, which may impact employee job satisfaction in carrying out its duties and responsibilities as an employee. The purpose of this study was to examine the effect of discipline, workload and job satisfaction on employee performance and job satisfaction as intervening variable. Sample used eighty people, data collected by questionnaire instrument, measurement using likert scale. The developed instrument tests the level of validity with convergent validity and discriminant validity. Estimates of instrument reliability using composite reliability. Data analysis to answer the problem of research and hypothesis test using Structural Equation Modeling (SEM) with Partial Least Square program (PLS). The research findings means that the overall employee performance is influenced by work discipline variables, workload, job satisfaction and the rest by other variables outside the research model. The result of the research indicates that work discipline has a significant positive effect on employee performance, work load has a significant negative effect on employee performance, job satisfaction has a significant positive effect on employee performance, work discipline has a significant positive effect on job satisfaction, workload negatively significant to job satisfaction, job satisfaction successfully mediate the influence of work discipline on employee performance and job satisfaction successfully mediate the effect of workload on employee performance.

Keywords: Discipline; Workload; Job Satisfaction; Employee Performance

Pendahuluan

Menurut Hariandja (2002:2), “Sumber daya manusia (SDM) harus dikelola dengan baik untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi, sebagai salah satu fungsi dalam perusahaan yang dikenal dengan manajemen sumber daya manusia (MSDM)”. Tugas pada bagian ini adalah mengelola unsur manusia secara baik agar diperoleh tenaga kerja yang puas akan

pekerjaannya sehingga memiliki kinerja yang baik.

Dalam organisasi, SDM merupakan salah satu unsur yang terpenting untuk menjalankan roda organisasi mencapai tujuannya, dalam pemerintahan yang baik (good goverment) pun dibentuk juga oleh aparat birokrasi yang memiliki kompetensi yang tinggi, bertanggung jawab dan berdedikasi dalam melaksanakan pekerjaan yang menjadi tugas pokok fungsinya. Kunci dari semuanya adalah bagaimana meningkatkan kinerja pegawai negeri sipil (PNS) dalam mendukung pemerintahan yang baik tersebut. Menurut Mangkunegara Jurnal Riset Bisnis dan Manajemen Tirtayasa

(JRBMT), Vol. 3 (1): hh.72-93 (Mei 2019) ISSN (Online) 2599-0837,

http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/JRBM

(2)

(2009:67), “Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.

Dalam pencapaian kinerja pegawai ditentukan oleh banyak faktor. Menurut Kasmir (2016:189), faktor – faktor yang memengaruhi kinerja baik hasil ataupun perilaku kerja adalah: kemampuan dan keahlian; Pengetahuan; Rancangan kerja; Kepribadian; Motivasi Kerja; Kepemimpinan; Gaya Kepemimpinan; Budaya Organisasi; Kepuasan Kerja; Lingkungan Kerja; Loyalitas; Komitmen; dan Disiplin kerja.

Menurut Kasmir (2016:193), faktor – faktor yang memengaruhi kinerja pegawai salah satunya adalah disiplin kerja yaitu merupakan usaha karyawan untuk menjalankan aktivitas kerjanya secara sungguh – sungguh. Disiplin kerja dalam hal ini dapat berupa waktu, misalnya masuk kerja selalu tepat waktu. Selain itu, menurut Kenneth dan Gary (2003:97), mengidentifikasi faktor – faktor yang memengaruhi kinerja antara lain adalah disiplin kerja, hal ini diperlukan untuk menghasilkan kinerja yang bagus, dengan disiplin karyawan akan melakukan pekerjaan semaksimal mungkin dan kinerja yang dihasilkan akan menjadi lebih bagus. Menurut Rivai (2009:824), “Disiplin kerja merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi kinerja di organisasi melalui disiplin diri karena disiplin diri sangat besar perannya dalam mencapai tujuan organisasi”. Arifin dan Fauzi (2007:11), “Kedisiplinan adalah keinginan dan kesadaran untuk menaati peraturan-peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku, disiplin kerja juga memiliki aspek yang memengaruhi penurunan pada kinerja pegawai”.

Menurut Hasibuan (2005:34), mengemukakan kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas – tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan

serta waktu. Selain itu, Whitmore (1997:104) menyatakan kinerja adalah pelaksanaan fungsi – fungsi yang dibebankan atau dituntut dari seseorang atau suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum ketrampilan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Lisnayetti dan Hasanbasri dalam (Paramitadewi, 2017:3381), menyatakan bahwa “adanya keterikatan hubungan antara beban kerja terhadap kinerja karyawan, di mana jika beban kerja tinggi akan menyebabkan kinerja menurun”. Dan menurut Setyawan dan Kuswati (2006:109), mengatakan “apabila beban kerja terus menerus bertambah tanpa adanya pembagian beban kerja yang sesuai maka kinerja karyawan akan menurun”.

Pegawai merupakan bagian terpenting dalam kegiatan organisasi, karena pegawai merupakan aset sebuah organisasi di samping faktor – faktor lainnya, seperti modal, teknologi dan material. Pegawai ataupun organisasi selalu mengharapkan kinerja pegawai yang optimal sehingga terwujudnya kegiatan visi dan misi telah ditetapkan.

Dalam praktiknya tidak selamanya bahwa kinerja pegawai dalam kondisi seperti yang diinginkan baik oleh pegawai itu sendiri ataupun organisasi. Salah satunya, harapan masyarakat terhadap peningkatan kinerja PNS yang selama ini dianggap kurang optimal, artinya PNS harus memiliki paradigma baru dalam melaksanakan kewajibannya sehingga menjadi aparatur yang handal dan memiliki kinerja yang tinggi, lebih jauh dari itu untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan, apabila tidak ditaati atau dilanggar akan dijatuhi hukuman disiplin sesuai harapan masyarakat.

Fenomena Bisnis

Berikut wawancara khusus detik

Finance dengan Menteri Menteri

Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN RB) Asman Abnur pada hari Selasa tanggal 06 Juni 2017,apa permasalahan ASN dan PNS yang

(3)

paling fundamental dan jawabannya adalah kinerja. Karena kalau di swasta setiap unit dituntut target, setiap individu diukur apa yang dia kontribusikannya. Sementara di ASN dan PNS beda sekali dengan swasta. Sekarang saya mencoba peralihan. Karena KemenPAN RB ini sebagai sebuah kementerian bertanggung jawab di bidang itu, maka saya fokus beberapa hal. Pertama sistem manajemen pekerja berdasarkan

performance base manajemen. Setiap tahun itu sekarang sudah ada laporan SAKIP. Kita ajak di daerah maupun pusat, itu nilai SAKIP-nya masih didominasi nilai C. Artinya kalau dilihat dari kinerja masih jauh dari target yang di capai. Contohnya kalau setiap daerah itu, setiap tahunnya anggarannya habis, serapannya tinggi dan laporan keuangannya WTP. Tapi pas ditanya hasilnya apa? mereka mikir apa ya? Artinya target yang sudah ditetapkan itu tidak pernah dievaluasi. Makanya setiap kementerian daerah dan pusat, kita targetkan nilai hasil evaluasi SAKIP-nya minimum B. Kalau B saya pastikan itu antara program dengan kegiatannya nyambung, karena selama ini banyak yang enggak nyambung (Sugianto, 2017).

Penilaian kinerja pegawai merupakan sebagai salah satu tolak ukur dalam pencapaian kinerja pegawai melaksanakan kewajibannya tidak terkecuali pada Pemerintahan Provinsi Banten, yaitu salah satunya pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Banten.

Tabel 1 Capaian Kinerja Pegawai Tahun 2017 pada BAPPEDA Provinsi Banten

Sumber: Bappeda Pemerintahan Provinsi Banten 2017.

Berdasarkan data di atas, terlihat bahwa kinerja pegawai berdasarkan sasaran kerja pegawai sebanyak 115 pegawai

berhasil, sisanya belum berhasil mencapai sasaran secara penuh. Capaian kinerja pegawai berdasarkan perilaku kerja pegawai, sebanyak 109 pegawai mencapai nilai tinggi dan sisanya belum mencapai.

Selain hal di atas, fenomena kinerja yang ada terdapat indikasi penurunan kinerja pegawai seperti yang ditemukan di banyak organisasi perangkat daerah (OPD) tidak terkecuali pada Bappeda Provinsi Banten. Berdasarkan fenomena tersebut salah satunya pegawai sering terlambat, tidak masuk kerja dan jam kerja di atas batas yang telah ditetapkan. Berikut adalah data fenomena masalah penelitian pada Bappeda Provinsi Banten, yaitu:

Tabel 2 Fenomena Masalah Absensi pada BAPPEDA Provinsi Banten Periode (2017) Terlambat Masuk Kerja (Orang) Ketidakhadiran Tanpa Keterangan (Hari) Realisasi / Per Hari (Jam) Januari 82 163 8,5 Februari 82 380 8 Maret 81 40 7,5 April 64 10 7,5 Mei 64 17 8,5 Juni 63 29 8 Juli 75 13 8,5 Agustus 75 26 7,5 September 76 24 8 Oktober 75 32 8,5 Nopember 53 29 8,5 Desember 70 31 8,5

Sumber: Bappeda Pemerintahan Provinsi Banten 2017.

Berdasarkan fenomena masalah di atas, dimensi kinerja pegawai menurut Mathis dan Jackson (2012:78), yaitu kuantitas dari hasil; kualitas dari hasil; ketepatan waktu dari hasil; kehadiran dan sikap kooperatif. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

1. Kuantitas dari hasil, pencapaian sasaran atau target dalam kuantitas dapat diukur secara absolut, dalam persentase atau indeks. Hal ini tercermin oleh sasaran kerja pada capaian kinerja Tabel 1, di mana masih ada sejumlah pegawai yang belum optimal.

2. Kualitas dari hasil, hasil kerja yang dicapai oleh pegawai dengan syarat – syarat ketentuan yang dapat dirasakan, dilihat atau diraba. Selain itu, menurut Wirawan (2012:105) mengatakan bahwa

Uraian Jumlah Pegawai

Sasaran Kerja (Bobot 60) : a. 56 s.d 60 b. 51 s.d 55

115 81

Uraian Jumlah Pegawai

Perilaku Kerja (Bobot 40): a. 36 s.d 40 b. 30 s.d 35 c. 25 s.d 29 109 40 47 Tugas Tambahan: 81

(4)

perilaku kerja adalah perilaku karyawan yang berhubungan dengan kualitas pekerjaannya, perilaku yang disyaratkan dalam ketentuan atau prosedur kerja seperti komitmen terhadap tugas dan ramah dalam pelayanan. Hal ini tercermin pada capaian kinerja Tabel 1 dengan tolak ukur yang dipakai pada Bappeda dalam mengukur perilaku kerja menggunakan 6 (enam) tolak ukur yang beberapa terdiri dari komitmen dan pelayanan.

3. Ketepatan waktu, pegawai tidak menunda pekerjaan yang telah diberikan. Hal ini tercermin pada Tabel 2, di mana masih ada beberapa pegawai yang terlambat atau tidak tepat masuk kerja sesuai peraturan dalam melaksanakan pekerjaannya pada pukul 07.30 WIB sesuai aturan yang berlaku sehingga pekerjaannya tertunda.

4. Kehadiran di tempat kerja, kehadiran pegawai sesuai dengan aturan atau tata tertib yang berlaku dalam organisasi. Hal ini tercermin pada Tabel 1, di mana masih ada beberapa pegawai yang tidak hadir tanpa keterangan.

5. Sikap kooperatif, sikap bekerja sama dengan baik dan taat sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam organisasi. Hal ini tercermin dalam perilaku kerja salah satu tolak ukurnya adalah kerja sama dan masih ada beberapa pegawai yang belum optimal dalam capaian kinerja khususnya pada perilaku kerja.

Berdasarkan hal di atas diindikasikan dapat menyebabkan sulitnya dalam pencapaian target dan sasaran bagi masing-masing individu pegawai. Terjadinya permasalahan dalam disiplin kerja dapat langsung berimbas kepada kinerja pegawai karena langsung mempengaruhi capaian kinerja pegawai dalam hal perilaku kerja.

Indikasi lain yang mengakibatkan penurunan kinerja pegawai, yaitu beban kerja dengan indikator jumlah waktu yang tersedia dalam pelaksanaan tugas tidak sesuai dari dimensi beban waktu, sesuai aturan jumlah waktu yang tersedia sebanyak

7,5 jam per hari tetapi yang terjadi rata – rata pegawai harus bekerja lebih dari jumlah waktu yang tersedia sehingga pegawai sering melebihi jam kerja pulang kantor sesuai ketentuan jam kerja yang seharusnya, akibatnya pegawai tersebut pada besok harinya sering kali terlambat masuk kerja. Sehingga, hal-hal tersebut dapat mengakibatkan penurunan kinerja pegawai.

Salah satu dari berbagai faktor yang perlu menjadi perhatian perusahaan untuk mengatasi penurunan kinerja pegawai adalah memperhatikan dan mengatasi faktor – faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai terutama bagaimana perusahaan mewujudkan disiplin kerja yang baik dan benar dalam aktivitas kerja pegawai dan adanya upaya untuk mengelola sumber daya manusia yang baik dan berkesinambungan dalam kebijakan sistem beban kerja yang diterapkan.

Untuk menyelesaikan masalah di atas selain dengan memperhatikan variabel disiplin, beban kerja dan fenomena masalah kinerja pegawai yang ada, menurut peneliti perlu variabel lain sebagai intervening atau menjembatani antara disiplin kerja, beban kerja dan kinerja pegawai dalam membantu masalah yang ada, maka dengan ini peneliti menggunakan kepuasan kerja sebagai variabel yang dapat menjembatani atau

intervening.

Reseach Gap

Menurut Gibson (2008:123), salah satu faktor yang memengaruhi kinerja pegawai adalah faktor dari variabel psikologi seperti kepuasan kerja, hal ini merupakan perasaan senang atau gembira, atau perasaan suka seseorang sebelum dan setelah melakukan suatu pekerjaan. Sehubungan dengan penurunan kinerja pegawai, pegawai yang memiliki kepuasan kerja akan lebih produktif memberikan kontribusi terhadap sasaran dan tujuan organisasi. Robbins (2006:94), menyatakan mengenai dampak kepuasan kerja pada kinerja pegawai. Pegawai yang merasa puas akan pekerjaannya memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk membicarakan

(5)

hal-hal positif tentang organisasinya, membantu yang lain dan berbuat kinerja pekerjaan mereka melampaui perkiraan normal. Menurut Sutrisno (2010:82), menyatakan bahwa “ketidakpuasan dalam kerja akan dapat menimbulkan perilaku agresif, atau sebaliknya akan menunjukkan sikap menarik diri dari kontak dengan lingkungan sosialnya. Misalnya, dengan mengambil sikap berhenti dari perusahaan, suka bolos, dan perilaku lain yang cenderung bersifat menghindari dari aktivitas organisasi. Bentuk perilaku agresif, misalnya melakukan sabotase, sengaja membuat kesalahan dalam kerja, menentang atasan, atau sampai pada aktivitas pemogokan”.

Sementara itu, beberapa penelitian yang dilakukan oleh Tentama (2015:7), Rosita dan Yuniati (2016:18) menunjukkan pengaruh kepuasan kerja dan kinerja pegawai memiliki pengaruh positif signifikan.

Beberapa hasil studi belakangan ini menunjukkan bahwa kinerja pegawai berkorelasi terhadap disiplin kerja, seperti penelitian yang dilakukan oleh Handayani dan Bachri (2014:295), Wariati, dkk (2015:226), Khasifah dan Nugraheni (2016:6) yang mengemukakan bahwa disiplin kerja mempunyai pengaruh terhadap kinerja pegawai. Selain itu, dari beberapa hasil penelitian belakangan ini menunjukkan bahwa kinerja pegawai berkorelasi terhadap beban kerja, seperti penelitian yang dilakukan oleh Iskandar dan Sembada (2012:33) dan Dewi (2017:3393) yang mengemukakan bahwa beban kerja mempunyai pengaruh terhadap kinerja pegawai.

Dalam beberapa hasil penelitian belakangan ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja tidak hanya berkorelasi terhadap kinerja pegawai tetapi disiplin kerja dan beban kerja juga mempunyai pengaruh. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Hariati (2015:93) mengenai hubungan disiplin kerja terhadap kepuasan kerja, Yo dan Surya (2015:1160) mengenai hubungan beban kerja terhadap kepuasan kerja dan

Tentama (2015:7) mengenai hubungan kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai.

Namun, pada beberapa penelitian terdahulu terdapat perbedaan pada hasilnya, seperti pada Tabel 1.3 di bawah ini tentang

Research GAP, terlihat bahwa hasil penelitian mengenai pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja pegawai dan pengaruh beban kerja terhadap kinerja pegawai masih memberikan hasil yang berbeda – beda. Oleh karena itu, diperlukan adanya penelitian lebih lanjut untuk menerangkan hubungan antara variabel – variabel penelitian tersebut. Berikut tabel Research GAP yang dimaksud yaitu:

Tabel 3 Research GAP

NO. URAIAN HASIL PENERBIT

1. Terdapat perbedaan hasil penelitian terdahulu mengenai pengaruh Disiplin Kerja terhadap Kinerja Pegawai. Positif Tidak Signifikan - Saputra dan Wibowo (2017), - Kurniasari (2017). Positif Signifikan - Handayani dan Alim (2014), - Nana, dkk (2015), - Fikratunil dan Rini (2016). Negatif Tidak Signifikan - Sumbung, dkk (2015) 2. Terdapat perbedaan hasil penelitian terdahulu mengenai pengaruh Beban Kerja terhadap Kinerja Pegawai. Negatif Tidak Signifikan - Arifin, dkk (2016). Negatif Signifikan - Sentot dan Gredi (2016), - Ferrania (2017). Positif Signifikan - Amboyo, dkk (2015). Sumber: data sekunder yang diolah.

Beberapa hasil penelitian belakangan ini menunjukkan bahwa hubungan kinerja pegawai dengan disiplin

(6)

kerja dan beban kerja mempunyai hasil yang berbeda – beda seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.3 di atas, hal ini membuktikan masih ada variabel lain yang mempengaruhi kinerja pegawai, variabel tersebut adalah kepuasan kerja.

Dalam penelitian ini alasan kepuasan kerja menjadi variabel intervening dapat dilihat hubungannya dengan variabel kinerja pegawai, salah satunya menurut Robbins (2006:94), pegawai yang merasa puas akan pekerjaanya memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk membicarakan hal-hal positif tentang organisasinya, membantu yang lain dan berbuat kinerja pekerjaan mereka melampaui perkiraan normal. Selain itu, penelitian terdahulu yang dilakukan Tentama (2015:7), Rosita dan Yuniati (2016:18) mengenai hubungan kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai mempunyai hubungan positif signifikan.

Alasan selanjutnya yaitu hubungan antara disiplin kerja terhadap kepuasan kerja menurut Davis dan Newstrom (2004:262), ketidakpuasan berakibat tingkah laku karyawan yang malas, keterlambatan kerja dan pelanggaran disiplin yang lainnya, sedangkan tingkah laku yang puas lebih menguntungkan bagi perusahaan. Hubungan antara beban kerja dengan kepuasan kerja dijelaskan oleh Munandar (2007:368), yang menyatakan bahwa “Beban kerja berlebih secara fisik dan mental adalah melakukan terlalu banyak kegiatan baik fisik maupun mental, dan ini dapat merupakan sumber ketidakpuasan kerja”.

Berdasarkan permasalahan di atas, studi mengenai kinerja pegawai khususnya pada Bappeda Provinsi Banten adalah hal yang sangat perlu untuk dilakukan. Untuk memprediksi seberapa besar faktor disiplin kerja dan beban kerja memengaruhi kinerja pegawai dengan memasukkan kepuasan kerja sebagai variabel intervening dan memberikan masukan kepada Pemerintahan Provinsi Banten sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja pegawai.

Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini dengan studi kasus di Bappeda Pemerintahan Provinsi Banten adalah sebagai berikut:

1. Untuk meneliti pengaruh disiplin kerja terhadap kepuasan kerja.

2. Untuk meneliti pengaruh beban kerja terhadap kepuasan kerja.

3. Untuk meneliti pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai.

4. Untuk meneliti pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja pegawai.

5. Untuk meneliti pengaruh beban kerja terhadap kinerja pegawai.

6. Untuk meneliti pengaruh disiplin kerja secara tidak langsung terhadap kinerja pegawai melalui kepuasan kerja.

7. Untuk meneliti pengaruh beban kerja secara tidak langsung terhadap kinerja pegawai melalui kepuasan kerja.

Telaah Pustaka

Disiplin Kerja

Menurut Rivai (2009:78), mengungkapkan bahwa “disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan manajer untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan organisasi dan norma-norma sosial yang berlaku, indikator dari disiplin kerja adalah : kehadiran, ketaatan pada peraturan kerja, dan ketaatan pada standar kerja”. Selain itu menurut Rivai (2009:824), mengungkapkan bahwa “disiplin kerja merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja di organisasi melalui disiplin diri karena disiplin diri sangat besar perannya dalam mencapai tujuan organisasi”. Melalui disiplin diri seorang pegawai selain menghargai dirinya juga menghargai orang lain. Disiplin yang terbentuk di dalam diri seorang pegawai merupakan sebuah cerminan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas – tugas yang diberikan kepadanya, hal ini mendorong gairah kerja, semangat kerja, dan terwujudnya tujuan organisasi, karyawan, serta masyarakat pada umumnya.

(7)

Sedangkan menurut Sutrisno (2010:231), mengungkapkan bahwa “disiplin kerja pada karyawan sangat dibutuhkan, karena apa yang menjadi tujuan perusahaan akan sukar dicapai bila tidak ada disiplin kerja”. Dan menurut Hasibuan (2005:193), berpendapat bahwa “kedisiplinan sebagai bentuk kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku”.

Selain itu, menurut Ardana dkk (2011:134) menyatakan bahwa “disiplin kerja merupakan suatu sikap menghormati, menghargai, patuh, dan taat terhadap peraturan- peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjelaskannya dan tidak mengelak untuk menerima sanksi - sanksinya”.

Menurut Siagian (2002:305), mengemukakan bahwa “disiplin organisasi merupakan tindakan manajemen untuk mendorong para anggota organisasi memenuhi tuntutan berbagai ketentuan tersebut. Dengan perkataan lain, disiplin karyawan adalah salah satu bentuk pelatihan yang berusaha memperbaiki dan membentuk pengetahuan, sikap mental, kemampuan, dan perilaku karyawan sehingga para karyawan tersebut secara sukarela berusaha bekerja secara kooperatif dan dengan para karyawan yang lain serta meningkatkan prestasi kerjanya”. Sementara Munandar (2007:64), berpendapat bahwa menyoroti disiplin dalam suatu organisasi harus diwujudkan dalam bentuk peraturan yang memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Sedapat mungkin terperinci dan terpisah,

b. Cukup singkat dan sederhana,

c. Sedapat mungkin sederhana dan jelas, sehubungan dengan adanya sanksi, dan d. Fleksibel dan dinamis.

Beban Kerja

Pengertian beban kerja menurut Suwatno (2003:55) adalah sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh suatu unit organisasi atau pemegang jabatan secara sistematis dengan menggunakan teknik

analisis jabatan, teknik analisa beban kerja, atau teknik manajemen lainnya dalam jangka waktu tertentu untuk mendapatkan informasi tentang efisiensi dan efektivitas kerja suatu unit organisasi.

Beban kerja dapat dipandang dari sudut obyektif dan subyektif. Beban kerja obyektif adalah keseluruhan waktu yang dipakai atau jumlah aktivitas yang dilakukan. Beban kerja subyektif adalah ukuran yang dipakai seseorang terhadap pertanyaan tentang beban kerja yang diajukan, tentang perasaan kelebihan beban kerja, ukuran dari tekanan pekerjaan dan kepuasan kerja.

Selain itu, Schultz (2006:366) mengemukakan bahwa beban kerja adalah terlalu banyak melakukan pekerjaan dibandingkan dengan waktu yang tersedia atau melakukan pekerjaan yang terlalu sulit bagi karyawan untuk dikerjakan. Beban kerja dapat dipandang dari sudut obyektif dan subyektif. Beban kerja obyektif adalah keseluruhan waktu yang dipakai atau jumlah aktifitas yang dilakukan. Beban kerja subyektif adalah ukuran yang dipakai seseorang terhadap pertanyaan tentang beban kerja yang diajukan, tentang perasaan kelebihan beban kerja, ukuran dari tekanan pekerjaan dan kepuasan kerja.

Menurut Tarwaka, dkk (2004:95), menyatakan bahwa beban kerja dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor yaitu:

a. Faktor eksternal. Faktor eksternal yang berasal dari luar tubuh pekerja yang meliputi:

− Organisasi Kerja. Organisasi kerja meliputi jam kerja, waktu untuk istirahat, shift kerja, dan sistem kerja yang diterapkan di tempat kerja. − Lingkungan Kerja. Lingkungan kerja

juga dapat mempengaruhi beban kerja pekerja. Lingkungan kerja dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu lingkungan kerja fisik, kimiawi, dan psikologis.

b. Faktor internal. Faktor internal berasal dari reaksi tubuh yang terjadi terhadap stimulus yang diterima dan berpotensi menjadi stresor. Faktor internal meliputi

(8)

antara lain:

− Faktor somatis. Faktor somatis ini berhubungan dengan jasmaniah seseorang dan kondisi kesehatan seperti jenis kelamin, status kesehatan, kepribadian, dan usia. − Faktor psikologi. Faktor psikologis

berhubungan dengan kemampuan kognitif, motivasi, kepercayaan, kepuasan kerja, dan pengalaman kerja.

Kepuasan Kerja

Menurut Mangkunegara (2009:117), mengatakan bahwa “kepuasan kerja adalah kondisi yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dari seorang karyawan yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun dengan kondisi pada dirinya. Perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek seperti; gaji, karir, umur, kesehatan, kemampuan, pendidikan dan hubungan antar karyawan”. Selain itu, menurut Sutrisno (2010:74) menyatakan kepuasan kerja adalah suatu sikap karyawan terhadap pekerjaan yang berhubungan dengan situasi kerja, kerja sama antar karyawan, imbalan yang diterima dalam kerja, dan hal – hal yang menyangkut faktor fisik dan psikologis.

Menurut Rivai (2009:856), kepuasan kerja adalah evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja. Kepuasan kerja adalah perasaan senang atau tidak dan puas atau tidak puas yang dialami seseorang dalam melakukan pekerjaannya.

Kepuasan kerja dipengaruhi oleh banyak faktor. Kepuasan kerja tergantung kesesuaian atau keseimbangan antara yang diharapkan dengan kenyataan. Faktor – faktor yang menentukan kepuasan kerja menurut Robbins (2006:43), ada 4 (empat) faktor yang berkaitan dengan kerja yang menentukan atau mendorong kepuasan kerja yaitu:

a. Pekerjaan yang secara mental menantang. Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan yang memberi

mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan mereka dan menawarkan beragam tugas, kebebasan, dan umpan balik mengenai betapa baik mereka mengerjakannya;

b. Ganjaran yang pantas, sistem upah dan kebijakan promosi yang adil. Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil dan segaris dengan pengharapan mereka. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar pengupahan komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan. Promosi memberikan kesempatan untuk pertumbuhan pribadi, tanggung jawab yang lebih banyak, dan status sosial yang ditingkatkan. Oleh karena itu, individu – individu yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat secara adil, kemungkinan besar karyawan akan mengalami kepuasan dalam pekerjaannya;

c. Kondisi kerja yang mendukung. Karyawan peduli akan lingkungan yang baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk mempermudah mengerjakan tugas yang baik. Studi-studi membuktikan bahwa karyawan lebih menyukai keadaan sekitar yang aman, tidak berbahaya dan tidak merepotkan. Di samping itu, kebanyakan karyawan lebih menyukai bekerja dekat dengan rumah, dalam fasilitas yang bersih dan relatif modern, dan dengan alat – alat yang memadai; dan

d. Rekan sekerja yang mendukung. Bekerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial, sehingga sikap rekan sekerja yang ramah dan mendukung akan mengarah kepuasan kerja yang meningkat.

Kinerja Pegawai

Menurut Mahsun (2006:25), menyatakan bahwa “kinerja yaitu gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan

(9)

suatu kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang terdapat dalam rencana strategi suatu organisasi”. Oleh sebab itu, kinerja pegawai merupakan salah satu faktor utama yang dapat mempengaruhi kemajuan organisasi.

Menurut Sutrisno (2010:170), kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang, atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan moral maupun etika. Sedangkan menurut Mangkunegara (2009:67), mengatakan bahwa “kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. Dan menurut Hasibuan (2005:34), mengatakan bahwa “kinerja adalah suatu hasil yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu”.

Metodologi Penelitian

Dalam penelitian ini indikator yang digunakan adalah indikator reflektif. Hal ini dimaksudkan agar indikator layak digunakan untuk menguji hipotesis. Indikator reflektif adalah indikator yang sifatnya mencerminkan (mirroring) sebuah variabel konstuk.

Variabel dalam penelitian ini menggunakan 4 (empat) variabel, yaitu variabel independen, intervening dan dependen. Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Sedangkan, variabel dependen atau variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Dan variabel intervening adalah variabel yang mempengaruhi hubungan antara variabel independen dengan

dependen menjadi hubungan yang tidak langsung. Adapun penjelasan variabel – variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

a. Variabel independen terdiri dari disiplin kerja dan beban kerja.

b. Variabel intervening terdiri dari kepuasan kerja.

c. Variabel dependen terdiri dari kinerja pegawai.

Variabel-variabel yang diukur dalam penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Variabel Independen

a. Disiplin Kerja

Menurut Rivai (2009:78), mengatakan bahwa “disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan manajer untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan organisasi dan norma-norma sosial yang berlaku”.

Menurut Rivai (2009:444), berpendapat bahwa disiplin kerja memiliki dimensi dan indikator sebanyak 5(lima) tetapi yang digunakan dalam penelitian ini hanya 4(empat), dalam penelitian ini peneliti hanya menggunakan yang sesuai dengan data yang ingin didapatkan yaitu:

a. Ketaatan pada peraturan dengan indikator yaitu pegawai mengenakan pakaian sesuai dengan peraturan perusahaan.

b. Ketaatan pada standar kerja dengan indikator yaitu pegawai melakukan semua pekerjaan sesuai standar kerja yang telah ditentukan perusahaan. c. Tingkat kewaspadaan tinggi dengan

indikator yaitu pegawai berperilaku teliti dalam bekerja.

d. Bekerja etis dengan indikator yaitu pegawai memiliki etika yang baik selama berada di kantor.

b. Beban Kerja

Pengertian beban kerja menurut Suwatno (2003:55) adalah sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh suatu unit organisasi atau pemegang jabatan secara sistematis dengan menggunakan teknik

(10)

analisis jabatan, teknik analisa beban kerja, atau teknik manajemen lainnya dalam jangka waktu tertentu untuk mendapatkan informasi tentang efisiensi dan efektifitas kerja suatu unit organisasi.

Menurut Tarwaka (2011:131), pengukuran beban kerja dapat menggunakan teknik SWAT (Subjective Workload Assesment Technique), dalam metodenya beban kerja memiliki dimensi dan indikator sebagai berikut:

a. Beban waktu dengan indikator yaitu jumlah waktu yang tersedia dalam pelaksanaan tugas sesuai.

b. Beban usaha mental dengan indikator yaitu pegawai melakukan aktivitas yang tidak memerlukan konsentrasi tinggi. c. Beban tekanan psikologis dengan

indikator yaitu pegawai merasa tidak gelisah akibat kebingungan dari pekerjaannya.

2. Variabel Intervening : Kepuasan

Kerja

Menurut Mangkunegara (2009:117), mengatakan bahwa “kepuasan kerja adalah kondisi yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dari seorang karyawan yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun dengan kondisi pada dirinya”.

Sedangkan menurut Kreitner dan Kinicki (2001:225), kepuasan kerja memiliki dimensi dan indikator sebanyak 5 (lima) tetapi yang digunakan dalam penelitian ini hanya 4(empat), dalam penelitian ini peneliti hanya menggunakan yang sesuai dengan data yang ingin didapatkan pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintahan Provinsi Banten yaitu:

a. Pemenuhan kebutuhan dengan indikator yaitu pegawai mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.

b. Perbedaan dengan indikator yaitu pegawai merasa berbeda terhadap kompensasi yang diberikan perusahaan. c. Pencapaian nilai dengan indikator yaitu merasa puas atas pencapaian dalam mengerjakan tugas – tugasnya.

d. Keadilan dengan indikator yaitu mendapatkan kesempatan yang sama

untuk merasakan pelatihan dan pengembangan diri.

3. Variabel Dependen : Kinerja

Pegawai

Menurut Sutrisno (2010:170), kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang, atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan moral maupun etika.

Sedangkan menurut Mathis dan Jackson (2012:78), mengatakan bahwa kepuasan kerja memiliki dimensi dan indikator sebagai berikut:

a. Kuantitas dari hasil dengan indikator yaitu pegawai menyelesaikan semua pekerjaan yang menjadi tugas pokoknya. b. Kualitas dari hasil dengan indikator yaitu pegawai mampu bekerja sesuai dengan standar kerja yang telah ditentukan. c. Ketepatan waktu dengan indikator yaitu

pegawai tidak menunda pekerjaan yang telah diberikan.

d. Kehadiran di tempat kerja dengan indikator yaitu pegawai hadir dikantor sesuai dengan jam kerja.

e. Sikap kooperatif dengan indikator yaitu pegawai mampu bekerja sama dengan baik dengan rekan kerja yang lain.

Populasi dan Sampel

Populasi bisa diartikan wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu. Dalam penelitian ini peneliti mempelajari dan kemudian ditarik kesimpulan terhadap subyek yang akan diteliti pada Bappeda Pemerintahan Provinsi Banten. Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai Bappeda Provinsi Banten yang berjumlah 196 orang.

Sampel dalam penelitian ini adalah pegawai yang mempunyai karakteristik yang sesuai dengan yang dibutuhkan dalam penelitian dan dapat dijadikan responden. Sampel ini diasumsikan dapat mewakili

(11)

populasi yang ada pada Bappeda secara keseluruhan. Dalam penelitian ini digunakan alat pengolah datanya yaitu PLS, maka besar sampel harus mengikuti aturan yang ada di dalam PLS tersebut. Menurut Ghozali (2006:6), aturan – aturan tersebut adalah apabila menggunakan alat analisis PLS, maka jumlah sampel minimal berkisar antara 30 sampai dengan 100 kasus.

Selain itu menurut Ferdinand (2014:173)menyarankan, analisis SEM PLS

membutuhkan sampel sebanyak paling sedikit 5 kali jumlah variabel parameter yang akan dianalisis. Adapun parameter terestimasi dalam penelitian ini adalah 16(enam belas), dengan demikian jumlah sampel dalam penelitian sebagai berikut: - Sampel = 16 x 5

= 80

Berdasarkan hal di atas, maka peneliti menentukan untuk sampel dalam penelitian menggunakan 80(delapan puluh) sampel responden. Hal tersebut sesuai dengan aturan yaitu tidak di bawah 30(tiga puluh) dan tidak di atas 100(seratus) serta sesuai dengan penghitungan jumlah sampel yang disarankan di atas.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

probability sampling dengan metode simple random sampling atau pengambilan sampel acak sederhana. Dalam pengambilan sampel yang ada dalam populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi sampel. Metode ini menerapkan setiap orang memiliki kesempatan yang sama dengan yang lainnya untuk dipilih menjadi anggota sampel. Penarikan sampel mudah dilakukan dengan cara peneliti mendatangkan langsung ke lokasi penelitian dan berdekatan dengan lokasi aktivitas kerja peneliti sehingga lebih efisien dan mudah dilakukan. Selain itu, sampel dalam penelitian ini tidak terhampar secara luas berdasarkan geografis karena berada dalam 1(satu) lokasi atau gedung yang sama di KP3B(Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten) Kota Serang Banten.

Analisis Data dan Pembahasan Analisis Data

Dalam penelitian ini analisis inferensial diukur dengan menggunakan

software Smart PLS versi 3.2.7, mulai dari pengukuran kualitas data (outer model), struktur model (inner model) dan pengujian hipotesis. Sebelum model dinyatakan layak untuk dianalisis lebih lanjut, maka perlu dilihat nilai loading factor. Hasil yang didapatkan berdasarkan Gambar 4.2 terlihat bahwa indikator – indikator yang ada memenuhi syarat karena semuanya mempunyai nilai lebih dari 0,5 dan hal ini sudah memiliki convergent validity karena tidak terdapat loading factor yang nilainya di bawah 0,5, sehingga model layak untuk dianalisis lebih lanjut.

Gambar 1 Model Penelitian Hasil PLS Algorithm

Hasil Pengujian Kualitas Data

Setelah dilihat dari nilai loading factor dan memenuhi kelayakan maka selanjutnya melihat hasil pengujian kualitas data. Hasil yang didapatkan dalam pengujian kualitas data digunakan analisa outer model untuk menspesifikasi hubungan antar variabel laten dengan indikator – indikatornya atau dapat dikatakan bahwa hal ini mendefinisikan bagaimana setiap indikator berhubungan dengan variabel latennya. Berikut hasil pengujian kualitas data meliputi yaitu:

1. Uji Validitas

Dalam uji validitas ini akan ditunjukkan nilai Average Variance Extracted (AVE) dari masing – masing

(12)

variabel penelitian. Uji AVE digunakan untuk mengetahui apakah rata – rata variansi pada indikator di tiap – tiap variabel homogen atau tidak. Data disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:

Tabel 4 Hasil Perhitungan Construct Realibility dan Validity

Variabel Cronbach’s Alpha rho_A Composite Reliability (AVE) BK 0,977 0,978 0,985 0,956 DK O,890 0,892 0,924 0,752 KK 0,750 0,752 0,842 0,572 KP 0,873 0,880 0,908 0,664 Sumber: Smart PLS (2018).

Berdasarkan Tabel 4 ditunjukkan bahwa nilai AVE pada semua variabel telah memenuhi syarat validitas, dengan nilai lebih dari 0,5. Nilai AVE masing-masing konstruk berada di atas 0,5. Oleh karenanya tidak ada permasalahan convergent validity

pada model yang diuji.

Dikarenakan tidak adanya permasalahan convergent validity, maka berikutnya yang diuji adalah permasalahan yang terkait dengan discriminant validity. Hal ini dapat diuji dengan melihat dari tabel

cross loading, dan dimaksudkan untuk memprediksi indikatornya lebih baik daripada konstruk lainnya. Jika korelasi konstruk dengan pokok pengukuran (setiap indikator) lebih besar daripada ukuran lainnya maka discriminant validity

terpenuhi.

Tabel 5 Hasil Perhitungan Cross Loading

Menggunakan Discriminant Validity Keterangan Beban Kerja Disiplin Kerja Kepuasan Kerja Kinerja Pegawai DK1 -0,148 0,866 0,508 0,513 DK2 -0,208 0,871 0,420 0,468 DK3 -0,094 0,877 0,509 0,493 DK4 -0,234 0,854 0,441 0,486 BK1 0,977 -0,229 -0,437 -0,503 BK2 0,976 -0,155 -0,406 -0,468 BK3 0,979 -0,185 -0,413 -0,500 KK1 -0,328 0,423 0,753 0,597 KK2 -0,378 0,403 0,778 0,604 KK3 -0,312 0,452 0,761 0,542 KK4 -0,271 0,365 0,732 0,564 KP1 -0,342 0,489 0,673 0,822 KP2 -0,249 0,370 0,570 0,742 KP3 -0,507 0,435 0,614 0,817 KP4 -0,506 0,492 0,684 0,872 KP5 -0,411 0,509 0,560 0,815 Sumber: Smart PLS (2018).

Berdasarkan Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa nilai dari masing- masing item terhadap konstruknya lebih

besar daripada nilai cross loading - nya. Dari hasil analisa tersebut tampak bahwa tidak terdapat permasalahan discriminant validity.

2. Uji Reliabilitas

Untuk memastikan bahwa tidak ada masalah terkait pengukuran, maka langkah terakhir dalam evaluasi outer model adalah menguji unidimensionality dari model. Uji ini dilakukan dengan menggunakan

composite realibility dan cronbach alpha. Untuk kedua hal tersebut ini titik batas nilainya adalah > 0,7.

Berdasarkan Tabel 4 di atas, hasil tersebut menunjukkan composite realibility

dan cronbach alpha dari masing – masing konstruk mempunyai nilai lebih besar dari 0,7. Hal ini dapat disimpulkan bahwa keseluruhan variabel telah memenuhi kriteria nilai reliabilitas variabel penelitian, karena tidak ditemukan permasalahan reliabiltas atau unidimensionality pada model yang dibentuk.

Hasil Pengujian Struktur Model

Hasil yang didapatkan dalam pengujian struktur model digunakan analisa

inner model. Hal ini menggambarkan hubungan antar variabel laten berdasarkan pada teori subtantif. Model struktural dievaluasi dengan menggunakan R square

untuk konstruk dependen. Hasilnya yang dijelaskan pada variabel dependen sebaiknya di atas 0,10 (lebih tinggi nilainya, semakin baik), sehingga dapat dikatakan bahwa konstruk dependennya baik. Selain itu, ada f

square untuk effect size dan relevansi prediksi Q2.

1. R square Untuk Variabel Laten

Endogen

Tabel 6 Nilai R Square

Variabel R Square R Square

Adjusted Kepuasan Kerja 0,404 0,388 Kinerja Pegawai 0,656 0,643 Sumber: Smart PLS (2018).

Berdasarkan Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa nilai R square adjusted

(13)

kepuasan kerja sebesar 0,388, hal ini membuktikan bahwa kemampuan variabel disiplin kerja dan beban kerja dapat menjelaskan variabel kepuasan kerja sebesar 38,8%. Dan nilai R square adjusted kinerja pegawai sebesar 0,643, hal ini membuktikan bahwa kemampuan variabel disiplin kerja dan beban kerja bersama kepuasan kerja dapat menjelaskan variabel kinerja pegawai sebesar 64,3%. Hasil yang didapatkan pada variabel dependen tersebut menunjukkan nilai di atas 0,10, sehingga dapat dikatakan bahwa konstruk dependennya baik.

2. f2 Untuk Effect Size

Berdasarkan analisis data digunakan f2 untuk effect size, kategori nilai ini sebesar

0,02; 0,15; dan 0,35 dapat diinterpretasikan apakah prediktor variabel laten mempunyai pengaruh yang besar, medium atau lemah pada tingkat struktural.

Tabel 7 Nilai f Square Variabel Beban Kerja Disiplin Kerja Kepuasan Kerja Kinerja Pegawai BK 0,000 0,000 0,182 0,120 DK 0,000 0,000 0,369 0,104 KK 0,000 0,000 0,000 0,514 KP 0,000 0,000 0,000 0,000 Sumber: Smart PLS (2018).

Pada Tabel 7 di atas ditunjukkan bahwa variabel disiplin kerja mempunyai pengaruh lemah terhadap kinerja pegawai, hal tersebut ditunjukkan dengan nilai f2 sebesar 0,104. Variabel disiplin kerja mempunyai pengaruh kuat terhadap kepuasan kerja yang ditunjukkan dengan nilai f2 sebesar 0,369. Selanjutnya, variabel beban kerja mempunyai pengaruh lemah terhadap kinerja pegawai, hal tersebut ditunjukkan dengan nilai f2 sebesar 0,120. Variabel beban kerja mempunyai pengaruh kuat terhadap kepuasan kerja yang ditunjukkan dengan nilai f2 sebesar 0,182. Serta variabel kepuasan kerja mempunyai pengaruh kuat terhadap kinerja pegawai yang ditunjukkan dengan nilai f2 sebesar

0,514.

3. Relevansi prediksi Q2

Analisis data nilai Q2 di atas nol

memberikan bukti bahwa model penelitian memiliki predictive relevance, sedangkan apabila di bawah nol mengindikasikan bahwa model penelitian kurang memiliki

predictive relevance. Hasil yang didapatkan dari pengukuran sebagai berikut:

Q2 = 1 – (1 – R12) (1 – R22) = 1 – (1 – 0,388) (1 – 0,643) = 0,782

Berdasarkan hasil pengukuran tersebut, dihasilkan nilai Q2 sebesar 0,782 atau 78,20 % yang berarti nilai di atas nol. Hal ini mengindikasikan bahwa model penelitian ini memiliki predictive relevance. Sehingga membuktikan bahwa kinerja pegawai secara utuh dipengaruhi oleh variabel disiplin kerja, beban kerja dan kepuasan kerja sebesar 78,20 % dan sisanya oleh variabel lain di luar model penelitian.

Hasil Pengujian Hipotesis

Dalam pengujian hipotesis, hasil korelasi antar konstruk diukur dengan melihat path coefficients dan tingkat signifikansinya yang kemudian disamakan dengan hipotesis penelitian yang terdapat pada bab sebelumnya. Tingkat signifikansi yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebesar 5%. Setelah dilakukan pengolahan data menggunakan Smart PLS dengan tahapan awal penghitungan PLS algorithm, maka langkah selanjutnya model yang ada dilakukan bootstrapping. Berikut ini tabel hasil penelitian yang telah diperoleh berdasarkan pengolahan data tersebut yaitu:

Tabel 8 Hasil Uji Hubungan Secara Langsung Arah O M Standard Deviation T Statistik P Values DK->KP 0,226 0,228 0,074 3,066 0,003 BK->KP -0,225 -0,219 0,078 2,875 0,005 KK->KP 0,545 0,539 0,097 5,587 0,000 DK->KK 0,478 0,492 0,080 5,974 0,000 BK->KK -0,335 -0,346 0,177 2,862 0,005 Sumber: Smart PLS (2018).

Dengan tingkat kepercayaan sebesar 95% atau (α) sebesar 0,05. Nilai t – tabel untuk alpha 5% adalah 1,96 dan P-values < 0,05. Sehingga, kriteria penerimaan hipotesis dan signifikan adalah ketika t – hitung > t-tabel serta P-vales < 0,05.

(14)

Tabel 9 Uji Hipotesis Hipotesis t-hitung t-tabel P-values α = 5% Keterangan Hipotesis 1: DK->KP 3,066 1,96 0,003 < 0,05 Signifikan Hipotesis 2: BK->KP 2,875 1,96 0,005 < 0,05 Signifikan Hipotesis 3: KK->KP 5,587 1,96 0,000 < 0,05 Signifikan Hipotesis 4: DK->KK 5,974 1,96 0,000 < 0,05 Signifikan Hipotesis 1: BK->KK 2,862 1,96 0,005 < 0,05 Signifikan Sumber: Smart PLS (2018).

Berdasarkan hasil pengolahan data di atas, maka pengujian hipotesis diuraikan lebih lanjut sebagai berikut:

1. Hipotesis 1

Disiplin kerja berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai, hal ini ditunjukkan dengan koefisien parameter sebesar 0,226. Dari hasil pengolahan data (path coefficients) didapatkan nilai t – hitung sebesar 3,066 (lebih besar dari t tabel pada alpha 5%) dengan nilai P-values 0,003 (lebih kecil dari 0,05), dengan demikian Hipotesis 1 dapat diterima yaitu disiplin kerja berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja pegawai.

2. Hipotesis 2

Beban kerja berpengaruh negatif terhadap kinerja pegawai, hal ini ditunjukkan dengan koefisien parameter sebesar -0,225. Dari hasil pengolahan data (path coefficients) didapatkan nilai t-hitung sebesar 2,875 (lebih besar dari t tabel pada alpha 5%) dengan nilai P-values 0,005 (lebih kecil dari 0,05), dengan demikian Hipotesis 2 dapat diterima yaitu beban kerja berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja pegawai.

3. Hipotesis 3

Kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai, hal ini ditunjukkan dengan koefisien parameter sebesar 0,545. Dari hasil pengolahan data (path coefficients) didapatkan nilai t-hitung sebesar 5,587 (lebih besar dari t tabel pada alpha 5%) dengan nilai P-values 0,000 (lebih kecil dari 0,05),

dengan demikian Hipotesis 3 dapat diterima yaitu kepuasan kerja berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja pegawai.

4. Hipotesis 4

Disiplin kerja berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja, hal ini ditunjukkan dengan koefisien parameter sebesar 0,478. Dari hasil pengolahan data (path coefficients) didapatkan nilai t-hitung sebesar 5,974 (lebih besar dari t tabel pada alpha 5%) dengan nilai P-values 0,000 (lebih kecil dari 0,05), dengan demikian Hipotesis 4 dapat diterima yaitu disiplin kerja berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan kerja.

5. Hipotesis 5

Beban kerja berpengaruh negatif terhadap kepuasan kerja, hal ini ditunjukkan dengan koefisien parameter sebesar -0,335. Dari hasil pengolahan data (path coefficients) didapatkan nilai t – hitung sebesar 2,862 (lebih besar dari t tabel pada alpha 5%) dengan nilai P-values 0,005 (lebih kecil dari 0,05), dengan demikian Hipotesis 5 dapat diterima yaitu beban kerja berpengaruh negatif signifikan terhadap kepuasan kerja.

Hasil Uji Pengaruh Mediasi

Dalam penelitian ini selain meneliti hubungan langsung antar variabel juga diteliti hubungan secara tidak langsung dengan dimediasi oleh variabel kepuasan kerja sebagai variabel intervening. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah sebagai variabel mediasi, kepuasan kerja berhasil menjadi variabel mediasi yang baik untuk variabel disiplin kerja dan beban kerja terhadap kinerja pegawai pada Bappeda Pemprov Banten.

Uji ini dilakukan dengan cara menguji kekuatan pengaruh tidak langsung disiplin kerja terhadap kinerja pegawai melalui kepuasan kerja. Dan pengaruh tidak langsung beban kerja terhadap kinerja pegawai melalui kepuasan kerja. Uji ini dihitung dengan tingkat kepercayaan sebesar

(15)

95% atau (α) sebesar 0,05. Nilai t-tabel untuk alpha 5% adalah 1,96 dan P-values < 0,05. Sehingga, kriteria penerimaan hipotesis dan signifikan adalah ketika t-hitung > t-tabel serta P-values < 0,05.

Tabel 10 Hasil Uji Mediasi

Arah Hubungan Original Sample (O) T Statistik (O/STDEV) P Values BK->KK-> KP -0,183 2,524 0,014 DK->KK-> KP 0,261 3,931 0,000 Sumber: Smart PLS (2018).

Berdasarkan hasil pengolahan data di atas, maka diuraikan lebih lanjut sebagai berkut:

1. Mediasi Untuk Displin Kerja

Kepuasan kerja berhasil memediasi pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja pegawai, hal ini ditunjukkan dengan koefisien parameter sebesar 0,261 lebih besar dari hubungan disiplin kerja secara langsung terhadap kinerja pegawai sebesar 0,226. Dari hasil pengolahan data (path coefficients) didapatkan nilai t-hitung sebesar 3,931 (lebih besar dari t tabel pada alpha 5%) dengan nilai P-values 0,000 (lebih kecil dari 0,05), dengan demikian keberhasilan variabel kepuasan kerja memediasi dapat diterima yaitu disiplin kerja berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja pegawai dengan kepuasan kerja sebagai variabel intervening.

2. Mediasi Untuk Beban Kerja

Kepuasan kerja berhasil memediasi pengaruh beban kerja terhadap kinerja pegawai, hal ini ditunjukkan dengan koefisien parameter sebesar -0,183 lebih besar dari hubungan beban kerja secara langsung terhadap kinerja pegawai sebesar -0,225. Dari hasil pengolahan data (path coefficients) didapatkan nilai t – hitung sebesar 2,524 (lebih besar dari t tabel pada alpha 5%) dengan nilai P-values 0,014 (lebih kecil dari 0,05), dengan demikian keberhasilan variabel kepuasan kerja memediasi dapat diterima yaitu beban kerja berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja

pegawai dengan kepuasan kerja sebagai variabel intervening.

Pembahasan

Penelitian ini membahas pengaruh disiplin kerja dan beban kerja terhadap kinerja pegawai dengan kepuasan kerja sebagai variabel intervening yang dilaksanakan pada pegawai Bappeda Pemprov Banten. Berikut pembahasannya yaitu:

1. Disiplin Kerja berpengaruh positif signifikan terhadap Kinerja Pegawai

Menurut Rivai (2009:78), mengatakan bahwa “disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan manajer untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan organisasi dan norma-norma sosial yang berlaku”.

Berdasarkan hasil analisis SEM – PLS untuk pengujian hipotesis pertama menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif signifikan antara disiplin kerja terhadap kinerja pegawai, artinya bahwa disiplin kerja berpengaruh positif secara berarti terhadap kinerja pegawai dan hasil ini dapat mewakili populasi yang ada karena hasil menunjukkan signifikan. Hal tersebut dibuktikan dengan nilai t – hitung sebesar 3,066 > t - tabel sebesar 1,96 dan P-values 0,003 < 5%. Sehingga Ha 1 yang berbunyi, “disiplin kerja berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja pegawai” diterima.

Hasil penelitian ini sejalan dengan Handayani dan Bachri (2014:295), Wariati, dkk (2015:226), Khasifah dan Nugraheni (2016:6), dalam penelitiannya membuktikan bahwa disiplin kerja berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja pegawai, yang berarti bahwa jika disiplin kerja meningkat maka kinerja pegawai akan meningkat secara signifikan.

Menurut Rivai (2009:824), mengatakan bahwa “disiplin kerja merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja di organisasi melalui disiplin diri karena disiplin diri sangat besar perannya dalam mencapai tujuan

(16)

organisasi”. Dan Arifin dan Fauzi (2007:11), menyatakan bahwa “kedisiplinan adalah keinginan dan kesadaran untuk menaati peraturan-peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku, disiplin kerja juga memiliki aspek yang mempengaruhi penurunan pada kinerja pegawai”.

Menurut Kasmir (2016:193), faktor – faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai adalah disiplin kerja, merupakan usaha karyawan untuk menjalankan aktivitas kerjanya secara sungguh – sungguh. Displin kerja dalam hal ini dapat berupa waktu, misalnya masuk kerja selalu tepat waktu. Selain itu, menurut Kenneth dan Gary (2003:97), mengidentifikasi faktor – faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain adalah disiplin kerja, hal ini diperlukan untuk menghasilkan kinerja yang bagus, dengan disiplin karyawan akan melakukan pekerjaan semaksimal mungkin dan kinerja yang dihasilkan akan menjadi lebih bagus.

Secara empiris dapat ditemukan beberapa kondisi pada Bappeda Pemprov Banten yang menyebabkan disiplin kerja berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja pegawai. Dengan melihat indikator disiplin kerja, seperti pegawai memiliki etika yang baik selama berada di kantor menjadi masalah yang banyak dirasakan belum maksimal dalam mengaplikasikan disiplin kerja yang diterapkan, tetapi pegawai berusaha untuk mendisiplinkan diri dengan melihat beberapa faktor yaitu pegawai mengenakan pakaian sesuai dengan peraturan, pegawai melakukan semua pekerjaan sesuai standar kerja yang telah ditentukan dan pegawai berperilaku teliti dalam bekerja. Selain itu, sebesar 52,5% responden berpendidikan S – 2 dan sebesar 48,75% responden mempunyai masa kerja lebih dari 15 tahun, dengan hal ini membuat pegawai untuk lebih bertanggungjawab dari cara berpikir, pengalaman dari cara bekerja dan tanggung jawab sebagai pegawai yang senior untuk dicontoh oleh pegawai yang lain sehingga pegawai Bappeda Pemprov Banten memiliki kesempatan besar untuk memaksimalkan tingkat kedisiplinan pegawai sesuai yang diinginkan oleh

organisasi maupun masyarakat.

2. Beban Kerja berpengaruh negatif

signifikan terhadap Kinerja Pegawai

Beban kerja menurut Suwatno (2003:55) adalah sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh suatu unit organisasi atau pemegang jabatan secara sistematis dengan menggunakan teknik analisis jabatan, teknik analisa beban kerja, atau teknik manajemen lainnya dalam jangka waktu tertentu untuk mendapatkan informasi tentang efisiensi dan efektivitas kerja suatu unit organisasi.

Berdasarkan hasil analisis SEM – PLS untuk pengujian hipotesis kedua menyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif signifikan antara beban kerja terhadap kinerja pegawai, artinya bahwa beban kerja berpengaruh negatif secara berarti terhadap kinerja pegawai dan hasil ini dapat mewakili populasi yang ada karena hasil menunjukkan signifikan. Hal tersebut dibuktikan dengan nilai t – hitung sebesar 2,875 > t - tabel sebesar 1,96 dan P- values

0,005 < 5%. Sehingga Ha 2 yang berbunyi, “beban kerja berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja pegawai” diterima.

Hasil penelitian ini sejalan dengan Iskandar dan Sembada (2012:33), dan Dewi (2017:3393), dalam penelitiannya membuktikan bahwa beban kerja berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja pegawai, yang berarti bahwa jika beban kerja menurun maka kinerja pegawai akan meningkat secara signifikan.

Menurut Lisnayetti dan Hasanbasri dalam (Paramitadewi, 2017:3381), menyatakan bahwa “adanya keterikatan hubungan antara beban kerja terhadap kinerja karyawan, di mana jika beban kerja tinggi akan menyebabkan kinerja menurun”. Dan menurut Setyawan dan Kuswati (2006:109), mengatakan “apabila beban kerja terus menerus bertambah tanpa adanya pembagian beban kerja yang sesuai maka kinerja karyawan akan menurun”. Selain itu, menurut Kirmeyer dan Dougherty (dalam Iskandar dan Sembada 2012:30) mengatakan bahwa “beban kerja yang

(17)

berlebihan pun akan mempengaruhi kepuasan kerja pegawai dan kinerja pegawai”.

Menurut Hasibuan (2005:34), mengemukakan kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas – tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu. Selain itu, Whitmore (1997:104) menyatakan kinerja adalah pelaksanaan fungsi – fungsi yang dibebankan atau dituntut dari seseorang atau suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum ketrampilan.

Secara empiris dapat ditemukan beberapa kondisi pada Bappeda Pemprov Banten yang menyebabkan beban kerja berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja pegawai. Dengan melihat indikator beban kerja, seperti pegawai merasa tidak gelisah akibat kebingungan dari pekerjaannya menjadi masalah yang banyak dirasakan belum maksimal dalam mengaplikasikan beban kerja yang diterapkan, sementara jumlah waktu yang tersedia dalam pelaksanaan tugas sesuai dan pegawai melakukan aktivitas yang tidak memerlukan konsentrasi tinggi menjadi hal yang dinilai cukup berjalan dalam penerapan beban kerja tetapi perlu sama – sama diperhatikan karena nilainya masih tergolong rendah dan tidak jauh beda dengan nilai terendah yang didapat.

3. Kepuasan Kerja berpengaruh positif signifikan terhadap Kinerja Pegawai

Menurut Mangkunegara (2009:117), mengatakan bahwa “kepuasan kerja adalah kondisi yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dari seorang karyawan yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun dengan kondisi pada dirinya”.

Berdasarkan hasil analisis SEM – PLS untuk pengujian hipotesis ketiga menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif signifikan antara kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai, artinya bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif secara berarti terhadap kinerja pegawai dan hasil

ini dapat mewakili populasi yang ada karena hasil menunjukkan signifikan. Hal tersebut dibuktikan dengan nilai t – hitung sebesar 5,587 > t - tabel sebesar 1,96 dan

P-values 0,000 < 5%. Sehingga Ha 3 yang berbunyi, “kepuasan kerja berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja pegawai” diterima.

Robbins (2006:94), menyatakan mengenai dampak kepuasan kerja pada kinerja pegawai. Pegawai yang merasa puas akan pekerjaannya memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk membicarakan hal-hal positif tentang organisasinya, membantu yang lain dan berbuat kinerja pekerjaan mereka melampaui perkiraan normal. Dan Sutrisno (2010:82), menyatakan bahwa “ketidakpuasan dalam kerja akan dapat menimbulkan perilaku agresif, atau sebaliknya akan menunjukkan sikap menarik diri dari kontak dengan lingkungan sosialnya. Misalnya, dengan mengambil sikap berhenti dari perusahaan, suka bolos, dan perilaku lain yang cenderung bersifat menghindari dari aktivitas organisasi. Bentuk perilaku agresif, misalnya melakukan sabotase, sengaja membuat kesalahan dalam kerja, menentang atasan, atau sampai pada aktivitas pemogokan”.

Hasil penelitian ini sejalan dengan Tentama (2015:7), Rosita dan Yuniati (2016:18), dalam penelitiannya membuktikan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja pegawai, jika kepuasan kerja meningkat maka kinerja pegawai meningkat signifikan.

Menurut Gibson (2008:123), salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai adalah faktor dari variabel psikologi seperti kepuasan kerja, hal ini merupakan perasaan senang atau gembira, atau perasaan suka seseorang sebelum dan setelah melakukan suatu pekerjaan.

Secara empiris dapat ditemukan beberapa kondisi pada Bappeda Pemprov Banten yang menyebabkan kepuasan kerja berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja pegawai. Dengan melihat indikator kepuasan kerja, seperti mendapatkan

(18)

kesempatan yang sama untuk merasakan pelatihan dan pengembangan diri menjadi masalah yang banyak dirasakan belum maksimal dalam mengaplikasikan kepuasan kerja yang diterapkan, tetapi sebagian besar pegawai setuju bahwa kepuasan kerja sudah tercapai hal ini tercemin dengan beberapa indikator seperti pegawai mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, pegawai merasa berbeda terhadap kompensasi yang diberikan perusahaan dan merasa puas atas pencapaian dalam mengerjakan tugas – tugasnya yang dinilai sudah sesuai dalam penerapan kepuasan kerja.

4. Disiplin Kerja berpengaruh positif signifikan terhadap Kepuasan Kerja

Berdasarkan hasil analisis SEM – PLS untuk pengujian hipotesis keempat menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif signifikan antara disiplin kerja terhadap kepuasan kerja, artinya bahwa disiplin kerja berpengaruh positif secara berarti terhadap kepuasan kerja dan hasil ini dapat mewakili populasi yang ada karena hasil menunjukkan signifikan. Hal tersebut dibuktikan dengan nilai t – hitung sebesar 5,974 > t - tabel sebesar 1,96 dan P – values 0,000 < 5%. Sehingga Ha 4 yang berbunyi, “disiplin kerja berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan kerja” diterima.

Pengaruh disiplin kerja terhadap kepuasan kerja menurut Davis dan Newstrom (2004:262), ketidakpuasan berakibat tingkah laku karyawan yang malas menimbulkan masalah bagi perusahaan berupa tingkat absensi yang tinggi, keterlambatan kerja dan pelanggaran disiplin yang lainnya, sedangkan tingkah laku yang puas lebih menguntungkan bagi perusahaan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan Hariati (2015:93), Kartikasari dan Djastuti (2017:9), dalam penelitiannya membuktikan bahwa disiplin kerja berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan kerja, yang berarti bahwa jika disiplin kerja meningkat maka kepuasan kerja akan meningkat secara signifikan.

Secara empiris dapat ditemukan beberapa kondisi pada Bappeda Pemprov Banten yang menyebabkan disiplin kerja berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan kerja. Dengan melihat indikator disiplin kerja, seperti pegawai memiliki etika yang baik selama berada di kantor menjadi masalah yang banyak dirasakan belum maksimal dalam merasa puas atau sesuai dengan keinginan pegawai, tetapi sebagian besar pegawai merasa puas atau sesuai dengan keinginannya dengan melihat beberapa faktor yaitu pegawai mengenakan pakaian sesuai dengan peraturan, pegawai melakukan semua pekerjaan sesuai standar kerja yang telah ditentukan dan pegawai berperilaku teliti dalam bekerja.

5. Beban Kerja berpengaruh negatif

signifikan terhadap Kepuasan Kerja

Berdasarkan hasil analisis SEM – PLS untuk pengujian hipotesis kelima menyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif signifikan antara beban kerja terhadap kepuasan kerja, artinya bahwa beban kerja berpengaruh negatif secara berarti terhadap kepuasan kerja dan hasil ini dapat mewakili populasi yang ada karena hasil menunjukkan signifikan. Hal tersebut dibuktikan dengan nilai t – hitung sebesar 2,862 > t - tabel sebesar 1,96 dan P – values 0,005 < 5%. Sehingga Ha 5 yang berbunyi, “beban kerja berpengaruh negatif signifikan terhadap kepuasan kerja” diterima.

Hubungan antara beban kerja dengan kepuasan kerja dijelaskan oleh Munandar (2007:368), yang menyatakan bahwa “beban kerja berlebih secara fisik dan mental adalah melakukan terlalu banyak kegiatan baik fisik maupun mental, dan ini dapat merupakan sumber ketidakpuasan kerja. Sedangkan beban kerja yang terlalu sedikit akan menyebabkan kebosanan dan akan menurunkan semangat kerja sehingga timbul rasa ketidakpuasan dalam bekerja berpengaruh pada penurunan kinerja”. Dan menurut Purbaningrat dan Surya (2015:1154), mengatakan bahwa “pegawai lebih puas ketika mereka diberikan beban kerja yang lebih rendah. Kepuasan kerja

(19)

yang lebih rendah ditemukan pada beban kerja yang lebih tinggi”.

Hasil penelitian ini sejalan dengan Yo dan Surya (2015:1160), Tandi dan Nur (2016:93), dalam penelitiannya membuktikan bahwa beban kerja berpengaruh negatif signifikan terhadap kepuasan kerja, yang berarti bahwa jika beban kerja menurun maka kepuasan kerja akan meningkat secara signifikan.

Secara empiris dapat ditemukan beberapa kondisi pada Bappeda Pemprov Banten yang menyebabkan beban kerja berpengaruh negatif signifikan terhadap kepuasan kerja. Dengan melihat indikator beban kerja, seperti pegawai merasa tidak gelisah akibat kebingunan dari pekerjaannya menjadi masalah yang banyak, jumlah waktu yang tersedia dalam pelaksanaan tugas sesuai dan pegawai melakukan aktivitas yang tidak memerlukan konsentrasi tinggi dirasakan belum maksimal dalam menghasilkan rasa puas atau sesuai dengan keinginan pegawai.

6. Kepuasan Kerja sebagai variabel

Intervening

Pertama kepuasan kerja berhasil memediasi pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja pegawai, hal ini ditunjukkan dengan koefisien parameter sebesar 0,261 lebih besar dari hubungan disiplin kerja secara langsung terhadap kinerja pegawai sebesar 0,226. Dari hasil pengolahan data (path coefficients) didapatkan nilai t – hitung sebesar 3,931 (lebih besar dari t tabel pada alpha 5%) dengan nilai P – values 0,000 (lebih kecil dari 0,05), dengan demikian keberhasilan variabel kepuasan kerja memediasi dapat diterima yaitu disiplin kerja berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja pegawai dengan kepuasan kerja sebagai variabel intervening.

Kedua kepuasan kerja berhasil memediasi pengaruh beban kerja terhadap kinerja pegawai, hal ini ditunjukkan dengan koefisien parameter sebesar -0,183 lebih besar dari hubungan beban kerja secara langsung terhadap kinerja pegawai sebesar -0,225. Dari hasil pengolahan data (path

coefficients) didapatkan nilai t – hitung sebesar 2,524 (lebih besar dari t tabel pada alpha 5%) dengan nilai P-values 0,014 (lebih kecil dari 0,05), dengan demikian keberhasilan variabel kepuasan kerja memediasi dapat diterima yaitu beban kerja berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja pegawai dengan kepuasan kerja sebagai variabel intervening.

Berdasarkan hal di atas, maka kepuasan kerja sebagai variabel intervening

dalam penelitian ini berhasil memediasi variabel disiplin kerja dan beban kerja dalam menyelesaikan permasalahan yang ada dalam kinerja pegawai.

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian pada Bappeda Pemprov Banten mengenai pengaruh disiplin kerja dan beban kerja terhadap kinerja pegawai dengan kepuasan kerja sebagai variabel

intervening yaitu:

1. Terdapat pengaruh positif signifikan antara disiplin kerja terhadap kinerja pegawai Bappeda Pemprov Banten, artinya bahwa disiplin kerja berpengaruh positif (jika disiplin kerja meningkat maka kinerja pegawai akan meningkat) secara berarti terhadap kinerja pegawai dan hasil ini dapat mewakili populasi yang ada karena hasil menunjukkan signifikan.

2. Terdapat pengaruh negatif signifikan antara beban kerja terhadap kinerja pegawai Bappeda Pemprov Banten, artinya bahwa beban kerja berpengaruh negatif (jika beban kerja menurun maka kinerja pegawai akan meningkat) secara berarti terhadap kinerja pegawai dan hasil ini dapat mewakili populasi yang ada karena hasil menunjukkan signifikan.

3. Terdapat pengaruh positif signifikan antara kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai Bappeda Pemprov Banten, artinya bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif (jika kepuasan kerja

Gambar

Tabel 3 Research GAP
Gambar 1 Model Penelitian Hasil PLS  Algorithm
Tabel 9 Uji Hipotesis  Hipotesis   t-hitung   t-tabel   P-values  α = 5%  Keterangan  Hipotesis  1:  DK-&gt;KP  3,066  1,96  0,003  &lt; 0,05  Signifikan  Hipotesis  2:  BK-&gt;KP  2,875  1,96  0,005  &lt; 0,05  Signifikan  Hipotesis  3:  KK-&gt;KP  5,587

Referensi

Dokumen terkait

The conclusion of the research : for companies that have been certified with ISO 9000 in Jakarta and its surrounding areas, Quality Cost, and Quality Improvement on bring

Menurut laporan penapisan awal panel pakar, diketahui bahwa PT PINDO DELI KARAWANG MILL telah menerapkan sistem lacak balak pada proses produksi paper, paperboard

Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh tingkat signifikansi variabel bagi hasil adalah sebesar 0,058 yang artinya lebih besar dari 0,05 (0,058 &lt; 0,05) dan t hitung

 Dari dalam negeri, pemerintah memberikan insentif beru- pa PPh final 0% atas dividen yang diperoleh subjek pajak luar negeri dan PPh final 0.1% atas keuntungan karena

1. Literasi informasi peneliti di Pusat Penelitian Bioteknologi – LIPI berdasarkan nilai rata-rata disimpulkan sudah baik. Responden mampu menentukan sifat dan

3. Hasil belajar yang berupa perubahan sikap dan tingkah laku. Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar memiliki cakupan makna yang lebih

Perbanyakan cepat jeruk keprok tawangmangu secara in vitro untuk mendukung pengembangan agribisnis jeruk di Indonesia.. Prosiding Seminar Nasional

Pada pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa selama wali nikah dari masing-masing mempelai tidak berhalangan maka ijab kabul dapat dilangsungkan secara pribadi. Hal ini merujuk